Anda di halaman 1dari 5

The Journal of Medical School (JMS) Vol. 52, No.

2, 2019 | 79 – 83

MAJALAH KEDOKTERAN
NUSANTARA
The Journal of Medical School

Hubungan antara Kombinasi Hemodialisis (Hd)/


Hemoperfusi (Hp) dengan Uremic Toxin Β2-
Mikroglobulin pada Pasien Hemodialisis Reguler
Amaluddin Jaya Nasution*, Abdurrahim Rasyid Lubis

Divisi Nefrologi dan Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran,Universitas Sumatera
Utara

Abstract. Introduction: Morbidity and mortality in hemodialysis patients is still quite high. It is
associated with the accumulation of uremic toxins in the body and it is closely related to the level
of clearance of uremic toxins. Β2-microglobulin is uremic toxin that can not be dialyzed with
conventional hemodialysis. Haemoperfusion effectively remove large-sized molecules toxins but
does not effectively remove small molecules toxins, therefore the assessment of the combination
clearance Hemodialysis / haemoperfusion on Β2-microglobuline. Aim: To determine the
relationship between a combination of hemodialysis (HD) / haemoperfusion (HP) with decreasing
levels of B2M in regular hemodialysis patients in Medan, North Sumatra. Result: from 20 subjects
who observed, one subject out of the study. Mean Β2-microglobuline before the study 78.26 ±
16.85mg/dl and 62.55 ± 12.35mg/dl after the study, decreasing levels of β2-microglobulin were
statistically significant. Conclusion: Combination HD / HP is a good clinical application to
remove accumulated uremic toxin-microglobulin Β2 on regular hemodialysis patients.

Keyword: Hemodialysis, haemoperfusion, Uremic Toxins, Β2-mikroglobulin

Abstrak. Pendahuluan: Angka mortalitas dan morbiditas pasien hemodialisis masih cukup tinggi.
Hal ini berhubungan dengan akumulasi uremik toksin dalam tubuh dan berkaitan erat dengan
tingkat bersihan (clearance) uremik toksin. Β2-mikroglobulin merupakan uremik toxin yang tidak
terdialisis dengan Hemodialisis konvensional. Hemoperfusi efektif membuang toksin atau molekul
berukuran sedang besar akan tetapi tidak efektif membuang toksin molekul kecil, oleh karena itu
dilakukan penilaian bersihan kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi terhadap Β2-mikroglobulin.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kombinasi hemodialisis (HD) / hemoperfusi (HP)
dengan penurunan kadar B2M pada pasien hemodialisis reguler di Medan Sumatera Utara.
Metode: Penelitian kohort prospektif dari bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 terhadap
pasien hemodialisis reguler dan dilakukan periksaan kadar β2-Mikroglobulin. Hasil: Dari 20
subjek yang diamati 1 subjek keluar dari penelitian. Didapatkan rerata Β2-mikroglobulin sebelum
penelitian 78.26±16.85 dan sesudah penelitian 62.55±12.35 mg/dl, didapatkan penurunan kadar
β2-Mikroglobulin yang signifikan secara statistik. Kesimpulan: Kombinasi HD/HP merupakan
aplikasi klinis yang cukup baik untuk penanganan akumulasi uremik toxin Β2-mikroglobulin pada
pasien hemodialisis regular.

Kata Kunci: Hemodialisis, hemoperfusi, uremik toxin, Β2-mikroglobulin

1. Pendahuluan
Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir yang menjalani
hemodialisis reguler sampai saat ini masih tetap tinggi yaitu berkisar 15 - 20% per tahun, meskipun

*Corresponding author, Email: amaluddin@gmail.com 79


The Journal of Medical School (JMS) Vol. 52, No. 2, 2019 | 79 – 83

telah dilakukan perbaikan penatalakasanaan penyakit kardiovaskular, infeksi dan modalitas terapi
dialisis.1
Hal ini berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kekurangan gizi, gangguan status cairan
tubuh, resistensi insulin, perubahan patologis pada sistem saraf perifer, gangguan mineral tulang,
hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi refrakter, inflamasi sistemik kronis, dan penurunan cepat fungsi
ginjal sisa pada pasien hemodialisis reguler yang insidennya masih cukup tinggi. Penelitian-penelitian
sebelumnya menunjukkan terjadinya komplikasi jangka menengah dan jangka panjang berhubungan
dengan akumulasi uremik toksin dalam tubuh dan berkaitan erat dengan tingkat bersihan (clearance)
uremik toksin. The European Uremic Toxin Work Group (EUTox), mengidentifikasi uremik toksin
dan pengaruh biologisnya terhadap tubuh. Group ini mendapatkan ada 90 jenis uremik toksin dan
membaginya menjadi uremik toksin larut air, terikat protein dan uremik toksin berat molekul
menengah dan besar (middle molecule).
Salah satu golongan uremik toksin yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas penderita
penyakit ginjal tahap akhir adalah golongan low–molecular-weight peptides and proteins and
inflammatory cytokines (LMWP), beberapa tulisan menggolongkan LMWP ini masuk pada kategori
uremik toksin berat molekul menengah (middle molecules). Molekul-molekul ini tidak terdialisis
sempurna dengan tehnik dialisis konvensional. Beta-2 microglobulin (β2M) merupakan molekul yang
paling banyak diteliti efeknya terhadap tubuh dan molekul ini berhubungan dengan dialysis-related
amyloidosis (DRA).4
Peradangan pada pasien hemodialisis memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya
penyakit kardiovaskuler, kekurangan gizi, erythropoietin resistant, anemia, penyakit osteopathic,
menjadi rentan akan infeksi dan kanker serta mengurangi kinerja ginjal yang masih tersisa. Dengan
demikian, mengurangi peradangan pada hemodialisis pasien dapat memainkan peran penting dalam
mencegah komplikasi tersebut. 5,6
Saat ini, lebih dari satu juta pasien di seluruh dunia menjalani hemodialisis atau peritoneal
dialsis untuk mempertahankan kehidupan. Namun, dialisis tidak mengembalikan semua fungsi ginjal.
Dimana uremic toxin berukuran menengah-besar akan terakumulasi pada pasien hemodialisis. 7
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan terjadinya komplikasi jangka menengah dan jangka
panjang racun uremik berkaitan dengan tingkat bersihan molekul kecil, sedang dan molekul besar
racun uremik saat proses hemodialisis. Terapi hemodialisis yang bertujuan untuk membuang racun
uremik telah berkembang untuk meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan mortalitas pasien-
pasien hemodialisis. Aplikasi klinis dari berbagai model teknologi hemodialisis extracorporeal
menunjukkan tingkat efektifitas pembersihan molekul racun uremik menengah dan besar, sebagai
berikut: Hemodialisis (HD)/hemoperfusion ( HP ) > HP > bio-artificial kidney > hemodiafiltration (
HDF ) > hemofiltration ( HF ) > HD.8
Level B2M meningkat pada pasien dengan gagal ginjal, terutama pada pasien yang menjalani
dialisis, di antaranya disebabkan hampir absennya filtrasi glomerulus secara penuh. Selain itu,
diketahui bahwa konsentrasi tinggi B2M yang beredar merupakan potensi faktor risiko untuk
terjadinya dialisis related amyloidosis. Elevasi B2M serum dianggap sebagai prasyarat untuk
pembentukan B2M fibril amiloid, yang berhubungan dengan artropati kronis dan spondylarthropathy
yang terjadi setelah beberapa tahun menjalani terapi pengganti ginjal.9, 10
Selain itu, B2M dikenal sebagai pengganti penanda (marker) untuk konsentrasi dan pengeluaran
middle-molecular-weight uremic toksin pada pasien dialisis. Dalam Hemo study pada 1704 pasien
hemodialisis, Cheung et al. melaporkan bahwa B2M serum predialysis dapat memprediksi kematian,
dengan peningkatan mortalitas sebesar 11% untuk setiap peningkatan 10 mg/l residual B2M. Oleh
karena itu, perbaikan dari B2M clearance selama dialisis mungkin menjadi faktor penting untuk
peningkatan outcome dialysis. 11
Di negara Cina dan negara-negara berkembang lainnya, oleh karena rendahnya tingkat ekonomi,
hemodialisis umumnya memakai dialiser low flux, metode ini tidak bisa membersihkan molekul racun
uremik menengah dan besar dan racun yang terikat protein saat proses hemodialisis, akibatnya muncul
komplikasi jangka panjang yang menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas pasien
hemodialisis. Kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi (HD+HP) sudah banyak dilakukan di pusat-
pusat hemodialisis di negara Cina dan sudah dimasukkan dalam program asuransi kesehatan. Rumah
Sakit Xinhua merupakan rumah sakit yang pertama melakukan kombinasi HD+HP dan banyak
melakukan penelitian-penelitian tentang efikasi dan keamanan HD+HP pada pasien-pasien
hemodialisis reguler.8
Salah satu penelitian menunjukkan manfaat kombinasi HD/HP terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup dan angka harapan hidup pasien hemodialisis regular. 12 Berdasarkan hal
80
The Journal of Medical School (JMS) Vol. 52, No. 2, 2019 | 79 – 83

tersebut kami melakukan penelitian ini untuk melihat manfaat kombinasi HD/HP terhadap bersihan
molekul sedang dan besar, uremic toxin pada pasien-pasien hemodialisis reguler dan melihat
hubungannya dengan bersihan β2M pasien-pasien hemodialisis reguler di Medan.
2. Metode
Penelitian kohort prospektif dilakukan terhadap penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
dengan hemodialisis (HD) reguler yang memenuhi kriteria inklusi diantaranya. Penderita PGK dengan
Hemodialisis reguler (≥ 3 bulan). Pria atau wanita usia ≥ 17 tahun. Sementara pasien yang tidak
bersedia dilakukan pemeriksaan, malignancy, autoimmune disorder, HD tidak teratur dikeluarkan dari
penelitian.
Subjek penelitian dilakukan pengukuran kadar β2 mikroglobulin sebelum prosedur kombinasi
HD/HP dan sesudah tiga bulan kombinasi HD/HP. Ethical clearance penelitian telah disetujui oleh
Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Data karakteristik dasar populasi ditampilkan dalam tabulasi dengan deskripsi masing-masing
parameter. Dilakukan uji T berpasangan untuk menilai hubungan HD/HP dengan β-2 Microglobulin
serum pada pasien.
3. Hasil
Selama periode penelitian di ruang Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan dan
jejaringnya diperoleh 20 subjek penelitian dengan hemodialisis reguler ≥ 3 bulan. Subjek berjenis
kelamin pria sebanyak 16 pasien (80%), berjenis kelamin wanita sebanyak 4 pasien (20%), dan
rentang usia antara 29–79 tahun dengan rerata±SD adalah 47.40±11.58 tahun. Rerata lamanya
hemodialisis 2.78±2.24 tahun dengan etiologi terdiri dari DM 3 pasien (15%) dan non DM 17 pasien
(85%). Rerata beta 2-mikroglobulin serum adalah 77.69±16.61 mg/L. (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian
Variabel Jumlah
Jenis kelamin
 Pria 16 (80%)
 Wanita 4 (20%)
Umur (thn) 47.40±11.59
Lama HD (thn) 2.78±2.24
Etiologi
 DM 3 (15%)
 Non DM 17 (85%)
β2-microglobulin serum (ug/mL) 77.69±16.61

Pada Tabel 2 dapat kita lihat pengaruh kombinasi HD/HP pada subjek penelitian sebelum
kombinasi dan setelah kombinasi. Dari 20 subjek yang diamati 1 subjek keluar dari penelitian.
Dilakukan Analisis uji T berpasangan.
Tabel 2. Hubungan kombinasi hemodialisis (hd) / hemoperfusi (hp) dengan β2-microglobulin serum

Variabel N Sebelum Setelah P


HD/HP HD/HP
β2-M (g/dl) 19 78.26±16.85 62.55±12.35 0.002*

*Significant (p<0.05)

Dari 19 subjek yang diamati terlihat bahwa rerata β2M sebelum dimulai kombinasi adalah
78.26±16.85 (ug/mL) dan rerata β2M setelah kombinasi sebesar 62.55±12.35 (ug/mL) dijumpai
penurunan nilai β2M dan secara statistik signifikan (p<0.05) (Tabel 2).
4. Pembahasan
Toksin uremik merupakan penyebab utama dari sydroma uremik, gangguan metabolisme, dan
komplikasi uremik. Selain urea nitrogen dan kreatinin, substansi molekul menengah dan besar,

81
The Journal of Medical School (JMS) Vol. 52, No. 2, 2019 | 79 – 83

molekul kecil yang terikat protein, asam amino rantai pendek dan sitokin berperan dalam proses
patologis untuk terjadinya komplikasi pasien hemodialisis regular.
Peradangan pada pasien hemodialisis memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya
penyakit kardiovaskuler, kekurangan gizi, erythropoietin resistant, anemia, penyakit osteopathic,
menjadi rentan akan infeksi dan kanker serta mengurangi kinerja ginjal yang tersisa. Beta-2
microglobulin (β2M) merupakan salah satu faktor inflamasi yang berperan pada proses peradangan
pasien hemodialisis reguler. β2M merupakan salah satu golongan uremik toksin yang mempengaruhi
mortalitas dan morbiditas penderita penyakit ginjal tahap akhir, juga merupakan molekul ukuran
sedang. Molekul-molekul ini tidak terdialisis sempurna dengan tehnik dialisis konvensional. Beta-2
microglobulin (β2M) merupakan molekul yang banyak diteliti efeknya terhadap tubuh dan molekul ini
berhubungan dengan dialysis-related amyloidosis (DRA).
Penelitian ini menilai Beta-2 microglobulin pasien hemodialisis reguler setelah menjalani
kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi (HD/HP) selama 3 bulan. Sebelumnya belum pernah ada
penelitian yang menilai Beta-2 microglobulin pada pasien hemodialisis reguler yang menjalani
kombinasi HD/HP di Indonesia.
Pada penelitian ini, dari 20 subjek yang awalnya ikut dalam penelitian ini, 1 subjek penelitian
keluar dari penelitian. Dari 19 subjek yang diamati, pada karakteristik dasar bisa dilihat tinggi nya
nilai rerata β2M yaitu 77.69±16.61 ug/mL, dari data dasar tersebut diatas kami dapatkan nilai rerata
kadar β2-microglobulin serum meningkat sangat tinggi 25 kali nilai normal (normal 1.5-3 ug/mL)
jauh lebih tinggi dari rerata peningkatan β2-microglobuli pasien hemodialisis secara umum. Hal ini
kemungkinan ada hubungannya dengan frekuensi dialisis yang dilakukan 2 kali dalam seminggu atau
10 jam dalam seminggu dan penggunaan low-flux dialiser dan reuse dialiser yang mengurangi
clearance β2-microglobulin, sementara dinegara lain frekuensi dialisis dilakukan minimal 3 kali
dalam seminggu atau minimal 12 jam dalam seminggu dengan dialiser hight-flux dan sistem non
reuse.
Pada penelitian ini, dari 19 subjek yang diamati terlihat bahwa rerata β2M sebelum dimulai
kombinasi adalah 78.26±16.85 dan rerata β2M setelah kombinasi 62.55±12.35, dijumpai penurunan
nilai β2M dan secara statistik signifikan (p<0.05). Hasil ini sesuai dengan yang peneliti harapkan
dimana terjadi penurunan nilai β2M setelah kombinasi. Hal ini bisa terjadi karena efektifitas dari
hemoperfusi yang efektif terhadap toksin molekul sedang-besar dimana β2M termasuk molekul
ukuran sedang. Hasil pada penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Cina
oleh Chen dan kawan-kawan. Mereka melakukan penelitian pada 100 pasien hemodialisis reguler,
dibagi menjadi dua grup. Grup yang pertama dilakukan kombinasi HD/HP seminggu sekali sementara
grup yang kedua hanya dilakukan hemodialisis tiga kali seminggu. Setelah diikuti selama dua tahun,
didapatkan penurunan nilai rerata sebesar 13.88% dan jika dibandingkan nilainya dengan grup yang
kedua, maka nilainya lebih rendah (58.3±7.9 vs 70.3±10.1, p<0.05). Oleh karena itu hasil penelitian
ini menegaskan bahwan kombinasi HD/HP memang efektif dan bisa diterapkan pada praktek sehari-
hari.
Nilai rerata β2M setelah penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian yang dilakukan oleg Chen
dan kawan kawan (62.55±12,30 vs 58.3 ± 7,9) hal ini mungkin disebabkan pada penelitian ini
hemoperfusi dilakukan satu kali per dua minggu, dan melakukan follow up selama 3 bulan, sementara
Chen dkk dalam penelitiannya melakukan hemoperfusi satu kali perminggu dengan follow up yang
cukup lama hingga dua tahun.
Dengan demikian kombinasi HD/HP merupakan metode yang cukup baik untuk penangan
proses peradangan pada pasien hemodialisis reguler. Kombinasi HD/HP merupakan penggunaan
pelengkap dari dua metode yang berbeda dari pemurnian darah sehingga bisa sepenuhnya
mengeliminasi uremik toksin, sehingga dapat memperbaiki kuaitas hidup pasien. Melihat angka
mortalitas pasien hemodialisis masih tinggi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
diharapkan kombinasi HD/HP bisa menjadi protokol terapi yang bisa diterapkan di fasilitas
hemodialisis.
Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak terlalu besar dan tidak dilakukan
penyesuaian terhadap karakteristik subjek penelitian, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut
dengan skala yang lebih besar untuk menilai efektifitas kombinasi HD/HP. Masa study yang relatif
pendek, diperlukan study dengan follow up yang lebih lama, mengingat PGK merupakan kondisi yang
membutuhkan hemodialisis ataupun modalitas renal replacement therapy lain seumur hidupnya.
Kelemahan lainnya penelitian ini juga perlu menambah parameter inflamasi lainnya untuk menilai
status inflamasi seperti leptin, hsCRP, iPTH, IL-6, dan TNF-α serta menilai kondisi/ penyakit terkait
toksin uremik pada pre dan post HD/HP.
82
The Journal of Medical School (JMS) Vol. 52, No. 2, 2019 | 79 – 83

5. Kesimpulan
Kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi menyebabkan penurunan nilai rerata Beta-2
microglobulin setelah dilakukan kombinasi dua kali seminggu selama 3 bulan. Masih diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan masa study yang lebih lama serta
penambahan parameter status kesehatan/ penyakit sehingga hasilnya menjadi lebih baik.
Ucapan Terima Kasih
Tidak ada conflict of interest untuk laporan tulisan ini.
Daftar Pustaka

1. The United Renal Data System: Overall hospitalization and mortality. AMJ Kidney Dis 2010 ;
55(1): Suppl 1: A7
2. Vanholder R, De Smet R, Glorieux G, et al: Review on uremic toxins: Classification,
concentration, and interindividual variability. Kidney International 2003; 63: 1934–43
3. Duranton F, Cohen G, De Smet R, et al: Normal and pathologic concentration of uremic toxins. J
am soc nephrol 2012; 24 (12):1258-70
4. Winchester JF, Salsberg JA, Lebin NW: Beta-2 microglobulin in ESRD: an in-depth review.
National Kidney Foundation. Elsevier 2003; 10(4): 279-309
5. Kazama JJ, Maruyama H, Gejyo F: Reduction of circulating B2-microglobulin level for treatment
of dialysisi-related amyloidosis. Nephrol dial transplant 2001; 16: 31-35
6. Rahbar M, Agabagher M: Effect of Inflammatory Factors on β2-Microglobulin in Hemodialysis
Patients, Shiraz E Medical Journal 2012; 13; 59-62
7. Asim M, Muhammad A, Muhammad B, et al: 2010. Beta 2 microglobulin level in hemodialysis
patients. Saudi J Kidney Dis Transpl; 2010: 21(4):701-06
8. Chen SJ, Jiang GR, Shan JP, et al: Combination of maintenance hemodialysis with
hemoperfusion: A safe and effective model of artificial kidney. International journal artificial
organs, 2011; 34(4):339-47.
9. Shopie libeauf, Aureli lenglet, Lucie Desjardnis, et al: Plasma beta-2 microglobulin is associated
with cardiovascular disease in uremic patients. Kidney International, 2012: 82:1297–1303.
10. Johansen KL, Shubert T, Doyle J, et al: Muscle atrophy in patient receiving hemodialysis: Effects
on muscle strengh, muscle quality and physical function. Kidney International, 2003; 63:291-7.
11. Cheung AK, Rocco MV, Yan G et al: Serum -2 Microglobulin Levels Predict Mortality in
Dialysis Patients: Results of the HEMO Study. J Am Soc Nephrol 2006; 17: 546 –55
12. Lowrie EG, Zhu X, and lew NL: Primary associates of mortality among dialysis patients. Am J
Kidney Dis, 1998; 16-31
13. Suwitra K, Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al : Penyakiy ginjal kronik. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi ke-4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009
Jakartat; 1035-37.
14. Suharjono, Susalit E. Sudoyo AW, Setiyohadi et al: Hemodialisis. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. Edisi ke-4 Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Jakarta Pusat; 1050-52.
15. Winchester JF. Hemoperfusion. Replacement of Renal Function by Dialysis. Edisi ke-3. Holland:
Kluwer academis Publishers1989; 439-59
16. Cheung CL, Lam KS, Cheung BM et al: Serum Beta 2 microglobulin predicts mortality in people
with diabetes. European society endocrinology. 2013:1-25.
17. Shahjahan, Yasmin R, Mahsud MA, et al: correlation of beta 2 microglobulin with serum
creatinine and creatinine clearance in patients with different levels of renal function. Gomal
Journal of Medical Sciences. 2011; vol 9 : 178-81.
18. Amighi J, Hoke M, Mlekusch W, et al: Beta 2 microglobulin and the risk for cardiovascular
events in patients with asymptomatic carotid atherosclerosis. Stroke aha journal, 2011: 42: 1826-
33
19. Jeloka T, Mathur MD, Kaur R, et al Microglobulin in chronic renal failure and effect of different
dialyzer membrane on its clearance, Indian J Nephrol 2001;11: 160-64

83

Anda mungkin juga menyukai