Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL

PEMANFAATAN MATERIAL SUNGAI KONOWEHA


KABUPATEN KONAWE SEBAGAI BAHAN CAMPURAN
BETON STRUKTURAL

Oleh:

RAMLAN
E1A1 17 053

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

P a g e 1 | 51
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai Konoweha Sampara adalah sungai di Provinsi Sulawesi

Tenggara, Indonesia dan merupakan salah satu sungai terpanjang serta

terbesar di pulau Sulawesi dengan panjang sekitar 341 Km. Sungai ini

berhulu di Gunung Bulu Brama, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka

Timur dan bermuara ke Laut Banda dekat Kecamatan Kapoiala, Kabupaten

Konawe melintasi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten

Konawe Selatan dan Kabupaten Konawe. Di tengah Daerah aliran sungai

(DAS) Konoweha terdapat Rawa Aopa atau yang dikenal dengan Danau

Wawotobi.

DAS Konoweha berbentuk memanjang dengan luas mencapai

6.978,41 km2. Terdapat tiga kabupaten dan satu kota yang mencangkup

DAS ini yaitu Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Konawe Selatan,

Kabupaten Konawe, dan Kota Kendari. Hulu sungai ini berupa pegunungan

dengan kemiringan terjal sedangkan bagian tengah berupa dataran rendah

berawa-rawa sehingga alur sungai berkelak-kelok, melewati beberapa

kecamatan bahkan kabupaten, hal ini membuat mayoritas masyarakat di

sekitar DAS memanfaatkan material pasir serta kerikil sebagai material

beton (beton structural).

Dengan potensi material yang terdapat pada sungai tersebut

mendorong penulis untuk meneliti karakteristik, serta kelayakan

P a g e 2 | 51
penggunaan material kerikil dan pasir yang berasal dari sungai konoweha

sebagai campuran beton structural.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik material pasir dan kerikil yang berasal dari

Sungai Konoweha kabupaten konawe?

2. Bagaimana komposisi campuran material kerikil dan pasir dari Sungai

Konoweha untuk mendapatkan kuat tekan optimum ?

3. Apakah material kerikil dan pasir yang berasal dari sungai konoweha

layak untuk dijadikan campuran beton structural?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk dapat mengetahui karakteristik material kerikil dan pasir yang

berasal dari sungai konoweha untuk campuran beton structural

2. Memperoleh komposisi campuran yang tepat terhadap material kerikil

dan pasir dari sungai konoweha untuk mendapatkan kuat tekan

optimum

3. Dapat mengetahui kelayakan material kerikil dan pasir yang berasal dari

sungai konoweha untuk di gunakan sebagai bahan campuran beton

struktural

1.4 Manfaat Penelitian

P a g e 3 | 51
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam

melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan kerikil

sungai

2. Bagi penulis, merupakan pengembangan ilmu pengetahuan melalui

aplikasi teori yang digunakan dalam penelitian.

3. Mengetahui kuat tekan beton yang dapat digunakan dalam pembuatan

campuran beton dan sebagai acuan bagi masyarakat dalam

pembangunan rumah, ruko atau kontruksi bangunan lainnya.

1.5 Batasan Masalah

Pada penelitian ini perlu dilakukan batasan masalah mengingat

banyaknya permasalahan yang terdapat pada teknologi beton sehingga

pembahasan menjadi tidak meluas dan memiliki batasan-batsan yang jelas.

Adapun batasan-batasan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Semen yang digunakan adalah semen PCC (Portland Composite

Cement) yang diproduksi oleh PT Semen Padang.

2. Material agregat pasir dan krikil berasal dari sungai konoweha

3. Untuk semen dan air tidak dilakukan pengujian karakteristiknya.

Penulis hanya melakukan Pengujian terhadap karakteristik agregat

halus dan kasar yang meliputi pengujian analisa saringan, pengujian

kadar lumpur agregat, pengujian berat jenis dan penyerapan air

agregat, kadar air agregat halus dan kasar dan pengujian keausan

agregat dengan mesin abrasi Los Angeles.

P a g e 4 | 51
4. Rencana Mix Design menggunakan standar SNI T-15-1990-03 dengan

rencana mutu beton K-175.

5. Sampel untuk uji kuat tekan beton dibuat masing-masing 10 buah

untuk umur 7, 14, dan 28 hari.

6. Pelaksanaan penelitian dilakukan dilaboratorium Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo.

1.6 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu dari pembuatan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Intan Sari, dkk (2015)

dengan judul “Tentang pengaruh semen dan FAS terhadap kuat tekan

beton dengan agregat yang berasal dari sungai menerangkan bahwa beton

dengan FAS 0.4 memiliki kuat tekan yang lebih tinggi daripada beton

dengan FAS 0.5 dan 0.6 dalam komposisi jumlah semen yang sama kuat

tekan beton yang diperoleh pada FAS 0.4 berkisar antara 27- 37 Mpa.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Susilowati, Ida

Nugroho, Aryanti Nurhidayati dengan judul “Pengaruh Penggunaan

Terak Sebagai Pengganti Agregat Kasar Terhadap Kuat Lentur Dan Berat

Jenis Beton Normal Dengan Metode Mix Design”. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh terak sebagai pengganti sebagian

agregat kasar terhadap kuat lentur dan berat jenis pada beton normal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

P a g e 5 | 51
di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan variasi penggantian terak

sebagai pengganti sebagian agregat kasar menyebabkan kuat lentur beton

menurun serta diperoleh berat jenis beton normal pada variasi

penggantian terak 0%, 20%,40% 80%. Penggantian terak 100% tidak

menghasilkan beton normal karena berat jenis yang dihasilkan > 2500

kg/m3.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wayan Mustika, I M. Alit K.

Salain, I K. Sudarsana dengan judul “Penggunaan Terak Nikel Sebagai

Agregat Dalam Campuran Beton”. Pada pengujian nilai slump di

dapatkan hasil bahwa penggunaan terak nikel sebagai agregat kasar

mengalami penurunan nilai slump, sedangkan penggunaan terak nikel

sebagai agregat halus mengalami peningkatan. Dan sebaliknya pada

pengujian kuat tekan beton penggunaan terak nikel sebagai agregat kasar

mengalami peningkatan sedangkan penggunaan terak nikel sebagai

agregat halus mmengalami penurunan.

4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khalifa S. Al-Jabri, Makoto

Hisada, Abdullah H. Al-Saidy Dan S.K. Al-Oraimi dengan judul “Performance

of high strength concrete made with copper slag as a fine aggregate”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja beton mutu tinggi

(high strength concrete / HSC) yang dibuat dengan slag tembaga sebagai

agregat halus dengan kemampuan kerja konstan dan untuk mempelajari

efek superplasticizer tambahan pada sifat-sifat HSC yang dibuat dengan

P a g e 6 | 51
copper slag. Campuran beton dengan proporsi slag tembaga yang

berbeda (mulai dari 0% hingga 100% penggantian) disiapkan dan sampel

beton diuji untuk menilai sifat-sifat menghasilkan beton pada usia

pemeraman yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya

kerja meningkat secara substansial dengan peningkatan kandungan

tembaga terak dalam campuran beton karena penyerapan air rendah dan

permukaan dari terak tembaga dibandingkan dengan pasir. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pada workability konstan mempunyai

kuat tekan beton yang lebih tinggi daripada workability.

5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Edward Ngii, Abdul Kadir,

Surya Syawaluddin (2018) dengan judul “Rancangan Beton Non Pasir

Menggunakan Slag Nikel Fenil Type III”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahu berapa besar kuat tekan beton non pasir, dengan umur

perencanan 7,14 28 hari,serta mengetahui berat volume beton non pasir

menggunakan agregat slag nikel type III. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimen di laboratorium. Benda uji yang

digunakan berbentuk kubus dengan ukuran 15 x 15 cm. pengujin ini

mengguanakan slag nikel fenil type III, sebagai pengganti agregat kasar

dengan variasi 1:2, 1:4, 1:6, 1:8, 1:10. Jumlah benda uji yang di buat

untuk tiap-tiap variasi penggantian slag nikel adalah 3 buah ,15 buah

untuk pengujian beton 28 hari, begitupun juga untuk 7,dan 14 hari.

Dengan jumlah total benda uji keseluruhan sebanyak 45 buah. Hasil

penelitian nilai uji kuat tekan beton pada umur 28 hari mengalami kuat

P a g e 7 | 51
beton terbesar yaitu pada variasi campuran 1:2 dengan nilai 31,29

Mpa,1:4 sebesar 13,28 Mpa,1:6 sebesar 6,39 Mpa, 1:8 sebesar 3,10

Mpa,1:10 sebesara 1,96 Mpa dan untuk nilai berat volume yang di dapat

pada variasi 1:2 sebesar 2,44 kg/m3,1:4 sebesar 2,25 kg/m3, 1:6 sebesar

2,25 kg/m3 ,1:8 sebesar 2,25 kg/m3 dan 1:8 sebesar 2,25 kg/m3.Mutu

beton non pasir berkisar antara 4 MPa – Pa, sehingga untuk

pengaplikasianya pada variasi 1:2,1: 4 dan 1:6 dapat dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan yakni, batako sampai dengan dinding penahan tanah.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulisan mengklasifikasikan dalam 5 bab yakni

sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, Merupakan bab yang menguraikan mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan

masalah Penelitian, Penelitin Terdahulu dan sistematika penulisan secara

singkat.

Bab II Tinjauan Pustaka, Merupakan bab yang berisikan kumpulan

pustaka yang mendukung dalam penulisan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian, Merupakan bab yang menguraikan

penjelaskan mengenai bahan, alat, variable dan tahap penelitian.

Bab IV Hasil Dan Pembahasan, Merupakan bab yang menguraikan tentang

pembahasan yang menyangkut pelaksanaan pengolahan data yang telah di

peroleh dari hasil pengujian yang telah di laksanakan dengan disertakan

grafik-grafik untuk memperjelas hasil penelitian.

P a g e 8 | 51
Bab V Penutup, Merupakan bab yang menguraikan kesimpulan penelitian

berdasarkan tujuan dan pembahasan serta sara-saran untuk penelitian lebih

lanjut.

P a g e 9 | 51
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Beton

Beton adalah suatu material yang terdiri dari campuran semen, air,

agregat (kasar dan halus) dan bahan tambahan bila diperlukan. Beton yang

banyak dipakai pada saat ini yaitu beton normal. Beton normal ialah beton

yang mempunyai berat isi 2200–2500 kg/m³ dengan menggunakan agregat

alam yang dipecah atau tanpa dipecah.

Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement,

agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya

rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus

ditetapkan sedimikian rupa, sehingga menghasilkan beton basah yang

mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras

dan cukup ekonomis (Sutikno, 2003:1)

Menurut American Conrete Institute (ACI) mendefinisikan beton

mutu tinggi sebagai beton yang memenuhi kombinasi persyaratan kinerja

dan keseragaman yang tidak selalu bisa dicapai secara rutin ketika

menggunakan material campuran beton yang konvensional serta

pelaksanaan pencampuran (mixing), pengecoran (placing) dan perawatan

(curing) secara normal.Beton tersebut disebut juga dengan beton yang

memiliki kinerja yang sangat tinggi (High Strength Concrete) karena

memiliki sifat-sifat yang sangat unggul disamping memiliki kuat tekan

yang tinggi, permeabilitasnya rendah sehingga beton tersebut tahan

P a g e 10 | 51
terhadap berbagai reaksi kimia dan fisika yang dapat merusak beton (Rulli

Ranastra Irawan, 2012).

Keuntungan dan kerugian pemakaian beton dalam suatu konstruksi


dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya adalah sebagai berikut:
(Mulyono, T., 2003).
1. Keuntungan:
a. Dapat dengan mudah dibentuksesuai dengan kebutuhan konstruksi.
b. Mampu menerima kuat tekan.
c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
d. Biaya pemeliharaan yang kecil.
2. Kerugian:
a. Kemampuan menerima kuat tarik yang rendah, sehingga bagian
konstruksi yang menerima gaya tarik harus diperkuat dengan baja
tulangan.
b. Bentuk yang telah dibuat sulit untuk diubah.
c. Beton menyusut bila mengalami kekeringan.
d. Konstruksi yang menggunakan beton memiliki daya pantul suara yang
besar.
2.2.1. Bahan Penyusun Beton
1. Semen
Semen merupakan salah satu material anorganik yang banyak
dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang memiliki kestabilan tinggi terhadap
pengaruh fisis. Semen biasa digunakan sebagai bahan bangunan, selain itu
semen juga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan beton. Semen
adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai
bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil
akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, yang mengeras atau membatu
pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang
mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2),

P a g e 11 | 51
aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO).
Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar pada suhu yang
sangat tinggi yaitu antara 1400-1600 °C sampai meleleh, sebagian untuk
membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips
(gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
Kandungan semen berturut-turut mulai dari yang terbanyak yaitu
kalsium (II) oksida (CaO), silika (IV) oksida (SiO 2), aluminium (III) oksida
(Al2O3), besi (III) oksida (Fe2O3)dan komponen minor lainnya, salah satunya
adalah kalsium (II) sulfat (CaSO4) (MacLaren, 2003). Akan tetapi, karena
proses pembuatan semen dari bahan-bahan bakunya menggunakan temperatur
yang sangat tinggi (melebihi 1200oC), beberapa komponen tersebut bergabung
dengan sesamanya menghasilkan bermacam-macam campuran fase padat
terutama trikalsium silikat (3CaO.SiO2), dikalsium silikat (2CaO.SiO2),
trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3) dan tetrakalsium aluminoferit
(4CaO.Al2O3.Fe2O3) (MacLaren, 2003).Ahli kimia semen menggunakan
penamaan yang disingkat berdasarkan oksida dari beberapa unsur untuk
menunjukkan rumus kimia dari senyawa yang bersesuaian, misalnya C = CaO,
S = SiO2, A = Al2O3, F = Fe2O3. Berikut adalah komposisi kimia semen dalam
bentuk oksida:
Tabel 2.1 Rumus kimia dan penamaan semen untuk zat-zat penyusun utama
dari semen portland
Komposisi dalam bentuk
Mineral Rumus Kimia Singkatan
oksida

Trikalsium silikat Ca3SiO5 3CaO.SiO2 C3S

Dikalsium silikat Ca2SiO4 2CaO.SiO2 C2S

Trikalsium aluminat Ca3Al2O5 3CaO.Al2O3 C3A

Tetrakalsium aluminoferit Ca4AlnFe2-nO7 4CaO.AlnFe2-nO3 C4AF

(Sumber : Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang


Otomotif dan Elektronika)

P a g e 12 | 51
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan
air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang
dikandungnya. Setelah semen dicampur dengan air, komponen-komponen
tersebut mengalami hidrasi menghasilkan bermacam-macam produk reaksi,
terutama 3CaO.2SiO2.nH2O(s), 3CaO.Al2O3.3CaSO4.nH2O(s),
3CaO.Al2O3.nH2O(s), 3CaO.Fe2O3.nH2O(s), dan CaOH2(aq) (MacLaren, 2003).
Campuran dari semua produk reaksi ini dan sisa pereaksi yang disebut CSH gel
(MacLaren, 2003).
Setelah semen dicampur dengan air, komponen-komponen yang
terkandung di dalam semen mengalami hidrasi menghasilkan beberapa hasil
reaksi sebagai berikut:
2(3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O + 2(3CaO.Al2O3) + 4H2O →
3(3CaO.Al2O3.CaSO4.12H2O)
3CaO.Al2O3 + 12H2O + Ca(OH)2 → 3CaO.Al2O3.Ca(OH)2.12H2O
4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 10H2O + 2Ca(OH)2 → 6CaO.Al2O3.Fe2O3.12H2O

Pada reaksi hidrasi semen, C3S dan C2S bereaksi dengan air membentuk
Trikalsium silikat hidrat yang disebut dengan gel tobermorite atau gel kalsium
silikat hidrat (CSH gel) dan Ca(OH)2. Reaksi hidrasi C3A dengan adanya
kalsium sulfat membentuk kalsium trisulfoaluminat hidrat (disebut dengan AFt
atau ettringite), ataukalsium monosulfoaluminat hidrat (disebut dengan AFm
atau monosulfate). Tanpa adanya kalsium sulfat, C3A bereaksi dengan air dan
kalsium hidrosidamembentuk tetrakalsium aluminat hidrat. Dan C4AF bereaksi
dengan air membentuk kalsium aluminoferrit hidrat (Spence, 2005).
Proses hidrasi butir-butir semen berlangsung sangat lambat. Bila
dimungkinkan penambahan air masih diperlukan oleh bagian dalam butir-butir
semen (terutama yang berbutir besar), untuk menyempurnakan proses hidrasi.
Proses dapat berlangsung sampai 50 tahun. Penelitian terhadap silinder beton

P a g e 13 | 51
menunjukkan bahwa beton maih meningkat terus kekuatannya paling tidak
untuk jangka waktu 50 tahun. Kekuatan semen yang mengeras tergantung pada
jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya
jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi hanya kira-kira 35% dari berat
semennya, penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah
mengeras. Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih jauh
sehingga kurang kuat dan juga lebih “porous” (berongga).
2. Faktor Air Semen(FAS)
Faktor air semen (FAS) atau water cement ratio (wcr) adalah indikator
yang penting dalam perancangan campuran beton karena FAS merupakan
perbandingan jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu campuran beton.
Jadi dapat dikatakan,(Sari R.A.I., dkk. 2015).
kg
Berat Air (
m3 )
FAS (kg/l) =
l
Jumlah Semen (
m3 )
…(pers. 1)
Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan,
yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya
menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang
diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. Rata-rata ketebalan lapisan yang
memisahkan antar partikel dalam beton sangat tergantung pada faktor air
semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya(Tri Mulyono. 2005).
3. Air
Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat,
sehinga penambahan air dalam pembuatan spesi beton merupakan unsur yang
sangat penting. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi,
yaitu semen dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-
fragmen agregat(Syarif Hidayat. 2009).
Air yang dapat dipakai adalah air yang bersih dan tidak mengandung
minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan lain yang dapat merusak

P a g e 14 | 51
beton atau tulangan dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang dapat
diminum(Aprilianti dan Nadia. 2012).

Syarat-syarat air untuk pekerjaan beton menurut PBI 1971 Bab 3.6.
adalah:
 Air untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-
bahan lain yang merusak beton dan/atau baja tulangan. Dalam hal ini
sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.
 Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk
mengirimkan contoh air itu ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang
diakui untuk di selidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-zat
yang dapat merusak beton dan/atau tulangan.
 Apabila pemeriksaan contoh air seperti disebut dalam ayat (2) itu tidak
dapat dilakukan, maka dalam hal adanya keragu-raguan mengenai air
harus diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan campuran
semen+air dengan air tersebiut dan dengan air suling. Air tersebut dapat
dipakai apabila kekuatan tekan pada umur 7-28 hari paling sedikit adalah
90% dengan kekuatan tekan dengan menggunakan air suling pada umur
yang sama.
 Jumlah air yang digunakan untuk membuat adukan beton dapat ditentukan
dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor di bawah ini:
 Ukuran agregat maksimum: diameter membesar maka kebutuhan air
menurun (begitu pula jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih
sedikit).
 Bentuk butir: bentuk bulat maka kebutuhan air menurun (bentuk pecah
perlu lebih banyak air).
 Gradasi agregat: gradasi baik maka kebutuhan air menurun untuk
kelecakan yang sama.

P a g e 15 | 51
 Kotoran dalam agregat: makin banyak silt, tanah liat dan lumpur maka
kebutuhan air meningkat.
Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar, atau h/k): agregat
halus lebih sedikit maka kebutuhan air menurun. Kekuatan beton dan daya
tahannya berkurang jika air mengandung kotoran (Tjokrodimuljo, 1996).
Pengaruh pada beton diantaranya pada waktu ikatan awal serta kekuatan beton
setelah mengeras. Adanya lumpur dalam air diatas 2 gram/liter dapat
mengurangi kekuatan beton. Air dapat memperlambat ikatan awal beton
sehingga beton belum mempunyai kekuatan dalam umur 2-3 hari. Sodium
karbonat dan potassium dapat menyebabkan ikatan awal sangat cepat
konsentrasi yang besar akan mengurangi kekuatan beton.

4. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran lebih dari 4,75
mm dan ukuran maksimumnya 40 mm. Agregat ini harus memenuhi syarat
kekuatan, bentuk, tekstur maupun ukuran. Agregat kasar yang baik bentuknya
bersudut dan pipih (tidak bulat/blondos).
Tabel 2.2 Susunan Gradasi Batu Pecah
Lolos Ayakan (% Berat)
Ukuran
Ukuran Nominal

mm 38,1 – 4,76 19,0 – 4,76 9,6 – 4,76

38,1 95 – 100 100 -

19,0 37 – 70 95 – 100 100

9,52 10 – 40 30 – 60 50 – 85

4,76 0–5 0 – 10 0 – 10

(Sumber : SNI 03-2834-1993)


Menurut PBI 1971 Bab 3.4. agregat kasar/split harus memenuhi syarat
sebagai berikut:

P a g e 16 | 51
 Terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Kerikil yang berpori akan
menghasilkan beton yang mudah ditembus air. Agregat kasar yang
mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butirannya
tidak melebihi 20% berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar
tersebut harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca.
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% apabila lebih dari 1%
maka agregat harus dicuci terlebih dahulu.
 Tidak mengandung zat-zat yang merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif
dengan alkali.
 Kekerasan dari butir- butir agregat diperiksa dengan bejana penguji dari
Rudellof, atau dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh
kehilangan berat lebih dari 50%.
 Terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya atau bergradasi baik.
 Besar butiran maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara
bidangbidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat, atau 3/4 dari jarak bersih
minimum antar tulangan yang ada.
5. Agregat Halus
Agregat halus ialah agregat yang semua butir menembus ayakan 4,8
mm (5 mm). Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir hasil olahan atau
gabungan dari kedua pasir tersebut. Menurut PBI, agregat halus harus terdiri
dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat kekal artinya tidak hancur oleh
pengaruh cuaca dan temperatur, seperti terik matahari hujan, dan lain-lain.
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % berat kering,
apabila kadar lumpur lebih besar dari 5%, maka agregat halus harus dicuci bila
ingin dipakai untuk campuran beton atau bisa juga digunakan langsung tetapi
kekuatan beton berkurang 5 %.
Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam dan
apabila diayak dengan ayakan susunan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
 Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%

P a g e 17 | 51
 Sisa diatas ayakan 1mm minimum beratnya 10%
 Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.
Persyaratan agregat halus (pasir) menurut PBI 1971 Bab 3.3. adalah:
 Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat kekal,
artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti
terik matahari dan hujan
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat
kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat
melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka
agregat halus harus dicuci.
 Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu
banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abram-
Harder (dengan larutan NaOH).
 Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya
dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal
3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Sisa diatas ayakan 4mm harus minimal 2% berat.
- Sisa diatas ayakan 1mm harus minimal 10% berat.
- Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.
 Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-
bahan yang diakui.
6. Admixture
Concrete Admixture adalah salah satu bahan baku beton yang
ditambahkan kedalam campuran beton sebelum atau selama pencampuran
untuk mengubah sifat-sifat beton, baik beton segar maupun beton yang telah
mengeras untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau tujuan dari campuran
beton. Dan juga untuk tujuan ekonomi yang dapat memungkinkan pengurangan
semen, terutama digunakan dalam industri beton siap pakai (ready mix
concrete) dan juga beton pracetak(Aprilianti dan Nadia. 2012).

P a g e 18 | 51
Tujuan utama penambahan bahan admixture adalah untuk memodifikasi
karakteristik beton dengan tujuan:
 Memperbaiki workability beton.
 Mengatur factor air semen pada beton segar.
 Mengurangi penggunaan semen
 Mencegah terjadinya segregasi dan bleeding
 Mengatur waktu pengikatan aduk beton
 Meningkatkan kekuatan beton keras.
 Meningkatkan sifat kedap air pada beton keras.
 Meningkatkan sifat tahan lama pada beton keras termasuk tahan terhadap
zat-zat kimia, tahan terhadap gesekan dan lain
sebagainya(mitrareadymix.com)
Berdasarkan ASTM C.494, terdapat beberapa tipe admixture sebagai
berikut:
 Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA)
Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air
pengaduk untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan
menggunakan jenis bahan tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :
hanya menambah/meningkatkan workability.
Dengan menambahkan WRA ke dalam beton maka dengan fas
(kadar air dan semen) yang sama akan didapatkan beton dengan nilai
slump yang lebih tinggi. Dengan slump yang lebih tinggi, maka beton
segar akan lebih mudah dituang, diaduk dan dipadatkan.
Karena jumlah semen dan air tidak dikurangi dan workability
meningkat maka akan diperoleh kekuatan tekan beton keras yang lebih
besar dibandingkan beton tanpa WRA.
Menambah kekuatan tekan beton. Dengan
mengurangi/memperkecil fas (jumlah air dikurangi, jumlah semen tetap)
dan menambahkan WRA pada beton segar akan diperoleh beton dengan
kekuatan yang lebih tinggi.

P a g e 19 | 51
Dari beberapa hasil penelitian ternyata dengan fas yang lebih
rendah tetapi workability tinggi maka kuat tekan beton meningkat.
Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan
mengurangi jumlah semen serta air, maka akan diperoleh beton yang
memiliki workability sama dengan beton tanpa WRA dan kekuatan
tekannya juga sama dengan beton tanpa WRA. Dengan demikian beton
lebih ekonomis karena dengan kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah
semen yang lebih sedikit.
 Tipe B : Retarding Admixture
Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu
pengikatan beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas,
memperpanjang waktu untuk pemadatan, pengangkutan dan pengecoran.
 Tipe C : Accelerating Admixture
Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses
pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan
untuk memperpendek waktu pengikatan semen sehingga mempecepat
pencapaian kekuatan beton.
Yang termasuk jenis accelerator adalah : kalsium klorida, bromide,
karbonat dan silikat. Pada daerah-daerah yang menyebabkan korosi tinggi
tidak dianjurkan menggunakan accelerator jenis kalsium klorida. Dosis
maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah sebesar 2 % dari
berat semen.
 Tipe D : Water Reducing And Retarding Admixture
Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi
jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh
adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses
pengikatan awal dan pengerasan beton.
Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah
semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi.
Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan jumlah air pengaduk

P a g e 20 | 51
beton, maka berat admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total
pada beton.
 Tipe E : Water Reducing And Accelerating Admixture
Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi
jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh
adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses
pengikatan awal dan pengerasan beton.
Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini akan
dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang
rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini diinginkan
beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang
lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi).
 Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture
Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi
tertentu, sebanyak 12 % atau lebih.
Dengan menmbahkan bahan ini ke dalam beton, diinginkan untuk
mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang cukup tinggi
sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan jumlah
air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga
lebih tinggi.
Bahan tambah jenis ini berupa superplasticizer. Yang termasuk
jenis superplasticizer adalah : kondensi sulfonat melamine formaldehyde
dengan kandungan klorida sebesar 0,005 %, sulfonat nafthalin
formaldehyde, modifikasi lignosulphonat tanpa kandungan klorida. Jenis
Bahan ini dapat mengurangi jumlah air pada campuran beton dan
meningkatkan slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan adalah
1% – 2% dari berat semen.
 Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding Admixture
Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi

P a g e 21 | 51
tertentu, sebanyak 12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan
pengerasan beton. Bahan ini merupakan gabungan superplasticizer dengan
memperlambat waktu ikat beton. Digunakan apabila pekerjaan sempit
karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja(mitrareadymix.com).

2.2.2. Karakteristik Beton


1. Modulus Elastisitas Beton
Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan
terhadap regangan. Modulus elastisitas tergantung pada umur beton, sifat-sifat
agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji. Dari
pengujian tekan silinder beton 15/30 dihitung besarnya modulus elastisitas beton
dengan menggunakan rumus ASTM C 469-02 sebagai berikut :

σ2-σ1
Ec =
ε2-ε1
…(pers. 2)
Keterangan :
Ec = Modulus elastisitas beton (Kg/m3)
σ2 = Tegangan pada 40% teg. runtuh (Kg)
σ1 = Tegangan pada saat nilai kurva regangan ε1 (m3)
ε2 = Nilai kurva regangan yang terjadi pada saat σ2 (m3)
ε1 = Regangan sebesar 0,00005 (m3)
Sesuai dengan SK SNI T-15-1991-03 digunakan rumus nilai modulus
elastisitas beton dengan mempertimbangkan unsur berat isi beton, untuk Wc
diantara 1500 dan 2500 kg/m3 rumus yang digunakan adalah :
Ec = (Wc)1,5 x 0,043√ fc '
…(pers. 3)
Sedang untuk beton normal adalah :
Ec = 4700√ fc '
…(pers. 4)

P a g e 22 | 51
Dan dalam ACI 363-92, modulus elastisitas beton dihitung menggunakan
persamaan berikut :
Ec = 3320√ fc ' + 6900
…(pers. 5)
2. Porositas
Porositas beton adalah tingkatan yang menggambarkan kepadatan
konstruksi beton. Porositas ini berhubungan erat dengan permeabilitas beton.
Porositas merupakan persentase pori-pori atau ruang kosong dalam beton
terhadap volume benda (volume total beton). Ruang pori pada beton umumnya
terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran seperti faktor air
semen yang berpengaruh pada lekatan antara pasta semen dengan agregat, besar
kecilnya nilai slump, pemilihan tipe susunan gradasi agregat gabungan, maupun
terhadap lamanya pemadatan. Semakin tinggi tingkat kepadatan pada beton
maka semakin besar kuat tekan atau mutu beton, sebaliknya semakin besar
porositas beton, maka kekuatan beton akan semakin kecil(Muin. 2013).
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah
volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong)
dengan jumlah dari volume zat padat yang di tempati oleh zat padat. Porositas
pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari
suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu
material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan
aplikasi material tersebut. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan
sebagai porositas terbuka dengan rumus (Lawrence H.Van Vlack, l989) :
m b - mk 1
P= × ×100%
Vb ρair
…(pers. 6)
Keterangan :
P = Porositas (%)
mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram)
mk = Massa kering sampel setelah direndam (gram)
Vb = Volume benda uji (cm3)

P a g e 23 | 51
ρair = Massa jenis air (gr/cm3)
3. Permeabilitas
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air. Jika
beton tersebut dapat dilalui air, maka beton tersebut dikatakan permeabel. Jika
sebaliknya, maka beton tersebut dikatakan impermeabel, maka sifat
permeabilitas yang penting pada beton adalah permeabilitas terhadap air.
Permeabilitas beton dapat pula diekspresikan sebagai koefisien
permeabilitas (k), yang dievaluasi berdasarkan hukum Darcy sebagi berikut
(Nurchasanah, 2010):
1 dq dH
=k
A dt L
…(pers. 7)
Keterangan :
dq
= Kecepatan air
dt
A = Luas penampang sampel beton
Dh = Tinggi air jatuh
L = Ketebalan sampel beton
k = Koefisien permeabilitas
4. Kelecakan (Workability)
Workability beton dapat didefinisikan sebagai cara mudah dimana beton
dapat dipindahkan dari mixer hingga struktur yang akan dibebankan kepada
campuran beton tersebut. Workability ini merepresentasikan sebagai kemampuan
beton untuk dicampur, dipindahkan, dan sebagainya dengan kehilangan sifat
homogenitasnya (menyatunya campuran semua material yang menyusun beton
tersebut) secara minimum.
Workability biasa dibagi menjadi tiga karakteristik independen yang
umum digunakan, yaitu:
 Consistensy, workability tergantung dari komposisi penyusun beton segar
tersebut, karakter fisik dari campuran semen dan agregat

P a g e 24 | 51
 Mobility, peralatan untuk pencampuran (mixing), perpindahan tempat
(transporting) dan pemadatan (compacting); ukuran dan jarak dari perkerasan
beton.
 Compactibility, besar serta bentuk dari struktur yang menjadi beban. Untuk
kemudahan pekerjaan (workability) yang baik maka diperlukan porsi semen
yang tinggi, jumlah material bermutu yang cukup, sedikitnya agregat bertipe
coarse, dan jumlah air yang tinggi. Komposisi partikel yang seimbang sangat
dibutuhkan untuk mendapatkan sifat plastis dalam campuran beton.
Workability biasanya tidak dipengaruhi oleh banyaknya campuran semen
dalam suatu campuran beton namun workability ini sangat dipengaruhi oleh
banyaknya air yang terkandung dalam campuran beton tersebut. Tingkat
workability akan menurun apabila penambahan semen dalam campuran beton
tidak diiringi dengan penambahan air yang cukup. Penambahan campuran
tambahan seperti superplasticizers akan meningkatkan tingkat workability.
Workability suatu beton sangat tergantung dari jenis agregat yang
terkandung di dalam campuran beton. Semakin banyak kuantitas agregat jenis
coarse pada suatu campuran beton, maka akan semakin rendah tingkat
workability suatu beton. Namun keberadaan coarse dalam suatu campuran beton
sangat dibutuhkan untuk menutupi area beton yang kosong demi menahan beban
besar.
Workability juga dipengaruhi oleh tingkat hidrasi suatu beton melalui
penguapan. Semakin tingginya temperatur maka akan semakin cepatnya
penguapan yang terjadi pada adonan beton.
Consistency merupakan tolak ukur dari sifat kebasahan pada beton
(fluidity). Konsistensi ini sangat bergantung pada proporsi dan sifat-sifat dari
campuran beton. Hal-hal tersebut di atas merupakan komponen penting dari
workability. Konsistensi biasanya diukur dengan metode Slump Test. Hasil dari
slump test ini juga digunakan untuk mengukur tingkat workability walaupun
sebenarnya yang diukur disini hanyalah satu macam sifat yaitu konsistensi.
Percobaan ini menggunakan alat yang bernama slump cone dengan
diameter dasar 250 mm dan ujung atas dengan diameter 100 mm. Tinggi dari

P a g e 25 | 51
cone yang digunakan adalah 300 mm. Cone (kerucut) yang kita gunakan
pertama-tama bagian dalamnya dibasahkan, ini bertujuan untuk mencegah
lengketnya adonan beton dengan kerucut. Lalu kerucut tersebut diletakkan di
atas dasar atau lantai yang halus; dengan tingkat kemampuan menyerap air yang
rendah. Lalu sementara kerucut diletakkan, tester menahan kerucut tersebut
dengan beban. Kerucut yang digunakan tersebut diisi dengan 3 lapis (layer)
beton yang masing-masing bervolume 1/3 dari volume kerucut dengan ditusuk-
tusuk 25 kali. Setelah kita berhasil mengisi kerucut tersebut maka selanjutnya
kita membalikkan kerucut tersebut ke atas tanah. Segera setelah itu kerucut
diangkat secara vertikal untuk mengetahui sifat atau bentuk slump yang
terjadi(Yuris K. 2008).
Dalam Peraturan Beton Indonesia tahun 1971, ditetapkan nilai-nilai
slump berikut untuk berbagai pekerjaan beton:
Tabel 2.3 Nilai-nilai Slump Untuk Berbagai Pekerjaan Beton
Slump (cm)
Uraian
maksimum Minimum

Dinding, pelat pondasi dan telapak pondasi


12,5 5,0
bertulang

Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan


9,0 2,5
knstruksi di bawah tanah

Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5

Pengerasan jalan 7,5 5,0

Pembetonan masal 7,5 2,5

(Sumber: PBI. 1971)

2.2 Jenis – Jenis Beton

P a g e 26 | 51
Adapun jenis-jenis beton adalah sebagai berikut :

a. Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang berat volumenya <1900 kg/m³,

dipakai untuk elemen non struktural. Dibuat dengan cara membuat

membuat gelembung udara dalam adukansemen, menggunakan agregat

ringan (tanah liat bakar/batu apung) atau pembuatan beton non-pasir.

b. Beton Normal

Beton Normal adalah beton yang berat volumenya 2200-2500

kg/m³, dipakai hampir semua bagian struktural bangunan.

c. Beton Berat

Beton Berat adalah beton yang berat volumenya>2500 kg/m³,

dipakai untuk struktur teretentu misalnya struktur yang harus tahan

terhadap radiasi atom.

d. Beton Jenis Lain

Adapun jenis-jenis beton jenis lain adalah sebagai berikut :

1. Beton massa (mass concrete)

Beton yang dituang dalam volume besar, biasanya untuk pilar,

bendungan dan pondasi turbin pada pembangkit listrik. Pada saat

pengecoran beton jenis ini, pengendalian diutamakan pada

pengelolaan panas hidrasi yang timbul, karena semakin besar massa

beton maka suhu didalam beton semakin tinggi. Bila perbedaan suhu

didalam beton dan suhu di permukaan beton >20 ºC dapat

menimbulkan terjadinya tegangan tarik yang disertai retak-retak.

P a g e 27 | 51
Retak beton juga dapat timbul akibat penyusutan beton (shrinkage)

yang dipengaruhi oleh kelembaban beton saat pengerasan

berlangsung.Selain itu, besarnya volume beton saat pengecoran mass

concrete akan beresiko timbulnya cold-joint pada permukaan beton

baru dengan beton lamamengingat waktu setting beton yang singkat

(±2 jam), sehingga perludirencanakan metode pengecoran yang sesuai

dengan perilaku beton tersebut.Berdasarkan hal-hal diatas, maka

langkah preventif untuk menghindariterjadinya retak beton dapat

dikategorikan atas pemilihan komposisi beton (nilaislump, pemberian

admixture, FAS) dan praktek pelaksanaan di lapangan (suhuudara saat

pengecoran, curing, menggunakan bekisting dengan

kemampuanisolasi yang bagus dan menyiapkan construction joint) .

Pemberian tulanganekstra untuk menahan gaya tarik akibat panas

hidrasi dapat juga dilakukansebagai salah satu pertimbangan

struktural.

2. Ferosemen (ferrocement)

Mortar semen yang diberi anyaman kawat baja. Beton ini

mempunyai ketahanan terhadap retakan, ketahanan terhadap patah

lelah, daktilitas, fleksibilitas dan sifat kedap air yang lebih baik dari

beton biasa.

3. Beton serat (fibre concrete)

Komposit dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat,

dapat berupa serat plastik/baja. Beton serat lebih daktail daripada

P a g e 28 | 51
beton biasa, dipakai pada bangunan hidrolik, landasan pesawat, jalan

raya dan lantai jembatan.

4. Beton Siklop

Beton biasa dengan ukuran agregat yang relatif besar-besar.

Agregat kasar dapat sebesar 20 cm. Beton ini digunakan pada

pembuatan bendungan dan pangkal jembatan.

5. Beton Hampa

Seperti beton biasa, namun setelah beton tercetak padat, air sisa

reaksi hidrasi disedot dengan cara vakum (vacuum method).

6. Beton Ekspose

Beton ekspose adalah beton yang tidak memerlukan proses

finishing, biasanya beton ini dihasilkan dengan menggunakan bahan

bekisting yang dapat menghasilkan permukaan beton yang halus

(misal baja dan multiplek film). Beton ini sering dijumpai pada

gelagar jembatan, lisplang, kolom dan balok bangunan.

2.3 Sifat Mekanik Beton

Sifat mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam

memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik

ditunjukkan oleh tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik,

perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap

sulfat dan klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.3.1 Kuat Tekan Beton

P a g e 29 | 51
Kuat tekan beton merupakan kekuatan tekan maksimum yang

dapat dipikul beton per satuan luas. Kuat tekan beton normal antara 20

– 40 MPa. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh : faktor air semen

(water cement ratio = w/c), sifat dan jenis agregat, jenis campuran,

workability, perawatan (curing) beton dan umur beton. Faktor air

semen (water cement ratio = w/c) sangat mempengaruhi kuat tekan

beton. Semakin kecil nilai w/c nya maka jumlah airnya sedikit yang

akan menghasilkan kuat tekan beton yang besar. Sifat dan jenis

agregat yang digunakan juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton.

Semakin tinggi tingkat kekerasan agregat yang digunakan akan

dihasilkan kuat tekan beton yang tinggi. Selain itu susunan besar

butiran agregat yang baik dan tidak seragam dapat memungkinkan

terjadinya interaksi antar butir sehingga rongga antar agregat dalam

kondisi optimum yang menghasilkan beton padat dan kuat tekan yang

tinggi.

Jenis campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton.

Jumlah pasta semen harus cukup untuk melumasi seluruh permukaan

butiran agregat dan mengisi rongga-rongga diantara agregat sehingga

dihasilkan beton dengan kuat tekan yang diinginkan. Untuk

memperoleh beton dengan kekuatan seperti yang diinginkan, maka

beton yang masih muda perlu dilakukan perawatan dengan tujuan agar

proses hidrasi pada semen berjalan dengan sempurna. Pada proses

hidrasi semen dibutuhkan kondisi dengan kelembaban tertentu.

P a g e 30 | 51
Apabila beton terlalu cepat mongering, akan timbul retak-retak pada

permukaannya. Retak-retak ini akan menyebabkan kekuatan beton

turun, juga akibat kegagalan mencapai reaksi hidrasi kimiawi penuh.

Kuat tekan beton mengalami peningkatan seiring dengan

bertambahnya umur beton. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100

% setelah beton berumur 28 hari. Menurut SNI T-15-1991,

perkembangan kekuatan beton dengan bahan pengikat PC type 1

berdasarkan umur beton disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2.1 Nilai Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Umur

Beton

3 7 14 21 28 90 365
Umur Beton (Hari)

0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20 1,35


Semen Portland Biasa

Semen Portland
0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15 1,20
dengan kekuatan awal
yang tinggi

(Sumber, PBI 1971 N.I.2)

Kuat tekan beton dihitung dengan menggunakan rumus yaitu

sebagai berikut :

P
F’c =
A

Keterangan :

P a g e 31 | 51
F’c = Kuat tekan beton (Mpa)

P = Beban maksimum (N)

A = Luas tekan benda uji (mm²)

∑f ' c
F’crata-rata =
N

Keterangan :

F’c rata-rata = Kuat tekan beton rata-rata (Mpa)

N = jumlah benda uji (buah)

2.3.2 Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung

(slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi

tegangan 0,45 f’c pada kurva tegangan-regangan beton. Modulus

elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis agregat, kelembaban benda uji

beton, faktor air semen, umur beton dan temperaturnya. Secara umum,

peningkatan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan modulus

elastisitasnya.

Menurut SNI-03-2847 (2002) pasal 10.5 hubungan antara nilai

modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton adalah Ec =

4700√ f ' c . Modulus elastisitas beton dihitung dengan rumus :

(s 2−s 1)
Ec =
ε 2−0,000050

P a g e 32 | 51
∑ Ec
Ecrata-rata =
N

Keterangan :

Ec = Modulus elastisitas beton (Mpa)

P2
S2= Tegangangan yang terjadi saat beban 40% P maksimum, S2 =
A

A = Luas Penampang silinder (mm²)

P2 = Beban pada saat 40% Pmak (N)

S1= Tegangan yang terjadi saat regangan longitudinal mencapai

P1
0,000050 Mpa, S1 = (Mpa)
A

P1 = Beban pada saat regangan mencapai 0,00005 (N)

ε2 = Regangan longitudinal pada saat beban mencapai 40% Pmak (P2)

2.3.3 Kuat Tarik Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang

sangat kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c.

Kuat tarik beton berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam

mengatasi retak awal sebelum dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan

tarik beton dapat dilakukan dengan cara :

1. Pengujian tarik langsung

2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung)

P a g e 33 | 51
Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan tegangan

tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder

beton tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya. Kuat

tarik belah benda uji dihitung dengan rumus :

2P
Fct =
π LD

Keterangan :

Fct = Kuat tarik belah (Mpa)

P = beban uji maksimum (beban belah/hancur) dengan newton (N)

yang ditunkukkan mesin uji tekan

L = panjang benda uji silinder (mm)

D = diameter benda uji silinder (mm)

2.4 Material Penyusun Beton Mutu Tinggi

Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedemikian

rupa, sehingga menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan,

memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis.

Secara umum komposisi dari campuran bahan-bahan pembentuk beton

adalah :

2.4.1 Semen

Semen Portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang

komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat (Edward

G. Nawi). Semen portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan

P a g e 34 | 51
dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri

atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama

dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa

kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. (SNI

15-2049-2004).

Campuran semen dengan air akan menghasilkan pasta semen,

sedangkan campuran semen, dengan air kemudian ditambah pasir

akan menjadi mortar, jika campuran semen, air, pasir dan

ditambahkan dengan kerikil akan menghasilkan beton. Adapun fungsi

dari semen itu sendiri adalah sebagai bahan pengikat untuk agregat.

Bahan baku pembentuk semen adalah:

a. Kapur (CaO) dari kapur

b. Silika (SiO2) dari lempung

c. Alumina (Al2O3) dari lempung

Dengan sedikit persentase magnesia (MgO) dan terkadang

sedikit alkali. Oksida besi terkadang ditambahkan untuk mengontrol

komposisinya.

Menurut SNI 15-2049-2004 tentang semen portland, semen

dibagi menjadi 5 jenis, yaitu diantaranya:

a. Jenis I Semen Portland untuk kontruksi umum, yang tidak

memerlukan persyaratanpersyaratan khusus seperti yang

disyaratkan pada jenis-jenis lain.

P a g e 35 | 51
b. Jenis II Semen Portland untuk kontruksi yang agak tahan terhadap

sulfat dan panas hidrasi sedang.

c. Jenis III Semen Portland untuk kontruksi dengan syarat kekuatan

awal yang tinggi.

d. Jenis IV Semen Portland untuk kontruksi dengan syarat panas

hidrasi yang rendah.

e. Jenis V Semen Portland untuk kontruksi dengan syarat sangat tahan

terhadap sulfat.

Ordinary Portland Cement (OPC) merupakan salah satu jenis

semen yang diproduksi diseluruh dunia yang berfungsi sebagai

keperluan untuk konstruksi beton. OPC adalah campuran senyawa

kapur (CaO), silika (SiO2), alumina (Al2O3), besi (Fe2O3) dan sulfur

trioksida (SO3). Magnesium (MgO) termasuk dalam jumlah kecil

sebagai pengotor yang terkait penggunaan kapur. SO3 ditambahkan

pada tahap penggilingan untuk memperlambat waktu setting semen

(Rulli Ranastra Irawan, 2012).

2.4.2 Agregat halus

Agregat halus umumnya mempunyai ukuran maksimum lebih

kurang 4 mm, contoh agregat halus seperti pasir alami dan buatan.

Agregat halus merupakan bahan pengisi yang berupa pasir yang

digunakan dalam semen untuk membuat adukan. Adapun syarat-syarat

agregat halus yang baik untuk digunakan dalam campuran beton harus

bebas bahan organic, lempung, partikel yang lebih kecil dari saringan

P a g e 36 | 51
nomor 100, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran

beton.

2.4.3 Agregat kasar

Agregat kasar umumnya mempunyai ukuran maksimum 75 mm.

Contoh agregat kasar seperti kerikil, batu pecah, atau split. Sifat

agregat mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya

terhadap disintegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya.

Agergat kasar ini harus bersih dari bahan-bahan organic dan

mempunyai ikatan yang baik dengan gel semen.

Menurut SNI 03-2847-2002, bahwa agregat kasar (kerikil/batu

pecah yang akan dipakai dalam campuran adukan beton harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Kerikil atau batu pecah harus terdiri dari butir-butir yang keras

dan tidak berpori serta mempunyai sifat kekal (tidak pecah atau

hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan).

Agregat yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai

apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20%

dari berat agregat seluruhnya.

b. Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan yang reaktif

terhadap alkali jika agregat kasar digunakan untuk membuat

beton yang mengalami basah dan lembab terus menerus atau

yang akan berhubungan dengan tanah basah. Agregat yang

P a g e 37 | 51
reaktif terhadap alkali boleh untuk membuat beton dengan

semen yang kadar alkalinya dihitung setara Natrium Oksida

tidak lebih dari 0,6%, atau dengan menambahkan bahan yang

dapat mencegah terjadinya pemuaian yang dapat

membahayakan oleh karena reaksi alkali-agregat tersebut.

c. Agregat kasar tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat

merusak beton seperti bahan-bahan yang reaktif sekali dan harus

dibuktikan dengan percobaan warna dengan larutan NaOH.

d. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%

(terhadap berat kering) dan apabila mengandung lebih dari 1%,

agregat kasar tersebut harus dicuci.

e. Besar butir agregat kasar maksimum tidak boleh lebih daripada

1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3

dari tebal pelat atau ¾ dari dari jarak bersih minimum antara

batang-batang atau berkas tulangan.

2.4.4 Air

Air merupakan bahan yang sangat penting dalam campuran

beton. Disamping harga yang sangat murah, air juga diperlukan untuk

bereaksi dengan semen yang akan menjadi pasta semen yang

berfungsi untuk mengikat agregat. Penggunaan air secara berlebihan

akan berpengaruh pada kuat tekan beton, dan pada penggunaan fas

yang terlalu tinggi mengakibatkan bertambahnya kebutuhan air

sehingga mengakibatkan pada saat kering beton mengandung banyak

P a g e 38 | 51
pori yang nantinya berdampak pada kuat tekan beton yang rendah

(Moch Ervianto, dkk, 2016).

Menurut Standar SK SNI - 03 - 2847 - 2002, syarat-syarat air

sebagai bahan pembuatan beton adalah:

1.)Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas

dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali,

garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan

terhadap beton atau tulangan.

2.)Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada

beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air

bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion

klorida dalam jumlah yang membahayakan.

3.)Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton,

kecuali ketentuan berikut terpenuhi:

a.) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada

campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b.) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar

yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum

harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan

90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat

diminum.

P a g e 39 | 51
2.5 Workability

Workability sulit untuk didefinisikan dengan tepat, namun sering

diartikan sebagai tingkat kemudahan pengerjaan campuran beton untuk

diaduk, dituang, diangkut dan dipadatkan. Unsur-unsur yang mempengaruhi

sifat kemudahan dikerjakan antara lain (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992):

1. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. makin banyak air

yang dipakai, makin mudah beton segar itu dikerjakan. Tetapi pemakaian

air juga tidak boleh terlalu berlebihan.

2. Penambahan semen kedalam campuran juga memudahkan cara

pengerjaan betonnya, karena pasti juga diikuti dengan penambahan air

campuran untuk memperoleh nilai faktor air semen tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil, jika campuran pasir dan kerikil

mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan

beton mudah dikerjakan.

4. Pemakaian butiran yang bulat memudahkan cara pengerjaan.

5. Pemakaian butiran maksimum kerikil yang dipakai berpengaruh terhadap

cara pengerjaan.

6. Cara pemadatan beton menentukan sifat pekerjaan yang berbeda.

P a g e 40 | 51
7. selain itu, beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah

kadar udara yang terdapat di dalam beton dan penggunaan bahan tambah

dalam campuran beton.

2.6 Slump Sebagai Ukuran Kekentalan Beton

Slump merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu cetakan

berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi adukan setelah cetakan

diambil. Batasan slump bagi jenis elemen struktur dinyakan dalam Tabel

2.2. Nilai pada Tabel 2.2 berlaku untuk pemadatan dengan alat pengetar.

Untuk cara pemadatan yang lain, nilai-nilai slump dapat dinaikkan 25 mm

lebih besar.

Tabel 2.2 Ukuran slump yang dianjurkan bagi berbagai jenis konstruksi
Nilai Slump
Uraian Maksimu
Minimum
m
Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak
80 25
bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
80 25
konstruksi dibawah tanah
Pelat, balok, kolom dan dinding 100 25
Perkerasan jalan 80 25
Pembetonan massal 50 25
(sumber: Rulli Ranastra Irawan, 2012)

2.7 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Aisyah Jalali dan

Agus Salim (2018) dengan judul “Agregat Halus Slag Nikel Pengganti

Sebagian Pasir Pada Pembuatan Beton”. Penelitian ini bertujuan untuk

P a g e 41 | 51
mengetahui kuat tekan dan kuat lentur beton pada variasi tanpa kadar slag,

dan pada kadar slag 20%, 40%, 60%, serta 80%, serta untuk mengetahui

persentase yang tepat kadar slag nikel sebagai agregat halus di dalam

campuran beton. Adapun hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada grafik

berikut :

Gambar 2.2 Hubungan antara kuat tekan rata-rata beton dengan kadar slag

nikel

(Sumber : agregat halus slag nikel sebagai pengganti sebagian pasir pada
pembuatan beton,2018)
Berdasarkan Gambar 2.2, terlihat bahwa terjadi penurunan dari
beton tanpa kadar slag ke kadar 20%, namun meningkat secara signifikan
dari kadar slag 20 hingga 60%, namun menurun pada kadar 80%. Berat
volume beton yang tertinggi diperoleh pada kadar slag 60%. Beton dengan
kadar slag 40 hingga 80% menunjukkan bahwa semakin besar kadar slag
nikel di dalam campuran beton, maka berat volumenya semakin besar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Susilowati, Ida
Nugroho, Aryanti Nurhidayati (2013) dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Terak Sebagai Pengganti Agregat Kasar Terhadap Kuat
Lentur Dan Berat Jenis Beton Normal Dengan Metode Mix Design”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terak sebagai

P a g e 42 | 51
pengganti sebagian agregat kasar terhadap kuat lentur dan berat jenis pada
beton normal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan variasi
penggantian terak sebagai pengganti sebagian agregat kasar menyebabkan
kuat lentur beton menurun serta diperoleh berat jenis beton normal pada
variasi penggantian terak 0%, 20%,40% 80%. Penggantian terak 100%
tidak menghasilkan beton normal karena berat jenis yang dihasilkan >
2500 kg/m3.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wayan Mustika, I M.
Alit K. Salain, I K. Sudarsana dengan judul “Penggunaan Terak Nikel
Sebagai Agregat Dalam Campuran Beton”. Dengan variasi campuran
Variasi 01, 100% agregat alami, variasi 02, terak nikel sebagai agregat
kasar, variasi 03, terak nikel sebagai agregat halus, dan variasi 04, terak
nikel sebagai agregat kasar dan agregat halus. Adapun Hasil Penelitian
ialah dapat dilihay pada gambar berikut

Gambar 2.3 Nilai slump pada berbagai jenis variasi benda uji

(Sumber : Penggunaan Terak Nikel Sebagai Agregat Dalam Campuran


Beton,2016)
Berdasarkan gambar 2.3 dapat dilihat bahwa penggunaan terak
nikel sebagai agregat kasar mengakibatkan terjadinya penurunan nilai
slump, sedangkan penggunaan terak nikel sebagai agregat halus
menyebabkan nilai slump campuran beton mengalami peningkatan.
Penggunaan agregat kasar dan halus terak nikel secara bersamaan bersifat
saling mengimbangi.

P a g e 43 | 51
Gambar 2.4 Nilai kuat tekan beton pada berbagai jenis variasi benda uji

(Sumber : Penggunaan Terak Nikel Sebagai Agregat Dalam Campuran


Beton,2016)
Berdasarkan Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa kuat tekan beton
dengan menggunakan agregat alami (V.01) adalah sebesar 18,31 MPa.
Pada penggunaan terak nikel sebagai agregat kasar (V.02) terjadi
peningkatan sebesar 42,27% dan juga meningkat sebesar 10,31% pada
penggunaan terak nikel secara bersamaan sebagai agregat kasar dan
agregat halus (V.04), pada penggunaan terak nikel hanya sebagai agregat
halus (V.03) nilai kuat tekan turun sebesar 16,75 % jika dibandingkan
dengan nilai kuat tekan beton yang menggunakan agregat alami (V.01)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Edward Ngii, Abdul
Kadir, Surya Syawaluddin (2018) dengan judul “Rancangan Beton Non
Pasir Menggunakan Slag Nikel Fenil Type III”. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahu berapa besar kuat tekan beton non pasir, dengan
umur perencanan 7,14 28 hari,serta mengetahui berat volume beton non
pasir menggunakan agregat slag nikel type III. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode eksperimen di laboratorium. Benda uji
yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran 15 x 15 cm. pengujin ini
mengguanakan slag nikel fenil type III, sebagai pengganti agregat kasar
dengan variasi 1:2, 1:4, 1:6, 1:8, 1:10. Jumlah benda uji yang di buat untuk
tiap-tiap variasi penggantian slag nikel adalah 3 buah ,15 buah untuk
pengujian beton 28 hari, begitupun juga untuk 7,dan 14 hari. Dengan
jumlah total benda uji keseluruhan sebanyak 45 buah. Hasil penelitian nilai
uji kuat tekan beton pada umur 28 hari mengalami kuat beton terbesar

P a g e 44 | 51
yaitu pada variasi campuran 1:2 dengan nilai 31,29 Mpa,1:4 sebesar 13,28
Mpa,1:6 sebesar 6,39 Mpa, 1:8 sebesar 3,10 Mpa,1:10 sebesara 1,96 Mpa
dan untuk nilai berat volume yang di dapat pada variasi 1:2 sebesar 2,44
kg/m3,1:4 sebesar 2,25 kg/m3, 1:6 sebesar 2,25 kg/m3 ,1:8 sebesar 2,25
kg/m3 dan 1:8 sebesar 2,25 kg/m3.Mutu beton non pasir berkisar antara 4
MPa – Pa, sehingga untuk pengaplikasianya pada variasi 1:2,1: 4 dan 1:6
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yakni, batako sampai
dengan dinding penahan tanah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khalifa S. Al-Jabri,
Makoto Hisada, Abdullah H. Al-Saidy Dan S.K. Al-Oraimi dengan judul
“Performance of high strength concrete made with copper slag as a fine
aggregate”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja beton mutu
tinggi (high strength concrete / HSC) yang dibuat dengan slag tembaga
sebagai agregat halus dengan kemampuan kerja konstan dan untuk
mempelajari efek superplasticizer tambahan pada sifat-sifat HSC yang
dibuat dengan copper slag. Campuran beton dengan proporsi slag tembaga
yang berbeda (mulai dari 0% hingga 100% penggantian) disiapkan dan
sampel beton diuji untuk menilai sifat-sifat menghasilkan beton pada usia
pemeraman yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya kerja
meningkat secara substansial dengan peningkatan kandungan tembaga
terak dalam campuran beton karena penyerapan air rendah dan permukaan
dari terak tembaga dibandingkan dengan pasir. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada workability konstan mempunyai kuat tekan
beton yang lebih tinggi dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2.2 Kuat Tekan HSC Pada Workability konstan

P a g e 45 | 51
(Sumber : Performance of high strength concrete made with copper slag
as a fine aggregate,2008)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen dimana

untuk mendapatkan data-data dan hasil penelitian dengan melakukan

pengujian dan penelitian ini dilakukan di laboratorium fakultas teknik

universitas halu oleo.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat. Sebagai

variabel terikat adalah perilaku beton segar dan beton keras yang terdiri

dari : nilai slump, dan kuat tekan beton mkenggunakan terak nikel sebagai

P a g e 46 | 51
pengganti agregat halus. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi

jumlah terak nikel yang digunakan sebagai agregat.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Pengujian material berupa berat jenis dan berat isi material berupa terak

nikel

2. Pengujian kuat tekanan bahan yang diteliti menggunakan compression

test machine

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

3.4.1 Alat Peneliatian

Adapun alat yang akan digunakan daam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Ayakan, dengan lubang berturut – turut 1,00 mm, mm, 1,20 mm,

0,6 mm, 0,3 mm, 0,015 mm yang dilengkapi dengan tutupan dan

alat penggetar, digunakan untuk mengetahui gradasi pasir dan slag

nikel.

2. Timbangan yang digunakan berfungsih untuk mengukur bahan

susunan adukan beton non pasir.

3. Mould digunakan untuk memeriksa berat isi meliputi berat isi lepas

dan padat.

P a g e 47 | 51
4. Tongkat besi digunakan untuk meratakan bahan dan pemadatan

bahan pada mould.

5. Desikator berfungsi untuk mengeringkan bahan benda uji yang

akan diteliti.

6. Cetakan beton yang akan digunakan berukuran panjang 15 cm,

lebar cm, tinggi 15 cm.

7. Mesin uji tekanan (universal testing machine WEW-1000A) yang

akan digunakan berfungsi untuk menguji kuat tekanan benda uji

beton non pasir.

3.4.2 Bahan Penelitian

Adapun bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Air yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah air yang

memenuhi persyaratan sebagai air minum tidak mengandung

lumpur, menyak dan benda yang melayan lainnya lebih dari 2

gram / liter serta tidak mengandung bahan kimia berbahaya

lainnya.

2. Semen yakni semen PCC type satu (Semen Tonasa) yang

berfungsi sebagai pengikat antara material

P a g e 48 | 51
3. Agregat halus yang akan digunakan dalam penelitian ini slag

nikel.

4. Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerikil

moramo.

P a g e 49 | 51
4.5 Diagram Alur Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan
Material

Semen Slag Nikel Fenil Type IV Air

Uji Karakteristik Slag


Nikel Fenil IV

Pembuatan Campuran dan


Benda Uji

Uji Kuat Tekan

Analisis Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3 Alur Penelitian

P a g e 50 | 51
P a g e 51 | 51

Anda mungkin juga menyukai