Anda di halaman 1dari 85

KONSEP PSIKOLOGI CINTA JALALUDIN RUMI

SKRIPSI

Oleh:
LALU ABDURRAHMAN
NIM: 160 303 084

DIAJUKAN KEPADA PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI (FDIK)
UNIVERSITAS ISLAM N EGERI MATARAM
2020
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh: Lalu Abdurrahman dengan judul, “Konsep Psikologi Cinta Jalaludin

Rummi telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.

Disetujui pada tanggal: 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.H. Kadri, M.Si H. Syariffuddin, M.Pd


NIP : 197310181998031002 NIP : 197609152011011006

iii
NOTA DINAS PEMBIMBING

Mataram, 2020

Hal : Ujian Skripsi


Yang Terhormat
Rektor UIN Mataram
di _
Mataram

Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan
koreksi maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama Mahasiswa : Lalu Abdurraham
NIM : 160303084
Jurusan/Prodi : Bimbingan Dan Konseling Islam
Judul : Konsep Psikologi Cinta Jalaludin Rummi
Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah skripsi
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Mataram. Oleh karena itu,
kami berharap agar skripsi ini dapat segera dimunaqasyahkan.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.H. Kadri, M.Si H. Syariffuddin, M.Pd


NIP : 197310181998031002 NIP :
197609152011011006

iv
PENGESAHAN

Skripsi oleh: Lalu Abdurrahman dengan judul: ” “Konsep Psikologi Cinta


Jalaludin Rummi”, telah dipertahankan di depan dewan penguji Jurusan
Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Mataram pada tanggal 20 juli 2020

Dewan Munaqasyah

1. Ketua Sidang/ : Dr.H. Kadri, M.Si


Pembimbing I

2. Sekretaris Sidang/ : H.Syariffuddin, M. Pd


Pembimbing II

3. Penguji I :Dr. Faizah, M.A

4. Penguji II : Syamsul Hadi, M. Pd

Mengetahui,
Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Mataram

Dr. H. Subhan Abdullah, M.A


NIP. 197107102001121002

vi
MOTTO

 (

Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan“(Surat Al-Insyirah -Ayat


7)

vii
PERSEMBAHAN

Karya tulis ini, penulis persembahkan untuk :

Kedua orang tuaku tercinta terutama Ibuku Tercinta “hj, patonah” Ayahku tercinta “H.

Lalu Sulaiman”, dan saudara Lalu habibbullah”, Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang

telah mendengarkan semua Do’a-Do’amu, terimakasih banyak atas Kasih Sayang,

Pengorbanan dan jerih payahmu selama ini, semoga anakmu ini menjadi orang yang selalu

taat dan berbakti kepadamu serta dapat membahagiakanmu.,, “Amin”

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-nya. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir dalam penyusunan skripsi yang berjudul:
“Konsep Psikologi Cinta Jalaludin Rummi”. Sholawat serta salam tak lupa kami
panjatkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa
kita nantikan syafa’atnya di akhir kelak. Dalam skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penlis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta dalam penyelesaian
skripsi ini, diantaranya kepada:
1. Prof. Dr. H. Mutawalli, M. Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Mataram
2. Dr. Faizah MA, Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Mataram
3. Dr. H. Subhan Abdullah, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Mataram.
4. Rendra Khaldun, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Mataram.
5. Dr. Faizah, M A Selaku Penguji 1 Di Universitas Islam Negeri Mataram
6. Syamsul Hadi, M.Pd, Selaku Penguji11 Unipersitas Islam Negeri Mataram
7. Dr H. Kadri M.Si. selaku dosen pembimbing I terima kasih Banyak Atas
Segala Bimbingan, Ilmu Dan Dukungan Selama Ini.
8. H. Syariffuddin, M.Pd. selaku dosen pembimbing II terima kasih Banyak
Atas Segala Bimbingan, Ilmu Dan Dukungan Selama Ini.
semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapatkan kridoan
Allah SWT. semoga skripsi ini bermampaat bagisaya pribadi dan sesama
manusia.
Mataram, 2020
Penulis

Lalu abdurrahman
NIM : 160303084

ix
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................ I
HALAMAN JUDUL ................................................................................... II
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. III
NOTA DINAS PEMBIMBING ................................................................. IV
PERNYATAAN KEASLIAN PEMBIMBING ......................................... V
PENGESAHAN ........................................................................................... VI
MOTTO ....................................................................................................... VII
PERSEMBAHAN ........................................................................................ VIII
KATA PENGANTAR ................................................................................. IX
DAFTAR ISI ................................................................................................ X
ABSTRAK ................................................................................................... XII
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan masalah .......................................................................... 7
C. Tujuan penelitian ............................................................................ 7
D. Manfaat penelitian .......................................................................... 8
1. Secara teoritis ........................................................................... 8
2. Sacara praktis ........................................................................... 8
E. Ruang lingkup dan setting penelitian ............................................. 8
F. Telaah pustaka ................................................................................ 9
G. Kerangka teori ................................................................................ 14
1. Cinta Dalam Persepektif Taswuf/Sufi ...................................... 14
2. Cinta dan psikologi .................................................................. 17
H. Metodologi penelitian .................................................................... 19
1. Jenis dan pendekatan penelitian ............................................... 19
2. Sumber dan jenis data .............................................................. 19
I. Sistematika Pembahasan ................................................................ 20
BAB II BIOGRAFI DAN KARYA AKADEMIK
JALALUDIN RUMI .................................................................................. 21
A. Profil Biografii Jalaluddin Rumi .................................................... 21
B. Karya-karya Jalaluddin Rumi. ....................................................... 28
BAB III KONSEP PSIKOLOGI CINTA JALALUDIN RUMI ............. 32
A. Konsep Psikologi Cinta Jalaluddin Rumi. ..................................... 32
BAB IV ANALISIS PSIKOLOGI CINTA JALALUDIN RUMI ....... 50
BAB V PENUTUP ....................................................................................... .63
A. Kesimpulan .................................................................................... 63
B. Saran-Saran .................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. .65

x
ABSTRAK
Tema Cinta (Mahabbah) dalam Kalangan Sufi merupakan tema yang cukup
Familiar dan dipahamai secara beragam mulai sejak era-nya al-Ghazali , Robiatul
Adawiyah hingga zamannya Jalaludidn Rumi. Hampir semua kitab Tasawuf
menyinggung masalah cinta (Mahabbah) karena cinta merupakan alternative baru
dalam mengobati penyakit hati, gagauan mental dan keperibadian setiap orang.
Jawaban terhadap persoalan-persoalan yang terkait dengan Cinta
(Mahabbah) tersebut lazimnya didominasi oleh permasalahan yang dialami oleh
setiap manusia, yang salah kaprah mengartikan tentang hakikat cinta sehingga
banyak hal-hal negatif yang terjadi disebebkan oleh cinta, misalkan banyak orang
yang bunuh diri karena cinta kekecewaan terhadap seseorang yang dicintai,
bahkan banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan kriminal disebabkan
oleh perasaan cinta terhadap sesuatu. Secara normatif, cinta merupakan salah satu
dari sekian banyak motifasi untuk melakukan hal-hal yang positif sehingga
mempengaruhi keadaan jiwa yang sehat jauh dari hal-hal negatif yang dapat
mengganggu psikiologis dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, penelitan ini
melihat konsep cinta dari sisi yang lain yakni dari tokoh Jalaluddin Rumi yang
menggaungkan tentang konsep cinta, dalam pada itu, Fokus penelitian ini
setidaknya menjawab persoalan: bagaimana konsep psikiologi cinta perspektif
Jalaluddin Rumi?
Penilitan ini merupakan studi kepustakaan atau library research. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat
deskriftif analitik, artinya pencarian data yang dilakukan dengan proses membaca,
mengumpulkan, menganalisis secara kritis dari pemkiran tokoh yang di kaji.
Penelitian ini kemudian akan dituangkan serta diekspresikan secara teratur
mengenai konsep cinta yang digaungkan Jalaludin Rumi.
Lebih jauh lagi konsep psikologi cinta jalaludin Rumi dibalut untuk
mengatasi permasalahan dan problematika kehidupan manusia. Konsep psikologi
Cinta Jalaluddin Rumi dapat diimplementasikan dalam masalah kejiwaan, mental
dan psikologis manusia, salah satunya sebagai pendekatan dalam proses
pelaksanaan menerapkan cinta dan kasih sayang. Dengan pendekatan konsep
psikologi Cinta ala Jalaluddin Rumi masalah kejiwaan dan mental yang dihadapi
oleh setiap orang dapat diselesaikan dengan memahami cinta sebagaimana
mestinya dan mengembalikan cinta yang hilang dari setiap orang. Namun
demikian, proses cinta Tuhan yang ditawarkan Rumi sifatnya masih abstrak,
sehingga dalam implementasinya di dalam bimbingan konseling Islam masih
terasa sulit untuk mewujudkannya secara konkret.

Kata Kunci: Konsep Cinta, Psikologi, Jalaludin Rumi

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup dengan diri

sendiri dan membutuhkan teman sebaya agar lebih dewasa sehingga bisa

saling melengkapi atau saling membimbing antara sesama, manusia juga

tidak terlepas dengan sebuah masalah di dalam dunia sosial baik di dalam

dirinya sendiri.

Tidak jarang masalah yang dialami oleh manusia, tentunya masalah

kejiwaan atau mental karena hidup di dunia sosial pasti banyak tuntutan

hawa nafsu dan belum tentu apa yang diinginkan dapat tercapai sehingga

menjadi sebuah masalah pada diri manusia tersebut sehingga mengganggu

keberaadaan jiwa dan mental kemudian terlihat pada tingkah laku yang

dicerminkan oleh tubuh atau badan manusia tersebut sehingga menjadi

beban hidup yang dirasakan dan lebih-lebih di dunia milenial pada saat

ini. Dunia melenial sangat penting sekali saling menjaga supaya tidak akan

cepat tergoda oleh hal-hal yang baru, sipatnya tidak memungkinkan

dengan kemapuan manusia dan tidak akan cepat terpengaruh oleh orang

lain.1

Seorang yang tidak bisa mengotrol dirinya atau menjaga dirinya tentu

menimbulkan sebuah masalah dengan dirinya atau menimbulkan sebuah

kebimbangan di dalam diri induvidu dan jika kebimbangan terus ada

1
Alex Sobur, Psikiologi Umum, (Lingkar Selatan, CV Pustaka Setia: 2016), hlm.17
dalam diri seorang maka setiap induvidu tentu mengalami gejala

stres sebagai sebuah kadaan yang alami ketika ada sebuah ketidak sesuaian

antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan

untuk mengatasinya karna setiap manusia pernah mengalami stres atau

frustasi, konflik, masalah ataupun ujian merupakan cara manusia untuk

mencapai kedewasaan. Masalah ataupun gejala-gejala penyakit jiwa (non

fisik) merupakan penyakit yang tak terlihat secara fisik, sehingga

membutuhkan pengobatan secara psikioterapi dengan melakukan

konsultasi kepada ahli pada bidang psikioterapi tersebut. Banyak macam

atau metode dari psikioterapi tersebut. Penggunaan beranekaragam metode

psikioterapi tersebut digunakan sesuai dengan kondisi dari jiwa seseorang.

Berdasarkan pendapat ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan tindakan

seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian terbentuk dari pengalaman

yang telah dilaluinya, bahkan sejak dari kandungan pun telah menerima

berbagai pengaruh terhadap kelakuan dan kesehatan mental oleh karena

itulah, perlu adanya bimbingan dan pengajaran serta penanaman nilai-nilai

agama Islam dan pembiasaan-pembiasaan yang baik sejak lahir. Hal

tersebut dimaksudkan agar dapat membentuk kepribadian manusia yang

berakhlakul karimah yang sesuai dengan ajaran agama.2

Penyakit kejiwaan akan selalu ada pada setiap individu yang

disebabkan oleh berbagai macam faktor di antaranya, faktor ekonomi,

faktor sosial, faktor keluarga sehingga menentukan juga pada berbagai

2
Iin Tri Rahayu, Psikoterapi Perspektif Islam & Psikologi Kontenporer (Malang: Press
Malang, 2009), hlm. 191

2
macam cara pengobatannya. Psikioterapi merupakan cara yang khusus

untuk melakukan pengobatan kepada seseorang yang mengalami

gangguan jiwa. Dalam agama Islam tentu memiliki cara-cara yang

dianjurkan oleh agama untuk melakukan pengobatan terhadap jiwa

manusia. Psikologi merupakan disiplin ilmu dalam ilmu sosial yang secara

khusus membahas tentang kejiwaan seseorang sebagai sumber utama

dalam menjalankan setiap gerak tubuh atau pun tingkah lakunya. Adapun

pengertian tentang psikiologi adalah secara etimologis, berasal dari

Yunani, yaitu dari kata psyche yang berarti “jiwa”, dan logos yang berarti

“ilmu”. Jadi, secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang

mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan.3

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa psikioterapi merupakan

cara untuk mengobati penyakit dari manusia itu sendiri dengan

menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan panduan psikologi

secara teoritis. Pembahaasan tentang “jiwa” yang abstrak dan berada pada

tubuh manusia yang sifatnya material, di dalam al-Qur’an Allah telah

menegaskan bagaimana pentingnya jiwa yang tenang sebagai sebuah

penggerak tubuh manusia. Allah SWT menjelaskan dalam surat al-Fajr

yang artinya: Wahai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Rabb-mu

dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Kemudian masuklah ke dalam

(jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr,

27-30).

3
Alex Sobur, Psikiologi Umum, (Lingkar Selatan, CV Pustaka Setia: 2016), hlm.21.

3
Dari penjelasan terjemahan ayat di atas, dapat diambil pelajaran

ataupun sebuah peringatan bahwa menjaga jiwa merupakan cara utuma

untuk membersihkan tubuh yang menjadi wujud nyata dari keberadaan

jiwa. Jiwa manusia merupakan penggerak dari tubuh manusia itu sendiri,

keberadaan jiwa yang tenang mempengaruhi segala aktivitas dari tubuh

manusia yang meliputi semua organ tubuh seperti kaki, tangan, mulut,

mata bahkan keadaan jiwa yang tenang juga mempengaruhi cara berfikir,

perspektif dan bahkan mempengaruhi tingkat ketaatan manusia. 4

Maka dari itu penting kiranya dalam penelitian skripsi ini, peneliti

mengidentifikasi gejala-gejala jiwa dalam konteks psikologis kemudian

menemukan solusi untuk mengobati dengan mengedepankan konsep cinta

Jalaludin Rumi sebagai sebuah alas an untuk mencintai jiwa yang telah

diberikan oleh Allah sebagai penggerak dari tubuh manusia itu sendiri.

Alasan peneliti mengangakt konsep cinta Jalaludin Rumi sebagai pengobat

jiwa, karena setiap manusia pasti memiliki rasa cinta tapi kemudian rasa

cinta itu hilang disebabkan oleh keberadaan jiwa yang terganggu sdan

menyebabkan manusia menjadi fristasi, gila bahkan nekad membahayakan

diri sendiri dan orang lain. Keberadaan jiwa yang abstrak maka sangat

relevan untuk di obati dengan cara-cara yang abstrak juga yaitu dengan

menemukan kembali rasa cinta sebagai alasan untuk menjaga jiwa

sehingga tercermin dalam keberadaan tubuh atau badan sebagai ujud nyata

dari keberaddan jiwa tersebut.

4
Ibid, hlm 23

4
Islam merupakan sumber utama dalam membentuk pribadi seorang

muslim yang baik. Dengan berlandaskan al-Qur`an dan as-Sunnah, Islam

mengarahkan dan membimbing manusia kejalan yang diridloi Allah

dengan membentuk kepribadian yang berakhlakul karimah. Sebagaimana

sabda Rasulullah: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan

akhlak yang mulia.” Nabi diutus oleh Allah untuk membimbing dan

mengarahkan manusia ke arah kebaikan yang hakiki, serta sebagai figur

psikolog yang sangat mumpuni dalam memecahkan berbagai

permasalahan yang berkaitan dengan jiwa manusia agar manusia terhindar

dari segala sifat-sifat yang negatif.

Oleh sebab demikian, manusia banyak yang salah kaprah mengartikan

tentang hakikat cinta sehingga banyak hal-hal negatif yang terjadi

disebabkan oleh cinta tersebut, misalkan banyak orang yang bunuh diri

karena cinta kekecewaan terhadap seseorang yang dicintai, bahkan banyak

orang yang melakukan tindakan-tindakan kriminal disebabkan oleh

perasaan cinta terhadap sesuatu.Secara normatif, cinta merupakan salah

satu dari sekian banyak motifasi untuk melakukan hal-hal yang positif

sehingga mempengaruhi kedaan jiwa yang sehat jauh dari hal-hal negatif

yang dapat mengganggu psikiologis dari manusia itu sendiri.

Adapun definisi cinta menurut beberapa tokoh di antaranya, Erich From

memandang cinta adalah seni. Maksudnya cinta bukanlah keadaan yang

seseorang alami, ataupun sekedar fenomena semu yang tidak memiliki arti

nyata. Form memandang cinta membutuhkan pengetahuan, usaha, dan

5
pengalaman. elemen dasar cinta menurut Fromm, yaitu memberi,

perhatian, tanggung jawab, serta pemahaman.5 Menggambarkan cinta

sebagai pengalaman yang terdiri dari kelembutan serta kasih sayang

dengan penuh kegembiraan, kebahagiaan, kepuasan, kebanggaan bahkan

perasaan yang meluap-luap.6

Gambaran Form di atas, dapat diambil benang merah bahwa cinta

memiliki dua sisi yang berbeda yaitu sisi negatif dan sisi positif, jika cinta

terjerumus dalam hal-hal yang negatif maka cinta dapat mencelakakan

manusisa bahkan dapat mengganggu keyakinan dan jiwa manusia itu

sendiri. Akan tetapi, jika cinta diyakini sebagai sesuatu yang dapat

membimbing manusia itu sendiri kepada hal-hal yang positif maka cinta

dapat mejadi obat baik secara fisik ataupun mental.

Di dalam agama Islam banyak tokoh-tokoh yang mendefinisikan cinta

dan menjadikan cinta itu sebagai sebuah pengobatan jiwa untuk dapat

memperbaiki hal-hal yang negatif (jauh dari perintah agama) menuju hal-

hal yang positif (menjalankan segala perintah Allah dan manjauhi segala

larangannya). Salah satu tokoh tersebut adalah Jalaluddin Rummi.

Menurut Rumi, cinta bisa menjadi penawar bagi segala penyakit yang ada,

yang bersifat fisik maupun psikis. Rummi juga menjelaskan tentang

hakikat cinta itu sendiri, “Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit

menjadi manis, debu beralis emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi

sembuh, penjara berubah menjadi telaga, derita beralih nikmat, dan


5
Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), hlm.
346
6
Ibid, hlm. 348

6
kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu melunakkan besi,

menghancurkan leburkan batu karang, membangkitkan yang mati dan

meniupkan kehidupan padanya, serta membuat budak menjadi

pemimpin”.7 Rummi memandang bahwa cinta itu dapat mengobati segala

macam penyakit karena cinta memiliki kekuatan untuk menentukan jalan

hidup, membimbing manusia dan bahkan cinta dapat secara tepat

menyulap hal-hal yang buruk menjadi sangat baik sesuai dengan perintah

agama.

Oleh karena itu, manusia diharapkan dapat saling memberikan

bimbingan dan pertolongan sesuai dengan kapasitasnya, sekaligus

memberikan motivasi agar tetap sabar dan tawakkal dalam menghadapi

masalah dan kehidupan yang sebenarnya. Dengan pendekatan Islami,

maka pelaksanaan psikoterapi akan dapat mengarahkan klien ke arah

kebenaran dan dapat membimbing serta mengarahkan hati, akal, dan nafsu

manusia untuk menuju kepribadian yang berakhlakul karimah yang telah

terbenahi oleh nilai-nilai ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasrkan latar belakang peneliti di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah adalah Bagaimana Konsep Psikiologi Cinta Jalaluddin

Rumi?

7
Jalaludin Rumi, Fihi Ma Fihi ( Beirut: Dar Al-fikr al-Mu’asyir, Tt) hlm, 46

7
C. Tujuan Penelitian

Berdasrkan rumusan masalah dan latar belakang di atas, maka tujuan

dari penelitan ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Konsep Psikologi

Cinta Jalaluddin Rumi?

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih

pemikiran dan bisa menambah literatur keilmuan khususnya pada

kajian psikologi Islam.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan cara untuk melakukan

psikoterapi dengan menggunakan konsep cinta (mahbbah) dari

Jalaluddin Rumi sebagai model psikioterapi. Penelitian ini juga

diharapkan mampu memberikan solusi atas gejala kejiwaan pada

masyarakat luas, sehingga mampu membentuk karakter masyarakat

yang sehat secara rohani hingga mempengaruhi kinerja jasmani

manusia.

E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Untuk mengantisipasi pembahasan yang melebar dalam penelitian

ini, maka peneliti membatasi ruang lingkup dan setting penelitian. Adapun

ruang lingkup dan setting penelitian dari penelitian ini ialah:

Pertama, peneliti lebih memfokuskan untuk mengkaji tentang

psikologi cinta ala Jalaluddin Rumi kemudian peneliti mendeskripsikan

8
secara mendetail lalu menganalisis dengan teori-teori yang terkait dengan

hubungan psikologi cinta ala Rumi.

Kedua, peneliti mendesain secara komperehensif hubungan antara

psikologi cinta Rumi dengan bimbingan konseling.

F. Telaah Pustaka

Dalam item ini peneliti akan mengulas lebih banyak dan jauh

tentang penelitian yang menyangkut dengan tokoh yang peneliti kaji di

samping itu juga, peneliti akan menjelaskan dan memaparkan perbedaan

dan persamaan dalam buku, jurnal dan penelitian yang sesuai dengan

kajian peneliti. Berdasarkan penulusuran peneliti, penelitian-penelitian,

buku-buku yang membahas, ataupun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan

psikologi cinta ala Jalaluddin Rumi adalah sebagai berikut:

Penelitian yang di tulis oleh Iesna Arofatuz Zahro dan Agus

Santoso yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Konseling Islam Dengan

Pendekatan Cinta Ala Maulana Rumi Terhadap Peningkatan

Keterampilan Aktualisasi Diri Mahasiswa Bki Di Fakultas Dakwah”,

Penelitian ini mengkaji permasalahan tentang Adakah pengaruh

bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan cinta ala Maulana

Rumi terhadap peningkatan keterampilan aktualisasi diri mahasiswa BKI

di fakultas dakwah dan bagaimana tingkat signifikansinya. Peneliti

menggunakan metode kuantitatif eksperimen dalam upaya mengungkap

permasalahan Ada atau tidaknya pengaruh bimbingan dan konseling Islam

dengan pendekatan cinta ala Maulana Rumi terhadap peningkatan

9
keterampilan aktualisasi diri mahasiswa BKI di fakultas dakwah dan

bagaimana tingkat signifikansinya. Subyek yang digunakan adalah

mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi angkatan 2013 (PBSB

’13) jurusan BKI semester 1.8

Adapun persamaan dalam penelitian ini ialah, sama-sama

menggunakan perpektif mahabbah Jalaluddin Rumi dalam melihat

perilaku manusai dalam menggali keemampuan untuk menjadi lebih baik.

Sedangkan perbedaannya ialah skripsi di tulis oleh Iesna Arofatuz Zahro

dan Agus Santoso menggunakan metode kesperimen dalam melihat

perbandingan antara dua objek yaitu objek yang menggunakan pendekatan

mahabbah dan objek yang tidak menggunakan pendekatan mahabah

dalam melihat pengaruh bimbingan konseling Islam. Sedangkan dalam

penelitian ini bertujuan untuk menemukan bagaimana konsep mahabbah

Jalaluddin Rumi sebagai sebuah cara untuk mengatasi segala masalah

gangguan jiwa atau gangguan psikologis pada manusia untuk

meminimalisir gangguan-gangguan jiwa yang bisa mempengaruhi segala

bentuk tingkah laku manusia.

Penelitian yang tulis oleh Rudin Syamsul Ma arif dengan judul

“Mahabbah Jalaluddin Rumi Dan Impelementasinya Dalam bimbingan

Dan Konseling Islam” dilatarbelakangi oleh keadaan manusia modern

sebagi objek dakwah. Setiap manusia yang mengemban tugas dakwah

dihadapkan pada persoalan yang tidak mudah, khususnya manusia modern


8
Iesna Arofatuz Zahro dan Agus Santoso, Pengaruh Bimbingan Konseling Islam Dengan
Pendekatan Cinta Ala Maulana Rumi Terhadap Peningkatan Keterampilan Aktualisasi Diri
Mahasiswa Bki Di Fakultas Dakwah(,UIN: Sunan Ampel Surabaya,2014),hal.106.

10
sebagai objek dakwah. Manusia modern yang memperoleh kenyamanan

dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun di sisi

lain terjadi kekosongan, alienasi, dan peroalan lain yang perlu adanya jalan

keluar atau solusi. Banyak tokoh yang menawarkan solusi persoalan

tersebut, salah satunya adalah cinta sebagai solusi persoalan manuis

modern, seperti Erich Fromm, dan beberapa tokoh lainnya. Sedang di

dalam Islam ada Jalaluddin Rumi, seorang sufi yang menjadikan cinta

sebagai tema sentral ajarannya. Dalam skripsi ini yang menjadi fokus

adalah ajaran cinta Rumi yang diimplementasikan dalam bimbingan

konseling Islam. Di mana bimbingan konseling Islam merupakan salah

satu cara yang dapat digunakan untuk menangani masalah manusia. Dalam

hal ini cinta digunakan sebagai pendekatan dalam proses pelaksanaannya.9

Adapun persamaannya adalah menggunakan konsep mahabbah Jalaluddin

Rumi sebagai alat untuk mengantisipasi gejala gangguan pada jiwa

manusia yang disebabkan oleh keadaan yang sangat modern. Cinta sebagai

sebuah kekuatan yang ada pada manusia menjadi alat untuk menghindari

segala bentuk gejala yang dapat mengganggu keberadaan dari jiwa

tersebut. Adapun perbedaannya adalah penelitian Syamsul Maarif hanya

sekedar mengamati apakah keberadaan psikologis manusia sudah sesuai

dengan konsep cinta Jalaluddin Rumi ataukah belum, sedangkan dalam

penelitian ini menjadikan konsep cinta Jalaluddin Rumi sebagai suatu

9
Syamsul Maarif, Mahabbah Jalalrudin Rumi Dan Impelemen Tasinya Dalam Bimbngan
Dan Konseling Islam, (Semarang: UIN Walisongo, 2017), hlm.11

11
alternative untuk memecahkan permasalahan jiwa seseorang yang

mengalami gaguan.

Penelitian yang tulis oleh Ayub kumal yang berjudul “konsep

mahabbah (cinta) dalam “rubaiyat” karya rumi dan relavanya dalam

pendidikan Islam” penelitian menunjukkan bahwa, konsep cinta atau

mahabbah, khususnya Jalaluddin Rumi perlu digunakan dan

dikembangkan dalam mengatasi persoalan yang dihadapi manusia modern,

salah satunya sebagai pendekatan di dalam bimbingan konseling Islam.

Karena kekuatan cinta dapat merubah manusia, termasuk mengubah

manusia yang memperoleh masalah untuk bangkit dan menyelesaikan

masalahnya.10

Adapun persamaannya adalah fokus melihat konsep cinta

Jalaluddin Rumi sebagai sebuah fokus penelitian untuk mengkaji

pendidikan Islam. Sedangan perbedaannya ialah, penelitian Ayub Kamal

mengkaji tentang relevansi mahabbah dalam pendidikan Islam, sedangkan

dalam penelitian ini tidak menyentuh konsep pendidikan. Penelitian ini

fokus mendeskripsikan dan menganalisis cinta yang ditawarkan Rumi

dalam masalah kejiwaan.

Penelitian yang ditulis oleh Ayub Kumal yang berjudul Konsep

Mahabbah (Cinta) Dalam “Rubaiyat” Karya Rumi Dan Relevansinya

Dalam Pendidikan Agama Islam, Penelitian ini dilatar belakangi oleh

keadaan manusia modern saat ini yang dihadapkan pada pelbagai

10
Ayub Kumala, konsep mahabbah (cinta) dalam “rubaiyat” karya rumi dan relavanya
dalam pendidikan,(UIN: Lampung, 2019), hlm.2

12
persoalan, khususnya degradasi moral. Manusia modern yang memperoleh

kenyamanan dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi, namun di

sisi lain mengalami kekosongan, aliensi, dan persoalan lain yang

memerlukan sebuah solusi. Banyak tokoh yang menawarkan solusi atas

persoalan tersebut, salah satunya adalah Jalaluddin Rumi. Beliau

merupakan seorang sufi yang menjadikan cinta (mahabbah) sebagai tema

sentral ajarannya. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah ajaran

cinta (mahabbah) Rumi dalam “Rubaiyat” dan relevansinya dalam

pendidikan Agama Islam. Dimana pendidikan Agama Islam merupakan

salah satu mata pelajaran yang cocok dalam mengenalkan hakikat dari

cinta (mahabbah). Dan dalam hal ini cinta (mahabbah) digunakan sebagai

pendekatan dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Penelitian ini adalah

Kajian Pustaka (library research) dengan menggunakan metode analisis

karya, dalam hal ini membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, dimana

dalam hal ini data primer diambil dari buku karya Jalaluddin Rumi, yakni

Rubaiyat. Sedangkan data sekunder berasal dari pendapat para tokoh ahli

yang relevan dengan tema penelitian, termasuk dari buku, jurnal, dan

sumber lainnya. Semua data tersebut merupakan bahan-bahan untuk

mendeskripsikan konsep cinta (Mahabbah) dalam “Rubaiyat” karya Rumi

dan relevansinya dalam pendidikan. Agama Islam. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa, konsep cinta (mahabbah)Jalaluddin Rumi perlu

digunakan dan diterapkan dalam mengatasi persoalan yang dihadapi

13
manusia dalam hal ini peserta didik, salah satunya sebagai sebuah

pendekatan dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam. Karena

kekuatan cinta dapat merubah manusia, termasuk mengubah manusia yang

memiliki masalah dan menyelesaikan masalahnya.11

G. Kerangka Teori

1. Cinta Dalam Perspektif Tasawuf/Sufi

Menurut al-Ghazali cinta adalah perasaan yang dimiliki oleh setiap

orang yang menghasilkan kegembiraan dan kesenangan dalam batin

seseorang sehingga menimbulkan rasa ingin tahu dan percaya diri

terhadap dirinya untuk mengenal sak Khalik atau Allah swt.12 Hal

senada disampaikan oleh Ibrahim bin Adham13 yang mengatakan cinta

adalah kegembiraan dan rasa sayang yang ditimbulkan dalam hati

seseorang yang diaplikasikan dalam lingkungan sekitar.

Sedangkan menurut Ibnu Miskawaih Cinta adalah sebuah emosi

yang lahir dari perasaan kasih dan sayang yang kuat terhadap sesuatu atau

seseorang yang meliputi pengabdian, ketulusan, kejujuran, rasa ingin

memberi, membuat bahagia serta melindungi. Cinta pada hati manusia

membawa perasaan bahagia dan rasa syukur yang luar biasa, sehingga

manusia dapat merasakan kesempurnaan meski dalam keadaan yang

sangat sederhana sekalipun.14

11
Ayub Kumal yang berjudul Konsep Mahabbah (Cinta) Dalam “Rubaiyat” Karya Rumi
Dan Relevansinya Dalam Pendidikan Agama Islam, (UIN: Raden Intan Lampung, 1440H / 2019),
hlm.2
12
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid 3 (Mekkah : Haramain, tt) hlm 123
13
Ibid, hlm, 127
14
Ibid, hlm 129

14
Lebih jauh lagi, syekh Jalaludin al-Baghdadi menggambarkan cinta

merupakan kisah, kisah yang ditulis oleh stiap orang. Kisah tersebut

merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap

suatu hubungan. baik dari orang tua, pengalaman, cerita dan

sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia

bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.15

Hal senada juga diperkenalkan oleh Rabi‟ah Al-Adawiyah (w. 185

M) dengan konsep mahabbahnya atau cinta Ilahi. Menurut Rabi’ah,

agak sulit tergambarkan, Dengan kata lain, Cinta Ilahi bukanlah hal

yang dapat dielaborasi secara pasti, baik melalui kata-kata maupun

simbol-simbol.16

Sedangkan Menurut syeikh Ibnu Athaillah As-sakandari cinta

adalah perasaan yang mesti ada pada setiap manusia. Ia laksana setetes

embun yang turun dari langit, bersih, dan suci.17 Cuma tanahnyalah

yang berlainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,

tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, dan

perkara tercela lainnya. Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, disana

akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi,

dan lain-lain yang terpuji.18

15
Yamin Setiawan, Kesempurnaan Cinta dan Tipe Kepribadian Kode Warna (Surabaya:
2014),hlm,19
16
Totok Jumantoro & Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah,
2012), hlm. 131.
17
Ibnu Athoillah As-Sakandari, Hikam, jilid 1 (Kairo, Beirut, tt) hlm 89
18
Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 3 (Jakarta, PT Grafindo Persada : 2003) hlm, 89

15
Dari beberapa definisi para tokoh di atas peneliti dapat mengambil

benang merah bahwa cinta merupakan suatu keadaan perasaan yang

sifatnya kuat, menakjubkan, mendalam, dan penuh kelembutan

terhadap suatu objek tertentu. Karena merupakan suatu yang bersifat

personal, seringkali cinta dianggap sebagai sesuatu yang tidak

mungkin untuk diteliti secara eksperimental, sehingga para ahli

psikologi pun mengalami kesulitan tersendiri untuk mengungkapkan

dan menjelaskan lebih jauh tentang perasaan cinta ini. Dengan

demikian, menurut para ahli bahwa perkembangan perasaan cinta

seseorang pertama kali dibentuk dan diperoleh terutama dari ibu

ataupun asuhannya pada masa bayi, melalui segenap upaya yang

dilakukan ibu dalam rangka pemenuhan berbagai kebutuhan dasar sang

bayi.19

Syekh Ibnu Athaillah mengemukakan beberapa ciri rasa cinta: (1)

Cinta melibatkan rasa empati. Seseorang yang mencintai berusaha

memasuki perasaan dari orang yang dicintainya, (2) Orang yang

mencintai sangat memperhatikan kebahagiaan, kesejahteraan dan

perkembangan dari orang yang dicintainya, (3) Orang yang mencintai

menemukan rasa senang, dan hal ini menjadi sumber bagi peningkatan

kebahagiaan,kesejahteraan, dan perkembangan dirinya dan (4) Orang

yang mencintai melakukan berbagai upaya dan turut membantu orang

19
Lynn Wilcox, Psikologi Kepribadian, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2013), hlm. 238

16
yang dicintai untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, dan

kemajuan.20

Abraham H. Maslow menggambarkan cinta sebagai pengalaman

yang terdiri dari kelembutan serta kasih sayang dengan penuh

kegembiraan, kebahagiaan, kepuasan, kebanggaan bahkan perasaan

yang meluapluap.Ada kecenderungan untuk berdekat-dekatan,

mengadakan kontak yang lebih mesra, untuk membelai dan merangkul

orang yang dicintai, dan merindukannya. Orang ini kemudian

dipandang sebagaimana yang kita hendaki, sebagai orang yang cantik,

yang baik, yang menarik hati; kita merasa senang memandang

wajahnya, atau berada dekat dengan orang yang dicintai, dan merasa

tertekan bila berpisah dengannya.21

2. Cinta dan Psikologi

Menurut Ensiklopedia Nasional indonesia jilid 13 (1990),

psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan

binatang baik yang dapat dilihat secra lansung dan tidak lansung.

Dakir (1993) psikologi adalah membahas tinggkah laku manusia

dengan lingkungan. Menurut Muhibbin syah (2001) psikologi ialah

ilmu pengatahuan yang mempeljari tinkah laku terbuka baik tertup

pada manusia baik secara induvidu ataupun kelompok, dalam

hubungan dengan linkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku

20
Atrup,Yulita Puspa Nur Anisa, Hipnoterapi Tehnik Part Therapy Untuk
Menanganisiswa Kecwa Akibat Putus Hubungan Cinta Pada Siswa Sekolah Menengah
Kejuruan,(Universitas Nusantara PGRI Kediri)
21
Syamsul Ma’arif, Konsep Mahabbah Jalaluddin Rumi Dan Implementasinya Dalam
Bimbingan Konseling Islam, (Semarang: uin Walisongo, 2017), hlm. 18-22.

17
yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan yang

berbicara,duduk, berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku

tertup melifuti berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Sedangkan Menurut Dr. Singgih Dirgagunasa psikologi adalah ilmu

yang mempeljari tingkah laku manusia. 22

Plato dan Aristoteles berpendapat psikologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.

Menurt Jhon Broadus Wason, psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tingkalah laku lahiriah dengan menggunakan metode observasi yang

objektif terhadap ransangan. Menurut Wilhem Wundut, psikologi

adalah ilmu yang mempelajari pengalaman-penglaman yang timbul

pada diri manusia, filing, dan kehendak. Woodworth dan Marquis,

psikologi adalah ilmu yang mempeljari aktifitas induvidu sejak masih

dalam kandung sampai meninggal dunia dalam hubungannya dengan

alam sekitarnya. Menurut Kninght, psychology may be defined as the

systentic study of ekperience and behavior human and animal, normal

and social. (psikologi adalah ilmu yang mempelejari secara sistematis

tentang pengalaman dan tingkah laku manusia dan hewan, normal dan

abrnormal, induvidu atau sosisal. Sedangkan Menurt Hilgert

psychologiy may be defined as the sciense that studiens behavior of

22
Lyon Wilcok, Psikologi Keperibadian, (Jogjakarta: IRCISoD, 2013), hlm 375

18
men and other animals. ( psikologi adalah mempeljari tingkah laku

manusia dan hewan lainya.23

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah

bercorak kualitatif karena focus peneliti terkait dengan kajian tokoh

(library research).24 Maka dari itu agar penelitian ini dapat di ajukan

dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akedemis, maka

diperlukan metodologi yang relevan yang mampu menganalisis

berbagai sumber data yang diperoleh.

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif yang bersifat deskriptif analitik, artinya pencarian

data yang dilakukan dengan proses membaca, mengumpulkan,

menganalisis secara kritis dari pemikiran tokoh yang di kaji. Penelitian

ini kemudian akan dituangkan serta diekspresikan pemaparan yang

teratur mengenai konsep psikologi cinta Jalaludin Rumi.

2. Sumber dan jenis data

a. Data primer

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

research) sehingga data primer yang digunakan adalah buku-buku

Jalaludin Rumi seperti : Diwan-i Syams-i Tabriz, yang terdiri dari

23
https://www.dosen pendidkan, co.id/ pengertian-psikologi-menurut-para-ahliy/.
24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teoro Dan Praktik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2014), hal. 82

19
ghazal, dan Fihi Ma Fihi karena kedua buku ini merupakan inti

dari pembahasan yang peneliti kaji.

b. Data skunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau jurnal

yang relevan dengan penelitian sesuai dengan penlitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan

mengumpulkan data kepustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah

bahan penelitian.25 Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi secara

lengkap guna menentukan tindakan yang diambil sebagai langkah penting

dalam kegiatan ilmiah dengan menggunakan literatur yang berkaitan dengan

rumusan masalah.

4. Teknik Analisis Data

Teknik anilisis data dalam penelitian ini, menggunakan analisis isi

(concent analysis), karena penelitian ini merupakan studi kepustakaan.

Analisis isi yang dimaksud ialah menganalisis konsep psikologi cinta dari

Jalaluddin Rumi.

I. Sistematika Pembahasan

Bab pertama, adalah bab pendahuluan yang berbicara tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

kajian pustaka, kerangka teoritik, metode serta pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini dan juga berisikan sistematika pembahasan.

25
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), hlm. 3.

20
Bab kedua, sekilas membicarakan Biografi, karya-karya intelektual

Jalaluddin Rumi, dan memaparkan lebih jauh terkait dengan tokoh-tokoh

yang mempengaruhi Jalaludin Rumi dalam memahami konsep tentang

cinta.

Bab ketiga, peneliti memfokuskan terkait bagaimana konsep psikolgi

dan cinta secara umum kemudian peneliti menjelaskan secara panjang

lebar tentang psikologi cinta ala Jalaludin Rumi.

Bab keempat, peneliti mengulas kembali konsep psikologi cinta ala

Jalaludin Rumi kemudian Peneliti menganalisis dan hubungannnya dengan

bimbingan konseling

Bab Kelima, berisikan penutup yang berisi kesimpulan tentang hasil

dari penelitian yaitu tentang konsep psikologi cinta Jalaludin Rumi sebagai

sebuah alat untuk menemukan ketenangan jiwa guna untuk mengantisipasi

gangguan kejiawan manusia. Bab ini juga merekomendasikan saran-saran

agar apa yang menjadi kegelisahan yang mengganggu kejiwaan pada

manusia dapat teratasi dengan pendekatan psikologi islam dalam konsep

mahaabbah Jalaludin Rumi.

21
BAB II
BIOGRAFI DAN KARYA AKADEMIK JALALUDIN RUMI

A. Profil Biografii Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi, nama lengkapnya Maulana Jalaluddin Muhammad. Ia

dilahirkan pada tahun 1207 M di Balkh, merupakan salah satu pusat kajian,

praktik, dan tempat diaman kecintaan pada sistisme Islam tumbug dengan

pesat. Ayahnya, Jalaluddin Baha, Udin Muhammad, lebih dikenal dengan

nama Baha Walad, salah satu pemimpin teolog dan Furu supisme di Balkhi.

Jalaluddin muda bisa mendapatkan pengajaran ilmu-ilmu klasik Arab dan

Persia dan ajaran agama karena pengaruh besar ayahnya. Ia sangat memper

hatikan pengajaran ilmu-ilmu ke Islaman. Ia juga mempelajari dengan tekun

kitab suci al-Qur’an baik pembacaan, penjelasan, ataupun penafsirannya.26

Baha’uddin Walad adalah pengarang kitab Ma‟arif, sebuah ikhtisar

panjang tentang ajaran-ajaran rohani yang sangat dikuasai Rumi. Kelak corak

dan isinya tampak jelas mempengaruhi karya-karyanya. Ia sangat

memperhatikan ilmu-ilmu keislaman.27 Ia juga mempelejari dengan tekun

kitab suci al-Qur’an, baik membaca, penjelasan atau pun penafsirannya.

Penelusuran keilmuannya tidak berhenti sampai di sana. Ia juga mempelajari

fiqih dan hadits. Pengetahuannya yang luas dalam kajian keislaman

ditunjukkan dalam karya-karyanya yang mendalam.

26
Anwar kholid, Yang mengenal Dirinya yang Menal Tuhannya (Bandung 40123, Jawa
Barat, Indonesia: 2006), hlm. 9-14.
27
William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi,
Yogyakarta: Qalam, 2001), hlm. 1.
Pada tahun-tahun awal abad ke-13, di samping menjadi pusat

pembelajaran yang maju, juga merupakan pusat perdagangan. Tetapi keadaan

politik memaksa terjadinya perubahan besar-besaran,seiring dengan terjadinya

penyerbuan besar-besaran tentara Mongol dari Asia. Tepat pada 1220 M

Balkh diserbu, digasak, dan dimusnahkan hingga runtuh oleh tentara Mongol.

Tapi penghancuran Balkh oleh tentara Mongol tidak berpengaruh pada

Baha’uddin Walad dan keluarganya. Mereka telah pindah dari Balkh satu atau

dua tahun sebelum penghancuran tersebut. Dalam pengelanaannya, keluarga

itu melewati Baghdad ke Mekkah, kemudian ke Syria, dan akhirnya sampai di

Anatolia Tengah. Keluarga itu kemudian menetap di Laranda (Karaman,

sekarang Turki). Di sana Rumi menikah dengan Jauhar Khatun, seorang gadis

muda berasal dari Samarkand.28

Pada tahun 1228 M, atas undangan pangeran Ala‟uddin Kay-Qubad,

Baha‟uddin Walad memboyong keluarganya ke Konya, ibukota kesultanan

Rum Seljuk yang sedang berkembang pesat, dan pada saat itu masih jauh dari

jangkauan tentara Mongol. Di kota ini Baha‟uddin Walad menjadi pengajar

sebagaimana yang ia lakukan di Balkh. Pada Januari 1231 M Baha’uddin

Walad, yang mendapat julukan “Sultan Kaum Terpelajar”, wafat dan

meninggalkan Rumi, anaknya, sebagai penggantinya.29

Segera setelah kematian Baha’uddin Walad, salah seorang mantan

muridnya, Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dari Termez, tiba di Konya. Dialah

yang memperkenalkan Rumi muda dengan misteri kehidupan spiritual. Sejak


28
Syamsul Ma’arif, Konsep Mahabbah Jalaluddin Rumi Dan Implementasinya Dalam
Bimbingan Konseling Islam, (Semarang: uin Walisongo, 2017), hlm. 10
29
Ibid, hlm.11

23
saat itu Rumi mencurahkan perhatian terhadap mistisme secara mendalam. Ia

menjadi peminat yang penuh hasrat terhadap puisi-puisi Arab karya Al-

Mutanabbi. Ia sering mengutip bait-bait Al-Mutanabbi dalam karya-karyanya.

Setelah sekian lama mengikuti Burhanuddin, Rumi dikirim ke Aleppo dan

Damaskus untuk melengkapi pengetahuannya dengan pelatihan spiritual

formal. Di sana ia berguru pada ahli-ahli sufi yang lain. Tapi walaupun

berguru pada ahli-ahli sufi yang lain, Rumi tetap berada dibawah pengawasan

Burhanuddin hingga tahun 1240 M ketika Burhanuddin wafat di Keyseri.

Beberapa tahun setelah kematian gurunya, Rumi menjadi guru yang melayani

murid dan pengikutnya. Pada bulan Oktober tahun 1244 M, satu sosok penuh

misteri dan teka-teki, seorang darwish pengelana bernama Syamsuddin

Muhammad dari Tabriz, tiba di Konya dan menginap di penginapan milik

saudagar gula. Pada tahun-tahun itu Rumi masih sibuk mengajar. Suatu hari ia

berkendaraan keluar dari sekolah dengan sekelompok orang terpelajar dan

kebetulan melewati penginapan milik saudagar gula. Syamsuddin muncul, lalu

memegang kendali kuda Rumi, dan bertanya, “Wahai pemimpin muslim,

manakah yang lebih agung, Bayazid atau Nabi Muhammad?”30

Maulana menjawab, “Sungguh sebuah pertanyaan yang sulit, bagaikan

tujuh surga hancur terkoyak-koyak dan jatuh berantakan ke bumi. Kebakaran

besar muncul dalam diriku dan menimbulkan api ke otakku. Dari sana aku

melihat gumpalan asap mencapai tiang-tiang singgasana Tuhan. Aku

30
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 13.

24
menjawab, “Nabi adalah sosok paling agung dari seluruh manusia, mengapa

mesti membicarakan Bayazid?”

Dia bertanya, “Bagaimana mungkin Nabi menjadi manusia paling


agung. Rasul pernah bersabda, Kami belum mengetahui Engkau dengan
cara yang sebagaimana mestinya Engkau diketahui.‟ Sedangkan
Bayazid berani berkat, Mulialah Aku! Betapa agungnya Aku! Dan Aku
adalah kuasa segala Kuasa!”31

Rumi menjawab, “Kehausan Bayazid telah terpuaskan hanya dengan

satu tegukan. Dia akan mengatakan telah cukup dengan satu tegukan itu, kendi

pemahamannya telah terisi. Pencahayaannya hanya sebanyak yang muncul

melalui cahaya langit dari rumahnya. Nabi, pada sisi lain, meminta agar diberi

lebih banyak untuk minum dan selalu merasa kehausan. Dia berbicara tentang

kehausan dan bahkan terus memohon agar ditarik lebih mendekat”.

Syamsuddin serta merta menangis dan jatuh tidak sadarkan diri. Rumi

bergegas turun dari kudanya lalu memerintahkan murid-murdnya untuk

membawa Syamsuddin ke sekolah. Ketika Syamsuddin sadar kembali, dia

menundukkan kepalanya di atas lutut Rumi.32

Setelah itu Rumi merengkuh Syamsuddin dengan tangannya, lalu

keduanya pergi. Selama tiga bulan mereka mengasingkan diri dari keramaian,

siang dan malam. Dalam merasakan manisnya persatuan itu, tidak seorangpun

yang melihat keduanya. Mereka tidak pernah mengganggu kebebasan dua

orang tersebut. Sahabat dan murid-murid Rumi merasa malu melihat guru

mereka yang bijaksana terserap dari diri darwish nyentrik itu. Tetapi Rumi

sendiri merasa bahwa bahwa dia telah menemukan “kekasih” sempurna, orang

31
Ibid,
32
Ibid, hlm. 16.

25
yang di dalam dirinya mencerminkan cahaya Ilahi dengan sempurna. Perasaan

itu saja tidak cukup bagi Rumi. Ia menjadi tergila-gila pada Syams. Keasikan

dengan “pangeran para kekasihnya” itu membuat ia terpisah dari murid-

muridnya. Para murid dan pengikut Rumi cemburu dan marah melihat pribadi,

perilaku serta kehidupan Syams. Tidak lama setelah merayakan pertemuan itu,

Syams tiba-tiba menghilang. Kepergian Syams membuat Rumi kesepian dan

putus asa.33

Hilangnya Syams dan kerinduan yang timbul di dalam jiwanya pada

kekasih spiritual menjadi pemicu pada diri Rumi untuk menggubah dan

melagukan hasratnya yang merindu dalam lirik puisi Persia. Akhirnya Rumi

mengetahi bahwa Syamsuddin pergi ke Damaskus, lalu ia mengutus putra

tertuanya, sultan Walad untuk membawa Syams kembali ke Konya. Syams

akhirnya menempati rumah Rumi dan menikahi gadis muda pelayan rumah.

Dia menetap di sana hingga tahun 1248 M, sebelum akhirnya menghilang

sekali lagi dan tidak pernah ditemukan kembali. Tuduhan pembunuhan oleh

anak kedua Rumi yang dilontarkan Aflaki, salah seorang penulis awal

biografi, saat ini banyak diakui kebenarannya. Rumi amat terkejut oleh

perpisahan kedua ini hingga kemudian dia memutuskan untuk pergi sendiri ke

Syria, satu atau dua kali, untuk mencari sahabatnya. Pada akhirnya, dia

menyadari bahwa Syams, baik secara fisikal ataupun metaforik tidak akan

ditemukan dan dia memutuskan untuk lebih mencari Syams “yang nyata” di

dalam dirinya sendiri. Proses pemenuhan perkenalan antara pencinta dan

33
Ibid, hlm. 17

26
kekasihanya telah terpenuhi: Rumi dan Syams bukan merupakan dua jiwa

yang terpisah. Mereka satu selamanya.34

Tidak lama setelah peristiwa itu, Rumi menemukan sebuah “cermin”

baru untuk memantulkan cinta sempurna. Kali ini ia temukan dalam diri

Salahuddin Faridun Zarkub, seorang tukang emas yang pernah menjadi

pengikut Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq. Jika kedekatan Rumi dengan

Syamsuddin, dengan segala keanehan dirinya, seorang yang amat tinggi

terdidik dan terpelajar, amat sukar ditolerir murid-murid Rumi, maka

penyatuan spiritual baru dengan pengrajin yang tidak terdidik ini melebihi

batas kemampuan toleransi mereka. Meski demikian Rumi mengabaikan

desas-desus dan fitnahan yang muncul atas hubungannya dengan pengrajin itu.

Dia tetap melanjutkan hubungannya dengan Salahuddin dalam pertemanan

diam-diam, berbeda dengan hasrat berapi-api yang menjadi cirikhas kasih

sayangnya kepada Syams. Tapi hubungan spiritual tersebut terputus karena

penyakit Salahuddin yang terus-menerus menderanya hingga membawanya

menuju kematian pada tahun 1258 M. Setelah kematian Salahuddin,

kebutuhan untuk “cermin” di mana seorang pencinta mampu melemparkan

citranya sekali lagi muncul dan mendesak-desak dalam diri Rumi. Sosok

Rumi yang kemudian muncul sebagai seorang guru dan pembimbing

terilhami oleh Husamuddin Chelebi, seorang sufi yang terkenal sangat zuhud

dan telah lama dikenal oleh Rumi. Atas permintaan Husamuddinlah Rumi

34
Ibid, hlm. 17

27
menggubah Matsnawi. Selama bertahun-tahun Husamuddin berada di sisi

gurunya untuk merekap setiap sajak yang ia lontarkan.

B. Karya-karya Jalaluddin Rumi.

Setelah menjalani kehidupan mengajar, membimbing, dan melayani

kebutuhan pengikut dan sahabatnya, Rumi meninggal dunia pada 17

desember 1273. Ketika merasakan sakit yang terakhir, ia berkata pada

sahabatnya, “Di dunia ini aku merasakan dua kedekatan. Satu kepada tubuh

dan satu lagi kepada kalian. Ketika, karena rahmat Tuhan, aku harus

melepaskan diri dari kesunyian dan kehidupan duniawi, kedekatanku kepada

kalian akan tetap ada.35

Rumi tidak menulis buku dengan cara konvensional sebagaimana orang

lain melakukannya. Prosa dan puisi Rumi yang ada saat ini di samping

berasal dari karya-karya yang dicatat oleh pengikutnya ketika Rumi

menyampaikannya secara lisan dan hasil pendiktean yang kemudian dia

periksa lagi seperti dalam Fi hima Fihi, Matsnawi, Rubiyat dan Diwan, juga

karya-karya yang ditulis oleh para pengikutnya dari ingatan mereka atau dari

catatan-catatan Rumi sendiri setelah kematiannya.

Karya utama Rumi adalah karya berjudul Matsnavi-i ma’navi. Karya ini

terdiri dari enam jilid buku yang berisi 25.000 bait puisi. Karya ini digubah

sebagai persembahan untuk memenuhi permintaan orang yang menjadi

sumber inspirasi Rumi yang ketiga, Husamuddin Chelebi. Rumi

menggunakan berbagai jenis cara pengungkapan sebagai medium

35
Shopia, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhan: Aforisme-aforisme Sufistik
Jalaluddin Rumi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hlm. 9-14. (alihbahasa oleh Anwar Holid).

28
ekspresinya. Dalam karyanya terdapat cerita, anekdot, dan lain-lain. Tapi

semua isinya menyentuh aspek pembelajaran dan pemikiran spiritual. Setelah

selesai digubah karya Rumi sangat dihormati dan dirujuk di kalangan muslim

setelah al-Qur’an. Matsnawi hingga kini dikenal dengan sebutan “al-Qur’an

dengan lidah Persia”, isinya terasa demikian menyeluruh, otoritatif, dan

mengilhami banyak orang.36

Karya utama Rumi yang lain adalah kumpulan puisi pendeknya, Diwan-

i Syams-i Tabriz, yang terdiri dari ghazal, kuatrin (sajak empat seuntai) dan

lain-lain. Ciri khas Rumi yang secara sempurna tergabung dengan alter

egonya dapat kita lihat pada baris-baris terakhir ghazal-nya, suatu bagian

yang dijadikan tempat oleh aturan konvensional di dalam puisi Persia untuk

menyisipkan nama samaran sang penyair, sementara Rumi menempatkan

kekasihnya Syamsuddin Tabriz. Dikontraskan dengan gaya Ghazal persia

yang amat menawan, terkendali dan bagus. Puisi-puisi Rumi kerap ia baca

kembali dengan spontan ketika sedang berada di dalam keadaan ekstase. Hal

ini merupakan curahan jiwa spontan yang mensyukuri kenikmatan mistik

dan gambaran jiwa yang dipesonakan cinta Ilahi. Gaya puisinya sangatlah

istimewa dan ghazal-nya demikian spontan., sehingga diperhitungkan

sebagai karya terbaik dari sebuah genre penulisan puisi. Karya Rumi itu

masih nampak terlampau asing pada tradisi perpuisian Persia, dengan cirinya

36
Ibid, hlm, 14.

29
yang menekankan kemewahan dan gemerlapan, sehingga tidak mudah bagi

seseorang untuk melakukan peniruan.37

Karya selanjutnya adalah Fihi ma Fihi, merupakan kumpulan kuliah,

wacana, perbincangan dan komentar Rumi pada berbagai masalah.

Kebanyakan dari tujuh satu bagian yang dimuat di dalam buku ini adalah

bagian-bagian yang terlepas. Beberapa lagi berasal dari yang sejenis dengan

pembahasan di dalam majelis guru sufi, atau pertemuan tidak resmi dengan

murid dan pengikutnya, selama itu sang guru menguraikan satu pokok

bahasan atau lebih. Sebuah topik bisa jadi didahului oleh sebuah pertanyaan

dan ulasan dari salah seorang hadirin saat itu. Bagian seperti itu kerap

dimulai dengan frasa “Si Fulan dan Si Fulan berkata,” atau dengan ungkapan

“Seorang berkata”. Pada bagian lain kita hanya diberi isi pokok dari wacana

Rumi. Apabila beberapa bagian muncul untuk memuat banyak topik tanpa

batasan atau perpindahan yang jernih dari satu topik ke topik selanjutnya, hal

ini terjadi baik karena sifat informalnya pembahasan ini atau karena

kumpulan yang dibuat-buat oleh penyusun asli dari berbagai kepingan

wacana Rumi di dalam satu bagian. Meskipun banyak, atau bahkan

semuanya dari bagian yang barangkali telah ditulis selama masa kehidupan

Rumi, hampir dapat dipastikan bahwa keseluruhan karya ini tidak selesai

dibuat hingga Rumi wafat. Bentuk buku itu merupakan kenang-kenangan

37
Ibid, hlm. 17.

30
dari kumpulan wacana-wacana ayahnya, yang umumnya cenderung lebih

merupakan pandangan terhadap suatu gagasan.38

Di samping karya-karya di atas, terdapat “Makatib” (surat-surat)

Rumi, yang terdiri dari 145 dokumen yang rata-rata panjangnya satu atau

dua halaman. Surat-surat tersebut, sebagian besar ditujukan kepada para

pangeran dan bangsawan-bangsawan Konya, yang seseungguhnya

merupakan rekomendasi serta permintaan-permintaan dari murid-murid dan

sahabat-sahabatnya. Dari sekian banyak surat Rumi itu, hanya sedikit yang

berbicara tentang ajaran-ajaran rohaninya. Sebagian koleksi surat-surat dari

seorang guru sufi, dalam Makatib hanya terdapat satu yang secara khusus

ditujukan kepada seseorang yang meminta bimbingan spiritualnya.39

38
Ibid, hlm.18.
39
William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran Spiritual Jalaluddin Rumi,
(Yogyakarta: Qalam, 2001), hlm. 10.

31
BAB III

KONSEP PSIKOLOGI CINTA JALALUDIN RUMI

A. Konsep Psikologi Cinta Jalaluddin Rumi.

Sepak terjang Rumi dalam memahami konsep psikolgi cinta ini

dapat tergambarkan dalam syair-syairnya antara lain ketika ia

meyampaikan gagasan bahwa perjalanan menuju Tuhan itu menurut

adanya hasrat meluap-luap, yang tak ada satupun halangan yang dapat

menahannya. Dan itu tidaak boleh kurang dari cinta. Cinta adalah sesuatu

yang lembut, sesuatu yang indah. Namun, tak ada rintangan sebesar apa

pun yang dapat menghalagi perjalanan yang didorong oleh rasa cinta dan

kerinduan yang meluap-luap.40 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rumi

dalam bait syairnya:

“Beginilah keinginanku, sirna dalam cintaku kepada-Mu”. Jadi,


disini Rumi menujukkan hasratnya yang luar biasa besar untuk
menyatu dengan sumbernya, menyatu dengan Allah, kembali
kepada-Nya yang juga merupakan tempat bermulannya setiap
mahluk. Kesirnaan ini hanya mungkin terjadi jika ada cinta.
Sesungguhnya manusia itu, entah disadari entah tidak mengalami
kegilashan hidup semata-semata karena ia jauh dari tuhan. Karena
cintanya meluap-luap untuk menyatu dengan Tuhan itu tidak
terpuasi.41

Dengan tamsil selalu menawan, Rumi mengatakan bahwa dia ingin

sirna di dalam Tuhan. “Bak awan larut dalam cahaya matahari”. Awan

adalah suatu gumpulan yang seolah-olah memiliki bentuk, namun begitu

40
Haidar Bagil, dari allah menuju allah,( Bandung:2019),hlm. 158
41
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 45-6

32
cahaya yang laur biasa kuat menerpannya, maka awan itu seolah-olah

hilang lenyap. Artinya, hilangnya manusia didalam Tuhan tidak bermakna

hawa manusia hilang dan menjadi Tuhan. Yang terjadi adalah manusia

terserap ke dalam sumber wujudnya.42 Kita sudah membahas bahwa

mahluk adalah tajjalli yang memiliki wujud semata-mata sebagai

pinjaman wujud Allah. Manusia tidak pernah menjadi Tuhan, manusia

hanya bisa kembali sebagai bagaian ke Tuhanan, seperti awan yang

meskipun masih ada sudah hilang dan larut di dalam terpaan cahaya

matahari yang sangat kuat.

Oh, kekasih. Setiap malam kan kau temuiku


dijalan-mu. Dengan mata lekat jendela rumah-mu.
Berharap dapat lihan sekilas wajah-berpedar-mu.43

Dalam bait puisi di atas dikatakan bahwa cinta ini telah membuat

setiap malam si pencinta terus menunggu dijalan menuju Allah. Kata

“malam” selalu dijadikan simbol tempat/waktu dua orang kekasih memadu

kasih, malam juga dicirikan oleh kehinigan, karena perjalan menuju Tuhan

memang hanya bia dilakukan dalam kehinigan hati. Bisa saja kita berada

ditengah-tengah manusia, tetapi apa terjadi didala diri kita samasa tidak

mengganggu kehiningan hati kita. Selama apa yang terjadi diluar kita

masih menjadikan hati kita penuh keriuhan, maka perjalanan ini tida bisa

dilakukan.

“ setiap mala akan kautemuiku berada dijalanan menuju diri-mu


dengan mata lekat kejendela rumahmu”. Yakni, dengan
konsenterasi, dengan kekhusyukan, dengan tawajjuh yang penuh

42
Ibid, hlm. 161
43
Ibid, hlm. 162.

33
dengan wajah-nya tentu bukan wajah Allah dalam makna fisik, tapi
semua yang terkait dengan Allah. Fisik kita melihat dengan malam,
keindahan bintang-gemintang, kemudia diri kita mersakan
kehinginan malam. Akal yang jernih berkat hati yang hening, yang
dipenuhi cinta, dan kerinduan, juga merasakan betapa kasihsayang
tuhan ini ada di mana-mana, di seluruh alam semeta. Dalam
kaadaan khusyuk dan tawajjuh seprti itu, seorang pencinta
berharap dapat melihat-miskipun hanya sekilas- cahaya atau
pendar wajah Allah.44

Di dalam perjalan tasuwuf terdapat gagasan yang kita kenal

sebagai waqamat dan ahwal. Maqmat adalah stsiun-stasiun disepanjang

perjalanan menuju Allah. Di dalam setiap stasiun itu perjalan (salik) bisa

mengalami apa yang disebut hal, suatu keadaan spiritual yang lebih tinggi

dari maqam yang berkaitan. Naman hal itu hanya terjadi sebentar, sebagai

iming-iming dari Allah. Tapi, ketika perjalanan itu berjalan terus-menerus,

maka hal sebelumnya hanya sepintas itu akan terjadi tetap akan menjadi

maqom yang lebih tinggi. Dan kemudian halnya menjadi maqom ke dua.

Maqom kedua perjalanan akan mengalami hal yang lebih tinggi lagi, lalu

hal yang lebih tinggi menjadi maqom ketiga dan seterusnya hingga sampai

kepada Allah. 45

Harapan akan hal yang diungkapkan dalam baris terahir puisi Rumi

ini, yaitu dengan mata lekat ke jendela rumah-mu, berharap dapat dilihat

meski sekilas wujud berpendar-mu”. Dengan demikian, berdasarkan dalam

bait-bait puisi-puisi di atas, dapat kita katakan bahwa satu-satunya modal

yang bisa memberikan kepada kita harapan kita bisa sampai perjalanan

kita yaitu sumber penciptaan kita, Allah adalah dengan mengembangkan


44
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hal. 47
45
Ibid, hlm,163.

34
cinta. Cinta adalah ekperensi paling muruni dari tindakan hati kita. Karena

itu, untuk memiliki modal cinta ini, kita harus terus berupaya

membersihkan hati kita. Pada awalnya sebagai pemula, boleh jadi hati kita

belum terlalu bersih. Namun, selama masih ada secercah cahaya

ketuhanan didalam hati kita, maka ia bisa menjadi modal bagi kita untuk

memulai perjalanan untuk melewti satu-persatu demi satu maqom (stasiun)

spiritual. Setelah itu, ruang hati kita pun lebih bening dan lebih bayak

pengalaman ketuhanan yang bisa ita raih, begitu seterusnya. Sehingga kita

bisa mencapai keinginan hati yang sempurna, dan pada saat itulah

sempurna, dan pada saat itulah cahaya tajjali Allah, memancar ke dalam

hati dan bisa kita rasakan sepenuhnya.46

Inilah satu momen yang oleh al-Qur’an direkam oleh ayat-ayat

indah berikut ini. Wahai jiwa yang tenang” juga yang sudah tenteram,

sudah tidak lagi gelisah, sudah tidak lagi gelisah, sudah tidak lagi riuh

rendah“ kembalilah kepada Tuhanmu” yang menjadi sumber

keberadaanmu “yakni dalam kedaan kamu sepeuhnya rela, tulus, dan

Allah juga rela memberimu, “ maka masuk ke dalam golongan hamba-

hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”.47

Di dalam penggunaan al-Qur’an, kata abd (hamba) biasanya

menujuk kepada adanya cinta yang menghubungkan si abd itu dan mabud,

yaitu Allah. Ayat ini kemudian diakhiri dengan ungkapan, “Dan msauklah

kedalam surga-Ku”, karena surga tidak lain adalah kembalinya sang

46
Ibid, hlm. 165.
47
Ibid, hlm. 166.

35
pencipta kepada kekasih-Nya, kembalinya abd kepada ma’bud,

kembalinya mahluk kepada sumber penciptaannya, yaitu Allah.48

Malam hari kuminta rembulan datang …Kututup pintu bahasa dan


kubuka jendela cinta. Rembulan tak takmsuk lewat pintu, hanya
jendela.49

Seperti pada puisi-puisi sebelumnya, sekali lagi Rumi

menggunakan metofor atau tamsil malam. malam dicirikan oleh

keindahan bintang-bintang, rembulan, dan seringkali silau-silau. Ia juga

dicirikan oleh ketenangan dan keheningan yang memungkinkan orang

bisa lebih khusuk dalam beribadah kepada Allah, bertafakkur , dan

bertawajjuh kepadanya.

Kita lihat di sini, dibaris pertama dan kedua, Rumi mengatakan,

“malam hari kuminta rembulan datang “. Rumi sering menjadikan

“rembulan” sebagai tamsil sebagai tajjalli Allah, menapsirkan dan

pengukapan kehadiran Allah. Rembulan boleh jadi juga smbol dari

tajjalli Allah dalam sifatnya yang feminim, yakini sifat-sifat

jamaliyyah.50

Nah, setelah rambulan datang, Rumi mengatakan, “kututup pintu

bahasa dan kubuka jendela cinta”. Ya, pengalaman ketuhanan memang

adalah pengalaman yang melampaui bahasa, melampui kompleksitas dan

kerauhan berbahasa dan berkata-kata. Pengalaman ke Tuhanan adalah

pengalaman yang, menurut Rumi, hanya bisa dialami lewat meluapnya

48
Ibid, hlm . 167.
49
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 45-6
50
Ibid, hlm. 171.

36
cinta sang pencinta, cinta makluk kekasih. Rumi menampilkan bahasa

sabagai pintu,dan cinta sebagai jendela.51

“Rembulan tak masuk lewat pintu, hanya jendela”. Artinya,

rembulan tidak masuk atau tidak bisa kita nikmati lewat bahasa.

Rambulan hanya bisa kita alami lewat cinta. Menarik bahwa Rumi

menggunakan tamsil pintu untuk bahasa dan tamsil jendela untuk cinta.

Apa bedanyan pintu dan jendela? Secara ukuran, pintu lebih besar dari

jendela. Pintu lebih memudahkan bagi orang untuk masuk. Sebaliknya,

jika hendak masuk lewat jendala, seseorang harus loncat. Rumi seolah-

olah ingin mengatakan bahwa bahasa itu adah bagian dari syariat –

persisnya, syariat dalam makna sempit seperti fiqih, hal-hal yang bersifat

legal formal. Sementara jendela, yang lebih sulit dilalui, adalah tamsil

bagi thariqah. Memang kata syariat dan thariqah itu berasal dari dua akar

kata yang sama-sama berarti “jalan”. Syariat berasal dari akar kata yang

membentuk kata syari’, jalan raya. Sementera tharikah itu berasal dari

tharik jalan sempit, jalan kecil menuju air, sebagai sumber kehidupan.

Dimasa-masa lampau, kerap kali jalan kecil itu mungkin licin, dan susah

dilewati. Sementara thariqah itu lebih sulit, dan karenanya Rumi

menggambarkannya sebagai jendela. Demikian juga, pintu bisa lewati

lewati secara normal, satu langkah demi langkah lain. Syariat adalah jalan

menuju Allah selangkah demi selangkah. Tapi thariqah atau bertasawuf

adalah jalan yang berbeda, jalan yang pada puncaknya harus dilewti

51
Ibid, hlm. 172.

37
dengan loncatan. Jika memalui pintu syiriat, maka daya yang berperan

adalah daya analitis kepada yang sintentik, dari pengalaman yang bersifat

bertahap ke dalam suatu pengalaman yang mencekam, yang menarik kita

dari kehidupan normal biasa kita.52

Demikianlah, tamsil pintu dan jendela ini sangatlah menarik.

Dengan tamsil ini Rumi, sekali lagi, ingin menekankan betapa, pada

puncaknya, di ujung perjalanan kita, tidak ada lain kecuali cinta yang bisa

menarik kita menuju kebersatuan kembali dengan sumber ujud kita yaitu

Allah.53

Aku besi, (kenapa) kutolak magnet


paling kuat dari semua magnet (?)

Dalam sebaris puisi pendek ini Rumi kembali mengukapkan, betapa

memang tak ada jalan lain bagi manusia untuk bisa idup tenang, tenteram,

dan penuh kebahagian kecuali dengan dekat kembali menyatu dengan

sumber wujudnya, yaitu Allah. Dengan cepat kita dapat memahami bahwa

ketika Rumi mengatakan “aku besi”, dan mengaitkannya dengan magnet

`maka aku di sini adalah manusia, yang adalah bagian dari wujud Allah.

Dan bagian selalu untuk menyatu dengan sumbernya.54

Seperti tergambar dalam puisi pertama Matsnawi, tentang cinta

diibaratkan dengan (seruling), Rumi mengisahkan betapa seruling itu

mengeluh dengan rintihan suara yang menyayat-yayat hati karena

kerinduan karena habitatnya, habitat bambu-bambu yang darinya dia

52
Ibid, hlm. 173.
53
Ibid, hlm. 174.
54
Ibid, hlm. 177.

38
dicabut. Bambun yang menjadi seruling itu rindu untuk kembali kesana.

Begitu pitrah semua di bagian, bagian selalu ini kembali kepada

sumbernya, kepada asalnya. Dengan amat menawan, Rumi melanjutkan

tamsilnya; jika manusia adalah besi, lantas mengapa harus menolak tarikan

magnet paling kuat dari semua magnet? bukan kah jika besi bertemu

magnet dengan radhiyatan mardiyah niscaya seoalah tanpa tenaga ia akan

tertarik untuk menyatu kembali denga magnet itu? maka, menolak tarikan

magnet tuhan tak lain adalah kesang saraan, kegelisahan, keterpercahaan,

dan kesepian. Bagi Rumi, aneh jika sudah manusia merasakan kerinduan,

namun alih-alih menempel kemagnet itu, ia justru melawanya dan

berusaha mencari tempat menempel yang sebetulnya bukan sumbernya,

bukan bagiannya. Misalnya, dengan dunia. Padahal pada dasarnya

hubungan kita dengan dunia bersifat aksidental, bukan esensial. Ia bukan

sesuatu yang memiliki relasi hakiki dengan diri kita.55

Manusia mendambakn kebahagiaan, ia ingin mengisi jiwanya

dengan bahagiaan. Namun entah karena lupa atau membangkang, alih-alih

dia kembali ke magnet paling kuat, yang dengnnya dia mayatu dengan

sumbernya, dia malah mencari “kebahagian” pada hal-hal lain yang justru

menjatuhkan dirinya dari allah. Apa itu persisnya? Syahhwat keduniaan,

yang didorong oleh apa yang disebut sebagai al-nafs al-ammarah bi al-su,

jiwa yang mendorong –dorong kita kepada keburukan. Yakni keterikatan

55
Ibid, hlm. 178

39
kita pada hal-hal yang bersifat duniawi, yang bukan menjadi objek

kerinduaan kita.

Maka sebaliknya dari menjadikan dunia ini sebagai tempat yang

kepadanya kita terikat, kita harus belajar untuk selalu melonggarkan,

bahkan memutuskan, ikatan atau obesesi kita terhadap hal-hal duniawi.

Sehingga, tidak ada beban berat yang akan menghalangi kita. Agar,

seperti besi dibunggkus dengan plastik yang sedemikian tebal-yakni,

dunia-niscaya magnet tidak menarik kita. Hanya denga cara itu, maka

tanpa energi dan secara radhiyah (rela dan tunduk sepenuhnya), kita akan

tertarik oleh magnet dan meyatu kembali dengan Allah.56

Jadikan, cinta manusia itu hanya untuk sumbernya, yang dari-Nya

dia adalah sempalan, percikan, pancaran. Hanya memelihara cinta fitrah

manusia kepada Tuhan, hanya dengan membayarkan cinta keadaan kita

tetap murni tidak terkotori oleh hawa nafsu, maka menjadi mungkin bagi

kita untuk pertolongan Allah- kembali meyatu dengan sumber wujud kita

itu.57

Wahai, sobat, yang kau lihat pada diriku hananyalah cangkang.


Selebihnya milik cinta.

Kali ini Rumi menggunakan tamsil mutiara, dengan santai

menarik, Rumi seolah bicara kepada sesamanya, “wahai, sahabat! Yang

kau lihat pada diriku hanya lah cangkang”. Yang tampak kasat mata itu

adalah fisik kita, dan jangan pernah mengacaukan fisik ini dengan

56
Ibid, hlm.180.
57
Ibid, hlm.181.

40
keberadaan hakiki kita. Miskipun fisik kita membantu dan mendukung

dalam mencapai apa seharusnya kita capai dalam kehidupan dunia- yang

Allah tempatkan kita di dalamnya namun yang akan membawa kita kepada

tujuaan penciptaan itu bukan lah fisik kita. Fisik memang mendukung,

tetapi kita hanya bisa mencapai tujuan penciptaan itu dengan sesuatu yang

berada di dalam fisik kita. sesuatu yang berada di dalam fisik kita, yang

tidak kasat mata ini hanyalah cangkang, mutiara ada didalam. Apa itu?

Rumi mengatakan, “selebihnya Cuma milik cinta”, di luar fisik kita ini,

manusia itu sungguh sepenuhnya adalah cinta. Apa artinya? Kita tahu

bahwa hakikat cinta itu hati. Seolah-olah dengan ini rumi ingnmengtakan,

fisik itu cuma cangkang dan selebihnya- adalah hati. Dan didalam hati

itulah terletak cinta.58

Tentu saja, saat menemukan cangkang itu, orang yang waras akan

membukanya dan segera mengambil mutiara yang berada di dalamnya.

Hanya mereka yang tidak waras saja yang kemudia hanya mengambil

cangkang dan membuang mutiaranya.59 Sayangnya, hal yang sebetulnya

sangat jelas itu bagi bayak orang pada keyataannya menjadi tidak jelas.

Bayak orang di zaman kita sekarang ini lebih mementingkan cangkang

ketimbang mutiara. Banyak orang saat ini, jika menemukan mutiara,

segera membuang mutiara itu dan menyimpan cangkangnya. Dengan

bersikap demikian, apa yang sesungguhnya paling dibutuhkan demi

mendapatkan kebahagiaan hidup, justeru di campakkannya. Sebaliknya

58
Ibid, hlm. 184.
59
Ibid, hlm. 186.

41
yang disimpan adalah sesuatu yang sama sekali bukan merupakan barang

berharga dan tidak menjajinkan apa-apa untuk memberikan kabahagian

hidup baginya. Karenanya, bukankah kebahagian hidup itu adalah keber

satuan dengan Allah hanya bisa dicapai jika kita mengurusi hati kita,

tempat Allah ber-tajalli didalam keberadaan kita.60

Pencinta menyawang arus sungai. Rindu jadi air terjun, tuk runtuh
bersipuh hingga titik palig rendah, bersujud sepenuhnya.

Setelah menggunakan berbagai tamsil seperti cermin dan juga

cangkang Rumi menggunakan tamsil tentang arus sungai dan air terjun. Ini

biasa menarik. Sengai tidak pernah di ujung air yang mengalir terus dan

tindak pernah berhenti. Tampaknya disini Rumi hendak menggambarkan

tentang Allah yang tidak pernah tidak aktif, kulla yawmin huwa fi sya`n.

bisa juga menggambarkan rahmat Allah yang terus menerus mengalir

bahkan terhadap orang kafir dan orang jahat: andaipun mereka tidak

mendapatkan rahmat rahimiyah –nya, mereka tetap mendapatakan rahmat

rahmaniyah-nya.61

Seorang manusia selalu rindu untuk air terjun,karena dia ingin

merendah untuk meyatu kembali dengan sungai. Karena itu., karena itu

tamsil yang dipakai oleh rumi ini mengajarkan bahwa untuk bisa menyatu

dengan allah, maka sesorang bisa merendahkan dirinya, khusyuk, khudhu`

(tunduk), dan menaklukan ego yang mebuat dirinya sombong .

dengantunduknya ego, tumuh pun dipaksa untuk bersujud dan merendah.

60
Ibid, hlm. 187.
61
Ibid, hlm. 191.

42
Hanya dengan cara inilah sesorang bisa meyatu dengan Allah, karena itu

Rumi mengatakan, “pencinta menyawang arus sungai, rindu jadi air terjun,

untuk runtuh bersumpuh, bersujud hingga titik paling rendah, bersujud

sepenuh”.62

Dalam puisinya yang lain, Rumi mengatakan:

Pesona-mu telah ajariku jalan cinta. Aku keturunan Ibrahim. Kan


kutemukan jalanku melalui api.

Dalam puisi ini, Rumi menggunakan tamsil api. Jika watak air

adalah meluap-luap, maka watak api itu menggelegak Dan gelagak api ini

dipergunakan oleh rumi sebagai tamsil untuk menujukakan besarnya rasa

cinta manusia kepada allah, dan jika tak terpuisi justeru bisa membakar

manusia itu sendiri, dan satu-satunya cara untuk merendahkannya adalah

sampai pada sang keksih, Allah.63

Kisah diatas, Rumi hendak menggambarkan bahwa sesungguhnya

kematian sebagai seorang hamba itu bukanlah ahir, justeru awal

sehidupannya. Sebab, Saat dia hidup didunia ini, sesungguhnya pada saat

itu dia mengalami keterpisahan dari subernya. Ketika itu, dia belum

berhasil sepenuhnya meredakan gelegak cintanya kepada Allah. Sehingga,

sangatlah benar resep yang pernah diajarkan oleh Rosullulah Saw. Agar

hidup kita penug cinta kepada Allah., dalam sabdanya, mutu qabla

antumutu, matilah kamu sebelum kamu mati. Artiya, bahkan jangan

tunggu mati secara fisik, tapi taklukkan egomu, sangkal keinginan-

62
Ibid, hlm. 192.
63
Ibid, hlm. 193.

43
keinginan fisikmu. Dan hanya dengn cara itulah kamu akan mengalami

kematiaan ikhtiari, kematian sukarela: dengan cara itu kamu bisa kembali

kepada Allah.

Ketika Izrail, malaekat pencabut nyawa, akan mencabut nyawa

Ibrahim, Nabi Ibrahim bertanya kepada Allah tentu dalam konteks

indukasi bagi kita semua, bukan karena nabi Ibrahim tidak mengatahuinya:

“mungkinkah sang kholiq, kekasih, mematikan kekasih-nya ?” maka Allah

pun menjawab “apakah kekasih tak mau jumpa kekasihnya?”

Dalam puisi selanjutnya, Rumi mengtakan dengan amat menarik:

Kata ibrahim kepada Izrail yang akan cabut


nyawanya,“mungkin kah sang khalik matikan kekasih-nya:
“apakah kekasih tak mau jumpa kekasih-nya?”

Sesungguhnya Nabi Ibrahim sudah menemukan Tuhan, jauh

sebelum ia benar-benar meninggal dunia secara fisik. Yaitu, ketika Nabi

Ibrahim dibakar di dalam gelagak api oleh sesamanya.64

“pesona-mu telah ajariku jalan cinta, aku keterunan ibrahim,

kutemukan jalankuu melalui apai”. Ummat manusia harus mengambil

pelajaran penting dari kisah Nabi Ibrahim ini, baik mereka yang

merupakan keturunan Nabi Ibrahim seperti Rosulullah Saw. Secara

geanologis, maupun ummat manusia yang merupakan anak-anak Ibrahim

secara religius- karena semua agama besar adalah agama monotoistik

Ibrahim. Bagi para Nabi dan awliya,` sifat api yang membakar itu bukan

lah sesuatu yang meyiksa. Sebaliknya, api itu justeru adalah keyamanan

64
Ibid, hlm. 194.

44
yang dirasakan karena luapan cinta mereka. Gelegak api ini kemudian

diredakan oleh siraman air. Memang, seperti dalam berbagai riwayat,

diceritakan beberapa burung kecil diperintahkan oleh Allah untuk

mendinginkan Nabi Ibrahim dengan tetesan-tetesan air yang mereka

bahwa. Artinya, artinya pristiwa terbakar itu bagi sufi justeru adalah awal

bagi pencapaian kebahagian, ketenangan, dan bagi terpuasinya gejolak

rindu kita kepada Allah, yang memang adalah objek pencarian.65

Apakah yang dimaksud dengan cinta? Apa posisi hawa nafsu

sehubungan dengan cinta itu? engapa hawa nafsu menjadi anti tesis dari

jalan tasawuf.

Pertaruhkan semua demi cinta, kalau kau yang manusia sejati.


Kalau bukan tinggalkan saja kupula ini.

Apa hubungan cinta dengan kesajatian manusia? Di dalam sebuah

riwayat, Rosulullah Saw. Pernah mengatakan bahwa adam diciptakan

dengan model sendiri. ”diciptakan adam atas pola (shurah)-nya”. Al-

Qur’an, yang didalamnya Allah ber firman: maka hadapkanlah wajahmu

dengan lurus kepada agama (allah).`(tetaplah atas) firman Allah yang

telah menciptakan manusia menurut fitrah Allah. (itulah) agama yang

lurus.` tetapi kebayakan manusia tidak mengatahui” (QS Al-Rum

(30):[30] jadi, kita diperitahkan untuk lurus-lurus wajah kita kepada din,

kepada suatu jalan hidup, kepada sistem nilai hidup. Apa itu? fitrah-nya

Allah, yang atas dasar pola fitrah tersebut manusia diciptakan. Di dalam

ayat yang lain, hal ini terungkap dalam firman-nya: “maka apa bila aku

65
Ibid, hlm.196.

45
telah meyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh-

ku”(QS Al-Hijr [15]: 29), Artinya, manusia sejati yakni, manusia yang

betul-betul hidup dengan mengembangkan fitrahnya sepenuh mungkin-

adalah manusia yang di dalam dirinya terungkap sifat-sifat keilahian.66

Pertayaannya, apakah fitrah-Nya Allah itu terungkap dalam asma-

nya. Jika diringkas, ia berpros pada nama AL-Rahman dan Al-Rahim,

yakni sifat ramah (kasih sayang, cinta). Dengan demikian, manusia sejati,

atas model-Nya Allah sendiri, yang di dalam dirinya terdapat hembusan

ruh-Nya Allah, adalah manusia yang dipenuhi oleh rasa cinta. Itulah

manusia sejati. Dia telah mengalami degradasi hingga tingkat binatang.

Inilah yang dimaksud oleh Rumi ketika mengatakan,”pertaruhkan semua

demi cinta, kalau memang manusia sejati”,di antara ciri cinta adalah

kesiapan berbuat baik kepada orang lain, miskipun untuk itu dia harus

berkoban. Jadi, cinta adalah semangat dan praktik mengorbankan diri demi

berbuat baik oleh orang lain. Ini pulalah hakikat tasawuf. Tasawud adalah

jalan manusia sejati, jalan cinta. Orang bertasawuf semestinya sudah bebas

dari egoismenya, hawa nafsu, dan karenanya yang tinggal hanya keinginan

untuk berbuat baik kepada Allah dan kepada mahluk-Nya meskipun untuk

itu dia harus mengorbankan dirinya.67

Dan untuk menegaskan bahwa cinta adalah satu-satunya jalan sufi,

Rumi mengatakan dalam kalimat selanjutnya, “kalau bukan, tinggalkan

saja kumpulan ini”, maksudnya, adalah kumpulan pejalan spritual,

66
Ibid, hlm. 199.
67
Ibid, hlm. 200.

46
kumpulan salik peseluk. Sebab, tanpa mempertaruhkan dan mengorbanka

semua demi cinta, maka sesorang tak dapat disebut sufi. Inilah yang bisa

katia pahmi dari kalimat, “kalau bukan”, yakni kalau kamu bukan manusia

sejati. Ringkasnya, jika engkau tidak mau mempertareuhkan semua

keinginanu, maka kau bukan bukanlah salik, dan bukan bagian dari

kupulannya.68

Tugasmu bukan mencari cinta, tapi hanya mencari semua halangan


dalam dirimu, yang kau bangun untuk melawanya. Hawa nafsu!

Ya, tugas kita bukan mencari cinta, karena cinta sudah tertanam di

dalam diri kita sebagai ciptaan Allah, diri sebagian menyimpan ruh-nya.

Yang perlu kita lakukan hanyalah mencari halangan bagi terungkapnya

fitrah atau kesajatian diri kita sebagai manusia,lalu mengatasi apa itu?haw

nafsu. Seorang sufi pada dasarnya adalah orang berusaha menaklukkan

hawa nafsunya. Dengan takluknya hawanafsu, otomatis potensi fitrah

fencinta yang ada di dalam dirinya teraktualisasikan. Itulah jalan tasawuf,

itulah model seorang sufi. Itulah sebabnya tasawuf disebut sebagai jalan

cinta.69

amnya, sambil berteriak lantang: “tuhan tidak ada!”


Samudra Tuhan tak bertepi. Tapi, betapa mengherankan, ribuan
jiwa tenggelam di dalam
Inilah gambaran orang-orang yang sungguh sangat aneh. Cinta Allah

tidak pernah tidak ada di dalam dirinya dan sekitarnya karena diri dan

alam semesta ini adalah pancaran cinta Allah. Cinta-nya memenuhi alam

ruhani, alam khayal, dan alam fisik ini; memenuhi bintang-bintang di

68
Ibid, hlm. 202.
69
Ibid, hlm. 204.

47
angkasa, di antara batu-batuan didalam lapisan bumi yang terdalam, di

antara hewan-hewan bersatu, dan di segeala ciptaannya. Tapi masih ada

juga orang-orang yang tidak merasakan cintanya, dengan mengumbar

hawa nafsunya. Inilah pesan yang hendak di katakan oleh Rumi. Cinta

Tuhan ada dimana-mana, seperti samudra tak bertepi. Dan bayak orang

sesungguhnya tenggelam didalam samudra cinta-Nya yang tidak terbatas.

Namu, karena mengumbar nafsu, maka mereka telah menutup hati mereka

untuk dapat menampung cinta Allah,akibatnya mereka gagal mersakan

kehadiran Tuhan.bahkan, lalu dengan lantang mereka berteriak: Tuhan

tidak ada. Padahal, sejatinya merekasendiri yang menutup adah yang

seharusnya menampung cinta allah itu.70

Dalam puisi nya yang lain Rumi sampaikan:

Sinar bulan banjir langit luas, dari cakrawala dari cakrawala. Seberapa
bayak ia penuhi ruang…?
Tenrgantung jendela-jendelanya.

“sinar bulan banjirin langit luas”, maksudnya tanda-tanda allah

itu ada di mana-mana di dalam seluruh ciptaan, di dalam segenap

kehidupan ini. dari cakrawala ke cakrawala, tidak ada satu bagian pun dari

alam semesta ini yang tidak mendapat limpahan cahaya-Nya. Bagaimana

cara kita menampungnya? Jawab Rumi, “seberapa bayak ia penuhi

ruang?tergantung jendela-jendelanya”, jika hati kita ini tertutp seluruhnya

oleh nafsu, maka tidak akan ada lagi sinar atau cahaya rahmat-nya yang

masuk kedala jiwa kita. Maka satu-satunya jalan adalah dengan

membersihkan hati kita, sebagai jendela masuknya tajjalli-nya. Bersih hati


70
Ibid, hlm. 206.

48
dari maksiat, dari bintik-bintik hitam yang bisa menutupi, bersihkan hati

kita dari egoisme, niscaya hati kita akan menjadi jendela besar untuk

menerima luapan -luapan sinar rembulan, yang tidak lain adalah cahaya

Allah itu,71

71
Ibid, hlm,208.

49
BAB IV
ANALISIS PSIKOLOGI CINTA JALALUDIN RUMI

Pada hakekatnya cinta tidak bisa terlepas dari setiap individu

karena cinta merupakan kebutuhan yang harus ada dan harus

terpunuhi, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh tiap

orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan

seseorang terhadap suatu hubungan. Kisah pada setiap orang berasal

dari “skenario”yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua,

pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi

orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.72

Cinta di dalam Islam pertama kali diproklamirkan oleh Rabi‟ah

Al-Adawiyah (w. 185 M) dengan konsep mahabbahnya atau cinta

Ilahi. Karena semua perasaan atau cinta itu berasal dari sang ilahi dan

akan kembali kepada sang ilahi. Karena Dia merupakan pemilik cinta

di antara semua cinta. Konsep mahabbah atau cinta yang ditawarkan

oleh Rabiatul adawiyyah diatas selaras dengan Rumi, karena cinta

dalam hematnya Rumi merupakan perjalanan seorang khalik kepada

Rabbya, karena cinta yang sejati adalah cinta yang diserahkan seorang

hamba kepada sang pemilik cinta.73

Cinta merupakan pengagungan seorang hamba yang diberikan

Tuhan untuk manusia agar saling menyayangi dan mengasihi. Cinta itu
72
Yamin Setiawan, Kesempurnaan Cinta dan Tipe Kepribadian Kode Warna (Surabaya:
PT. Grindo Persada, 2014), hlm. 19
73
Jalaludin Rumi, Fihi Ma Fihi ( Beirut: Dar Al-fikr al-Mu’asyir, Tt) hlm, 98

50
unik dan menakjukjubkan yang membuat orang bahagia dan sedih

sebagaimana pandangan yang diungkapan Jalaludin Rumi cinta

merupakan jantung, sum-sum agama dan sumber kebahagian

seseorang.74 Jalaludin Rumi menilai cinta sebagai pondasi hidup

manusia baik dalam jiwa manusia maupun ketika berinteraksi dengan

lingkungan sekitar. Hampir di sebagian besar karya-karyanya Rumi

yang memperbincangkan tentang keistimewaan cinta dengan berbagai

ungkapan metaforis, yang dalam hal ini tergambar dalam syairnya:

Cinta adalah ikatan kasih sayang. Ia adalah sifat sayang Tuhan


yang diberikan kepada manusia. Cinta adalah inti, dunia adalah
kulit
Cinta adalah air kehidupan yang akan membebaskan dari kematian.
Oh Ia adalah seorang raja yang melemparkan dirinya kedalam
cinta.75

Pada bait-bait syair di atas Jalaludin Rumi menggambarkan berapa

dahsyatnya cinta sebagai pondasi hidup yang Tuhan anugerahkan ke

dalam hati manusia, cinta adalah inti dan raja dalam jiwa raga manusia

yang mampu membuat manusia bahagia, damai dan tentram, dengan

cinta manusia akan samapai kepada puncak kebahagiaan yang hakiki,

yang dalam hal ini peneliti istilahkan dengan psikologi cinta ala

Jalaludin al-Rumi. Disebabkan karena keistimewaan cinta yang

membuat jiwa, mental maupun psikologis seseorang terbentuk dan

terarah menuju kedamaian dan ketentraman.

74
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 54
75
Ibid, hlm. 57

51
Hal yang sama juga senada sebagaimana yang diungkapkan Erich

From, cinta adalah jawaban untuk pertanyaan yang tidak terjawab

yaitu masalah eksistensi manusia. Cinta membuat kita mampu

mengatsi keterasingan setiap individu dan orang lain, tetapi dengan

tetap menjaga marwah individual kita dalam keseharian. Lebih jauh

Eric From menegaskan bahwa cinta merupakan keperibadian dari

setiap individu yang terintegritaskan dalam setiap jiwa manusia. Cinta

melahirkan energi positif dalam setiap manusia yang melahirkan

keharmonisan dalam setiap tingkah laku manusia. Oleh karena itu,

pendekatan yang digunakan oleh Form dalam memahami cinta ialah

pendekatan “karakter froduktip yang berusaha melampaui konteks

biologis dan masyarakat yang menggunakan otaknya untuk mencintai

dan berkreasi dengan cara manusia yang unik ketika berinteraksi dan

berhubungan dengan alam sekitar.76

Sorokin dan Hanson menganggap dengan cinta akan mampu

mengatasi atau mengusir dorongan-dorongan negatif yang ada dalam

hati manusia, mereka berdua melihat dengan cinta akan dapat

menyembuhkan dan sebagai factor yang dapat membangkitkan

vitalitas, kesehatan mental, kesejahterahaan social dan psikologis

setiap individu. Lebih jauh anggapan mereka berdua penyembuhan

mental dalam psikoterapi adalah hasil cinta terapis, cinta yang dapat

dipahami dan dimengerti secara lebih komperehensif. Roger

76
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Keperibadian: Teori Klasik dan Riset
Moderen, (Erlangga, 2006), hlm. 339-340

52
menyebutkan hal tersebut sebagai “ unconditional positif regard”

artinya ia memandang cinta sebagai dorongan menuju nilai tertinggi

umat manusia, kekuatan kebenaran, pengetahuan, kecantikan,

kebebasan, kebaikan dan kesenangan. Masing-masing dari nilai

tersebut dapat memberikan kasih saling, pengayaan dan kemuliaan

dalam semua lini kehidupan seseorang.77

Ritme yang ditawarkan oleh Lyon Wilcok di atas senada dengan

ungkapan Jalaludin Rumi bahwa cinta adalah perasaan atau sesuatu

yang dapat mengubah psikologis manusia, secara detail dan rinci

Jalaludin Rumi menggambarkan sejumlah keanehan dan keajaiban

cinta sebagaimana yang diungkapkan dalam syairnya:

“Sungguh cinta dapat mengubah sesuatu yang pahit


menjadi manis, debu beralih mas, keruh menjadi bening,
sakit menjadi sembuh, penjara berubah telaga, derita
berubah nikmat, dan kemarahan menjadi rakhmat. Cintalah
yang mampu melunakkan besi, mengahancurkan batu-batu
karang, membangkitkan jiwa yang mati dan meniupkan
kehidupan kepadanya, serta membuat seorang budak
menjadi pemimpin. 78
Sama halnya komentar sufi yang lain, khususnya al-Nuri

dan al-Hallaj mereka menegaskan bahwa cinta adalah anugrah

Allah yang diberikan kepada seorang hamba untuk ditebarkan

kepada sesama makhluk agar terjaring hubungan yang harmonis,

stabil dan seimbang, cinta yang ditawarkan Al-Nuri juga sebanding

dengan apa yang ditawarkan al-Hallaj dengan ungkapan

77
Lyon Wilcok, Psikologi Keperibadian, (Jogjakarta: IRCISoD, 2013), hlm.
377-378
78
Jalaludin Rumi, Fihi Ma Fihi ( Beirut: Dar Al-fikr al-Mu’asyir, Tt) hlm, 88

53
“sesungguhnya kehidupan itu diibaratkan sebuah hubungan yang

membutuhkan kasih sayang yang harus terjerat dengan hubungan

cinta agar terjalin kedamaian dan keseimbangan di dunia ini”.79

Dua tokoh tersebut senada dengan ungkapan Jalaludin Rumi bahwa

cinta merupakan rahasia dan kekuatan rahasia penciptaan. Oleh

karenanya, cinta juga diibaratkan sebagai rahasia makhluk-

makhluk-Nya, yang terdapat dalam diri manusia khususnya dalam

hati sanubari manusia, yang merupakan potensi yang dapat

menaikan pangkat kehirarki tertinggi yang berada di dekat Tuhan,

karena hakekat cinta tidak bisa terlampaui oleh nalar dan pikiran

manusia.80

Oleh karena itu, cinta merupakan alternativ baru dalam

mengembangkan dan mengubah sikap maupun mental setiap

individu, dengan cinta manusia akan membuahkan hasil yang

positif di lingkungannya, cinta merupakan alternativ yang perlu di

terapkan dalam setiap manusia agar terjalin hubungan yang

harmonis dan terjaga dari sikap yang tidak wajar dan tidak pantas,

cinta merupakan ruh dalam kehidupan manusia. Lebih jauh,

Jalaludin Rumi menegaskan bahwa cinta adalah ikatan kasih

sayang. Ia adalah sifat sayang Tuhan yang di berikan kepada

manusia. Cinta adalah inti, dunia adalah kulit cinta adalah air

79
Ibid, hlm 67
80
Zayyin Alfi Jihad, “kisah Cinta Platonik Jalal al-Din Al-Rumi, Dalam jurnal
Teosofi, vol. 1, No, 2 Desember 2011, hlm. 205

54
kehidupan yang akan membebaskan dari kematian. Cinta adalah

seorang raja yang melemparkan dirinya kedalam cinta.81

Ungkapan-ungkapan metaforis Jalaludin Rumi di atas,

merupakan sepak terjang psikologi cinta ala Jalaludin Rumi yang

dalam prosesnya tertuju kepada Tuhan, namun ungkapan tersebut

harus dengan perantara mencintai makhluk ciptaan-Nya, karena hal

tersebut merupakan keterbatasan akal dan naluri manusia dalam

satu sisi sedangkan pada sisi yang lain, ciptaan-Nya adalah

cerminan atau pantulan dari cahaya Tuhan itu sendiri. Hal ini

senada, sebagaimana yang peneliti kutip dalam Sarh Al-Hikam

karya Syeikh Ibnu Athoillah As-Sakandari ia menegaskan manusia

dan seiisinya merupakan cerminan atau pantulan dari Tuhan itu

sendiri, karena itu merupakan bukti akan adanya Tuhan, ialah

dengan melihat kepada makhluk, karena pada hakekatnya makhluk

merupakan pantulan dari tuhan itu sendiri.82 Namun demikian,

hemat peneliti Jalalludin Rumi tidak menjelaskan secara detail

bagaimana wujud atau tindakan konkret untuk mencintai makhluk-

makhluknya sebagai perantara mencintai-Nya, karena hal tersebut

masih bersifat abstrak sebagai perantara yang menyulitkan para

pembaca dan pemerhati karya-karya Rumi dalam memahami

ajarannya yang komperehensif.

81
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 57
82
Ibnu Athoillah As-Sakandariy, Syarah Al-Hikam, jilid 1 (Maktabah Kairo, Daar Al-
Fikr: TT), hlm. 79

55
Psikologi cinta yang ditawarkan Jalaludin Rumi menurut

peneliti ialah bagaimana mengekspresikan cinta dalam kehidupan

sehari-hari, artinya dengan cinta manusia akan terbentuk secara,

mental, fisik maupun secara psikologis karena dengan cinta

manusia akan mudah bergaul dan berkembang di lingkungan

sekitar, karena itu cinta merupakan faktor utama yang sangat

penting yang harus ditanami sejak dini, karena pada hakekatnya

cinta merupakan puncak awal dan akhir yang harus terintegrasikan

ke dalam diri manusia yang terletak dalam sanubari manusia, yang

bisa menimbulkan efek positif dalam perkembangan dan

kehidupan manusia sebagaimana yang ditegaskan Jalaludin Rumi

dalam syairnya:

Cinta membuat yang pahit menjadi manis, Cinta mengubah


tembaga menjadi emas, Cinta mengubah sampah menjadi
anggur, Cinta mengalihkan derita ke dalam penyembuhan,
Cinta menghidupkan yang mati, Cinta mengubah raja
menjadi hamba sahaya, Cinta mendidihkan samudra
laksana buih, Cinta meluluhlantakkan gunung menjadi
pasir, Cinta menghancurkan langit beratus keping, Cinta
mengguncang bumi.83
Syair-syair Jalaludin Rumi di atas juga senada dengan

ungkapan Sudrajat psikologi cinta merupakan suatu keadaan

perasaan yang sifatnya kuat, menakjubkan, mendalam, dan penuh

kelembutan terhadap suatu objek tertentu. Karena merupakan suatu

yang bersifat personal, seringkali cinta dianggap sebagai sesuatu

83
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 46

56
yang tidak mungkin untuk diteliti secara eksperimental, sehingga

para ahli psikologi pun mengalami kesulitan tersendiri untuk

mengungkapkan dan menjelaskan lebih jauh tentang perasaan cinta

ini. Dengan demikian, menurut para ahli bahwa perkembangan

perasaan cinta seseorang pertama kali dibentuk dan diperoleh

terutama dari ibu ataupun asuhannya pada masa bayi, melalui

segenap upaya yang dilakukan ibu dalam rangka pemenuhan

berbagai kebutuhan dasar sang bayi.84

Sebagaimana yang ditegaskan Jalaludin Rumi dalam

syairnya,

“Semua harapan, hasrat, cinta, dan kasih sayang yang


dimiliki manusia terhadap segala sesuatu; ayah, ibu,
sahabat, langit, bumi, taman-taman indah, istana megah,
ilmu, perbuatan, makanan, minuman. Semua ini merupakan
hasrat bagi Allah, dan menjadi tabir. Ketika manusia
meninggalkan dunia ini dan bertemu dengan Raja Abadi
tanpa tabir, maka mereka akan mengetahui bahwa semua
itu merupakan tabir dan selubung dan bahwa objek hasrat
mereka pada hakikatnya adalah pada Yang Esa. Semua
kesulitan mereka akan terpecahkan, semua pertanyaan dan
kebingungan yang ada di dalam hati mereka akan terjawab,
dan mereka akan melihat segala sesuatu secara langsung.85

Di lain pihak, Fromm mengemukakan bahwa rasa cinta

berkembang dari kesadaran manusia akan keterpisahannya dari

yang lain, dan kebutuhan untuk mengatasi kecemasan karena

keterpisahan tersebut melalui membentuk suatu persekutuan

dengan yang lain. Manusia sebagai individu berdiri sendiri terlepas

84
Lyon Wilcok, Psikologi Kpribadian, (Jogjakarkata: IRCISoD, 2013), hlm. 373
85
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 49

57
dari yang lainnya. Karena kesendirian dan keterlepasannya dari

yang lain ini seringkali merasa kesepian, merasa cemas, ia

membutuhkan seseorang atau orang lain. Berkat adanya situasi ini

tumbuhlah rasa cintanya akan orang lain atau suatu hal di luar

dirinya. “Every person aa separate individual, experiences aloness.

And so we strive actively tos overcome our aloness by some form

of love” May. Yang dalam hal ini senada dengan ungkan Jalaludin

Rumi dalam syairnya:

“Cinta adalah ikatan kasih sayang, ia adalah sifat Tuhan.


Cinta adalah inti, dunia adalah kulit. Cinta adalah Air
Kehidupan yang akan membebaskanmu dari kematian. Oh,
dia adalah seorang raja yang melemparkan dirinya ke
dalam cinta. Cinta adalah dasar samudra kehidupan;
kehidupan abadi adalah bagian dari pemberiannya. Cinta
adalah seorang ibu yang akan senantiasa
memelihara anaknya. Cinta adalah dunia zat mukjizat; ia
akan menjadikan tambang makna-makna. Cinta adalah
nyala, yang manakala membara, membakar
segalanya kecuali Yang Tercinta.”86
Resscot dalam Sukmadinata mengemukakan beberapa ciri

rasa cinta: (1) Cinta melibatkan rasa empati. Seseorang yang

mencintai berusaha memasuki perasaan dari orang yang

dicintainya, (2) Orang yang mencintai sangat memperhatikan

kebahagiaan, kesejahteraan dan perkembangan dari orang yang

dicintainya, (3) Orang yang mencintai menemukan rasa senang,

dan hal ini menjadi sumber bagi peningkatan kebahagiaan,

86
Abdul Hasan An-Nadawi, Jalaludin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, (Jakarta: Fustaka
Firdaus, 1974), hlm. 50-51

58
kesejahteraan, dan perkembangan dirinya dan (4) Orang yang

mencintai melakukan berbagai upaya dan turut membantu orang

yang dicintai untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan, dan

kemajuan.

Oleh sebab itu, psikologi cinta ala Rumi merupakan konsep

yang harus terintegrasikan dalam setiap individu agar sejalan

dengan makna cinta itu sendiri, cinta diibaratkan oleh Rumi seperti

lautan yang tak bertepi yang harus dimiliki oleh setiap manusia

agar bisa saling merasakan dan saling menyayangi, cinta juga

melahirkan rasa empati, rasa senang dan duka. Psikologi cinta yang

Rumi bawa selaras dengan tokoh-tokoh yang lain seperti Robiah

Al-Adawiyah, Al-Halajj, al-Ghazali maupun tokoh-tokoh sufi yang

lain yang menekankan ke dalam sanubari manusia, agar

terimpelementasikan kebahagiaan dan kesejahterahaan dalam diri

manusia, maupun di sektitarnya.87

Di samping itu juga, dengan anugrah cinta yang Tuhan

berikan kepada manusia akan mampu mengimbangi dan membuat

manusia berkembang biak baik secara mental dan psikologis, cinta

yang tulus adalah cinta yang didasari dengan ketulusan dan

kesabaran yang berdasarkan dari hati manusia, apabila cinta sudah

tertanam dalam sanubari manusia akan membuat si pemilik cinta

akan menjadi orang yang berakhlak mulia, karena hidupnya

87
Ibid,

59
terintegrasikan dengan cinta sebagai patokan dan dalam hidup dan

bergaul. Dalam pada itu Rumi mengisyaratkan pada hekekatnya

cinta yang sejati adalah cinta yang disiapkan kepada sang pemilik

abadi yang terintegrasikan kepada hamba-hambanya untuk saling

mencintai dan mengasihi, karena sebab demikian akan terbentuk

akhlakul karimah yang budi pekerti dalam kesehariannya.

Dalam item ini, peneliti akan mengulas bagaimana sepak terjang

psikologi cinta ala Jalalaudin Rumi yang berhubungan dengan bimbingan

konseling, cinta yang ditawarkan Rumi adalah sebuah alternative yang

cukup episien bagi setiap individu yang ingin merasakan kedamaian

dengan cinta yang sebenarnya. dalam pada itu, dari sini dapat diambil

sebuah benang merah bahwa cinta dapat merubah sikap dan keperibadian

seseorang seperti, seorang konselor ketika ingin memberikan sebuah

pengobatan atau memberikan solusi kepada kliennya terlebih dahulu

seorang konselor memiliki sebuah cinta yang kuat karena dengan cinta

yang kuat seorang konselor akan mampu menghadapi beranekaragam

permasalahan yang dihadapi oleh kliennya karena pada hakekatnya cinta

yang kuat dan tulus akan mampu mengubah sesuatu yang pahit menjadi

manis yang keras menjadi lembut dan stress menjadi normal sebagaimana

yang diungkapkan Rumi dalam syairnya:

“Cinta adalah ikatan kasih sayang, ia adalah sifat Tuhan. Cinta


adalah inti, dunia adalah kulit. Cinta adalah Air Kehidupan yang akan
membebaskanmu dari kematian. Oh, dia adalah seorang raja yang
melemparkan dirinya kedalam cinta. Cinta adalah dasar samudra
kehidupan; kehidupan abadi adalah bagian dari pemberiannya. Cinta
adalah seorang ibu yang akan senantiasa memelihara anaknya.

60
Cinta adalah dunia zat mukjizat; ia akan menjadikan tambang
makna-makna. Cinta adalah nyala, yang manakala
88
membara, membakar segalanya kecuali Yang Tercinta.”

Dari Ungkapan syair Rumi di atas sangat jelas sekali ketika seseorang

memberikan bimbingan kepada seseorang atau konselor kepada kliennya

harus memiliki cinta yang kuat dan tulus ketika ingin memberikan sebuah
89
solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh klien, oleh karena itu

pentingya psikologi cinta ala Rumi diterapkan karena psikolgi cinta yang

dicetuskan oleh Rumi sangat efektif dan erat hubungannya dalam

mengobati klien,. Dalam pada itu, disini peneliti dapat mengambil sebuah

intisari bahwa hubungan psikologi cinta ala Rumi sangat erat sekali

hubungannya dengan bimbingan konseling disatu sisi sebagai solusi disisi

yang lain juga sama-sama sebagai sebuah obat penawar untuk mengatasi

problemalitka dalam mengobati gejala-gejala kejiwaan dan kpribadian.90

Lebih jauh lagi, hubungan psikologi cinta ala Rumi dengan bimbingan

konseling ini merupakan satu perpaduan yang saling berkelindan yang

tidak dapat dipisahkan karena sama-sama fungsinya untuk memecahkan

permasalahan dan memberikan solusi kepada seseorang yang mengalami

ganggan jiwa dan permaslahan yang membutuhkan dukungan moril untuk

mengatasi permasalahannya, oleh karena itu, hubungan psikologi cinta ala

Rumi dapat digunakan dan diterapkan dalam ilmu bimbingan konseling,

karena seorang konselor yang handal dan piawai ketika menyelesaikan

88
Jalaludin Rumi, Fihi Ma Fihi ( Beirut: Dar Al-fikr al-Mu’asyir, Tt) hlm, 109
89
Jalaludin Rumi, Fihi Ma Fihi ( Beirut: Dar Al-fikr al-Mu’asyir, Tt) hlm, 98
90
Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, bimbingan dan konseling, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2016), hlm 189

61
suatu permasalahan dibutuhkan psikologi cinta ala Rumi yang cukup

efisien dalam menyelesaikannya.

Psikologi cinta ala Rumi dapat diimpelementasikan dalam bimbingan

konseling islam, salah satunya juga sebagai suatu pendekatan dalam

proses pelaksanaan bimbingan konseling islam. Dengan pendekatan cinta

ala Rumi hiruk piuk yang dihadapi oleh klien pada dasarnya didasari oleh

cinta yang kurang melekat dalam diri klien sehingga mengakibatkan

prustasi, gaguan kejiwaan dan lainnya, inilah salah satu hubungannya

yang paling dekat dengan bimbingan konseling islam psikologi cinta ala

Rumi.

62
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat

menyimpulkan sebagai berikut:

, Konsep psikologi cinta Jalaluddin Rumi adalah suatu

alternative baru yang merupakan solusi untuk membentuk mental dan

sikap seseorang Rumi menggaungkan psikolgi cinta

, psikologi Cinta Jalaluddin Rumi dapat diimplementasikan dalam

masalah kejiwaan, mental dan psikologis manusia, salah satunya sebagai

pendekatan dalam proses pelaksanaan menerapkan cinta dan kasih sayang.

Dengan pendekatan konsep psikologi Cinta ala Jalaluddin Rumi pada

dasarnya karena masalah cinta, yaitu kurangnya memahami cinta dan

menjauhnya dari cinta sehingga timbul berbagai masalah yang harus

diselesaikan. Agar masalah kejiwaan dan mental yang dihadapi oleh setiap

orang dapat diselesaikan dengan memahami cinta sebagaimana mestinya

dan mengembalikan cinta yang hilang dari setiap orang. Namun demikian,

proses cinta Tuhan yang ditawarkan Rumi sifatnya masih abstrak,

sehingga dalam implementasinya di dalam bimbingan konseling Islam

masih terasa sulit untuk mewujudkannya secara konkret.

63
B. Saran-Saran

Konsep mahabbah (cinta) jalaludin Rumi bisa menjadi alternatif

untuk membentuk mental dan sikap seseorang Rumi menggaungkan

psikolgi cinta .

Peneltian ini banyak meninggalkan ruang kosong, hal ini

disebabkan oleh keterbatasan penulis. Selain itu, penelitian ini agak

melebar dan terlalu umum. Oleh sebab itu, penting dilakukakan kajian

lanjutan atas konsep cinta Jalaludin Rumi dengan topik yang lebih khusus

dan signifikan. Konsep Cinta Jalaludin Rumi yang nota bene kaya dengan

pemikiran-pemikiran klasik lainnya seperti Muhamad bin Muhammad al-

Ghazali, syeikh ibnu Athaillah As-Sakandari dan lalin-lain sebagainya.

64
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, H.Maslow, Motivasi Kpribadian, Jakarta: Midas Surya Graindo, 1993

A. Reza Arasteh, Sufisme dan Penyempurnaan Diri, Raja Grafindo Persada:


Jakarta, 2002.

Ahmad Zacky El- Sayafa, Tadapbur Cinta –Nyayian Cinta Pra Sufi, Jakarta:
Genta Geraoup Production, 2016.

Alex Sobur, Psikiologi Umum, Lingkar Selatan, CV Pustaka Setia: 2016.

Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam Terj. Sapardi Djoko Damono
dkk, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000.

Ayub Kumala, konsep mahabbah (cinta) dalam “rubaiyat” karya rumi dan
relavanya dalam pendidikan,UIN: Lampung, 2019.

Atrup,Yulita Puspa Nur Anisa, Hipnoterapi Tehnik Part Therapy Untuk


Menangani siswa Kecwa Akibat Putus Hubungan Cinta Pada Siswa Sekolah
Menengah Kejuruan,(Universitas Nusantara PGRI Kediri)

A. Reza Arasteh, Sufisme dan PenyempurnaanDiri, (Raja Grafindo Persada:


Jakarta, 2002

Haidar Bagil, Dari Allah Menuju Allah, Bandung: PT Pustaka Press, 2019

Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 3. Jakarta, PT Grafindo Persada :2003

Hartono, Boy Soedarmajdi, Psikologi Konseling, Jakarta: Peranada Media Group,


2012.

Iesna Arofatuz Zahro dan Agus Santoso, Pengaruh Bimbingan Konseling Islam
Dengan Pendekatan Cinta Ala Maulana Rumi Terhadap Peningkatan
Keterampilan Aktualisasi Diri Mahasiswa Bki Di Fakultas Dakwah, UIN:
Sunan Ampel Surabaya,2014.

Iin Tri Rahayu, Psikoterapi Perspektif Islam & Psikologi Kontenporer, Malang:
Press Malang, 2009.

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teoro Dan Praktik, Jakarta: Bumi
Aksara, 2014.

65
John Mcleod, Pengatar Konseling, Teori Dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana,
2006.

Kiki Nurulhuda, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Fihi Ma Fihi Karya
Jalaluddin RumiAkhlak, U I N, Raden Intan Lampung, 2019.

Lyon Wilcok, Psikologi Keperibadian, Jogjakarta: IRCISoD, 2013

Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi, Pendekatan Modern Untuk Memahami


Perilaku, Perasaan & Pikiran Manusia, Bandung: Nusa Media, 2000.

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,


2004.

Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al- Din Rumi : Guru Sufi dan Penyair Agung,
Jakarta:Teraju, 2004.

Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.

Reynold A. Nicholson, Mistik Dalam Islam, Bumi Angkasa: Jakarta, 2000.

Robert. L. Gibsoon dan Marianne H. Michell, Bimbinan dan Konseling,


Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2011

Shopia, Yang Mengenal Dirinya Yang Mengenal Tuhan: Aforisme-aforisme


Sufistik Jalaluddin Rumi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002

Syamsul Ma arif, Mahabbah Jalalrudin Rumi Dan ImpelemenTasinya Dalam


Bimbngan Dan Konseling Islam, Semarang: UIN Walisongo, 2017.

Sofyan, S. Willis, Konseling Idividu dan Prkatek, Jakarta: Midas Surya Graindo,
1993

---------------skripsi, Konsep Mahabbah Jalaluddin Rumi Dan Implementasinya


Dalam Bimbingan Konseling Islam, Semarang: uin Walisongo, 2017.

Totok Jumantoro & Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah,
2012

William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi: Ajaran-ajaran Spiritual Jalaluddin


Rumi, Yogyakarta: Qalam, 2001

Yamin Setiawan, Kesempurnaan Cinta dan Tipe Kepribadian Kode Warna


Surabaya: 2014

Yudrika Jahja, Psikologi Perkembangan, Jakarta: PT Persada Grafindo, 2018

66
Zaprulkhan, Ilmu Tasauf Sebuah Kajian Tematik, Jakarta: Rajawali Pres, 2017.

Zayyin Alfi Jihad, “kisah Cinta Platonik Jalal al-Din Al-Rumi, Dalam jurnal
Teosofi, vol. 1, No, 2 Desember 2011

https://id.wikipedia.org/wiki/ psikologi diakses tanggal 26/2019. Pukul 19.00

Wita

67
68
69
70
71
72
73
74
75
76

Anda mungkin juga menyukai