Anda di halaman 1dari 9

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Aqidah Akhlak


B. Kegiatan Belajar : KB 1 (Al-Asma’ al-Husna)
C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

Peta Konsep (Beberapa


1 istilah dan definisi) di modul
bidang studi

1. AL-ASMA’ AL-HUSNA
a) Pengertian Al-Asma’ al-Husna
Secara bahasa, al-Asma’ al-Husna terdiri dari dua suku
kata, yaitu al-asma yang berarti nama-nama, dan al-
husna yang berarti yang paling bagus, baik, cantik. Jadi,
al-asma' al-husna berarti nama-nama yang terbaik.

Adapun secara istilah, al-Asma’ al-Husna adalah nama-


nama yang disandang Allah menunjukkan sifat-sifat
yang amat sempurna dan tidak sedikitpun tercemar
dengan kekurangan.
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, para ulama berbeda
pendapat tentang jumlah al-Asma’ al-Husna:
 Al-Thabathabai dalam tafsir Al-Mizan menyatakan
bahwa jumlah al-Asma’ al-Husna ada 127 nama.
 Ibnu Barjam al-Andalusi dalam karyanya Syarh al-
Asma’ al-Husna manyatakan bahwa jumlah al-Asma’
al-Husna ada 132 nama.
 Al-Qurthubi dalam Al-Kitab al-Asna fi Syarh al-Asma’
al-Husna, menyebutkan hingga mencapai lebih dari
dua ratus nama al-Asma’ al-Husna.
 Adapun riwayat yang populer menyebutkan bahwa
bilangan al-Asma’ al-Husna adalah 99 nama.

b) Konsep Al-Asma’ al-Husna Tentang Allah


Sebagian ulama berpendapat bahwa kata Allah (‫)هللا‬
berasal dari kata al-Ilah (‫ )االله‬yang berarti menyembah
(‫)عبد‬. Kata al-Ilah juga dapat diderivasi dari kata alih (‫)أله‬
yang berarti ketenangan (‫)سكن‬, kekhawatiran (‫)فزع‬, dan
rasa cinta yang mendalam (‫)ولع‬. Ketiga makna tersebut
mengarah kepada makna keharusan untuk tunduk dan
mengagungkan.

Prof. Dr. Quraish Shihab mengatakan, bahwa kata Allah


(‫ )هللا‬terulang dalam al-Quran sebanyak 2.698 kali, kata
Ilah (‫ )إله‬disebut sebanyak 111 kali dalam bentuk
mufrad, ilahaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan
alihah dalam bentuk jamak disebut ulang sebanyak 34
kali. Kata ilah (tanpa dhamir) dalam al-Qur’an
disebutkan sebanyak 80 kali.

Ibnu al-‘Arabi (560-638 H) menyebut dan membedakan


Tuhan yang dipercayai manusia saat ini meliputi:
 Tuhan kepercayaan (ilah al-mu’taqad)
 Tuhan yang dipercayai (al-ilah al-mu’taqad)
 Tuhan dalam kepercayaan (al-ilah fi al-i’tiqad)
 Tuhan Kepercayaan (al-haqq al-i’tiqad)
 Tuhan yang dalam kepercayaan (al-haqq al-ladzi fi al-
mu’taqad)
 Tuhan yang diciptakan dalam kepercayaan (al-haqq
a-Makhluq fi al-i’tiqad)

Kata Tuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


diartikan sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja, dan
disembah oleh manusia sebagai Yang Mahakuasa,
Mahaperkasa, dan sebagainya.

Konsepsi teologi Islam tentang ketuhanan terangkum


dalam QS. al-Nas/114: 1-3:
َّ َٰ َ َّ َ َّ َ ُ ُ َ ُۡ
ِ ‫اس إِلهِ ٱنل‬
‫اس‬ ِ ‫ِك ٱنل‬ ِ ‫ب ٱنل‬
ِ ‫اس مل‬ ِ ‫قل أعوذ بِر‬

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang


memelihara dan menguasai) manusia; Raja manusia;
Sembahan manusia” (QS. al-Nas/114: 1-3).

Berdasarkan penjelasan dalil naqli di atas, konsep


ketuhanan dalam teologi Islam dikenal dengan tiga
istilah:
 Rab (Pemelihara)
 Malik (Raja), dan
 Ilah (Sesembahan)
Kesemua sebutan tersebut untuk menyebut Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu Allah SWT.

c) Konsep Al-Asma' Al-Husna Tentang Al-Rahman dan Al-


Rahim
Kata al-Rahman (‫ )الرخمن‬berasal dari kata Rahima (‫)رخيم‬
yang artinya menyayangi atau mengasihi yang terdiri
dari huruf Ra, Ha, dan Mim, yang mengandung makna
kelemahlembutan, kasih sayang, dan kehalusan. Di
dalam al-Qur’an kata al-Rahman terulang sebanyak 57
kali, sedangkan al-Rahim (‫ )الرخيم‬sebanyak 95 kali.

Lafaz al-Rahman dan al-Rahim keduanya merupakan


isim yang berakar dari bentuk masdar al-Rahman
dengan maksud mubalagah; lafaz al-Rahman lebih balig
(kuat) daripada lafaz al-Rahim. al-Rahman artinya Yang
Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, sedangkan
alRahim artinya Yang Maha Penyayang di akhirat.

d) Konsep Al-Asma' Al-Husna Tentang Al-Malik


Setelah al-Rabb, maka sifat Allah yang menyusul adalah
al-Malik (‫ )الملك‬yang secara umum diartikan raja atau
penguasa.

Kata "Malik" terdiri dari tiga huruf yakni Mim, Lam, dan
Kaf, yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan
dan keshahihan. Kata Malik pada mulanya berarti ikatan
dan penguatan. Kata Malik terulang di dalam al-Qur'an
sebanyak 5 kali, 2 di antaranya dirangkaikan dengan
kata "hak" dalam arti yang "pasti dan sempurna," yaitu
terdapat dalam surah Thaha ayat 114 dan surah al-
Mukminun ayat 122.

Imam Al-Gazali menjelaskan arti "Malik" yang berarti


raja yang merupakan salah satu nama Asmaul Husna
dengan menyatakan bahwa "Malik" adalah yang tidak
butuh pada zat dan sifat-Nya segala yang wujud, bahkan
Dia adalah yang butuh kepadaNya segala sesuatu yang
menyangkut segala sesuatu, baik pada zat-Nya, sifat-
Nya, wujud-Nya dan kesinambungan eksistensinya.

2. MUKJIZAT, KAROMAH, DAN SIHIR


a) Konsep Tentang Mukjizat
Secara bahasa, mukjizat berasal dari Bahasa Arab yang
telah dibakukan ke dalam Bahasa Indonesia, yaitu al-
Mu’jizat (‫)المعجزة‬. Al-mu’jizat adalah bentuk kata
mu’annas (female) dari kata mudzakkar (male) al-mu’jiz.
Al-mu’jiz adalah isim fa’il (nama atau sebutan untuk
pelaku) dari kata kerja (fi’l) a’jaza (‫)أعجز‬. Dalam al-
Qur’an, kata a’jaza dalam berbagai bentuk (derivasinya)
terulang sebanyak 26 kali dalam 21 surat dan 25 ayat.

Kata tersebut diambil dari akar kata ‘ajaza-yu’jizu-ajzan


wa ‘ajuzan wa ma’jizan wa ma’jizatan/ma’jazatan
(‫ )ومعجزة – ومعجزا – وعجوزا – عجزا – يعجز – عجز‬yang secara
harfiah antara lain berarti lemah, tidak mampu, tidak
berdaya, tidak sanggup, tidak dapat (tidak bias), dan
tidak kuasa. Al-‘ajzu adalah lawan dari kata al-qudrah
yang berarti sanggup, mampu, atau kuasa. Jadi, al-‘ajzu
berarti tidak mampu alias tidak berdaya.

Adapun secara istilah, mukjizat adalah sesuatu urusan


(hal) yang menyalahi tradisi, dibarengi atau diiringi
dengan tantangan atau pertandingan dan terbebas dari
perlawanan (menang).

Berdasarkan definisi mukjizat di atas, dapat


dikemukakan tiga unsur pokok mukjizat yaitu:
 Menyalahi tradisi atau adat kebiasaan (khariqun lil
‘adah). Sesuatu (mukjizat) yang tidak menyalahi
tradisi, atau kejadiannya sesuai dengan kebiasaan
yang umum atau bahkan lazim berlaku, tidak dapat
dikatakan mukjizat. Itulah sebabnya mengapa
banyak hal aneh yang dikeluarkan oleh ahli-ahli sulap
bahkan ahli-ahli sihir tidak dinyatakan sebagai
mukjizat (QS. Al-Nisa/4: 171).
 Dibarengi dengan perlawanan. Maksudnya, mukjizat
harus diuji dengan melalui pertandingan atau
perlawanan sebagaimana layaknya sebuah
pertandingan. Untuk membuktikan bahwa itu
mukjizat, harus ada upaya konkret lebih dulu dari
pihak lain (lawan) untuk menandingi mukjizat itu
sendiri.
 Tak terkalahkan, yaitu bahwa mukjizat itu setelah
dilakukan perlawanan terhadapnya, ternyata tidak
terkalahkan untuk selama-lamanya.

Adapun menurut Said Aqil Munawar, ada 5 syarat agar


suatu hal bisa dikatakan sebagai mukjizat:
 Tidak sanggup dilakukan oleh siapapun selain Allah,
Tuhan Yang Maha Kuasa.
 Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan
dengan hukum alam.
 Mukjizat harus menjadi saksi terhadap risalah
ilahiyyah yang dibawa oleh orang yang mengaku
Nabi, sebagai bukti akan kebenarannya.
 Terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang
mengajak bertanding menggunakan mukjizat
tersebut.
 Tidak ada seorangpun yang dapat membuktikan dan
membandingkan dalam pertandingan tersebut.

Mukjizat dibagi menjadi dua bagian pokok:


 Mukjizat yang bersifat material indriawi lagi tidak
kekal. Contohnya: mukjizat nabi-nabi terdahulu.
 Mukjizat material, logis, lagi dapat dibuktikan
sepanjang masa. Contohnya: Al-Qur’an.

Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok:


 Para nabi sebelum Nabi Muhammad saw ditugaskan
untuk masyarakat dan masa tertentu. Oleh karena
itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan
masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka.
Berbeda dengan Nabi Muhammad Saw. yang diutus
untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman,
sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap
dipaparkan pada setiap orang yang ragu di manapun
dan kapanpun mereka berada.
 Manusia mengalami perkembangan dalam
pemikirannya. Sedangkan fungsi mukjizat sendiri
adalah sebagai bukti kebenaran para nabi.

b) Konsep Tentang Karomah


Secara bahasa, karamah berasal dari bahasa arab ‫كرم‬
yang berarti kemuliaan, keluhuran, dan anugerah.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan
karomah dengan keramat, yang diartikan sebagai suci
dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan
manusia biasa karena ketaqwaannya kepada Tuhan.

Menurut ulama sufi, karamah berarti keadaan luar


biasa yang diberikan Allah SWT kepada para wali-Nya.
Wali ialah orang yang beriman, bertakwa, dan beramal
shaleh kepada Allah SWT.
Adapun secara istilah, berikut beberapa pengertian
karomah:
 Menurut Abul Qasim al-Qusyairi, karomah adalah
suatu aktivitas yang dianggap sebagai hal yang
bertentangan dengan adat kebiasaan manusia pada
umumnya, yaitu dapat juga dianggap sebagai realitas
sifat wali-wali Allah tentang sebuah makna
kebenaran dalam situasi yang dianggap kurang baik.
 Menurut Syekh Ibrahim Al-Bajuri, karomah adalah
sesuatu luar biasa yang tampak dari kekuasaan
seorang hamba yang telah jelas kebaikannya yang
diteyapkan karena adanya ketekunan didalam
mengikuti syariat nabi.
 Dalam buku Meluruskan Pemahaman Tentang Wali
karya Abu Fajar Alqalami, dijelaskan bahwa karomah
atau kekeramatan disebut juga khariqul ’adah, yaitu
suatu kejadian yang dianggap luar biasa.

Karomah diberikan oleh Allah kepada kekasih-kekasih


pilihan-Nya yang bertakwa, shalih sebagai hujjah
agamaNya dan untuk menolong mereka dari usuh-
musuh Allah, sebagaimana mukjizat para nabi sebagai
hujjah orang-orang yang ingkar kepada Allah. Ciri-ciri
seorang hamba yang memiliki karomah:
 Tidak memiliki doa-doa khusus sebagai suatu bacaan
 Karomah hanya terjadi pada seorang yang sholeh
 Seseorang yang memiliki karomah tidak pernah
secara sengaja mengaku-ngaku bahwa dirinya
memiliki karomah

Adapun maksud atau tujuan dari pemberian karomah


kepada para wali:
 Dapat lebih meningkatkan keimanan kepada Allah
 Masyarakat menjadi lebih percaya kepada seorang
wali Allah, yang senantiasa meneruskan perjuangan
nabi Muhammad SAW
 Karomah merupakan bukti nyata meninggikan
derajat seorang wali agar dirinya selalu tetap
istiqomah di jalan Allah
c) Konsep Tentang Sihir
Secara bahasa, sihir yang dalam bahasa Arab tersusun
dari huruf ‫ ر‬,‫ ح‬,‫( س‬siin, ha, dan ra) bermakna segala
sesuatu yang sebabnya nampak samar. Oleh karena itu,
kita mengenal istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki akar
kata yang sama, yaitu siin, ha dan ra, yang artinya waktu
ketika segala sesuatu nampak samar dan remang-
remang.

Adapun secara istilah, berikut beberapa pengertian


sihir:
 Menurut Ibnul Qudamah, sihir adalah jampi atau
mantra yang memberikan pengaruh baik secara
zhohir maupun batin, semisal membuat orang lain
menjadi sakit, atau bahkan membunuhnya,
memisahkan pasangan suami istri, atau membuat
istri orang lain mencintai dirinya.
 Menurut Abu Bakr Ar Rozi, sihir adalah segala
sesuatu yang sebabnya samar dan bersifat
mengalabui, tanpa adanya hakikat, dan terjadi
sebagaimana muslihat dan tipu daya semata.
 Menurut Al-Laits, sihir adalah suatu perbuatan yang
dapat mendekatkan diri kepada syaitan dengan
bantuannya.
 Menurut Ibnu Faris, sihir berarti menampakkan
kebathilan dalam wujud kebenaran.
 Di dalam kitab al-Mu’jamul Wasith disebutkan
bahwa sihir adalah sesuatu yang dilakukan secara
lembut dan sangat terselubung.
 Di dalam kitab Muhithul Muhith disebutkan, bahwa
sihir adalah tindakan memperlihatkan sesuatu
dengan penampilan yang paling bagus, sehingga bisa
menipu manusia.
 Menurut Fakhruddin ar-Razi, sihir hanya khusus
berkenaan dengan segala sesuatu yang sebabnya
tidak terlihat dan digambarkan tidak seperti hakikat
yang sebenarnya, serta berlangsung melalui tipu
daya.
 Menurut Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, sihir adalah
ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan yang
dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau
melakukan sesuatu yang mempengaruhi badan, hati
atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi
langsung dengannya.
 Menurut Ibnul Qayyim, sihir adalah gabungan dari
berbagai pengaruh ruh-ruh jahat, serta interaksi
berbagai kekuatan alam dengannya.

Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan


bahwa sihir adalah kesepakatan antara tukang sihir dan
syaitan dengan ketentuan bahwa tukang sihir akan
melakukan berbagai keharaman atau kesyirikan dengan
imbalan pemberian pertolongan syaitan kepadanya dan
ketaatan untuk melakukan apa saja yang dimintanya.

Daftar materi bidang studi 1. Mukjizat hissi (material dan iderawi)


2 yang sulit dipahami pada 2. Mukjizat ma’nawi (immateral dan logis)
modul

Daftar materi yang sering


3 mengalami miskonsepsi 1. Al-Rahman dan Al-Rahim
dalam pembelajaran 2. Malik dan maalik

Anda mungkin juga menyukai