I. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Hari/ Tanggal : Senin, 31 Juli 2023
2. Waktu : 09.00 WITA s.d Selesai
3. Tempat : Hotel Novotel Balikpapan
4. Nama Kegiatan : Rapat Koordinasi Bapenda Provinsi Dan Kabupaten Kota
Se- Kalimantan Timur
II. MATERI
Sinergi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota untuk Optimalisasi
Pendapatan Asli Daerah Menuju Kalimantan Timur yang Mandiri
Sesuai Pasal 35 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Izin Usaha
Pertambangan (IUP) batubara di Indonesia terdiri dari 3 jenis izin yaitu:
Selain ke-3 jenis IUP tersebut, dalam Pasal 169 huruf a UU No. 4 Tahun 2009
sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2020, diatur bahwa Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang telah ada sebelum
berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu
berakhirnya perjanjian dan apabila peralihan perizinan perusahaan dari PKP2B
menjadi IUPK dilakukan pada saat setelah terbitnya PP 15 Tahun 2023, maka
pemberlakuan bagi hasil keuntungan bersih perusahaan dapat dilakukan pada
tahun berikutnya.
2) Dasar Hukum
a) Undang-Undang No 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan UU No 4 Tahun
2009 Tentang Mineral dan Batubara.
b) Undang-Undang No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
c) Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2022 Tentang Perlakuan Perpajakan
dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak Di Bidang Usaha Pertambangan
Batubara
Di Provinsi Kalimantan Timur telah terdapat 5 badan usaha yang berubah
izinnya dari PKP2B menjadi IUPK berdasarkan Surat Keputusan Pemberian IUPK
yaitu :
3) Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 129, Pemegang IUPK pada tahap
kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral Logam dan Batubara
wajib membayar sebesar 4 % (empat persen) kepada pemerintah pusat dan
6% (enam persen) kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak
berproduksi.
4) Bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada UU Nomor 3 Tahun
2020 Pasal 129 Ayat (1) diatur sebagai berikut:
Materi disampaikan oleh Ibu Mariana Dyah Savitri selaku Fungsional Analis
Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Madya pada Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, Kementerian Keuangan.
3) Alokasi DBH Sawit bagian daerah akan ditetapkan di dalam Peraturan Menteri
Keuangan, dan berdasarkan Perpres Nomor 130 Tahun 2022 telah dialokasikan
sebesar Rp 3,4 T secara nasional (alokasi perhitungan untuk setiap pemerintah
daerah masih dalam proses perhitungan oleh Kementerian Keuangan bersama
kementrian/lembaga penyedia data).
4) Alokasi DBH Sawit sebesar Rp3,4 T dengan dana yang bersumber dari
Pungutan Ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK) atas kelapa sawit, minyak kelapa
sawit mentah, dan/atau produk turunannya.
5) Besaran porsi DBH Sawit minimal 4% dari Pungutan Ekspor (PE) dan Bea
Keluar (BK) atas kelapa sawit, minyak kelapa sawit mentah, dan/atau produk
turunannya dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan
keuangan negara.
6) Penerima DBH Sawit:
a) Pemerintah daerah provinsi
b) Pemerintah daerah kab/kota penghasil
c) Pemerintah daerah kab/kota berbatasan dengan penghasil
7) Dasar perhitungan alokasi per daerah
a) Alokasi Formula : Luas lahan, tingkat produktivitas lahan, dan/atau
indikator lainnya.
b) Alokasi Kinerja : penurunan tingkat kemiskinan, pembangunan kelapa sawit
berkelanjutan, dan/atau kinerja lainnya.
8) Sumber data
Untuk DBH Sawit Tahun 2023 akan ada pengaturan secara khusus yaitu
rencana penyaluran secara sekaligus (1 tahap) yang akan dituangkan dalam
Peraturan Peralihan pada Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini dikarenakan
Tahun Anggaran 2023 sudah berjalan;
a) alokasi minimum DBH Sawit secara nasional (alokasi minimum untuk tahun
2024 sebesar Rp 3 Trilyun);
- Apabila dilihat dari jumlah presentase DBH perkebunan sawit dimana pemerintah
provinsi mendapat bagian 20%, pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat
bagian 60%, dan kabupten/kota yang berbatasan langsung dengan penghasil
mendapat bagian 20%. Apakah bagi hasil sejumlah 20% untuk pemerintah
daerah yang berbatasan dengan daerah penghasil hanya untuk daerah yang
berbatasan saja atau ada bagian pemerataan dalam rangka penguatan fiskal
untuk pemerataan pada kabupaten/kota seluruhnya dalam 1 provinsi? Karena
apabila mengacu kepada PP Nomor 38 Tahun 2023, peraturan tersebut bertujuan
untuk penguatan fiskal daerah.
Jawaban
- Kabupaten kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5%, apabila satu badan
usaha berproduksi pada 3 kabupaten/kota penghasil, maka bagian daerah
penghasil 2,5% dibagi 3 sehingga tidak mengganggu bagian dari provinsi (1,5%)
dan kabupaten kota lainnya (2%)
Hal yang paling pentinh adalah ketika satu badan usaha memiliki wilayah lintas
(lebih dari 1), dimana satu wilayahnya luas dan satu wilayah lainnya kecil namun
produksinya lebih besar pada wilayah yang kecil, maka perhitungannya
dikembalikan kepada pemerintah provinsi untuk berkordinasi dengan pemerintah
kabupaten/kota.
Kalimantan Timur termasuk daerah provinsi yang lebih awal dalam pembahasan
dasar hukum bagi hasil keuntungan bersih IUPK.
- Pembagian DBH Sawit sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan sesuai
dengan PP 35 Tahun 2023, dimana terdapat 3 kategori penerima DBH sawit yaitu:
1. Provinsi (20%)
2. Kabupaten/Kota Penghasil (60%)
3. Kab/Kota yang berbatasan langsung dengan penghasil (20%)
Pertanyaan
Berkaitan dengan besaran DBH Sawit yang akan dialokasikan untuk pemerintah
daerah perlu dilakukan antisipasi karena sudah ditentukan untuk peruntukannya
yaitu perbaikan infrastruktur jalan sebesar minimal Rp 1 Milyar.
a. Terkait kebijakan alokasi DBH Sawit, pemerintah daerah menginginkan hasil dari
kelapa sawit seharusnya dikembalikan kepada petani sawit. Apakah kegiatan-
kegiatan yang pendanaannya bersumber dari DBH Sawit tidak akan tercampur
dengan APBD yang telah ditentukan?
b. Apakah kegiatan-kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan di
dalam Peraturan Menteri Keuangan untuk alokasi DBH Sawit kelak akan
mempertimbangakan prioritas-prioritas daerah yang telah ditentukan sesuai
dengan SIPD Kementerian Dalam Negeri?
Terkait dengan tugas dan fungsi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk
melakukan evaluasi, karena masih belum jelas peraturan dan turunannya,
harapannya di dalam Peraturan Menteri Keuangan beserta juknisnya dapat mengatur
tugas dan fungsi tersebut secara mendetail.
Jawaban
DBH Sawit diutamakan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan kegiatan lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dituangkan di dalam Peraturan Menteri
Keuangan. Pada saat ini, Kementerian Keuangan sedang berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga terkait tentang hal-hal apa saja yang sekiranya perlu
dituangkan pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut, dimana salah satunya
adalah alokasi Dana Bagi Hasil Sawit untuk perkembangan industri sawit dan
kesejahteraan petani sawit di daerah. Penggunaan DBH Sawit untuk pembangunan
infrastruktur jalan dilakukan sesuai dengan kewenangan jalan pada pemerintah
daerah masing-masing.
a. Terdapat proses penyusunan RKP yang berisi recana pemerintah daerah dalam
pengalokasian DBH sawit, selanjutnya RKP akan dibahas pemerintah daerah
bersama kementerian/lembaga terkait dan dapat direvisi sebelum kegiatan dalam
RKP dilaksanakan. Adanya RKP dapat menjadi guidance pemerintah daerah
supaya pendanaan kegiatan-kegiatan pada pemerintah daerah tidak tercampur
dengan APBD dan lebih terarah penggunaannya.
b. Kementerian Keuangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri
untuk menyelaraskan alokasi DBH Sawit dengan nomenklatur kegiatan-kegiatan
prioritas pemerintah daerah pada SIPD. Alokasi DBH Sawit akan dipertimbangkan
seperti halnya Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau serta Dana Reboisasi.
Pertanyaan
Jawaban
Apabila ditinjau secara national, masih jarang pemerintah daerah yang memiliki
kemandirian fiskal atau PAD sebesar 50% dalam struktur APBD dalam kurun waktu 5
tahun terakhir. Berkaitan dengan kemandarian fiskal pemerintah daerah khususnya
kabupaten/kota, opsen PKB dan BBNKB akan menjadi komponen penguatan
Pendapatan Asli Daerah kabupaten/kota. Gubernur telah menginstruksikan untuk
tidak meninggikan PKB, namun lebih memprioritaskan upaya agar masyarakat secara
keseluruhan dapat membayar pajak sehingga penerimaan dapat dioptimalkan.
Besaran PKB pada Raperda perpajakan Provinsi Kalimantan Timur adalah sebesar
1% dengan tujuan agar tidak membebani kabupaten/kota (mengingat plafon atas
PKB dalam UU HKPD maksimal sebesar 1,2%.)
Demikian Notulen ini dibuat untuk menjadi bahan kebijakan lebih lanjut.
Mengetahui, Notulen,
Kepala Bidang Penerimaan Daerah Kepala Subbidang Dana Bagi Hasil
Bukan Pajak Pajak dan Bukan Pajak