DASAR TEORI
6
parameternya, teknik modulasi, serta redaman hujan. Jadi kesimpulan dari
penelitian ini adalah modulasi yang paling layak digunakan pada satelit Telkom-1
untuk layanan intermediate rate (IDR) adalah modulasi QPSK dengan
menggunakan diameter antena penerima 2 meter, sedangkan untuk teknik modulasi
16QAM merupakan modulasi yang paling buruk jika digunakan untuk satelit
Telkom-1. Di penelitian ini juga disebutkan bahwa parameter yang menentukan
besar kecilnya kapasitas transponder satelit adalah EIRPSATELIT, bandwidth,
forward error correction (FEC) dan figure of merit stasiun Bumi penerima
{(G/T)SBRX} [2].
Adapun penelitian atas nama Ervin Nurdiansyah dan Achmad
Mauludiyanto pada tahun 2017 yang berjudul “Analisis Redaman Hujan pada
Frekuensi C-Band dan Ku-Band untuk komunikasi VSAT-TV pada Daerah Tropis”
yang meneliti tentang redaman hujan menggunakan empat model prediksi redaman
hujan yaitu model ITU-R P.618-5, model Global Crane, model SAM, dan model
ITU-R modifikasi untuk daerah tropis yang kemudian dibandingkan dengan
pengukuran untuk mengetahui model redaman hujan yang mendekati dengan salah
satu empat model prediksi redaman hujan tersebut. Penelitian ini dilakukan karena
dari frekuensi C-band dan Ku-band ini memiliki kekurangan terutama masalah
propagasi yang disebabkan oleh redaman hujan. Pengukuran dalam penelitian ini
dilakukan di daerah Juanda Surabaya, dan parameter yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu parameter kualitas (C/N). Pengukuran pada kanal Ku-band
menggunakan satelit JCSAT 4B sedangkan untuk kanal C-band menggunakan
satelit Telkom-1 dengan menggunakan VSAT berukuran 0,6 meter. Jadi
kesimpulan hasil penelitian ini adalah untuk hasil pengukuran kanal C-Band model
redaman hujannya yang paling mendekati adalah model Global Crane dengan
persen error sebesar 73,1% dengan nilai curah hujan 31,5 mm/jam atau sebesar
0,53 dB, sedangkan untuk kanal Ku-band adalah model ITU-R modifikasi untuk
daerah tropis dengan persen error sebesar 22,4% dengan nilai curah hujan 80,2
mm/jam atau sebesar 12,51 dB [5].
7
2.2. DASAR TEORI
2.2.1 Prinsip Dasar Sistem Komunikasi Satelit
Satelit pada umumnya merupakan benda alami atau buatan yang bergerak
di sekitar benda langit seperti planet dan bintang, namun dalam komunikasi satelit
ini adalah satelit buatan yang mengorbit planet Bumi. Komunikasi satelit adalah
semacam stasiun repeater yang menerima sinyal dari Bumi, memprosesnya dan
kemudian mentransmisikannya kembali ke Bumi. Komunikasi satelit dapat
diaplikasikan sebagai siaran televisi, telepon internasional dan layanan komunikasi
data. Prinsip dasar komunikasi satelit bertindak sebagai stasiun repeater yang
menyediakan layanan interaktif point to point, point to multipoint atau multipoint
to multipoint, dan tujuannya untuk mentransmisikan ke sinyal radio [6].
8
data terkait di satelit, dinamai juga sebagai stasiun tracking, telemetry, dan
command (TTC) [8].
9
2.2.2.3. Link Komunikasi Satelit
Link antara perangkat pemancar dan penerima terdiri dari sinyal gelombang
mikro. Kinerja perangkat pemancar diukur dengan daya radiasi isotropic (EIRP)
yang efektif. Link yang terdapat pada sistem komunikasi satelit terbagi menjadi link
dari stasiun Bumi ke satelit (uplink), link dari satelit ke stasiun Bumi (downlink),
dan link dari satelit ke satelit (intersatellite link).
Uplink dan downlink terdiri dari sinyal pembawa yang berupa frekuensi
gelombang mikro, sedangkan intersatellite link dapat berupa frekuensi radio
maupun optic. Sinyal dimodulasi oleh sinyal baseband yang menyampaikan
informasi untuk keperluan komunikasi. Parameter penting untuk link komunikasi
adalah bandwidth dan power. Penggunaan antara power dan bandwidth yang
dibutuhkan harus diperhatikan agar menghemat biaya. Selain itu, penyedia layanan
yang menyewakan kapasitas transponder satelit dari operator satelit dibebankan
sesuai dengan sumber daya atau bandwidth yang tersedia dari transponder satelit.
Pendapatan penyedia layanan didasarkan pada jumlah koneksi yang ada, sehingga
tujuannya adalah untuk memaksimalkan penggunaan bandwidth dan power yang
dipertimbangkan dengan tetap menjaga keseimbangan penggunaan power dan
bandwidth [8].
10
digunakan untuk transmisi very high bandwidth (broadband) dengan memakai
antena penerima yang kecil (<0,6m). Dalam penerapan transmisi dengan K-band
dan Ka-band ada kesulitan, yaitu masalah rain attenuation yang besar dan biaya
perangkat yang mahal [3].
Tabel 2. 1 Pita Frekuensi Satelit [3].
Rentang Frekuensi (GHz) Band
4–8 C
12 – 18 Ku
Sistem komunikasi satelit awalnya yang menggunakan frekuensi C-band (4
- 8 GHz) mengakibatkan terjadinya interferensi dengan link microwave terresterial
(4 - 6 GHz). Satelit generasi baru menggunakan frekuensi Ka-band (17 - 30GHz).
Frekuensi yang lebih tinggi mengalami penghamburan (scattering) yang lebih
tinggi pula atau memiliki redaman ruang bebas lebih besar dibandingkan dengan
frekuensi yang lebih rendah. Untuk mendapatkan frekuensi uplink yang sesuai
dibutuhkan pengarahan control yang baik dari side lobe antenna, pengaturan
diameter antena dan penguatan daya pada stasiun Bumi, oleh karena itu stasiun
Bumi memiliki aset pemancaran (daya primer tak terbatas) yang lebih baik daripada
satelit. Manajemen spektrum adalah kegiatan penting yang memfasilitasi
penggunaan spektrum frekuensi elektromagnetik secara tidak hanya untuk
komunikasi satelit tetapi juga untuk aplikasi telekomunikasi lainnya. Ini dilakukan
dibawah naungan International Telecommunication Union (ITU) [3].
11
itu, beberapa skema modulasi telah dikembangkan secara khusus untuk
mengoptimalkan modulasi digital, yaitu skema fase/ amplitudo hybrid yang disebut
Quadrature Amplitude Modulation (QAM) [10].
12
Modulasi QPSK menggunakan empat titik jika di lihat dari diagram konstelasi,
empat titik ini terletak di sekitar suatu lingkaran. Karena modulasi dilakukan pada
setengah bit rate dari data yang masuk, bandwidth yang dibutuhkan oleh sinyal
QPSK adalah tepat setengah dari yang dibutuhkan oleh sinyal BPSK yang
membawa data input yang sama. Ini adalah keunggulan QPSK dibandingkan
dengan modulasi BPSK. Kerugiannya adalah bahwa rangkaian modulator dan
demodulator lebih rumit, pada dasarnya setara dengan dua sistem BPSK secara
parallel [6].
13
2. Modulasi 8-Phase Shift Keying (8PSK)
Modulasi 8-PSK mempunyai 8 fasa yang berbeda, maksudnya adalah
masukan data pada 8-PSK terdiri atas 3 bit dengan 8 kondisi yaitu 000,001,010,
011, 100, 101, 110, dan 111. Jadi ada 8 sandi yang harus dinyatakan delapan fasa
yang berbeda. Setiap data 3 bit yang masuk akan mengakibatkan adanya satu
perubahan fasa di sisi keluaran, sehingga kecepatan perubahan keluaran adalah tiga
kali kecepatan bit disisi masukan. Penyandian pada 8-PSK terdiri dari atas 2 proses
yaitu modulasi dan demodulasi. Modulasi 8-PSK merupakan proses penyandian
sinyal pemodulasi berupa data digital menjadi sinyal analog 8 perubahan fasa,
sedangkan demodulasi 8-PSK merupakan penyandian kembali sinyal pemodulasi
berupa sinyal analog menjadi data digital dengan 8 keadaan [13].
14
𝑅𝑡
𝐵𝑊8𝑃𝑆𝐾 = ( ) . (1 + 𝛼 ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.2)
3
Keterangan:
α = roll of factor yang menyatakan unjuk kerja sebuah modulator
Rt = Kecepatan transmisi (bit/s)
15
yang dibutuhkan untuk perubahan fasa tiap detik dapat diperoleh dengan persamaan
sebagai berikut [12]:
𝑅𝑡
𝐵𝑊16𝑄𝐴𝑀 = ( ) . (1 + 𝛼 ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3)
4
Keterangan:
α = roll of factor yang menyatakan unjuk kerja sebuah modulator
Rt = Kecepatan transmisi (bit/s)
16
time division multiple access (TDMA). Skema TDMA sangat baik digunakan ke
sebagian besar jaringan layanan satelit tetap yang digunakan untuk menghubungkan
stasiun Bumi dengan traffic tinggi, namun untuk beberapa aplikasi khusus di mana
kerahasiaan sangat penting atau di mana saluran mungkin mengalami pemudaran
atau interferensi selektif frekuensi, code division multiple access (CDMA)
berdasarkan prinsip-prinsip penyebaran spectrum akan lebih dipertimbangkan [10].
17
deteksi. Transmisi FDMA dapat berupa analog atau digital, atau kombinasi
keduanya. FMDA adalah yang paling berguna untuk aplikasi di mana saluran penuh
waktu diinginkan, misalnya distribusi video. FDMA adalah yang paling murah
untuk diimplementasikan tetapi memiliki potensi untuk membuat penggunaan
spektrum yang tidak efisien, karena mungkin ada 'waktu mati' pada satu atau lebih
saluran ketika transmisi tidak ada. Kinerja sistem akses berganda harus dianalisis
dengan mempertimbangkan elemen pemrosesan spesifik yang digunakan dalam
sinyal pembawa informasi komunikasi satelit [15].
18
data digital, karena sifat transmisinya. Transmisi downlink terdiri dari set paket
yang disisipkan dari semua stasiun Bumi. Stasiun referensi, yang dapat menjadi
salah satu stasiun lalu lintas atau lokasi darat yang terpisah, digunakan untuk
menetapkan jam referensi sinkronisasi dan memberikan data operasional waktu ke
jaringan [15].
19
atau sama dengan level daya yang dikirimkan. Tujuannya untuk menjaga
keseimbangan gain dan loss dari antenna pemancar (Tx) ke antenna penerima (Rx).
Yang dimaksud di sini adalah menetapkan parameter operasi seperti sudut Azimuth
dan Elevasi, slant range, dan gain antena, dan lain-lain. Perhitungan ini pada
dasarnya menghubungkan dua kuantitas, daya pancar dan daya terima, dan
menunjukkan secara rinci bagaimana perbedaan antara kedua kekuatan ini
diperhitungkan. Penghitungan link budget biasanya dibuat menggunakan jumlah
desibel atau decilog [16].
𝑟 − 𝑅𝑒 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑆 − 𝜃𝐿 )
𝐸 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( )
𝑅𝑒 𝑠𝑖𝑛 (𝑐𝑜𝑠 −1 (𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑆 − 𝜃𝐿 )))
20
𝜃𝑖 = lattidude stasiun Bumi (°)
r = jari-jari geostationary (km)
Re = jari- jari Bumi (km)
𝑅𝑒
𝑑 = √(𝑅𝑒 + 𝐻)2 + 𝑅𝑒 2 − 2𝑅𝑒(𝑅𝑒 + 𝐻)𝑠𝑖𝑛 [𝐸 + 𝑠𝑖𝑛−1 ( 𝑐𝑜𝑠𝐸)] . . (2.6)
𝑅𝑒 + 𝐻
Keterangan:
d = Slant Range (Jarak kemiringan satelit dan stasiun Bumi (km))
Re = jari-jari Bumi (km)
E = sudut Elevasi (°)
H = ketinggian satelit terhadap Bumi (km)
21
2.2.6.3. Antenna Pointing Loss Atau Pointing Error
Dalam komunikasi satelit ketika link satelit dibuat maka yang diharapkan
adalah agar stasiun Bumi dan antenna satelit selaras agar mendapat penguatan yang
maksimal. Namun ada dua kemungkinan sumber kehilangan sumbu yaitu pada
stasiun Bumi dan pada antena di satelit. Hilangnya sumbu di satelit diperhitungkan
dengan merancang link untuk operasi pada kontur antena satelit yang sebenarnya.
Hilangnya sumbu di stasiun Bumi disebut sebagai antenna pointing loss. Kerugian
dari antenna pointing loss biasanya hanya sepersepuluh decibel, pointing loss dapat
terjadi pada antenna akibat ketidaksejajaran arah polarisasi. Antenna pointing loss/
pointing error harus diperkirakan dari data statistic, berdasarkan kesalahan yang
sebenarnya diamati untuk sejumlah stasiun Bumi, dan pointing error harus
dipertimbangkan terpisah antara uplink dan downlink [6]. Nilai antenna pointing
loss dapat diperoleh dari persamaan berikut [8]:
70𝜆 𝑐
Ø3 = ; 𝜆 = ; 𝑃𝐸 = 12(Ø/Ø3 )2 … … … … … … … … … … … … . . … (2.7)
𝐷 𝑓
Keterangan:
Ø = Antena misspointing (dB)
D = Diameter antena (m)
c = Kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
f = Frekuensi (Hz)
22
2.2.6.5. Gain Antena
Dalam sebuah pancaran suatu antenna tentunya terdapat suatu penguatan/
gain antena. Gain atau penguatan adalah perbandingan antara daya pancar suatu
antena terhadap antenna referensinya, atau juga dapat diartikan sebagai
perbandingan antara intensitas radiasi maksimum antena yang diukur terhadap
intensitas maksimum antenna isotropic pada arah dan daya input yang sama [5].
Nilai gain antenna dapat diperoleh dari persamaan berikut [18]:
𝜋. 𝐷. 𝐹
𝐺 (𝑑𝐵) = 10𝑙𝑜𝑔(𝜂) + 20𝑙𝑜𝑔 ( ) … … … … … … … … … … … … . . (2.9)
𝑐
Keterangan:
f = Frekuensi kerja (Hz) terdiri dari frekuensi uplink atau downlink
D = Diameter antena stasiun Bumi (meter)
c = Kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
η = Nilai efisiensi antenna (50%≤η≤70%)
23
2.2.6.7. Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss)
Free space loss (FSL)/ redaman ruang bebas merupakan hilangnya daya
yang dipancarkan pada ruang bebas saat pemancaran sehingga tidak seluruh daya
dapat diterima oleh antenna penerima, artinya daya yang dikirimkan tidak sama
dengan daya yang diterima. Untuk menghitung nila free space loss (FSL) dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut [18]:
𝐹𝑆𝐿 = 92,45 + 20𝑙𝑜𝑔𝑓 + 20𝑙𝑜𝑔𝑑 … … … … … … … … … … … … … … (2.11)
Keterangan:
FSL = Rugi-rugi ruang bebas (dB)
f = Frekuensi uplink atau downlink (GHz)
d = Slant range uplink atau downlink (Km)
24
Gambar 2. 9 Rain Climatic Zone In Indonesia [19].
Gambar diatas merupakan zona iklim hujan untuk prediksi efek curah hujan
di Indonesia, tabel untuk memperoleh distribusi kumulatif median rata-rata dari
tingkat hujan untuk iklim hujan. Tujuan penggunaan rain climatic zone pada
perhitungan redaman hujan adalah untuk mengetahui bahwa penelitian ini
menggunakan zona di Indonesia yang artinya dalam gambar diatas menggunakan
simbol P.
Tabel 2. 2 Rainfall Intensity Exceeded (mm/h) [19].
Percentage
A B C D E F G H J K L M N P Q
of time (%)
1,0 <0,1 0,5 0,7 2,1 0,6 1,7 3 2 8 1,5 2 4 5 12 24
0,3 0.8 2 2,8 2,4 2,4 4,5 7 4 13 42 7 11 15 34 49
0,1 2 3 5 6 6 8 12 10 20 12 15 22 35 65 72
0,03 5 6 9 12 12 15 20 18 28 23 33 40 65 105 96
0,01 8 12 15 22 22 28 30 32 35 42 60 63 95 145 115
0,003 14 21 26 41 41 54 45 55 45 70 105 95 140 200 142
0,001 22 32 42 42 70 78 65 83 55 100 150 120 180 250 170
25
Tabel diatas digunakan untuk mendapatkan data distribusi rata-rata
kumulatif dari intensitas curah hujan untuk iklim hujan pada pembagian zona iklim
hujan pada gambar 2.9.
Tabel 2. 3 Koefisien Yang Bergantung Pada Frekuensi Untuk Memperkirakan
Redaman Hujan Tertentu [20].
Frequency
kH αH kV αV
(GHz)
1 0.0000259 0.9691 0.0000308 0.8592
1,5 0.0000443 1.0185 0.0000574 0.8957
2 0.0000847 1.0664 0.0000998 0.9490
2,5 0.0001321 1.1209 0.0001464 1.0085
3 0.0001390 1.2322 0.0001942 1.0688
3,5 0.0001155 1.4189 0.0002346 1.1387
4 0.0001071 1.6009 0.0002461 1.2476
4,5 0.0001340 1.6948 0.0002347 1.3987
5 0.0002162 1.6969 0.0002428 1.5317
5,5 0.0003909 1.6499 0.0003115 1.5882
6 0.0007056 1.5900 0.0004878 1.5728
7 0.001915 1.4810 0.001425 1.4745
8 0.004115 1.3905 0.003450 1.3797
9 0.007535 1.3155 0.006691 1.2895
10 0.01217 1.2571 0.01129 1.2156
15 0.04481 1.1233 0.05008 1.0440
20 0.09164 1.0568 0.09611 0.9847
30 0.2403 0.9485 0.2291 0.9129
40 0.4431 0.8673 0.4274 0.8421
50 0.6600 0.8084 0.6472 0.7871
60 0.8606 0.7656 0.8515 0.7486
80 1.1704 0.7115 1.1668 0.7021
100 1.3671 0.6815 1.3680 0.6765
1000 1.3795 0.6396 1.3822 0.6365
Berdasarkan data table frekuensi untuk memperkirakan attenuasi spesifik
curah hujan diatas maka didapatkan persamaan-persamaan untuk menghitung nilai
redaman hujan sebagai berikut [21]:
1. Persamaan untuk menghitung kH, αH, kV, dan αV:
𝑘𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ + 𝑘𝑎𝑡𝑎𝑠
∆𝑘/∆∝= … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.12)
1000
Sedangkan untuk mencari sisa frekuensi (∆𝑓) dengan menggunakan
persamaan berikut:
∆𝑓 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 − 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ … … … … … … . (2.13)
Maka,
26
𝑘𝐻/𝑉 = 𝑘 + (∆𝑓. ∆𝑘) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.14)
∝ 𝐻/𝑉 = ∝ +(∆𝑓. ∆∝) … … … … … … … … … … … … … . … … … … . … (2.15)
2. Tinggi atmosfer terjadi jadinya hujan (hr), dapat diketahui dengan persamaan
sebagai berikut:
3 + 0,028, 𝑗𝑖𝑘𝑎0 < 𝑙𝑎𝑡𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 < 360
ℎ𝑟 (𝑘𝑚) = { … . … … … … … … (2.16)
4 − 0,075, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑡𝑖𝑡𝑢𝑑𝑒 ≥ 360
3. Panjang lintasan hujan efektif (LS) untuk sudut Elevasi antena ≥10°. Adapun
untuk mencarinya dapat menggunakan persamaan:
ℎ𝑟 − ℎ𝑜
𝐿𝑆 = ( ) … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … (2.17)
sin 𝐸
4. Adapun untuk mengetahui Jarak lintasan hujan (LG) dapat menggunakan
persamaan:
𝐿𝐺 = 𝐿𝑆 cos 𝐸 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.18)
5. Ketika sudah mengetahui jarak lintasan hujan maka untuk selanjutnya dapat
mencari r p = rain rate reducting factor, dimana untuk nilai dari P tergantung
dari masing-masing daerah, faktor reduksi lintasan hujan pada wilayah Indonesia,
memiliki persentase unavability 0,01 % sehingga untuk mengetahuinya dapat
menggunakan persamaan :
90
𝑟= … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … . . (2.19)
90 + 4𝐿𝐺
Berdasarkan rekomendasi ITU-R P. 838-3 pada table 2.2 dan 2.3 didapatkan
persamaan sebagai berikut:
𝛼𝐻 + 𝛼𝑉
𝑘= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.20)
2
𝑘 𝐻 𝛼𝐻 + 𝑘 𝑉 𝛼 𝑉
𝛼= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.21)
2𝑘
6. Untuk mendapatkan redaman curah hujan (dB/km) dapat dinyatakan pada
persamaan:
𝐴𝑢𝑝/𝑑𝑤 = 𝑘. 𝑅∝ … … … … … . . … … … … … … … … … … . … … … . … … … (2.22)
7. Maka untuk mengetahui besarnya redaman hujan efektif dengan persentase
sebesar 0,01% dapat menggunakan persamaan:
𝐴𝑒𝑓𝑓 (𝑟 = 0,01%) = 𝐴. 𝐿𝑆. 𝑟0,01 … … … … , … . . … … … . . … … … … … . (2.23)
Keterangan:
E = Sudut Elevasi (°)
27
hr = Ketinggian hujan (km)
ho = Tinggi stasiun Bumi dari permukaan laut (km)
R = Curah hujan setempat (mm/h)
28
bit informasi dan No (N-Zero) merupakan noise yang terdapat dalam 1 Hz
bandwidth. Nilai Eb/No bisa diperoleh dari persamaan sebagai berikut [22]:
𝐸𝑏 𝐶 𝑇𝑟
( ) (𝑑𝐵) = ( ) − 10𝑙𝑜𝑔 ( ) … … … … … … … … … … … … . (2.26)
𝑁𝑜 𝑁 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑤
Keterangan:
Eb = Energy per bit (W/bit)
No = Rapat daya derau system (W/Hz)
BW = Bandwidth Occupied (Hz)
Tr = Transmission rate = R/FEC (bps)
Keterangan:
BER = Bit Error Rate
Eb/No = Energy bit to noise density ratio (dB)
29
menggunakan kode biner tertentu yang dirancang untuk mengoreksi diri sendiri atas
kesalahan yang dihasilkan oleh media transmisi yang mengintervensi. Dalam
bentuk koreksi kesalahan ini stasiun penerima memiliki kemampuan untuk
merekonstitusi pesan/ data yang mengandung kesalahan [6].
2.2.7.2. Input Back Off (IBO) dan Output Back Off (OBO)
IBO adalah rasio daya sinyal yang diukur pada input ke high power
amplifier (HPA) dengan daya sinyal input yang menghasilkan daya sinyal
maksimum pada output amplifier. Sedangkan OBO adalah rasio daya sinyal yang
diukur pada output ke HPA dengan daya sinyal output maksimum. Penjelasan
lainnya yaitu bahwa IBO merupakan pengurangan daya masukan pada penguat
daya transponder satelit agar titik kerja menjadi linier, OBO merupakan penguatan
daya keluaran yang disebabkan oleh daya masukan dari IBO.
30
uplink ini dinyatakan dalam rumus Carrier to Thermal Noise Ratio Uplink / (C/N)UP
yaitu [21]:
𝐶 𝐺
(𝑁 ) = 𝐸𝐼𝑅𝑃𝑆𝐵 − 𝐿𝑢𝑝 + ( 𝑇 ) − 10𝑙𝑜𝑔𝐾 − 10𝑙𝑜𝑔𝐵 … … … … … … … (2.28)
𝑈𝑃 𝑈𝑃
Dengan:
Lup = Loss Propagation Uplink (dB)
G/T = Figure of Merit (dB/K)
2. Perhitungan Downlink
Untuk perhitungan link dari satelit ke stasiun Bumi atau perhitungan
downlink ini akan didapatkan nilai dari persamaan sebagai berikut [21]:
𝐶 𝐺
(𝑁 ) = 𝐸𝐼𝑅𝑃𝑆𝑎𝑡 − 𝐿𝑑𝑤 + ( 𝑇 ) − 10𝑙𝑜𝑔𝐾 − 10𝑙𝑜𝑔𝐵 … … … … … … . (2.29)
𝐷𝑤 𝑑𝑤
Keterangan:
Ldw = Loss Propagation Downlink (dB)
G/T = Figure Of merit ( dB/K)
31
kapasitas power dan kapasitas bandwidth yang dibutuhkan carrier. Akan semakin
optimal jika kapasitas bandwidth mendekati dengan kapasitas power ataupun sama.
Sedangkan bandwidth juga dapat diketahui nilai persentase dengan
menggunakan rumus sebagai berikut [22]:
[(𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿 )(𝐻𝑧)]
%(𝐵𝑊 ) = [ ] . 100% … … … … … … … … … . … … . . . (2.31)
[(𝐵𝑊𝑥𝑝𝑑𝑟 )(𝐻𝑧)]
Untuk mencari power yang tersedia dan power yang terpakai dapat
diperoleh dari persamaan berikut [22]:
𝐸𝐼𝑅𝑃𝑆𝐴𝑇 −𝑂𝐵𝑂
𝑃𝐴𝑉𝑉 = 10 10 . … … … … … … … … … … … … … … … . … . … . (2.32)
(𝐸𝐼𝑅𝑃 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖)⁄
𝑃𝑈𝑆𝐸𝐷 = 10 10 … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.33)
32
Gambar 2. 10 Posisi Satelit Telkom 3S [23].
Satelit Telkom 3S diluncurkan pada 14 februari 2017 pukul 04.39 WIB
berlokasi di Guiana Space Center, Kourou, Guiana, Perancis. Roket pelncuran yang
membawa satelit Telkom 3S adalah Ariane 5 ECA VA35 milik perusahaan
peluncur satelit Arianaspace Europe. Satelit Telkom 3S memiliki berat beban 3550
kg dan mengorbit pada 1180 bujur timur atau diatas Pulau Kalimantan dengan masa
aktif 15 tahun terhitung sejak waktu peluncuran [24]. Satelit Telkom 3S diproduksi
oleh Thales Alenia Space (TAS) milik Perancis yang memiliki kapasitas
transponder sejumlah 42 transponder yang terdiri dari beberapa bagian yaitu 24
transponder C-band, 8 transponder extended C-band, serta 10 transponder Ku-
band. Satelit Telkom 3S mampu memberikan layanan dengan bit-rate lebih tinggi,
sehingga menghasilkan kualitas komunikasi yang lebih baik [24].
33
Gambar diatas merupakan cakupan dari pancaran sinyal satelit Telkom 3S
dari transponder C-Band yang mencakup wilayah seluruh Indonesia dan sekitar
yang dekat dengan Indonesia. Footprint ini merupakan area dasar yang
menawarkan jangkauan transponder dari satelit Telkom 3S. Jadi stasiun Bumi yang
masuk didalam jangkauan tersebut akan dapat menerima sinyal informasi dari
satelit dan juga mengirimkan sinyal informasi ke satelit.
34
8 Transponder Ext C-band
10 Transponder Ku-band
Bandwidth Tranponder 36 MHz & 54 MHz
Polarisasi Linear (Vertical & Horizontal)
EIRP Maksimum 45 dBW (C-band) & 55 dBW (Ku-band)
IBO 3 dB
OBO 1 dB
35