Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

PEMANFAATAN MATERIAL SUNGAI KONOWEHA


KABUPATEN KONAWE SEBAGAI BAHAN CAMPURAN
BETON STRUKTURAL

Oleh:

RAMLAN
E1A1 17 053

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

P a g e 1 | 37
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai Konoweha Sampara adalah sungai di Provinsi Sulawesi

Tenggara, Indonesia dan merupakan salah satu sungai terpanjang serta

terbesar di pulau Sulawesi dengan panjang sekitar 341 Km. Sungai ini

berhulu di Gunung Bulu Brama, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka

Timur dan bermuara ke Laut Banda dekat Kecamatan Kapoiala, Kabupaten

Konawe melintasi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten

Konawe Selatan dan Kabupaten Konawe. Di tengah Daerah aliran sungai

(DAS) Konoweha terdapat Rawa Aopa atau yang dikenal dengan Danau

Wawotobi.

DAS Konoweha berbentuk memanjang dengan luas mencapai

6.978,41 km2. Terdapat tiga kabupaten dan satu kota yang mencangkup

DAS ini yaitu Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Konawe Selatan,

Kabupaten Konawe, dan Kota Kendari. Hulu sungai ini berupa pegunungan

dengan kemiringan terjal sedangkan bagian tengah berupa dataran rendah

berawa-rawa sehingga alur sungai berkelak-kelok, melewati beberapa

kecamatan bahkan kabupaten, hal ini membuat mayoritas masyarakat di

sekitar DAS memanfaatkan material pasir serta kerikil sebagai material

beton (beton structural).

Dengan potensi material yang terdapat pada sungai tersebut

mendorong penulis untuk meneliti karakteristik, serta kelayakan

P a g e 2 | 37
penggunaan material kerikil dan pasir yang berasal dari sungai konoweha

sebagai campuran beton structural.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik material pasir dan kerikil yang berasal dari

Sungai Konoweha kabupaten konawe?

2. Bagaimana komposisi campuran material kerikil dan pasir dari Sungai

Konoweha untuk mendapatkan kuat tekan optimum ?

3. Apakah material kerikil dan pasir yang berasal dari sungai konoweha

layak untuk dijadikan campuran beton structural?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk dapat mengetahui karakteristik material kerikil dan pasir yang

berasal dari sungai konoweha untuk campuran beton structural

2. Memperoleh komposisi campuran yang tepat terhadap material kerikil

dan pasir dari sungai konoweha untuk mendapatkan kuat tekan

optimum

3. Dapat mengetahui kelayakan material kerikil dan pasir yang berasal dari

sungai konoweha untuk di gunakan sebagai bahan campuran beton

structural

P a g e 3 | 37
1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam

melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan kerikil

sungai

2. Bagi penulis, merupakan pengembangan ilmu pengetahuan melalui

aplikasi teori yang digunakan dalam penelitian.

3. Mengetahui kuat tekan beton yang dapat digunakan dalam pembuatan

campuran beton dan sebagai acuan bagi masyarakat dalam

pembangunan rumah, ruko atau kontruksi bangunan lainnya.

1.5 Batasan Masalah

Pada penelitian ini perlu dilakukan batasan masalah mengingat

banyaknya permasalahan yang terdapat pada teknologi beton sehingga

pembahasan menjadi tidak meluas dan memiliki batasan-batsan yang jelas.

Adapun batasan-batasan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Semen yang digunakan adalah semen PCC (Portland Composite

Cement) yang diproduksi oleh PT Semen Padang.

2. Material agregat pasir dan krikil berasal dari sungai konoweha

3. Untuk semen dan air tidak dilakukan pengujian karakteristiknya.

Penulis hanya melakukan Pengujian terhadap karakteristik agregat

halus dan kasar yang meliputi pengujian analisa saringan, pengujian

kadar lumpur agregat, pengujian berat jenis dan penyerapan air

P a g e 4 | 37
agregat, kadar air agregat halus dan kasar dan pengujian keausan

agregat dengan mesin abrasi Los Angeles.

4. Rencana Mix Design menggunakan standar SNI T-15-1990-03 dengan

rencana mutu beton K-175.

5. Sampel untuk uji kuat tekan beton dibuat masing-masing 10 buah

untuk umur 7, 14, dan 28 hari.

6. Pelaksanaan penelitian dilakukan dilaboratorium Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo.

1.6 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu dari pembuatan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Intan Sari, dkk (2015)

dengan judul “Tentang pengaruh semen dan FAS terhadap kuat tekan

beton dengan agregat yang berasal dari sungai” dengan tujuan untuk

menentukan faktor air semen dengan FAS 0.4, 0.5 dan 0.6 untuk

mendapatkan kuat tekan optimum menerangkan bahwa beton dengan

FAS 0.4 memiliki kuat tekan yang lebih tinggi daripada beto dengan FAS

0.5 dan 0.6 dalam komposisi jumlah semen yang sama kuat tekan beton

yang diperoleh pada FAS 0.4 berkisar antara 27- 37 Mpa, kuat tekan

tersebut memenuhi pensyaratan beton mutu normal dengan nilai kuat

tekan kurang dari 42 Mpa pada umur 28 hari

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wayan Mustika, Fitria,

Sulha, dan Romi Talanipa (2018) dengan judul “Pemanfaatan Material

P a g e 5 | 37
Sungai Anese Kecamatan Andolo Barat Kabupaten Konawe Selatan

Sebagai Bahan Campuran Beton Struktural”. Yang betujuan untuk dapat

mengetahui karakteristik material kerikil dan pasir yang berasal dari

sungai tersebut untuk campuran beton struktural serta untuk memperoleh

komposisi campuran yang tepat untuk digunakan sebagai beton

struktural. Hasil penelitian ini menunjukkan betun struktural dengan

mutu di atas K 225 adalah dengan perbandingan volume antara semen :

pasir : kerikil adalah 1 : 0,96 : 2,0 sehingga dapat di simpulkan bahwa

material asal sungai anese Kesamatan andolo barat dapat dan layak

digunakan sebagai bahan campuran beton struktural.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sahrul Apri Nugroho (2017)

dengan judul “Tinjauan Kekuatan Beton Dengan Bahan Dasar Pasir dan

Kerikil Terengguli Dari Jenawi Karanganyer Sebagai Bahan Agregat

Halus Dan Kasar”. Yang betujuan untuk Mengetahui Kekuatan Kuat

tekan dan kuat tarik belah beton menggunakan agregat lokal serta

mengetahui faktor air semen yang yang baik untuk mendapatkan kuat

tekan maksimum . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kuat tekan

dan tarik belah maksimum untuk beton normal di dapatkan pada fas 0,4,

denga kuat tekan sebesar 25,47 Mpa dan kuat tarik sebesar 2,97 Mpa.

4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mawardi dan Besperi (2016)

dengan judul “Pengaruh Kekasaran Permukaan Agregat Kasar Terhadap

Kuat Tekan Beton”. Yang betujuan untuk dapat mengetahui tingkat

kekasaran material kerikil . .Hasil pengujian dengan perbandingan berat

P a g e 6 | 37
semen, Agregat halus (pasir) dan agregat kasar (split)sebesar 1 : 1,454 :

3,488 Menghasilkan kuat tekan beton sampel : Beton normal kekasaran

permukaan agregat kasar 100% rata rata = 31,70 Mpa, beton dengan

kekasaran agregat kasar 50% rata-rata = 27,74 Mpa, sampel beton

dengan kekasaran agregat kasar 0% rata-rata = 24,36 Mpa. Trern

penurunan kuat tekan rata-rata = 12,37%.

5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reza Adeputra Polii,

Marthin D. J. Sumarjou dan Reky s. Windah (2015) dengan judul “Kuat

Tekan Beton Dengan Variasi Agregat Yang berasal Dari Beberapa

Tempat Di Sulawesi Utara”. Yang betujuan Untuk mengetahui sifat dan

karakteristik dari agregat yang berasal dari beberapa tempat di Sulawesi

utara serta Untuk mendapatkan variasi nilai kuat tekan dari beton yang

menggunakan agregat dari beberapa tempat di Sulawesi utara. .Hasil

pengujian Pada pemeriksaan nilai keausan agregat kasar yang didapatkan,

terlihat bahwa agregat kerikil buatan memiliki keausan terkecil sebesar 32,94%

yang berarti ketahanan terhadap keausan lebih besar daripada kerikil alami

dengan nilai keausan sebesar 39,36%. Hal ini dapat mempengaruhi hasil dari

kekuatan beton dengan menggunakan kerikil buatan mencapai 82,67% terhadap

beton yang menggunakan kerikil alami.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulisan mengklasifikasikan dalam 5 bab yakni

sebagai berikut :

P a g e 7 | 37
Bab I Pendahuluan, Merupakan bab yang menguraikan mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan

masalah Penelitian, Penelitin Terdahulu dan sistematika penulisan secara

singkat.

Bab II Tinjauan Pustaka, Merupakan bab yang berisikan kumpulan

pustaka yang mendukung dalam penulisan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian, Merupakan bab yang menguraikan

penjelaskan mengenai bahan, alat, variable dan tahap penelitian.

Bab IV Hasil Dan Pembahasan, Merupakan bab yang menguraikan tentang

pembahasan yang menyangkut pelaksanaan pengolahan data yang telah di

peroleh dari hasil pengujian yang telah di laksanakan dengan disertakan

grafik-grafik untuk memperjelas hasil penelitian.

Bab V Penutup, Merupakan bab yang menguraikan kesimpulan penelitian

berdasarkan tujuan dan pembahasan serta sara-saran untuk penelitian lebih

lanjut.

P a g e 8 | 37
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Beton

Beton adalah suatu material yang terdiri dari campuran semen, air,

agregat (kasar dan halus) dan bahan tambahan bila diperlukan. Beton yang

banyak dipakai pada saat ini yaitu beton normal. Beton normal ialah beton

yang mempunyai berat isi 2200–2500 kg/m³ dengan menggunakan agregat

alam yang dipecah atau tanpa dipecah.

Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement,

agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya

rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus

ditetapkan sedimikian rupa, sehingga menghasilkan beton basah yang

mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras

dan cukup ekonomis (Sutikno, 2003:1)

Menurut American Conrete Institute (ACI) mendefinisikan beton

mutu tinggi sebagai beton yang memenuhi kombinasi persyaratan kinerja

dan keseragaman yang tidak selalu bisa dicapai secara rutin ketika

menggunakan material campuran beton yang konvensional serta

pelaksanaan pencampuran (mixing), pengecoran (placing) dan perawatan

(curing) secara normal.Beton tersebut disebut juga dengan beton yang

memiliki kinerja yang sangat tinggi (High Strength Concrete) karena

memiliki sifat-sifat yang sangat unggul disamping memiliki kuat tekan

yang tinggi, permeabilitasnya rendah sehingga beton tersebut tahan

P a g e 9 | 37
terhadap berbagai reaksi kimia dan fisika yang dapat merusak beton (Rulli

Ranastra Irawan, 2012).

Keuntungan dan kerugian pemakaian beton dalam suatu konstruksi


dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya adalah sebagai berikut:
(Mulyono, T., 2003).
1. Keuntungan:
a. Dapat dengan mudah dibentuksesuai dengan kebutuhan konstruksi.
b. Mampu menerima kuat tekan.
c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
d. Biaya pemeliharaan yang kecil.
2. Kerugian:
a. Kemampuan menerima kuat tarik yang rendah, sehingga bagian
konstruksi yang menerima gaya tarik harus diperkuat dengan baja
tulangan.
b. Bentuk yang telah dibuat sulit untuk diubah.
c. Beton menyusut bila mengalami kekeringan.
d. Konstruksi yang menggunakan beton memiliki daya pantul suara yang
besar.
2.1.1. Bahan Penyusun Beton
1. Semen
Semen merupakan salah satu material anorganik yang banyak
dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang memiliki kestabilan tinggi
terhadap pengaruh fisis. Semen biasa digunakan sebagai bahan
bangunan, selain itu semen juga digunakan sebagai bahan campuran
pembuatan beton. Semen adalah hasil industri dari paduan bahan baku:
batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau
bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa
kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam

P a g e 10 | 37
yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida
(Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar pada suhu yang sangat
tinggi yaitu antara 1400-1600 °C sampai meleleh, sebagian untuk
membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah
dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
Kandungan semen berturut-turut mulai dari yang terbanyak yaitu
kalsium (II) oksida (CaO), silika (IV) oksida (SiO 2), aluminium (III)
oksida (Al2O3), besi (III) oksida (Fe2O3)dan komponen minor lainnya,
salah satunya adalah kalsium (II) sulfat (CaSO4) (MacLaren, 2003). Akan
tetapi, karena proses pembuatan semen dari bahan-bahan bakunya
menggunakan temperatur yang sangat tinggi (melebihi 1200oC), beberapa
komponen tersebut bergabung dengan sesamanya menghasilkan
bermacam-macam campuran fase padat terutama trikalsium silikat
(3CaO.SiO2), dikalsium silikat (2CaO.SiO2), trikalsium aluminat
(3CaO.Al2O3) dan tetrakalsium aluminoferit (4CaO.Al2O3.Fe2O3)
(MacLaren, 2003).Ahli kimia semen menggunakan penamaan yang
disingkat berdasarkan oksida dari beberapa unsur untuk menunjukkan
rumus kimia dari senyawa yang bersesuaian, misalnya C = CaO, S =
SiO2, A = Al2O3, F = Fe2O3. Berikut adalah komposisi kimia semen
dalam bentuk oksida:
Tabel 2.1 Rumus kimia dan penamaan semen untuk zat-zat penyusun
utama dari semen portland
Rumus Komposisi dalam
Mineral Singkatan
Kimia bentuk oksida
Trikalsium silikat Ca3SiO5 3CaO.SiO2 C3S
Dikalsium silikat Ca2SiO4 2CaO.SiO2 C2S
Trikalsium aluminat Ca3Al2O5 3CaO.Al2O3 C3A
Tetrakalsium Ca4AlnFe2-
4CaO.AlnFe2-nO3 C4AF
aluminoferit nO7

P a g e 11 | 37
(Sumber : Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang
Otomotif dan Elektronika)

Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur


dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu
menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh
susunan kimia yang dikandungnya. Setelah semen dicampur dengan air,
komponen-komponen tersebut mengalami hidrasi menghasilkan
bermacam-macam produk reaksi, terutama 3CaO.2SiO2.nH2O(s),
3CaO.Al2O3.3CaSO4.nH2O(s), 3CaO.Al2O3.nH2O(s),
3CaO.Fe2O3.nH2O(s), dan CaOH2(aq) (MacLaren, 2003). Campuran dari
semua produk reaksi ini dan sisa pereaksi yang disebut CSH gel
(MacLaren, 2003).
Setelah semen dicampur dengan air, komponen-komponen yang
terkandung di dalam semen mengalami hidrasi menghasilkan beberapa
hasil reaksi sebagai berikut:
2(3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O + 2(3CaO.Al2O3) + 4H2O →
3(3CaO.Al2O3.CaSO4.12H2O)
3CaO.Al2O3 + 12H2O + Ca(OH)2 → 3CaO.Al2O3.Ca(OH)2.12H2O
4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 10H2O + 2Ca(OH)2 → 6CaO.Al2O3.Fe2O3.12H2O

Pada reaksi hidrasi semen, C3S dan C2S bereaksi dengan air
membentuk Trikalsium silikat hidrat yang disebut dengan gel
tobermorite atau gel kalsium silikat hidrat (CSH gel) dan Ca(OH)2.
Reaksi hidrasi C3A dengan adanya kalsium sulfat membentuk kalsium
trisulfoaluminat hidrat (disebut dengan AFt atau ettringite), ataukalsium
monosulfoaluminat hidrat (disebut dengan AFm atau monosulfate).
Tanpa adanya kalsium sulfat, C3A bereaksi dengan air dan kalsium
hidrosidamembentuk tetrakalsium aluminat hidrat. Dan C4AF bereaksi
dengan air membentuk kalsium aluminoferrit hidrat (Spence, 2005).

P a g e 12 | 37
Proses hidrasi butir-butir semen berlangsung sangat lambat. Bila
dimungkinkan penambahan air masih diperlukan oleh bagian dalam
butir-butir semen (terutama yang berbutir besar), untuk menyempurnakan
proses hidrasi. Proses dapat berlangsung sampai 50 tahun. Penelitian
terhadap silinder beton menunjukkan bahwa beton maih meningkat terus
kekuatannya paling tidak untuk jangka waktu 50 tahun. Kekuatan semen
yang mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu
proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan
untuk proses hidrasi hanya kira-kira 35% dari berat semennya,
penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras.
Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih jauh
sehingga kurang kuat dan juga lebih “porous” (berongga).
1. Faktor Air Semen(FAS)
Faktor air semen (FAS) atau water cement ratio (wcr) adalah
indikator yang penting dalam perancangan campuran beton karena FAS
merupakan perbandingan jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu
campuran beton. Jadi dapat dikatakan,(Sari R.A.I., dkk. 2015).

FAS (kg/l) = …(pers. 1)

Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam


pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada
akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS
minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. Rata-rata
ketebalan lapisan yang memisahkan antar partikel dalam beton sangat
tergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir
semennya(Tri Mulyono. 2005).
2. Air
Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan
perekat, sehinga penambahan air dalam pembuatan spesi beton

P a g e 13 | 37
merupakan unsur yang sangat penting. Peranan air sebagai bahan perekat
terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan membentuk pasta
semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat(Syarif Hidayat. 2009).
Air yang dapat dipakai adalah air yang bersih dan tidak
mengandung minyak, asam, alkali, garam, zat organik atau bahan lain
yang dapat merusak beton atau tulangan dalam hal ini sebaiknya dipakai
air bersih yang dapat diminum(Aprilianti dan Nadia. 2012).

Syarat-syarat air untuk pekerjaan beton menurut PBI 1971 Bab


3.6. adalah:
 Air untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung
minyak, asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-
bahan lain yang merusak beton dan/atau baja tulangan. Dalam hal ini
sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.
 Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk
mengirimkan contoh air itu ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang
diakui untuk di selidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-zat
yang dapat merusak beton dan/atau tulangan.
 Apabila pemeriksaan contoh air seperti disebut dalam ayat (2) itu tidak
dapat dilakukan, maka dalam hal adanya keragu-raguan mengenai air
harus diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan campuran
semen+air dengan air tersebiut dan dengan air suling. Air tersebut dapat
dipakai apabila kekuatan tekan pada umur 7-28 hari paling sedikit adalah
90% dengan kekuatan tekan dengan menggunakan air suling pada umur
yang sama.
 Jumlah air yang digunakan untuk membuat adukan beton dapat
ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan
setepat-tepatnya.
Air yang diperlukan dipengaruhi faktor-faktor di bawah ini:

P a g e 14 | 37
 Ukuran agregat maksimum: diameter membesar maka kebutuhan air
menurun (begitu pula jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih
sedikit).
 Bentuk butir: bentuk bulat maka kebutuhan air menurun (bentuk pecah
perlu lebih banyak air).
 Gradasi agregat: gradasi baik maka kebutuhan air menurun untuk
kelecakan yang sama.
 Kotoran dalam agregat: makin banyak silt, tanah liat dan lumpur maka
kebutuhan air meningkat.
Jumlah agregat halus (dibandingkan agregat kasar, atau h/k):
agregat halus lebih sedikit maka kebutuhan air menurun. Kekuatan beton
dan daya tahannya berkurang jika air mengandung kotoran
(Tjokrodimuljo, 1996). Pengaruh pada beton diantaranya pada waktu
ikatan awal serta kekuatan beton setelah mengeras. Adanya lumpur
dalam air diatas 2 gram/liter dapat mengurangi kekuatan beton. Air dapat
memperlambat ikatan awal beton sehingga beton belum mempunyai
kekuatan dalam umur 2-3 hari. Sodium karbonat dan potassium dapat
menyebabkan ikatan awal sangat cepat konsentrasi yang besar akan
mengurangi kekuatan beton.

3. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran lebih dari
4,75 mm dan ukuran maksimumnya 40 mm. Agregat ini harus memenuhi
syarat kekuatan, bentuk, tekstur maupun ukuran. Agregat kasar yang baik
bentuknya bersudut dan pipih (tidak bulat/blondos).
Tabel 2.2 Susunan Gradasi Batu Pecah
Lolos Ayakan (% Berat)
Ukuran
Ukuran Nominal
mm 38,1 – 4,76 19,0 – 4,76 9,6 – 4,76
38,1 95 – 100 100 -
19,0 37 – 70 95 – 100 100
9,52 10 – 40 30 – 60 50 – 85

P a g e 15 | 37
4,76 0–5 0 – 10 0 – 10
(Sumber : SNI 03-2834-1993)
Menurut PBI 1971 Bab 3.4. agregat kasar/split harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
 Terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Kerikil yang berpori akan
menghasilkan beton yang mudah ditembus air. Agregat kasar yang
mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butirannya
tidak melebihi 20% berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar
tersebut harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca.
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% apabila lebih dari 1%
maka agregat harus dicuci terlebih dahulu.
 Tidak mengandung zat-zat yang merusak beton, seperti zat-zat yang
reaktif dengan alkali.
 Kekerasan dari butir- butir agregat diperiksa dengan bejana penguji dari
Rudellof, atau dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh
kehilangan berat lebih dari 50%.
 Terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya atau bergradasi
baik.
 Besar butiran maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara
bidangbidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat, atau 3/4 dari jarak bersih
minimum antar tulangan yang ada.
4. Agregat Halus
Agregat halus ialah agregat yang semua butir menembus ayakan
4,8 mm (5 mm). Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir hasil
olahan atau gabungan dari kedua pasir tersebut. Menurut PBI, agregat
halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat kekal
artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur, seperti terik
matahari hujan, dan lain-lain. Agregat halus tidak boleh mengandung
lumpur lebih dari 5 % berat kering, apabila kadar lumpur lebih besar dari
5%, maka agregat halus harus dicuci bila ingin dipakai untuk campuran

P a g e 16 | 37
beton atau bisa juga digunakan langsung tetapi kekuatan beton berkurang
5 %.
Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam dan
apabila diayak dengan ayakan susunan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
 Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%
 Sisa diatas ayakan 1mm minimum beratnya 10%
 Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.
Persyaratan agregat halus (pasir) menurut PBI 1971 Bab 3.3.
adalah:
 Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat
kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca,
seperti terik matahari dan hujan
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap
berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang
dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5%
maka agregat halus harus dicuci.
 Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu
banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abram-
Harder (dengan larutan NaOH).
 Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya
dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal
3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Sisa diatas ayakan 4mm harus minimal 2% berat.
- Sisa diatas ayakan 1mm harus minimal 10% berat.
- Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90%
berat.
 Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui.

P a g e 17 | 37
2.2 Karakteristik Beton

1. Modulus Elastisitas Beton


Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau
tekan terhadap regangan. Modulus elastisitas tergantung pada umur beton,
sifat-sifat agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari
benda uji. Dari pengujian tekan silinder beton 15/30 dihitung besarnya
modulus elastisitas beton dengan menggunakan rumus ASTM C 469-02
sebagai berikut :

Ec = …(pers. 2)

Keterangan :
Ec = Modulus elastisitas beton (Kg/m3)
σ2 = Tegangan pada 40% teg. runtuh (Kg)
σ1 = Tegangan pada saat nilai kurva regangan ε1 (m3)
ε2 = Nilai kurva regangan yang terjadi pada saat σ2 (m3)
ε1 = Regangan sebesar 0,00005 (m3)
Sesuai dengan SK SNI T-15-1991-03 digunakan rumus nilai
modulus elastisitas beton dengan mempertimbangkan unsur berat isi beton,
untuk Wc diantara 1500 dan 2500 kg/m3 rumus yang digunakan adalah :

Ec = (Wc)1,5 x0,043 …(pers. 3)

Sedang untuk beton normal adalah :

Ec = 4700 …(pers. 4)

Dan dalam ACI 363-92, modulus elastisitas beton dihitung


menggunakan persamaan berikut :

P a g e 18 | 37
Ec = 3320 + 6900 …(pers. 5)

2. Porositas
Porositas beton adalah tingkatan yang menggambarkan kepadatan
konstruksi beton. Porositas ini berhubungan erat dengan permeabilitas
beton. Porositas merupakan persentase pori-pori atau ruang kosong dalam
beton terhadap volume benda (volume total beton). Ruang pori pada beton
umumnya terjadi akibat kesalahan dalam pelaksanaan dan pengecoran
seperti faktor air semen yang berpengaruh pada lekatan antara pasta semen
dengan agregat, besar kecilnya nilai slump, pemilihan tipe susunan gradasi
agregat gabungan, maupun terhadap lamanya pemadatan. Semakin tinggi
tingkat kepadatan pada beton maka semakin besar kuat tekan atau mutu
beton, sebaliknya semakin besar porositas beton, maka kekuatan beton akan
semakin kecil(Muin. 2013).
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah
volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong)
dengan jumlah dari volume zat padat yang di tempati oleh zat padat.
Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi
volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya
porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 %
tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Porositas suatu bahan
pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka dengan rumus
(Lawrence H.Van Vlack, l989) :

P= …(pers. 6)

Keterangan :
P = Porositas (%)
mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram)
mk = Massa kering sampel setelah direndam (gram)
Vb = Volume benda uji (cm3)

P a g e 19 | 37
ρair = Massa jenis air (gr/cm3)
3. Permeabilitas
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air.
Jika beton tersebut dapat dilalui air, maka beton tersebut dikatakan
permeabel. Jika sebaliknya, maka beton tersebut dikatakan impermeabel,
maka sifat permeabilitas yang penting pada beton adalah permeabilitas
terhadap air.
Permeabilitas beton dapat pula diekspresikan sebagai koefisien
permeabilitas (k), yang dievaluasi berdasarkan hukum Darcy sebagi berikut
(Nurchasanah, 2010):

…(pers. 7)

Keterangan :

= Kecepatan air

A = Luas penampang sampel beton


Dh= Tinggi air jatuh
L = Ketebalan sampel beton
k = Koefisien permeabilitas
4. Kelecakan (Workability)
Workability beton dapat didefinisikan sebagai cara mudah dimana
beton dapat dipindahkan dari mixer hingga struktur yang akan dibebankan
kepada campuran beton tersebut. Workability ini merepresentasikan sebagai
kemampuan beton untuk dicampur, dipindahkan, dan sebagainya dengan
kehilangan sifat homogenitasnya (menyatunya campuran semua material
yang menyusun beton tersebut) secara minimum.
Workability biasa dibagi menjadi tiga karakteristik independen yang
umum digunakan, yaitu:

P a g e 20 | 37
 Consistensy, workability tergantung dari komposisi penyusun beton segar
tersebut, karakter fisik dari campuran semen dan agregat
 Mobility, peralatan untuk pencampuran (mixing), perpindahan tempat
(transporting) dan pemadatan (compacting); ukuran dan jarak dari
perkerasan beton.
 Compactibility, besar serta bentuk dari struktur yang menjadi beban. Untuk
kemudahan pekerjaan (workability) yang baik maka diperlukan porsi semen
yang tinggi, jumlah material bermutu yang cukup, sedikitnya agregat bertipe
coarse, dan jumlah air yang tinggi. Komposisi partikel yang seimbang
sangat dibutuhkan untuk mendapatkan sifat plastis dalam campuran beton.
Workability biasanya tidak dipengaruhi oleh banyaknya campuran
semen dalam suatu campuran beton namun workability ini sangat
dipengaruhi oleh banyaknya air yang terkandung dalam campuran beton
tersebut. Tingkat workability akan menurun apabila penambahan semen
dalam campuran beton tidak diiringi dengan penambahan air yang cukup.
Penambahan campuran tambahan seperti superplasticizers akan
meningkatkan tingkat workability.
Workability suatu beton sangat tergantung dari jenis agregat yang
terkandung di dalam campuran beton. Semakin banyak kuantitas agregat
jenis coarse pada suatu campuran beton, maka akan semakin rendah tingkat
workability suatu beton. Namun keberadaan coarse dalam suatu campuran
beton sangat dibutuhkan untuk menutupi area beton yang kosong demi
menahan beban besar.
Workability juga dipengaruhi oleh tingkat hidrasi suatu beton
melalui penguapan. Semakin tingginya temperatur maka akan semakin
cepatnya penguapan yang terjadi pada adonan beton.
Consistency merupakan tolak ukur dari sifat kebasahan pada beton
(fluidity). Konsistensi ini sangat bergantung pada proporsi dan sifat-sifat
dari campuran beton. Hal-hal tersebut di atas merupakan komponen penting
dari workability. Konsistensi biasanya diukur dengan metode Slump Test.
Hasil dari slump test ini juga digunakan untuk mengukur tingkat workability

P a g e 21 | 37
walaupun sebenarnya yang diukur disini hanyalah satu macam sifat yaitu
konsistensi.
Percobaan ini menggunakan alat yang bernama slump cone dengan
diameter dasar 250 mm dan ujung atas dengan diameter 100 mm. Tinggi
dari cone yang digunakan adalah 300 mm. Cone (kerucut) yang kita
gunakan pertama-tama bagian dalamnya dibasahkan, ini bertujuan untuk
mencegah lengketnya adonan beton dengan kerucut. Lalu kerucut tersebut
diletakkan di atas dasar atau lantai yang halus; dengan tingkat kemampuan
menyerap air yang rendah. Lalu sementara kerucut diletakkan, tester
menahan kerucut tersebut dengan beban. Kerucut yang digunakan tersebut
diisi dengan 3 lapis (layer) beton yang masing-masing bervolume 1/3 dari
volume kerucut dengan ditusuk-tusuk 25 kali. Setelah kita berhasil mengisi
kerucut tersebut maka selanjutnya kita membalikkan kerucut tersebut ke
atas tanah. Segera setelah itu kerucut diangkat secara vertikal untuk
mengetahui sifat atau bentuk slump yang terjadi(Yuris K. 2008).
Dalam Peraturan Beton Indonesia tahun 1971, ditetapkan nilai-nilai
slump berikut untuk berbagai pekerjaan beton:
Tabel 2.3 Nilai-nilai Slump Untuk Berbagai Pekerjaan Beton
Slump (cm)
Uraian
maksimum Minimum
Dinding, pelat pondasi dan telapak pondasi
12,5 5,0
bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
9,0 2,5
knstruksi di bawah tanah
Pelat, balok, kolom dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan masal 7,5 2,5
(Sumber: PBI. 1971)

2.3 Jenis – Jenis Beton

Adapun jenis-jenis beton adalah sebagai berikut :

P a g e 22 | 37
a. Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang berat volumenya <1900 kg/m³,

dipakai untuk elemen non struktural. Dibuat dengan cara membuat

membuat gelembung udara dalam adukansemen, menggunakan agregat

ringan (tanah liat bakar/batu apung) atau pembuatan beton non-pasir.

b. Beton Normal

Beton Normal adalah beton yang berat volumenya 2200-2500

kg/m³, dipakai hampir semua bagian struktural bangunan.

c. Beton Berat

Beton Berat adalah beton yang berat volumenya>2500 kg/m³,

dipakai untuk struktur teretentu misalnya struktur yang harus tahan

terhadap radiasi atom.

d. Beton Jenis Lain

Adapun jenis-jenis beton jenis lain adalah sebagai berikut :

1. Beton massa (mass concrete)

Beton yang dituang dalam volume besar, biasanya untuk pilar,

bendungan dan pondasi turbin pada pembangkit listrik. Pada saat

pengecoran beton jenis ini, pengendalian diutamakan pada

pengelolaan panas hidrasi yang timbul, karena semakin besar massa

beton maka suhu didalam beton semakin tinggi. Bila perbedaan suhu

didalam beton dan suhu di permukaan beton >20 ºC dapat

menimbulkan terjadinya tegangan tarik yang disertai retak-retak.

Retak beton juga dapat timbul akibat penyusutan beton (shrinkage)

P a g e 23 | 37
yang dipengaruhi oleh kelembaban beton saat pengerasan

berlangsung.Selain itu, besarnya volume beton saat pengecoran mass

concrete akan beresiko timbulnya cold-joint pada permukaan beton

baru dengan beton lamamengingat waktu setting beton yang singkat

(±2 jam), sehingga perludirencanakan metode pengecoran yang sesuai

dengan perilaku beton tersebut.Berdasarkan hal-hal diatas, maka

langkah preventif untuk menghindariterjadinya retak beton dapat

dikategorikan atas pemilihan komposisi beton (nilaislump, pemberian

admixture, FAS) dan praktek pelaksanaan di lapangan (suhuudara saat

pengecoran, curing, menggunakan bekisting dengan

kemampuanisolasi yang bagus dan menyiapkan construction joint) .

Pemberian tulanganekstra untuk menahan gaya tarik akibat panas

hidrasi dapat juga dilakukansebagai salah satu pertimbangan

struktural.

2. Ferosemen (ferrocement)

Mortar semen yang diberi anyaman kawat baja. Beton ini

mempunyai ketahanan terhadap retakan, ketahanan terhadap patah

lelah, daktilitas, fleksibilitas dan sifat kedap air yang lebih baik dari

beton biasa.

3. Beton serat (fibre concrete)

Komposit dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat,

dapat berupa serat plastik/baja. Beton serat lebih daktail daripada

P a g e 24 | 37
beton biasa, dipakai pada bangunan hidrolik, landasan pesawat, jalan

raya dan lantai jembatan.

4. Beton Siklop

Beton biasa dengan ukuran agregat yang relatif besar-besar.

Agregat kasar dapat sebesar 20 cm. Beton ini digunakan pada

pembuatan bendungan dan pangkal jembatan.

5. Beton Hampa

Seperti beton biasa, namun setelah beton tercetak padat, air sisa

reaksi hidrasi disedot dengan cara vakum (vacuum method).

6. Beton Ekspose

Beton ekspose adalah beton yang tidak memerlukan proses

finishing, biasanya beton ini dihasilkan dengan menggunakan bahan

bekisting yang dapat menghasilkan permukaan beton yang halus

(misal baja dan multiplek film). Beton ini sering dijumpai pada

gelagar jembatan, lisplang, kolom dan balok bangunan.

2.4 Sifat Mekanik Beton

Sifat mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam

memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik

ditunjukkan oleh tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik,

perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap

sulfat dan klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.4.1 Kuat Tekan Beton

P a g e 25 | 37
Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu
yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton merupakan sifat
terpenting dalam kualitas beton dibanding dengan sifat-sifat lain.
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan
semen, agregat kasar dan halus, air(Wang dan Salmon. 1990).
Benda uji yang digunakan untuk kuat tekan berbentuk silinder
kubus seperti pada gambar 2.1 berikut:

(a) Silinder (b) Kubus


Gambar 2.1 Cetakan Benda Uji Kuat Tekan Beton
(Sumber: Medium.com)
Kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur.
Semakin tinggi tinggkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin
tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Pengujian kuat tekan beton
dilakukan menggunakan alat Mesin Kompresor (Compressor
Machine) dengan rumus(Lawrence H.Van Vlack. l989) :

f’c = …(pers. 8)

Keterangan :
f’c = Mutu beton (MPa)
F = Gaya (N)
A = Luas penampang (mm2)

P a g e 26 | 37
Pada Peraturan Beton Indonesia tahun 1971, diterangkan
perbandingan kekutan tekan beton pada berbagai benda uji sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Benda Uji

Benda uji Perbandingan kekuatan tekan

Kubus 15 x 15 x 15 cm 1,00
Kubus 20 x 20 x 20 cm 0,95
Silinder 15 x 30 cm 0,85
(Sumber : PBI. 1971)
Kuat tekan beton mengalami peningkatan seiring dengan

bertambahnya umur beton. Kuat tekan beton dianggap mencapai 100

% setelah beton berumur 28 hari. Menurut SNI T-15-1991,

perkembangan kekuatan beton dengan bahan pengikat PC type 1

berdasarkan umur beton disajikan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2.1 Nilai Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Umur Beton

3 7 14 21 28 90 365
Umur Beton (Hari)

0,40 0,65 0,88 0,95 1,00 1,20 1,35


Semen Portland Biasa

Semen Portland
0,55 0,75 0,90 0,95 1,00 1,15 1,20
dengan kekuatan awal
yang tinggi

(Sumber, PBI 1971 N.I.2)

Kuat tekan beton dihitung dengan menggunakan rumus yaitu

sebagai berikut :

P a g e 27 | 37
F’c = …(pers. 9)

Keterangan :

F’c = Kuat tekan beton (Mpa)

P = Beban maksimum (N)

A = Luas tekan benda uji (mm²)

F’crata-rata = …(pers. 10)

Keterangan :

F’c rata-rata = Kuat tekan beton rata-rata (Mpa)

N = jumlah benda uji (buah)

2.4.2 Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas beton merupakan kemiringan garis singgung

(slope dari garis lurus yang ditarik) dari kondisi tegangan nol ke kondisi

tegangan 0,45 f’c pada kurva tegangan-regangan beton. Modulus

elastisitas beton dipengaruhi oleh jenis agregat, kelembaban benda uji

beton, faktor air semen, umur beton dan temperaturnya. Secara umum,

peningkatan kuat tekan beton seiring dengan peningkatan modulus

elastisitasnya.

Menurut SNI-03-2847 (2002) pasal 10.5 hubungan antara nilai

modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton adalah Ec =

4700 . Modulus elastisitas beton dihitung dengan rumus :

P a g e 28 | 37
Ec = …(pers. 10)

Ecrata-rata = …(pers. 11)

Keterangan :

Ec = Modulus elastisitas beton (Mpa)

S2= Tegangangan yang terjadi saat beban 40% P maksimum, S2 =

A = Luas Penampang silinder (mm²)

P2 = Beban pada saat 40% Pmak (N)

S1= Tegangan yang terjadi saat regangan longitudinal mencapai

0,000050 Mpa, S1 = (Mpa)

P1 = Beban pada saat regangan mencapai 0,00005 (N)

ε2 = Regangan longitudinal pada saat beban mencapai 40% Pmak (P2)

2.3.3 Kuat Tarik Beton

Salah satu kelemahan beton adalah mempunyai kuat tarik yang

sangat kecil dibandingkan dengan kuat tekannya yaitu 10%–15% f’c.

P a g e 29 | 37
Kuat tarik beton berpengaruh terhadap kemampuan beton di dalam

mengatasi retak awal sebelum dibebani. Pengujian terhadap Kekuatan

tarik beton dapat dilakukan dengan cara :

1. Pengujian tarik langsung

2. Pengujian tarik belah (pengujian tarik beton tak langsung)

Dengan membelah silinder beton terjadi pengalihan tegangan

tarik melalui bidang tempat kedudukan salah satu silinder dan silinder

beton tersebut terbelah sepanjang diameter yang dibebaninya. Kuat

tarik belah benda uji dihitung dengan rumus :

Fct = …(pers. 12)

Keterangan :

Fct = Kuat tarik belah (Mpa)

P = beban uji maksimum (beban belah/hancur) dengan newton (N)


yang ditunkukkan mesin uji tekan

L = panjang benda uji silinder (mm)

D = diameter benda uji silinder (mm)

2.4 Workability

Workability sulit untuk didefinisikan dengan tepat, namun sering

diartikan sebagai tingkat kemudahan pengerjaan campuran beton untuk

diaduk, dituang, diangkut dan dipadatkan. Unsur-unsur yang mempengaruhi

sifat kemudahan dikerjakan antara lain (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1992):

P a g e 30 | 37
1. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. makin banyak air

yang dipakai, makin mudah beton segar itu dikerjakan. Tetapi pemakaian

air juga tidak boleh terlalu berlebihan.

2. Penambahan semen kedalam campuran juga memudahkan cara

pengerjaan betonnya, karena pasti juga diikuti dengan penambahan air

campuran untuk memperoleh nilai faktor air semen tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil, jika campuran pasir dan kerikil

mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan

beton mudah dikerjakan.

4. Pemakaian butiran yang bulat memudahkan cara pengerjaan.

5. Pemakaian butiran maksimum kerikil yang dipakai berpengaruh terhadap

cara pengerjaan.

6. Cara pemadatan beton menentukan sifat pekerjaan yang berbeda.

7. selain itu, beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah

kadar udara yang terdapat di dalam beton dan penggunaan bahan tambah

dalam campuran beton.

2.5 Slump Sebagai Ukuran Kekentalan Beton

Slump merupakan perbedaan tinggi dari adukan dalam suatu cetakan

berbentuk kerucut terpancung terhadap tinggi adukan setelah cetakan

diambil. Batasan slump bagi jenis elemen struktur dinyakan dalam Tabel

2.2. Nilai pada Tabel 2.2 berlaku untuk pemadatan dengan alat pengetar.

Untuk cara pemadatan yang lain, nilai-nilai slump dapat dinaikkan 25 mm

lebih besar.

P a g e 31 | 37
Tabel 2.2 Ukuran slump yang dianjurkan bagi berbagai jenis konstruksi
Nilai Slump
Uraian
Maksimum Minimum
Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak
80 25
bertulang
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
80 25
konstruksi dibawah tanah
Pelat, balok, kolom dan dinding 100 25
Perkerasan jalan 80 25
Pembetonan massal 50 25
(sumber: Rulli Ranastra Irawan, 2012)

P a g e 32 | 37
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka
untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data
yang telah didapatkan tersebut.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan (Maret-Mei 2020) dan


bertempat di ruang laboratorim Survey dan Pengujian Bahan, Fakultas Teknik,
Universitas Halu Oleo, Kendari.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

P a g e 33 | 37
(Sumber: Google Earth. 2020)
3.3 Diagram Alur Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Bahan
Pengujian

Pengujian Bahan
(Kerikil dan Pasir Sungai)
1. Kadar Air
2. Kadar Lumpur
3. Berat Volume
4. Analisa Saringan
5. Berat Jenis dan Penerapan
6. Keausan Agregat Kasar

Pembuatan mix desain beton Cara DOE dengan mutu beton (f’c)
Yang di desain sebesar 20 Mpa

Pengujian Beton Segar : slump test

Pembuatan Benda Uji Silinder Beton @10 bh Tiap Umur Beton, total 30 bh

Perawatan/perendaman selama 7, 14 dan 28


hari

Pengujian kuat tekan beton pada umur 7, 14 dan 28 hari

Analisa Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3 Alur Penelitian

P a g e 34 | 37
3.4 Peubah yang diamati

Peubah atau variabel yang di amati dalam penelitian ini adalah nilai
kuat tekan beton (f’c) yang di peroleh dari pengujian kuat tekan terhadap
benda uji silinder beton di laboratorium setelah dilakukan perendaman
selama 7 hari, 14 hari dan 28 hari berdasarkan komposisi campuran agregat
pada mix desain
3.5 Model Penelitian

Model penelitian yang dilakukan adalah modelpenelitian kuantitatif


dengan melakukaneksperimen di laboratorium yang bersifatsistematis dan
menggunakan model-model yangbersifat matematis
3.6 Rancangan Penelitian

Bahan penelitian di ambil di lokasipengambilan material berupa


kerikil dan pasir yangberada di pinggir sungai, benda uji diambil
secaraacak, sehingga dapat mewakili keseluruhanmaterial yang ada,
sebagian sampeldiambil darisisi kiri sungai, sebagianya lagi diambil dari
sisikanan sungai dari beberapa tumpukan materialyang ada sehingga dapat
mewakili keseluruhanmaterial. Alat-alat yang digunakan dalampengambilan
dan penyiapan material antara lainsekop, cangkul, karung, sendok-sendok
dankendaraan angkut untuk mobilisasi material darilokasi pengambilan
sampel ke laboratorium.Penyiapan bahan penelitian disesuaikan
denganrencana kebutuhan benda uji untuk mix desainbeton, jumlah dan
banyaknya benda uji yangdisiapkan dapat dihitung sebagai berikut :

P a g e 35 | 37
Tabel 2.3 Perkiraan Kebutuhan Material
Komposisi Kebutuhan Material
Tiap Material
No Material Campuran benda Uji Total
(M3)
Perkiraan (M3)
Semen
1 1 = 0,2 0,031821
Tonasa
2 Pasir Sungai 1,5 = 0,3 30 bh x 0,005304 = 0,15911 0,047732
Kerikil
3 2,5 = 0,5 0,079554
Sungai
Catatan :Satu buah benda uji silinder dia.15 cm tinggi 30 cm = 0,005304 M3

Pengujian laboratorium dilakukan terhadapmaterial pasir dan


kerikil mengacu pada metodeSNI, sedangkan mix desain beton
menggunakancara DOE (Development ofEnvironment)

3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang digunakandalam penelitian ini terdiri


atas studi literatur danpengujian laboratorium. Studi literatur
dilakukandengan cara menghimpun data-data atau sumber-sumber yang
berhubungan dengan topik yangdiangkat dalam suatu penelitian antara lain
melaluijurnal, pustaka dan internet. Sedangkan pengujianlaboratorium
dilakukan untuk memperoleh datakarakteristik material kerikil dan pasir
sungai yangdiuji untuk selanjutnya dilakukan perhitungan mixdesain beton
dan pembuatan serta pengujian bendauji silinder beton untuk memperoleh
data kuattekan beton (f’c).

3.8 Metode Pengujian Bahan

Jenis dan standar pengujian yang digunakanmeliputi :1.Pengujian


aggregat (kerikil danpasir) meliputi:
a. Pengujian kadar air aggregat (SNI 03-1971-1990)
b. Pengujian kadar lumpur aggregat (SNI 03-4142-1996)
c. Pengujian berat isi aggregat (SNI 03-4804-1998)
d. Berat jenis dan penyerapan air aggregatkasar (SNI 03-1969-2008)

P a g e 36 | 37
e. Berat jenis dan penyerapanair aggregathalus (SNI 03-1970-2008)
f. Keausan aggregat kasar dengan mesinlosangeles(SNI 03-2417-2008)

P a g e 37 | 37

Anda mungkin juga menyukai