Anda di halaman 1dari 98

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN

MANGROVE KABUPATEN SINJAI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

DAMAYANTI

10538 2531 12

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Proposal : Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove


Kabupaten Sinjai

Mahasiswa Yang Bersangkutan:

Nama : Damayanti

Stambuk : 10538 2531 12

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Fakultas :Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah


Makassar

Setelah diperiksa dan diteliti, maka skripsi ini telah memenuhi persyaratan dan
layak untuk diujikan.

Makassar, Desember 2016

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Nursalam, M.Si Muh. Akhir, S.Pd M.Pd

Mengetahui

Dekan FKIP Ketua Jurusan


Universitas Muhammadiyah Makassar Pendidikan Sosiologi

Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum Drs. H. Nursalam, M.Si


NBM. 858 625 NBM. 951 829

iii
SURAT PERJANJIAN

Nama : Damayanti
NIM : 10538 2531 12
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Judul skripsi : Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove
kabupaten sinjai
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai dengan selesainya skripsi ini, saya
akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditettapkan oleh pimpinan fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat dalam penyusunan skripsi
saya).
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir (1), (2), dan (3) maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Desember 2016


Yang membuat perjanjian

Damayanti

Diketahui oleh:

Ketua jurusan pendidikan sosiologi

Dr. H. Nursalam, M.Si.


NBM. 951 829
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Judul : Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove


Kabupaten Sinjai
Nama : Damayanti

NIM : 10538 2531 12

Jurusan : Pendidikan Sosiologi

Dengan ini menyatakan bahwa:

Dengan menyatakan bahwa skripsi ini saya ajukan didepan tim penguji
adalah hasil karya saya sendiri, bukan merupakan jiplakan dan tidak dibuat oleh
siapapun. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, November 2016


Yang membuat perjanjian

Damayanti
MOTTO

Kesuksesan membutuhkan pengorbanan dan kesabaran dan engkau dikatakan sukses jika telah

mampu membuat orang lain merasakan kesuksesanmu, dan tidak ada sesuatu didapatkan

dengan mudah melainkan membutuhkan perjuangan yang tak kenal waktu baik siang maupun

malam dan sembari berserah diri kepadaNya.

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini


Kepada kedua orang tuaku, serta kakak dan adikku tercinta yang selalu
Mendoakan dan merelakan segalanya
Demi kesuksesanku
PERSETUJUAN PEMBII!{BING

Judli Skripsi : Fartisipasi L,'las.r,'arakat dalam llengelolairan l"iutan N'latrglove

tratr*p;rten Sirjai.

Nama : Damayanti

Ni1\.{ : 1053S253i12

Jurusan ilendidikar: Sasiol*gi

Fakultas : Kegqruan dau llmu F;:nditlikan

Setelah ditcliti r}:n tlipedhsa ulang, shripxi ini telah uremcnulri s-Yarat trntLrli

drpertanggung janr,f;krul di de1..16 tirn penplji. sktips; f-ahrltas Kegurtmn rla.n ]irnu

Pe'dirlikan I j n i veg;it* s N,lt*irulrinadt'yah lr,'ia k.i: : i r'

Maka.ssar. 16 L)::semLrer 201{i

Drl:,i*rarr i:ieh.

Pemt"rinbing II

-fr\ \
Il rrh..,,rmad A!h-ir,
G;4#
S. Pd- l!.1)4

Mengetahui
-

Dr. H. A Dr. H. Nursal*s"


NSi!{; +51,*:s
}IALAMAN PENGUSAHAN

Skripsi atas nama Damayanti, NIM 10538253112 diterima dan disahkan


oieh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan Surat Keputusen Rektor Universitas
Muhammadiyatr Makassar Nomor: I20 Tahun 1438 Hi 2016 M, sebagai saiah satu
syarat guna memperoleh Gclar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Peudidikan
Soeiologi Fakultas Keguruan daa Ihnu Fendidikan Universitas Mulrammadiyah
Makassar. Yudisium pada hmi Scnin, 14. November ?016.

19 Rabiul Awal, 1438 H


Makassar.
19 Desember 2016 M

PAHITL.q [J.TLA.H

Pecgi:war U**rxl : Dr. H. Abrl. Ralrman ltahiur. S. E.. t.iht

Ke&"1s . Ilr I : i(iiit !ui.,'; Si,iiultir; ;- \:1. Fjiilrr';

Seh:r*taris . In i;'rrtlrririitt. I' ilr.i \l.llii


Peuguji
ii i /
\/
1. Drs. Hambali, S.Fd., l"f .HLrrn. \\,or
/i ^r-.*
2. Dr. Jaeia;r Usman, }rl.Si. /---:h;--_i
a
fu:. I{ L4. Syaif*l Saleh. N4.Sr )

4" Dt'. Muhammad Narvir. &,{ Fd. )

,\{engetah*i

Ketua .Iui-r.tsa:t
an Scsicl*sr

if"rr:j;'i$it j'
,;tu#,4

riBM: 858 625


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi, puji syukur atas izin dan petunjuk allah Swt, sehingga

skripsi dengan judul: “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan

Mangrove Kabupaten Sinjai” dapat penulis selesaikan. Pernyataan rasa syukur

kepada Allah Swt. Atas apa yang di berikan kepada penulis dalam menyelasaikan

karya ini yang tidak dapat di ucapkan dengan kata-kata dan tulisan dengan kalimat

apapun. Demikian pula salam dan Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Yang

merupakan panutan dan contoh kita diakhirat zaman.

Skripsi ini sebagai salah satu persyaratan akademik dalam lingkungan

Universitas Muhammadiyah Makassar terkhusus pada jurusan pendidikan

sosiologi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pendidikan yang berorientasi pada penerapan dan sekaligus latihan untuk ilmu

yang telah diperoleh.

Penulis menyadari bahwa terselasaikannya skripsi ini bukanlah semata

hasil dari jerih payah penulis secara pribadi. Akan tetapi semua ini terwujud

berkat adanya usaha dan bantuan baik berupa moral maupun spiritual dari

berbagai pihak. Teristimewah penulis hanturkan ucapan terimah kasih kepada

kedua orang tua tercinta Ayahanda Syammali Dan Ibunda Ruaedah yang telah

membesarkan dan mendidik penulis dengan segala jerih payahnya serta selalu

mendoakan dan, memberi semangat kepada penulis. Penghargaan yang setinggi

tingginya dan terima kasih juga penulis hanturkan kepada Dr.H.Nursalam, M.Si,

i
pembimbing I dan Muhammad Akhir, S.Pd, M.Pd,. pembimbing II, atas

kesediannya mencurahkan tenaga, waktu dan pikirannya dalam membimbing

penulis, mulai dari penyusun proposal ini dapat di rampungkan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis

hanturkan kepada Dr. H. Abd. Rahman Rahim, M.M Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar. Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum., Dekan Fakultas

Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Uversitas Muhammadiyah Makassar. Dr. H.

Nursalam, M.Si, Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Sosiologi dan

Muhammad akhir, S.Pd, M.Pd, sekertaris jurusan program studi pendidikan

sosiologi. Segenap jurusan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar atas bekal ilmu yang telah di berikan

kepada penulis.

Dan juga senior saya Amriadi, S.Pd dan teman-teman mahasiswa jurusan

sosiologi khususnya angkatan 2012 kelas G, terima kasih atas perhatian,

semangat, dan kebersamaannya selama ini semoga kesuksesan selalu menyertai

dalam setiap usaha-usaha kita.

Harapan dan doa penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari

semua pihak yang telah membantu hingga terselasaikannya karya ini dapat di

terima di sisi Allah Swt, serta mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat

ganda.

Penulis juga menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari

kesempurnaan yang di sebabkan karena keterbatasan dan kemampuan penulis.

ii
Oleh karena itu penulis mengharapkan seran dan kritik yang konstruksi dari

pembaca demi sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya, hanya kepada Allah Swt. Bermohon semoga berkat dan rahmat

serta limpahan pahala yang berlipat ganda selalu dicurahkan kepada kita. Dan

semoga niat baik, serta usaha yang sungguh-sungguh mendapat ridho disisi-Nya.

Amin Ya Rabbal’Alamin.

Makassar, Oktober 2016

Penulis,

Damayanti

iii
ABSTRAK

Damayanti.2016. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di


Kabupaten Sinjai. Skripsi, Jurusan Pendidikan Sosilogi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh H. Nursalam dan
Muhammad Akhir
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur
Kabupaten Sinjai dengan tujuan untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan ekosistem mangrove dan dampak pengelolah ekosistem mangrove pada masyarakat.
Sedangkat manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan imformasi bagi para pihak, khususnya
pemerintah daerah dan masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove di Kelurahan Tongke-
Tongke. Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai. Analisis yang di gunakan dalam penelitian
ini adalah Analisis deskriptif kualitatif. Adapun sumber analisis ini berasal dari pengelolah data
yang di peroleh dari wawancara secara mendalam.
Hasil penelitian yang dilakukan mengenai Partisipasi masyarakat terhadap pengelolah
ekosistem mangrove di kelurahan Tongke-Tongke yang di analisis secara deskriptif kualitatif,
maka dapat di simpulkan bahwa masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem
mangrove antara lain, Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, Partisipasi
masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan, sedangkan bentuk Partisipasi masyarakat
dalam pengelolah ekosistem mangrove di kelurahan Tongke-Tongke, antara lain meliputi
rehabilitasi, pemeliharaan dan pengawasan.
Kata Kunci: Penelitian Kualitatif, Partisipasi Masyarakat
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................iii

SURAT PERJANJIAN .......................................................................................iv

SURAT PERNYATAAN ....................................................................................v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................vi

ABSRTAK ...........................................................................................................vii

KATA PENGANTAR.........................................................................................viii

DAFTAR ISI........................................................................................................xi

DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................6
E. Definisi Operasional ................................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Pustaka ........................................................................................7


1. Penelitian Yang Releven ....................................................................7
2. Defenisi Partisipasi ............................................................................8
3. Bentuk, Tipe dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi ....10

xi
4. Pengelolah Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat ..........................13
5. Hutan Mangrove.................................................................................15
6. Habitat Hutan Mangrove................................................................... 17
7. Klasifikasi Hutan Mangrove.............................................................. 19
8. Fungsi Hutan Mangrove.................................................................... 21
9. Faktor Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove.................................. 23
10.KajianTeori....................................................................................... 25

B. Kerangka Konsep ...................................................................................28

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian .......................................................................................31


B. Lokasi Penelitian.....................................................................................32
C. Informan Penelitian.................................................................................32
D. Fokus Penelitian......................................................................................33
E. Instrumen Penelitian ...............................................................................33
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian...........................................................34
G. Teknik Pengumpulan Data......................................................................34
H. Analisis Data ..........................................................................................35
I. Teknik Keabsahan Data ..........................................................................36
J. Jadwal Penelitian ....................................................................................38

BAB IV GAMBARAN DAN HISTORI LOKASI PENELITIAN

A. Hasil Penelitian .........................................................................................39

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................39


2. Batas Wilayah Tempat Penelitian ......................................................41
3. Sejarah Kabupaten Sinjai ...................................................................41
BAB V MASYARAKAT BERPARTISIPASI DALAM PENGELOLAAN
EKOSISTEM MANGROVE

A. Hasil Penelitian .........................................................................................47

xii
1. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan.............. 48
2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan.................................. 49
3. Partisipasi Masyarakat Dalam Evaluasi........................................ 50
4. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kemanfaatan........... 51
B. Penjabaran Hasil Penelitian.......................................................................52
C. Interpretasi Hasil Penelitian ......................................................................53
BAB VI BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
A. Hutan mangrove di Tongke-Tongke .........................................................55
B. Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove .....57
1. Rehabilitasi.......................................................................................... 57
2. Pemeliharaan....................................................................................... 60
3. Pengawasan......................................................................................... 60
C. Penjabaran Hasil Penelitian....................................................................... 62
D. Interpretasi Hasil Penelitian ......................................................................63

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ...................................................................................................67
B. Saran..........................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xiii
DAFTAR TABEL

3.1. Daftar Imforman............................................................................................ 33

3.2. Jadwal Penelitian............................................................................................38

5.1. Daftar Kelompok Tani Bakau-KPSA....................................................... 48

5.2. Interpretasi Hasil Penelitian ...........................................................................53

6.1 Interpretasi Hasil Penelitian ............................................................................68

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran- 1. Daftar Wawancara

Lampiran- 2. Daftar Informan

Lampiran- 3. Surat-Surat Penelitian

Lampiran- 4. Dokumentasi Foto Penelitian

xvi
DAFTAR GAMBARAN

2.1 Kerangka Konsep ............................................................................................38

4.1 Peta kota Makassar .........................................................................................55

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan mangrove harus selalu dijaga kelestariannya agar fungsi ekologinya

tetap lestari. Dan bertujuan untuk menganalisis potensi hutan mangrove serta

strategipengelolaan hutan mangrove yang terbaik untuk dilaksanakan di

Kabupaten Sinjai.

Hasil ini menunjukkan stretegi dalam pengelolaan hutan mangrove di

Kabupaten Sinjai yaitu masyarakat melakukan penanaman berdasarkan potensi

yang ada, membentuk kawasan hutan lindung mangrove yang tidak dapat

diganggu, lebih meningkatkan peran organisasi masyarakat, lebih memberdayakan

masyarakat, sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya penebangan mangrove,

perlu sentuhan teknologi dalam pengembangan mangrove, masyarakat dilibatkan

dalam setiap pengambilan kebijakan tentang mangrove peningkatan peran

pemerintah, penyuluhan tentang lingkugan dan ekosistem mangrove, memberikan

pemahaman kepada masyarakat tentang pemanfaatan mangrove, peningkatan

pendidikan/pelatihan kepada masyarakat, serta melakukan musyawarah antara

masyarakat dan pemerintah tentang pemanfaatan dan pengelolaan mangove,

sosialisasi penerapan peraturan pemerintah tentang lingkungan, melibatkan

masyarakat dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan

mangrove, pemerintah dan masyarakat bersama-sama mendukung pengelolaan

mangrove, peningkatan penanaman mangrove di sekitar pesisir pantai serta. Pada

prinsipnya posisi model pengelolaan hutan mangrove yang di Kecamatan Sinjai

Timur Kabupaten Sinjai masuk dalam kategori pertumbuhan.

1
2

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan

penting ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove

adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas

terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut

air laut. Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai

yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu

perairan.

Sebagai suatu ekosistem dan sumberdaya alam, pemanfaatan mangrove

diarahkan untuk kesejahteraan ummat manusia dan untuk mewujudkan

pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka ekosistem mangrove perlu

dikelola dan dijaga ke-beradaannya. Kerangka pengelolaan hutan mangrove

terdapat dua konsep utama. Pertama, perlindungan hutan mangrove yaitu suatu

upaya perlindungan terhadap hutan mangrove menjadi kawasan hutan mang-rove

konservasi. Kedua, rehabilitasi hutan mangrove yaitu kegiatan penghijauan yang

dilakukan terhadap lahan-lahan yang dulu merupakan salah satu upaya rehabilitasi

yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika, tetapi yang paling

utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove

yang telah ditebang dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain.

Hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai dan sungai secara umum

menyediakan habitat bagi berbagai jenis ikan. Hutan mangrove sebagai salah satu

lahan basah di daerah tropis dengan akses yang mudah serta kegunaan komponen

biodiversitas dan lahan yang tinggi telah menjadikan sumberdaya tersebut sebagai

sumberdaya tropis yang kelestariannya akan terancam dan menjadi salah satu
3

pusat dari isu lingkungan global. Konversi hutan mangrove terus meningkat untuk

dijadikan lahan pertanian atau tambak ikan/udang, sehingga menyebabkan

penurunan produktivitas ekosistem tersebut.

Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang masih memiliki hutan

mangrove yang cukup luas adalah Kabupaten Sinjai. Pengelolaan hutan mangrove

di daerah ini telah dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, mengingat

beberapa waktu yang lalu ketika mereka melaut ke berbagai daerah, maka pada

saat kembali mereka membawa bibit mangrove untuk selanjutnya ditanam di

sekitar pantai karena mereka meyakini bahwa tanaman mangrove memiliki

banyak fungsi, di antaranya dapat menahan angin kencang, ombak yang besar dan

sebagainya. Selanjutnya, wilayah di Kabupaten Sinjai yang masih memiliki hutan

mangrove yang cukup luas adalah Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan

Samataring. Pada tahun 1995 Desa Tongke-Tongke dan Lingkungan Pangasa

Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai telah melakukan

penanaman kembali terhadap hutan mangrove yang telah mengalami degradasi

akibat penebangan secara sembarangan.

Hutan mangrove yang telah ditanam oleh masyarakat tersebut tumbuh dan

berkem-bang sesuai dengan yang diharapkan, dan setelah 18 tahun kemudian,

tanaman mangrove tersebut sudah dapat dimanfaatkan, dan setelah tanaman tersebut

ingin dimanfaatkan oleh masyarakat, timbul Peraturan Pemerintah Kabupaten Sinjai

tentang pelarangan penebangan hutan mangrove. Luas hutan di Kelurahan Tongke-

Tongke merupakan hutan terluas yang ada di Kabupaten Sinjai, ternasuk hutan

mangrovenya.
4

Meningkatnya kecenderungan perusakan ekosistem hutan mangrove seiring

dengan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat lokal seperti, penebangan pohon

mangrove yang dijadikan kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga dan bara arang

untuk diperdagangkan, tanpa memperhatikan daya dukung dan daya pulihnya, serta

meningkatnya aktivitas pencari kepiting (pasodok) yang mencari kepiting ke wilayah

ekosistem mangrove juga memicu peningkatan kerusakan hutan mangrove.

Upaya pelestarian kembali hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan

beberapa waktu lalu, telah menjadi perhatian oleh masyarakat Desa Tongke-Tongke,

Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai dengan melakukan penanaman kembali

terhadap hutan mangrove yang rusak melalui swadaya masyarakat.

Masalah berikutnya adalah penebangan secara liar baik digunakan sebagai

kayu bakar, atau dijadikan arang untuk dijual, perluasan areal tambak secara tidak

terkendali, sehingga apabila hal ini tidak segera dihentikan, maka suatu saat kita tidak

melihat lagi hutan mangrove di Kabupaten Sinjai dan hal ini merupakan bencana

besar.

Berdasarkan kondisi hutan mangrove tersebut, perlu dilaksanakan suatu

upaya rehabilitasi hutan mangrove oleh Pemerintah Daerah yang didukung dengan

partisipasi masyarakat. Keberhasilan maupun kegagalan dalam rehabilitasi hutan

mangrove tidak terlepas dari peran Pemerintah khususnya di daerah melalui

instansi yang berwenang, lebih dominan baik dalam perencanaan maupun

pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove.

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan

pembuatan keputusan tentang apa yang di lakukan dalam pelaksanaan program

dan pengambilan keputusan untuk berkonstribusi sumber daya atau kerjasama dan
5

organisasi atau kegiatan khusus, berbagai manfaat dari program pembangunan dan

evaluasi program pembangunan. (NurdindanHambali, 2015:195).

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove sangat

dibutuhkan, karena mereka merupakan salah satu faktor pendukung dalam

pengelolaan hutan mangrove. Upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove sangat diperlukan, agar

kelestarian ekosistem hutan mangrove dapat terjaga dan terpelihara. Strategi

pengelolaan ekosistem mangrove dengan melibatkan masyarakat lokal dipandang

lebih efektif dibandingkan dengan pengelolaan satu arah yang hanya melibatkan

pemerintah.

Dengan melibatkan masyarakat di dalam pengelolaan hutan mangrove,

maka akan timbul rasa tanggung jawab di dalam diri mereka akan pentingnya

fungsi hutan mangrove bagi daerah pesisir. Berdasarkan 2 hal tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan

mangrove kabupaten sinjai. Lokasi penelitian ini berada di ambang kritis, karena

sebagian areal hutan mangrove sudah dikonversi menjadi lahan tambak, juga

pesisir pantai ini terancam abrasi dari gelombang laut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka dirumusan masalah pokok penelitian ini,

yaitu :

1. Mengapa masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove ?

2. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem

mangrove ?
6

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem

mangrove.

2. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem

mangrove.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat manambah khzanah pengetahuan

atau sebagai bahan imformasi bagi para pihak, khususnya pemerintah daerah dan

masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove kabupaten sinjai.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat

Dapat menjadi motivasi setempat dalam mengembangkan potensi yang di miliki

sebagai upaya mengatasi masalah secara mandiri yang tentunya di topang oleh

program-program pemerintah.

b. Bagi lembaga terkait

Sebagai sumber data atau bentuk masukan bagi pemerintah sehingga dapat

mempercepat penanggulangan masyaraka dalam mengelolah hutan mangrove.

c. Bagi peneliti

Sebagai latihan untuk menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematik dalam

bentuk karya ilmiah dan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin

meneliti masalah yang relevan.


7

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah ruang lingkup atau batasan istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, untuk menghindari perbedaan persepsi. Beberapa istilah

dengan batasan pengertian di tuliskan sebagai berikut.

1. Partisipasi merupukan keterlibatan masyarakat di dalam pengelolaan hutan

mangrove, baik dalam bentuk perlindungan atau pengawasa, maupun ikut

langsung melakukan penanaman bibit mangrove

2. Masyarakat adalah orang yang tinggal dan menetap serta melakukan aktifitas

sehari-hari di sekitar hutan mangrove

3. Hutan mangrove merupakan habitat peralihan karena letaknya terdapat di

perbatasn antara daratan dan lautan

4. Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri

5. Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar individu itu sendiri

6. Analisis deskriptif kualitatif adalah teknik analisis yang bersifat

mendeskripsikan atau menjabarkan variable yang satu dengan yang lainnya.


8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian Yang Relevan

Rachman (1998) meneliti tentang Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat

Sekitar Hutan Terhadap Keamanan Hutan (Kasus Desa Pelang Lor, Kedunggalar -

Ngawi). Adapun hasil dalam penelitian ini adalah : 1) mengetahui bentuk

partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi hutan di desa pelang meliputi

Tingkat partisipasi masyarakat dalam konservasi hutan sangat ditentukan oleh

mata pencaharian mereka 2) menganalisis faktor pendorong dan faktor

penghambat partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi hutan di desa pelang

3) menganalisis sejauh mana pengaruh konservasi hutan terhadap kehidupan

sosial budaya masyarat desa pelang. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari peran

serta LMDH dan BKPH dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan

pentingnya kelestarian hutan, di samping kearifan lokal. Meskipun demikian

tingkat pendidikan, pendapatan masyarakat, maupun akses masuk desa ikut

mempengaruhi kepedulian masyarakat dalam usaha konservasi hutan. Kesadaran

masyarakat terhadap kelestarian hutan harus ditingkatkan karena akan

berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Karena pola

kehidupan masyarakat terbentuk akibat adanya hutan di sekitarnya.

Saptorini (2003) Meneliti tentang Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat

Dalam Pelaksanaan Konservasi Hutan Mangrove Di Kecamatan Sayung

Kabupaten Demak. Undip Press. Ada pun hasil penelitian ini adalah persepsi

8
9

masyarakat tentang mangrove kabupaten demak Persepsi masyarakat tentang

mangrove dapat dikatakan sudah cukup baik, yakni telah terbentuk suatu persepsi

tentang hutan mangrove yakni sebagai tanaman yang bermanfaat untuk penahan

gelombang sehingga mengurangi abrasi pantai dan erosi di tanggul tambak.

2. Defenisi Partisipasi

Rahardjo dalam Mardijono (2008:19) mengemukakan partisipasi

diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan baik dalam

bentuk pernyataan maupun kegiatan. Lebih lanjut dijelaskan partisipasi

merupakan keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan.

Pada dasarnya partisipasi dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi yang bersifat

swakarsa dan partisipasi yang bersifat simobilisasikan. Partisipasi swakarsa

mengandung arti bahwa keikutsertaan dan peran sertanya atas dasar kesadaran dan

kemauan sendiri, sementara partisipasi yang dimobilisasikan memiliki arti

keikutsertaan dan berperan serta atas dasar pengaruh orang lain.

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional seseorang

dalam suatu kelompok yang mendorongnya untuk bersedia memberikan

sumbangan bagi tercapainya tujuan kelompok dan turut bertanggung jawab atas

usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya (Adinugroho dkk., 2004).

Partisipasi yang beredar di dalam masyarakat terdapat dua jenis defenisi.

Pertama, partisipasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai dukungan

rakyat terhadap rencana atau proyek pembangunan yang dirancang dan

ditentukan tujuannya oleh perencana.Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat

diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya pembangunan, baik


10
9

berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan

pemerintah. Kedua, partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan

kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan,

melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah

dicapai. Tinggi rendahnya Partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan

kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan

ada tidaknya hak 4 rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang

akan dibangun diwilayah mereka. Ukuran lain yang dipakai adalah ada tidaknya

kemauan masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan

hasil proyek (Soetrisno, 1995 dalam Primatianti, 2002).

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan

kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara

bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini

dilakukan berdasarkan tingkat keikut sertaan (level of involvement) masyarakat

dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi

permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih

banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga

implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan (Wesli,

2011). Menurut Suciati (2006) Partisipasi mengandung pengertian lebih dari

sekedar peran serta. Partisipasi memiliki peran yang lebih aktif dan mengandung

unsure kesetaraan dan kedaulatan dari pelaku partisipasi. Sedangkan peran serta

bisa diartikan sebagai pelengkap dan tidak harus kesetaraan.


9 11

Seperti kita lihat bahwa ada beberapa pendapat para ahli yang

mengungkapkan definisi partisipasi di atas, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa

partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang

(masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program

pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring

sampai pada tahap evaluasi.

3. Bentuk, Tipe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam

suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda,

partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi

sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi

representatif. Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, 5

maka bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk

partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga

bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk

partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan

sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran,

partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representative (Fijriyah,

2012).

Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha

bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi

harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya

berupa alat-alat kerja atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang
12
9

diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat

menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu

memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota

masyarakat lain yang membutuh kannya. Dengan maksud agar orang tersebut

dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.

Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide,

pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun

untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya

dengan dan memberikan pengalaman pengetahuan guna mengembangkan

kegiatan yang diikutinya. Partisipasi sosial diberikan oleh partisipan sebagai tanda

paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga

sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain

untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, 6

masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil

keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. Sedangkan partisipasi

representatif dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada

wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia (Fijriyah, 2012).

Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan

terdiri atas beberapa bentuk. Menurut Ericson (1994) dalam Yulianti (2012)

bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas tiga tahap, yaitu:

a. Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan ( idea planing stage ).

Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap

penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan dalam kepanitiaan dan


9 13

anggaran pada suatu kegiatan/ proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan

memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang

diadakan.

b. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi pada

tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan

pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang

ataupun material atau barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud

partisipasinya pada suatu pekerjaan tersebut.

c. Partisipasi didalam pemanfaatan (utilitation stage). Partisipasi pada tahap ini

maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfatan suatu proyek

setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap

ini berupa tenaga dan uang untuk memelihara proyek yang telah dibangun.

Menurut Plumer (2004) dalam Yulianti (2007), beberapa faktor yang

mempengaruhi partisipasi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

a. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan

mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat

masyarakat memahami ataupun tidak terdap tahap-tahap dan bentuk dari

partisipasi yang ada

b. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan

dapat lebih meluangkan ataupun tidak dapat meluangkan sedikitpun

waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan

yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara

komitmen dan terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi.


9 14

c. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi

keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk

memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.

d. Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat

masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan

kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki

dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap

suatu pokok permasalahan.

e. Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat

heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan

menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang 8

digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan

konse-konsep yang ada.

4. Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat

Salah satu ekosistem pesisir yang mengalami tingkat degradasi cukup tinggi

akibat pola pemanfaatannya yang cenderung tidak memperhatikan aspek

kelestariannya adalah hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu

sumberdaya pesisir yang berperan penting dalam pembangunan. Melihat gejala

perusakan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tersebut maka perlu

dilakukan pengelolaan hutan mangrove secara lestari. Untuk dapat melakukan

pengelolaan hutan mangrove secara lestari diperlukan pengetahuan tentang nilai

strategis dari keberadaan hutan mangrove yang bermanfaat bagi masyarakat

sekitar. Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah


9 15

satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan

dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (Raymond, 2010).

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove akan tumbuh

dan berkembang, bila mereka merasa memiliki dan merasa yakin bahwa kegiatan

yang dilaksanakan akan memberikan manfaat dan keuntungan, karena hutan

mangrove merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dan kaya, yang

akan memberikan kesejahteraan (Suripno, 2003).

Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi

pengelolaan yang dapat meningkatkan efesiensi dan keadilan dalam

pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Komunitas lokal memiliki 9

keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan

akan diusahakan demi kebaikan daerahnya. Berangkat dari asumsi bahwa

ekosistem mangrove tidak semata sistem ekologi, tetapi juga system sosial, maka

pengembangan sumber daya dengan memperhatikan system ekologo-sosia l

menjadi sebuah pendekatan yang penting. Bila mereka berdaya maka aturan

lokal bisa melengkapi hukum formal dan dapat menjadi pengawas yang efektif

(Harahab dan Raymond, 2011).

Menurut Silaen (2012) dalam rangka melestarikan sumberdaya alam

dalam hal ini pengelolaan hutan bakau (mangrove) yang ada diwilayah pesisir,

untuk pemanfaatannya lebih baik diperlukan peran serta masyarakat dalam

pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Pengelolaan hutan bakau (mangrove)

melibatkan masyarakat adalah suatu proses pemberian wewenang, tanggung

jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya


9 16

sendiri dalam hal ini adalah hutan bakau (mangrove) dengan terlebih dahulu

melihat kebutuhan, keinginan, tujuan dan aspirasi dari masyarakat sehingga

mereka dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan

berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat

Perkembangan penduduk diwilayah pesisir pantai, keinginan untuk

membudidayakan ikan dan udang dalam bentuk tambak secara besar-besaran bagi

masyarakat pantai tradisional adalah akibat tuntutan perkembangan ekonomi. Mas

yarakat nelayan yang sebelumnya hidup secara tradisional, kini sudah banyak

yang berubah menjadi petani-petani tambak dan pedagang dengan orientasi

keuntungan dan pendapatan setinggi-tingginya. Perkembangan pergaulan dan 10

transportasi kemajuan peradaban manusia dari berbagai dunia dan kepulauan yang

dialami oleh masyarakat pantai Indonesia, telah membawa perubahan sikap,

kebiasaan dan serta mendorong mereka untuk mengeksplotasi sumber daya alam

pantai dan hutan bakau (Silaen, 2012).

5. Hutan Mangrove

Menurut Supriatna (2008) hutan mangrove merupakan salah satu habitat

khas pesisir dan juga estuaria, yang di Indonesia luasny a saat ini mencapai

24.000 km2 atau sekitar 1,3 % dari luas Indonesia. Vegetasi yang hidup di

mangrove harus mampu beradaptasi dengan salinitas yang tinggi dan oxygen yang

rendah (anoxic).Vegetasi mangrove di dominasi oleh family rhizhoporaceae

dengan cirri utama menghasilkan buah berbentuk kappal selam agar dapat

mengapung di laut dan menancap di pesisir. Setiap jenis beradaptasi dengan cara

yang unik terhadap keadaan anoxic. Contohnya akar napas dengan lentisel
17
9

berukuran besar dan lubang pernafasan pada batang rhizo phoraceae, akar yang

tumbuh melengkung pada bruguiera, dan akar yang menjulang ke atas seperti

pensil pada sonneratia dan avicennia.

Menurut Departemen Kehutanan (1994) dalam Fadhlan (2010) hutan

mangrove merupakan hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara

teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

terpengaruh oleh iklim sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terdapat di

bagian hilir daerah aliran sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih

dipengaruhi oleh pasang surut dengan kelerengan kurang dari 8%.

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu

atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut

tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan

yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan

laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%

(Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove merupakan tumbuhan peralihan antara darat dan laut.

Mangrove mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan, baik dari segi

ekologis maupun ekonomi. Menurut Himakel (2012) fungsi dari hutan mangrove

adalah:

a. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi,

penahan lumpur dan penahan sedimen (sediment trap) yang diangkut oleh

aliran air permukaan.


9 18

b. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari serasah

daun dan ranting pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini

dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi organisme pemakan detritus

detritivore dan sebagian lagi didekomposisi oleh bakteri decomposer menjadi

bahan-bahan anorganik (nutrien) yang berperan dalam menyuburkan perairan

dan tentu saja kesuburan mangrove itu sendiri.

c. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding

ground) dan daerah pemijahan (spawning ground). Bermacam macam biota

perairan baik yang hidup diperairan pantai maupun di lepas pantai.

Disamping itu ada beberapa organisme perairan yang menjadikan ekosistem

mangrove sebagai habitat utamanya. Fungsi ini memungkinkan ekosistem

mangrove berperan dalam memberi energi bagi revitalisasi sumberdaya

perikanan di laut. Selain organisme perairan beberapa hewan dari jenis reptil,

burung dan primata juga menjadikan mangrove menjadi habitatnya.

6. Habitat Hutan Mangrove

Menurut Samadi (2007) hutan mangrove merupakan tipe hutan khas daerah

tropis yang hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik dengan suhu 19o C-

40o C. Hutan mangrove terdapat disepanjang pantai dan muara sungai yang

masih dipengaruhi oleh pasang surut. Hutan mangrove merupakan habitat

peralihan karena letaknya terdapat di perbatasan antara daratan dan lautan.

Hewan-hewan yang dapat bertahan hidup di habitat hutan mangrove antara lain

mamalia, amfibi, reftil, burung, kepiting, ikan, primata, dan serangga.


9 19

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuary atau

muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan subtropis.

Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat diantara

daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan

yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering

juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau.

Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu

spesies penyusun hutan mangrove yaitu rhizophora sp. Sehingga dalam

percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove

maka bakau dan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku dalam

menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai (Mulyadi

dkk., 2009).

Sebagai daerah peralihan antara laut dan daratan, hutan mangrove

mempunyai gradient sifat lingkungan yang ekstrim. Pasang surut air laut

menyebabkan perubahan beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu

dan salinitas. Oleh karena itu, hanya beberapa jenis tumbuhan yang memiliki daya

toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang ekstrim tersebut saja yang

mampu bertahan hidup dan berkembang didalamnya. Kondisi yang terjadi

tersebut juga menyebabkan rendahnya keanekaragaman jenis, namun disisi lain

kepadatan populasi masing-masing jenis tinggi (Pramudji, 2001).

Pantai sebagai habitat atau tempat berkembangnya mangrove merupakan

kawasan yang selalu berubah disebabkan terutama oleh proses pengendapan

(sedimentasi) dan pengikisan (abrasi). Oleh kareanya itu factor-faktor yang


9 20

mempengaruhi perairan pantai juga akan mempengaruhi habitat hutan mangrove.

Faktor-faktor tersebut adalah pasang surut, gelombang, arus, limpasan air tawar,

yang keempatnya berpengaruh terhadap proses sedimentasi dan abrasi. Karena

habitat yang berbeda maka jenis mangrove yang ada disuatu tempat tidak sama

dengan tempat yang lain, karena keberadaannya dipengaruhi oleh beberapa factor

seperti: (1) tipe tanah, keras atau lembek, perbandingan kandungan pasir dan

tanah litany, (2) variasi salinitas, frekuensi dan jangka waktu genangan (pasang

surut), (3) ketahanan jenis terhadap arus dan ombak, (4) kondisi perkecambahan

14 dan pertumbuhan semai dengan amplitude ekologo jenis-jenis terhadap ketiga

factor di atas (Kartawinata dkk., 1978 dalam Saptorini, 2003).

7. Klasifikasi Hutan Mangrove

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12

tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Brugui, Ceriops,

Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, egiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan

Conocarpus) yang termasuk kedalam 8 familie. Vegetasi hutan mangrove di

Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis

tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19

jenis liana, 44 jenis epipit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat

kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesipik hutan mangrove. Paling tidak di

dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk

kedalam empat family: Rhizoporaceae ( Rhizopora, Bruguiera, Ceriops),

Sonneratiaceae (sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae

(Xylocarpus) (Bengen, 2001 dalam Kustanti, 2012).


9 21

Menurut Kustanti (2012) mangrove diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,

yaitu kelompok mayor, kelompok minor dan kelompok asosiasi mangrove.

Pengertian masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kelompok Mayor

Kelompok ini merupakan vegetasi dominan dan merupakan komponen yang

memperlihatkan karakter morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem

perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam

agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponennya penyusunnya

berbeda 15 taksonomi dengan tumbuhan daratan, hanya terjadi di hutan mangrove

serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai ke dalam

komunitas daratan. Di Indonesia, mangrove yang termasuk ke dalam kelompok ini

adalah Rhizopora apiculata, R.mucronata, Sonneratia alba, Avicennia marina, A.

officinalis, Bruguiera gymnorhiza, B.cylinrica, B.parvifolia, B.sexangula, Ceriops

tagal, Kandelia candel, Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis.

b. Kelompok minor (vegetasi marginal)

Kelompok ini merupakan komponen yang tidak termasuk elemen yang

menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin terdapat di sekeliling habitatnya

dan yang jarang berbentuk tegakan murni. Jenis-jenis ini biasanya bersekutu

dengan mangrove yang tumbuh pada pinggiran yang mengarah ke darat dan

terdapat secara musiman pada rawa air tawar, pantai, dataran landai, dan

lokasilokasi mangrove lain yang marginal. Walaupun jenis ini ada di mangrove,

tetapi jenis-jenis ini tidak terbatas pada zona litoral. Jenis-jenis ini yang

penting di Indonesia adalah Bruguiera cylindrica, Lumnitzera racemosa,


9 22

Xylocarpus moluccensis, Intsia bijuga, Nypa fruticans, Ficus retusa, F.

microcorpa, Pandanus spp., Calamus erinaceus, Glochidion littorale, Scolopia

macrophylla, dan Oncosperma tigillaria.

c. Asosiasi mangrove

Kelompok ini merupakan komponen yang jarang ditemukan spesies yang

tumbuh di dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering

ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.

8. Fungsi Hutan Mangrove

Onrizal (2006) fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi fisik (menjaga

garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air

laut, mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah), fungsi biologis

(tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat

bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota) dan fungsi ekonomi

(sumber bahan bakar, pertambakan, tempat pembuatan garam, bahan bangunan,

makanan, obat-obatan & minuman, asam cuka, perikanan, pertanian, pakan

ternak, pupuk, produksi kertas & tannin dll).

Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bila

ditinjau dari segi lingkungannya, baik terhadap lahannya sendiri yaitu sebagai

penahan erosi pantai (abrasi), bagi kehidupan satwa liar, untuk perkembang

biakan ikan dan biota laut, maupun dari segi pemanfaatannya oleh manusia untuk

di pungut hasil hutannya dan sebagai objek wisata (Purnamawati, 2007).

Menurut Departemen Kehutanan (1996) fungsi ekosistem hutan mangrove

dapat di klasifikasikan sebagai berikut:


9 23

a. Fungsi Fisik

1. Menjaga garis pantai agar tetap stabil atau mencegah kerusakan pantai dari

bahaya erosi pantai

2. Mempercepat terjadinya perluasan pantai dan pulau

3. Melindungi pantai dari tebing sungai dari bahaya longsoran

4. Sebagai pengolah bahan limbah

5. Sebagai penahan hembusan angin.

b. Fungsi Biologi

1. Tempat berkembangbiaknya benih ikan, udang, kerang, kepiting, dan biota

laut lainnya.

2. Tempat bersarangnya burung-burung besar.

3. Tempat habitat reptilia.

4. Habitat alami biota laut.

c. Fungsi Ekonomi

1. Tempat pengambilan kayu dan kulit kayu.

2. Tempat budidaya tambak ikan dan udang.

3. Tempat pembuatan lading garam..

4. Tempat rekreasi tamasya pantai.

5. Sebagai bahan arang kayu yang berkualitas tinggi.

Berbagai fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi manusia dan lingkungan

sekitarnya telah diketahui secara umum. Mangrove, magal, bakau, hutan pantai,

dan hutan api-api adalah sebutan untuk komunitas tumbuhan pantai yang

memiliki adaptasi khusus. Mangrove memegang peranan penting untuk


9 24

kehidupan laut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya

lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin dan intrusi air laut, serta

merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis kehidupan laut seperti

ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis lainnya. Disamping itu,

hutan mangrove juga merupakan tempat habitat kehidupan satwa liar seperti

monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung. Adapun arti penting hutan

mangrove dari aspek sosial ekonomis dapat dibuktikan dengan kegiatan 18

masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk mencari kayu dan juga

tempat wisata alam. Selain itu juga sebagai kehidupan dan sumber rezeki

masyarakat nelayan dan petani di tepi pantai yang sangat tergantung kepada

sumber daya alam dari hutan mangrove (Raymond, 2010).

9. Faktor Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Kegiatan manusia, pola pemanfaatan sumber daya alam dan pola

pembangunan dituding sebagai faktor penyebab penting terjadinya kerusakan

ekosistem hutan mangrove. Tindakan manusia seperti membuka lahan untuk

tambak yang melampaui melampui batas daya dukung, maupun memanfaatkan

tanaman mangrove secara berlebihan tanpa melakukan rehabilitasi akan

menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem hutan mangrove. Pola pemanfaatan

lahan yang bersifat tidak ramah lingkungan juga akan mengancam keberadaan

ekosiste hutan mangrove demikian pula pola pembangunan yang di jalankan di

daerah akan mempengaruhi kelestarian sumberdaya hutan mangrove (Gumilar,

2012).
9 25

Menurut Kordi (2012) permasahan utama dari kerusakan habitat mangrove

bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove

menjadi areal pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial, industri

dan pertanian. Selain itu, juga meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu

menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutan mangrove. Kegiatan lain yang

menyebabkan kerusakan hutan mangrove cukup besar adalah pembukaan tambak-

tambak untuk budidaya perairan, baik udang maupun ikan. 19 Kegiatan terakhir

ini memberikan kontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem mangrove.

Kondisi hutan mangrove itu saat ini mengalami tekanan-tekanan akibat

pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian.

Tuntutan pembangunan ekonomi yang mengutamakan pembangunan

infrastruktur fisik, seperti konversi hutan mangrove untuk pengembangan kota-

kota pantai, pembangunan tambak dan lahan pertanian telah menjadi bukti

bahwa penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaiannya dan

melampui daya dukung sehingga terjadi kerusakan hutan mangrove dan

degradasi lingkungan pantai. Indikasi ancaman terhadap hutan mangrove

berlangsung hampir pada semua wilayah pantai.

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah

pantai terkatakan belum jelas disamping penegakannya juga kurang tegas yang

berakibat kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan dan pelestarian

hutan mangrove tidak tumbuh (Tambunan, 2005).

Ekosistem hutan mangrove sangat rapuh dan mudah rusak. Kerusakan

bisa saja disebabkan oleh tindakan mekanis secara langsung, seperti memotong,
9 26

membongkar dan sebagainya. Juga sebagai akibat tidak langsung seperti

perubahan salinitas air, pencemaran air, karena adanya erosi, pencemaran

minyak dan sebagainya. Oleh karena itu, hutan mangrove yang bertindak sebagai

tempat berlangsungnya proses-proses ekologis dan pendukung kehidupan

hendaknya dapat terhindar dari unsur-unsur yang merusak tersebut ( Tambunan,

2005).

10. Kajian Teori

Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teori

sosiologi lingkungan dan teori fungsional struktural, pertimbangan memilih

pendekatan ini karena teori ini memusatkan penelitian atau penjelasan pada

hubungan antara manusia dan lingkungan sosialnya. Sosiologi lingkungan terdiri

dari dua suku kata, yaitu sosiologi dan lingkungan. Oleh karena itu untuk lebih

memahami paper ini akan kami jelaskan terlebih dahulu pengertian masing-

masing sosiologi, lingkungan dan sosiologi lingkungan.

Menurut pendapat ahli sosiologi, Max Weber mengatakan bahwa Sosiologi

adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. Sedangkan

lingkungan, menurut UURI No.4 Tahun 1982 & UURI No. 23 Tahun 1997

Tentang Lingkungan Hidup, lingkungan didefinisikan sebagai kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya

manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Dalam buku sosiologi lingkungan yang kutip oleh Rachma K. Dwi Susilo,

M.A. ( 2008 : 77-78) menyatakan bahwa hutan mangrove dibabat habis demi
9 27

ambisi membangun perumahan mewah, pusat industry dan pusat-pusat ekonomi.

Akibatnya habitat-habitat yang seharusnya diperuntukkan bagi spesies ( biota) laut

semakin sempit. Padahal, spesies-spesies yang hidup diudara dan darat amat

bergantung pada keeradaan hutan mangrove. Akibatnya spesies-spesies tersebut

mencari habitat baru yang menambah persoalan manusia.

Olehnya itu perlu kesadaran untuk menjaga hutan karena Hutan adalah salah

satu bagian dari lingkungan. Pengelolaan hutan yang bersifat kompleks dengan

multikomponen dan multiaspek di dalamnya, memerlukan berbagai pendekatan,

antara lain pendekatan sosiologi yang menitikberatkan perhatiannya pada

masyarakat, dalam hal ini masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Masyarakat

tersebut dipandang sebagai bagian dari ekosistem hutan, sehingga tidak hanya

sebagai objek tetapi juga sebagai subjek pengelolaan hutan.

Teori fungsional struktural melihat suatu system sosial yang terdiri atas

bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam

keseimbangan (Ritzer, 2010: 21). Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan

membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Focus utama dari berbagai

pemikir teori fungsional structural adalah untuk mendefinisikan kegiatan dalam

Pengelolaan hutan berdasarkan cakupan wilayah kawasan dan bukan kawasan.

Pada keduanya dapat dijumpai empat komponen yang merupakan kesatuan

ekosistem, yakni: flora, fauna, lingkungan, dan manusia. Seiring dengan

perjalanan waktu, terjadi interaksi antara keempat komponen. Mudah dipahami

bilamana dalam interaksi tersebut timbul berbagai masalah yang membutuhkan

pendekatan-pendekatan dalam merumuskan alternatif solusinya. Salah satu di


9 28

antara pendekatan tersebut adalah pendekatan sosiologi yang menitikberatkan

perhatiannya pada masyarakat, dalam hal ini masyarakat di sekitar hutan. Para

penganut teori fungsional structural ini cenderung untuk melihat hanya kepada

sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu

mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dapat

menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial.

Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan

semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Maka jika terjadi

konflik, penganut teori fungsionalisme struktural memusatkan perhatiannya

kepada masalah bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap

dalam keseimbangan.

Singkatnya adalah masyarakat menurut kaca mata teori (fungsional)

senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap

memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur fungsional bagi

sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada, diperlukan oleh sosial

itu, bahkan kemiskinan serta kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat

dalam kondisi: dinamika dalam keseimbangan.

Teori konflik ini dibangun dalam rangka untuk menentang teori

Fungsionalisme Struktural. Karena itu tidak mengherankan apabila proposisi yang

dikemukakan oleh penganutnya bertentangan dengan proposisi yang terdapat

adalah Teori Fungsionalisme Struktural. Jika menurut Teori Fungsionalisme

Struktural masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam

kondisi keseimbangan, maka menurut Teori Konflik malah sebaliknya.


9 29

Menurut Dahrendorf (1990: 24) membedakan golongan yang terlibat

konflik itu atas dua tipe. Kelompok semu (quasi group) dan kelompok

kepentingan (interest group). Kelompok semu merupakan kumpulan dari para

pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk

karena munculnya kelompok-kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok dua,

yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas.

Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta

anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata

timbulnya konflik dalam masyarakat.

Singkatnya, Teori Konflik ini ternyata terlalu mengabaikan keteraturan dan

stabilitas yang memang ada dalam masyarakat dalam masyarakat di samping

konflik itu sendiri. Masyarakat selalu dipandangnya dalam kondisi konflik.

Mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku umum yang menjamin

terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah

aman dari pertikaian dan pertentangan.

B. Kerangka Konsep

Kehadiran masyarakat terhadap hutan mangrove dapat berdampak

negative maupun positif terhadap pelaksanaan konservasi hutan mangrove.

Tindakan ini didasri oleh partisipasi mengenai hutan mangrove. Sedangkan

partisipasi mengenai mangrove ini akan member dasar untuk melakukan

partisipasi dalam pelaksanaan konservasi hutan mangrove. Kecuali persepsi,

partisipasi juga berkaitan dengan faktor-faktor sosial masyarakat seperti : umur,

tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status sosial. Penelitian ini


9 30

menganalisis kaitan antara faktor-faktor sosial serta persepsi masyarakat tentang

mangrove dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan konservasi hutan

mangrove, selanjutnya hasilnya diharapkan akan di gunakan dalam manejemen

pengelolaan konservasi hutan mangrove agar lebih baik. Bila konservasi hutan

mangrove memberikan manfaat bagi masyarakat, hal ini akan dapat

memperbaiki persepsi mereka dan akan lebih meningkatkan partisipasinya

sehingga pada gilirannya program konservasi akan lebih berhasil.

Secara skematis kerangka pikir tersebut dapat di lihat pada ilustrasi I.

Hutan mangrove

Pemerintah Daerah Masyarakat Pengusaha

Bentuk

Dampak

Peran

Gambar 2.1. Bagan kerangka Konsep.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2010: 8) metode kualitatif adalah metode penelitian

yang digunakan untuk meneliti pada objek alamiah yang mana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci. Artinya, penelitian dilakukan untuk memperoleh

informasi tentang status gejala saat penelitian dilakukan atau dengan kata lain

meneliti objek tujuan secara alamiah dan peneliti adalah sebagai instrument kunci.

Penelitian yang menekankan pada peristiwa pada kelompok, sistem pemikiran

termasuk hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan pandangan atau

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove. Hal tersebut bertujuan

untuk menggambarkan sesuatu yang akurat tentang fakta-fakta serta hubungan

antar fenomena yang diteliti.

Dalam hal ini fenomena yang diteliti berkaitan dengan partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove. Pada penelitian di lapangan

peneliti menggali suatu fenomena sosial dalam partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan hutan mangrove. Peneliti melihat fenomena tersebut dari fakta-fakta

sosial yang teramati sehingga pada dasarnya begitu komplek. Partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove yang melibatkan berbagai lapisan

sosial dalam masyarakat membutuhkan analisis kualitatif yang lebih menekankan

pada fakta yang teramati dan menggali fakta dibalik fakta yang teramati. Dalam

hal ini tentunya fakta-fakta yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam

31
32

pengelolaan hutan mangrove, Penelitian ini di laksanakan di kabupaten Sinjai.

Pemilihan lokasi tersebut dengan alasan bahwa partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan hutan mangrove masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari partisipasi

masyarakatnya yang masih mengelola hutan mangrove tersebut.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tongke-Tongke Kecamatan

Sinjai Timur Kabupaten Sinjai

C. Informan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

hutan mangrove Kabupaten Sinjai. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang

menurut Bogdan dan Taylor, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati (Endraswara, 2006). Sebagaimana lazimnya penelitian

kualitatif, peneliti dalam hal ini sekaligus instrument penelitian. Penentuan

informan dilakukan dengan purposive, yang terdiri atas pengelola hutan

mangrove. Informan yang dipilih adalah mereka yang mudah diajak bicara,

mengerti tentang informasi yang peneliti butuhkan, dan yang senang diajak

bekerja sama (Endaswara, 2006).


33

Berikut ini kriteria informan dengan inisial sebagai berikut :

No Nama L/P Jabatan Umur


1 H.Rumatayeb L Petani mangrove 78
2 Sanuddin L Petani mangrove 55
3 Baharuddin L Petani mangrove 45
4 Hj. Hasmah P masyarakat 45
5 Hasriani P masyarakat 22
Table. 3.1. Daftar Imforman

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

hutan mangrove yan ada di Kelurahan Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur

Kabupaten Sinjai.

E. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, penulis sendiri yang bertindak sebagai instrument

(human instrument). Hal ini di dasari oleh adanya potensi manusia yang memiliki

sifat dinamis dan kemampuan untuk mengamati, menilai, memutuskan dan

menyimpulkan secara obyektif. Sebagai instrument peneliti memiliki kualifikasi

yang baik, yaitu : sifatnya yang responsisve, adaptif,lebi holistic, ke sadaran pada

konteks tak terkatakan , maupun memproses segera, dan mampu menjelajahi

jawaban ideosikretik serta mampu mengajar pemahaman yang lebih dalam.

Untuk memperoleh hasil penelitian yang cermat dan valid serta

memudahkan penelitian maka perlu menggunakan alat bantu berupa pedoman

wawancara (daftar pertanyaan), pedoman observasi, pensil/pulpen dan catatan

peneliti yang berfungsi sebagai alat pengumpul data serta alat pemotret (kamera).
34

F. Jenis dan Sumber Data Penalitian

Data primer dan data sekunder sebagai berikut:

1. Data primer merupakan data yang didapatkan dari informan utama yaitu

pengelolaan hutan mangrove yang ada kabupaten Sinjai.

2. Data sekunder merupakan data pelengkap yang didapatkan dari informan

yang dianggap biasa memberikan informasi terkait dengan penelitian ini.

G. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah sebuah penunjang yang sangat penting dalam sebuah

penelitian. Semakin banyak data yang diperoleh maka semakin bagus pula hasil

akhir dari suatu penelitian. Dalam penelitian mengenai partisipasi masyarakat ini,

peneliti menggunakan beberapa cara dalam mengumpulkan data, yaitu :

1. Observasi langsung yang bertujuan untuk mengumpulkan data awal agar

memberikan pengetahuan bagi peneliti tentang Hutan Mangrove Kabupaten

Sinjai

2. Wawancara (interview), yakni teknik yang digunakan untuk memperoleh

informasi langsung dan lebih mendalam sehingga dipastikan kenyataan dari

suatu fakta, sehingga didapatkan penjelasan secara langsung dan lebih akurat

mengenai penelitian ini.

3. Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data dalam bentuk mencatat

hasil wawancara langsung, rekaman dan foto atau gambar-gambar dilapangan

yang dapat lebih mengakuratkan data penelitian yang berkaitan dengan

penelitian pada Hutan Mangrove Di Kabupaten Sinjai.


35

H. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif deskriptif untuk menginterpretasikan hasil penelitian, baik yang melalui

wawancara ataupun observasi langsung. Data penelitian kualitatif tidak berbentuk

angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan

tidak tertulis (gambar, foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lainnya. Analisis

dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama

dilapangan dan setelah selesai dilapangan. Analisis data kualitatif dilakukan

dengan menggunakan model interaktif, yaitu:

1. Pengumpulan data, data dikumpulkan dari wawancara, observasi dan

dokumentasi, hasilnya ditulis dalam bentuk catatan lapangan dan disalin

dalam bentuk transkrip.

2. Peneliti mengeksplorasi data atau informasi yang telah dikumpulkan dari

hasil observasi, wawancara dan dokumentasi tentang Partisipasi Masyarakat

Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Kabupaten Sinjai.

3. Peneliti akan menganalisis data atau informasi yang dikumpulkan dari hasil

observasi, wawancara dan dokumentasi yaitu dengan mengklasifikasikan data

berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti

kemudian membandingkan data atau informasi dari setiap sumber-sumber

yang peneliti dapatkan dilapangan serta mencari hubungan antara data dan

informasi yang diperoleh yang ada kaitannya dengan fokus penelitian.

4. Menyimpulkan, yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi.


33 36

I. Teknik Keabsahan Data

Menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik trianggulasi, yaitu

pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, dan teknik

trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan mealalui

sumber yang lainnya. Sebelum menganalisa data lebih lanjut perlu diperiksa

keabsahan data yang dikumpulkan agar supaya keabsahan data yang diperoleh

peneliti benar-benar sah atau abash, seperti yang dikemukakan oleh moleong

dalam bukunya metode penelitian kualitatif (2002:178), yang mengungkapkan

bahwa pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan melalui beberapa cara satu

diantaranya adalah dengan teknik trianggulasi yang meliputi tiga unsure, yaitu :

1. Sumber

Mengecek kembali data yang diperoleh dengan informasi dokumen serta

sumber informasi untuk mendapatkan derajat kepercayaan adanya informasi dan

kesamaan pandang serta pemikiran.

2. Metode

Metode digunakan untuk mendapatkan keabsahan dalam penulisan hasil

penelitian, dalam pemerolehan data peneliti mendapatkan dari beberapa informasi,

maka dari itu perlu adanya pengabsahan data yang didapat agar dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya.

3. Teori

Penggunaan teori dalam bentuk trianggulasi berdasarkan anggapan fakta

tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaan dengan satu teori. Hal ini tidak
34 37

mungkin dilakukan peneliti yang hanya menggunakan satu teori. Dalam penelitian

ini digunakan beberapa sumber buku sebagai acuan teoritis (referensi), sehingga

benar-benar dapat dibandingkan antara teori yang satu dengan yang lain sekaligus

dapat menambah wawasan pengetahuan sebagai faktor pendukung dalam

menyelesaikan proposal. Dengan membandingkan dengan beberapa teori serta

didukung dengan data yang ada, sehingga peneliti dapat melaporkan hasil

peneitian yang disertai penjelasan-penjelasan sebagaimana yang ditentukan.

Dengan demikian akan menambah derajat kepercayaan data yang ada.

Di antara ketiga sumber diatas, peneliti terapkan hanya pada sumber untuk

memeriksa keabsahan data. Hal ini dilakukan dengan mencocokkan data dari

berbagai sumber, antara lain peneliti mencoba menggali tentang partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dengan sumber primer

masyarakat yang mengelolah hutan mangrove, serta mencari teori dari beberapa

sumber buku.
35 38

J. Jadwal Penalitian

Jadwal penelitian pelaksanaan kegiatan ini disesuaikan jadwal sebagai berikut:

Bulan Ke Ket
No Jenis Kegiatan
I II III IV V VI

1. Menyusun Proposal Penelitian

2. Konsultasi proposal penelitian

3. Seminar proposal penelitian

4. Pelaksanakan penelitian

5. Interpertasi dan analisis data

6. Penulisan skripsi

7. Konsultasi skripsi

8. Penyajian ujian skripsi

Table. 3. 2. Jadwal penelitian


39

BAB IV

GAMBARAN DAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Ekosistem mangrove yang menjadi pokok perhatian dalam paper ini adalah

kawasan hutan mangrove di daerah Tongke-tongke yang berada di pulau Sulawesi. Tongke-

tongke adalah sebuah desa yang berada pada bagian Barat teluk Bone. Lokasi ini dilalui oleh

dua buah sungai yaitu sungai Baringeng dan sungai Tui, yang membawa sedimen dari

gunung Bawakaraeng hingga ke pesisir pantai, sehingga tanah yang berada pada kawasan

tersebut merupakan campuran antara pasir dan lumpur sungai.

Secara administratif dusun Tongke-tongke merupakan bagian dari sebuah desa

Samaritang yang berada pada kecamatan Sinjai Timur. kabupaten Sinjai yang berjarak

sekitar 20 km dari Balanipa (ibukota kabupaten Sinjai) yang dapat dijangkau dengan

menggunakan kendaraan bermotor dalam waktu 30 menit. Daerah yang memiliki luas 2,25

km2, secara umum merupakan kawasan konservasi hutan Mangrove dan daerah pertanian.

Tongke-tongke mempunyai populasi penduduk sekitar 1.809 orang yang dapat

dibagi atas 2 (dua) golongan, golongan pertama adalah penduduk lokal yang kebanyakan

adalah petani sawah dan palawija, sedangkan golongan kedua adalah pendatang yang

umumnya adalah nelayan.

Sebagian besar pendatang berasal dari daerah Mare kabupaten Bone yang memiliki keahlian
dalam penangkapan ikan tuna dan pencarian terumbu karang (coral reef) yang oleh masyarakat
ini disebut dengan “taka-taka”. Pendatang inilah yang kemudian mengolah

3839
40

kawasan hutan mangrove menjadi empang-empang. Selain itu, mereka juga

menanami kembali kawasan mangrove tersebut.

Penanaman berbagai jenis varietas tanaman juga banyak di jumpai di sekitar rumah-

rumah penduduk seperti, kelapa, pisang, mangga, papaya, dan bibit mangrove. Keberadaan

tanaman ini, menjadikan di halaman di sekitar rumah penduduk Nampak sehat, asri, teratur,

indah dan nyaman. Selain menanam berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, para penduduk juga

banyak memelihara hewa seperti ayam, itik, dan ikan.

Pola pemukiman penduduk kecamatan tongke-tongke merupakan perkampungan

dengan kumpulan bangunan tempat tinggal yang umumnya berjajar memanjang mengikuti

pinggiran jalan dan di ataur secara berkelompok dalam posisi saling berhadapan satu sama

lain. Demikian pula daerah empang penduduk berada di bahagian belakang rumah

pemukiman penduduk. Bentuk rumah penduduk awal mulahnya rumah panggung, dinding

dan lantainya terbuat dari papan dan atapnya terbuat dari seng, keadaan rumah tertata rapih,

di mana terdapat teras, ruang tamu, ruang tengah, dan ruang dapur. Tidak ketinggalan pula

setiap rumah sudah memiliki ventilasi yang cukup sebagai tempat keluar masuknya udara.

Keadaan Kecamatan Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai ini merupakan daerah yang

masih sangat asri di desa ini masih sangat tenang selain karena belum banyaknya kendaraan

umum yang lalu lalang sehingga jauh dari kebisingan seperti kota. Selain itu Kecamatan

Tongke-Tongke merupakan daerah yang mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai penani

mangrove yang setiap hari hamper sebagain waktunya mereka menghabiskan di sawah di

mana para petani mangrove tersebut berangkat kesawahnya pada pagi hari dan baru pulang

sebelum duhur, dan lanjut lagi sampai matahari akan tenggelam.


41

2. Batas Wilayah Tempat Penelitian


a) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bone

b) Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone

c) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba

d) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gowa.

3. Sejarah Kabupaten Sinjai

Sinjai adalah sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan. Nama

Sinjai berasal dari Kata Sijai’ (Bahasa Bugis) artinya sama jahitannya. Hal ini diperjelas

dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti X untuk memperkokoh

bersatunya antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan ungkapannya "PASIJA

SINGKERUNNA LAMATI BULO-BULO" artinya satukan keyakinan Lamatti dengan

Bulo-Bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau digelar dengan PUANTA

MATINROE RISIJAINA. Eksistensi dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di

Kabupaten Sinjai pada masa lalu semakin jelas dengan didirikannya Benteng pada tahun

1557. Benteng ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di

Balangnipa yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai.Disamping itu, benteng ini

pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan secara bersama-sama

oleh 3 (tiga) kerajaan yakni Lamatti, Bulo-bulo, dan Tondong lalu dipugar oleh Belanda

melalui perang Manggarabombang. Agresi Belanda tahun 1559 – 1561 terjadi

pertempuran yang hebat sehingga dalam sejarah dikenal nama Rumpa’na

Manggarabombang atau perang Mangarabombang, dan tahun 1559 Benteng Balangnipa

jatuh ke tangan belanda. Tahun 1636 orang Belanda mulai datang ke daerah Sinjai.

Kerajaan-kerajaan di Sinjai menentang keras upaya Belanda untuk mengadu domba

menentang keras upaya Belanda unntuk memecah belah persatuan kerajaan-kerajaan


42

yang ada di suilawesi Selatan. Hal ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa

pembunuhan terhadap orang-orang Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan Bulo-

bulo untuk melakukan peran terhadap kerajaan Gowa.

Peristiwa ini terjadi tahun 1639. Hal ini disebabkan oleh rakyat Sinjai tetap

perpegan teguh pada PERJANJIAN TOPEKKONG. Tahun 1824 Gubernur Jenderal

Hindia Belanda VAN DER CAPELLAN datang dari Batavia untuk membujuk I CELLA

ARUNG ( PUANG CELLA MATA) Bulo-Bulo XXI agar menerima perjanjian Bongaya

dan mengisinkan Belanda Mendirikan Loji atau Kantor Dagang di Lappa tetapi ditolah

dengan tegas. Tahun 1861 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi dan Daerah,

takluknya wilayah Tellulimpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan

sebutan Goster Districten. Tanggal 24 pebruari 1940, Gubernur Grote Gost menetapkan

pembangian administratif untuk daerah timur termasuk residensi Celebes, dimana Sinjai

bersama-sama beberapa kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinnai

terdiri dari beberapa adats Gemenchap, yaitu Cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi,

Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi dan Turungeng. Pada masa pendudukan Jepang,

struktur pemerintahan dan namanya ditatah sesuai dengaan kebutuhan Bala Tentara

Jepang yang bermarkas di Gojeng. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945 yakni tanggal

20 Oktober 1959 Sinjai resmi menjadi sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang RI

Nomor 29 Tahun 1959.

Kabupaten Sinjai berdasarkan penelusuran sejarah, dimulai dari pemukiman

pertama di WAWO BULU Manipi Kecamatan Sinjai Barat di sebelah timur Malino

dipimpin oleh orang yang digelar PUATTA TIMPAE’ TANA ataui TO PASAJA yaitu

Arung Manurung Tanralili. Keturunan Arung Tanralili, salah seorang diantaranya adalah
43

wanita yang kemudian puteri Tanralili inilah yang mengembangkan wilayah Wawo Bulu

menjadi Kerajaan TURUNGENG. Raja wanita tersebut diperisterikan oleh putera Raja

Tallo yang kemudian salah seorang turunannya adalah wanita kawin dengan salah

seeorang putera Raja Bone. Dari hasil perkawinan itulah yang kemudian melahirkan

enam orang putera dan satu orang puteri. Akan tetapi puterinyalah yang menggantikan

ibunya menduduki tahta kerajaan di Turungeng. Adapun keenam puteranya ditebarkan ke

wilayah lain sehingga ada yang bermukim di Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka,

Bala Suka dan masing-masing berusaha membentuk wilayah kekuasaan. Dari keturunan

Puatta Timpae’ Tana atau To Pasaja inilah yang berhasil membentuk kerajaan dalam

wilayah dekat pantai yang dikenal dengan kerajaan Tondong, Bulo-Bulo, dan Lamatti.

Untuk memelihara hubungan dan keutuhan wilayah kerajaan yang bersumber dari satu

keturunan, maka muncullah gagasan dari I Topacebba (anak dari La Padenring) yang

digelar Lamassiajingeng (Raja Lamatti ke-X) berupaya mempererat hubungan Lamatti

dengan Bulo-Bulo atas dasar semboyan “ PASIJAI SINGKERUNNA LAMATTI BULO-

BULO “ artinya satukan keyakinan / kekuatan Lamatti dengan Bulo-Bulo. Penggagas

dalam memelihara persatuan Lamatti dan Bulo-Bulo saat meninggalnya digelar “

PUATTA MATINROE’ RISIJAINNA “. Sinjai dalam ungkapan bahasa Bugis bermakna

satu jahitan. Sinjai artinya bersatu dalam jahitan. Dari istilah sijai menjadi sinjai,

merupakan suatu simbol dalam mempererat hubungan kekeluargaan, menurut bahasa

Bugis. Dari pertumbuhan dan perkembangan kerajaan yang ada, muncul pemikiran baru

tentang perlunya memperkuat persatuan dan kesatuan dalam memelihara dan melindungi

kerajaan yang ada, maka dibentuklah kelompok gabungan kerajaan yang berbentuk

vederasi yang dikenal dengan:


44

1. TELLU LIMPOE’, merupakan persekutuan kerajaan yang berdekatan dengan pantai,

yaitu Tondong, Bulo-Bulo, dan Lamatti.

2. PITU LIMPOE’, merupakan persekutuan kerajaan yang berlokasi di daerah dataran

tinggi , yaitu kerajaan Turungeng, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka, Balasuka.

Federasi kerajaan Tellu Limpoe’ dan Pitu Limpoe’ merupakan dua kekuatan yang

akan membendung arus ekspansi dari barat dan selatan, juga merupakan kekuatan

pertahanan untuk membendung arus ekspansi dari utara dan penyelamatan garis pantai.

1. Bupati Sinjai Dari Masa ke masa

bawah pemerintahan Daerah Swantantra Bonthain maka yang mewakili

Kewedanaan Sinjai sebagai anggota DPR ialah St. Marwah Sulaiman dan M. Syurkati

Said, dan A. Muh. Saleh. Konon wakil dari kewedanaan Sinjai cukup berpengaruh, karena

St. Marwah Sulaiman dalam sejarahnya pernah membubarkan rapat DPR Bonthain karena

terjadi perbedaan prinsip.

a. Andi Abd. Latief 1960 – 1963

b. Andi Azikin 1963 – 1967

c. Drs. H. M. Nur Tahir 1967 – 1971

d. Drs. H. A. Bintang M. 1971 - 1983

e. H. A. Arifuddin Mattotorang SH. 1983 – 1993

f. H. Moh. Roem SH. Msi. 1993 - 2003

g. Andi Rudiyanto Asapa, SH, LLM (2003 - 2013)

h. H. Sabirin Yahya, S.Sos ( 2013- Sekarang )


45

2. Wilayah Kabupaten Sinjai

a. Kecamatan Sinjai Utara, 6 kelurahan

b. Kecamatan Sinjai Timur, 1 kelurahan dan 12 desa

c. Kecamatan Sinjai Tengah, 1 kelurahan dan 10 desa

d. Kecamatan Sinjai Barat, 1 kelurahan dan 8 desa

e. Kecamatan Sinjai Selatan, 1 kelurahan dan 10 desa

f. Kecamatan Sinjai Borong, 1 kelurahan dan 7 desa

g. Kecamatan Bulupoddo, 7 desa

h. Kecamatan Tellu Limpoe, 1 kelurahan dan 10 desa

i. Kecamatan Pulau Sembilan, 4 desa yang merupakan wilayah kepulauan.[gs]


46

3. Peta Kabupaten Sinjai


47

BAB V

Masyarakat Berpartisipasi Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Kelurahan

Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai

A. Hasil Penelitian

Hutan mangrove di Kabupaten Sinjai berkembang dari partisipasi masyarakat. Masyarakat

pesisir Kabupaten Sinjai melakukan pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove dari tahun

1980 sampai sekarang. Data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai tahun 2011,

Luas hutan mangrove di Kabupaten Sinjai mencapai 1.157 Ha.

Keberhasilan pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Sinjai

membawa berbagai pihak (Instansi/lembaga pemerintah dan swasta, akademisi, dll), baik dari

dalam negeri maupun dari luar negeri berkunjung ke Sinjai. Tujuan kunjungan berbagai pihak

tersebut untuk melihat dan menggali informasi tentang partisipasi masyarakat dalam

pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove.

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove di

Kabupaten Sinjai terjadi karena kemampuannya mengidentifikasi masalah dan mengambil

keputusan untuk menangani masalah yang ada disekitarnya. Saat rumah dan tambak mereka

rusak akibat abrasi, terjangan ombak besar dan angin kencang, mereka mengambil keputusan

untuk menanam bakau (mangrove) di pesisir pantai untuk tujuan perlindungan.

“...Isbandi dan dkk (2007 :12) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah...”.

Membedakan partisipasi masyarakat menjadi empat jenis, yaitu: Pertama, partisipasi

dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi

47
48

dalam pengambilan kemanfaatan. Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. Keempat

jenis partisipasi tersebut bila dilakukan bersama-sama akan memunculkan aktivitas

pembangunan yang terintegrasi secara potensial.

Jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove di

Kabupaten Sinjai sebagai berikut :

1. Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan

Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk mengembangkan dan

mengelola hutan mangrove di Kabupaten Sinjai dilakukan melalui organisasi kelompok.

Kelompok yang pertama di bentuk masyarakat pesisir Kabupaten Sinjai yaitu Kelompok

Pelestari Sumber Daya Alam Aku Cinta Indonesia (KPSA – ACI).

Pada tahun 1988 kelompok tani ACI di Tongke-tongke dibakukan dengan nama

Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam – Aku Cinta Indonesia (KPSA–ACI) melalui program

pembinaan kelembagaan dan penyuluhan dari instansi terkait lingkup Pemerintah Kabupaten

Sinjai. Saat ini di desa-desa lain juga telah dibentuk kelompok-kelompok tani sebagaimana

dapat dilihat pada table berikut :

Tabel. 5.1. Daftar Kelompok Tani Bakau-KPSA Kabupaten Sinjai

No Nama Kelompok Wilayah Nama Ketua

1 Lappa Kel. Lappa H.Frans

2 Tunas Mekar Kel. Samataring M. Asri

3 KPSA-ACI Desa Tongke-Tongke H. Alimuddin

4 Panaikang Desa Panaikang Kartu

5 Passi Marannu Desa Passi Marannu Muh. Ali

6 Bisokeng Desa Sinjai Bustan

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai, 2004


49

“...Menurut Goldsmith dan dkk, bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika
partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di
tengah- tengah masyarakat, partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada
masyarakat yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat
memenuhi kepentingan masyarakat setempat serta dalam proses partisipasi itu
terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat...”(Goldsmith nurdin 1990).

Pengambilan keputusan dilakukan melalui pertemuan kelompok. Dalam pertemuan

kelompok pengurus dan anggota kelompok menyepakati jenis, volume, lokasi, waktu, dan

penanggungjawab kegiatan pengembangan dan pengelolaan hutan. Kegiatan rehabilitasi

hutan mangrove yang disepakati yakni wilayah penanaman dan pemeliharaan mangrove

dibagi per blok untuk masing-masing anggota, Jarak tanam bakau yang rapat, pengaturan jalur

jalan dan penambatan perahu, penanaman dilakukan pada musim yang tepat, penerapan teknik

silvikultur yang mereka temukan sendiri dari pengalaman.

2. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan hutan

mangrove dilihat saat kegiatan penanaman. Penanam mangrove dilakukan pada blok

penanaman masing-masing. Volume penanaman tergantung dari kemampuan masing-masing

anggota dan keluarganya. Waktu Penanaman dilakukan pada saat air laut surut dan diutamakan

pada tanah yang berlumpur.

Partisipasi masyarakat juga terlihat saat pengambilan benih mangrove dan pembuatan

ajir bambu. Pada kegiatan ini perempuan dan anak-anak mengambil peran dalam pekerjaannya.

Menurut Gaventa dan Valderma dalam Siti Irene Astuti D. (2009) bahwa partisipasi

masyarakat memiliki ciri-ciri bersifat proaktif dan bahkan reaktif (artinya masyarakat ikut

menalar baru bertindak), ada kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat, ada
50

tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut, ada pembagian kewenangan dan tanggung

jawab dalam kedudukan yang setara.

Partisipasi masyarakat dalam penanam yang cukup besar dan memakan waktu yang lama

terlihat saat mangrove yang telah mereka tanam tidak tumbuh. Mereka dengan sabar kembali

menanam mangrove. Kegagalan pertumbuhan mangrove disebabkan karena terjangan ombak

besar. Untuk menangani masalah tersebut masyarakat pesisir bergotong royong membangun

tanggul penahan dan pagar pemecah ombak.

Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang diprogramkan pemerintah,

masyarakat pesisir juga ikut berpartisipasi. Program pemerintah yang melibatkan masyarakat

pesisir diantaranya: Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN),

pengembangan percontohan pemberdayaan masyarakat pesisir, dan kegiatan pembangunan

kebun bibit rakyat (KBR).

“...Menurut Katz dalam Ndraha (1990) bahwa dalam meningkatkan partisipasi


masyarakat dibutuhkan peranan dari pemerintah itu sendiri. Pemerintah memiliki
peranan dasar yang perlu dirinci dan dilaksanakan. Perincian dan pelaksanaan dasar
inilah yang disebut sebagai peranan administrative...”(administrative roles 2012).

3. Partisipasi Masyarakat dalam Evaluasi

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove di

Kabupaten Sinjai pada tahap evaluasi meliputi pemeliharaan, pengawasan dan pertemuan

evaluasi hasil kegiatan yang telah dilakukan.

Kegiatan partisipasi masyarakat yang diliihat dalam tahap evaluasi meliputi

pemeliharaan, dan pertemuan evaluasi hasil kegiatan yang telah dilakukan. Kegiatan

pemeliharaan yang dilakukan adalah penyulaman, pengendalian hama dan penyakit.


51

Pertemuan evaluasi dilakukan untuk menyampaikan hasil – hasil pelaksanaan dan masalah

yang dihadapi. Pada pertemuan evaluasi disepakati tindak lanjut pemecahan masalah.

Keaktifan masyarakat pada tahap evaluasi ini sangat perlu untuk diberdayakan, karena

dengan mengetahui permasalahan yang timbul dari kegiatan yang dilakukan akan dapat

merencanakan kegiatan berikut yang lebih baik dan dapat mengatasinya. Partisipasi

masyarakat tahap evaluasi ini akan menimbulkan tanggung jawab dan rasa memiliki lebih

tinggi terhadap keberhasilan pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove.

4. Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Kemanfaatan

Keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap ini dapat dilihat dari seberapa besar

manfaat yang diterima masyarakat setelah dilakukannya kegiatan pengembangan dan

pengelolaan hutan mangrove.

“...Sobari, dkk. (2006) mengemukakan bahwa apabila pendapatan perkapita dipakai


sebagai ukuran tingkat kesejahteraan, maka tingkat kesejahteraan masyarakat disekitar
kawasan hutan mangrove dapat dilihat melalui manfaat apa sajakah yang diberikan untuk
masyarakat setelah adanya program rehabilitasi...”

Dalam konteks ini ada beberapa manfaat yaitu :

a. Manfaat langsung, yaitu manfaat yang langsung diambil dari sumber daya. Manfaat

langsung tersebut berupa manfaat usaha tambak, manfaat dari hasil kayu, manfaat

penangkapan hasil perikanan.

b. Manfaat tidak langsung, yaitu nilai yang secara tidak langsung dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat, dapat berupa fisik yang mendukung nilai guna langsung

misalnya hutan mangrove sebagai penahan abrasi pantai. Selain manfaat tidak

langsung berupa fisik, hutan mangrove juga memiliki manfaat biologi sebagai

nursery ground yaitu tempat berkembang biaknya ikan yang tentunya akan

menambah produktivitas hasil tangkapan nelayan.


52

Manfaat yang dirasakan masyarakat pesisir Kabupaten Sinjai dengan adanya hutan

mangrove antara lain : Pemukiman telah bebas dari terjangan ombak dan angin kencang, tambak

tidak mengalami kerusakan, tersedianya nener, benur alam dan kepiting yang dapat dengan

mudah ditangkap, pengelolaan sumber benih kurangnya rembesan air laut ke sumur masyarakat,

memberikan kesejukan dan keindahan pantai.

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten

Sinjai juga meningkat dengan adanya :

1. Tokoh penggerak keswadayaan masyarakat. Tokoh yang dimaksud adalah

masyarakat yang memiliki motivasi tinggi dan memahami pentingnya hutan

mangrove serta berdomisili diwilayah pesisir.

2. Dukungan pembangunan infrastruktur dari pihak pemerintah untuk memudahkan

aksesibilitas masyarakat.

3. Pendampingan pemberdayaan secara terus menerus. Dengan pendampingan

masyarakat pesisir merasa tidak sendiri dalam membangun hutan mangrove.

4. Penghargaan atas prestasi yang mereka telah capai.

5. Keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan/program pemerintah yang

dilaksanakan wilayah pesisir.

B. Penjabaran Hasil Penelitian

Jenis partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan hutan mangrove


di Kabupaten Sinjai adalah Pengambilan Keputusan, Pelaksanaan, Evaluasi dan
Pengambilan Kemanfaatan. Partisipasi masyarakat meningkat dengan adanya tokoh
penggerak, dukungan infrastruktur, pendampingan pemberdayaan secara terus menerus,
penghargaan atas prestasi partisipasi masyarakat serta keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat dalam kegiatan/program pemerintah tersebut.
53

Keberhasilan pengelolaan hutan mangrove tidak terlepas dari partisipasi/peran serta


masyarakat. Untuk itu masyarakat perlu dimotivasi agar berperan aktif dalam
pengembangan hutan mangrove. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 6 ayat (1)
yang berbunyi “ Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
pengerusakan lingkungan hidup “. Kemudian dipertegas dalam penjelasan bahwa
hak dan kewajiban mengandung makna bahwa setiap orang (anggota masyarakat)
baik individu maupun kelompok sebagai organisasi masyarakat turut berpartisipasi dalam
upaya memelihara lingkungan hidup.
C. Interpretasi Hasil Penelitian
Table. 5. 2. Interpretasi hasil penelitian

No Imforman Interview Interpertasi Teori


1. Isbandi Isbandi mengatakan Ikut serta dalam
bahwa partisipasi proses
masyarakat adalah pengindentifikasian
ke ikut sertaan dalam pengambilan
masyarakat dalam keputusan
proses Fungsional
pengidentifikasian structural
masalah dan potensi
yang ada di
masyarakat.
2. Goldsmith Menurut goldsmith Partisipasi
bahwa masyarakat masyarakat yang di
bergerak untuk untuk lakukan yaitu
berpartisipasi jika melalui organisasi
partisipasi itu di yang sudah ada di Fungsional
lakukan melalui tengah-tengah struktural
organisasi yang masyarakat
54

sudah di kenal atau


yang sudah ada di
tengah-tengah
masyarakat
3. Katz Menurut kazt bahwa Kazt mengingat
dalam meningkatkan bahwa partisipasi
partisipasi masyarakat di Fungsional
masyarakat di butuh dari structural
butuhkan peranan pemerintah
dari pemerintah itu itusendiri
sendiri
4. Sobari Sobari Partisipasi
mengemukakan masyarakat dapat
bahwa apabila di lihat dari
pendapatan perkapita beberapa besar
di pakai sebagai manfaat yang di
ukuran tingkat terima oleh
kesejahteraan, maka masyarakat Fungsional
tingkat kesejahteraan structural
masyarakat di sekitar
kawasan hutan
mangrove dapat di
lihat melalui manfaat
hutan mangrove
tersebut.
55

BAB VI

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

EKOSISTEM MANGROVE DI KELURAHAN TONGKE-TONGKE

KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI

A. Hutan Mangrove Di Tongke-Tongke

Hutan mangrove merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi wilayah pesisir

Tongke-Tongke dan erat kaitannya dengan mata pencaharian masyarakat sekitar yang

sebagian besar profesi sebagai petani tambak dan nelayan. Areal mangrove di Tongke-

Tongke seluas 1.157 Ha telah mengalami berbagai perubahan fungi, baik sebagai

pariwisata,lahan tambak maupun jenis pengguna lain yang mengakibabkan pengurangan

areal mangrove. Rusaknya hutan mangrove ini memerlukan sebuah bentuk rehabilitasi,

pemaliharaan maupun pengawasan terhadap hutan mangrove tersebut.

Ada 4 family dan 5 Spesies mangrove, yaitu Family Rhzoporaceae,

Avicenniaceae, Sonneratiaceae dan Palme. Sedangkan Spesies yang ad di lokasi areal

mangrove tersebut, terdiri dari Rhizoporaceae stylosa, Rhizopora, Mucronata, Sonneratia

alba,Avicennia alba dan Nhypa fruticans. Jenis family atau spesies yang paling dominan

di gunakan pada proses penanaman di kelurahan Tongke-Tongke adalah Rhizopora

mucronata dan Avicennia.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden yakni puang Bahariddin

selaku responden dan beliau merupakan salah satu petani mangrove dengan menjelaska

bahwa:

55
56

“...Penanaman bibit mangrove yang pernah di lakukan di Tongke-Tongke tidak


menemui banyak kendala, namun setelah proses tersebut berlalu terdapat
beberapa kendala yang di hadapi oleh tanaman mangrove tersebut, antara lain
adanya gangguan hama berupa lumut yang menempel pada batang tanaman
mangrove yang menyebabkan tumbuhan tanaman mangrove menjadi lambat
akibat tidak munculnya akar baru yang berfungsi menyerap nutrisi dan menjaga
tumbuhan mangrove dari hempasan ombak serta adanya kapal nelayan yang
berada di sekitar areal mangrove yang terbawa arus ke areal yang telah di tanami
bibit, sehingga menyebabkan tanaman baru tersebut mati tertindih badan kapal
tersebut...”(wawancara Puang Baharuddin 30 September 2016).
Menurut hasil wawancara responden, di ketahui bahwa terdapat beberapa dampak dan

kekurangan areal mangrove tersebut, antara alin sebagai berikut:

1. Kerusakan hutan mangrove

Kerusakan hutan mangrove di kelurahan Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur

Kabupaten Sinjai di sebabkan oleh adanya kegiatan lingkungan mangrove, seperti

perubahan hutan mangrove menjadi penggunaan lain (tambak, kayu bakar, pariwisata,

dan lain-lain), kegiatan lain tanpa memperhatikan kelestariannya. Penebangan hutan

mangrove untuk di konversikan menjadi usaha pertambakan dapat menyebabkan

terputusnya siklus sumberdaya ikan dan udang sekitarnya. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan salah satu petani mengrove di kelurahan Tongke-Tongke Kabupaten

Sinjai Timur Kabupaten Sinjai yakni Puang H. Rumatayeb mengatan bahwa:

“...Yang penyebab kerusakan hutan mangrove di Kelurahan Tongke-Tongke


adalah adanya kapal-kapal pelayan yang ada di sekitar areal mangrove yang
terbawa arus ke tempat yang telah di Tanami, sehingga menindih bibit-bibit
tersebut dan membuat tanaman baru tersebut mati...”( Puang H. Rumatayeb,
wawancara pada tanggal 30 September 2016).
57

2. Minimnya hasil tangkapan

Minimnya hasil tangkapan dari masyarakat yang bermukiman di sekitar areal

mangrove di sebabkan oleh hilangnya sebagian besar areal hutan mangrove yang

merupakan tempat peninjahan berbagai macam biota laut baik ikan, udang, kepiting dan

lain sebagainya. Perubahan areal hutan mangrove menjadi penggunaan lain sudah

membuat berbagai sumberdaya yang ada di sekitarnya menjadi semakin tersudut dan

mulai berkurang jumlahnya serta sangat berdampak negatif bagi mata pencaharian

pesisir.

B. Bentuk Pertisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove

1. Rehabilitasi

Pengelolaan ekosistem mangrove didasarkan atas tiga tahap utama yaitu proses

rehabilitasi, pemeliharaan dan pengawasan. Pengelolaan hutan mangrove di kelurahan

Tongke-Tongke di lakukan oleh kelompok swadaya lokal dan masyarakat yang

bermukim di sekitar areal mangrove.

Kegiatan rehabilitasi ini di lakukan bertujuan untuk memulihkan kembali

ekosistem sumberdaya pesisir yang telah mengalami kerusakan, baik yang di sebabkan

kembali ekosistem sumberdaya pesisir yang telah mengalami kerusakan, baik yang di

sebabkan oleh manusia dengan mengalihfungsikan areal mangrove menjadi tambak,

pengambilan kayu bakar, alat perahu maupun yang di akibatkan oleh pola penggunaan

lahan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.

Ekosistem mangrove merupakan salah satu faktor yang penting di wilayah pesisir

dan menjadi penopang ekonomi masyarakat, yang sebagian besar berfrosi sebagai

nelayan, sehingga perlu suatu bentuk pelestarian terhadap ekosistem mangrove tersebut.
58

Rehabilitasi hutan mangrove yang di lakukan di Kelurahan Tongke-Tongke telah di

lakukan sejak terjadinya kerusakan hutan mangrove pada wilayah kabupaten sinjai.

Kegiatan rehabilitasi mangrove ini tidak saja di lakukan oleh pemerintah daerah secara

amandiri, melainkan pemerintah bekerja sama dengan berbagai stakeholder yang

memberikan bantuan dalam pelaksanaan program rehabilitasi mangrove. Berdasarkan

kondisi lahan kelurahan Tongke-Tongke terdiri atas tanah berlumpur, sehingga yang baik

untuk jenis tanaman mangrove adalah Rhizopora mucronata dan Avicennia. Seperti

wawancara peneliti dengan imforman yang mengatakan bahwa:

“...penanaman mangrove dilakukan di berbagai lokasi pesisir Tongke-Tongke,


terutama disekitar areal tambak, dan bekas habitat mangrove yang telah rusak
baik akibat aktifitas manusianya sendiri maupun dari pihak luar. Rehabilitasi ini
dilakukan untuk menghijaukan kembali hutan mangrove yang telah rusak dan
memperkecil instrusi air laut kedarat serta memperkecil terjadinya abrasi
pantai...”( wawancara Puang Sanuddin pada tanggal 29 September 2016).

Dari kutipan wawancara di atas jelas bahwa penanaman hutan mangrove di

lakukan untuk menghijaukan kembali hutan mangrove yang telah rusak, maka dari itu

ada bebarapa tahap proses rehabilitasi di antaranya:

1. Kegiatan pembibitan yang di lakukan di lokasi kelurahan Tongke-Tongke terdiri dari

beberapa tahapan, antara lain:

a. Persiapan yang terdiri dari pembersihan lokasi, pembedangan, dan pengisian

tanah ke playbang

b. Pengambilan propagaul di lokasi pohon indukan, pengambilan benih di lakukan

pada pohon induk yang sudah di identifikasi, di mana mempunyai diameter diatas

rata-rata berbatang lurus, sehat dan berumur tujuh tahun keatas.

c. Pengisian polybang dengan propagul, yaitu benih yang telah di ambil dari pohon

induk kemudian di masukkan kedalam ploybang dengan ukuran 11x7 cm dengan


59

ketebalan 0.03 cm. setelah itu benih di masukkan kedalam bedagan yang

berukuran 6x1 m.

d. Monitoring secara berkala untuk mengontrol kondisi air, kondisi bibit dan

penggatian bibit rusak.

2. Proses penanaman mangrove biasanya di lakukan pada bulan April dan Agustus.

Untuk proses penanaman Avicennia, Rizophora dan Sonneratiasp. Hamper sama,

yaitu sebagai berikut:

a. Langkah pertama yaitu pengadaan bibit yan sudah siap dalam ploybang dan siap

untuk di tanam.

b. Langkah kedua membuat kubangan di tanah dengan diameter 15-20 cm dan

dengan kedalaman +20-30 cm.

c. Langkah ketiga di masukannya bibit tanaman mangrove yang sudah siap dalam

poly bang ke dalam tanah yang sudah di siapkan.

Kegiatan penanaman dan pembibitan yang pernah di lakukan antara lain: pada

tahun 1930 melakukan penanaman mangrove adalah mangrove yang tumbuh alami

seperti Avicenia sp., Nipa fructicans, dan rhyzophora sp. Dengan jumlah yang sangat

sedikit. Upaya penanaman swadaya masyarakat di mulai pada era ini.

“... salah seorang tokoh masyarakat lingkungan Tongke-Tongke yang masih


hidup mengutarakan bahwa bakko (bakau) awalnya di tanam di belakang rumah
penduduk untuk pelindung gemparan ombak dan angin kencang...” (Nawir 16
April 2013).
Pada tahun 1940 hutan mangrove yang di tanam masyarakat dan yang tumbuh

alami. Tidak lama kemudian hutan mangrove telah mengalami kerusakan sehingga

menurun fungsinya sebagai penyangga kehidupan pesisir. Kerusakan terjadi karena abrasi
60

pantai. Pada tahun 1980 selama kurang lebih 40 tahun tingkat kerusakn hutan mangrove

terus meningkat utamanya di kelurahan Tongke-Tongke . Dan pada 1990 keberhasilan

masyarakat sinjai khususnya di kelurahan Tongke-Tongke telah membangun kembali

hutan mangrove secara swadaya dan membawa perubahan yang di rasakan manfaatnya

sampai sekarang.

2. Pemeliharaan

Pada umumnya bentuk pemeliharaan yang di lakukan terhadap tanaman

mangrove di kelurahan Tongke-Tongke dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi

bibit yang telah di tanam di areal mangrove tersebut serta menggati tanaman yang tidak

dapat bertahan hidup dengan tanaman baru. Hasil wawancara dengan responden, di

ketahui terdapat areal yang telah di Tanami bibit mangrove terjangkit hama berupa lumut

yang menempel pada batang, dan adanya juga tiram yang menempel pada batang

mangrove yang menyebabkan pada pertumbuhan tanaman mangrove menjadi lambat

akibat tidak munculnya akar baru yang berfungsi menyerp nutrisi dan menjaga tumbuhan

mangrove dari hempasan ombak. Ada pun cara yang di lakukan untuk mengatasi kondisi

tersebut adalah dengan menghilangkan lumut dan tiram tersebut menggunakan pisau

dengan cara mengerok lumut dan mencungkil tiram yang menempel pada batang

mangrove sampai terkelupas.

3. Pengawasan

Pengawasan yang di lakukan terhadap hutan mangrove tersebut adalah dengan

memberikan pemahaman kepada masyarakat yang bermukim atau memiliki aktifitas di

sekitar areal hutan, bahwa kegiatan mereka di lakukan jangan sampai rusak ekosistem

mangrove, karna sumber daya tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi
61

keseimbangan wilayah pesisier. Segi pengawasan pada ekosistem hutan mangrove, masih

sangat kurang karena di sebabkan oleh sebagian besar waktunya untuk bekerja, baik

sebagai nelayan, petani mangrove, pengawai negeri, buruh tani, amupun pengawai

lainnya. Pengawasan di lakukan hanya atas kesadaran masing-masing masyarakat.

Hingga saat ini, tingkat keberhasilan rehabilitasi masih belum di ketahui secara

pasti karena terbatasnya data dan imformasi mengenai persentase jumlah tanaman hidup.

Sementara sebagian besar pelaksana tidak melakukan monitoring , contoh, dan evaluasi

yang menyebabkan pelaksana rehabilitasi mangrove tidak di ketahui.

Kegiatan pengelolaan hutan mangrove yang di lakukan di Kelurahan Tongke-

Tongke, baik dari proses rehabitasi, emeliharaan, dan pengawasan tidak terlepas dari

peran penting lembaga swadaya masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove. Peran

serta dan keterlibatan lembaga swadaya masyarakat dalam berbagai kegiatan pengelolaan

hutan mangrove, telah meningkatkan dampak-dampak positif dari pengembangan

kawasan hutan mangrove.

Hasil peran serta lembaga swadaya masyarakat dalam pengelolaan hutan

mangrove yang telah di peroleh adalah sebagai beriku:

a. Mengurangi dampak negatif dan intesitas yang berlebihan terhadap lingkungan dan

habitat hutan mangrove.

b. Menghasilkan atau mendatangkan dana dari para donator yang peduli terhadap

sumberdaya alam dan budaya sehingga bisa melakukan kegiatan-kegiatan pelestarian

alam dan budaya untuk menunjang pembangunan ekonomi di wilayah pesisir


62

c. Sebagai pengagas pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat agar bisa

memperluas tujuan dan mengurangi dampak konversi yang lebih besar dengan cara

mengoptimalkan peran dan kerja sama dengan yang lain.

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap sumber daya alam yang tidak dapat di

pisahkan dalam kehidupannyasehari-hari.

e. Sebagai penghubung di antara para stakeholders,baik antara masyarakat lokal dengan

pemerintah.

f. Sebagai pelatih dan penyedia sumber imformasi yang relevan yang berhubungan isu-isu

yang ada di wilayah tersebut.

g. Sebagai pengawas terhadap aktivitas masyarakat yang ada di sekitar hutan mangrove

serta keadaan areal hutan yan telah di rehabilitasi, agar usaha yang telah di lakukan tidak

sia-sia dan berjalan dengan apa yang di harapkan.

h. Sebagai rekan kerja sama pada pengelolaan kawasan mangrove, dalam upaya penerapan

tujuan dari pengembangan areal hutan tersebut, seperti program pendidikan lingkungan.

Lembaga swadaya masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove, tidak saja

melakukan rehabilitasi, pemeliharaan dan pengawasan, melainkan juga melakukan kerjasama

dengan stakeholder lain untuk menunjukkan sektor ekonomi di kelurahan Tongke-Tongke.

Ada pun kerjasama yang di lakukan antara lembaga swadaya masyarakat, dengan melibatkan

partisipasi masyarakat adalah dengan melakukan pelatihan budidayah (pengemukkan)

kepiting bakau.

C. Penjabaran Hasil Penelitian

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di

wilayah pesisir dan lautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi
63

biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi,

amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain

sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti, penyedia

kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan.

Ada pun beberapa bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di

kelurahan Tongke-Tongke antara lain yaitu, rehabilitasi, pemeliharaan, pengawasan. Yang di

maksud rehabilitasi yaitu kegiatan yang di lakukan untuk memulihkan ekosistem mangrove

yang sudah mengalami kerusakan, dan pemeliharaan yang di maksud yaitu memelihara

kondisi bibit mangrove yang telah di tanam di areal mangrove, sedangkan pengawasan yaitu

di lakukan untuk mengawasi bibit mangrove yang di ganggu hama, seperti tiram yang

melengket di batang mangrove, dan lumut yang terlilit di batang mangrove sehingga

terganggu pertumbuhan mangrove.

Dari penjelasan di atas maka dapat di simpulkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat

tidak dapat di pisahkan ketiga bagian yaitu rehabilitasi,pemeliharaan dan pengawasan.

D. Iterpretasi Hasil Penelitian

Table. 6.1. interpertasi hasil penelitian

No Imforman interview interpretasi teori

1. Puang Baharuddin Penanaman bibit Penanaman


mangrove yang pernah
mangrove ini
di lakukan di Tongke-
terdapat
Tongke tidak menemui
banyak kendala, beberapa Fungsional
namun setelah proses
kendala seperti structural
tersebut berlalu
gangguan hama
terdapat beberapa
64

kendala yang di berupa lumut


hadapi, seperti
yang menempel
gangguan hama berupa
di batang
lumut yang menempel
pada batang mangrove, mangrove
sehingga menjadi
sehingga
lambat pertumbuhan
memperlambat
mengrove
pertumbuhan

mangrove, karna

kurang serapan

nutrisi dari

pohon tersebut

2. Puang H. Rumatayeb Dari hasil wawancara Yang

H. Rumatayeb bahwa menyebabkan

penyebab kerusakan kerusakan hutan

hutan mangrove yaitu mangrove, karna

karna adanya kapal- adanya kapal

kapal nelayan yang nelayan selalu Fungsional

ada di sekitar areal berlabu di areal struktural

mangrove sehingga mangrove

terbawa arus oleh tersebut

ombak ke tempat yang sehingga

telah di Tanami oleh terbawa arus

mangrove. kearel yang


65

sudah di Tanami

mangrove, dan

menindih bibit

tersebut dan

mati

3. Puang Sanuddin Dari wawancara puang Seperti hasil

Sanuddin bahwa wawancara

penanaman mangrove puang Sanuddin

di lakukan berbagai bahwa berbagai

lokasi pesisir Tongke- macam lokasi

Tongke terutama di pesisir Tongke-

sekitar areal tambak, Tongke Fungsional

dan bekas habitat melakukan struktural

mangrove yang telah penanam

rusak baik aktifitas mangrove yang

manusianya sendiri rusak karna ulah

maupun pihak luar manusia sendiri,

rehabilitasi ini di

lakukan untuk

menghijaukan kembali

hutan mangrove

tersebut

4 Puang Nawir Salah satu tokoh Awalnya pohon


66

masyarakat lingkungan bakau di

tongke-tongke yang Tongke-Tongke

masih hidup di tanam di

mengutarakan bahwa belakang rumah

pohon bakko (bakau) untuk di jadikan

awalnya di tanam di sebagai penahan Fungsional

belakang rumah angin kencang, struktural

penduduk untuk dan pelindung

pelindung gemparan sebagai ombak

ombak dan angin

kencang
67

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan mngenai masyarakat berpartisipasi

dalam pegelolaan ekosistem mangrove, yaitu berpartispasi masyarakat dalam

pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan, partisipasi

masyarakat dalam evaluasi, partisipasi masyarakat dalam pengambilan kemanfaatan.

2. Berdasarkan dari hasil penelitian yang di lakukan mengenai bentuk Partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Kelurahan Tongke-Tongke

Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai antara lain meliputi, rehabilitasi di lakukan

bertujuan untuk memulih kan kembali ekosistem sumberdaya pesisir yang telah

mengalami kerusakan, pemeliharaan di lakukan pengamatan terhadap kondisi bibit

yang telah di tanam di areal mangrove tersebut, pengawasan yang di lakukan terhadap

hutan mangrove tersebut adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat

yang beraktifitas di areal mangrove.

B. Saran

Malihat kesimpulan di atas, dan berdasarkan hasil penelitian serta data yang di

peroleh, maka dapat di kemukakan beberapa saran:

1. Bagi masyarakat perlu adanya sosialisasi dan penyuluhan oleh pihak terkait tentang

manfaat mangrove dan sosialisasi penggunaan sistem hukum formal maupun

penegakan aturan yang ada dalam masyarakat berkaitan dengan sanksi yang berlaku

jika kedapatan dengan sengaja merusak mangrove mengembangkan modal

67
68

pengelolaan dalam rangka meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan

hutan mangrove

2. dari pihak pemerintah perlunya adanya pendampingan kelembagaan secara

berkelanjutan, dan perlunya dorongan melalui instansi terkait dalam pembentukan

kelompok-kelompok pelestarian mangrove di desa-desa pesisir agar jumlahnya

semakin banyak dan perlunya sebagai rangsangan jika ada kelompok yang berhasil

melakukan rehabilitasi mangrove.

3. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih

tergolong minim sumber data serta analisis yang masih dangkal dan kurang, oleh

karena itu penulis menyarankan kepada penulis selanjutnya untuk lebih banyak

menggunakan referensi yang relevan dengan tulisan.


DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, w.c, dkk. 2004. Paduan Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan
Gambut. Bogor. Wetlands Internasional.

Dave, R., 2006. Mangrove ecosystem of south, west Madagascar: an ecolo-ical,


human impact, and subsistence value assessment. Tropical Res.
Bulletin 25: 7 – 13

Depertemen kehutanan dan perkebunan republic Indonesia dan japan international


Agency. 1996. Manual silvikultural mangrove. PT Kharisna
Intervisi Median. Jakarta.

Dickens 1996: 29-34 Sosiologi Lingkungan. (Online).


Tersedia:http://dedykoerniawan.blogspot. com/2012/06/sosiologi-
lingkungan.html.

Dahrendorf. 1990 : 24 Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial


Lainnya, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Endraswara, 2006. imformasi penelitian kehutatanan dan perkebunan.1999’.


selayang pandang penghijauan pantai utara jawa tengah. Balai
RLKT Pemali Jratum. Semarang.

Fijriah, n.2012. partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan.


nidafijriah.Blogspot.com diakses 21Jjanuari 2013.

Gumilar, I. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan Ekosistem


Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Jurnal
Akuatika, Volume 3, No. 2, September 2012.

Hogarth, P.J., 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford

Himakel. 2012. Peranan Ekosistem Mangrove. Himakel.blogspot.com diakses 15


Januari 2013.

Harahab, N. dan P.G. Reymond, 2011. Analisis Indicator Utama Pengelolaan


Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Curahsawo,
Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Jurnal Sosek KP,
Volume 6, No. 1, Tahun 2011.

Kustanti, A. 2012. Pengenalan Jenis Hutan Mangrove.


Marwanand.Blogspot.Com Diakses 11 September 2013.

39
40

Kordi, k. M. G. H. 2012 Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, Dan


Pengelolaan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Moleong, Lexy, J. 2002. Metode penelitian kualitatif. Penerbit PT Remaja


Rosdakarya, Bandung.

Mardijono. 2008. Persepsi dan Partisipasi Nelayan terhadap Pengelolaan


kawasan Konservasi Laut Kota Batam. Program Pasca sarjana
Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro, Semarang.

Mulyadi, E. Dkk. 2009. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Jurnal


Ilmiah Bteknik Lingkungan , Volume I, Edisi Khusus.

Nurdin,N.,& Hambali, H. (2015). Partisipasi Tokoh Masyarakat Dalam


Memberikan Pendidikan Seks pada Anak. Equilibrium, 3(2), 195-
202.

Onrizal. 2006. Hutan Mangrove : Bagaimana Memanfaatkan Secara Lestari?


Jurnal Manajemen Dan Kualitas Lingkungan, Volume I, Tahun
2006.

Primatianti, M. 2002. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan


Ekosistem Mangrove (Studi Kasus Kecamatan Kintap dan
Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanaah Laut, Provinsi
Kalimantan Selatan). Program Pascasarjan Institute Pertanian
Bogor. Bogor.

Pramudji. 2012. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya Sebagai Habitat


Berbagai Fauna Aquatic. Jurnal Oseana, Volume XXVI, No. 4 ,
Tahun 2001.

Purnamawati, dkk. 2007. Manfaat Hutan Mangrove Pada Ekosistem Pesisir


(Studi Kasus di Kalimantan Barat). Jurnal Media Akuakultural,
Volume 2, No. 1, Tahun 2007.

Reymond, P. G. 2010. Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat Di


Kecamatan Gending, Probolinggo. Jurnal Agriteeg, Volume 18, No.
2, Tahun 2010.

Ritzer, George.2010 Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berpradigma Ganda. Jakarta .


PT. Rajagrapinda Persada.

Silaen, FA. A. 2012. Masalah dan Pengelolaan Ekositem Hutan Bakau Di


Propinsi Bengkulu. Www.Wordpress.Com Diakses 10 September
2013.
41

Samadi. 2007. Geografi 2 SMA Kelas XI. Bogor. PT. Yudhistira.

Suciati, 2006. Parsipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Umum Tata


Ruang Kota Pati. Program Pascasarjana Universitas Di Penegoro.
Semarang.

Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia Jakarta : Yayasan Obor


Indonesia.

Suripno. 2003. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat Di


Kepulauan Karimunjawa (Studi Kasus di Pulau Karimunjawa dan
Pulau Kemojan). Program Pascasarjana Universitas di Penegoro.
Semarang.

Santoso, S. 2000. Pengenalan Ekologi Hutan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sardjono 2011. Kelembagaan dan Kebijakan Pengelolaan Hutan dalam Otonomi


Daerah di Kabupaten Tana Toraja. (online). Tersedia:
https://www.academia.edu/7451287.

Susilo,Dwi.Rachmad K. M.A. sosiologi lingkungan.Jakarta : Penarbit Buku PT


RajaGrafindo Persada. 2014.

Sugiono. 2010. Metode Kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta,


CV.
Saptorini, 2003. Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan
Konservasi Hutan Mangrove Di Kecamatan Sayung Kabupaten
Demak.
Taylor. Bogdandan. imformasi penelitian kehutatanan dan perkebunan.1999’.
selayang pandang penghijauan pantai utara jawa tengah.
Tambunan , R, DKK. 2005. Pengelolaan Hutan Mangrove Di Kabupaten Asahan
(Partisiasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di
Kecamatan Limah Puluh , Kabupaten Asahan). Jurnal Studi
Pembangunan, Volume 1, No. 1, Oktober 2005.

Valiela, I., J.L. Bowen, dan J.K. York. 2001. Mangrove Forest: One of the
World’s Threatened Major Tropical Environments. Bioscience 51
(10): 807 – 815.

Waasp, dan B. Nababan, 2010. Pemetaan dan ana-lisis index vegetasi mangrove di
Pulau Saparua, Maluku Tengah. e - J. Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis 2 (1): 50 – 58,
42

Wesli. 2011. Kajian Spesial dan Partisipasi Masyarakat Sebagai Pengendalian


Banjir di Kabupaten Aceh Utara. Teras Jurnal, Volume 1, No.1,
Maret 2011.

Walters, BB., P. Ronnback, JM. Kovacs, B. Crona, S.A. Hussain, R. Badola, J.H.
Primavera, E. Barbier, dan F. Dahdouh-Guebas, 2008. Ethnobio-
logy, Socio-Economic and Manage-ment of Mangrove Forests: a
review. Aquatic Botany 89: 220 – 236.

Rachman Waliulu,1998. meneliti tentang Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat


Sekitar Hutan Terhadap Keamanan Hutan (Kasus Desa Pelang Lor,
Kedunggalar - Ngawi) jurnal volume 1 juni.

Yulianti, Y. 2012. Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program


Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan
di Kota Solo. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.
PEDOMAN OBSERVASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN TONGKE-

TONGKE KECAMATAN SINJAI TIMUR KABUPATEN SINJAI

NO
KEGIATAN OBSERVASI YA TIDAK KETERANGAN


1. Memulai percakapan (Salam)

2. Memberikan pertanyaan 

3. Memberikan penguatan 

4. Menjelaskan sesuatu hal yang 

akan deteliti dengan sistematis

5. Antusias dalam melaksanakan 

penelitian

6. Mengelola penelitian dengan 

wawancara

7. Adanya variasi atau gaya peneliti 

8. Bahasa yang mudah dan benar 

9. Mencatat hal-hal yang dijelasakan 

10. Memberikan kesempatan kepada 


peneliti untuk bertanya

11. Mengadakan kesimpulan 

12. Malaksanakan penelitian 


KUISIONER

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN

MANGROVE DI KABUPATEN SINJAI

A. Masyarakat

1. Sejak kapan anda berdomisili di sekitar hutan mangrove ?

2. Apa alasan hutan mangrove in banyak di datangi untuk rekreasi?

3. Bagaimana proses pengelolaan mangrove yang di lakukan oleh masyarakat?

4. Bagaiman cara pengelolaan hutan mangrove yang di lakukan oleh masyarakat

setempat?

5. Apakah saja kendala yang di hadapi dalam melestarikan hutan mangrove?

B. Pemerintah

1. Sejak kapan hutan mangrove ada di sinjai?

2. Bagaimana sumbasi pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan mangrove?

3. Apakah keuntungan pemerintah daerah dengan adanya hutan mangrove?

4. Bagaimana cara pemerintah dalam melestarikan maupun menjaga hutan

mangrove tersebut?

5. Sejak kapan pemerintah mulai berpartisipasi dalam melestaraikan hutan

mangrove?

6. Sejak kapan hutan mangrove in di buka sebagai objek wisata?


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Alamat : Jalan Sultan Alauddin No. 259 Makassar Fax (0411) 860 132 Makassar 90221 www.fkip-unismuh-info

PROFIL IMFORMAN

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap 3 (tiga) orang petani

mangrove dan 3 orang masyarakat, di antaranya sebagai berikut:

Informan Pertama

Nama : H. Rumatayeb

Pekerjaan : Petani Mangrove

Usia : 78 Tahun

Tempat Tinggal : Tongke-Tongke

Informan Kedua

Nama : Sanuddin

Pekerjaan : Petani Mangrove

Usia : + 55 Tahun

Tempat Tinggal : Tongke-Tongke

Imforman Ketiga

Nama : Baharuddin

Pekerjaan : Petani Mangrove

Usia : + 45 Tahun

Tempat Tinggal : Tongke-Tongke


Imforman Keempat

Nama : Hj. Hasmah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga/Masyarakat

Usia : + 45 Tahun

Tempat Tingkal : Tongke-Tongke

Informan Kelima

Nama : Hasriani

Pekerjaan : Mahasiswa/Masyarakat

Usia : 22 Tahun

Tempat Tingkal : Tongke-Tongke

Imforman Keenam

Nama : Fajriah

Pekerjaan : Mahasiswa/Masyarakat

Usia : 21 Tahun

Tempat Tinggal : Tongke-Tongke


DOKUMENTASI

Gambar 1: wawancara petani mangrove ( 30 september 2016)

Gambar 2: Hutan Mangrove (30 september 2016)


Gambar 3: Pohon Mangrove dalam proses pertumbuhan (30 september 2016

Gambar 4: bibit Pohon Mangrove (30 september 2016)


Gambar 5: wawancara masyarakat (30 september 2016)
RIWAYAT HIDUP

DAMAYANTI, dilahirkan pada tanggal 20

November 1993 di Kajuara Kabupaten Bone, anak

kedua dari tiga bersaudara yang merupakan buah

kasih sayang dari Syammali dengan Ruaedah. Pada

tahun 2002 penulis mulai memasuki pendidikan

sekolah dasar, yakni tepatnya di SD Inpres 5/81

Buareng Kabupaten Bone, dan selasai pada tahun 2007. Kemudian pada tahun

yang sama melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP, tepatnya di SMP Negeri 2

Kajuara kabupaten bone dan selesai pada tahun 2009. Kemudian pada tahun yang

sama melanjutkan pendidikan ketingkat SMA, yakni tepatnya di SMA Negeri 1

Kajuara Kabupaten Bone dan selesai pada tahun 2012. Pada tahun yang sama

melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Makassar, yakni

tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Keguruann dan

Ilmu Pendidikan (FKIP) pada Jurusan Pendidikan Sosiologi, pada program strata

satu (S1). Pada tahun 2016, penulis menyelasikan studi dengan mengerjakan

karya ilmiah yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan

Mangrove Kabupaten Sinjai”.

Anda mungkin juga menyukai