TESIS
FITRIA YULIANI
1506696602
FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER MANAJEMEN TENAGA LISTRIK DAN ENERGI
JAKARTA
JANUARI 2018
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik
FITRIA YULIANI
1506696602
FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER MANAJEMEN TENAGA LISTRIK DAN ENERGI
JAKARTA
JANUARI 2018
ii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik
Jurusan Manajemen Energi pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) Dr.-Ing. Eko Adhi Setiawan, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
(2) Ir. Purnomo Sidi Priambodo, M.Sc., Ph.D. dan Ir. Wahidin Wahab, M.Sc.,
PhD, selaku dosen penguji pada tesis yang telah memberikan masukan dan
input yang sangat berarti dalam penyususnan tesis ini;
(3) Orang tua, keluarga dan suami tercinta, Nur Muchamad Arifin, yang dalam
senang dan susah selalu mendukung dan mendorong untuk menyelesaikan
tesis dengan baik;
(4) Seluruh staf pengajar Magister Manajemen Ketenagalistrikan dan Energi
Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Sahabat
seperjuangan Arief, Ica, Andres, dan Asril yang saling membantu dalam
menyelesaikan tesis ini;
(5) Teman-teman di Direktorat Aneka Energi Baru dan Terbarukan, khususnya
Mba Isti dan Mas Wondo, yang telah membantu menjelaskan mengenai
pengembangan PV dan memberikan data-data pendukung.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagipengembangan ilmu.
vi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, danmemublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : Januari 2018
Yang menyatakan
(Fitria Yuliani)
vii
Kata kunci:
Energi terbarukan, PV Rooftop, Industri, Levelized Cost of Electricity (LCOE),
Kelayakan Keekonomian
Keywords:
Renewable Energy, Rooftop PV, Industry, Levelized Cost of Electricity (LCOE),
Economic Feasibility
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Gambar 2-1 Produksi Tenaga Listrik Menurut Skenario dan Jenis Energi ............ 7
Gambar 2-2 Proyeksi Konsumsi Energi Listrik menurut Sektor ............................ 8
Gambar 2-3 Roadmap Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan
di Indonesia ..................................................................................................... 9
Gambar 2-4 Skema Net Metering vs Net Billing .................................................. 11
Gambar 2-5 Komponen-Komponen Perhitungan LCOE ...................................... 13
Gambar 2-6 Diagram Arus Kas (Cash Flow) ........................................................ 17
Gambar 2-7 Macam-macam Perhitungan Analisis Keekonomian ........................ 18
Gambar 2-8 Metode Sensitivity Analysis ............................................................. 20
Gambar 2-9 Input pada System Advisor Model (SAM) ....................................... 21
Gambar 3-1 Proses pemodelan ............................................................................. 28
Gambar 3-2 Flowchart Tahapan Penelitian........................................................... 29
Gambar 3-3 Skema Input-Output Simulasi Optimasi SAM ................................. 30
Gambar 3-4 Skema Input-Output Simulasi Stokastik ........................................... 30
Gambar 3-5 Tahap Analisis Model ....................................................................... 31
Gambar 3-6 Diagram Alir Simulasi SAM ............................................................ 32
Gambar 3-7 Data Radiasi Surya di Kota Batam ................................................... 36
Gambar 3-8 Rincian Biaya Sistem PLTS Rata-Rata Global 2009-2025 .............. 38
Gambar 3-9 Kurva Beban Industri ........................................................................ 41
Gambar 4-1Uji Normalitas Biaya Modul PV........................................................ 42
Gambar 4-2 Uji Normalitas Biaya Inverter ........................................................... 43
Gambar 4-3 Uji Normalitas Biaya BOS................................................................ 43
Gambar 4-4 Grafik Trend Biaya PV rooftop ........................................................ 44
Gambar 4-5 Grafik Trend Analysis Tarif Listrik PLN pada Industri ................... 45
Gambar 4-6 Hasil Regresi Analisis Nilai PDRB dan Inflasi terhadap Harga Listrik
PLN ............................................................................................................... 46
Gambar 4-7 Grid Parity PV Rooftop pada Industri .............................................. 47
Gambar 4-8 Input Lokasi dan Nilai Sumber Daya Solar di Kota Batam .............. 48
Gambar 4-9 Input Kapasitas PV Rooftop ............................................................. 49
Gambar 4-10 Input Biaya Sistem PV Rooftop...................................................... 50
xv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
MW atau sebesar 0,01% dari potensi yang tersedia yaitu 113,5 GW, yang
didistribusikan secara on-grid dan off-grid.
Rasio elektrifikasi nasional Indonesia (2016) telah mencapai 88%, namun
masih ada beberapa wilayah di Indonesia bagian timur yang memiliki rasio
elektrifikasi dibawah 70% yaitu Sulawesi Tenggara (68,84%), Nusa Tenggara
Timur (58,64%), Kalimantan Tengah (69,54%), dan Papua (45,93%). Rasio
elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik
dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Rasio elektrifikasi sulit untuk
ditingkatkan di wilayah terpencil karena sulitnya pembangunan infrastruktur, rugi
daya pada jaringan transmisi-distribusi, dan banyaknya gangguan pada jaringan
listrik.
Dengan potensi surya yang besar dan kondisi geoografis Indonesia yang
terdiri dari kepulauan sehingga pemenuhan kebutuhan listrik di suatu pulau akan
lebih efisien jika dapat dihasilkan melalui sumber daya yang dimiliki pada daerah
tersebut. Ditambah lagi dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, mendorong meningkatkan kebutuhan energi khususnya pada sektor
industri. Permintaan tenaga listrik sektor industri merupakan kedua terbesar
setelah sektor rumah tangga, yaitu sekitar 35% dari total permintaan energi final
sehingga sektor Industri memiliki peran yang signifikan untuk meningkatkan
penggunan energi terbarukan, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
dijual ke PT PLN. Sehingga diharapakan sektor Industri mampu meningkatkan
daya saing industri tersebut melalui kemandirian energi dan membantu PT PLN
untuk menyediakan energi listrik bagi masyarakat.
Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh GIZ, KFW dan TERI (2016)
disampaikan bahwa sektor industri lebih berpeluang diimplementasikan PV
Rooftop dilihat dari 5 (lima) faktor, yaitu profil beban industri, biaya pv dan
rancangan sistem, kesiapan infrastruktur dan tenaga ahli, potensi penghematan
serta dampak lingkungan dan sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa biaya
sistem PV Rooftop skala besar lebih rendah 35% dari skala kecil dan cost
efficiency PV Rooftop dapat dicapai apabila matching PV Output dengan Profil
Beban dapat dipenuhi. Sehingga sektor industrilah yang berpeluang besar untuk
mengembangkan PV Rooftop.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kapasitas terpasang per kapita Indonesia saat ini sebesar 218 Watt/kapita.
Sedangkan konsumsi listrik sebesar 910 kWh/kapita atau urutan ke-lima se Asia
Tenggara setelah Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Untuk mencapai konsumsi listrik sekitar 1.000 watt/kapita diperlukan tambahan
kapasitas pembangkit sekitar 200 GW
Masih terdapat 29,4 juta rumah tangga Indonesia belum mendapatkan akses
listrik
5 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
besar energi yang digunakan pada pembangkit listrik adalah batubara sebesar
56,1% kemudian diikuti oleh gas bumi sebesar 24,9% dan BBM sebesar 8,6%.
Pada Gambar 2-1 merupakan grafik proyeksi produksi tenaga listrik tahun
2016 – 2050 dikelompokkan berdasarkan jenis energi pada 3 (tiga) skenario.
Skenario Busines as Usual (BaU) menggunakan asumsi dasar pertumbuhan
produk domestik bruto 5,6% per tahun; Skenario Alternatif 1 menggunakan
asumsi dasar pertumbuhan produk domestik bruto 5,6% per tahun dan penerapan
teknologi EBT; dan Skenario Alternatif 2 asumsi dasar pertumbuhan produk
domestik bruto 7,1% per tahun, penerapan teknologi EBT dan penerapan
teknologi hemat energi. Dari grafik tersebut terlihat bahwa apabila pertumbuhan
permintaan listrik tidak diantisipasi dengan penyediaan sumber energi baru dan
terbarukan, maka penggunaan batu bara dan minyak bumi secara besar-besaaran
tidak dapat dihindarkan.
Universitas Indonesia
Pada Gambar 2-3 di bawah ini, dipaparkan mengenai rencana peta jalan
(roadmap) pengembangan PLTS di Indonesia sebagaimana telah ditetapkan
presiden pada Kebijakan Energi Nasional bahwa di tahun 2025 total kapasitas
listrik terpasang berasal dari energi terbarukan yaitu sebesar 45 GW. Pada tahun
2025, Indonesia diharapkan mampu mengembangkan PLTS hingga 6,4 GW.
Universitas Indonesia
Gambar 2-3 Roadmap Pembangkit Listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan
di Indonesia
Untuk mendorong pencapaian target tersebut diatas, pemerintah dalam hal
ini juga menyusun beberapa kebijakan terkait dengan pemberian insentif dalam
pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia.
2. 2. Aplikasi PV Rooftop
Sistem PV Rooftop merupakan salah satu solusi dalam memanfaatkan
potensi surya dan lahan yang tersedia untuk menjadi energi listrik yang dapat
digunakan sendiri atau terhubung dengan jaringan PT PLN.
Sistem Rooftop Solar PV memanfaatkan energi yang melimpah dari
matahari yang dikonversi menjadi energi listrik untuk melayani kebutuhan listrik
daerah di sekitarnya. Pada bangunan konvensional, atap merupakan penutup atas
suatu bangunan yang berfungsi untuk melindungi bagian dalam bangunan dari
paparan hujan dan paparan langsung sinar matahari. Seiring dengan
berkembangnya teknologi, beberapa inovasi dilakukan untuk memberikan
manfaat tambahan pada atap. Salah satunya adalah Solar Rooftop. Salah satu
kendala perkembangan teknologi energi surya yang memerlukan luasan instalasi
per satuan daya yang lebih besar dibandingkan dengan pembangkit konvensinal
dapat diatasi.
PV rooftop merupakan salah satu aplikasi distributed generation sebagai
alternatif untuk mengurangi losses transmisi. Kemampuan sistem ini untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ket:
LCOE : Levelized Cost of Electricity ($/kWh atau Rp/kWh)
I0 : Biaya Investasi ($ atau Rp)
At : Total biaya setiap tahun pada tahun t ($ atau Rp)
Mt,el : Jumlah tenaga listrik yang dihasilkan dalam satu tahun (kWh)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(2.2)
Ket:
E : Nilai ekuitas perusahaan (pendanaan internal/ equity), $ atau Rp
D : Nilai hutang perusahaan (pendanaan ekternal/ debt), $ atau Rp
V :D+E
Re : Tingkat pengembalian ekuitas (%)
Rd : Tingkat pengembalian hutang (%)
Tc : Tarif pajak perushaan (corporate tax rate), %
2.4. 2. Penelitian mengenai Levelized Cost of Electricity (LCOE)
Morgan Brazillian, dkk (2013) menjelaskan mengenai pergesaran
teknologi, perkembangan pasar dan biaya PV saat ini belum sepenuhnya disadari
oleh pengambil keputusan. Pada kajiannya, disajikan solusi mengidentifikasi nilai
keekonomian system PV saat ini dan masa depan melalui metode studi literatur
(akademik dan industri) benchmarking perkembangan biaya sistem PV di setiap
negara; dan perhitungan Grid Parity dan LCOE Sistem PV.
K. Branker, dkk (2011) mengkaji mengenai kurangnya kejelasan mengenai
asumsi, justifikasi, dan kelengkapan perhitungan LCOE PV dapat menghasilkan
nilai LCOE yang kontradiktif. Selanjutnya, sebagai solusi dalam mengkaji metode
perhitungan LCOE, memperbaiki kesalahpahaman mengenai asumsi dari
sejumlah literature dan menyediakan template untuk mempresentasikan nilai
LCOE agar lebih mudah dipahami dan menarik investor untuk mengembangkan
PV.
Reicheistein dan Yorston (2012) meneliti kecenderungan meningkatknya
implementasi PV yang cukup pesat secara global, pelu dilakukan penilaian cost
competitiveness dari berbagai jenis pembangkit listrik. Ditunjukkan bahwa
implementasi PV skala pembangkit baru akan mencapai grid parity dalam kurun
waktu 20 tahun kedepan, sedangkan PV skala komersial akan mencapai grid
Universitas Indonesia
parity dalam kurun waktu 10 tahun (lebih cost competititve dibandingkan skala
pembangkit). Perhiutngan LCOE pada kajian ini dikembangkan dengan beberapa
skenario, antara lain Utility-Silicon, Utility-Thin Film, Commercial-Silikon dan
Commercial-Thin Film
2.4. 3. Learning Curve
Sebagai tambahan untuk menganalisis LCOE di masa yang akan datang,
dapat digunakan model kurva pembelajaran atau learning curve model pada harga
investasi pembangkit dan secara tidak langsung juga mempengaruhi LCOE.
Konsep kurva pembelajaran menunjukkan hubungan antara jumlah kumulatif
produksi (market size) dan biaya produksi pada suatu produk dari waktu ke waktu.
Adapun hubungan antara jumlah produksi (Xt) pada waktu t, biaya C(Xt)
dibandingkan dengan jumlah produk sebagai referensi dasar (X0) dan biaya
koresponden C(X0) dan parameter pembelajar (b) dapat diformulasikan sebagai
berikut:
( )
(2.4)
Melalui peramalan harga pembangkit C(Xt) pada masa studi proyek, ini
berarti model kurva pembelajaran (LR) memungkinkan untuk menghitung nilai
LCOE hingga tahun 2030. Perubahan dalam hal yang berkaitan dengan kondisi
perekonomia sulit untuk diprediksi dan oleh karena iu tidak menjadi perhitungan
dalam model kurva pembelajaran. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian dalam
membangun LCOE di masa depan dengan menambahkan faktor-faktor non-
teknis.
Pada analisis sensitivitas, paramete investasi, umur proyek, WACC,
pembebanan pembangkit, dan biaya operasional dapat dikaji lebih lanjut
pengaruhnya terhadap nilai LCOE.
Menurut Porter (1979), bila konsep learning curve lebih fokus ke
keuntungan dari penggabungan antara pengalaman (experience) dan efficiency
akibat akumulasi pengulangan kerja oleh karyawan, konsep kurva pengalaman
(experience curve) telah dikembangkan lebih luas sehingga mencakup area di luar
pengulangan kerja. Experience curve mengarah kepada penurunan total biaya
Universitas Indonesia
pengerjaan bila sebuah pekerjaan telah dilakukan berulang-ulang kali. Biaya per
unit di mayoritas industri manufaktur maupun di industri jasa menurun akibat
menambahnya “experience” atau akumulasi jumlah produksi. Keuntungan
economies of scale dapat diperoleh dari peningkatan pengalaman di setiap
departemen dalam perusahaan.
Chase,dkk (2006) menjelaskan mengenai Learning curve dapat dibagi
menjadi individual learning atau organizational learning. Dimana individual
learning adalah peningkatan kinerja individu akibat keahlian dan pengalaman
yang didapat setelah berulang kali menyelesaikan sebuah proses kerja yang sama,
sedangkan organizational learning terjadi pada level organisasi dimana
pengalaman dan keahlian dialami dalam administrasi, peralatan, dan rancangan
produk.
2.4. 4. Teori Ekonomi Teknik
Ada tujuh prinsip dasar ekonomi teknik yang dinyatakan oleh Sullivan,
Wicks, & Luxhoj (2006), yaitu identifikasi dan pengembangan alternatif; fokus
pada perbedaan tiap alternatif; penggunaan sudut pandang yang konsisten;
penggunaan unit pengukuran yang umum, seperti moneter; mempertimbangkan
semua kriteria yang releva; membuat ketidakpastian menjadi eksplisit; dan
meninjau kembali keputusan yang telah dibuat. Seluruh prinsip-prinsip ekonomi
teknik tersebut dipergunakan pada analisis ekonomi teknik.
Ada tujuh prosedur analisis ekonomi teknik menurut Sullivan, Wicks, &
Luxhoj (2006), yakni: definisi permasalahan; pengembangan alternatif;
pembuatan cash-flow untuk setiap alternatif; pemilihan kriteria; analisis dan
perbandingan tiap alternatif; penentuan alternatif yang dipilih; serta evaluasi hasil
dan kinerja.
Thuesen, & Fabrycky (1993) menyatakan bahwa terdapat arus kas masuk
dan keluar pada kegiatan ekonomi. Arus kas masuk dan keluar tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk diagram yang disebut cash-flow diagram, seperti
terlihat pada Gambar 2.6, dengan arah panah positif berarti kas masuk dan panah
negatif menunjukkan kas keluar. Penentuan arah panah positif dan negatif pada
diagram tersebut bergantung pada sudut pandang mana, apakah sudut pandang
investor atau sudut pandang peminjam atau pemakai. Penjumlahan pemasukan
Universitas Indonesia
(positif) dan pengeluaran (negatif) pada saat tertentu disebut net cash flow.
Penggambaran diagram cash-flow akan mempermudah studi ekonomi teknik,
terutama pada analisis tahun jamak (multi-years). Selain dalam bentuk diagram,
cash-flow dapat juga dimodelkan dalam bentuk tabel.
Sullivan, Wicks, & Luxhoj (2006) menjelaskan ada beberapa metode yang
dipakai pada analisis keekonomian yang melibatkan tahun jamak (multi-years),
yakni metode Equivalent Worth, metode Rate of Return (ROR) dan metode
Payback atau Payout Period (PBP). Metode Equivalent Worth yang dimaksud
dapat berupa metode Present Worth (PW), metode Future Worth (FW), metode
Annual Worth (AW) atau metode Capitalized Worth (CW). Sedangkan metode
Rate of Return (ROR) dapat berupa Internal Rate of Return (IRR) maupun
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Luxhoj (2006) menyatakan salah satu prinsip ekonomi teknik adalah membuat
ketidakpastian menjadi eksplisit. Salah satunya adalah dengan analisis sensitivitas
yang bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek
jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan
biaya atau manfaat. Pengujian dengan analisis sensitivitas ini dilakukan hingga
dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan
berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun apabila nilai manfaat saat ini
atau nilai NPV menjadi nol.
Metode ini biasanya digunakan ketika dua atau variabel proyek yang
sensitif terhadap perubahan sehingga seluruhnya dapat mempengaruhi kelayakan
investasi. Variabel tersebut diantaranya adalah biaya investasi, keuntungan bersih
rutin, market value, dan umur produksi. Sensitivitas dari masing-masing variabel
biasanya berbeda satu sama lain. Metode analisis ini akan mengeluarkan grafik
yang dapat menggambarkan seberapa sensitif suatu variabel terhadap perubahan
(spiderplot). Semakin curam kemiringan garis dari bidang mendatarnya, maka
sensitivitasnya semakin besar. Selain menggunakan spiderplot, analisis
sensitivitas juga dapat diperlihatkan dalam bentuk diagram tornado. Pada diagram
tersebut variabel yang paling sensitif diletakkan paling atas.
Adapun yang menjadu tujuan dari analisis sensitivitas antara lain:
1. Memperbaiki cara pelaksanaan proyek/bisnis yang sedang dilaksanakan;
2. Memperbaiki design proyek/bisnis sehingga dapat meningkatkan NPV;
3. Mengurangi resiko kerugian dengan menunjukkan beberapa tindakan
pencegahan yang harus diambil;
Alasan dilakukannya analisis sensitivitas adalah untuk mengantisipasi
adanya perubahan-perubahan berikut:
1. Adanya cost overrun, yaitu kenaikan biaya-biaya, seperti biaya konstruksi,
biaya bahan-baku, produksi, dan lain-lain;
2. Penurunan produktivitas;
3. Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek;
Dua tipe dari Sensitivity Analysis adalah Automatic Sensitivity Analysis
dan Trial and Error sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2-8. Automatic
Sensitivity Analysis diimplementasikan dengan menggunakan model kuantitatif
Universitas Indonesia
yang sudah ada misalnya linear origrammung (LP). Sedang Trial and Error
Model diimplemntasikan dengan melakukan percobaan yang merubah masukan
untuk melihat keluaran yang dihasilkan. Hal ini dilakukan secara berulang kali,
sehingga didapatkan hasil (keluaran) yang diinginkan atau yang paling baik.
Sensitivity
Analysis (SA)
Universitas Indonesia
dengan harga eceran, atau di sisi utilitas meteran, menjual listrik dengan harga
yang dinegosiasikan melalui perjanjian jual beli (power purchase agreement).
2.5. 1. SAM Model dan Data Input
Gambar 2-9 menunjukkan tampilan dari aplikasi SAM. Pada gambar
tersebut, terlihat bahwa pada kolom paling kiri merupakan input dalam simulasi
SAM. Langkah pertama dalam membuat file SAM adalah memilih opsi teknologi
dan pendanaan untuk proyek Anda. SAM secara otomatis mengisi variabel input
dengan serangkaian nilai default untuk jenis proyek. Namun, sebagai aplikasi
optimasi, pelu dilakukan peninjauan dan modifikasi semua data masukan yang
sesuai untuk setiap analisis. Selanjutnya, input yang perlu dimasukkan adalah
lokasi proyek, jenis peralatan di sistem, biaya pemasangan dan pengoperasian
sistem, dan asumsi keuangan dan insentif.
Universitas Indonesia
Periode analisis, tingkat diskonto riil, tingkat inflasi, tarif pajak, tingkat
pengembalian internal atau harga beli tenaga untuk model pembiayaan
utilitas.
Membangun beban dan tingkat eceran penggunaan waktu untuk model
pembiayaan komersial dan residensial.
Jumlah dan tingkat insentif pajak dan uang tunai.
2.5. 2. Hasil: Tabel, Grafik dan Laporan
SAM menampilkan hasil simulasi pada tabel dan grafik, mulai dari tabel
metrik yang menampilkan nilai sekarang bersih proyek, produksi tahunan
pertama, dan metrik nilai tunggal lainnya, ke arus kas tahunan dan data kinerja per
tanggal terperinci yang dapat dilihat secara tabel atau bentuk grafis.
Alat grafik built-in menampilkan satu set grafik default dan
memungkinkan pembuatan grafik kustom. Semua grafik dan tabel dapat diekspor
dalam berbagai format untuk disertakan dalam laporan dan presentasi, dan juga
untuk analisis lebih lanjut dengan spreadsheet atau perangkat lunak lainnya.
Halaman Hasil menampilkan grafik hasil yang dapat Anda ekspor dengan
mudah ke dokumen Anda.
2.5. 3. Pilihan Analisis
Selain mensimulasikan kinerja sistem selama satu tahun dan menghitung
arus kas proyek selama periode multi tahun, opsi analisis SAM memungkinkan
dilakukannya studi yang melibatkan banyak simulasi, menghubungkan masukan
SAM ke buku kerja Microsoft Excel, dan bekerja dengan kebiasaan modul
simulasi Pilihan berikut adalah untuk analisis yang menyelidiki dampak variasi
dan ketidakpastian dalam asumsi tentang parameter cuaca, kinerja, biaya, dan
keuangan pada hasil model:
a. Analisis Parametrik: Tetapkan beberapa nilai ke variabel input untuk
membuat grafik dan tabel yang menunjukkan nilai metrik output untuk
setiap nilai variabel masukan. Berguna untuk optimasi dan menjajaki
hubungan antara variabel input dan hasil.
b. Analisis Sensitivitas: Buat grafik tornado dengan menentukan kisaran nilai
untuk variabel input sebagai persentase.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dari suatu sistem misalnya dapat dianalisis dengan menggunakan metode riset
Operation Research (OR).
Optimasi merupakan aktivitas untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari
pilihan yang tersedia. Tujuan dari setiap keputusan adalah untuk meminimumkan
usaha yang dilakukan atau memaksimumkan keuntungan yang diperoleh. Usaha
atau keuntungan tersebut secara praktek dinyatakan sebagai fungsi dengan
variable keputusan yang akan dicari nilai optimumnya. Metode untuk mencari
nilai optimum tersebut dikenal sebagai teknik program matematika (mathematical
programming technique) yang merupakan bagian dari ilmu OR.
Taha, Hamdy (2003) menjelaskan mengenai teknik program matematika
yang digunakan untuk mencari fungsi yang optimum dengan berbagai fungsi
kendala. Teknik proses stokastik (stochastic process technique) dapat digunakan
untuk menganalisis persoalan yang dinyatakan dalam variabel random dengan
distribusi probabilitas. Sedangkan metode statistika (statistical methods)
digunakan untuk menganalisis data eksperimen dan membangun model empiris
untuk memperoleh representasi tentang situasi yang dianalisis secara akurat.
2.6.2. Analisis Regresi Linear
Regresi linier sederhana adalah analisis regresi antara satu vaiabel terikat
dan satu variabel bebas. Dalam analisis deret waktu yang linier adalah analisis
pola hubungan yang dicari dengan satu variabel yang mempengaruhinya adalah
waktu. Sedangkan analisis deret waktu yang non linier, merupakan analisis
hubungan antara variabel yang dicari dengan hanya satu (1) yang
mempengaruhinya, yaitu variabel waktu. Untuk menjelaskan hubungan kedua
metode ini kita gunakan notasi matematis seperti :
Y = F(x) (2.5)
Dimana :
Y = Dependent variable (variabel yang dicari)
X = Independent variable (variabel yang mempengaruhinya)
Notasi regresi sederhana dengan menggunakan regresi linier (garis lurus)
dapat digunakan sebagai berikut :
Y=a+bX (2.6.)
Universitas Indonesia
(2.7)
kemudian nilai b dapat dicari dengan rumus :
(2.8)
Kerena Y merupakan harga penaksiran regresi, maka sangat mungkin
terjadi kekeliruan (error) yaitu selisi antara Y observasi dengan Y taksiran. Oleh
karena itu perlu dihitung Standar Error of Estimate (kekeliruan standar dari
penaksiran) baik untuk persamaan regresi ( Y ) maupun untuk konstanta (a) dan
untuk koefisien regresi (b). Standar Error of Estimate digunakan untuk mengukur
simpangan dari data aktual disekitar garis regresi. Jika garis regresi memberikan
Standar Error of Estimate yang kecil artinya garis regresi tersebut sangat
mewakili data aktual.
Standar Error of Estimate untuk persamaan (Sxy) dapat dirumuskan dalam
persaamaan sebagai berikut:
(2.9)
Sedangkan Standar Error of Estimate untuk konstanta (Sb) dapat
dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
(2.10)
Universitas Indonesia
3. 1. Jenis Penelitian
Hartono (2013) menyatakan bahwa definisi penelitian (research) adalah
suatu investigasi atau keingintahuan saintifik yang terorganisasi, sistematik,
berbasis data, kritikal terhadap suatu masalah dengan tujuan menemukan jawaban
atau solusinya. Lebih lanjut Hartono (2013) juga menyatakan definisi penelitian
(research) sebagai pengembangan dan pengujian dari teori-teori baru tentang
bagaimana dunia nyata bekerja atau penolakan dari teori-teori yang sudah ada.
Pada aplikasi di bidang bisnis, Hartono (2013) menyatakan bahwa
penelitian bisnis (business research) didefinisikan oleh Cooper dan Schindler
(2003, p.5) sebagai pencarian yang sistematik yang menyediakan informasi untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan manajerial. Hartono (2013)
menyebutkan ada dua jenis metode penelitian, yaitu metode riset ilmiah
(scientific) dan metode riset naturalis (naturalist approach). Metode riset ilmiah
menggunakan pendekatan deduksi atau berdasarkan analisis data dalam proses
pengambilan keputusan. Sementara metode riset naturalis menggunakan
pendekatan induksi yaitu menggunakan data untuk mengambil kesimpulan tanpa
menggunakan hipotesis. Hartono (2013) menyebutkan bahwa meskipun secara
konsep kedua metode ini berbeda, namun sebaiknya tidak dipandang sebagai
sesuatu yang bertentangan, karena keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing, sehingga seharusnya digunakan secara komplementer, dimana
satu melengkapi yang lainnya. Pendekatan komplementer inilah yang dipakai
pada penelitian ini atau yang sering dikenal sebagai metode triangulation.
Hartono (2013) menjelaskan bahwa kegiatan penelitian dapat dibagi
menjadi empat macam menurut Cooper dan Schindler (2003), yaitu :
1. Pelaporan (reporting), yakni riset yang dilakukan hanya untuk
menyediakan data atau informasi yang diperlukan untuk keputusan
tertentu.
2. Penggambaran (desciptive), yaitu metode penelitian yang memusatkan
26 Universitas Indonesia
perhatian pada masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian
dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan
fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi
dengan interpretasi yang rasional dan akurat.
3. Penjelasan (explanatory), yakni riset yang mencoba menjelaskan
fenomena yang ada.
4. Prediksi (predictive), yakni riset yang mencoba menjelaskan apa yang
akan terjadi dari suatu fenomena.
Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian ilmiah yang
berbentuk prediksi (predictive). Hal ini dikarenakan kajian dilakukan pada
rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya untuk
mempertahankan skala keekonomian dan daya saing terhadap energi konvensional
pada setiap kondisi yang berbeda (skenario-skenario). Pada tesis, akan dilakukan
identifkasi parameter-parameter yang mempengaruhi nilai LCOE yaitu dengan
Analisis Sensitivitas.
3. 2. Pembuatan Model
Meredith, Shafer, dan Turban (2002) mendefinisikan model bisnis adalah
simplifikasi representasi dari suatu fenomena atau fakta. Lebih lanjut, Meredith,
Shafer, dan Turban (2002) menjelaskan bahwa Willemain (1994)
mendeskripsikan suatu model yang efektif dan berkualitas harus memiliki kriteria
berikut:
a. Validitas (validity) model – yakni seberapa bagus model tersebut
merepresentasikan segala aspek penting yang ada pada fenomena yang
terjadi atau dihadapi;
b. Kegunaan (usability) model – yakni seberapa bagus model tersebut dapat
digunakan pada kasus serupa;
c. Nilai (value) model – yakni seberapa bernilai model tersebut untuk
penggunanya.
Meredith, Shafer, dan Turban (2002) menyebutkan bahwa dari hasil
serangkaian wawancara yang dilakukan Willemain (1994, 1995), dapat
diidentifikasi karakteristik penting dari proses pemodelan, langkah-langkah dari
proses tersebut dan waktu yang digunakan pada setiap langkah. Meredith, Shafer,
Universitas Indonesia
Identifikasi Pembentukan
Peluang masalah atau model
optimalisasi peluang
LCOE PV
Rooftop on-grid Verifikasi data
Pengumpulan
Data
Pengujian solusi
dan validasi model
Analisis
Analisis Skenario Model
Kelayakan Investasi
PV Rooftop
Batasan Penelitian
Universitas Indonesia
3. 3. Tahapan Penelitian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Mulai
Input Data Lokasi Sumber Daya Pilih Module dan Inverter yang
(Meteonorm) digunakan
RUN SIMULASI
Output Data
Selesai
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sejak tahun 2012, harga panel surya yang terbuat dari bahan crystalline
Universitas Indonesia
dari Eropa menjadi lebih murah 32% dari 1,07 Euro/Wp (Januari 2012) menjadi
0,73 Ero/Wp (Oktober 2013) . Penurunan yang signifikan pada harga panel surya
juga mendorong penurunan harga pada sistem PV secara keseluruhan. Namun,
untuk harga inverter dan komponen BOS seperti sistem perakitan, wiring, dan
pemasangan, tidak mengalami penurunan signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan
proporsi harga panel surya pada tahun 2005 sebesar 75% dari harga sistem PV
keseluruhan, namun, saat ini menjadi 40-50% dari harga sistem PV keseluruhan.
Universitas Indonesia
Gambar 3-7 di bawah ini merupakan output dari Meteonorm adalah berupa
file yang berisi data lengkap setiap jam dalam satu tahun serta data perbulan dari
iklim pada koordinat yang telah ditentukan. Data iklim yang dimaksudkan disini
adalah daily global irradiance, daily temperature, radiation, precipitation,
sunshine duration, dan data lainnya dalam bentuk file .txt dan .csv jika memilih
format TMY3.
Universitas Indonesia
perbandingan total biaya investasi pada beberapa kajian internasional pada tahun
2015.
Tabel 3-1 Benchmark Biaya Investasi PLTS
Universitas Indonesia
Negara penghasil modul PV saat ini China, Jerman dan Jepang. Harga
modul PV di setiap negara berbeda satu sama lain. Jepang merupakan negara
dengan biaya PV modul paling tinggi, sedangkan PV modul terendah di India.
Penting bagia pengembang PLTS untuk melihat kecenderungan harga modul PV
dari tahun ketahun karena modul PV merupakan komponen utama pada investasi
PLTS.
Universitas Indonesia
Tabel 3-3 Data Biaya Sistem PV Rooftop (Module, Inverter dan BOS)
dalam USD/Wp
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
160
140
120
100
(MWh)
80
60
40
20
0
06-Nov- 07-Nov- 08-Nov- 09-Nov- 10-Nov- 11-Nov- 12-Nov- 13-Nov-
17 17 17 17 17 17 17 17
Tuesda Wednes Thursd Saturda
Monday Friday Sunday Monday
y day ay y
Series1 123,08 115,8 112,64 115,6 135,44 149,64 152,68 137
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS PERMODELAN DAN DISKUSI
Suatu model dibangun melaui tahapan penelitian yang dijelaskan pada bab
sebelumnya, untuk menganalisis kelayakan keekonomian pada sistem PV rooftop
dengan menggunakan simulasi SAM dan Simulasi Stokastik. Model ini
diharapkan dapat memenuhi prinsip “to produce electricity at the lowest possible
cost” dengan mencari nilai LCOE terendah dala batasan parameternya seperti
maksimum Net Present Value (NPV), Payback Period (PBP), dan Internal Rrate
of Return (IRR). Analisis dilakukan terhadap data yang telah diidentifikasi pada
bab sebelumnya dengan menggunakan model yang dibangun.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Biaya Modul rata-rata sebesar USD 0,6 /Wp, dengan standar deviasi
sebesar USD 0,074/Wp, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-1;
2. Biaya Inverter rata-rata sebesar USD 0,087 /Wp dengan standar deviasi
sebesar USD 0,024/Wp, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-2;
3. Biaya BOS rata-rata sebesar USD 0,997 /Wp dengan standar deviasi
sebesar USD 0,336/Wp, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4-3;
Selanjutnya, sebagai informasi tambahan mengenai kecenderungan
penurunan biaya total terpasang sistem PV, dilakukan trend analysis dari data
biaya PV dari tahun 2010 s/d 2017. Dengan menggunakan aplikasi minitab
diperoleh persamaan laju penurunan biaya sistem PV sebagaimana ditampilkan
pada gambar 4-4.
Universitas Indonesia
Tarif Listrik pada tahun-tahun kedepan. Grafik laju kecenderungan tarif listrik
sebagaimana dapat dilihat pada gambar 4-5 di bawah ini.
Gambar 4-5 Grafik Trend Analysis Tarif Listrik PLN pada Industri
Selanjutnya, analisis regresi dari indikator ekonomi makro yang dalam hal
ini diwakilkan oleh nilai PDRB dan inflasi digunakan untuk melakukan
peramalan tarif listrik PT PLN pada sektor industri di tahun-tahun berikutnya
Kesimpulan yang dapat diambil dari regresi analisis ini adalah variabel PDRB dan
Inflasi memiliki pengaruh yang erat terhadap tarif listrik PLN pada tahun berjalan,
sebagaiaman dapat dilihat pada hasil analisi regresi pada gambar 4-6 di bawah .
Universitas Indonesia
Gambar 4-6 Hasil Regresi Analisis Nilai PDRB dan Inflasi terhadap Harga Listrik
PLN
Nilai R-Square sebesar 99,01% menunjukkan bahwa variabel Y dapat
dijelaskan oleh sekelompok variabel x1 dan x2 secara simultan sebesar 99%,
sedangkan sisa nya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diteliti. P-
Value < 0,05 menunjukkan variabel-variabel independen mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen dan VIF< 5 menunjukkan tidak ada
gejala Multikolinear.
Universitas Indonesia
bersaing secara keekonomian tanpa insentif dengan inovasi pada skema bisnis
yang akan dijawab pada penelitian ini.
1. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih tinggi dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell > Tarif PLN Buy)
2. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih rendah dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell < Tarif PLN
Buy)
3. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Metering
Universitas Indonesia
Gambar 4-8 Input Lokasi dan Nilai Sumber Daya Solar di Kota Batam
Pertama-tama, variabel yang harus diinput pada SAM yaitu potensi tenaga
surya yang digambarkan dengan iradiasi surya di suatu daerah. Pada daerah yang
berbeda potensi dan energi yang listrik yang akan dihasilkan dengan teknologi
yang sama akan berbda pula. Gambar 4-8 di atas, menunjukkan input data SAM
terkait lokasi dan besar sumber daya. Pada Gambar terasebut, penulis menetapkan
Kota Batam sebagai lokasi simulasi. Kota Batam terpilih karena potensi sektor
industri yang besar pada kota tersebut. Namun demikian pada subbab berikutnya
akan dilakukan analisis sensitivitas sebagai dasar pertimbangan pengembangan
sistem PV Rooftop secara umum.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih rendah dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell < Tarif PLN
Buy).
Pada tabel 4-1 di bawah ini diperoleh hasil perhitungan kelayakan
investasi berupa Net Present Value (NPV) yang negatif. Dengan LCOE
sebesar 25 cent/kWh untuk skema Net Billing dimana tarif jual listrik PV
sebesar 9 cent/kWh dibandingkan dengan biaya listrik industri sebesar 11
cent/kWh belum dapat memberikan nilai tambah pada sistem PV Rooftop
tersebut.
2. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual Energi
PV lebih tinggi dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell > Tarif PLN
Buy).
Pada tabel 4-2 di bawah ini diperoleh hasil perhitungan kelayakan
investasi berupa Net Present Value (NPV) yang negatif. Dengan LCOE
sebesar 25 cent/kWh untuk skema Net Billing dimana tarif jual listrik PV
sebesar 14 cent/kWh dibandingkan dengan biaya listrik industri sebesar 11
cent/kWh masih belum dapat memberikan nilai tambah pada sistem PV
Rooftop.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4. 3. Simulasi Stokastik
Selanjutnya data distribusi normal sebagaimana telah dijelaskan pada
subbab sebelumnya, yang merupakan hasil perhitungan statistik dasar, digunakan
sebagai input pada Simulasi Stokastik SAM. Gambar 4-14 di bawah ini
merupakan perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari pengumpulan data
sebelumnya.
Gambar 4-14 Hasil Perhitungan statistik dasar variabel yang akan dianalisis
stokastik
Tabel 4-4 Perbandingan Hasil Simulasi pada Net Biling dan Net Metering
Universitas Indonesia
Dari hasil simulasi SAM pada ketiga skenario tersebut, terlihat bahwa
yang memenuhi kelayakan investasi yaitu dengan skema Net Metering, yang
menunjukkan nilai NPV sebesar $ 69.076 atau sekitar Rp. 932.536.000 dengan
jangka waktu pengembalian modal selama 8 tahun. Nilai NPV ni menunjukkan
nilai pengembalian proyek selama analysis period yaitu 20 tahun.
Gambar 4-15 Grafik Uji Normalitas Nilai NPV Hasil Simulasi Stokastik
Selanjutnya, dengan data stokastik yang telah diolah pada gambar 4-14 di
atas, dimasukkan sebagai input pada simulasi stokastik SAM dengan simulasi
sebanyak 100 sampel. Dari input tersebut diperoleh hasil berupa kombinasi
variabel-variabel yang diubah dengan nilai NPV. Kemudian nilai NPV yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Total biaya investasi dipengaruhi oleh kapasitas terpasang PV, sehingga pada
subbab berikutnya akan dilakukan analisis skenario nilai LCOE terhadap
kapasitas terpasang PV.
Universitas Indonesia
Selanjutnya, untuk melihat nilai energi listrik yang dihasilkan oleh PV,
dilakukan perhitungan penghematan yang diperoleh setiap tahun terhadap energi
listrik yang dihasilkan oleh PV Rooftop, sehingga diperoleh grafik sebagaimana
pada gambar 4-20 di bawah. Pada Grafik terlihat bahwa nilai energi listrik dari PV
Rooftop pada tahun ke-1 s/d tahun ke-6 berada dibawah nilai LCOE, namun terus
meningkat dari tahun ketahun melewati nilai LCOE. Grafik ini menunjukkan
bahwa payback period baru dilalui oleh PV Rooftop pada tahun ke-7, dengan
pengembalian investasi yang terus meningkat hingga tahun tahun ke-20 dengan
NPV positif.
Universitas Indonesia
Gambar 4-20 Nilai Energi Listrik yang berasal dari PV selama 20 tahun
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN
5. 1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada buku tesis ini, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Kebutuhan energi pada Industri yang tingi, ketersediaan lahan pada suatu
industri, serta kecocokkan pola konsumsi listrik di industri dengan pola
produksi listrik tenaga surya ini, merupakan peluang bagi investor untuk
mengembagkan PV Rooftop di sektor industri;
2. Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) skenario
yang dilihat dari sisi swasta, yaitu:
a. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual
Energi PV lebih tinggi dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell > Tarif
PLN Buy)
b. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Billing dengan Harga Jual
Energi PV lebih rendah dengan Tarif Listrik PLN (PV Price Sell < Tarif
PLN Buy)
c. PV Rooftop 200 kW dengan Skema Net Metering
3. Dengan analisis kecenderungan tarif listrik PT PLN untuk Industri yang terus
mengalami kenaikan (pengolahan data trend analysis tarif listrik),
penggunaan PV rooftop pada industri mampu mengurangi biaya penggunaan
energi listrik;
4. PV rooftop pada industri dengan case study di Kota Batam, diperoleh nilai
pengembalian investasi positif pada skema Net Metering. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai NPV positif sebesar $69.076 dan Payback period selama 8
tahun. NPV ini didapatkan dari hasil penghematan biaya listrik yang
dikeluarkan tanpa sistem PV. Melalui uji stokastik diperoleh pula probabilitas
NPV > 0, yaitu sebesar 72%, sehingga dapat dikategorikan sebagai investasi
yang baik;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Ali Arefifar, Seyed, dkk. 2017. Improving Solar Power PV Plants using
Multivariate Design Optimization. IEEE.
Ashadi. 2012. Perumusan Tarif Pembelian Listrik pada Regulasi Feed-in Tarrif
untuk Teknologi Photovoltaic Serta Analisis Penerapannya di Indonesia.
Universitas Indonesia.
Dewan Energi Nasional. 2014.Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta :
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Doan L. Phung. 1987. Theory and Evidence for Using the Economy of Scale Law
in Power Plants Economics. US: Martin Marietta Energy System, INC.
F.W Crawford, A.L. Cullen, J. W. Hutchinson, W.H. Wittrick, L.C. Woods. 1980.
Economics of Electric Utility Power Generation. New York: Oxford
University Press.
International Energy Agency (IEA). 2014. Technology Roadmap Solar
Photovoltaic Energy.
Hall Forstner, dkk. 2013. International Technology Roadmap for Photovoltaic
(ITRPV). SEMI & VDMA.
IRENA. 2012. Renewable Energy Technologies: Cost Analysis Series Solar
Photovoltaics.
IRENA. 2015. Renewable Power Generation Cost in 2014.
IRENA. 2016. The Power to Change: Solar and Wind Cost Reduction Potential to
2025.
Jack Meredith, Scott Shafer, Efraim Turban. 2002.Quantitative Business
Modeling. Sohio: South-Western, Thomson Learning.
K. Branker, M.J.M Pathak, J.M. Pearce. 2011. A review of Solar Photovoltaic
Levelized Cost of Electricity. Elsevier Ltd.
Kurniawan, Anandita Willy. 2017. Analisis Skenario Harga Jual Energi Listrik
PLTS-PV Atap Rumah di Indonesia setelah Kondisi Grid Parity. Universitas
Indonesia.
Michela Fursch (EWI), dkk. 2012. Optimization of Power Plant Investment under
Uncertain Renewable Energy Development Paths-A Multistage Stochastic
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
SAVINGS
Value of electricity savings ($) - 28,048 30,280 32,689 35,291 38,099 41,131 44,404 47,937 51,752 55,870 60,316 65,115 70,297 75,890 81,929 88,450 95,488 103,086 111,289 120,145
OPERATING EXPENSES
O&M fixed expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M production-based expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M capacity-based expense ($) - 2,962 3,125 3,297 3,478 3,670 3,872 4,084 4,309 4,546 4,796 5,060 5,338 5,632 5,942 6,268 6,613 6,977 7,361 7,765 8,193
Battery replacement cost ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Property tax expense ($) - 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386
Insurance expense ($) - 1,846 1,948 2,055 2,168 2,287 2,413 2,546 2,686 2,834 2,990 3,154 3,327 3,511 3,704 3,907 4,122 4,349 4,588 4,840 5,107
Net salvage value ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Total operating expense ($) - 12,195 12,459 12,738 13,032 13,343 13,671 14,016 14,381 14,766 15,172 15,600 16,052 16,528 17,031 17,562 18,121 18,712 19,335 19,992 20,685
Deductible expenses ($) - (12,195) (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
After-tax annual costs ($) (369,293) 98,593 (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
After-tax cash flow ($) 70,328 76,776 83,752 91,298 99,460
69 Universitas Indonesia
- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
PRODUCTION
Energy (kWh) - 215,754 214,675 213,602 212,534 211,471 210,414 209,361 208,315 207,273 206,237 205,206 204,179 203,159 202,143 201,132 200,126 199,126 198,130 197,140 196,154
SAVINGS
Value of electricity savings ($) - 37,796 40,805 44,053 47,560 51,345 55,433 59,845 64,609 69,751 75,304 81,298 87,769 94,756 102,298 110,442 119,233 128,724 138,971 150,033 161,976
OPERATING EXPENSES
O&M fixed expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M production-based expense ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
O&M capacity-based expense ($) - 2,962 3,125 3,297 3,478 3,670 3,872 4,084 4,309 4,546 4,796 5,060 5,338 5,632 5,942 6,268 6,613 6,977 7,361 7,765 8,193
Battery replacement cost ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Property tax expense ($) - 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386 7,386
Insurance expense ($) - 1,846 1,948 2,055 2,168 2,287 2,413 2,546 2,686 2,834 2,990 3,154 3,327 3,511 3,704 3,907 4,122 4,349 4,588 4,840 5,107
Net salvage value ($) - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Total operating expense ($) - 12,195 12,459 12,738 13,032 13,343 13,671 14,016 14,381 14,766 15,172 15,600 16,052 16,528 17,031 17,562 18,121 18,712 19,335 19,992 20,685
Deductible expenses ($) - (12,195) (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
After-tax annual costs ($) (369,293) 98,593 (12,459) (12,738) (13,032) (13,343) (13,671) (14,016) (14,381) (14,766) (15,172) (15,600) (16,052) (16,528) (17,031) (17,562) (18,121) (18,712) (19,335) (19,992) (20,685)
After-tax cash flow ($) 101,112 110,013 119,636 130,041 141,291
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 3 Data Historis Iradiasi Tenaga Surya Kota Batam 1997 - 2010
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 4 Data Historis Iradiasi Tenaga Surya Kota Surabaya 1997 - 2010
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 5 Data Historis Iradiasi Tenaga Surya Kota Banten 1997 - 2010
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 6 Data Biaya Sistem PV NREL Skala Komersial 2017 dalam satuan USD/Wdc
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 7 Data Biaya Sistem PV NREL Skala Pembangkit (EPC+ pengembang) 2017 dalam satuan USD/Wdc
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 8 Data Historis NREL Biaya Sistem PV Skala Rumah Tangga 2010 – 2017 satuan dalam USD
Universitas Indonesia