Anda di halaman 1dari 92

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS SKENARIO OPTIMASI PEMANFAATAN ENERGI LISTRIK


TENAGA SURYA PADA SEKTOR INDUSTRI

TESIS

FITRIA YULIANI
1506696602

FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER MANAJEMEN TENAGA LISTRIK DAN ENERGI
JAKARTA
JANUARI 2018

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS SKENARIO OPTIMASI PEMANFAATAN ENERGI LISTRIK


TENAGA SURYA PADA SEKTOR INDUSTRI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik

FITRIA YULIANI
1506696602

FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER MANAJEMEN TENAGA LISTRIK DAN ENERGI
JAKARTA
JANUARI 2018

ii

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018
Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018
Jakarta
8 Januari 2018

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik
Jurusan Manajemen Energi pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) Dr.-Ing. Eko Adhi Setiawan, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
(2) Ir. Purnomo Sidi Priambodo, M.Sc., Ph.D. dan Ir. Wahidin Wahab, M.Sc.,
PhD, selaku dosen penguji pada tesis yang telah memberikan masukan dan
input yang sangat berarti dalam penyususnan tesis ini;
(3) Orang tua, keluarga dan suami tercinta, Nur Muchamad Arifin, yang dalam
senang dan susah selalu mendukung dan mendorong untuk menyelesaikan
tesis dengan baik;
(4) Seluruh staf pengajar Magister Manajemen Ketenagalistrikan dan Energi
Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Sahabat
seperjuangan Arief, Ica, Andres, dan Asril yang saling membantu dalam
menyelesaikan tesis ini;
(5) Teman-teman di Direktorat Aneka Energi Baru dan Terbarukan, khususnya
Mba Isti dan Mas Wondo, yang telah membantu menjelaskan mengenai
pengembangan PV dan memberikan data-data pendukung.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagipengembangan ilmu.

Jakarta, Januari 2018


Penulis

vi

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawahini:

Nama : Fitria Yuliani


NPM : 1506696602
ProgramStudi : Manajemen Tenaga Listrik dan Energi
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS SKENARIO OPTIMASI PEMANFAATAN ENERGI LISTRIK


TENAGA SURYA PADA SEKTOR INDUSTRI

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, danmemublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : Januari 2018
Yang menyatakan

(Fitria Yuliani)

vii

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018
ABSTRAK

Nama : Fitria Yuliani


Program Studi : Manajemen Tenaga Listrik dan Energi
Judul : Analisis Skenario Optimasi Pemanfaatan Energi Listrik
Tenaga Surya pada Sektor Industri

Pembangkit listrik berbasis energi terbarukan diperkirakan akan


meningkat secara signifikan di tahun-tahun ke depan. Pada tahun 2025,
Pemerintah menetapkan target pengembangan energi terbarukan (ET) sebagai
energi primer sebesar 23% dengan persentase pembangkit listrik berbasis energi
terbarukan sebesar 40% atau sekitar 45 GW. Permintaan tenaga listrik sektor
industri merupakan kedua terbesar setelah sektor rumah tangga, yaitu sekitar 35%
dari total permintaan energi final.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis skenario optimasi
biaya pemanfaatan listrik berbasis energi surya (PV Rooftop) pada sektor
industri, sehingga keputusan untuk mengintegrasikan PV Rooftop dengan industri
dapat menjadi solusi bagi penyediaan energi secara mandiri dan meningkatkan
nilai tambah industri tersebut.
Penelitian ini menggunakan pengembangan perhitungan Levelized Cost of
Electricity (LCOE), dan analisis kelayakan keekonomian pada PV Rooftop
terintegrasi pada industri melalui perhitungan Net Present Value (NPV)
penghematan listrik dengan skenario skema Net Metering dan Net Biling dengan
mempertimbangkan kapasitas PV rooftop terpasang dan kecenderungan tarif
listrik PT PLN di Industri dengan menggunakan aplikasi System Advisor Model
(SAM).
PV rooftop pada industri akan menghasilkan nilai pengembalian investasi
positif melalui skema Net Metering. Hal ini ditunjukkan dengan nilai NPV positif
sebesar $69.076 dan Payback period selama 8 tahun. NPV ini didapatkan dari
hasil penghematan biaya listrik yang dihasilkan tanpa sistem PV. Semakin besar
kapasitas PV terpasang semakin besar nilai NPV. Namun, kapasitas PV terpasang
dibatasi oleh luas lahan tersedia dan economic value biaya sistem PV.

Kata kunci:
Energi terbarukan, PV Rooftop, Industri, Levelized Cost of Electricity (LCOE),
Kelayakan Keekonomian

viii Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


ABSTRACT

Name : Fitria Yuliani


Study Program : Electicity Power and Energy Management
Title : Optimization Scenario Analysis of Solar PV Utilization in
Industrial Sector

Renewable energy power generation is expected to increase significantly


in the years to come. In 2025, the Government sets a target of renewable energy
development as primary energy by 23% with a percentage of renewable energy-
based power generation of 40% or about 45 GW. The demand for industrial
power is the second largest after the household sector, which is about 35% of the
total final energy demand.
The objective of this research is to analyze the optimized cost scenario of
solar pv utilization (PV Rooftop) in industrial sector, so that the decision to
integrate the Rooftop PV with the industry can be a solution for independent
energy supply in some areas and increase the added value of the industry.
This research uses the development of Levelized Cost of Electricity
(LCOE) calculation, and economic feasibility analysis on PV Rooftop integrated
in industry through Net Present Value (NPV) electricity saving calculation with
Net Metering and Net Biling scheme scenario taking into account the installed
rooftop PV capacity and tariff trend electricity PT PLN in the industry by using
the application System Advisor Model (SAM).
PV rooftop in the industry will generate positive returns on investment
through the Net Metering scheme. This is indicated by a positive NPV value of $
69,076 and a payback period of 8 years. This NPV is obtained from the resulting
electricity cost savings without PV system. The larger the installed PV capacity
the greater the NPV value. However, the installed PV capacity is limited by the
available land area and the economic value of PV system costs.

Keywords:
Renewable Energy, Rooftop PV, Industry, Levelized Cost of Electricity (LCOE),
Economic Feasibility

ix Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ vii

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................. vii

ABSTRAK ........................................................................................................... viii

ABSTRACT ........................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
1.5 Ruang Lingkup & Batasan Masalah ....................................................... 4
1.6 Metodologi Penelitian ............................................................................. 4
1.8 Sistematika Penulisan ............................................................................. 4

BAB 2 KEEKONOMIAN PV-ROOFTOP MENGGUNAKAN SIMULASI


SYSTEM ADVISOR MODEL (SAM) DAN ANALISIS SKENARIO DENGAN
MENGGUNAKANA REGRESI LINEAR ............................................................ 5
2. 1. Kebijakan Pengembangan PLTS Indonesia ............................................ 5
2. 2. Aplikasi PV Rooftop ............................................................................... 9
2. 3. Teori Mekanisme Tarif Net Metering dan Net Billing .......................... 10
2. 4. Analisis Kelayakan Keekonomian ........................................................ 12
2.4. 1. Levelized Cost of Electricity.......................................................... 12
2.4. 2. Penelitian mengenai Levelized Cost of Electricity (LCOE) .......... 14

x Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


2.4. 3. Learning Curve ............................................................................. 15
2.4. 4. Teori Ekonomi Teknik .................................................................. 16
2.4.3. Analisis Sensitivitas ...................................................................... 18
2. 5. Simulasi Keekonomian System Advisor Model (SAM) ........................ 20
2.5. 1. SAM Model dan Data Input .......................................................... 21
2.5. 2. Hasil: Tabel, Grafik dan Laporan.................................................. 22
2.5. 3. Pilihan Analisis ............................................................................. 22
2. 6. Analisis Skenario dengan Regresi Linear ............................................. 23
2.6.1. Model Optimasi............................................................................. 23
2.6.2. Analisis Regresi Linear ................................................................. 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN DAN DATA STUDI KASUS .............. 26


3. 1. Jenis Penelitian ...................................................................................... 26
3. 2. Pembuatan Model.................................................................................. 27
3. 3. Tahapan Penelitian ................................................................................ 29
3. 4. Input Process Output (IPO) Penelitian ................................................. 29
3. 5. Tahapan Simulasi SAM ........................................................................ 31
3. 6. Tahapan Simulasi Stokastik .................................................................. 33
3. 7. Data Studi Kasus ................................................................................... 33
3.7. 1. Data Radiasi Surya ........................................................................ 35
3.7. 2. Data Biaya dan Spesifikasi Sistem PV Rooftop ........................... 36
3.7. 3. Data Tarif Listrik Sektor Industri .................................................. 39
3.7. 4. Data Parameter Keuangan ............................................................. 40
3.7. 5. Profil Beban Industri yang Diamati .............................................. 40

BAB 4 ANALISIS PERMODELAN DAN DISKUSI ........................................ 42


4. 1. Peramalan Grid Parity PLTS-PV Atap terintegrasi pada Industri ........ 42
4. 2. Simulasi Optimasi dengan System Advisor Model (SAM) ................... 47
4. 3. Simulasi Stokastik ................................................................................. 54
4. 4. Analisis Hasil Simulasi Optimasi dan Simulasi Stokastik .................... 54
4. 5. Analisis Sensitivitas Levelized Cost of Electricity (LCOE) .................. 57
4. 6. Analisis Kelayakan Investasi ................................................................ 58
4. 7. Analisis Skenario LCOE PV Rooftop terhadap Kapasitas ................... 60

xi Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................ 62
5. 1. Kesimpulan ........................................................................................... 62
5. 2. Saran Penelitian Selanjutnya ................................................................. 63

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 64

DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 66

xii Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1 Produksi Tenaga Listrik Menurut Skenario dan Jenis Energi ............ 7
Gambar 2-2 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik menurut Sektor ............................ 8
Gambar 2-3 Roadmap Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan
di Indonesia ..................................................................................................... 9
Gambar 2-4 Skema Net Metering vs Net Billing .................................................. 11
Gambar 2-5 Komponen-Komponen Perhitungan LCOE ...................................... 13
Gambar 2-6 Diagram Arus Kas (Cash Flow) ........................................................ 17
Gambar 2-7 Macam-macam Perhitungan Analisis Keekonomian ........................ 18
Gambar 2-8 Metode Sensitivity Analysis ............................................................. 20
Gambar 2-9 Input pada System Advisor Model (SAM) ....................................... 21
Gambar 3-1 Proses pemodelan ............................................................................. 28
Gambar 3-2 Flowchart Tahapan Penelitian........................................................... 29
Gambar 3-3 Skema Input-Output Simulasi Optimasi SAM ................................. 30
Gambar 3-4 Skema Input-Output Simulasi Stokastik ........................................... 30
Gambar 3-5 Tahap Analisis Model ....................................................................... 31
Gambar 3-6 Diagram Alir Simulasi SAM ............................................................ 32
Gambar 3-7 Data Radiasi Surya di Kota Batam ................................................... 36
Gambar 3-8 Rincian Biaya Sistem PLTS Rata-Rata Global 2009-2025 .............. 38
Gambar 3-9 Kurva Beban Industri ........................................................................ 41
Gambar 4-1Uji Normalitas Biaya Modul PV........................................................ 42
Gambar 4-2 Uji Normalitas Biaya Inverter ........................................................... 43
Gambar 4-3 Uji Normalitas Biaya BOS................................................................ 43
Gambar 4-4 Grafik Trend Biaya PV rooftop ........................................................ 44
Gambar 4-5 Grafik Trend Analysis Tarif Listrik PLN pada Industri ................... 45
Gambar 4-6 Hasil Regresi Analisis Nilai PDRB dan Inflasi terhadap Harga Listrik
PLN ............................................................................................................... 46
Gambar 4-7 Grid Parity PV Rooftop pada Industri .............................................. 47
Gambar 4-8 Input Lokasi dan Nilai Sumber Daya Solar di Kota Batam .............. 48
Gambar 4-9 Input Kapasitas PV Rooftop ............................................................. 49
Gambar 4-10 Input Biaya Sistem PV Rooftop...................................................... 50

xiii Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


Gambar 4-11 Input Parameter Keuangan .............................................................. 50
Gambar 4-12 Input Tarif Listrik ........................................................................... 51
Gambar 4-13 Input Data Beban ............................................................................ 51
Gambar 4-14 Hasil Perhitungan statistik dasar variabel yang akan dianalisis
stokastik ........................................................................................................ 54
Gambar 4-15 Grafik Uji Normalitas Nilai NPV Hasil Simulasi Stokastik ........... 55
Gambar 4-16 Perhitungan Probabilitas NPV > 0 .................................................. 56
Gambar 4-17 Uji Korelasi Variable-variabel ........................................................ 56
Gambar 4-18 Uji Sensitivitas LCOE dengan Tornado Chart................................ 57
Gambar 4-19 Grafik Proporsi Penghematan Listrik Industri ................................ 58
Gambar 4-20 Nilai Energi Listrik yang berasal dari PV selama 20 tahun ............ 60
Gambar 4-21 Nilai LCOE terhadap Kapasitas ...................................................... 60
Gambar 4-22 Perbandingan nilai NPV Sistem terhadap Kapasitas ...................... 61

xiv Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


DAFTAR TABEL

Tabel 2-1 Kondisi Kelistrikan Indonesia Saat Ini ................................................... 5


Tabel 3-1 Benchmark Biaya Investasi PLTS ........................................................ 37
Tabel 3-2 Dasar Klasifikasi Kapasitas PV ............................................................ 37
Tabel 3-3 Data Biaya Sistem PV Rooftop (Module, Inverter dan BOS) ............. 39
Tabel 3-4 Data Biaya Listrik PT PLN dalam satuan Rp/kWh .............................. 39
Tabel 3-5 Data Makro Ekonomi ........................................................................... 40
Tabel 4-1 Tabel Output Data Summary Skema Net Billing 1 .............................. 52
Tabel 4-2 Tabel Output Data Summary Skema Net Billing 2 .............................. 52
Tabel 4-3 Tabel Output Data Summary Skema Net Metering .............................. 53
Tabel 4-4 Perbandingan Hasil Simulasi pada Net Biling dan Net Metering ........ 54
Tabel 4-5 Proporsi Penghematan Listrik Industri ................................................. 58
Tabel 4-6 Nilai LCOE pada 3 (tiga) Lokasi Berbeda ........................................... 61

xv Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Energi khususnya tenaga listrik memiliki peranan yang cukup besar dalam
menunjang pembangunan untuk meningkatkan perkonomian dan kesejahteraan
masyarakat. Pada Outlook Energi Nasional (2014) disebutkan bahwa dalam
sepuluh tahun terakhir (2003-2013), konsumsi energi final di Indonesia
mengalami peningkatan dari 79 juta TOE menjadi 134 juta TOE atau tumbuh rata-
rata sebesar 5,5% per tahun.
Indonesia dikaruniai oleh beranekaragam sumber energi, mulai dari
minyak bumi, batu bara, gas alam dan energi terbarukan (panas bumi, air, surya,
angin dan biomassa). Pada Outlook Energi Nasional (2014) juga disampaikan
bahwa pemanfaatan energi fosil terutama minyak bumi dalam pemenuhan
konsumsi dalam negeri masih dominan yaitu sebesar 96% (minyak bumi 48%,
batubara 30% dan gas 18%) dari total konsumsi energi nasional. Namun, saat ini
terdapat kecenderungan ekonomi global yang menaruh perhatian lebih pada
pengembangan energi berkelanjutan untuk mengatasi beberapa permasalahan
diantaranya kekurangan energi/tenaga listrik (energy and electricity shortage),
permasalahan lingkungan dan global warming. Oleh karena itu, untuk mengatasi
permasalahan tersebut, konsep energi bersih atau energi terbarukan mulai dapat
diterima masyarakat.
Pemanfaatan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan masih belum
mengoptimalkan potensi yang tersedia, tidak seperti energi fosil yang telah
dimanfaatkan pada kapasitas optimalnya. Presentasi Ditjen EBTKE (2017) pada
saat meluncurkan IRENA REMap Indonesia 2030, disampaikan bahwa dari total
potensi energi terbarukan di Indonesia pemanfaatannya masih sebesar 8, 66 GW
atau sebesar 1% dari total potensi sebesar 801,2 GW, khususnya pada
pemanfaatan energi surya menjadi pembangkit listrik yang terhitung memiliki
potensi 532,6 GWp baru dimanfaatkan sebesar 0,08 GWp (0,01% dari total
potensi) dan pembangkit listrik tenaga bayu yang baru dikembangkan sebesar 6,5

1 Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


2

MW atau sebesar 0,01% dari potensi yang tersedia yaitu 113,5 GW, yang
didistribusikan secara on-grid dan off-grid.
Rasio elektrifikasi nasional Indonesia (2016) telah mencapai 88%, namun
masih ada beberapa wilayah di Indonesia bagian timur yang memiliki rasio
elektrifikasi dibawah 70% yaitu Sulawesi Tenggara (68,84%), Nusa Tenggara
Timur (58,64%), Kalimantan Tengah (69,54%), dan Papua (45,93%). Rasio
elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik
dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Rasio elektrifikasi sulit untuk
ditingkatkan di wilayah terpencil karena sulitnya pembangunan infrastruktur, rugi
daya pada jaringan transmisi-distribusi, dan banyaknya gangguan pada jaringan
listrik.
Dengan potensi surya yang besar dan kondisi geoografis Indonesia yang
terdiri dari kepulauan sehingga pemenuhan kebutuhan listrik di suatu pulau akan
lebih efisien jika dapat dihasilkan melalui sumber daya yang dimiliki pada daerah
tersebut. Ditambah lagi dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, mendorong meningkatkan kebutuhan energi khususnya pada sektor
industri. Permintaan tenaga listrik sektor industri merupakan kedua terbesar
setelah sektor rumah tangga, yaitu sekitar 35% dari total permintaan energi final
sehingga sektor Industri memiliki peran yang signifikan untuk meningkatkan
penggunan energi terbarukan, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
dijual ke PT PLN. Sehingga diharapakan sektor Industri mampu meningkatkan
daya saing industri tersebut melalui kemandirian energi dan membantu PT PLN
untuk menyediakan energi listrik bagi masyarakat.
Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh GIZ, KFW dan TERI (2016)
disampaikan bahwa sektor industri lebih berpeluang diimplementasikan PV
Rooftop dilihat dari 5 (lima) faktor, yaitu profil beban industri, biaya pv dan
rancangan sistem, kesiapan infrastruktur dan tenaga ahli, potensi penghematan
serta dampak lingkungan dan sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa biaya
sistem PV Rooftop skala besar lebih rendah 35% dari skala kecil dan cost
efficiency PV Rooftop dapat dicapai apabila matching PV Output dengan Profil
Beban dapat dipenuhi. Sehingga sektor industrilah yang berpeluang besar untuk
mengembangkan PV Rooftop.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


3

1.2 Perumusan Masalah


Penelitian ini menggunakan pengembangan perhitungan Levelized Cost of
Electricity (LCOE), Net Present Value (NPV) penghematan listrik digunakan, dan
Identifikasi korelasi antara variabel-variabel khususnya melihat korelasi variabel
makro ekonomi pada tarif listrik di Industri dengan menggunakan aplikasi System
Advisor Model (SAM) dan MINITAB. Analisis dilakukan dengan
membandingkan skema Net Metering dan Net Billing.
Pada beberapa kondisi pembangkit listrik tenaga surya saat ini belum
mencapai nilai keekonomian, sehingga tidak dapat bersaing dengan pembangkit
listrik berbasis fosil. Biaya investasi yang besar untuk menyediakan fasilitas
pembangkit dengan masa pakai (life time) yang panjang (20-30 tahun), kebutuhan
lahan yang cukup besar, berbagai stakeholder yang terlibat dalam penyediaan
tenaga listrik, kebutuhan yang terus meningkat, dan peningkatan kehandalan
merupakan faktor-faktor pendukung dalam menyusun skenario-skenario bisnis
model PV yang inovatif untuk memicu pemanfaatan tenaga surya secara masif.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk membangun suatu model untuk kelayakan
investasi PV Rooftop yang optimal (LCOE Rendah) pada sektor industri beserta
batasan tiap parametersnya sehingga prinsip “to produce electricity at the lowest
possible cost” oleh perusahaan dapat terpenuhi.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu model (management
tools) yang dapat digunakan oleh pimpinan perusahaan atau pihak yang memiliki
kewenangan untuk mengambil keputusan akhir dalam pengembangan tenaga
surya sebagai pembangkit listrik atau sektor industri. Model tersebut berguna
untuk mempermudah pengambilan keputusan pada kasus-kasus sejenis pada
tingkat studi kelayakan (feasibility study).
Dengan adanya penelitian yang dilengkapi dengan analisis yang lebih
menyeluruh, diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi dunia akademis
berupa umpan balik pada teori yang dipakai apabila diimplementasikan pada
kasus-kasus serupa dalam memanfaatkan tenaga surya di Indonesia.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


4

1.5 Ruang Lingkup & Batasan Masalah


Untuk memfokuskan arah studi penelitian maka penulis menentukan
lingkup permasalahan dan batasan sebagai berikut:
1. PV Rooftop terintegrasi pada industri (10 kW<Kapasitas< 1 MW)
2. Kapasitas PV Rooftop < Load
3. PV Rooftop tersambung dengan jaringan PT PLN (tanpa baterai)
4. Kelayakan dihitung selama 20 tahun (umur pakai PV)
5. Jenis teknologi PV yang digunakan adalah tipe crystalline

1.6 Metodologi Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode triangulasi (triangulation) yang
merupakan gabungan antara metode ilmiah (scientific) dan naturalis. Metode ini
akan dijelaskan secara mendetail pada bab tiga. Ada beberapa langkah yang
memerlukan analisis ilmiah, misalnya berupa statistik dan perhitungan simulasi
biaya pembangkitan energi terlevelisasi/ Levelized Cost of Electricity (LCOE) di
Indonesia. Pendekatan naturalis dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih
terperinci dalam melakukan analisis kelayakan ekonomi investasi PV Rooftop.

1.8 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam tesis ini terdiri atas empat bab. Bab satu
menjelaskan mengenai pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi
penelitan dan sistematika penulisan. Teori yang dipergunakan pada penelitian ini
serta beberapa contoh penelitian yang terkait dijelaskan pada bab dua. Selanjutnya
pada bab tiga menjelaskan metode pada penelitian. Dalam merancang suatu
metode diperlukan variabel dan parameter yang selanjutnya akan dibahas pada
bab empat yaitu analisis dan pembahasan. Kesimpulan dijelaskan pada bab lima.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


BAB 2
KEEKONOMIAN PV-ROOFTOP MENGGUNAKAN SIMULASI SYSTEM
ADVISOR MODEL (SAM) DAN ANALISIS SKENARIO DENGAN
MENGGUNAKANA REGRESI LINEAR

Penelitian ini memerlukan beberapa teori yang digunakan sebagai acuan


dalam pengolahan data dan analisis antara lain perhitungan LCOE, pengembangan
dan pengusahaan tenaga surya menjadi energi listrik, analisis ekonomi teknik, dan
model optimasi.

2. 1. Kebijakan Pengembangan PLTS Indonesia


Khusus mengenai PLTS, PLN mempunyai kebijakan untuk
mengembangkan PV tersentralisasi untuk melistriki banyak komunitas terpencil
yang jauh dari grid pada daerah tertinggal, pulau-pulau terdepan yang berbatasan
dengan negara tetangga dan pulau-pulau terluar lainnya. Hal ini didorong oleh
semangat PLN untuk memberi akses ke tenaga listrik yang lebih cepat kepada
masyarakat di daerah terpencil. Lokasi PV tersentralisasi/PLTS komunal dipilih
setelah mempertimbangkan faktor tekno-ekonomi seperti biaya transportasi BBM
ke lokasi dan mengoperasikan PV secara hybrid dengan PLTD yang telah ada
sehinggga mengurangi pemakaian BBM. Selain itu PLN juga memperhatikan,
alternatif sumber energi primer/EBT yang tersedia setempat dan tingkat pelayanan
(jam nyala per hari) yang akan disediakan pada lokasi tersebut.
Tabel 2-1 Kondisi Kelistrikan Indonesia Saat Ini

Kapasitas terpasang pembangkit nasional pada tahun 2015 sekitar 55 GW

Kapasitas terpasang per kapita Indonesia saat ini sebesar 218 Watt/kapita.
Sedangkan konsumsi listrik sebesar 910 kWh/kapita atau urutan ke-lima se Asia
Tenggara setelah Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Untuk mencapai konsumsi listrik sekitar 1.000 watt/kapita diperlukan tambahan
kapasitas pembangkit sekitar 200 GW

Rasio Elektrifikasi 88,5 % (2015)

Masih terdapat 29,4 juta rumah tangga Indonesia belum mendapatkan akses
listrik

5 Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


6

Pada Tabel 2-1, disampaikan beberapa hal terkait kondisi kelistrikan di


Indonesia saat ini. Perutmbuhan energi suatu negara dilihat dari konsumsi listrik
di negara tersebut. Saat ini Indonesia, dengan kapasitas listrik terpasang pada
tahun 2015 sebesar 55 GW, dan kapasitas terpasang per kapita sebesar 218
watt/kapita masih tertinggal jikadibandingkan dengan 5 (lima) negara di ASEAN
lainnya yaitu Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia dan Vietnam. Disamping
itu masih terdapat 29,4 juta rumah tangga indonesia yang belum mendapatkan
akses listrik. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dalam hal ini terus menambah
penyediaan energi bagi masyarakat dan terus mendorong pemanfaatan energi
untuk sektor produktif, seperti industri dan komersial, secara efisien dan efektif.
Pemerintah telah menetapkan Rencana Umum Energi Nasional sebagai
dasar pengembangan kebijakan energi di Indonesia kedepan. Rencana Umum
Energi Nasianal (RUEN) merupakan amanat Undang-Undang (UU) Namar 30
Tahun 2007 ten tang Energi. Berdasarkan amanat Pasal 17 ayat (1) Undang-
Undang tersebut, Pemerintah menyusun Rancangan RUEN berdasarkan
Kebijakan Energi Nasianal (KEN) dan Pasal 12 ayat (2) huruf b mengamanatkan
Dewan Energi Nasional (DEN) bertugas rnenetapkan RUEN. Adapun KEN
disusun aleh DEN dan telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
79 Tahun 2014 yang memuat antara lain:
1. Tujuan KEN yang merupakan pedoman untuk memberi arah pengelolaan
energi nasional guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan
energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan.
2. Sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi termasuk penyediaan
pembangkit listrik dan pernanfaatan listrik per kapita.
3. Pencapaian sasaran KEN, antara lain terwujudnya paradigma baru bahwa
sumber energi merupakan modal pembangunan nasional, dan tercapainya
elastisitas energi, intensitas energi, rasio elektrifikasi, rasio penggunaan
gas rumah tangga, dan bauran energi primer yang optimal.
4. Arah kebijakan energi nasional yang meliputi kebijakan utama dan
kebijakan pendukung.
Pada tahun 2015 porsi EBT dalam bauran energi nasional di sektor
kelistrikan juga masih rendah, yaitu sebesar 10,5% dari total produksi. Sebagian

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


7

besar energi yang digunakan pada pembangkit listrik adalah batubara sebesar
56,1% kemudian diikuti oleh gas bumi sebesar 24,9% dan BBM sebesar 8,6%.
Pada Gambar 2-1 merupakan grafik proyeksi produksi tenaga listrik tahun
2016 – 2050 dikelompokkan berdasarkan jenis energi pada 3 (tiga) skenario.
Skenario Busines as Usual (BaU) menggunakan asumsi dasar pertumbuhan
produk domestik bruto 5,6% per tahun; Skenario Alternatif 1 menggunakan
asumsi dasar pertumbuhan produk domestik bruto 5,6% per tahun dan penerapan
teknologi EBT; dan Skenario Alternatif 2 asumsi dasar pertumbuhan produk
domestik bruto 7,1% per tahun, penerapan teknologi EBT dan penerapan
teknologi hemat energi. Dari grafik tersebut terlihat bahwa apabila pertumbuhan
permintaan listrik tidak diantisipasi dengan penyediaan sumber energi baru dan
terbarukan, maka penggunaan batu bara dan minyak bumi secara besar-besaaran
tidak dapat dihindarkan.

Sumber: Outlook Energi, Dewan Energi Nasional 2016


Gambar 2-1 Produksi Tenaga Listrik Menurut Skenario dan Jenis Energi
Selanjutnya, pada Gambar 2-2 ditampilkan mengenai konsumsi listrik
menurut sektor. Apabila dilihat penggunaan listrik berdasarkan sektornya,
penggunaan tenaga listrik sektor industri merupakan kedua terbesar setelah sektor
rumah rangga. Diproyeksikan permintaan tenaga listrik sektor industri akan
mencapai sekitar 660 TWh di tahun 2050 untuk skenario Bussiness as Usual
(BAU) dan alternatif 2 serta 570 TWH untuk alternatif 1.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


8

Sumber: Outlook Energi, Dewan Energi Nasional 2016


Gambar 2-2 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik menurut Sektor
Untuk mencapai target bauran energi berbasis energi terbarukan
sebagaimana ditetapkan pada Kebijakan nergi di atas, Permerintah mendorong
pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia dengan menciptakan iklim investasi
yang kondusif salah satunya kebijakan mengenai penetapan tarif energi
terbarukan, kewajiban PT PLN untuk menyediakan pembangkit listrik berbasis
energi terbarukan, dan insentif pajak. Penyediaan energi terbarukan ini diharapkan
juga dapat mencitpkan energi listrik yang terjangkau bagi masyarakat. Oleh
karena itu saat ini, Pemerintah mendorong berkembangnya pembangkit listrik
berbasis energi terbarukan yang ekonomis.

Pada Gambar 2-3 di bawah ini, dipaparkan mengenai rencana peta jalan
(roadmap) pengembangan PLTS di Indonesia sebagaimana telah ditetapkan
presiden pada Kebijakan Energi Nasional bahwa di tahun 2025 total kapasitas
listrik terpasang berasal dari energi terbarukan yaitu sebesar 45 GW. Pada tahun
2025, Indonesia diharapkan mampu mengembangkan PLTS hingga 6,4 GW.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


9

Gambar 2-3 Roadmap Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan
di Indonesia
Untuk mendorong pencapaian target tersebut diatas, pemerintah dalam hal
ini juga menyusun beberapa kebijakan terkait dengan pemberian insentif dalam
pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia.

2. 2. Aplikasi PV Rooftop
Sistem PV Rooftop merupakan salah satu solusi dalam memanfaatkan
potensi surya dan lahan yang tersedia untuk menjadi energi listrik yang dapat
digunakan sendiri atau terhubung dengan jaringan PT PLN.
Sistem Rooftop Solar PV memanfaatkan energi yang melimpah dari
matahari yang dikonversi menjadi energi listrik untuk melayani kebutuhan listrik
daerah di sekitarnya. Pada bangunan konvensional, atap merupakan penutup atas
suatu bangunan yang berfungsi untuk melindungi bagian dalam bangunan dari
paparan hujan dan paparan langsung sinar matahari. Seiring dengan
berkembangnya teknologi, beberapa inovasi dilakukan untuk memberikan
manfaat tambahan pada atap. Salah satunya adalah Solar Rooftop. Salah satu
kendala perkembangan teknologi energi surya yang memerlukan luasan instalasi
per satuan daya yang lebih besar dibandingkan dengan pembangkit konvensinal
dapat diatasi.
PV rooftop merupakan salah satu aplikasi distributed generation sebagai
alternatif untuk mengurangi losses transmisi. Kemampuan sistem ini untuk

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


10

menghasilkan dan menyimpan energi listrik menjadikan sistem ini dapat


diandalkan untuk mensuplai energi pada siang. Pemanfaatan PV Rooftop akan
mengurangi pemakaian listrik dari jaringan PT PLN. PV rooftop juga merupakan
bentuk kepedulian terhadap pencegahan perubahan iklim akibat polusi.
PV Rooftop merupakan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)
yang terhubung langsung ke jaringan listrik PT PLN dengan menggunakan
perangkat Grid Inverter untuk mengubah arus dan tegangan DC dari Modul Surya
menjadi Arus dan tegangan AC. Sistem PLTS Terkoneksi Jaringan ini akan
disambungkan dengan jaringan listrik PT PLN di sisi tegangan rendah 220 V.
Oleh karena sistem ini terhubung dengan jaringan listrik PT PLN, maka sistem ini
hanya akan beroperasi apabila jaringan listrik PT PLN dalam keadaan aktif yaitu
terdapat tegangan dan frekuensi sebagai acuan operasinya. Sesuai dengan
namanya, PLTS Terkoneksi Jaringan (PV Grid Connected), maka sistem ini akan
tetap berhubungan dengan jaringan PT PLN dengan mengoptimalkan
pemanfaatan Energi PV untuk menghasilkan energi listrik semaksimal mungkin.
Pada siang hari, modul surya akan mengkonversi sinar matahari menjadi energi
listrik arus searah (DC). Selanjutnya sebuah komponen yang disebut Grid-inverter
merubah listrik arus searah (DC) dari PV menjadi listrik arus bolak-balik (AC)
yang kemudian akan langsung disalurkan ke Grid. Pada saat siang hari dimana
matahari menyinari modul surya, energi listrik akan dihasilkan oleh modul surya
dan akan dikonversi oleh grid inverter untuk disalurkan ke jaringan. Selama
tegangan dan frekuensi jala-jala masih dalam range tegangan dan frekuesi operasi
grid inverter maka energi akan dipenetrasi seoptimal mungkin. Teknologi untuk
mengoptimalkan penetrasi energi ini disebut MPPT (Maximum Power Point
Tracker) yang dapat meningkatkan kuantitas energi yang tersalurkan hingga 20%
dibandingkan teknologi konvensional/PWM. Pada saat malam hari dimana tidak
terdapat cahaya matahari, maka grid inverter akan stand by akan tetapi tidak
berfungsi sebagai beban sebab memiliki sistem proteksi reverse current.

2. 3. Teori Mekanisme Tarif Net Metering dan Net Billing


Metode kebijakan untuk penyambungan energi terbarukan panel surya
yang dikenal saat ini di Indonesia yaitu mekanisme Purchase Power Agreement
(PPA) untuk Independent Power Producers (IPP) dengan skala besar (MW) dan

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


11

untuk skala rumahan/residensial dengan mekanisme Net Metering. Mekanisme


Net Metering merupakan kebijakan dalam rangka mendorong pengembangan
pembangkit skala kecil khususnya yang berasal dari tenaga surya, sehingga
konsumen listrik dapat juga menjadi produsen. Berbeda dengan IPP yang sudah
ada mekanisme jual beli untuk mendorong investasinya, untuk saat ini belum ada
undang-undang yang mengatur perbedaan tarif listrik jual dan beli dalam
mekanisme Net Metering yang biasa diterapkan dalam skala residensial.
Dengan mekanisme net metering konsumen mendapatkan keuntungan dari
penjualan listrik energi terbarukan ke jaringan listrik utilitas dengan pengurangan
tagihan listrik melalui mekanisme selisih antara energi yang masuk ke jaringan
(export) dan masuk dari jaringan (import).
Net metering memungkinkan konsumen listrik untuk menghasilkan listrik
untuk digunakan sendiri. Setiap daya listrik yang dihasilkan, yang tidak
dikonsumsi sendiri, dapat diekspor ke jaringan distribusi sistem (grid) dan
dikonsumsi oleh beban atau pelanggan lainnya. Dalam skema net metering,
perusahaan pelayanan listrik memberikan kredit untuk kelebihan listrik yang
diterima. Kredit yang diperoleh dikurangkan dari tagihan listrik pelanggan.
Lebih lanjut konsep net metering dikembangkan lagi menjadi net billing.
Net billing secara mekanisme sama tetapi penghitungan selisih energi dihitung
dalam satuan mata uang. Jika net metering perhitungan akumulasi excess kWh
dikalkulasi untuk mendapatkan keuntungan di bulan berikutnya dalam bentuk
kWh sementara net billing memungkinkan prosumer mendapat keuntungan dalam
bentuk uang.

Gambar 2-4 Skema Net Metering vs Net Billing

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


12

Pada gamba 2-4 diilustrasikan mengenai perhitungan penghemetan yang


didapat dari penggunaan PV rooftop dengan skema Net Metering dan Net Billing.
Dengan Skema Net Billing, sebuah perumahan dengan asumsi konsumsi listrik
sama dengan produksi listrik dari PV Rooftop, masih harus membayar sebagian
tagihan listrik yang digunakan dari jaringan tersedia dikarenakan harga beli listrik
dari jaringan yang lebih rendah dari harga jual listrik dari PV Rooftop.

2. 4. Analisis Kelayakan Keekonomian


2.4. 1. Levelized Cost of Electricity
Levelized Cost of Electricity (LCOE) merupakan perhitungan biaya
pembangkitan per unit energi yang dihasilkan dengan mempertimbangkan biaya
investasi dan biaya operasional berdasarkan fungsi waktu. Metode LCOE ini
tepat digunakan untuk membandingkan biaya pembangkitan antara beberapa
jenis pembangkit yang berbeda kapasitas pembangkit dan struktur biaya.
Dasar perhitungan LCOE adalah dengan mengakumulasikan biaya
investasi pembangkit (fixed asset) dan biaya operasional pembangkit, selanjutnya
dibagi dengan jumlah tenaga listrik yang dihasilkan setiap tahun. LCOE memiliki
satuan $/kWh atau Rp/kWh. LCOE merupakan abstraksi dari kondisi nyata
dimana tujuannya adalah untuk membandingkan secara apple-to-apple dari
beberapa jenis pembangkit listrik yang memiliki perbedaan dari segi struktur
biaya.
Perhitungan LCOE rata-rata dapat dilakukan dengan metode net present
value, sebagaimana biaya investasi di tahun pertama dan biaya operasional
selama umur pakai pembangkit dihitung berdasarkan nilai uang terhadap waktu
(discounted value). Fraunhofer ISE (2013) dalam kajiannya melakukan
perumusan perhitungan LCOE dengan formula sebagai berikut:

(2.1)

Ket:
LCOE : Levelized Cost of Electricity ($/kWh atau Rp/kWh)
I0 : Biaya Investasi ($ atau Rp)
At : Total biaya setiap tahun pada tahun t ($ atau Rp)
Mt,el : Jumlah tenaga listrik yang dihasilkan dalam satu tahun (kWh)

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


13

i : Suku bunga bank (%)


n : Umur pakai pembangkit (tahun)
t : tahun perjalan selama masa pakai (1,2...n)
Rumus perhitungan LCOE di atas menunjukkan bahwa total biaya
pembangkitan diperoleh dari penjumlahan nilai biaya pembangkitan pada awal
proyek (investasi) dan total biaya operasional setiap tahun selama masa pakai
pembangkit dengan mempertimbangkan nilai uang terhadap waktu. Selanjutnya,
sebagai pembagi adalah jumlah energi listrik yang dihasilkan dengan
mempertimbangkan nilai uang terhadap waktu. Perhitungan jumlah energi
berdasarkan fungsi waktu mungkin terlihat tidak lumrah, namun hal ini
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perhitungan pendapatan yang akan
dihasilkan (perkalian jumlah energi listrik yang dihasilkan dengan tarif listrik) di
masa akan datang yang nilainya juga akan terdiskoto terhadap waktu.

Gambar 2-5 Komponen-Komponen Perhitungan LCOE


Pada Gambar 2-5 diidentifikasi komponen-komponen biaya pada LCOE
per segmentasi mulai dari manufaktur, peralatan sampai lokasi dan pelaksananaan
pembangunan. Selanjutnya dari hasil tersebut, kemudian dapat dilakukan
identifikasi kemungkinan pengurangan LCOE dari komponen-komponen tersebut.
Total biaya setiap tahun (At) terdiri dari komponen biaya tetap dan
variabel pada kegiatan operasional pembangkit, pemeliharaan, jasa, perbaikan,
dan asuransi. Pembagian sumber pendanaan eksternal dan pendanaan internal juga

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


14

akan mempengaruhi perhitungan total biaya pembangkitan yang perlu dianalisis


secara eksplisit dengan weighted average cost of capital (WACC) ditambah
dengan faktor diskonto (suku bunga bank, i). Nilai WACC tergantung pada porsi
pendanaan eksternal dan internal serta tingkat pengembalian saham dan suku
bunga selama umur proyek.

(2.2)

Ket:
E : Nilai ekuitas perusahaan (pendanaan internal/ equity), $ atau Rp
D : Nilai hutang perusahaan (pendanaan ekternal/ debt), $ atau Rp
V :D+E
Re : Tingkat pengembalian ekuitas (%)
Rd : Tingkat pengembalian hutang (%)
Tc : Tarif pajak perushaan (corporate tax rate), %
2.4. 2. Penelitian mengenai Levelized Cost of Electricity (LCOE)
Morgan Brazillian, dkk (2013) menjelaskan mengenai pergesaran
teknologi, perkembangan pasar dan biaya PV saat ini belum sepenuhnya disadari
oleh pengambil keputusan. Pada kajiannya, disajikan solusi mengidentifikasi nilai
keekonomian system PV saat ini dan masa depan melalui metode studi literatur
(akademik dan industri) benchmarking perkembangan biaya sistem PV di setiap
negara; dan perhitungan Grid Parity dan LCOE Sistem PV.
K. Branker, dkk (2011) mengkaji mengenai kurangnya kejelasan mengenai
asumsi, justifikasi, dan kelengkapan perhitungan LCOE PV dapat menghasilkan
nilai LCOE yang kontradiktif. Selanjutnya, sebagai solusi dalam mengkaji metode
perhitungan LCOE, memperbaiki kesalahpahaman mengenai asumsi dari
sejumlah literature dan menyediakan template untuk mempresentasikan nilai
LCOE agar lebih mudah dipahami dan menarik investor untuk mengembangkan
PV.
Reicheistein dan Yorston (2012) meneliti kecenderungan meningkatknya
implementasi PV yang cukup pesat secara global, pelu dilakukan penilaian cost
competitiveness dari berbagai jenis pembangkit listrik. Ditunjukkan bahwa
implementasi PV skala pembangkit baru akan mencapai grid parity dalam kurun
waktu 20 tahun kedepan, sedangkan PV skala komersial akan mencapai grid

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


15

parity dalam kurun waktu 10 tahun (lebih cost competititve dibandingkan skala
pembangkit). Perhiutngan LCOE pada kajian ini dikembangkan dengan beberapa
skenario, antara lain Utility-Silicon, Utility-Thin Film, Commercial-Silikon dan
Commercial-Thin Film
2.4. 3. Learning Curve
Sebagai tambahan untuk menganalisis LCOE di masa yang akan datang,
dapat digunakan model kurva pembelajaran atau learning curve model pada harga
investasi pembangkit dan secara tidak langsung juga mempengaruhi LCOE.
Konsep kurva pembelajaran menunjukkan hubungan antara jumlah kumulatif
produksi (market size) dan biaya produksi pada suatu produk dari waktu ke waktu.
Adapun hubungan antara jumlah produksi (Xt) pada waktu t, biaya C(Xt)
dibandingkan dengan jumlah produk sebagai referensi dasar (X0) dan biaya
koresponden C(X0) dan parameter pembelajar (b) dapat diformulasikan sebagai
berikut:

( )

(2.4)
Melalui peramalan harga pembangkit C(Xt) pada masa studi proyek, ini
berarti model kurva pembelajaran (LR) memungkinkan untuk menghitung nilai
LCOE hingga tahun 2030. Perubahan dalam hal yang berkaitan dengan kondisi
perekonomia sulit untuk diprediksi dan oleh karena iu tidak menjadi perhitungan
dalam model kurva pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian dalam
membangun LCOE di masa depan dengan menambahkan faktor-faktor non-
teknis.
Pada analisis sensitivitas, paramete investasi, umur proyek, WACC,
pembebanan pembangkit, dan biaya operasional dapat dikaji lebih lanjut
pengaruhnya terhadap nilai LCOE.
Menurut Porter (1979), bila konsep learning curve lebih fokus ke
keuntungan dari penggabungan antara pengalaman (experience) dan efficiency
akibat akumulasi pengulangan kerja oleh karyawan, konsep kurva pengalaman
(experience curve) telah dikembangkan lebih luas sehingga mencakup area di luar
pengulangan kerja. Experience curve mengarah kepada penurunan total biaya

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


16

pengerjaan bila sebuah pekerjaan telah dilakukan berulang-ulang kali. Biaya per
unit di mayoritas industri manufaktur maupun di industri jasa menurun akibat
menambahnya “experience” atau akumulasi jumlah produksi. Keuntungan
economies of scale dapat diperoleh dari peningkatan pengalaman di setiap
departemen dalam perusahaan.
Chase,dkk (2006) menjelaskan mengenai Learning curve dapat dibagi
menjadi individual learning atau organizational learning. Dimana individual
learning adalah peningkatan kinerja individu akibat keahlian dan pengalaman
yang didapat setelah berulang kali menyelesaikan sebuah proses kerja yang sama,
sedangkan organizational learning terjadi pada level organisasi dimana
pengalaman dan keahlian dialami dalam administrasi, peralatan, dan rancangan
produk.
2.4. 4. Teori Ekonomi Teknik
Ada tujuh prinsip dasar ekonomi teknik yang dinyatakan oleh Sullivan,
Wicks, & Luxhoj (2006), yaitu identifikasi dan pengembangan alternatif; fokus
pada perbedaan tiap alternatif; penggunaan sudut pandang yang konsisten;
penggunaan unit pengukuran yang umum, seperti moneter; mempertimbangkan
semua kriteria yang releva; membuat ketidakpastian menjadi eksplisit; dan
meninjau kembali keputusan yang telah dibuat. Seluruh prinsip-prinsip ekonomi
teknik tersebut dipergunakan pada analisis ekonomi teknik.
Ada tujuh prosedur analisis ekonomi teknik menurut Sullivan, Wicks, &
Luxhoj (2006), yakni: definisi permasalahan; pengembangan alternatif;
pembuatan cash-flow untuk setiap alternatif; pemilihan kriteria; analisis dan
perbandingan tiap alternatif; penentuan alternatif yang dipilih; serta evaluasi hasil
dan kinerja.
Thuesen, & Fabrycky (1993) menyatakan bahwa terdapat arus kas masuk
dan keluar pada kegiatan ekonomi. Arus kas masuk dan keluar tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk diagram yang disebut cash-flow diagram, seperti
terlihat pada Gambar 2.6, dengan arah panah positif berarti kas masuk dan panah
negatif menunjukkan kas keluar. Penentuan arah panah positif dan negatif pada
diagram tersebut bergantung pada sudut pandang mana, apakah sudut pandang
investor atau sudut pandang peminjam atau pemakai. Penjumlahan pemasukan

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


17

(positif) dan pengeluaran (negatif) pada saat tertentu disebut net cash flow.
Penggambaran diagram cash-flow akan mempermudah studi ekonomi teknik,
terutama pada analisis tahun jamak (multi-years). Selain dalam bentuk diagram,
cash-flow dapat juga dimodelkan dalam bentuk tabel.

Gambar 2-6 Diagram Arus Kas (Cash Flow)


Semua komponen pemasukan (revenue) dan biaya (cost) pada setiap
alternatif diidentifikasi sehingga diagram cash flow dapat digambarkan dan
dilakukan analisis keekonomian. Diagram tersebut umumnya memakai berbagai
notasi sebagai berikut:
P = present value (nilai saat ini); nilai ekuivalen dari satu atau lebih
arus kas pada suatu titik referensi waktu yakni titik saat ini
F = future value (nilai masa depan); nilai ekuivalen dari satu atau
lebih arus kas pada suatu titik referensi waktu yakni di masa
depan atau di titik akhir
A = annual value (nilai pada akhir periode tahunan); nilai ekuivalen
arus kas dalam bentuk uniform selama periode studi dari titik
awal hingga titik akhir
i = interest rate (dinyatakan dalam persen)
N = periode proyek atau periode studi (dinyatakan dalam tahun)

Sullivan, Wicks, & Luxhoj (2006) menjelaskan ada beberapa metode yang
dipakai pada analisis keekonomian yang melibatkan tahun jamak (multi-years),
yakni metode Equivalent Worth, metode Rate of Return (ROR) dan metode
Payback atau Payout Period (PBP). Metode Equivalent Worth yang dimaksud
dapat berupa metode Present Worth (PW), metode Future Worth (FW), metode
Annual Worth (AW) atau metode Capitalized Worth (CW). Sedangkan metode
Rate of Return (ROR) dapat berupa Internal Rate of Return (IRR) maupun

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


18

External Rate of Return (ERR). Secara rinci, penjelasan mengenai metode-metode


analisis keekonomian ini dapat dilihat pada gambar 2-7 di bawah ini.

Gambar 2-7 Macam-macam Perhitungan Analisis Keekonomian


Metode Equivalent Worth mengkonversi cash-flow yang ada secara
ekuivalen baik pada saat ini (present), pada masa yang akan datang (future) atau
pada tiap tahunnya (annual) dengan menggunakan interest rate yang disebut
sebagai Minimum Attractive Rate of Return (MARR). Penentuan MARR
dilakukan oleh top management atau executive di suatu organisasi dengan
mempertimbangkan banyak hal, termasuk risiko dan ketertarikan investor.
Pada saat membandingkan alternatif yang sifatnya mutually exclusive,
Sullivan, Wicks, & Luxhoj (2006) menerapkan dua kaidah yang dipakai. Kaidah
pertama, apabila terdapat pemasukan (revenue) dan/atau economic benefit lainnya
maka dipilih alternatif yang menghasilkan positive equivalent worth paling besar
pada tingkat suku bunga tertentu. Kaidah kedua, apabila tidak terdapat pemasukan
(revenue) dan/atau economic benefit lainnya maka dipilih alternatif positive
equivalent worth yang paling besar pada tingkat suku bunga tertentu.
2.4.3. Analisis Sensitivitas
Suatu proyek pada dasarnya menghadapi ketidakpastian karena
dipengaruhi perubahan-perubahan baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran
yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan proyek. Sullivan, Wicks, &

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


19

Luxhoj (2006) menyatakan salah satu prinsip ekonomi teknik adalah membuat
ketidakpastian menjadi eksplisit. Salah satunya adalah dengan analisis sensitivitas
yang bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek
jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan
biaya atau manfaat. Pengujian dengan analisis sensitivitas ini dilakukan hingga
dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan
berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun apabila nilai manfaat saat ini
atau nilai NPV menjadi nol.
Metode ini biasanya digunakan ketika dua atau variabel proyek yang
sensitif terhadap perubahan sehingga seluruhnya dapat mempengaruhi kelayakan
investasi. Variabel tersebut diantaranya adalah biaya investasi, keuntungan bersih
rutin, market value, dan umur produksi. Sensitivitas dari masing-masing variabel
biasanya berbeda satu sama lain. Metode analisis ini akan mengeluarkan grafik
yang dapat menggambarkan seberapa sensitif suatu variabel terhadap perubahan
(spiderplot). Semakin curam kemiringan garis dari bidang mendatarnya, maka
sensitivitasnya semakin besar. Selain menggunakan spiderplot, analisis
sensitivitas juga dapat diperlihatkan dalam bentuk diagram tornado. Pada diagram
tersebut variabel yang paling sensitif diletakkan paling atas.
Adapun yang menjadu tujuan dari analisis sensitivitas antara lain:
1. Memperbaiki cara pelaksanaan proyek/bisnis yang sedang dilaksanakan;
2. Memperbaiki design proyek/bisnis sehingga dapat meningkatkan NPV;
3. Mengurangi resiko kerugian dengan menunjukkan beberapa tindakan
pencegahan yang harus diambil;
Alasan dilakukannya analisis sensitivitas adalah untuk mengantisipasi
adanya perubahan-perubahan berikut:
1. Adanya cost overrun, yaitu kenaikan biaya-biaya, seperti biaya konstruksi,
biaya bahan-baku, produksi, dan lain-lain;
2. Penurunan produktivitas;
3. Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek;
Dua tipe dari Sensitivity Analysis adalah Automatic Sensitivity Analysis
dan Trial and Error sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2-8. Automatic
Sensitivity Analysis diimplementasikan dengan menggunakan model kuantitatif

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


20

yang sudah ada misalnya linear origrammung (LP). Sedang Trial and Error
Model diimplemntasikan dengan melakukan percobaan yang merubah masukan
untuk melihat keluaran yang dihasilkan. Hal ini dilakukan secara berulang kali,
sehingga didapatkan hasil (keluaran) yang diinginkan atau yang paling baik.

Sensitivity
Analysis (SA)

Automatic SA Trial and Error SA

Linear Programming Goal Seeking What-if Analysis

Gambar 2-8 Metode Sensitivity Analysis


Trial and Error Model mempunyai 2 (dua) metode pendekatan yaitu
dengan goal seeking dan what-if analysis. Goal Seeking direalisasikan dengan
menghitung nilai masukan yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang
sebelumnya telah didefinisikan. Dengan kata lain Goal Seeking menggunakan
pendekaran backward solution. Sedangkan what-if analysis biasanya dilakukan
untuk menjawab pertanyaan “apa yang akan terjadi pada solusi atau hasil jika
masukan atau nilai dari parameterberubah” atau dengan kata lain forward
solution.

2. 5. Simulasi Keekonomian System Advisor Model (SAM)


System Advisor Model (SAM) adalah model kinerja dan keuangan yang
dirancang untuk memfasilitasi pengambilan keputusan bagi orang-orang yang
terlibat dalam industri energi terbarukan antara lain manajer proyek dan insinyur,
analis kebijakan, pengembang teknologi dan periset.
SAM membuat prediksi kinerja dan perkiraan biaya energi untuk proyek
daya yang terhubung dengan grid berdasarkan biaya instalasi dan operasi dan
parameter perancangan sistem yang Anda tentukan sebagai masukan untuk
model. Proyek dapat berupa sisi pelanggan dari meteran utilitas, jual beli listrik

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


21

dengan harga eceran, atau di sisi utilitas meteran, menjual listrik dengan harga
yang dinegosiasikan melalui perjanjian jual beli (power purchase agreement).
2.5. 1. SAM Model dan Data Input
Gambar 2-9 menunjukkan tampilan dari aplikasi SAM. Pada gambar
tersebut, terlihat bahwa pada kolom paling kiri merupakan input dalam simulasi
SAM. Langkah pertama dalam membuat file SAM adalah memilih opsi teknologi
dan pendanaan untuk proyek Anda. SAM secara otomatis mengisi variabel input
dengan serangkaian nilai default untuk jenis proyek. Namun, sebagai aplikasi
optimasi, pelu dilakukan peninjauan dan modifikasi semua data masukan yang
sesuai untuk setiap analisis. Selanjutnya, input yang perlu dimasukkan adalah
lokasi proyek, jenis peralatan di sistem, biaya pemasangan dan pengoperasian
sistem, dan asumsi keuangan dan insentif.

Gambar 2-9 Input pada System Advisor Model (SAM)


Untuk variabel input yang tersisa, Anda menggunakan nilai default atau
mengubah nilainya. Beberapa contoh variabel input adalah:
 Biaya instalasi termasuk pembelian peralatan, tenaga kerja, teknik dan
biaya proyek lainnya, biaya tanah, dan biaya operasi dan perawatan.
 Jumlah modul dan inverter, tipe pelacak, faktor derating untuk sistem
fotovoltaik.
 Jenis kolektor dan penerima, banyak tenaga surya, kapasitas penyimpanan,
kapasitas blok daya untuk sistem palung parabola.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


22

 Periode analisis, tingkat diskonto riil, tingkat inflasi, tarif pajak, tingkat
pengembalian internal atau harga beli tenaga untuk model pembiayaan
utilitas.
 Membangun beban dan tingkat eceran penggunaan waktu untuk model
pembiayaan komersial dan residensial.
 Jumlah dan tingkat insentif pajak dan uang tunai.
2.5. 2. Hasil: Tabel, Grafik dan Laporan
SAM menampilkan hasil simulasi pada tabel dan grafik, mulai dari tabel
metrik yang menampilkan nilai sekarang bersih proyek, produksi tahunan
pertama, dan metrik nilai tunggal lainnya, ke arus kas tahunan dan data kinerja per
tanggal terperinci yang dapat dilihat secara tabel atau bentuk grafis.
Alat grafik built-in menampilkan satu set grafik default dan
memungkinkan pembuatan grafik kustom. Semua grafik dan tabel dapat diekspor
dalam berbagai format untuk disertakan dalam laporan dan presentasi, dan juga
untuk analisis lebih lanjut dengan spreadsheet atau perangkat lunak lainnya.
Halaman Hasil menampilkan grafik hasil yang dapat Anda ekspor dengan
mudah ke dokumen Anda.
2.5. 3. Pilihan Analisis
Selain mensimulasikan kinerja sistem selama satu tahun dan menghitung
arus kas proyek selama periode multi tahun, opsi analisis SAM memungkinkan
dilakukannya studi yang melibatkan banyak simulasi, menghubungkan masukan
SAM ke buku kerja Microsoft Excel, dan bekerja dengan kebiasaan modul
simulasi Pilihan berikut adalah untuk analisis yang menyelidiki dampak variasi
dan ketidakpastian dalam asumsi tentang parameter cuaca, kinerja, biaya, dan
keuangan pada hasil model:
a. Analisis Parametrik: Tetapkan beberapa nilai ke variabel input untuk
membuat grafik dan tabel yang menunjukkan nilai metrik output untuk
setiap nilai variabel masukan. Berguna untuk optimasi dan menjajaki
hubungan antara variabel input dan hasil.
b. Analisis Sensitivitas: Buat grafik tornado dengan menentukan kisaran nilai
untuk variabel input sebagai persentase.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


23

c. Stochastic: Tetapkan beberapa nilai ke variabel input menggunakan


parameter untuk distribusi statisitikal.
d. P50 / P90: Untuk lokasi dengan data cuaca yang tersedia selama bertahun-
tahun, hitunglah probabilitas bahwa total output tahunan sistem akan
melebihi nilai tertentu.

2. 6. Analisis Skenario dengan Regresi Linear


Untuk dapat memecahkan permasalahan yang kompleks, yaitu yang
mencakup beberapa skenario pemecahan maka seorang pengambil keputusan
seringkali akan mendapatkan kesulitan untuk menguji dan membandingkan setiap
alternatif tersebut apabila hanya menggunakan metode trial and error. Sebagai
jalan keluar dalam pemilihan skenario pemecahan persoalan yang dapat dipakai
oleh seorang pengambil keputusan harus mendapatkan alat bantu untuk dapat
menguji setiap skenario pemecahan melalui suatu simulasi dari setiap skenario
pada suatu model. Untuk dapat membuat model yang dapat menggambarkan
persoalan sebenarnya diperlukan pola pikir sistematis.
2.6.1. Model Optimasi
Analisis skenario dimaksud dapat dilakukan dengan melakukan
perhitungan model optimasi. Model dapat dikatakan sebagai tiruan dari suatu
sistem yang terdiri atas berbagai macam elemen yang sangat kompleks berisi
representasi dan abstraksi. Sifat representasi dicerminkan dalam pemetaan dari
karakterstik sistem nyata yang akan dianalisis. Dikatakan abstraksi karena dalam
model terjadi transformasi karakteristik sistem-sistem nyata dalam konsep-konsep
dengan menggunakan simbol-simbol matematis.
Keuntungan bagi pemakai model dalam pemecahan permasalahan
diantaranya adalah analisa atau percobaan tetap dapat dilaksanakan untuk situasi
yang komplek dimana tidak dapat dilakukan secara langsung dalam sistem nyata
karena dengan model kita tidak menggangu sistem sesungguhnya, lebih hemat
dalam mendiskripsikan suatu keadaan nyata, hemat waktu, dan dapat
memfokuskan analisa pada masalah-masalah yang kritis.
Setelah karakteristik dari sistem dituangkan dengan dalam suatu model,
langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian dengan menggunakan metode
matematika sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Untuk keperluan optimasi

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


24

dari suatu sistem misalnya dapat dianalisis dengan menggunakan metode riset
Operation Research (OR).
Optimasi merupakan aktivitas untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari
pilihan yang tersedia. Tujuan dari setiap keputusan adalah untuk meminimumkan
usaha yang dilakukan atau memaksimumkan keuntungan yang diperoleh. Usaha
atau keuntungan tersebut secara praktek dinyatakan sebagai fungsi dengan
variable keputusan yang akan dicari nilai optimumnya. Metode untuk mencari
nilai optimum tersebut dikenal sebagai teknik program matematika (mathematical
programming technique) yang merupakan bagian dari ilmu OR.
Taha, Hamdy (2003) menjelaskan mengenai teknik program matematika
yang digunakan untuk mencari fungsi yang optimum dengan berbagai fungsi
kendala. Teknik proses stokastik (stochastic process technique) dapat digunakan
untuk menganalisis persoalan yang dinyatakan dalam variabel random dengan
distribusi probabilitas. Sedangkan metode statistika (statistical methods)
digunakan untuk menganalisis data eksperimen dan membangun model empiris
untuk memperoleh representasi tentang situasi yang dianalisis secara akurat.
2.6.2. Analisis Regresi Linear
Regresi linier sederhana adalah analisis regresi antara satu vaiabel terikat
dan satu variabel bebas. Dalam analisis deret waktu yang linier adalah analisis
pola hubungan yang dicari dengan satu variabel yang mempengaruhinya adalah
waktu. Sedangkan analisis deret waktu yang non linier, merupakan analisis
hubungan antara variabel yang dicari dengan hanya satu (1) yang
mempengaruhinya, yaitu variabel waktu. Untuk menjelaskan hubungan kedua
metode ini kita gunakan notasi matematis seperti :
Y = F(x) (2.5)
Dimana :
Y = Dependent variable (variabel yang dicari)
X = Independent variable (variabel yang mempengaruhinya)
Notasi regresi sederhana dengan menggunakan regresi linier (garis lurus)
dapat digunakan sebagai berikut :
Y=a+bX (2.6.)

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


25

Dimana a dan b adalah merupakan parameter (koefisien regresi) yang


harus dicari. Untuk mencari nilai a dapat digunakan dengan menggunakan rumus:

(2.7)
kemudian nilai b dapat dicari dengan rumus :

(2.8)
Kerena Y merupakan harga penaksiran regresi, maka sangat mungkin
terjadi kekeliruan (error) yaitu selisi antara Y observasi dengan Y taksiran. Oleh
karena itu perlu dihitung Standar Error of Estimate (kekeliruan standar dari
penaksiran) baik untuk persamaan regresi ( Y ) maupun untuk konstanta (a) dan
untuk koefisien regresi (b). Standar Error of Estimate digunakan untuk mengukur
simpangan dari data aktual disekitar garis regresi. Jika garis regresi memberikan
Standar Error of Estimate yang kecil artinya garis regresi tersebut sangat
mewakili data aktual.
Standar Error of Estimate untuk persamaan (Sxy) dapat dirumuskan dalam
persaamaan sebagai berikut:

(2.9)
Sedangkan Standar Error of Estimate untuk konstanta (Sb) dapat
dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

(2.10)

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN DAN DATA STUDI KASUS

3. 1. Jenis Penelitian
Hartono (2013) menyatakan bahwa definisi penelitian (research) adalah
suatu investigasi atau keingintahuan saintifik yang terorganisasi, sistematik,
berbasis data, kritikal terhadap suatu masalah dengan tujuan menemukan jawaban
atau solusinya. Lebih lanjut Hartono (2013) juga menyatakan definisi penelitian
(research) sebagai pengembangan dan pengujian dari teori-teori baru tentang
bagaimana dunia nyata bekerja atau penolakan dari teori-teori yang sudah ada.
Pada aplikasi di bidang bisnis, Hartono (2013) menyatakan bahwa
penelitian bisnis (business research) didefinisikan oleh Cooper dan Schindler
(2003, p.5) sebagai pencarian yang sistematik yang menyediakan informasi untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan manajerial. Hartono (2013)
menyebutkan ada dua jenis metode penelitian, yaitu metode riset ilmiah
(scientific) dan metode riset naturalis (naturalist approach). Metode riset ilmiah
menggunakan pendekatan deduksi atau berdasarkan analisis data dalam proses
pengambilan keputusan. Sementara metode riset naturalis menggunakan
pendekatan induksi yaitu menggunakan data untuk mengambil kesimpulan tanpa
menggunakan hipotesis. Hartono (2013) menyebutkan bahwa meskipun secara
konsep kedua metode ini berbeda, namun sebaiknya tidak dipandang sebagai
sesuatu yang bertentangan, karena keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing, sehingga seharusnya digunakan secara komplementer, dimana
satu melengkapi yang lainnya. Pendekatan komplementer inilah yang dipakai
pada penelitian ini atau yang sering dikenal sebagai metode triangulation.
Hartono (2013) menjelaskan bahwa kegiatan penelitian dapat dibagi
menjadi empat macam menurut Cooper dan Schindler (2003), yaitu :
1. Pelaporan (reporting), yakni riset yang dilakukan hanya untuk
menyediakan data atau informasi yang diperlukan untuk keputusan
tertentu.
2. Penggambaran (desciptive), yaitu metode penelitian yang memusatkan

26 Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


27

perhatian pada masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian
dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan
fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi
dengan interpretasi yang rasional dan akurat.
3. Penjelasan (explanatory), yakni riset yang mencoba menjelaskan
fenomena yang ada.
4. Prediksi (predictive), yakni riset yang mencoba menjelaskan apa yang
akan terjadi dari suatu fenomena.
Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian ilmiah yang
berbentuk prediksi (predictive). Hal ini dikarenakan kajian dilakukan pada
rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya untuk
mempertahankan skala keekonomian dan daya saing terhadap energi konvensional
pada setiap kondisi yang berbeda (skenario-skenario). Pada tesis, akan dilakukan
identifkasi parameter-parameter yang mempengaruhi nilai LCOE yaitu dengan
Analisis Sensitivitas.

3. 2. Pembuatan Model
Meredith, Shafer, dan Turban (2002) mendefinisikan model bisnis adalah
simplifikasi representasi dari suatu fenomena atau fakta. Lebih lanjut, Meredith,
Shafer, dan Turban (2002) menjelaskan bahwa Willemain (1994)
mendeskripsikan suatu model yang efektif dan berkualitas harus memiliki kriteria
berikut:
a. Validitas (validity) model – yakni seberapa bagus model tersebut
merepresentasikan segala aspek penting yang ada pada fenomena yang
terjadi atau dihadapi;
b. Kegunaan (usability) model – yakni seberapa bagus model tersebut dapat
digunakan pada kasus serupa;
c. Nilai (value) model – yakni seberapa bernilai model tersebut untuk
penggunanya.
Meredith, Shafer, dan Turban (2002) menyebutkan bahwa dari hasil
serangkaian wawancara yang dilakukan Willemain (1994, 1995), dapat
diidentifikasi karakteristik penting dari proses pemodelan, langkah-langkah dari
proses tersebut dan waktu yang digunakan pada setiap langkah. Meredith, Shafer,

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


28

dan Turban (2002) menyebutkan 5 langkah proses pemodelan yang dapat


diperlihatkan pada Gambar 3-1 yaitu sebagai berikut.
a. Identifikasi masalah atau peluang;
b. Pembentukan model;
c. Pengumpulan data;
d. Analisis model berikut validasinya;
e. Implementasi dan manajemen proyek.

Identifikasi Pembentukan
Peluang masalah atau model
optimalisasi peluang
LCOE PV
Rooftop on-grid Verifikasi data
Pengumpulan
Data
Pengujian solusi
dan validasi model
Analisis
Analisis Skenario Model
Kelayakan Investasi
PV Rooftop
Batasan Penelitian

Gambar 3-1 Proses pemodelan


(disadur dari Meredith, Shafer, dan Turban, 2002)

Model yang dibuat pada penelitian ini digunakan untuk memanfaatkan


potensi tenaga surya yang tersebar di seluruh Indonesia dan kesempatan untuk
mengintegrasikannya dengan kegiatan usaha dalam rangka mencapai ketahanan
energi serta penambahan nilai kegiatan usaha tersebut. Model tersebut berupa
perhitungan tekno-ekonomi berikut analisis sensitivitasnya yang dapat digunakan
oleh pimpinan perusahaan atau pihak yang memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan akhir pada tingkat seleksi konseptual (conseptual study).
Model yang dibangun dapat dianalisis secara probabilistik dengan simulasi
stokastik pada aplikasi SAM dengan input dari statistik berapa sebaran distribusi
normal.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


29

3. 3. Tahapan Penelitian

Untuk melakukan penelitian tersebut diperlukan langkah-langkah yang


terstruktur yang disebut metodologi penelitian. Metodologi operasional penelitian
tersebut merupakan proses detail dari pemodelan bisnis yang digambarkan dalam
bentuk diagram alir (flow chart). Secara detail hal ini dapat dilihat pada Gambar
3-2 dan masing-masing tahapan dibahas pada subbab-subbab berikut nya.

Gambar 3-2 Flowchart Tahapan Penelitian

3. 4. Input Process Output (IPO) Penelitian

Model yang dibangun memperlihatkan keluaran (output) yang diinginkan


dengan data (input) yang diidentifikasi di tahap seminar yang kemudian
dilanjutkan pada tesis terlihat pada Gambar 3-3 berikut.

Gambar 3.3. di bawah memperlihatkan parameter dan variabel yang


diperlukan untuk menentukan kelayakan suatu sistem PV Rooftop. Parameter dan
variabel tersebut diidentifikasi di tahap seminar, berupa potensi tenaga surya,
umur pakai, biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta tingkat suku
bunga.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


30

Gambar 3-3 Skema Input-Output Simulasi Optimasi SAM


Penggunaan metode probabilistik memerlukan model dengan metode
stokastik terlebih dahulu. Model tersebut diawali dengan perhitungan LCOE dan
kelayakan investasi sistem PV Rooftop. Laju penurunan biaya investasi sistem PV
Rooftop, kecenderungan harga listrik yang terus meningkat.

Gambar 3-4 Skema Input-Output Simulasi Stokastik


Data mentah sebagaimana yang disebutkan pada gambar 3-3 dilakukan
perhitungan optimasi dengan menggunakan SAM. Selanjutnya, dilakukan uji
stokastik terhadap beberapa variabel yang disebutkan pada gambar 3-4 untuk
melihat keterkaitan variabel-variabel tersebut dengan tingkat pengendalian
investasi PV Rooftop. Data-data input simulasi stokastik terlebih dahulu dihitung
secara statistik deskripsi dengan menggunakan Minitab.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


31

Tahapan-tahapan analisis model tersebut dapat digambarkan dalam bentuk


aliran kerja (work flow). Keseluruhan aliran kerja (work flow) yang telah
dijelaskan di atas ditunjukkan di gambar 3-5 berikut.

Gambar 3-5 Tahap Analisis Model

3. 5. Tahapan Simulasi SAM


Secara umum, SAM merupakan aplikasi yang dmenggabungkan antara
perhitungan potensi dan spesifikasi PV sistem yang sudah disampan di dalam
database SAM untuk menghitung produksi listrik yang dapat dihasilkan selama
umur paka PV sistem tersebut. Kemudian dengan data kapasitas PV yang
diinginkan, biaya sistem, tarif listrik dan parameter keuangan, dilakukan
perhtiungan kelayakan keekonomian sistem PV yang diinginkan tersebut,
sehingga didapatkan hasil rinkas berupa nilai LCOE, Net Present Value (NPV)
dan Payback Period. Disamping itu, hasil perhitungan dapat pula disajikan
kedalam bentuk grafik, tabel cashflow dan grafik hubungan. Adapun ilustrasi
Simulasi SAM dapat ditunjukkan pada gambar 3-6 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


32

Mulai

Pilih Performance Model


(Photovoltaic-Commercial)

Input Data Lokasi Sumber Daya Pilih Module dan Inverter yang
(Meteonorm) digunakan

Masukan Kapasitas PV Masukan Data Biaya Sistem


(System Design) (System Cost)

Masukkan Data Tarif Listrik Masukkan Data Profil Beban


(Electricity Rates) (Electricity Load)

RUN SIMULASI

Output Data

Selesai

Gambar 3-6 Diagram Alir Simulasi SAM


Dari data summary, output utama dapat langsung dilihat, serta LCOE,
NPV dan Payback period. Namun, untuk menganalisa dari mana angka-angka
tersebut dihasilkan dapat dilihat breakdown cash flow pada output SAM.
Beberapa hal yang perlu untuk diketahui adalah sebagai berikut:
1. Net Saving With System ($) adalah jumlah penghematan pembayaran yang
dihasilkan perusahaan ketika mengaplikasikan PV Rooftop. Namun, nilai
yang tercantum pada tabel summary hanya net saving pada tahun pertama,
bukan selalam proyek berjalan. Sehingga perlu dilihat kembali data cash
flow jika ingin melihat total energy saving selama umur ekonomis PV;

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


33

2. Payback period (year) adalah lama pengembalian investasi pemasangan


PV Rooftop dari penghematan pembayaran listrik tanpa sistem yang
diperoleh setiap tahun. Namun, payback period yang tercantum payback
period tanpa discounted factor, sebagaimana perhitungan NPV. Sehingga
perlu juga untuk menghitung payback period dengan discounted factor.

3. 6. Tahapan Simulasi Stokastik


Simulasi stokastik dilakukan untuk memeriksa pengaruh ketidakpastian
nilai satu atau lebih variabel input pada metrik output. Misalnya, simulasi
stokastik dapat digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana tingkat
ketidakpastian dalam biaya pemasangan satu atau lebih komponen sistem
mempengaruhi biaya energi yang diratakan oleh sistem selama masa proyek.
Pada aplikasi SAM, untuk melakukan simulasi stokastik, langkah-langkah
yang harus dilakukan adalah:
1. Memilih satu atau lebih variabel hasil untuk digunakan sebagai metrik
output untuk analisis, dan satu atau lebih variabel masukan.
2. Untuk setiap masukan, pilih distribusi probabilitas dari daftar (seragam,
normal, lognormal, dll.) dan SAM menghasilkan sampel dengan nilai
parameter menggunakan metode Latin Hypercube Sampling (LHS). Untuk
analisis yang melibatkan lebih dari satu parameter masukan, Anda dapat
menentukan koefisien korelasi opsional untuk pemodelan parameter
masukan yang dibatasi.

Sebelum melakukan analisis stokastik diperlukan analisis data-data input


terkumpul untuk dilihat jenis sebara data apakah terdistribusi normal, lognormal,
dan lainnya. Pada proses ini penulis menggunakan Minitab untuk melakukan uji
normalitas data dan korelasi, sehingga diperoleh nila rata-rata input dan standard
deviasi sebagai input untuk simulasi stokastik oleh SAM.

3. 7. Data Studi Kasus

Data yang diperlukan diperoleh dari literatur-literatur terkait dan dilakukan


verifikasi dengan perusahaan PLTS di Ditjen EBTKE di beberapa wilayah di
Indonesia. Beberapa data yang dibutuhkan diantaranya sebagai berikut.
a. Total Biaya PV Rooftop dengan kapasitas dibawah 1 MW;

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


34

b. Biaya operasional dan perawatan;


c. Tarif Listrik;
d. Data pembanding dari lembaga internasional;
e. Data kondisi ekonomi Indonesia saat ini (PDRB, inflasi, nilai tukar, dll).

Fraunhofer ISE (2013) dalam studinya melaporkan bahwa pada akhir


tahun 2012, kapasitas PV terpasang telah lebih dari 100 GWp di seluruh dunia.
Akan tetapi, pemasangan PV baru hanya sekitar 31 GWp setiap tahun, atau
meningkat 1 GWp dari tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan
harga feed in tarrif PV (khususnya Jerman). Tahun-tahun sebelumnya, Eropa
merupakan pasar yang besar untuk mengembangkan PV. Namun, saat ini
pertumbuhan permintaan PV terbesar datang dari Cina, Jepang, India dam
Amerika Utara. Saat ini, pengembangan PV tidak lagi didominasi oleh suatu
negara, namun lebih luas lagi PV dapat bersaing dengan sumber energi lainnya
walaupun di suatu negara tidak ada kebijakan subsidi listrik berbasis energi
terbarukan.

Berkurangnya subsidi listrik berbasis energi surya, mendorong manufaktur


PV untuk dapat menekan biaya sebesar mungkin muai dari sisi penyediaan bahan
baku panel surya hingga biaya konstruksi. Untuk dapat mengefisienkan biaya
produksi Panel PV, beberapa hal telah diitdentifikasi antara lain melalui
penemuan teknologi baru yang lebih efisien, dan konsolidasi penyediaan PV
panel.

Performance ratio pada sistem PV, sering digunakan untuk


membandingkan tingkat efisiensi sistem PV pada lokasi yang berbeda dan tipe
panel surya yang berbeda. Rasio performansi menggambarkan perbandingan
antara aktual energi yang dihasilkan (AC output) pada suatu sistem PV dan
nominal kapasitasnya.Nominal kapasitas sistem PV dinyatakan dengan satuan
kilowatt peak (kWp), yang merupakan ukuran kapasitas pembangkit di bawah
Standard Testing Condition (STC) untuk panel surya sistem PV. Namun, pada
prakteknya energi aktual yang dapat dimafaatlan dipengaruhi oleh kondisi
operasional di lapangan pada suatu sistem lokasi.

Sejak tahun 2012, harga panel surya yang terbuat dari bahan crystalline

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


35

dari Eropa menjadi lebih murah 32% dari 1,07 Euro/Wp (Januari 2012) menjadi
0,73 Ero/Wp (Oktober 2013) . Penurunan yang signifikan pada harga panel surya
juga mendorong penurunan harga pada sistem PV secara keseluruhan. Namun,
untuk harga inverter dan komponen BOS seperti sistem perakitan, wiring, dan
pemasangan, tidak mengalami penurunan signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan
proporsi harga panel surya pada tahun 2005 sebesar 75% dari harga sistem PV
keseluruhan, namun, saat ini menjadi 40-50% dari harga sistem PV keseluruhan.

Kapasitas PLTS di suatu wilayah tergantung dengan besaran global


horizontal irradiance pada lokasi tersebut yang dinyatakan dalam kWh/(m2a).
PLTS di daerah utara dapat memproduksi listrik sekitar 1000 kWh/(m2a),
sedangkan di Jerman bagian selatan dapat mensuplai listrik sebesar 1190
kWh/(m2a).
3.7. 1. Data Radiasi Surya
Data radiasi didapatkan dengan Meteonorm dengan memasukkan
koordinat lintang (Latitude) dan bujur (Longitude). Untuk koordinat lintang di
sebelah utara atau diatas garis khatulistiwa (equator) maka koordinat yang di input
pada Meteonorm bernilai positif dan untuk koordinat lintang di sebelah selatan
atau dibawah garis khatulistiwa maka koordinat lintang yang di input ke
Meteonorm bernilai negatif. Contoh untuk 6o LU di input positif sedangkan 6 o LS
di input sebagai koordinat lintang -6. Untuk koordinat bujur, karena Indonesia
berada di belahan bumi sebelah timur yaitu antara 95 o BT sampai 141 o BT maka
selalu bernilai positif.
Dalam input Meteonorm, kami mengambil contoh di daerah Batam,
Kepulauan Riau dengan koordinat 1o N/104o E dengan ketinggian 63 mdpl. Hasil
Meteonorm didasarkan pada data radiasi matahari antara tahun 1991 sampai
dengan tahun 2010 dan data temperatur antara tahun 2000 sampai dengan tahun
2009 pada setiap koordinat lintang dan bujur.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


36

Gambar 3-7 di bawah ini merupakan output dari Meteonorm adalah berupa
file yang berisi data lengkap setiap jam dalam satu tahun serta data perbulan dari
iklim pada koordinat yang telah ditentukan. Data iklim yang dimaksudkan disini
adalah daily global irradiance, daily temperature, radiation, precipitation,
sunshine duration, dan data lainnya dalam bentuk file .txt dan .csv jika memilih
format TMY3.

Gambar 3-7 Data Radiasi Surya di Kota Batam

3.7. 2. Data Biaya dan Spesifikasi Sistem PV Rooftop


Untuk menentukan total biaya terpasang atau total investasi PV Rooftop di
lokasi yang berbeda, perlu diketahui komponen-komponen biaya investasi PLTS
yang terdiri dari Biaya Modul, Inverter dan BOS. Masing-masing komponen
biaya tersebut memiliki perbedaan di lokasi yang berbeda dan tahun
pembaangunan PLTS. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi benchmarking biaya
investasi PLTS di berbagai negara. Pada tabel 3-1 di bawah ini merupakan

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


37

perbandingan total biaya investasi pada beberapa kajian internasional pada tahun
2015.
Tabel 3-1 Benchmark Biaya Investasi PLTS

Data biaya diatas juga dipengaruhi oleh kapasitas terpasang PV rooftop


yang direncanakan. Sebagai patokan tabel 3-2 di bawah merupakan dasar
pengelompokkan pengembangan PV. Hal ini dikarenakan, semakin besar PV yang
dikembangkan maka biaya investasi pada sistem PV per Wp akan semakin kecil.

Tabel 3-2 Dasar Klasifikasi Kapasitas PV


PV Sector Range Size Model Sturucture

Residential 3-10 kW  System Design


− System Hardware ; -- Direct Labour; -- Indirect Labour
 Systeam Location
− Rooftop on House;
− PII (Permit, Inspection and Interconnection) Cost
 Company Structure
− Direct Buy
Commercial 10 kW-2 MW  System Design
− EPC System Hardware; --EPC Direct Cost; --EPC Indirect Cost
 System Location
− Rooftop on Building or Industry;
− PII (Permit, Inspection and Interconnection) Cost
 Company Structure
− Developer Cost
Utility Scale > 2 MW  System Design
− EPC System Hardware; --EPC Direct Cost; --EPC Indirect Cost
 System Location
− Rooftop on Building or Industry;
− PII (Permit, Inspection and Interconnection) Cost
 Company Structure
− Developer Direct Cost (land acquisition and transmission line)
−Developer Overhead

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


38

Negara penghasil modul PV saat ini China, Jerman dan Jepang. Harga
modul PV di setiap negara berbeda satu sama lain. Jepang merupakan negara
dengan biaya PV modul paling tinggi, sedangkan PV modul terendah di India.
Penting bagia pengembang PLTS untuk melihat kecenderungan harga modul PV
dari tahun ketahun karena modul PV merupakan komponen utama pada investasi
PLTS.

Gambar 3-8 Rincian Biaya Sistem PLTS Rata-Rata Global 2009-2025


Dari tahun ke tahun biaya investasi PV mengalami penurunan yang
signifikan, penurunan tersebut dihitung sebagai Learning rate dan nilai learning
rate untuk PV Modul adalah sebesar 18 – 22%. Artinya biaya PV modul tahun ini
mengalami penurunan harga sebesar 18%-22% dari tahun sebelumnya. Hal ini
juga mempengaruhi besar proporsi Biaya BOS menjadi meningkat dari tahun
2009 sd 2015 dari 37% menjadi 60% dari total biaya PV. Oleh karena itu, potensi
pengurangan biaya investasi PV saat ini pada Biaya BOS.
Selanjutnya, sebagai input analisis kelayakan yang akan dilakukan pada
penelitian ini, penulis mengumpulkan data penawaran lelang sistem PV yang
dievaluasi oleh Ditjen EBTKE, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Penulis memperoleh 6 (enam) buah data yang kemudian diolah secara statistik
dengan hasil sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3-3 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


39

Tabel 3-3 Data Biaya Sistem PV Rooftop (Module, Inverter dan BOS)
dalam USD/Wp

Module BOS Inverter


PV
Min 0,44 0,015 0,03
Maks 0,86 1,7 0,17
Mean 0,62 1,00 0,087
Std Deviasi 0,074 0,34 0,025
Data Input SAM 0,6 1,05 0,1

3.7. 3. Data Tarif Listrik Sektor Industri


PV Rooftop dipasang terintegrasi dengan Industri, dimana energi listrik
yang dihasilkan oleh PV Rooftop terhubung dengan jaringan PT PLN. Namun,
dengan Skema Net Metering, PV Rooftop tidak dijual ke PT PLN dengan harga
khusus. Adapun pendapatan yang dihasilkan dari sistem PV Rooftop terpasang
berasal dari penghematan pembayaran konsumsi listrik kepada PT PLN. Oleh
karena itu, diperlukan analisis data harga listrik PT PLN yang dikenakan pada
suatu industri untuk mengukur tren penghematan yang diperoleh oleh sebuah
industri.
Tabel 3-4 Data Biaya Listrik PT PLN dalam satuan Rp/kWh

Tahun BPP Nasional PT Harga Listrik PLN Biaya PLTD


PLN (Sektor Industri di
Batam)
2010 795.59 1,069.81 4,315.43
2011 1,051.14 1,077.97 2,536.85
2012 1,217.28 1,081.39 3,168.58
2013 1,206.67 1,177.61 3,286.13
2014 1,296.73 1,193.14 3,064.30
2015 1,287.00 1,200.73 7,969.86
Sumber: Data Statistik PT PLN 2010 - 2015

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


40

3.7. 4. Data Parameter Keuangan


Selanjutnya, dikumpulkan input data mengenai inflasi di Indonesia,
potensi radiasi surya di setiap wilayah untuk melakukan perhitungan kelayakan
ekonomi sebagaimana tabel 3-5 di bawah ini.
Tabel 3-5 Data Makro Ekonomi

Tahun PDRB Inflasi Nilai Tukar


(IDR to USD)
2010 63.64 7.4 8,763
2011 74.18 3.76 8,823
2012 83.75 2.02 9,427
2013 96.66 7.81 10,504
2014 107.22 7.61 11,938
2015 121.17 4.73 13,420

Nilai dari data-data finansial yang dimasukkan akan berpengaruh terhadap


output keekonomian yang dihasilkan oleh perangkat lunak SAM. Data-data
finansial yang diperlukan diantaranya sebagai berikut:
a. Tingkat suku bunga dasar kredit (SBDK)
Data suku bunga dasar kredit diambilkan acuan Bank Rakyat Indonesia
dengan bunga 12,5% per tahun.
b. Tingkat inflasi
Data inflasi didapatkan dari Bank Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan
akhir 2016, kemudian data tersebut dirata-ratakan sehingga didapatkan
tingkat inflasi sebesar 5,5%.
c. Tingkat Diskonto
Data diskonto didapatkan dari Bank Indonesia dari tahun 2010 sampai
dengan akhir 2016, kemudian data tersebut dirata-ratakan sehingga
didapatkan tingkat diskonto sebesar 7,39%.
3.7. 5. Profil Beban Industri yang Diamati
Kurva beban atau disebut profil beban, secara sederhana dapat diartikan
sebagai kurva yang menggambarkan penggunaan beban (listrik) dalam suatu
waktu. Dikatakan dalam suatu waktu karena selangnya itu dapat berupa tahunan,
mingguan, bahkan harian. Namun, penggunaan yang paling umum adalah kurva
beban harian seperti pada gambar 3-9 berikut ini.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


41

Kurva Beban Industri


180
Konsumsi Energi Listrik Rata-Rata

160
140
120
100
(MWh)

80
60
40
20
0
06-Nov- 07-Nov- 08-Nov- 09-Nov- 10-Nov- 11-Nov- 12-Nov- 13-Nov-
17 17 17 17 17 17 17 17
Tuesda Wednes Thursd Saturda
Monday Friday Sunday Monday
y day ay y
Series1 123,08 115,8 112,64 115,6 135,44 149,64 152,68 137

Sumber: data industri semen


Gambar 3-9 Kurva Beban Industri

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


42

BAB 4
ANALISIS PERMODELAN DAN DISKUSI

Suatu model dibangun melaui tahapan penelitian yang dijelaskan pada bab
sebelumnya, untuk menganalisis kelayakan keekonomian pada sistem PV rooftop
dengan menggunakan simulasi SAM dan Simulasi Stokastik. Model ini
diharapkan dapat memenuhi prinsip “to produce electricity at the lowest possible
cost” dengan mencari nilai LCOE terendah dala batasan parameternya seperti
maksimum Net Present Value (NPV), Payback Period (PBP), dan Internal Rrate
of Return (IRR). Analisis dilakukan terhadap data yang telah diidentifikasi pada
bab sebelumnya dengan menggunakan model yang dibangun.

4. 1. Peramalan Grid Parity PLTS-PV Atap terintegrasi pada Industri


4.2.1. Analisis Trend Biaya Sistem PV Rooftop
Dari sampel data yang dikumpulkan, digenerate data sebanyak 100 sampel
yang kemudian dilakukan tes normalitas data tersebut dengan menggunkan
aplikasi Minitab. Validasi data ini diperlukan untuk melihat sifat data (apakah
normal dan tidak terdapat outlier) dan mendapatkan deskripsi statistik dari setiap
data.

Gambar 4-1Uji Normalitas Biaya Modul PV

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


43

Gambar 4-2 Uji Normalitas Biaya Inverter


Uji Normalitas pada Biaya Inverter dan Biaya Bos juga melalui proses
yang sama yaitu bersumber dari pengumpulan data sebanyak 6 (enam) buah data
berasal dari data lokal yang kemudian digenerate dengan simulasi stokastik dan
dihitung nilai minimum, maksimum dan rata-rata secara statistik.

Gambar 4-3 Uji Normalitas Biaya BOS

Dari data ini diperoleh data dekskripsi statistik sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


44

1. Biaya Modul rata-rata sebesar USD 0,6 /Wp, dengan standar deviasi
sebesar USD 0,074/Wp, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-1;
2. Biaya Inverter rata-rata sebesar USD 0,087 /Wp dengan standar deviasi
sebesar USD 0,024/Wp, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-2;
3. Biaya BOS rata-rata sebesar USD 0,997 /Wp dengan standar deviasi
sebesar USD 0,336/Wp, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-3;
Selanjutnya, sebagai informasi tambahan mengenai kecenderungan
penurunan biaya total terpasang sistem PV, dilakukan trend analysis dari data
biaya PV dari tahun 2010 s/d 2017. Dengan menggunakan aplikasi minitab
diperoleh persamaan laju penurunan biaya sistem PV sebagaimana ditampilkan
pada gambar 4-4.

Gambar 4-4 Grafik Trend Biaya PV rooftop

4.2.2. Analisis Trend Tarif Listrik Industri


Trend Analysis data tarif listrik diperlukan untuk memilih model
peramalan terbaik untuk melihat besar kecenderungan perubahan tarif listrik dari
tahun ke tahun sebagai input electricity escalation pada aplikasi SAM. Dari data
tarif listrik selama 6 tahun (2010-2015), dilakukan trend analysis dengan model
Linear, S-Curve, dan Growth Curve Model. Pengukuran Akurasi model yang
terbaik dilakukan dengan melihat nilai MAPE, MAD dan MSD terkecil. Terpilih
Model Growth Curve sebagai model yang tepat untuk meprediksi kecenderungan

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


45

Tarif Listrik pada tahun-tahun kedepan. Grafik laju kecenderungan tarif listrik
sebagaimana dapat dilihat pada gambar 4-5 di bawah ini.

Gambar 4-5 Grafik Trend Analysis Tarif Listrik PLN pada Industri
Selanjutnya, analisis regresi dari indikator ekonomi makro yang dalam hal
ini diwakilkan oleh nilai PDRB dan inflasi digunakan untuk melakukan
peramalan tarif listrik PT PLN pada sektor industri di tahun-tahun berikutnya
Kesimpulan yang dapat diambil dari regresi analisis ini adalah variabel PDRB dan
Inflasi memiliki pengaruh yang erat terhadap tarif listrik PLN pada tahun berjalan,
sebagaiaman dapat dilihat pada hasil analisi regresi pada gambar 4-6 di bawah .

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


46

Gambar 4-6 Hasil Regresi Analisis Nilai PDRB dan Inflasi terhadap Harga Listrik
PLN
Nilai R-Square sebesar 99,01% menunjukkan bahwa variabel Y dapat
dijelaskan oleh sekelompok variabel x1 dan x2 secara simultan sebesar 99%,
sedangkan sisa nya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diteliti. P-
Value < 0,05 menunjukkan variabel-variabel independen mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen dan VIF< 5 menunjukkan tidak ada
gejala Multikolinear.

4.2.3. Grid Parity PV Rooftop Terintegrasi pada Industri


Grid parity didapat dengan menggabungkan kedua grafik yakni grafik
antara perhitungan biaya PV atau LCOE dengan Tarif Listrik PLN yang
dikenakana pada industri tersebut. Pada gambar 4-7 ini digambarkan bahwa
dengan kecenderungan biaya PV yang terus menurun dari tahun ke tahun, dan
kecenderunagn tarif listrik yangterus meningkat, diperoleh titik temu antara kedua
grafik yaitu pada tahun 2023. Hal ini bermakna Biaya PV akan dapat bersaing
secara keekonomian tanpa ada intervensi berupa insentif pemerintah pada tahun
2023. Namun demikian, sebelum tercapainya grid parity sistem PV masih dapat

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


47

bersaing secara keekonomian tanpa insentif dengan inovasi pada skema bisnis
yang akan dijawab pada penelitian ini.

Grid Parity PV Terintegrasi pada


Industri
2.000,00 2023
1.800,00
1.600,00
1.400,00
1.200,00
1.000,00 Tarif listrik Industri
800,00
600,00 LCOE
400,00
200,00
-

Gambar 4-7 Grid Parity PV Rooftop pada Industri

4. 2. Simulasi Optimasi dengan System Advisor Model (SAM)

SAM adalah sebuah model perancangan sistem (kinerja sistem dan


finansial) untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang terkait dengan
industri energi terbarukan, antara lain Manajer Proyek, Analis Kebijakan,
Pengembang Teknologi dan Peneliti.

SAM memprediksi kinerja dan memperkirakan biaya energi (cost of


energy) untuk pengembangan EBT terintegrasi dengan Jaringan Listrik (on-grid)
berdasarkan biaya instalasi dan operasional serta parameter perancangan sistem
yang dimasukkan sebagai input ke dalam model.

Simulasi akan dilakukan pada 3 (tiga) alternatif, yaitu:

1. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih tinggi dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell > Tarif PLN Buy)
2. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih rendah dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell < Tarif PLN
Buy)
3. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Metering

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


48

Adapun input SAM antara lain dapat dilihat pada gambar-gambar di


bawah ini.

Gambar 4-8 Input Lokasi dan Nilai Sumber Daya Solar di Kota Batam
Pertama-tama, variabel yang harus diinput pada SAM yaitu potensi tenaga
surya yang digambarkan dengan iradiasi surya di suatu daerah. Pada daerah yang
berbeda potensi dan energi yang listrik yang akan dihasilkan dengan teknologi
yang sama akan berbda pula. Gambar 4-8 di atas, menunjukkan input data SAM
terkait lokasi dan besar sumber daya. Pada Gambar terasebut, penulis menetapkan
Kota Batam sebagai lokasi simulasi. Kota Batam terpilih karena potensi sektor
industri yang besar pada kota tersebut. Namun demikian pada subbab berikutnya
akan dilakukan analisis sensitivitas sebagai dasar pertimbangan pengembangan
sistem PV Rooftop secara umum.

Selanjutnya, sebagai dasar untuk melakukan simulasi awal dilakukan


perhitungan kelayakan investasi pada sistem PV Rooftop dengan kapasitas
terpasang yaitu sebesar 200 kW sebagaimana benchmark pengklasifikasian skema
PV Rooftop (Commercial). Pada analisis selanjutnya akan dilakukan analisis
perubahan kapasitas PV Rooftop terhadap nilai keekonomian PV Rooftop.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


49

Gambar 4-9 Input Kapasitas PV Rooftop


Data biaya sistem PV diinput pada bagian System Cost. Selain biaya
perlatan PV, biaya OM juga menjadi bagian dari perhitungan biaya tahunan.
Dalam hal ini biaya OM ditetapkan sebesar $ 15/kWh/tahun. Detail input biata
sistem sebagaimana pada Gambar 4-10 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


50

Gambar 4-10 Input Biaya Sistem PV Rooftop


Selanjutnya, input parameter keuangan sebagaimana yang diidentifikasi
pada bab sebelumnya. Dalam hal ini, Sistem PV Rooftop diasumsikan berasal dari
pendanaan sendiri atau equity tanpa pinjaman bank (debt = 0).

Gambar 4-11 Input Parameter Keuangan


Kemudian data tarif listrik dan tarif pembelian listrik dari PV Rooftop
(apabila menggunakan skema net billing) diinput di bagian Electricity rate
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-11 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


51

Gambar 4-12 Input Tarif Listrik


Selanjutnya, data beban harian suatu industri yang akan diintegrasikan
oleh PV rooftop di input ke dalam Electric Load sebagaimana ditampilkan pada
gambar 4-12 di bawah ini.

Gambar 4-13 Input Data Beban


Berdasarkan input data tersebut di atas, diperoleh output summary dari
data baseline adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


52

1. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih rendah dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell < Tarif PLN
Buy).
Pada tabel 4-1 di bawah ini diperoleh hasil perhitungan kelayakan
investasi berupa Net Present Value (NPV) yang negatif. Dengan LCOE
sebesar 25 cent/kWh untuk skema Net Billing dimana tarif jual listrik PV
sebesar 9 cent/kWh dibandingkan dengan biaya listrik industri sebesar 11
cent/kWh belum dapat memberikan nilai tambah pada sistem PV Rooftop
tersebut.

Tabel 4-1 Tabel Output Data Summary Skema Net Billing 1

2. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih tinggi dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell > Tarif PLN
Buy).
Pada tabel 4-2 di bawah ini diperoleh hasil perhitungan kelayakan
investasi berupa Net Present Value (NPV) yang negatif. Dengan LCOE
sebesar 25 cent/kWh untuk skema Net Billing dimana tarif jual listrik PV
sebesar 14 cent/kWh dibandingkan dengan biaya listrik industri sebesar 11
cent/kWh masih belum dapat memberikan nilai tambah pada sistem PV
Rooftop.

Tabel 4-2 Tabel Output Data Summary Skema Net Billing 2

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


53

3. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Metering


Pada tabel 4-3 di bawah ini diperoleh hasil perhitungan kelayakan
investasi berupa Net Present Value (NPV) yang positif. Dengan LCOE
sebesar 25 cent/kWh untuk skema Net Metering dimana tarif jual listrik
PV sama dengan biaya listrik industri yaitu sebesar 11 cent/kWh dapat
memberikan nilai tamah pada sistem PV Rooftop. Terkait dengan hal
tersebut, akan dilakukan analisis berikutnya pada skema Net Metering
yang sudah dapat memenuhi kelayakan investasi pada sistem PV rooftop.

Tabel 4-3 Tabel Output Data Summary Skema Net Metering

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


54

4. 3. Simulasi Stokastik
Selanjutnya data distribusi normal sebagaimana telah dijelaskan pada
subbab sebelumnya, yang merupakan hasil perhitungan statistik dasar, digunakan
sebagai input pada Simulasi Stokastik SAM. Gambar 4-14 di bawah ini
merupakan perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari pengumpulan data
sebelumnya.

Gambar 4-14 Hasil Perhitungan statistik dasar variabel yang akan dianalisis
stokastik

4. 4. Analisis Hasil Simulasi Optimasi dan Simulasi Stokastik


Dengan data input sebagaimana diatas, diperoleh perbandingan nilai NPV
sebagaimana tabel di bawah. Untuk lebih jeas melihat perbandingan hasil simulasi
SAM, tabel 4-4 berikut ini merupakan gabungan dari hasil output sebagaimana di
atas.

Tabel 4-4 Perbandingan Hasil Simulasi pada Net Biling dan Net Metering

Metric NET BILING 1 NET BILING 2 NET METERING


Annual energy 215,754 kWh 215,754 kWh 215,754 kWh
Capacity factor 12.50% 12.50% 12.50%
First year kWhAC/kWDC 1,093 kWh/kW 1,093 kWh/kW 1,093 kWh/kW
Performance ratio 0.75 0.75 0.75
Battery efficiency 0.00% 0.00% 0.00%
Levelized COE (nominal) 25.52 ¢/kWh 25.52 ¢/kWh 25.52 ¢/kWh
Levelized COE (real) 17.26 ¢/kWh 17.26 ¢/kWh 17.26 ¢/kWh

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


55

Metric NET BILING 1 NET BILING 2 NET METERING


Electricity cost without system $238,048 $238,048 $238,048
Electricity cost with system $218,630 $210,000 $200,252
Net savings with system $19,418 $28,048 $37,796
Net present value $-144,145 $-44,059 $69,076
Payback period 13.7 years 9.7 years 7.3 years
Net capital cost $369,293 $369,293 $369,293
Equity $369,293 $369,293 $369,293
Debt $0 $0 $0

Dari hasil simulasi SAM pada ketiga skenario tersebut, terlihat bahwa
yang memenuhi kelayakan investasi yaitu dengan skema Net Metering, yang
menunjukkan nilai NPV sebesar $ 69.076 atau sekitar Rp. 932.536.000 dengan
jangka waktu pengembalian modal selama 8 tahun. Nilai NPV ni menunjukkan
nilai pengembalian proyek selama analysis period yaitu 20 tahun.

Gambar 4-15 Grafik Uji Normalitas Nilai NPV Hasil Simulasi Stokastik
Selanjutnya, dengan data stokastik yang telah diolah pada gambar 4-14 di
atas, dimasukkan sebagai input pada simulasi stokastik SAM dengan simulasi
sebanyak 100 sampel. Dari input tersebut diperoleh hasil berupa kombinasi
variabel-variabel yang diubah dengan nilai NPV. Kemudian nilai NPV yang

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


56

diperoleh dilihat sifat normalitasnya dengan uji normalitas, dengan hasil


sebagaimana ditujunkkan pada gambar 4-15 di atas.
Dari grafik tersebut diatas, dengan nilai p-value > 0,05 dapat disimpulkan
bahwa nilai NPV Simulasi Stokastik terdistribusi secara normal, sehingga dapat
dihitung seberapa besar kemungkinan NPV sistem lebih besar dari pada nol,
sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan untuk berinvestasi.

Sebagaimana ditunjukkan pada area diarsir pada gambar 4-16 di atas,


menunjukkan probabilitias nilai NPV > 0. Dengan menggunakan uji hipotesis Z
diperoleh kemungkinan investasi menghasilkan nilai NPV > 0 adalah 71,9%.
Gambar 4-16 Perhitungan Probabilitas NPV > 0

Gambar 4-17 Uji Korelasi Variable-variabel

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


57

Pada gambar 4-17 tersebut di atas, P-Value <0,05 menunjukkan korelasi


yang erat dan nilai Pearson Correlation menunjukkan besar pengaruh atau
korelasi antar variabel. Dari uji korelasi ini, diperoleh bahwa NPV memiliki
korelasi yang erat dengan nilai LCOE, sehingga pengurangan nilai LCOE dapat
meningkatkan kelayakan investasi PV Rooftop (NPV>>0). Selanjutnya akan
dilakukan analisis sesnsitivitas nilai LCOE dengan menggunakan Tornado Chart.

4. 5. Analisis Sensitivitas Levelized Cost of Electricity (LCOE)


Analisis sensitivitas ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh
beberapa variabel input merubah nilai LCOE. Semakin besar perubahan nilai
LCOE terhadap perubahan variabel input yang dianalisis, maka dapat dikatakan
nilai LCOE peka terhadap perubahan variabel a. Dalam hal ini, variabel input
yang akan dihitung pada uji sensitifitas, yaitu periode analisis proyek, biaya
investasi, suku bungan bank, proporsi utang sebagai sumber pendanaan investasi,
dan biaya operasional.

Gambar 4-18 Uji Sensitivitas LCOE dengan Tornado Chart


Gambar 4-18 merupakan Tornado Chart untuk uji sensitivitas pada
variabel-variabel yang terdiri dari periode analisis proyek, biaya investasi, IRR,
suku bungan bank, dan prosentasi pendanaan proyek berasal dari pinjaman. Dari
uji sensitivitas tersebut di atas, diperoleh hasil variabel yang signifikan
mempengaruhi nilai LCOE adalah periode analisis proyek, dan biaya investasi.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


58

Total biaya investasi dipengaruhi oleh kapasitas terpasang PV, sehingga pada
subbab berikutnya akan dilakukan analisis skenario nilai LCOE terhadap
kapasitas terpasang PV.

4. 6. Analisis Kelayakan Investasi


PV Rofftop pada sektor industri digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi di industri, sehingga pendapatan sistem PV Roftop tersebut dinilai dari
penghematan energi listrik yang dibayar tanpa sistem. Gambar 4-19 di bawah ini
merupakan grafik pengehamatan listrik tiap tahun dengan menggunakan PV
Rooftop sebesar 16% dari total kebutuhan listrik di suatu industri.

Gambar 4-19 Grafik Proporsi Penghematan Listrik Industri


Selanjutnya, Tabel 4-5 di bawah menunjukkan penghematan yang dapat
dihasilkan energi yang dihasilkan oleh sistem PV Rooftop tersebut. Secara rata-
rata penghemtan yang dapat diberikan oleh sistem PV Rooftop yaitu sebesar 16%.
Tabel 4-5 Proporsi Penghematan Listrik Industri

Value of electricity Electricity Without


YEAR %
savings ($) System ($)
0 0 0 -
1 38.277.400 229.395.000 16,69%
2 41.324.276 248.894.000 16,60%

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


59

Value of electricity Electricity Without


YEAR %
savings ($) System ($)
3 44.613.628 270.050.000 16,52%
4 48.164.848 293.004.000 16,44%
5 51.998.736 317.909.000 16,36%
6 56.137.840 344.931.000 16,28%
7 60.606.416 374.250.000 16,19%
8 65.430.680 406.062.000 16,11%
9 70.638.928 440.577.000 16,03%
10 76.261.792 478.026.000 15,95%
11 82.332.208 518.658.000 15,87%
12 88.885.920 562.744.000 15,80%
13 95.961.560 610.578.000 15,72%
14 103.600.128 662.477.000 15,64%
15 111.846.816 718.787.000 15,56%
16 120.749.864 779.884.000 15,48%
17 130.361.712 846.174.000 15,41%
18 140.738.592 918.099.000 15,33%
19 151.941.696 996.137.000 15,25%
20 164.036.480 1.080.810.000 15,18%

Selanjutnya, untuk melihat nilai energi listrik yang dihasilkan oleh PV,
dilakukan perhitungan penghematan yang diperoleh setiap tahun terhadap energi
listrik yang dihasilkan oleh PV Rooftop, sehingga diperoleh grafik sebagaimana
pada gambar 4-20 di bawah. Pada Grafik terlihat bahwa nilai energi listrik dari PV
Rooftop pada tahun ke-1 s/d tahun ke-6 berada dibawah nilai LCOE, namun terus
meningkat dari tahun ketahun melewati nilai LCOE. Grafik ini menunjukkan
bahwa payback period baru dilalui oleh PV Rooftop pada tahun ke-7, dengan
pengembalian investasi yang terus meningkat hingga tahun tahun ke-20 dengan
NPV positif.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


60

Gambar 4-20 Nilai Energi Listrik yang berasal dari PV selama 20 tahun

4. 7. Analisis Skenario LCOE PV Rooftop terhadap Kapasitas


Selanjutnya, dilakukan analisis nilai LCOE pada kapasitas berbeda antara
100 kW s.d 100 MW dengan memasukkan input biaya total terpasang PV dan
biaya OM yang sesuai untuk masing-masing kapasitas. Gambar 4-21 di bawah
menunjukkan grafik kapasitas PV terpasang terhadap nilai LCOE. Di grafik ini
terlihat bahwa dengan memasang PV berkapasitas 20 MW, nilai LCOE nya sudah
sangat mendekati LCOE PV berkapasitas 100 MW.

Gambar 4-21 Nilai LCOE terhadap Kapasitas

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


61

Selanjutnya, untuk melihat perbedaan nilai LCOE pada kondisi sumber


daya tenaga surya di suatu wilayah, tabel dibawah ini menunjukkan perubahan
nilai LCOE terhadap kapasitas pada 3 (tiga) lokasi yang berbeda, yaitu Kota
Batam, Surabaya dan Banten. Tabel 4-6 menunjukkan bahwa nilai LCOE
terhadap kapasitas di ketiga lokasi memiliki kecenderungan yang serupa, namun
dengan nilai LCOE yang berbeda.
Tabel 4-6 Nilai LCOE pada 3 (tiga) Lokasi Berbeda
KAPASITAS NILAI LCOE (cent/kWh)
(kW) Batam Surabaya Banten
100 19.06 19.27 20.76
200 17.26 17.45 18.8
500 16.71 16.9 18.21
1,000 16.5 16.69 17.98
5,000 13.81 13.97 15.05
10,000 12.89 13.04 14.05
50,000 11.72 11.86 12.77
100,000 11.06 11.19 12.05

Dengan menggunakan data input yang sama, dilakukan analisis perubahan


kapasitas terpasang PV rooftop terhadap nilai NPV, sehingga diperoleh hasil
perhitungan sebagaimana gambar 4-22 di bawah. Hal ini meunjukkan semakin
besar kapasitas PV Rooftop maka NPV akan terus meningkat dengan batasan
berupa luas lahan tersedia dan faktor risiko pada investasi PV Rooftop.

Gambar 4-22 Perbandingan nilai NPV Sistem terhadap Kapasitas

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


62

BAB 5
KESIMPULAN

5. 1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada buku tesis ini, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Kebutuhan energi pada Industri yang tingi, ketersediaan lahan pada suatu
industri, serta kecocokkan pola konsumsi listrik di industri dengan pola
produksi listrik tenaga surya ini, merupakan peluang bagi investor untuk
mengembagkan PV Rooftop di sektor industri;
2. Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) skenario
yang dilihat dari sisi swasta, yaitu:
a. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual
Energi PV lebih tinggi dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell > Tarif
PLN Buy)
b. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual
Energi PV lebih rendah dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell < Tarif
PLN Buy)
c. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Metering
3. Dengan analisis kecenderungan tarif listrik PT PLN untuk Industri yang terus
mengalami kenaikan (pengolahan data trend analysis tarif listrik),
penggunaan PV rooftop pada industri mampu mengurangi biaya penggunaan
energi listrik;
4. PV rooftop pada industri dengan case study di Kota Batam, diperoleh nilai
pengembalian investasi positif pada skema Net Metering. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai NPV positif sebesar $69.076 dan Payback period selama 8
tahun. NPV ini didapatkan dari hasil penghematan biaya listrik yang
dikeluarkan tanpa sistem PV. Melalui uji stokastik diperoleh pula probabilitas
NPV > 0, yaitu sebesar 72%, sehingga dapat dikategorikan sebagai investasi
yang baik;

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


63

5. Selanjutnya untuk memperluas jangakuan penelitian, dilakukan analisis


sensitivitas terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi nilai LCOE,
untuk mengetahui variabel apa yang mempengaruhi nilai LCOE. Dari uji
sensitivitas tersebut diperoleh bahwa varibel yang signifikan mempengaruhi
nilai LCOE adalah periode analisis proyek dan biaya investasi atau biaya PV
Rooftop terpasang pada suatu daerah;
6. Kondisi ini didukung oleh tingkat kemajuan teknologi PV yang membuat
biaya PV per kWh terus mengalami penurunan harga, dengan asumsi
penurunan harga sebesar 18-22% setiap tahun sebagiaman analisis learning
curve yang dilakukan oleh IRENA;
7. Disamping menguntungkan bagi perusahaan, juga menguntungkan untuk
masyarakat dan PT PLN, karena akan mengurangi pemakaian energi dari
pembangkit listrik sewa dengan harga yang cukup tinggi sehingga BPP pun
akan menjadi lebih murah;
8. Selanjutnya, untuk mendorong meningkatnya kelayakan investasi pada PV
Rooftop, maka dilakukan analisis terhadap nilai LCOE terhadap kapasitas.
Semakin besar kapasitas terpasang sistem PV roftop maka nilai LCOE pun
akan semakin kecil. Namun, pada suatu titik nilai LCOE mencapai titik
optimal yaitu pada kapasitas optimal (LCOE terendah) PV terpasang sebesar
20 MW.

5. 2. Saran Penelitian Selanjutnya


Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan memperhitungkan
pajak, memperhitungkan proporsi ekuitas dan pinjaman, atau memperhitungkan
nilai akhir pembangkit (salvage value). Penelitian juga dapat dikembangkan lebih
lanjut untuk sistem PV dengan model bisnis distributed (atau dedicated)
generating system dengan memperhitungkan periode analisis yang kurang dari 20
(dua puluh) tahun.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


64

DAFTAR ACUAN

1. Arnold, J.R. Tony & Chapman, N. Stephen. Introduction to material


management (pp.199-273). New Jersey : Prentice-Hall Inc, 2004.
2. Nasional, Dewan Energi. Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta : KESDM,
2014.
3. Williams. Energy Policy 28 (1095-1109). 2000.
4. Taha, Hamdy. Operations Research Edisi 7. s.l. : Prentice Hal, 2003.
5. Hair, Black, Anderson, Tatham. Multivariate Analysis. s.l. : pearson prentice
six .
6. Pengendalian emisi pencemaran udara melalui optimasi sumber daya energi,.
Adi, Agus Cahyono. 1998.
7. J, Hartono. Metodologi Penelitian Bisnis-Salah Kaprah dan Pengalaman-
Pengalaman (Edisi 6). Yogyakarta : BFE UGM, 2013.
8. Cristhoph Kost, Johannes N. Mayyer, etc. Levelized Cost of Electricity
Renewable Energy Technologies . s.l. : Fraunhofer Institut for Solar Energy
System ISE, 2013.
9. Ditjen EBT. The Role of Indonesia Government in Meeting Renewable Energy
Growth Targets. The Role of Indonesia Government in Meeting Renewable
Energy Growth Targets. Jakarta : s.n., 2 Maret 2017.
10. Fraunhofer Institut For Solar Energy System ISE. Levelized Cost of
Electricity Renewable Energy Technologies Study . November 2013.
11. Porter, Michael E. How Competitive Forces Shape Strategy. s.l. : Harvard
Business Review, Maret 1979.
12. Chase, Richard B. Jacobs, RObert, Aquilano Nicholas J. Operation
Management for Competitive Advantages With Global Case. New York : Prentice
Hall, 2006.
13. William G. Sullivan, Ellin M.Wicks, James T.Luxhoj. Engineering
Economy. United States : Prentice Hall, 2006.
14. G.J. Thuesen, Wolter J. Fabrycky. Engineering Economy. s.l. : Prentice
Hall, 1993.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


65

15. Re-considering the economics of Photovoltaic Power. Morgan Bazilian,


Ijeoma Onyeji, et al. s.l. : Elsevier Ltd, 2013.
16. A Review of Solar Photovoltaic Levelized Cost of Electricity. K. Branker,
M.J.M. Pathak, J.M Pearce. s.l. : Elsevier Ltd., 2011.
17. The Prospects for Cost Competitive Solar PV Power. Stefan Reichestein,
Michael Yorston. s.l. : Elsevier Ltd., 2012.
18. Quantitative Business Modelling. Meredith, J., Shafer, S. & Turban, E.
USA : South-Western Thomson Learning, 2002.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


66

DAFTAR REFERENSI

Ali Arefifar, Seyed, dkk. 2017. Improving Solar Power PV Plants using
Multivariate Design Optimization. IEEE.
Ashadi. 2012. Perumusan Tarif Pembelian Listrik pada Regulasi Feed-in Tarrif
untuk Teknologi Photovoltaic Serta Analisis Penerapannya di Indonesia.
Universitas Indonesia.
Dewan Energi Nasional. 2014.Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta :
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Doan L. Phung. 1987. Theory and Evidence for Using the Economy of Scale Law
in Power Plants Economics. US: Martin Marietta Energy System, INC.
F.W Crawford, A.L. Cullen, J. W. Hutchinson, W.H. Wittrick, L.C. Woods. 1980.
Economics of Electric Utility Power Generation. New York: Oxford
University Press.
International Energy Agency (IEA). 2014. Technology Roadmap Solar
Photovoltaic Energy.
Hall Forstner, dkk. 2013. International Technology Roadmap for Photovoltaic
(ITRPV). SEMI & VDMA.
IRENA. 2012. Renewable Energy Technologies: Cost Analysis Series Solar
Photovoltaics.
IRENA. 2015. Renewable Power Generation Cost in 2014.
IRENA. 2016. The Power to Change: Solar and Wind Cost Reduction Potential to
2025.
Jack Meredith, Scott Shafer, Efraim Turban. 2002.Quantitative Business
Modeling. Sohio: South-Western, Thomson Learning.
K. Branker, M.J.M Pathak, J.M. Pearce. 2011. A review of Solar Photovoltaic
Levelized Cost of Electricity. Elsevier Ltd.
Kurniawan, Anandita Willy. 2017. Analisis Skenario Harga Jual Energi Listrik
PLTS-PV Atap Rumah di Indonesia setelah Kondisi Grid Parity. Universitas
Indonesia.
Michela Fursch (EWI), dkk. 2012. Optimization of Power Plant Investment under
Uncertain Renewable Energy Development Paths-A Multistage Stochastic

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


67

Programming Approach. Institute od Energy Economics at University of


Cologne (EWI).
Morgan Bazilian, dkk. 2013. Re-considering the economics of Photovoltaic
Power. Elsevier Ltd.
Ran Fu, CFA, dkk. 2016. U.S. Solar Photovoltaic System Cost Benchmark: Q1
2016. US: National Renewable Energy Laboratory (NREL).
REMAC 2000. 2003. Renewables for Power Generation Status and Prospect.
International Energi Agency (IEA).
RUPTL PT PLN 2015-2024.
Saragih, Abdi Dharma. 2017. Regulasi Pengembangan dan Percepatan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. KESDM: Ditjen EBTKE.
Setiawan, Eko Adhi. 2007. Concept and Controllability of Virtual Power Plant
Phd Thesis. University of Kassel Sjodin.
Sewchurran, Sanjecth, dkk. 2017. Drivers, Barriers and a Method for Evaluating
the Feasibility of Residential Rooftop Solar PV in Durban (Part 1 and 2).
IEEE.
Shan Jin. 2009. Long Term Power Generation Planning Under Uncertainty.
IOWA State University.
Statistik PLN 2010 – 2015.
Stefan Reichelstein, Michael Yorston. 2012. The Prospect for Cost Competitive
Solar PV Power. Elsevier Ltd.
William G. Sullivan, Ellin M.Wicks, James T.Luxhoj. 2006. Engineering
Economy.United States: Prentice Hall.
William Maha Putra. 2015. Analisis Keekonomian Sistem Off-Grid PV dengan
Menggunakan Simulasi Monte Carlo dan Homer Energy. Universitas
Indonesia.

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


68

LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


LAMPIRAN 1 – PERHITUNGAN CASHFLOW PV Rooftop – Net Billing
- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
PRODUCTION
Energy (kWh) - 215,754 214,675 213,602 212,534 211,471 210,414 209,361 208,315 207,273 206,237 205,206 204,179 203,159 202,143 201,132 200,126 199,126 198,130 197,140 196,154

SAVINGS
Value of electricity savings ($) - 28,048 30,280 32,689 35,291 38,099 41,131 44,404 47,937 51,752 55,870 60,316 65,115 70,297 75,890 81,929 88,450 95,488 103,086 111,289 120,145

OPERATING EXPENSES
O&M fixed expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M production-based expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M capacity-based expense ($) - 2,962 3,125 3,297 3,478 3,670 3,872 4,084 4,309 4,546 4,796 5,060 5,338 5,632 5,942 6,268 6,613 6,977 7,361 7,765 8,193
Battery replacement cost ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Property tax expense ($) - 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386
Insurance expense ($) - 1,846 1,948 2,055 2,168 2,287 2,413 2,546 2,686 2,834 2,990 3,154 3,327 3,511 3,704 3,907 4,122 4,349 4,588 4,840 5,107
Net salvage value ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Total operating expense ($) - 12,195 12,459 12,738 13,032 13,343 13,671 14,016 14,381 14,766 15,172 15,600 16,052 16,528 17,031 17,562 18,121 18,712 19,335 19,992 20,685

Deductible expenses ($) - (12,195) (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)

STATE INCOME TAX


State depreciation schedule (%) - 0 0 0 0 0 0 - - - - - - - - - - - - - -
State depreciation ($) - 62,780 100,448 60,269 36,161 36,161 18,081 - - - - - - - - - - - - - -
State taxable income less deductions ($) - (74,974) (112,907) (73,007) (49,194) (49,504) (31,751) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
State PTC ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
State ITC ($) -
State tax savings ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

FEDERAL INCOME TAX


Federal depreciation schedule (%) - 0 0 0 0 0 0 - - - - - - - - - - - - - -
Federal depreciation ($) - 62,780 100,448 60,269 36,161 36,161 18,081 - - - - - - - - - - - - - -
Federal taxable income less deductions ($) - (74,974) (112,907) (73,007) (49,194) (49,504) (31,751) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
Federal PTC ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Federal ITC ($) 110,788
Federal tax savings ($) - 110,788 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

After-tax annual costs ($) (369,293) 98,593 (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
After-tax cash flow ($) 70,328 76,776 83,752 91,298 99,460

69 Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


70

LAMPIRAN 2 – PERHITUNGAN CASHFLOW PV- Net Metering

- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
PRODUCTION
Energy (kWh) - 215,754 214,675 213,602 212,534 211,471 210,414 209,361 208,315 207,273 206,237 205,206 204,179 203,159 202,143 201,132 200,126 199,126 198,130 197,140 196,154

SAVINGS
Value of electricity savings ($) - 37,796 40,805 44,053 47,560 51,345 55,433 59,845 64,609 69,751 75,304 81,298 87,769 94,756 102,298 110,442 119,233 128,724 138,971 150,033 161,976

OPERATING EXPENSES
O&M fixed expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M production-based expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M capacity-based expense ($) - 2,962 3,125 3,297 3,478 3,670 3,872 4,084 4,309 4,546 4,796 5,060 5,338 5,632 5,942 6,268 6,613 6,977 7,361 7,765 8,193
Battery replacement cost ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Property tax expense ($) - 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386
Insurance expense ($) - 1,846 1,948 2,055 2,168 2,287 2,413 2,546 2,686 2,834 2,990 3,154 3,327 3,511 3,704 3,907 4,122 4,349 4,588 4,840 5,107
Net salvage value ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Total operating expense ($) - 12,195 12,459 12,738 13,032 13,343 13,671 14,016 14,381 14,766 15,172 15,600 16,052 16,528 17,031 17,562 18,121 18,712 19,335 19,992 20,685

Deductible expenses ($) - (12,195) (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)

STATE INCOME TAX


State depreciation schedule (%) - 0 0 0 0 0 0 - - - - - - - - - - - - - -
State depreciation ($) - 62,780 100,448 60,269 36,161 36,161 18,081 - - - - - - - - - - - - - -
State taxable income less deductions ($) - (74,974) (112,907) (73,007) (49,194) (49,504) (31,751) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
State PTC ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
State ITC ($) -
State tax savings ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

FEDERAL INCOME TAX


Federal depreciation schedule (%) - 0 0 0 0 0 0 - - - - - - - - - - - - - -
Federal depreciation ($) - 62,780 100,448 60,269 36,161 36,161 18,081 - - - - - - - - - - - - - -
Federal taxable income less deductions ($) - (74,974) (112,907) (73,007) (49,194) (49,504) (31,751) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
Federal PTC ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Federal ITC ($) 110,788
Federal tax savings ($) - 110,788 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

After-tax annual costs ($) (369,293) 98,593 (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
After-tax cash flow ($) 101,112 110,013 119,636 130,041 141,291

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


71

LAMPIRAN 3 Data Historis Iradiasi Tenaga Surya Kota Batam 1997 - 2010

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


72

LAMPIRAN 4 Data Historis Iradiasi Tenaga Surya Kota Surabaya 1997 - 2010

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


73

LAMPIRAN 5 Data Historis Iradiasi Tenaga Surya Kota Banten 1997 - 2010

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


74

LAMPIRAN 6 Data Biaya Sistem PV NREL Skala Komersial 2017 dalam satuan USD/Wdc

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


75

LAMPIRAN 7 Data Biaya Sistem PV NREL Skala Pembangkit (EPC+ pengembang) 2017 dalam satuan USD/Wdc

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018


76

LAMPIRAN 8 Data Historis NREL Biaya Sistem PV Skala Rumah Tangga 2010 – 2017 satuan dalam USD

Universitas Indonesia

Analisis skenario..., Fitria Yuliani, FT UI, 2018

Anda mungkin juga menyukai