TESIS
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM MAGISTER
JAKARTA
JUNI 2017
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
MAGISTER MANAJEMEN KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI
JAKARTA
JUNI 2017
ii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik Jurusan
Manajemen Ketenagalistrikan dan Energi pada Fakultas Teknik Universitas
Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan seminar ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
(1) Dr.Ing., Eko Adhi Setiawan, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
(2) Pihak Universitas Indonesia, yang menjadi tempat menuntut ilmu;
(3) Orang tua, adik saya, dan istri tercinta yang telah memberikan bantuan
dukungan material dan moral; dan
(4) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
vi
Kata Kunci: energi terbarukan, grid parity, PLTS PV atap, skenario harga jual
viii
It’s time to Indonesia as an equator country and has the potential for solar energy
as much as 4.8 kWh/m2/day to develop solar based renewable energy widely.
Nowadays, the cost of electricity for photovoltaic system is still higher than the
utility conventional tariff, but the trend shows that the cost of electricity of
photovoltaic system is decreasing, and the utility tariff is increasing until grid parity
that will be reached in 2021 in Indonesia. By taking example of 2 kWp PV rooftop
we draw up a scenarios of the electricity excess selling price to grid to provide the
good financial profit to PT PLN as the utility company with consider the profit from
the user of 2 kWp PV rooftop. This Research show that the net billing scenario
where the excess selling price as much as the LCOE of PV rooftop has the most
profit to PT PLN in the amount of Rp 1.100.213,59 ± 20% to one house for 10
years.
ix
ABSTRAK .......................................................................................................viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
LAMPIRAN ...................................................................................................... 63
Tabel 4.1. Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik Nasional .......................... 40
Tabel 4.3. Tabel Harga Jual dan Harga Beli Net Billing Skenario 1 ........................... 50
Tabel 4.4. Harga Jual dan Beli Net Billing Skenario 2 ............................................... 52
Tabel 4.5. Harga Jual dan Beli Net Billing Skenario 3 ............................................... 54
Tabel 4.6. Tabel Pembelian Excess Listrik dari Pengguna PLTS-PV Atap ................. 56
1 Universitas Indonesia
Pada satu sisi dampak dari jumlah penduduk yang besar, akan berakibat
pada kebutuhan energi yang semakin meningkat. Kebutuhan energi yang besar
tentu harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas listrik yang besar. Pemasok
energi listrik di Indonesia saat ini masih didominasi oleh energi fosil/konvensional
dimana dengan semakin besarnya kapasitas listrik yang dibutuhkan akan
mendorong penggunaan energi fosil yang juga besar, dimana sumber energi fosil
tentu terbatas jumlahnya dan sering dikaitkan dengan isu lingkungan bagi banyak
negara di Eropa dimana diklaim bahwa energi konvensional tersebut menjadi
penyebab efek rumah kaca yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya global
warming [2].
Kapasitas Rasio
No Type Sumber Daya
Terpasang (MW) (%)
1 Hidro (MW) 75.000 MW 7573 10.1
Panas Bumi
2 (MW) 28.910 MW 1344 4.65
3 Biomassa (MW) 32.654 MW 1717 5.26
4 Surya 4,8 kWh/m2/hari 48 -
5 Angin 3-6 m/s 187 -
6 Laut 49 GW ***) 0.01****) 0
7 Uranium 3000 MW **) 30*) 0
Sel surya atau yang biasa disebut photovoltaic (PV) dilihat dari potensinya
merupakan salah satu sumber energi yang cukup melimpah di Indonesia yang
pemanfaatannya masih perlu lebih dimaksimalkan dalam berbagai kapasitas.
Salah satu sistem yang mendukung hal tersebut dan bisa diaplikasikan di
Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berbasis Photovoltaic
(PV), dimana salah satu diantaranya yang kami jadikan contoh adalah dalam sistem
rumah cerdas (smart house system) berbasis panel surya. Sistem rumah cerdas
berbasis panel surya merupakan sebuah sistem rumah mandiri energi berbasis panel
surya yang menyediakan layanan manajemen energi untuk secara efisien memantau
Universitas Indonesia
Sistem berbasis PV atap (rooftop) pada saat ini belum dapat dianggap
kompetitif untuk bersaing dengan tarif listrik dari utilitas. Hal ini disebabkan karena
secara umum biaya penyediaan PV atap masih lebih tinggi dari harga tarif dan biaya
penyediaan dari listrik konvensional.
Universitas Indonesia
Secara garis besar, akan ada 2 skenario utama yang akan dikembangkan
kedalam 5 skenario lanjutan dalam penelitian ini. Yang pertama yaitu skenario net
metering, dengan harga jual dan harga beli excess mengikuti harga tarif perusahaan
utilitas, sedangkan skenario kedua menggunakan net billing. Pada dasarnya secara
prinsip kerja net metering sama dengan net billing, namun yang membedakan
adalah pada skema net billing kelebihan excess dikuantisasi dalam bentuk uang
dengan harga jual listrik ke grid dimungkinkan untuk tidak mengikuti harga tarif
listrik yang berlaku saat itu (kesepakatan prosumer dan perusahaan utilitas),
sedangkan skema net metering kelebihan excess dikuantisasi dalam bentuk energi
(kWh) untuk sebagai pengurang tagihan listrik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
membahas tentang metode penelitian dan data yang digunakan; Bab empat
membahas tentang analisis dari karya tulis/tugas akhir; dan Bab lima berisi
kesimpulan dan saran.
Universitas Indonesia
Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil sehingga
beberapa solar cell perlu digabungkan agar terbentuklah satuan komponen yang
disebut panel atau panel surya.
Gambar 2.1 dibawah menunjukkan tipikal kurva I-V. tegangan (V) adalah
sumbu horizontal. Arus (I) adalah sumbu vertikal. Kebanyakan kurva I-V diberikan
dalam Standar Test Conditions (STC) 1000 watt per meter persegi radiasi (atau
disebut satu matahari puncak/ one peak sun hour) dan 25 derajat Celcius/ 77 derajat
Fahrenheit suhu panel surya. Sebagai informasi STC mewakili kondisi optimal
dalam lingkungan laboratorium. Kurva I-V terdiri dari 3 hal yang penting yaitu
Maximum Power Point (Vmp dan Imp), Open Circuit Voltage (Voc), dan Short
Circuit Current (Isc). Pada kurva I-V, Vmp dan Imp adalah titik operasi dimana
maksimum pengeluaran / output yang dihasilkan oleh panel surya saat kondisi
operasional. Dengan kata lain, Vmp dan Imp dapat diukur pada saat solar cell panel
8 Universitas Indonesia
diberi beban pada 25 derajat Celcius dan radiasi 1000 watt per meter persegi.
Sebagai salah satu ukuran performansi panel surya adalah efisiensi, yaitu
rasio perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari panel
surya yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Untuk PV monocrystalline
mempunyai efisiensi 12-15 %.
Secara garis besar ada 2 konfigurasi umum untuk PV system, off grid PV
system (tidak terkoneksi jaringan) dan on grid PV system (terkoneksi jaringan).
(Sistem Off Grid, On Grid PLTS, 2012) [5].
Universitas Indonesia
Sistem off grid umumnya digunakan pada daerah / wilayah yang jauh / tidak
terjangkau jaringan listrik (PLN). Secara umum off grid PV system ada yang
menggunakan battery (stand alone PV system with battery) dan tanpa battery (stand
alone PV without battery).
Rangkaian sistem ini akan tetap berhubungan dengan jaringan PLN dengan
mengoptimalkan pemanfaatan energi dari panel surya untuk menghasilkan energi
listrik semaksimal mungkin. Pada sistem ini bisa menggunakan atau tanpa baterai.
Biasanya baterai hanya digunakan sebagai back up saja.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
b) Grid tie / on grid solar inverter, berfungsi sebagai pengubah arus listrik
searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC) dari sumber panel surya.
Dalam hal ini kami menggunakan Grid Tie inverter berjenis Growatt, yang
mampu mengonversi energi dari DC ke AC. Grid tie inverter ini dilengkapi
dengan Growatt shine wifi yang berfungsi sebagai piranti komunikasi secara
wireless untuk memudahkan dalam pengaturan.
c) Unit pengendali dan sistem informasi (bila diperlukan), berupa satu set unit
pengendali (controller) berupa Programmable Logic Controller (PLC)
beserta Human Machine Interface (HMI) sebagai media antarmuka yang
memungkinkan pengguna untuk dapat melihat secara real time mengenai
kondisi beban, supply demand yang terjadi pada PLTS-PV atap.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ada tujuh prosedur analisis ekonomi teknik menurut Sullivan, Wicks, &
Luxhoj (2006), yakni: definisi permasalahan; pengembangan alternatif; pembuatan
cash-flow untuk setiap alternatif; pemilihan kriteria; analisis dan perbandingan tiap
alternatif; penentuan alternatif yang dipilih; serta evaluasi hasil dan kinerja.
Thuesen, & Fabrycky. (1993) menyatakan bahwa terdapat arus kas masuk
dan keluar pada kegiatan ekonomi. Arus kas masuk dan keluar tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk diagram yang disebut cash-flow diagram, seperti
terlihat pada Gambar 2.7., dengan arah panah positif berarti kas masuk dan panah
negatif menunjukkan kas keluar. Penentuan arah panah positif dan negatif pada
diagram tersebut bergantung pada sudut pandang mana, apakah sudut pandang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
=∑ ( / , %, ) − ∑ ( / , %, ) (2.1)
Universitas Indonesia
∑ ( / , %, ) = ∑ ( / , %, ) (2.2)
IRR atau nilai i’% harus dibandingkan dengan MARR untuk mengevaluasi
apakah suatu alternatif layak untuk dijalankan. Apabila IRR ≥ MARR maka
alternatif tersebut layak untuk dijalankan, namun tidak untuk sebaliknya.
= ∑( − )− ≥ 0 (2.3)
Universitas Indonesia
Berdasarkan formula di atas, harga unit energi dihitung dengan cara jumlah
total biaya selama masa hidup sistem dibagi dengan jumlah energi yang diproduksi
sistem selama masa hidupnya. Dengan demikian akan diperoleh harga LCOE (cost
of energy) dalam satuan ₵/kWh (centsUSD/kWh) atau dalam Rp/kWh.
Akan tetapi untuk konteks Indonesia yang memberikan subsidi pada harga
penjualannya, penulis menggunakan definisi pertama yaitu harga pembelian
dimana ini juga masih disederhanakan lagi menjadi biaya pokok penyediaan (BPP)
tenaga listrik nasional dengan mengabaikan margin keuntungan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Secara umum, bersifat global Learning Curve untuk komponen penyusun panel
surya diantaranya adalah PV sebesar 10% per tahuun, Inverter sebesar 10% per
tahun, Balance of System (BOS) sebesar 7% per tahun, serta baterai sebesar 6% per
tahun.
Perbedaan mendasar antara net metering dan feed in tariff terletak pada
acuan harga yang digunakan antara keduanya, sistem mekanisme pembayarannya
serta kapasitas yang digunakan. Untuk net metering menggunakan acuan harga
Universitas Indonesia
listrik utilitas saat itu/on the spot sedangkan untuk feed in tariff menggunakan tarif
khusus yang diatur pemerintah yaitu tarif FIT yang diatur dengan undang-undang
karena untuk mendorong investor dalam berinvestasi di bidang IPP energi
terbarukan.
Universitas Indonesia
Dalam analisis time series yang menjadi variabel yang dicari adalah waktu.
Universitas Indonesia
Regresi linier sederhana adalah analisis regresi antara satu vaiabel terikat
dan satu variabel bebas. Dalam analisis deret waktu yang linier adalah analisis pola
hubungan yang dicari dengan satu variabel yang mempengaruhinya : waktu.
Sedangkan analisis deret waktu yang non linier, merupakan analisis hubungan
antara variabel yang dicari dengan hanya satu (1) yang mempengaruhinya, yaitu
variabel waktu.
Y = F (x) (2.5)
Dimana :
Y = Dependent variable (variabel yang dicari)
X = Independent variable (variabel yang mempengaruhinya)
Notasi regresi sederhana dengan menggunakan regresi linier (garis lurus)
dapat digunakan sebagai berikut :
Y=a+bX (2.6.)
a=
Y b X (2.7)
n n
atau :
a=Y -b X (2.8)
Universitas Indonesia
n XY X Y
b= (2.9)
n X 2 ( X ) 2
atau
b=
XY X Y (2.10)
2
X XX
Kerena Y merupakan harga penaksiran regresi, maka sangat mungkin
terjadi kekeliruan (error) yaitu selisi antara Y observasi dengan Y taksiran. Oleh
karena itu perlu dihitung Standar Error of Estimate (kekeliruan standar dari
penaksiran) baik untuk persamaan regresi ( Y ) maupun untuk konstanta (a) dan
untuk koefisien regresi (b). Standar Error of Estimate digunakan untuk mengukur
simpangan dari data aktual disekitar garis regresi. Jika garis regresi memberikan
Standar Error of Estimate yang kecil artinya garis regresi tersebut sangat mewakili
data aktual.
S xy
y b1 xy
(2.11)
n 1 k
S a S xy
x (2.12)
2
n x
Universitas Indonesia
Dan Standar Error of Estimate untuk koefisien regresi (Sb) dapat dijelaskan
dengan persamaan berikut:
1
S b S xy (2.13)
x2
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua
atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y).
Secara perhitungan proyeksi maupun dalam menentukan Standar Error of Estimate
secara prinsip sama perbedaannya terletak pada variabel independen yang
mencapai lebih dari satu.
Y = + 1 1 + 2 2 +⋯+ (2.14)
Keterangan:
Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
a = Konstanta (nilai Y apabila X1, X2…..Xn = 0)
Universitas Indonesia
2.6.1. Meteonorm
Universitas Indonesia
SAM dapat melakukan pemodelan untuk sistem energi terbarukan antara lain
sistem photovoltaic, Solar Water Heating, sistem tenaga angin skala kecil dan
besar, geothermal, sistem biomass.
Model yang dijalankan oleh SAM menghasilkan daya keluaran sistem setiap
jam selama satu tahun. Untuk itu dibutuhkan data iklim tahunan sesuai dengan
lokasi dari desain sistem energi terbarukan yang diinginkan. Dalam penelitian ini,
data iklim diperoleh dari Meteonorm.
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian bab ini akan dijabarkan metode dari penelitian dalam
penulisan buku seminar ini yang meliputi identifikasi masalah, studi literatur,
pengumpulan data, dan pengolahan serta analisis data.
Universitas Indonesia
a) Data beban rumah tangga (VA) yang akan diteliti. Data beban ini penting
untuk menentukan spesifikasi perangkat yang digunakan dan klasifikasi
rumah tangga tersebut termasuk masyarakat golongan menengah ke atas
atau masyarakat bawah. Dalam penelitian ini akan digunakan beban rumah
tangga masyarakat menengah ke atas. Data dapat diperoleh dari pengukuran
langsung dirumah atau dengan perkiraan rata-rata beban harian rumah
tangga pada klasifikasi daya tersebut.
b) Data radiasi matahari. Data ini penting digunakan untuk melihat tingkat dan
besarnya energi yang dihasilkan photovoltaic (PV) / panel surya. Semakin
tinggi radiasi matahari maka kemungkinan panel surya akan menghasilkan
energi semakin tinggi. Di setiap daerah di Indonesia data radiasi matahari
tidak selalu sama. Data ini didapatkan dari Meteonorm yaitu referensi
meteorologi yang komprehensif, yang memberi akses ke katalog data
meteorologi untuk aplikasi matahari dan desain sistem pada setiap lokasi
yang diinginkan di dunia.
c) Data spesifikasi dan harga perangkat. Spesifikasi peralatan dan lifetime
perangkat sangat diperlukan untuk melihat usia perangkat, serta kesesuaian
sebuah perangkat dengan perangkat lain. Hal ini akan berpengaruh pada
nilai kelayakan investasi dari project yang dibangun.
Karena data dikeluarkan oleh produsen dari alat-alat tersebut dan barang
berstandar internasional, sehingga validitasnya diakui.
d) Data tarif listrik dan biaya penyediaan tenaga listrik Indonesia dari tahun-
tahun sebelumnya.
e) Data historis peralatan penyusun PLTS-PV Atap serta learning rate
penurunan setiap komponen.
Dalam penelitian ini data diolah untuk mendapatkan data keekonomian dari
rumah PLTS-PV atap menggunakan bantuan perangkat lunak System Advisor
Model (SAM), dengan memasukkan data radiasi, data teknis peralatan yang
dipergunakan dan data keuangan, sebagaimana diagram alir dalam gambar 3.1
berikut. Output dari SAM adalah hasil-hasil berupa hasil perhitungan keekonomian
Universitas Indonesia
Mulai 1
Tentukan
Input data iklim electricity
rates
Tentukan
Tentukan jenis
electricity
Modul
load
Input
Datasheet Simulasikan Desain
Inverter
Output
Tentukan sistem berupa
desain summary
data
Selesai
Input system
cost data
Dari data yang ada yaitu berupa COE atau BPP dari sistem rumah PLTS-
PV atap yang diramalkan beberapa tahun kedepan, dan tren dari biaya listrik utilitas
akan didapatkan grid parity di Indonesia.
Universitas Indonesia
1. Tahapan Seminar
Dalam tahapan ini dilakukan pengambilan data radiasi dengan bantuan
meteonorm yang kemudian hasil output dari meteonorm menjadi salah satu
yang akan dimasukkan dalam simulasi menggunakan System Advisor Model
bersama dengan data peralatan, harga peralatan, serta system cost untuk
melihat parameter keekonomian dari pada sistem panel surya rumah di
Indonesia Output dari SAM tersebut menandakan beberapa paramater
ekonomi dari sistem PLTS-PV atap. Dengan memasukkan data trend harga
modul panel surya, inverter, serta BOS yang kian lama kian menurun dalam
SAM sehingga akan didapat trend harga keekonomian sistem panel surya
bersama dengan trend Biaya Pokok (BPP) Penyediaan Tenaga Listrik
Indonesia untuk rumah tangga 2200 VA. Garis persinggungan antara trend
harga panel surya sistem dan trend BPP listrik nasional menunjukkan bahwa
sesungguhnya dalam tahun tersebut sudah mencapai grid parity. Harga
penyediaan dari sistem panel surya sudah sama dengan biaya penyediaan
listrik utilitas.
Universitas Indonesia
2. Tahapan Thesis
Dalam tahapan thesis hasil daripada seminar akan dikembangkan lebih
lanjut. Setelah melihat hasil dari seminar, lebih lanjut dalam thesis akan
dikembangkan skenario kebijakan dan pentarifan yang mungkin dari
berbagai kondisi yang ada. Setelah menyusun berbagai skenario dari
mekanisme yang mungkin untuk diterapkan untuk rumah PLTS-PV atap
akan dipilih skenario kebijakan terbaik dan model harga jual yang memadai
untuk digunakan dalam PLTS-PV atap.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tahun 2010 dan data temperatur antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 pada
setiap koordinat lintang dan bujur.
Output dari Meteonorm adalah berupa file yang berisi data lengkap setiap jam
dalam satu tahun serta data perbulan dari iklim pada koordinat yang telah
ditentukan. Data iklim yang dimaksudkan disini adalah daily global irradiance,
daily temperature, radiation, precipitation, sunshine duration, dan data lainnya
dalam bentuk file .txt dan .csv jika memilih format TMY3.
Gambar 3.4 Data Radiasi Matahari Kota Depok Per-Bulan Selama Setahun
Universitas Indonesia
Gambar 3.5 Data Durasi Penyinaran Matahari Selama Setahun Kota Depok
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Data finansial diperlukan dalam simulasi. Nilai dari data-data finansial yang
dimasukkan akan berpengaruh terhadap output keekonomian yang dihasilkan oleh
perangkat lunak SAM. Data-data finansial yang diperlukan diantaranya sebagai
berikut:
Kurva beban atau disebut profil beban, secara sederhana dapat diartikan
sebagai kurva yang menggambarkan penggunaan beban (listrik) dalam suatu waktu.
Dikatakan dalam suatu waktu karena selangnya itu dapat berupa tahunan,
mingguan, bahkan harian. Namun, penggunaan yang paling umum adalah kurva
beban harian seperti pada gambar berikut. Dalam gambar 3.7. berikut.
Dalam gambar 3.7. berikut dapat dijelaskan bahwa grafik beban harian
rumah yang menggunakan PLTS-PV atap dapat di pikul pada beban siang hari oleh
produksi PLTS-PV atap pada pukul 08.00-14.00 dan dapat menjual excess listrik
kepada perusahaan utilitas (net export), sedangkan pada durasi waktu yang lain
Universitas Indonesia
Gambar 3.7 Profil Beban Dan Excess Listrik PLTS-PV Atap Skema Net Metering
Universitas Indonesia
BAB IV
PEMBAHASAN
Dengan mengetahui nilai X, nilai b, serta nilai a akan dengan lebih mudah diketahui
perubahan nilai Y yang merupakan variabel dependen.
Universitas Indonesia
Dari sebaran data tersebut kemudian kita regresikan sesuai dengan persamaan
regresi sederhana dengan analisis deret waktu dan pendekatan ekonometri tersebut
sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Sehingga kita dapatkan persamaan untuk grafik regresi sederhana sebagai berikut:
Universitas Indonesia
1000
Rp/kWh
800
600
400
200
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Dari hasil regresi dapat kita lihat bahwa persamaan untuk grafik diatas
adalah y = 69,176 x +428,77 dimana y dalam (Rp/kWh), dan x adalah tahun ke-1
dimulai dari tahun 2004 dst hingga tahun ke-12 yaitu tahun 2015.
1,500.00
1,000.00
500.00
0.00
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
Tahun
Universitas Indonesia
Dari grafik terlihat bahwa pada tahun 2030 perkiraan biaya penyediaan listrik di
Indonesia sebesar Rp 2.300/kWh dengan rentang estimasi ± 20%.
Tren kenaikan harga ini dipicu oleh banyak hal salah satunya tren kenaikan
harga sumber energi fosil secara global. Sementara di satu pihak, penyusun sistem
ketenagalistrikan di Indonesia masih sangat didominasi oleh pembangkit berbahan
bakar fosil. Dari data yang ada trend kenaikan BPP tenaga listrik nasional sebesar
9% per tahun.
Universitas Indonesia
1500
1000
500
0
TAHUN
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa trend BPP untuk rumah PLTS-PV
atap mengalami penurunan layaknya trend harga modul solar panel. Hal ini bisa
terjadi karena trend secara umum untuk komponen penyusun rumah PLTS-PV atap
semakin menurun seiring dengan semakin meluasnya penggunaan komponen-
komponen tersebut dan semakin gencarnya penelitian internasional dibidang energi
terbarukan berbasis panel surya. Sebagai komponen yang cukup besar, besarnya
penurunan dari tahun 2030 dibanding 2013 untuk trend modul panel surya sebesar
60% hal ini turut berpengaruh terhadap penurunan trend BPP sistem rumah PLTS-
PV atap yang cukup signifikan.
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Solar Grid Parity untuk Rumah PLTS-PV Atap di Indonesia
Dari grafik tersebut didapatkan titik temu antara BPP TL nasional dengan BPP
rumah PLTS-PV atap adalah pada kisaran tahun 2021 untuk skenario realistis, pada
tahun 2019 untuk skenario optimis dan pada tahun 2023 untuk skenario pesimis.
Pada saat itu BPP TL Nasional dan BPP rumah PLTS-PV atap berada di kisaran
harga Rp 1700/kWh ± 20%.
Saat telah tercapai grid parity, BPP sistem rumah PLTS-PV atap sudah akan
sama dan berangsur-angsur lebih kecil daripada BPPTL nasional sehingga sistem
ini sudah bisa dipertimbangkan untuk digunakan dengan mekanisme net metering
di atas.
Hal yang mungkin terjadi adalah bisa saja dalam kurun waktu tertentu
masuk suatu sumber pembangkit baru yang secara harga lebih murah misalnya
pembangkit listrik bertenaga nuklir, tentu hal ini membuat grid parity bergeser
cenderung ke kanan, yaitu semakin lama terjadi kondisi grid parity tercapai.
Universitas Indonesia
20.0
19.1 18.6
15.0 17.2
TAHUN
15.2
13.6
10.0 12.1
10.9
9.8 8.9
5.0 8.0 7.3
6.6 6.0
5.6 5.1 4.7
0.0
TAHUN
Universitas Indonesia
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai Discounted payback period
(PP) dari skenario 1 di tahun tahun awal masih cukup besar, artinya saat nilai balik
modal masih cukup panjang. Semakin cepat nilai balik modal, artinya semakin
cepat pula nilai investasi tersebut kembali. Meskipun tidak selalu jadi acuan untuk
kelayakan investasi, namun nilai Discounted PP ini cukup berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan dalam investasi.
Selain Discounted PP, hal yang lebih utama untuk menentukan layak atau
tidaknya investasi yang akan dirancang, nilai Net Present Value (NPV) yaitu nilai
neto waktu sekarang.
50,000,000
40,000,000
(Rupiah)
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Tahun
Gambar 4.6 NPV untuk Skenario Net Metering Tanpa Baterai 2021-2030
Grafik tersebut menggambarkan nilai NPV pada tahun saat setelah terjadi
grid parity. Untuk skenario 1 yaitu menggunakan mekanisme net metering
sebagaimana diterapkan memiliki nilai NPV yang bernilai positif dan akan semakin
besar nilainya dari 2021 hingga pada tahun 2030 seiring dengan penurunan harga
dari komponen-komponen pendukung yaitu PV panel, balance of system (BOS),
serta harga inverter itu sendiri. Dalam arti lain untuk tahun-tahun mendatang akan
Universitas Indonesia
Dengan harga jual dan beli yang sama dengan skenario NM 1, akan
disimulasikan beberapa parameter untuk melihat kelayakan investasi dari
penggunaan batterai dan akan dibandingkan dengan skema tanpa batterai.
Universitas Indonesia
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
-10,000,000
-20,000,000
Gambar 4.7 Perbedaan NPV antara Net Metering dengan dan Tanpa Baterai
Dari grafik tersebut, perbedaan yang cukup mencolok adalah besarnya nilai
NPV dimana untuk penggunaan baterai nilai NPV akan berangsur positif sejak
tahun 2024 dan pada tahun terjadinya grid parity yaitu pada tahun 2021, sistem net
metering rumah PLTS-PV atap dengan baterai masih belum bisa dianggap layak.
Hal ini menandakan bahwa penggunaan baterai masih dianggap belum layak hingga
pada tahun 2024. Sehingga dalam penelitian ini tidak disarankan untuk
menggunakan baterai pada saat terjadi grid parity 2021.
Universitas Indonesia
Dalam net billing skenario 1 ini, akan dipergunakan skema net billing
dengan asumsi harga jual listrik dari prosumer merupakan nilai tengah antara
LCOE rumah berbasis panel surya dan dari biaya pokok produksi nasional.
Pada asumsi ini penetapan tarif beli dan jual adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Harga Jual dan Harga Beli Net Billing skenario 1
Harga Harga Jual Harga Harga
Tahun Tahun
Beli (Rp) (Rp) Beli (Rp) Jual (Rp)
2013 1.106,45 1.840,61 2022 1.777,95 1.660,63
2014 1.303,71 1.826,24 2023 1.838,70 1.662,15
2015 1.509,00 1.582,64 2024 1.899,45 1.660,28
2016 1.461,80 1.729,85 2025 1.960,20 1.660,45
2017 1.474,20 1.712,47 2026 2.020,95 1.667,36
2018 1.534,95 1.693,73 2027 2.081,70 1.671,57
2019 1.595,70 1.683,77 2028 2.142,45 1.681,86
2020 1.656,45 1.671,11 2029 2.203,20 1.688,77
2021 1.717,20 1.667,22 2030 2.263,95 1.702,44
Dari hasil simulasi dengan perangkat lunak System Advisory Model (SAM),
didapatkan hasil berupa grafik yang menggambarkan besarnya NPV dari tahun
2021 setelah terjadinya grid parity hingga tahun 2030 sebagai berikut:
Universitas Indonesia
50,000,000
40,000,000
(Rupiah)
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Tahun
Dari hasil pengujian dengan SAM, didapat perubahan nilai NPV yang
semakin menjauhi grid parity semakin besar, dimana pada tahun 2021 besarnya
NPV sebesar Rp. 20.250.000,- sedangkan pada tahun 2030 besarnya NPV sudah
besar yaitu bernilai Rp 54.567.000,-. Dengan kata lain dapat penulis sebut bahwa
dengan skenario net billing 1 ini, dengan acuan harga jual merupakan selisih atau
nilai tengah antara Biaya Pokok Penyediaan grid dengan Biaya Penyediaan energi
terbarukan rumah PLTS-PV atap dikatakan layak untuk diterapkan dari segi
konsumen. Sehingga jika skenario ini diterapkan, konsumen akan mendapatkan
pengembalian yang layak, dimana untuk nilai Discounted Payback Period-nya,
berada pada kisaran 11 tahun untuk taun 2021, dengan harapan jika prosumer
menginvestasikan pada tahun 2021 akan mendapat keuntungan bersih nilai
sekarang sebesar Rp 20.250.000,- dengan tingkat pengembalian/titik impas selama
11 tahun.
Pada skenario net billing kedua ini, acuan harga yang dipakai adalah harga
jual beli energi terbarukan yang dipakai di Amerika, yaitu dengan acuan harga
jual.
Harga Jual = LCOE + IRR*LCOE (4.2)
Universitas Indonesia
Acuan harga ini adalah acuan harga yang dipakai di Amerika untuk menentukan
harga jual energi terbarukan.
Dengan asumsi seperti itu dapat kita kalkulasi berdasarkan harga LCOE net
metering dan IRR dari net metering yang menjadi dasar dari asumsi harga yang
penulis susun.
Daftar harga jual dapat kita tuliskan dalam tabel sebagai berikut:
Universitas Indonesia
50,000,000
40,000,000
(Rupiah)
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Tahun
Dari hasil pengujian dengan SAM, didapat perubahan nilai NPV yang
semakin menjauhi grid parity semakin besar, dimana pada tahun 2021 besarnya
NPV sebesar Rp. 20.682.000,- sedangkan pada tahun 2030 besarnya NPV sudah
besar yaitu bernilai Rp 54.094.000,-. Dengan kata lain dapat penulis sebut bahwa
dengan skenario net billing 2 ini, dengan acuan harga jual yaitu sesuai dengan
Persamaan (4.1) dapat dikatakan layak untuk diterapkan dari segi konsumen.
Dengan skenario ke 3, maka harga jual excess listrik akan sama dengan nilai
LCOE nya. Dengan asumsi seperti itu, maka pihak perusahaan utilitas bisa membeli
excess listrik dengan harga yang paling rendah diantara ketiga skenario net billing
tersebut.
Universitas Indonesia
Sebagai dasar adalah semakin kecil harga jual yang dibeli oleh PT PLN akan
semakin besar keuntungannya. Yang menjadi perhatian adalah bahwa dengan
semakin untungnya PT PLN juga jangan sampai menimbulkan kerugian di sisi
prosumer.
Untuk daftar harga beli dan jual sebagaimana daftar tabel berikut,
Universitas Indonesia
NPV Skenario NB 3
60,000,000
50,000,000
40,000,000
(Rupiah)
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0
2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Tahun
Dari skenario net billing ke-3 ini merupakan skenario dengan nilai jual
excess paling rendah, namun tetap mendapatkan keuntungan yang cukup tinggi
pada tahun 2021 hingga 2030. Hal ini tidak lepas dari prinsip net billing yang
merupakan pengembangan dari net metering untuk menghemat
pengeluaran/pembelian listrik dari perusahaan utilitas.
Pada tahun-tahun setelah grid parity, saat harga LCOE energi dari panel
surya sudah cukup murah dan berimbas pada besarnya penghematan dari pembelian
energi listrik dari utilitas, maka meskipun terdapat perbedaan nilai harga jual yang
lebih rendah daripada harga beli tetap menguntungkan karena semakin banyak nilai
uang yang dihemat dengan semakin menurunnya LCOE listrik dari panel surya
dibandingkan dengan tingkat harga.
Pada tahun 2021, saat terjadinya Grid Parity, nilai bersih investasi sekarang
(NPV) berada pada nilai Rp. 20.236.500,- dengan tingkat waktu pengembalian
investasi selama 10 tahun 11 bulan. Sehingga jika skenario ini diterapkan dari sisi
prosumer pun tetap akan mendapatkan tingkat pengembalian yang layak.
Dari sisi pemerintah, nilai excess yang dijual ke perusahaan utilitas dari
pemilik rumah PLTS-PV atap menjadi perhatian utama. Dari hal ini perusahaan
Universitas Indonesia
utilitas berpeluang mengambil keuntungan dari selisih harga jual dan beli dari
prosumer, yaitu pemilik PLTS-PV atap.
Dengan nilai excess sebesar 174,2885 kWh per tahun (untuk tanpa baterai)
dan 160 kWh/tahun (dengan baterai) akan disimulasikan perbandingan ke-5
skenario di atas untuk mendapatkan keuntungan terbaik bagi perusahaan utilitas.
Kita ambil skenario 10 tahun sejak terjadinya grid parity, dimana dengan asumsi
proyeksi harga listrik berjalan dari tahun 2021 hingga 2030.
Tabel 4.6 Tabel Pembelian Excess Listrik dari Pengguna PLTS-PV atap
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5
Nb: Excess tanpa baterai 174,29 kWh/tahun, excess dengan baterai 160.97
kWh/tahun.
Dari ke 5 skenario tersebut, harga beli perusahaan utilitas dari excess rumah
PLTS-PV atap 2 kWp yang paling tinggi adalah dari skenario 1 yaitu Rp
3.469.343,- dan yang paling rendah dari skenario 5 yaitu Rp. 2.369.130,-. Sehingga
pengeluaran untuk membeli excess oleh pemerintah.
Universitas Indonesia
POTENSI KEUNTUNGAN
PERUSAHAAN UTILITAS
1,200,000.00
1,000,000.00 1,100,213.59
800,000.00
Rupiah
600,000.00
554,764.65 582,154.60
400,000.00
200,000.00
0.00 0.00
0.00
skenario 1 skenario 2 skenario 3 skenario 4 skenario 5
Universitas Indonesia
Dari ke-5 skenario diatas dari sisi prosumer yaitu pengguna PLTS-PV atap
ke lima skenario menjanjikan tingkat pengembalian yang hampir sama, namun
dipandang dari sisi perusahaan utilitas yang juga menginginkan manfaat yang lebih
dari adanya PLTS-PV atap ini, skenario ke 5 yaitu skenario net billing dengan harga
jual sebesar dengan nilai LCOE PLTS-PV atap itu sendiri menunjukkan
keuntungan yang paling besar diantara ke 5 skenario diatas.
Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Grid parity yaitu kondisi dimana harga pokok penyediaan dari energi
terbarukan akan sama atau lebih kecil dari harga penyediaan energi listrik
konvensional. Semakin menjauhi setelah kondisi grid parity, potensi
keuntungan bagi investor jika menanamkan investasi pada tahun-tahun
setelah grid parity akan semakin besar. Grid parity PLTS-PV Atap 2 kWp
akan mencapai grid parity di Indonesia pada tahun 2021 (skenario realistis).
2. Untuk PLTS-PV Atap 2 kWp skema net metering tanpa baterai akan sudah
layak dan tepat untuk diterapkan di Jawa pada saat terjadi grid parity pada
tahun 2021 dan untuk skema menggunakan baterai masih belum layak
diterapkan pada tahun tersebut.
3. Dari 5 skenario harga jual yang dikembangkan, hanya skenario net metering
dengan baterai yang belum layak dan memberikan keuntungan finansial
untuk penggunanya untuk dibangun saat terjadi grid parity tahun 2021.
4. Dari ke 5 skenario yang diuji, skenario ke 5 yang paling layak dipilih karena
paling mendapatkan keuntungan bagi perusahaan utilitas / PT PLN atas
excess yang dibeli, dengan keuntungan sebesar Rp 1.100.213,59 per-rumah
dengan faktor koreksi ±20% dari pembelian excess energi dari setiap PLTS-
PV atap 2 kWp dalam rentang 10 tahun.
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
[1] Nasional, Dewan Energi. (2014). Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, RI.
[2] Harjanto, N. T. (2008). Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil dan
Prospek PLTN Sebagai Sumber Energi Listrik Nasional. Jurnal BATAN, 39-
50.
[3] Bin Zhou, W. L. (2016). Smart home energy management systems: Concept,
configurations, and scheduling strategies. Renewable and Sustainable Energy
Reviews 61 (2016), 30-40.
[4] Ozkan, N. B., Boteler, B., & Amerighi, O. (2014). European smart home
market development: Public Views on technical and economic aspect across
the United Kingdom, Germany, and Italy . Energy Research & Social Science
3, 65-77.
[5] Sistem Off Grid, On Grid PLTS. (2012, 11 21). Diambil kembali dari
solarsuryaindonesia.com: http://solarsuryaindonesia.com/info/sistem-off-
grid-on-grid-tie
[6] Sullivan, W. G., Wicks, E. M., & Luxhoj, J. T. (2006). Engineering economy
(13th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Universitas Indonesia
[9] Dahlan, N Y. (2014). Solar Grid Parity for Malaysia: Analysis Using
Experience Curves. IEEE 8th International Power Engineering and
Optimization Conference (PEOCO2014), Langkawi, 1-6.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
[3] http://ebtke.esdm.go.id/regulation/9/feed.in.tariff
[4] http://www.nrel.gov/docs/fy10osti/44849.pdf
Universitas Indonesia
63 Universitas Indonesia
5000
4000
3000
2000
1000
0
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
TAHUN
30,000,000
25,000,000
(Rupiah)
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
10,000,000
8,000,000
(Rupiah)
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
Cash Flow
3,000
2,000
1,000
0
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
(USD)
-1,000
-2,000
-3,000
-4,000
-5,000
year
1000
Y
500
0
0 20 40 60 80 100 120
Sample Percentile