Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

DASAR TEORI

2.1. KAJIAN PUSTAKA


Penelitian atas nama Dini Pratiwi dan Mufti Gafar pada tahun 2015 yang
berjudul “Pengaruh Perubahan Modulasi Terhadap Bandwidth Dan Kualitas Link
Sistem Komunikasi Satelit” membahas tentang pengaruh terhadap perubahan
teknik modulasi terhadap bandwidth dan kualitas link pada sistem komunikasi
satelit. Penelitian ini dilakukan pada link komunikasi satelit antara stasiun Bumi
Bogor Jawa Barat dan stasiun Bumi Timika Papua. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode perhitungan bandwidth carrier dan perhitungan link budget
komunikasi satelit. Dalam analisis penelitian ini berisi analisis perubahan modulasi
terhadap bandwidth, analisis nilai Eb/No, analisis power yang digunakan agar
jumlah BER/PER terpenuhi, analisis hubungan Es/No dengan PER, dan pemakaian
bandwidth dan power. Jadi penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari penggunaan
ketiga modulasi yaitu 16-APSK, 8-PSK, dan QPSK, nilai bandwidth yang paling
kecil adalah modulasi 16-APSK yaitu sebesar 3886,08 kHz. Nilai Es/No untuk
masing-masing modulasi QPSK, 8-PSK, dan 16-APSK yaitu sebesar 5,071 dB,
9,471 dB dan 12,591 dB. Hal ini mempengaruhi perubahan nilai PER untuk masing
masing modulasi yaitu 2x10 -7, 4x10-7, dan 7x10-8. Pada modulasi 16-APSK dan 8-
PSK termasuk dalam power limited, maka untuk 16-APSK daya yang dipakai harus
dikurangi sekitar 20,83% dan untuk 8-PSK dikurangi 8,85% sehingga bandwidth
yang tersedia dapat dipakai kembali. Sedangkan untuk modulasi QPSK bandwitdh
yang dipakai harus dikurangi 2,749% agar power yang tersisa dapat digunakan
kembali [4].
Penelitian atas nama Sri Ariyanti dan Budi Agus Purwanto pada tahun 2013
yang berjudul “Analisis Kinerja Penggunaan Modulasi QPSK, 8PSK, 16QAM Pada
Satelit Telkom-1” yang meneliti tentang kelayakan modulasi yang digunakan oleh
satelit Telkom-1 ditinjau dari power dan bandwidth, serta mengetahui pengaruh
pemilihan teknik modulasi terhadap besar kecilnya kapasitas transponder satelit
dan parameter yg menentukan kapasitas transponder tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode perhitungan link budget pada satelit dan parameter-

6
parameternya, teknik modulasi, serta redaman hujan. Jadi kesimpulan dari
penelitian ini adalah modulasi yang paling layak digunakan pada satelit Telkom-1
untuk layanan intermediate rate (IDR) adalah modulasi QPSK dengan
menggunakan diameter antena penerima 2 meter, sedangkan untuk teknik modulasi
16QAM merupakan modulasi yang paling buruk jika digunakan untuk satelit
Telkom-1. Di penelitian ini juga disebutkan bahwa parameter yang menentukan
besar kecilnya kapasitas transponder satelit adalah EIRPSATELIT, bandwidth,
forward error correction (FEC) dan figure of merit stasiun Bumi penerima
{(G/T)SBRX} [2].
Adapun penelitian atas nama Ervin Nurdiansyah dan Achmad
Mauludiyanto pada tahun 2017 yang berjudul “Analisis Redaman Hujan pada
Frekuensi C-Band dan Ku-Band untuk komunikasi VSAT-TV pada Daerah Tropis”
yang meneliti tentang redaman hujan menggunakan empat model prediksi redaman
hujan yaitu model ITU-R P.618-5, model Global Crane, model SAM, dan model
ITU-R modifikasi untuk daerah tropis yang kemudian dibandingkan dengan
pengukuran untuk mengetahui model redaman hujan yang mendekati dengan salah
satu empat model prediksi redaman hujan tersebut. Penelitian ini dilakukan karena
dari frekuensi C-band dan Ku-band ini memiliki kekurangan terutama masalah
propagasi yang disebabkan oleh redaman hujan. Pengukuran dalam penelitian ini
dilakukan di daerah Juanda Surabaya, dan parameter yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu parameter kualitas (C/N). Pengukuran pada kanal Ku-band
menggunakan satelit JCSAT 4B sedangkan untuk kanal C-band menggunakan
satelit Telkom-1 dengan menggunakan VSAT berukuran 0,6 meter. Jadi
kesimpulan hasil penelitian ini adalah untuk hasil pengukuran kanal C-Band model
redaman hujannya yang paling mendekati adalah model Global Crane dengan
persen error sebesar 73,1% dengan nilai curah hujan 31,5 mm/jam atau sebesar
0,53 dB, sedangkan untuk kanal Ku-band adalah model ITU-R modifikasi untuk
daerah tropis dengan persen error sebesar 22,4% dengan nilai curah hujan 80,2
mm/jam atau sebesar 12,51 dB [5].

7
2.2. DASAR TEORI
2.2.1 Prinsip Dasar Sistem Komunikasi Satelit
Satelit pada umumnya merupakan benda alami atau buatan yang bergerak
di sekitar benda langit seperti planet dan bintang, namun dalam komunikasi satelit
ini adalah satelit buatan yang mengorbit planet Bumi. Komunikasi satelit adalah
semacam stasiun repeater yang menerima sinyal dari Bumi, memprosesnya dan
kemudian mentransmisikannya kembali ke Bumi. Komunikasi satelit dapat
diaplikasikan sebagai siaran televisi, telepon internasional dan layanan komunikasi
data. Prinsip dasar komunikasi satelit bertindak sebagai stasiun repeater yang
menyediakan layanan interaktif point to point, point to multipoint atau multipoint
to multipoint, dan tujuannya untuk mentransmisikan ke sinyal radio [6].

2.2.2 Arsitektur Sistem Komunikasi Satelit


Gambaran umum tentang sistem komunikasi satelit dan menggambarkan
interface-nya dengan entitas terrestrial. Sistem komunikasi satelit terdiri dari space
segment, control segment, dan ground segment.

Gambar 2. 1 Arsitektur Dasar Sistem Komunikasi Satelit [7].


Dalam gambar arsitektur diatas dapat dilihat bahwa terdapat dua ground
segment dimana itu merupakan stasiun Bumi pengirim (TX) dan stasiun Bumi
penerima (RX), dan posisi space segment yang berada di angkasa. Antara space
segment dan ground segment terhubung melalui jalur/ link komunikasinya, yaitu
uplink dan downlink. Terdapat juga master station yang digunakan untuk
pengendalian dan pemantauan satelit, dan untuk manajemen lalu lintas dan sumber

8
data terkait di satelit, dinamai juga sebagai stasiun tracking, telemetry, dan
command (TTC) [8].

2.2.2.1. Stasiun Bumi (Ground segment)


Pada bagian stasiun Bumi dari sistem komunikasi satelit terdiri dari dua
bagian yaitu stasiun Bumi pengirim dan stasiun Bumi penerima. Stasiun Bumi
terdiri dari beberapa subsistem diantaranya adalah antena parabola, high power
amplifier (HPA), low noise amplifier (LNA), Up/Down converter (up converter
yang berfungsi mengubah sinyal IF 70 MHz menjadi sinyal RF 6 GHz, sedangkan
down converter berfungsi untuk mengubah sinyal RF 4 GHz menjadi sinyal IF 70
MHz), dan perangkat IF (biasanya perangkat ini disebut sebagai modulator
demodulator/ modem) Stasiun Bumi digunakan untuk dukungan logistik satelit,
seperti memberikan fungsi telemetri, pelacakan, dan perintah (TT&C) dianggap
sebagai bagian dari space segment [9].

2.2.2.2. Bagian Angkasa (space segment)


Pada bagian angkasa sudah jelas mencakup satelit, tetapi juga mencakup
fasilitas di stasiun Bumi yang diperlukan untuk menjaga operasional satelit, disebut
sebagai fasilitas TT&C. Perangkat yang dibawa diatas satelit juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan fungsinya. Payload merupakan perangkat yang
digunakan untuk menyediakan layanan ketika satelit sudah diluncurkan. Bus bukan
hanya kendaraan yang membawa muatan tetapi juga sebagai subsistem yang
menyediakan power, attitude control, orbital control, thermal control, dan
command & telemetry yang digunakan sebagai layanan muatan.
Dalam komunikasi satelit, perangkat yang menyediakan jaringan
penghubung dengan satelit baik dari antena pengirim dan penerima disebut
transponder. Transponder merupakan salah satu bagian utama dari payload.
Payload menjalankan fungsi utama dari satelit, misalnya fungsi komunikasi pada
satelit telekomunikasi, pencitraan Bumi pada satelit, dan fotografi resolusi tinggi
untuk keperluan eksplorasi sumber daya alam. Payload dari satelit komunikasi
terdiri dari antena yang berfungsi untuk menerima dan mentransmisikan sinyal, dan
transponder untuk menguatkan dan menggeser frekuensi dari sinyal [9].

9
2.2.2.3. Link Komunikasi Satelit
Link antara perangkat pemancar dan penerima terdiri dari sinyal gelombang
mikro. Kinerja perangkat pemancar diukur dengan daya radiasi isotropic (EIRP)
yang efektif. Link yang terdapat pada sistem komunikasi satelit terbagi menjadi link
dari stasiun Bumi ke satelit (uplink), link dari satelit ke stasiun Bumi (downlink),
dan link dari satelit ke satelit (intersatellite link).
Uplink dan downlink terdiri dari sinyal pembawa yang berupa frekuensi
gelombang mikro, sedangkan intersatellite link dapat berupa frekuensi radio
maupun optic. Sinyal dimodulasi oleh sinyal baseband yang menyampaikan
informasi untuk keperluan komunikasi. Parameter penting untuk link komunikasi
adalah bandwidth dan power. Penggunaan antara power dan bandwidth yang
dibutuhkan harus diperhatikan agar menghemat biaya. Selain itu, penyedia layanan
yang menyewakan kapasitas transponder satelit dari operator satelit dibebankan
sesuai dengan sumber daya atau bandwidth yang tersedia dari transponder satelit.
Pendapatan penyedia layanan didasarkan pada jumlah koneksi yang ada, sehingga
tujuannya adalah untuk memaksimalkan penggunaan bandwidth dan power yang
dipertimbangkan dengan tetap menjaga keseimbangan penggunaan power dan
bandwidth [8].

2.2.3 Alokasi Frekuensi Satelit


Sistem komunikasi menggunakan spektrum gelombang elektromagnetik.
Komunikasi satelit memakai gelombang elektromagnetik untuk membawa sinyal
informasi dari stasiun Bumi ke stasiun angkasa. Rentang frekuensi yang
diperuntukkan untuk sebuah aplikasi tertentu disebut sebuah frekuensi band (pita
frekuensi). Sedangkan frekuensi dari nol sampai tak terhingga disebut spectrum.
Frekuensi dari 0 sampai 1 GHz, untuk bermacam-macam layanan penyiaran
(broadcasting services) dan tidak digunakan untuk komunikasi satelit (space
communication). Untuk komunikasi satelit menggunakan frekuensi radio diatas 1
GHz yakni dialokasikan dalam super high-frequency (SHF) dan extremely high-
frequency (EHF) dan di bagi menjadi sub bagian yaitu L-band, S-band, C-band, X-
band, Ku-band, K-band dan Ka-band. Umumnya yang digunakan adalah Ku-band
ke bawah. Hal ini disebabkan biaya perangkat yang rendah dan karakteristik
propagasi gelombang yang baik. Sedangkan K-band dan Ka-band sangat potensial

10
digunakan untuk transmisi very high bandwidth (broadband) dengan memakai
antena penerima yang kecil (<0,6m). Dalam penerapan transmisi dengan K-band
dan Ka-band ada kesulitan, yaitu masalah rain attenuation yang besar dan biaya
perangkat yang mahal [3].
Tabel 2. 1 Pita Frekuensi Satelit [3].
Rentang Frekuensi (GHz) Band
4–8 C
12 – 18 Ku
Sistem komunikasi satelit awalnya yang menggunakan frekuensi C-band (4
- 8 GHz) mengakibatkan terjadinya interferensi dengan link microwave terresterial
(4 - 6 GHz). Satelit generasi baru menggunakan frekuensi Ka-band (17 - 30GHz).
Frekuensi yang lebih tinggi mengalami penghamburan (scattering) yang lebih
tinggi pula atau memiliki redaman ruang bebas lebih besar dibandingkan dengan
frekuensi yang lebih rendah. Untuk mendapatkan frekuensi uplink yang sesuai
dibutuhkan pengarahan control yang baik dari side lobe antenna, pengaturan
diameter antena dan penguatan daya pada stasiun Bumi, oleh karena itu stasiun
Bumi memiliki aset pemancaran (daya primer tak terbatas) yang lebih baik daripada
satelit. Manajemen spektrum adalah kegiatan penting yang memfasilitasi
penggunaan spektrum frekuensi elektromagnetik secara tidak hanya untuk
komunikasi satelit tetapi juga untuk aplikasi telekomunikasi lainnya. Ini dilakukan
dibawah naungan International Telecommunication Union (ITU) [3].

2.2.4 Sistem Modulasi


Modulasi adalah proses menumpangkan sinyal informasi sehingga
mempengaruhi amplitude, frekuensi, dan fasa suatu sinyal pembawa/ carrier.
Amplitude, frekuensi, dan fasa merupakan pola parameter. Maka secara umum
modulasi merupakan suatu proses dimana gelombang sinyal termodulasi
ditransmisikan dari transmitter ke receiver. Sistem modulasi terbagi menjadi dua
yaitu modulasi analog dan modulasi digital, namun yang sering digunakan pada
sistem komunikasi satelit adalah modulasi digital. Sebenarnya sinyal digital
menggunakan prinsip yang sama untuk memodulasi sinyal pembawa seperti halnya
sinyal analog. Skema amplitude modulation yaitu fase dan frekuensi semua berlaku
untuk modulasi digital. Dari skema modulasi ini dikenal sebagai Amplitude Shift
Keying (ASK), Frequency Shift Keying (FSK) dan Phase Shift Keying (PSK). Selain

11
itu, beberapa skema modulasi telah dikembangkan secara khusus untuk
mengoptimalkan modulasi digital, yaitu skema fase/ amplitudo hybrid yang disebut
Quadrature Amplitude Modulation (QAM) [10].

2.2.4.1. Modulasi Phase Shift Keying (PSK)


Modulasi PSK adalah modulasi digital dimana fase sinyal pembawa diubah
sesuai dengan aliran baseband. Data digital ditandai oleh perubahan level diskrit
dan oleh karena itu fase gelombang termodulasi juga berubah dalam langkah
diskrit. Skema PSK dapat dihasilkan menggunakan modulator amplitude seimbang
yang terdiri dari konfigurasi yang ditunjukan pada gambar 2.2. Input digital stream
dibagi menjadi dua saluran yang disebut saluran in-phase (I) dan quadrature phase
(Q). Digital-to-analog converter (D/ A) dan low pass filter (LPF) mengkonversi
aliran digital ke dalam bentuk analog yang dimasukkan ke pengganda, input lain
yang terdiri dari di-fase atau kuadratur pembawa. Sinyal I dan Q kemudian
dijumlahkan, memberikan sinyal termodulasi, Proses penjumlahan juga
membatalkan komponen yang tidak diinginkan. Sinyal termodulasi PSK diperoleh
kembali dengan demodulasi yang koheren. Rangkaian terdiri dari filter bandpass
pra-deteksi, carrier recovery loop, pengganda, dan ekstraktor bit, kemudian diikuti
oleh rangkaian pemulihan timing dan konverter analog-ke-digital.
Setiap penyimpangan fasa antara sinyal pembawa yang dihasilkan secara
lokal dan sinyal yang diterima menimbulkan noise dan akibatnya kesalahan ke
dalam aliran bit yang dipulihkan. Untuk meminimalkan efek perubahan fase acak
yang terjadi pada sinyal yang diterima, sinyal pembawa yang dihasilkan secara
lokal yang digunakan untuk demodulasi diekstraksi dari sinyal yang diterima
melalui sirkuit pemulihan sinyal pembawa [10]. Dalam modulasi PSK terdapat dua
jenis adalah sebagai berikut:

1. Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)


Phase Shift Keying (QPSK) dapat diartikan sebagai teknik modulasi digital
yang merupakan pengembangan dari modulasi PSK (Phase Shift Keying) dengan
memanfaatkan perubahan fasa dari sinyal pembawa. Modulasi QPSK dapat
mengkodekan dua bit per simbol yang ditujukan untuk meminimalkan bit eror rate
(BER). Setiap fasa pada modulasi QPSK terpisah sejauh 90 derajat satu sama lain.

12
Modulasi QPSK menggunakan empat titik jika di lihat dari diagram konstelasi,
empat titik ini terletak di sekitar suatu lingkaran. Karena modulasi dilakukan pada
setengah bit rate dari data yang masuk, bandwidth yang dibutuhkan oleh sinyal
QPSK adalah tepat setengah dari yang dibutuhkan oleh sinyal BPSK yang
membawa data input yang sama. Ini adalah keunggulan QPSK dibandingkan
dengan modulasi BPSK. Kerugiannya adalah bahwa rangkaian modulator dan
demodulator lebih rumit, pada dasarnya setara dengan dua sistem BPSK secara
parallel [6].

Gambar 2. 2 Diagram Konstelasi QPSK [7].


QPSK merupakan salah satu modulasi digital untuk mengirimkan data yang
lebih cepat, dimana pengiriman data yang cepat dan efisien menyebabkan sistem-
sistem transmisi digital mendapatkan tempat yang penting dalam bidang
komunikasi [11]. Karena input digital ke modulator QPSK adalah sinyal biner,
maka untuk menghasilkan 4 kondisi input yang berbeda harus dipakai bit input dari
1 bit tunggal. Contohnya menggunakan 2 bit, ada 4 kondisi yang mungkin yaitu 00,
01, 10, dan 11. Pada modulasi QPSK, besarnya m = 2 (2m = 4). Sehingga bandwidth
yang dibutuhkan untuk perubahan fasa tiap detik adalah dengan persamaan berikut
[12]:
𝑅𝑡
𝐵𝑊𝑄𝑃𝑆𝐾 = ( ) . (1 + 𝛼 ) … … … … … … … … … … . … … … … … … … … . (2.1)
2
Keterangan:
α = roll of factor yang menyatakan unjuk kerja sebuah modulator
Rt = Kecepatan transmisi (bit/s)

13
2. Modulasi 8-Phase Shift Keying (8PSK)
Modulasi 8-PSK mempunyai 8 fasa yang berbeda, maksudnya adalah
masukan data pada 8-PSK terdiri atas 3 bit dengan 8 kondisi yaitu 000,001,010,
011, 100, 101, 110, dan 111. Jadi ada 8 sandi yang harus dinyatakan delapan fasa
yang berbeda. Setiap data 3 bit yang masuk akan mengakibatkan adanya satu
perubahan fasa di sisi keluaran, sehingga kecepatan perubahan keluaran adalah tiga
kali kecepatan bit disisi masukan. Penyandian pada 8-PSK terdiri dari atas 2 proses
yaitu modulasi dan demodulasi. Modulasi 8-PSK merupakan proses penyandian
sinyal pemodulasi berupa data digital menjadi sinyal analog 8 perubahan fasa,
sedangkan demodulasi 8-PSK merupakan penyandian kembali sinyal pemodulasi
berupa sinyal analog menjadi data digital dengan 8 keadaan [13].

Gambar 2. 3 Diagram Konstelasi 8-PSK [11].


Pada modulasi 8-PSK, besarnya m = 3 (2m = 8). Pada teknik modulasi 8-
PSK dapat menaikan data rate lebih tinggi dengan memakai delapan fasa
gelombang pembawa yang berbeda. Jika modulation rate sama dengan yang
digunakan pada QPSK, 8-PSK memiliki bit rate satu setengah kali lebih tinggi
daripada QPSK tetapi menempati pita frekuensi yang sama dengan QPSK. Daya
transmisi yang digunakan pada QPSK dan 8-PSK antara jarak titik sinyal dari titik
tengah pada kedua sistem adalah sama. Tetapi, jarak antar titik sinyal pada 8PSK
jauh lebih berdekatan dibandingkan dengan QPSK sehingga noise yang jauh lebih
rendah akan dapat menyebabkan error di penerima. Karena jarak antar kedua titik
saling berdekatan dengan intensitas noise tertentu sinyal 000 lebih mudah berubah
menjadi 100 (ataupun sebaliknya) [13]. Untuk nilai bandwidth yang dibutuhkan
untuk perubahan fasa tiap detik pada 8-PSK adalah menggunakan persamaan
berikut [10]:

14
𝑅𝑡
𝐵𝑊8𝑃𝑆𝐾 = ( ) . (1 + 𝛼 ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.2)
3
Keterangan:
α = roll of factor yang menyatakan unjuk kerja sebuah modulator
Rt = Kecepatan transmisi (bit/s)

2.2.4.2. Modulasi Quadrature Amplitude Modulation (QAM)


Quadrature amplitude modulation merupakan sebuah skema modulasi yang
membawa data dengan mengubah (memodulasi) amplitude dari dua gelombang
pembawa. Skema modulasi QAM memiliki status yang mungkin modulasi dalam
bidang vector I-Q. Sinyal QAM rentan terhadap fluktuasi amplitude yang
disebabkan oleh noise (sinyal memudar yang disebabkan hujan atau penghalang
seperti pohon dan bangunan) dan amplitude non linearitas dalam sistem. Sinyal RF
dalam sistem satelit umumnya mengalami fluktuasi amplitude dan melewati
beberapa tahap non-linear. Oleh karena itu, sistem QAM belum dianggap
menguntungkan untuk sistem komunikasi satelit [13]. Dalam modulasi ini terdapat
modulasi sixteen-state quadrature amplitude modulation (16QAM), pada modulasi
16QAM menggunakan empat amplitude dan empat fasa. Dan menggunakan 16
kombinasi yang berbeda. Skema modulasi ini dapat digunakan untuk mengirimkan
4 bit per symbol [14].

Gambar 2. 4 Diagram Konstelasi 16-QAM [11].


Satu simbol pada modulasi 16QAM terdiri dari empat bit yaitu “0000”,
“0001”, “0100”, “0010”, “0110”, “0110”, “0011”, “1100”, “1101”, “1001”, “1000”,
“1010”, “1011”, “1110” dan “1111”. Sehingga besar m = 4 (2m = 16), maka
kecepatan bit informasinya sebesar empat kali kecepatan simbolnya. Bandwidth

15
yang dibutuhkan untuk perubahan fasa tiap detik dapat diperoleh dengan persamaan
sebagai berikut [12]:
𝑅𝑡
𝐵𝑊16𝑄𝐴𝑀 = ( ) . (1 + 𝛼 ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3)
4
Keterangan:
α = roll of factor yang menyatakan unjuk kerja sebuah modulator
Rt = Kecepatan transmisi (bit/s)

2.2.5 Teknik Akses Jamak (Multiple Access)


Dalam komunikasi satelit juga terdapat aspek penting lain yaitu teknik akses
jamak atau multiple access yang digunakan untuk mengakses satelit sehingga
spectrum dan kekuatan satelit dibagi secara efisien antara sejumlah besar pengguna.
Satelit merupakan simpul komunikasi dimana semua jenis pengguna harus saling
berhubungan sefleksibel mungkin. Pada saat yang sama, dua sumber daya utama,
bandwidth dan power pesawat ruang angkasa harus dimanfaatkan secara efisien.
Untuk beberapa aplikasi, satelit mungkin perlu diakses secara bersamaan oleh
ratusan pengguna, membuat masalah pengaksesan menjadi lebih komplek. Multiple
access harus dapat mengoptimalkan parameter-parameter berupa kekuatan radiasi
satelit, spectrum RF, konektivitas, kemampuan beradaptasi terhadap traffic dan
pertumbuhan jaringan, ekonomi, kompleksitas stasiun Bumi, dan kerahasiaan
(untuk beberapa aplikasi).
Sejumlah skema akses telah berkembang selama bertahun-tahun. Pada fase
pengantar teknologi satelit, frequency division multiple access (FDMA) tampaknya
menjadi kandidat terbaik karena teknologi FDMA yang mapan (dari sistem relay
radio terrestrial), persyaratan kontrol jaringannya yang sederhana, dan akhirnya
biaya menjadi rendah. Teknologi ini menjadi banyak digunakan di semua sistem
generasi pertama. Namun, skema ini tidak efisien berkenaan dengan kapasitas daya
satelit dan pemanfaatan bandwidth. Peningkatan dalam FDMA diperkenalkan
dengan memasukkan unsur fleksibilitas dalam bentuk FDMA yang ditentukan
permintaan di mana kumpulan frekuensi pusat dibagi oleh pengguna berdasarkan
panggilan oleh panggilan. Karena peningkatan permintaan traffic, yang
menyebabkan kelangkaan bandwidth yang tersedia, dan kecenderungan teknik
digital, serta skema akses yang lebih efisien tetapi komplek, maka diperkenalkan

16
time division multiple access (TDMA). Skema TDMA sangat baik digunakan ke
sebagian besar jaringan layanan satelit tetap yang digunakan untuk menghubungkan
stasiun Bumi dengan traffic tinggi, namun untuk beberapa aplikasi khusus di mana
kerahasiaan sangat penting atau di mana saluran mungkin mengalami pemudaran
atau interferensi selektif frekuensi, code division multiple access (CDMA)
berdasarkan prinsip-prinsip penyebaran spectrum akan lebih dipertimbangkan [10].

2.2.5.1. FDMA (Frequency Division Multiple Access)


FDMA dalah teknik pertama yang diterapkan pada sistem satelit dan
merupakan yang paling sederhana dalam prinsip dan operasi. Dalam akses FDMA,
stasiun Bumi yang berbeda dapat mengakses bandwidth yang tersedia total dari
transponder satelit berdasarkan frekuensi pembawa yang berbeda, sehingga
menghindari gangguan di antara beberapa sinyal.

Gambar 2. 5 Konsep Dasar FDMA [11].


Gambar diatas menunjukan tampilan fungsional dari proses FDMA,
menampilkan contoh untuk tiga stasiun Bumi yang mengakses frekuensi
transponder satelit. Setiap stasiun diberi pita frekuensi spesifik untuk uplink, f1, f2,
dan f3, masing-masing. Plot frekuensi/ waktu pada gambar menunjukkan bahwa
setiap stasiun Bumi memiliki penggunaan eksklusif pada pita frekuensi atau
slotnya. Slot frekuensi sudah ditentukan sebelumnya atau dapat diubah sesuai
permintaan. Untuk pita pengaman frekuensi digunakan untuk menghindari
gangguan antara slot pengguna. Stasiun penerima harus dapat menerima spektrum
penuh dan dapat memilih sinyal pembawa yang diinginkan untuk demodulasi atau

17
deteksi. Transmisi FDMA dapat berupa analog atau digital, atau kombinasi
keduanya. FMDA adalah yang paling berguna untuk aplikasi di mana saluran penuh
waktu diinginkan, misalnya distribusi video. FDMA adalah yang paling murah
untuk diimplementasikan tetapi memiliki potensi untuk membuat penggunaan
spektrum yang tidak efisien, karena mungkin ada 'waktu mati' pada satu atau lebih
saluran ketika transmisi tidak ada. Kinerja sistem akses berganda harus dianalisis
dengan mempertimbangkan elemen pemrosesan spesifik yang digunakan dalam
sinyal pembawa informasi komunikasi satelit [15].

2.2.5.2. TDMA (Time Divison Multiple Access)


TDMA merupakan teknik akses jamak kedua yang digunakan dalam
komunikasi satelit. Dengan TDMA, beberapa operator dipisahkan oleh time di
transponder, bukan oleh frequency seperti dengan FDMA, yang hanya
menghadirkan satu operator setiap saat ke transponder. Faktor penting ini
memungkinkan penguatan akhir dalam transponder satelit untuk beroperasi dengan
output daya, sehingga memberikan penggunaan daya yang tersedia paling efisien.

Gambar 2. 6 Konsep Dasar TDMA [11].


Gambar diatas menunjukan fungsional dari proses TDMA, menampilkan
contoh untuk tiga stasiun Bumi yang mengakses transponder satelit untuk uplink
dan satu stasiun Bumi untuk downlink. Setiap stasiun diberi slot waktu tertentu,
masing-masing untuk transmisi uplink dari kiriman (atau paket) data. Plot
frekuensi/ waktu dari gambar menunjukkan bahwa setiap stasiun Bumi memiliki
penggunaan eksklusif dari bandwidth transponder penuh selama slot waktunya.
Slot waktu sudah ditentukan sebelumnya atau dapat diubah sesuai permintaan. Slot
waktu digunakan untuk menghindari gangguan. TDMA paling praktis hanya untuk

18
data digital, karena sifat transmisinya. Transmisi downlink terdiri dari set paket
yang disisipkan dari semua stasiun Bumi. Stasiun referensi, yang dapat menjadi
salah satu stasiun lalu lintas atau lokasi darat yang terpisah, digunakan untuk
menetapkan jam referensi sinkronisasi dan memberikan data operasional waktu ke
jaringan [15].

Gambar 2. 7 Struktur Frame TDMA [15].


Dari struktur frame bahwa frame dimulai dengan burst referensi yang
ditransmisikan dari stasiun referensi dalam jaringan. Burst referensi diikuti oleh
traffic burst dari berbagai stasiun Bumi dengan waktu jaga antara berbagai traffic
burst dari stasiun yang berbeda. Traffic burst disinkronkan dengan burst referensi
untuk memperbaiki referensi waktunya. Guard time disertakan untuk mencegah
tumpang tindih dan untuk memperhitungkan waktu transmisi yang berbeda untuk
masing-masing stasiun, berdasarkan jangkauannya ke satelit.

2.2.6 Link Budget Pada Komunikasi Satelit


Link Budget dapat dilakukan secara manual untuk memastikan kecocokan
dari hasil yang telah didapat dari software satmaster. Perhitungan Link Budget
menentukan tingkat keberhasilan dari sebuah komunikasi yang dilakukan. Nilai
yang didapatkan merupakan hasil perhitungan dari beberapa komponen yang
dimiliki oleh satelit ataupun lingkungan sekitar yang dipengaruhi oleh hujan, ruang
bebas, serta pointing loss. Perhitungan link budget merupakan perhitungan level
daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar

19
atau sama dengan level daya yang dikirimkan. Tujuannya untuk menjaga
keseimbangan gain dan loss dari antenna pemancar (Tx) ke antenna penerima (Rx).
Yang dimaksud di sini adalah menetapkan parameter operasi seperti sudut Azimuth
dan Elevasi, slant range, dan gain antena, dan lain-lain. Perhitungan ini pada
dasarnya menghubungkan dua kuantitas, daya pancar dan daya terima, dan
menunjukkan secara rinci bagaimana perbedaan antara kedua kekuatan ini
diperhitungkan. Penghitungan link budget biasanya dibuat menggunakan jumlah
desibel atau decilog [16].

2.2.6.1. Sudut Azimuth dan Sudut Elevasi


Diperlukan dua sudut untuk menemukan satelit dari titik koordinatnya di
permukaan Bumi, sudut tersebut dinamakan sudut azimuth dan Elevasi. Sudut
azimuth adalah sudut yang dihasilkan dengan memutar sebuah sumbu tegak lurus
dengan bidang horizontal searah putaran jarum jam, dengan titik utara sejati sebagai
titik referensi (nol hitungan). Sedangkan sudut Elevasi adalah sudut yang dihasilkan
dengan memutar sebuah sumbu yang sejajar dengan bidang horizontal, dengan
bidang horizontal sebagai titik referensi (nol hitungan). Secara garis besar azimuth
dan Elevasi ini digunakan untuk proses pointing, yaitu mengarahkan antena agar
sinyal yang didapat sesuai dengan link budget, diusahakan antara antena dan satelit
itu benar-benar berhadapan tepat digaris lurus. Untuk menghitung Azimuth dan
Elevasi dapat menggunakan persamaan dibawah ini [14]:
tan(𝜃𝑆 − 𝜃𝐿 )
𝐴 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.4)
𝑠𝑖𝑛𝜃𝑖
Sedangkan untuk rumus untuk mendapatkan nilai Elevasi adalah [14]:

𝑟 − 𝑅𝑒 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑆 − 𝜃𝐿 )
𝐸 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑅𝑒 𝑠𝑖𝑛 (𝑐𝑜𝑠 −1 (𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑆 − 𝜃𝐿 )))

− 𝑐𝑜𝑠 −1 (𝑐𝑜𝑠𝜃𝐼 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑆 − 𝜃𝐿 )) … … … … … … … … … … . (2.5)


Keterangan:
A = Sudut Azimuth (°)
E = Sudut Elevasi (°)
𝜃𝑆 = longitude satelit (°)
𝜃𝐿 = longitude stasiun Bumi (°)

20
𝜃𝑖 = lattidude stasiun Bumi (°)
r = jari-jari geostationary (km)
Re = jari- jari Bumi (km)

2.2.6.2. Slant Range


Slant range merupakan daerah kemiringan antara stasiun Bumi dan satelit.
Meskipun biasanya sudah diketahui jarah satelit dari Bumi, namun belum diketahui
jarak sebenarnya antara keduanya. Jarak sebenarnya yang diukur dari stasiun Bumi
ditarik garis lurus menuju posisi satelit di angkasa.

Gambar 2. 8 Skema Slant Range.


Nilai slant range diperlukan untuk menghitung lebih lanjut koordinat
horizontal (sudut toposentris) antara dua satelit yang dilihat dari stasiun Bumi [17].
Nilai slant range dapat diperoleh dari persamaan berikut [14]:

𝑅𝑒
𝑑 = √(𝑅𝑒 + 𝐻)2 + 𝑅𝑒 2 − 2𝑅𝑒(𝑅𝑒 + 𝐻)𝑠𝑖𝑛 [𝐸 + 𝑠𝑖𝑛−1 ( 𝑐𝑜𝑠𝐸)] . . (2.6)
𝑅𝑒 + 𝐻

Keterangan:
d = Slant Range (Jarak kemiringan satelit dan stasiun Bumi (km))
Re = jari-jari Bumi (km)
E = sudut Elevasi (°)
H = ketinggian satelit terhadap Bumi (km)

21
2.2.6.3. Antenna Pointing Loss Atau Pointing Error
Dalam komunikasi satelit ketika link satelit dibuat maka yang diharapkan
adalah agar stasiun Bumi dan antenna satelit selaras agar mendapat penguatan yang
maksimal. Namun ada dua kemungkinan sumber kehilangan sumbu yaitu pada
stasiun Bumi dan pada antena di satelit. Hilangnya sumbu di satelit diperhitungkan
dengan merancang link untuk operasi pada kontur antena satelit yang sebenarnya.
Hilangnya sumbu di stasiun Bumi disebut sebagai antenna pointing loss. Kerugian
dari antenna pointing loss biasanya hanya sepersepuluh decibel, pointing loss dapat
terjadi pada antenna akibat ketidaksejajaran arah polarisasi. Antenna pointing loss/
pointing error harus diperkirakan dari data statistic, berdasarkan kesalahan yang
sebenarnya diamati untuk sejumlah stasiun Bumi, dan pointing error harus
dipertimbangkan terpisah antara uplink dan downlink [6]. Nilai antenna pointing
loss dapat diperoleh dari persamaan berikut [8]:
70𝜆 𝑐
Ø3 = ; 𝜆 = ; 𝑃𝐸 = 12(Ø/Ø3 )2 … … … … … … … … … … … … . . … (2.7)
𝐷 𝑓
Keterangan:
Ø = Antena misspointing (dB)
D = Diameter antena (m)
c = Kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
f = Frekuensi (Hz)

2.2.6.4. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)


Salah satu kunci dalam menghitung link budget adalah effective isotropic
radiated power (EIRP). EIRP merupakan besarnya level daya efektif yang
dipancarkan secara isotropis oleh antenna stasiun Bumi atau satelit yang memancar
sama ke semua arah. EIRP juga menyatakan hasil kali daya pancar sinyal pembawa
(PTX) dengan gain pada sistem pemancar (GTX). Nilai EIRP dapat diperoleh dari
persamaan berikut [2]:
𝐸𝐼𝑅𝑃(𝑑𝐵) = 𝑃𝑇𝑋 (𝑑𝐵𝑊 ) + 𝐺𝑇𝑋 (𝑑𝐵𝑖) − 𝐿𝑡 … … … … … … . . … … … … (2.8)
Keterangan:
𝑃𝑇𝑋 = Daya pancar pada feed antena pemancar (dBW)
G𝑇𝑋 = Gain antena pemancar (dBi)
Lt = Loss transmit (dB)

22
2.2.6.5. Gain Antena
Dalam sebuah pancaran suatu antenna tentunya terdapat suatu penguatan/
gain antena. Gain atau penguatan adalah perbandingan antara daya pancar suatu
antena terhadap antenna referensinya, atau juga dapat diartikan sebagai
perbandingan antara intensitas radiasi maksimum antena yang diukur terhadap
intensitas maksimum antenna isotropic pada arah dan daya input yang sama [5].
Nilai gain antenna dapat diperoleh dari persamaan berikut [18]:
𝜋. 𝐷. 𝐹
𝐺 (𝑑𝐵) = 10𝑙𝑜𝑔(𝜂) + 20𝑙𝑜𝑔 ( ) … … … … … … … … … … … … . . (2.9)
𝑐
Keterangan:
f = Frekuensi kerja (Hz) terdiri dari frekuensi uplink atau downlink
D = Diameter antena stasiun Bumi (meter)
c = Kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
η = Nilai efisiensi antenna (50%≤η≤70%)

2.2.6.6. Figure Of Merit (G/T)


Di dalam sebuah antena biasanya terdapat sebuah perangkat yang digunakan
untuk menguatkan sinyal agar noisenya sedikit yaitu low noise amplifier (LNA).
Figure of merit (G/T) biasanya digunakan untuk menunjukan performance antena.
Parameter G adalah gain antena penerima, sedangkan nilai parameter T merupakan
jumlah dari temperature noise antena. Temperature noise sistem penerima
ditentukan oleh besar kecilnya noise figure system penerima tersebut. (G/T) dibagi
menjadi dua macam yaitu (G/T)SAT dan (G/T)SB RX. (G/T)SAT adalah perbandingan
besarnya gain yang diterima oleh input transponder satelit dengan noise
temperature yang diperoleh dari karakteristik satelit yang bersangkutan. Sedangkan
(G/T)SB RX adalah penguatan antena dengan pengurangan total noise temperature
pada sistem penerima (stasiun Bumi) yang terukur di depan LNA atau feeder
output. Nilai (G/T)SB RX dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut [2]:
𝐺 𝑑𝐵
( ) ( ) = 𝐺𝑅𝑋 (𝑑𝐵) − 10𝑙𝑜𝑔𝑇(𝐾𝑒𝑙𝑣𝑖𝑛 ) … … … … … … … … . (2.10)
𝑇 𝑆𝐵 𝑅𝑋 𝐾
Keterangan:
G = Gain antenna stasiun Bumi penerima (dB)
T = Total Noise temperature (0K)

23
2.2.6.7. Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss)
Free space loss (FSL)/ redaman ruang bebas merupakan hilangnya daya
yang dipancarkan pada ruang bebas saat pemancaran sehingga tidak seluruh daya
dapat diterima oleh antenna penerima, artinya daya yang dikirimkan tidak sama
dengan daya yang diterima. Untuk menghitung nila free space loss (FSL) dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut [18]:
𝐹𝑆𝐿 = 92,45 + 20𝑙𝑜𝑔𝑓 + 20𝑙𝑜𝑔𝑑 … … … … … … … … … … … … … … (2.11)
Keterangan:
FSL = Rugi-rugi ruang bebas (dB)
f = Frekuensi uplink atau downlink (GHz)
d = Slant range uplink atau downlink (Km)

2.2.6.8. Redaman Hujan


Dalam sebuah sistem komunikasi satelit pastinya terdapat kekurangan
diantaranya yaitu masalah propagasi, terutama propagasi yang disebabkan oleh
redaman hujan. Link komunikasi terdiri dari pengirim dan penerima, dan
diharuskan untuk bersifat Line of Sight (LOS) atau bebas halangan, namun tidak
menutup kemungkinan tetap terdapat sebuah redaman yaitu redaman hujan.
Redaman hujan merupakan perubahan kondisi atmosfer khususnya hujan, dan
ketika semakin tinggi intensitas hujan maka daya emisi yang diterima akan teredam,
link availability semakin menurun, dan suhu derau sistem meningkat disisi
penerima. Dalam perancangan suatu sistem komunikasi satelit, redaman hujan
menjadi faktor yang sangat penting untuk mengetahui analisis kerja sistem
komunikasi satelit [5].
Dalam perancangan suatu sistem komunikasi satelit, redaman hujan menjadi
faktor yang sangat penting untuk mengetahui analisis kerja sistem. Ada beberapa
model prediksi redaman hujan diantaranya adalah model prediksi ITU-R P.837 dan
ITU-R P.838. Model ini digunakan untuk menghitung prediksi redaman hujan
secara global di seluruh dunia dan dipergunakan untuk frekuensi sampai dengan
1000 GHz. Dengan adanya model itu maka dapat mengetahui analisis kerja sistem
dengan benar.

24
Gambar 2. 9 Rain Climatic Zone In Indonesia [19].
Gambar diatas merupakan zona iklim hujan untuk prediksi efek curah hujan
di Indonesia, tabel untuk memperoleh distribusi kumulatif median rata-rata dari
tingkat hujan untuk iklim hujan. Tujuan penggunaan rain climatic zone pada
perhitungan redaman hujan adalah untuk mengetahui bahwa penelitian ini
menggunakan zona di Indonesia yang artinya dalam gambar diatas menggunakan
simbol P.
Tabel 2. 2 Rainfall Intensity Exceeded (mm/h) [19].
Percentage
A B C D E F G H J K L M N P Q
of time (%)
1,0 <0,1 0,5 0,7 2,1 0,6 1,7 3 2 8 1,5 2 4 5 12 24
0,3 0.8 2 2,8 2,4 2,4 4,5 7 4 13 42 7 11 15 34 49
0,1 2 3 5 6 6 8 12 10 20 12 15 22 35 65 72
0,03 5 6 9 12 12 15 20 18 28 23 33 40 65 105 96
0,01 8 12 15 22 22 28 30 32 35 42 60 63 95 145 115
0,003 14 21 26 41 41 54 45 55 45 70 105 95 140 200 142
0,001 22 32 42 42 70 78 65 83 55 100 150 120 180 250 170

25
Tabel diatas digunakan untuk mendapatkan data distribusi rata-rata
kumulatif dari intensitas curah hujan untuk iklim hujan pada pembagian zona iklim
hujan pada gambar 2.9.
Tabel 2. 3 Koefisien Yang Bergantung Pada Frekuensi Untuk Memperkirakan
Redaman Hujan Tertentu [20].
Frequency
kH αH kV αV
(GHz)
1 0.0000259 0.9691 0.0000308 0.8592
1,5 0.0000443 1.0185 0.0000574 0.8957
2 0.0000847 1.0664 0.0000998 0.9490
2,5 0.0001321 1.1209 0.0001464 1.0085
3 0.0001390 1.2322 0.0001942 1.0688
3,5 0.0001155 1.4189 0.0002346 1.1387
4 0.0001071 1.6009 0.0002461 1.2476
4,5 0.0001340 1.6948 0.0002347 1.3987
5 0.0002162 1.6969 0.0002428 1.5317
5,5 0.0003909 1.6499 0.0003115 1.5882
6 0.0007056 1.5900 0.0004878 1.5728
7 0.001915 1.4810 0.001425 1.4745
8 0.004115 1.3905 0.003450 1.3797
9 0.007535 1.3155 0.006691 1.2895
10 0.01217 1.2571 0.01129 1.2156
15 0.04481 1.1233 0.05008 1.0440
20 0.09164 1.0568 0.09611 0.9847
30 0.2403 0.9485 0.2291 0.9129
40 0.4431 0.8673 0.4274 0.8421
50 0.6600 0.8084 0.6472 0.7871
60 0.8606 0.7656 0.8515 0.7486
80 1.1704 0.7115 1.1668 0.7021
100 1.3671 0.6815 1.3680 0.6765
1000 1.3795 0.6396 1.3822 0.6365
Berdasarkan data table frekuensi untuk memperkirakan attenuasi spesifik
curah hujan diatas maka didapatkan persamaan-persamaan untuk menghitung nilai
redaman hujan sebagai berikut [21]:
1. Persamaan untuk menghitung kH, αH, kV, dan αV:
𝑘𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ + 𝑘𝑎𝑡𝑎𝑠
∆𝑘/∆∝= … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.12)
1000
Sedangkan untuk mencari sisa frekuensi (∆𝑓) dengan menggunakan
persamaan berikut:
∆𝑓 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 − 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ … … … … … … . (2.13)
Maka,

26
𝑘𝐻/𝑉 = 𝑘 + (∆𝑓. ∆𝑘) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.14)
∝ 𝐻/𝑉 = ∝ +(∆𝑓. ∆∝) … … … … … … … … … … … … … . … … … … . … (2.15)
2. Tinggi atmosfer terjadi jadinya hujan (hr), dapat diketahui dengan persamaan
sebagai berikut:
3 + 0,028, 𝑗𝑖𝑘𝑎0 < 𝑙𝑎𝑡𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 < 360
ℎ𝑟 (𝑘𝑚) = { … . … … … … … … (2.16)
4 − 0,075, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 ≥ 360
3. Panjang lintasan hujan efektif (LS) untuk sudut Elevasi antena ≥10°. Adapun
untuk mencarinya dapat menggunakan persamaan:
ℎ𝑟 − ℎ𝑜
𝐿𝑆 = ( ) … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … (2.17)
sin 𝐸
4. Adapun untuk mengetahui Jarak lintasan hujan (LG) dapat menggunakan
persamaan:
𝐿𝐺 = 𝐿𝑆 cos 𝐸 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.18)
5. Ketika sudah mengetahui jarak lintasan hujan maka untuk selanjutnya dapat
mencari r p = rain rate reducting factor, dimana untuk nilai dari P tergantung
dari masing-masing daerah, faktor reduksi lintasan hujan pada wilayah Indonesia,
memiliki persentase unavability 0,01 % sehingga untuk mengetahuinya dapat
menggunakan persamaan :
90
𝑟= … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … . . (2.19)
90 + 4𝐿𝐺
Berdasarkan rekomendasi ITU-R P. 838-3 pada table 2.2 dan 2.3 didapatkan
persamaan sebagai berikut:
𝛼𝐻 + 𝛼𝑉
𝑘= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.20)
2
𝑘 𝐻 𝛼𝐻 + 𝑘 𝑉 𝛼 𝑉
𝛼= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.21)
2𝑘
6. Untuk mendapatkan redaman curah hujan (dB/km) dapat dinyatakan pada
persamaan:
𝐴𝑢𝑝/𝑑𝑤 = 𝑘. 𝑅∝ … … … … … . . … … … … … … … … … … . … … … . … … … (2.22)
7. Maka untuk mengetahui besarnya redaman hujan efektif dengan persentase
sebesar 0,01% dapat menggunakan persamaan:
𝐴𝑒𝑓𝑓 (𝑟 = 0,01%) = 𝐴. 𝐿𝑆. 𝑟0,01 … … … … , … . . … … … . . … … … … … . (2.23)
Keterangan:
E = Sudut Elevasi (°)

27
hr = Ketinggian hujan (km)
ho = Tinggi stasiun Bumi dari permukaan laut (km)
R = Curah hujan setempat (mm/h)

2.2.6.9. Lebar Pita Frekuensi (Bandwidth)


Bandwidth merupakan ukuran spektrum frekuensi yang ditempati oleh
sinyal. Bandwidth berfungsi sebagai kecepatan informasi, FEC, jumlah bit dalam
satu symbol dan roll of factor. Jumlah bit informasi yang masuk sebagai input
modem tiap detik dinyatakan dalam bit rate. Dalam transmisi digital biasanya
disertai pengkodean yang berfungsi untuk deteksi dan koreksi kesalahan serta
memperbaiki BER system karena BER secara langsung menunjukkan kesalahan
yang terjadi pada transmisi digital. FEC coding merupakan pengkodean yang paling
umum digunakan. Pengkodean dengan FEC tidak memperpanjang waktu transmisi
tetapi hanya menambah jumlah bit yang dikirim, sehingga bit ratenya menigkat.
Nilai bandwidth secara umum yang dibutuhkan (BWOCC) dapat diperoleh dari
persamaan berikut [2]:
𝑅𝑖𝑛𝑓𝑜
𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶 (𝐻𝑍) = [( ) (1 + 𝛼 )] … … … … … … … … … … … … … . (2.24)
𝑚. 𝐹𝐸𝐶
𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿 = 𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶 . (1 + 𝐺𝐵) … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.25)
Keterangan:
BWALL = Bandwidth yang dialokasikan (Hz)
BWOCC = Bandwidth yang dibutuhkan (Hz)
Rinfo = Bit/ information rate (bps)
FEC = Forward error correction
GB = Guard band (20%)
m = Jumlah bit untuk 1 simbol
α = Roll of Factor (0 ≤ α ≤ 1)

2.2.6.10. Energy Bit to Noise Density Ratio (Eb/No)


Energy bit to noise density ratio (Eb/No) adalah salah satu parameter utama
yang digunakan pada sinyal pembawa (carrier) digital untuk mengevaluasi dan
membandingkan performansi sistem komunikasi digital. Eb merupakan energy per

28
bit informasi dan No (N-Zero) merupakan noise yang terdapat dalam 1 Hz
bandwidth. Nilai Eb/No bisa diperoleh dari persamaan sebagai berikut [22]:
𝐸𝑏 𝐶 𝑇𝑟
( ) (𝑑𝐵) = ( ) − 10𝑙𝑜𝑔 ( ) … … … … … … … … … … … … . (2.26)
𝑁𝑜 𝑁 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑤
Keterangan:
Eb = Energy per bit (W/bit)
No = Rapat daya derau system (W/Hz)
BW = Bandwidth Occupied (Hz)
Tr = Transmission rate = R/FEC (bps)

2.2.6.11. Bit Error Rate (BER)


Parameter selanjutnya pada link budget adalah BER. BER merupakan
persentase dari perbandingan bit yang memiliki ketidakcocokan/ error dengan
keseluruhan bit yang diterima pada proses transmisi, biasanya nilai yang dinyatakan
dalam parameter daya adalah bernilai 10 sampai negative. Semakin rendah nilai
BER yang dihasilkan pada suatu transmisi digital, semakin baik performa dari
transmisi digital tersebut. Kemudian hubungan antara (Eb/No) dengan BER adalah
tergantung pada teknik modulasi yang digunakan. Suatu nilai (Eb/No) untuk sistem
modulasi yang berlainan akan menghasilkan nilai BER yang berbeda [2]. Nilai bit
error rate dapat diperoleh dari persamaan dibawah ini [15]:
𝐸𝑏
𝑒 𝑁𝑜
𝐵𝐸𝑅 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.27)
𝐸𝑏
√4𝜋
𝑁𝑜

Keterangan:
BER = Bit Error Rate
Eb/No = Energy bit to noise density ratio (dB)

2.2.6.12. Forward Error Correction (FEC)


Dalam proses transmisi sinyal dari Bumi ke satelit yang menempuh jarak
yang jauh dan menembus atmosfer maka terkadang terjadi error pada data yang
diterima pada stasiun Bumi. Maka dari itu untuk meminimalisir terjadinya error
tersebut pada komunikasi satelit diterapkanlah teknik forward error correction
(FEC). FEC adalah sebuah teknik yang digunakan oleh penerima untuk
memperbaiki error yang mungkin terjadi selama transmisi data berlangsung. FEC

29
menggunakan kode biner tertentu yang dirancang untuk mengoreksi diri sendiri atas
kesalahan yang dihasilkan oleh media transmisi yang mengintervensi. Dalam
bentuk koreksi kesalahan ini stasiun penerima memiliki kemampuan untuk
merekonstitusi pesan/ data yang mengandung kesalahan [6].

2.2.7 Parameter Transponder Satelit


Satelit merupakan perangkat perantara yang digunakan untuk meneruskan
proses pengiriman dari stasiun Bumi pengirim ke stasiun Bumi penerima. Perangkat
yang dibuat untuk meneruskan data informasi yg terdapat di satelit yaitu
transponder yang berfungsi untuk meneruskan informasi. Tentunya terdapat
beberapa parameter pada transponder itu sendiri, dan parameter tersebut akan
dijelaskan di sub bab berikut:

2.2.7.1. Redaman PAD (Attenuator)


Redaman PAD adalah redaman pada transponder satelit karena redaman
tersebut ditambahkan ke rapat fluks density yang diterima satelit. Namun rapat daya
yang diterima sudah secara otomatis diredam oleh sistem satelit. Maka dari itu
untuk mengoptimalkan sinyal yang diterima satelit dibutuhkanlah redaman PAD
(attenuator) [2].

2.2.7.2. Input Back Off (IBO) dan Output Back Off (OBO)
IBO adalah rasio daya sinyal yang diukur pada input ke high power
amplifier (HPA) dengan daya sinyal input yang menghasilkan daya sinyal
maksimum pada output amplifier. Sedangkan OBO adalah rasio daya sinyal yang
diukur pada output ke HPA dengan daya sinyal output maksimum. Penjelasan
lainnya yaitu bahwa IBO merupakan pengurangan daya masukan pada penguat
daya transponder satelit agar titik kerja menjadi linier, OBO merupakan penguatan
daya keluaran yang disebabkan oleh daya masukan dari IBO.

2.2.7.3. Penggunaan Daya satelit


1. Perhitungan Uplink
Perhitungan link komunikasi satelit pada arah uplink merupakan
perhitungan dari stasiun Bumi menuju ke stasiun angkasa (satelit). Perhitungan

30
uplink ini dinyatakan dalam rumus Carrier to Thermal Noise Ratio Uplink / (C/N)UP
yaitu [21]:
𝐶 𝐺
(𝑁 ) = 𝐸𝐼𝑅𝑃𝑆𝐵 − 𝐿𝑢𝑝 + ( 𝑇 ) − 10𝑙𝑜𝑔𝐾 − 10𝑙𝑜𝑔𝐵 … … … … … … … (2.28)
𝑈𝑃 𝑈𝑃

Dengan:
Lup = Loss Propagation Uplink (dB)
G/T = Figure of Merit (dB/K)

K = Konstanta Boltzmann ( 1.38 X 〖10〗^(-23) J /ºK)

B = Bandwidth occuoied (Hz)

2. Perhitungan Downlink
Untuk perhitungan link dari satelit ke stasiun Bumi atau perhitungan
downlink ini akan didapatkan nilai dari persamaan sebagai berikut [21]:
𝐶 𝐺
(𝑁 ) = 𝐸𝐼𝑅𝑃𝑆𝑎𝑡 − 𝐿𝑑𝑤 + ( 𝑇 ) − 10𝑙𝑜𝑔𝐾 − 10𝑙𝑜𝑔𝐵 … … … … … … . (2.29)
𝐷𝑤 𝑑𝑤

Keterangan:
Ldw = Loss Propagation Downlink (dB)
G/T = Figure Of merit ( dB/K)

K = Konstanta boltzman (1.38 X 〖10〗^(-23) J/ºK

B = Bandwidth occupied (Hz)

3. Perhitungan C/N Total


Perhitungan C/N total merupakan pernjumlahan dari semua link baik dari
C/N uplink maupun C/N downlink. C/N total dapat dikatakan sebagai parameter
yang melambangkan kualitas daya carrier yang diterima oleh stasiun Bumi tujuan
dalam komunikasi satelit. Nilai C/N dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut
[21]:
𝐶 𝐶 −1 𝐶 −1 −1
(𝑁 ) = [[(𝑁 ) ] + [(𝑁 ) ] ] … … … … … … … … … … … … … . (2.30)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑈𝑃 𝐷𝑤

2.2.7.4. Pengukuran Kapasitas Transponder


Untuk satu carrier, besarnya bandwidth dan power ditentukan dari
perhitungan linknya. Hasil dari perhitungan link ini dapat memperlihatkan besarnya

31
kapasitas power dan kapasitas bandwidth yang dibutuhkan carrier. Akan semakin
optimal jika kapasitas bandwidth mendekati dengan kapasitas power ataupun sama.
Sedangkan bandwidth juga dapat diketahui nilai persentase dengan
menggunakan rumus sebagai berikut [22]:
[(𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿 )(𝐻𝑧)]
%(𝐵𝑊 ) = [ ] . 100% … … … … … … … … … . … … . . . (2.31)
[(𝐵𝑊𝑥𝑝𝑑𝑟 )(𝐻𝑧)]
Untuk mencari power yang tersedia dan power yang terpakai dapat
diperoleh dari persamaan berikut [22]:
𝐸𝐼𝑅𝑃𝑆𝐴𝑇 −𝑂𝐵𝑂
𝑃𝐴𝑉𝑉 = 10 10 . … … … … … … … … … … … … … … … . … . … . (2.32)
(𝐸𝐼𝑅𝑃 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖)⁄
𝑃𝑈𝑆𝐸𝐷 = 10 10 … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.33)

Persentase penggunaan power dapat diperoleh dari persamaan berikut [22]:


𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖
%(𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟) = . 100% … … … … … … … … … … … … (2.34)
𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
Diketahui:
PWAVV = Power yang tersedia (Watt)
PWUSED = Power yang terpakai (Watt)
EIRPSat = EIRP satelit saturasi (dBW)
EIRPOperasi = EIRP satelit operasi (dBW)
OBO = Output Back Off (dB)

2.2.8 Pengenalan Profil Satelit Telkom 3S


2.2.8.1. Satelit Telkom 3S
Satelit Telkom 3S merupakan satelit komunikasi geostasioner milik Telkom
Indonesia. Satelit ini ditempatkan pada posisi diatas equator dan bergerak
mengelilingi Bumi dengan lintasan berbentuk lingkaran yang memiliki sumbu
rotasi sama dengan Bumi. Satelit telkom 3S menjangkau seluruh wilayah Indonesia
Asia Tenggara dan sebagian Asia Timur. Satelit Telkom 3S didesain untuk dapat
melayani siaran televisi berkualitas tinggi (high definition televition), layanan
komunikasi seluler, serta broadband internet. Satelit Telkom berada pada orbitnya
pada 23 februari 2017 dengan jarak 35.786,4 km dari Bumi [23].

32
Gambar 2. 10 Posisi Satelit Telkom 3S [23].
Satelit Telkom 3S diluncurkan pada 14 februari 2017 pukul 04.39 WIB
berlokasi di Guiana Space Center, Kourou, Guiana, Perancis. Roket pelncuran yang
membawa satelit Telkom 3S adalah Ariane 5 ECA VA35 milik perusahaan
peluncur satelit Arianaspace Europe. Satelit Telkom 3S memiliki berat beban 3550
kg dan mengorbit pada 1180 bujur timur atau diatas Pulau Kalimantan dengan masa
aktif 15 tahun terhitung sejak waktu peluncuran [24]. Satelit Telkom 3S diproduksi
oleh Thales Alenia Space (TAS) milik Perancis yang memiliki kapasitas
transponder sejumlah 42 transponder yang terdiri dari beberapa bagian yaitu 24
transponder C-band, 8 transponder extended C-band, serta 10 transponder Ku-
band. Satelit Telkom 3S mampu memberikan layanan dengan bit-rate lebih tinggi,
sehingga menghasilkan kualitas komunikasi yang lebih baik [24].

Gambar 2. 81 Footprint Satelit Telkom 3S C-Band [23].

33
Gambar diatas merupakan cakupan dari pancaran sinyal satelit Telkom 3S
dari transponder C-Band yang mencakup wilayah seluruh Indonesia dan sekitar
yang dekat dengan Indonesia. Footprint ini merupakan area dasar yang
menawarkan jangkauan transponder dari satelit Telkom 3S. Jadi stasiun Bumi yang
masuk didalam jangkauan tersebut akan dapat menerima sinyal informasi dari
satelit dan juga mengirimkan sinyal informasi ke satelit.

Gambar 2. 92 Footprint Satelit Telkom 3S KU-Band [23].


Sedangkan gambar diatas merupakan cakupan dari pancaran sinyal dari
transponder KU-Band yang jangkauannya sedikit lebih kecil dari pancaran sinyal
untuk transponder C-Band.

2.2.8.2. Spesifikasi Satelit Telkom 3S


Adapun dari spesifikasi dari satelit Telkom 3S yang penulis dapatkan dari
Stasiun pengendali utama satelit. Untuk dianalisis dan bahan untuk memulai
analisis pada penelitian ini. Satelit Telkom 3s memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 2. 4 Spesifikasi Satelit Telkom 3S [3].
ITEM SPESIFIKASI
Nama Satelit Telkom 3S
Pabrik Pembuat Thales Alenia Space (TAS) France
Waktu Peluncuran 14 Februari 2017
Posisi Satelit 118 E
Life Time 15 Tahun
6-4 GHz (C-band) (Ext C-band)
Frekuensi
11-14 Ghz (Ku-band)
Kapasitas Transponder 24 Transponder C-band

34
8 Transponder Ext C-band
10 Transponder Ku-band
Bandwidth Tranponder 36 MHz & 54 MHz
Polarisasi Linear (Vertical & Horizontal)
EIRP Maksimum 45 dBW (C-band) & 55 dBW (Ku-band)
IBO 3 dB
OBO 1 dB

2.2.8.3. Frequency Plan C-Band dan Ku-Band Satelit Telkom 3S


Frekuensi satelit telkom 3S yang biasa digunakan digunakan di Indonesia
adalah C-band dan Ku-band. C-band memiliki 24 channels dengan bandwidth 36
MHz. Sedangkan Ku-band memiliki 4 channels dengan bandwidth 36 MHz dan 6
channels dengan bandwidth 54 MHz. Untuk penjelasan secara garis besar untuk
channels serta pita frekuensinya C-band dan Ku-band pada satelit Telkom 3S dapat
dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 2. 5 Channels Features [3].
Cnannels Number of Channel
Uplink band Downlink band
Group Channels bandwidth
C-band 24 36 MHz 5.925 to 6.425 GHz 3.700 to 4.200 GHz
4 36 MHz 13.756 to 13.916 GHz 11.450 to 11.610 GHz
Ku-band
6 54 MHz 14.000 to 14.360 GHz 12.250 to 12.610 GHz

35

Anda mungkin juga menyukai