Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK DALAM NOVEL “LAYLA MAJENUN”


KARYA NIZAMI MELALUI PENDEKATAN ROBER STANTON

SUBHAN
20160102062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR
POLEWALI MANDAR

2020
I

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK DALAM NOVEL

LAYLA MAJENUN KARYA NIZAMI MELALUI

PENDEKATAN STANTON

Nama : Subhan

Nomor Pokok : 20160102062

Jurusan : Pendidikan Bahasa Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Setelah diperiksa dan diteliti ulang, proposal/skripsi ini telah memenuhi

syarat untuk diujikan pada seminar proposal/ujian meja

Polewali,.................................2020

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Kurnia, S.Pd,.MP,d. Abdul Muttalib, S.Pd,M.Pd.


NIDN. 0920838905 NIDN. 0923078403

Diketahui Oleh

Wakil Dekan Ketua Program Studi Bahasa Indonesia

Fatimah, S. Si, M.Pd Nur Hafsah Yunus MS, S.Pd.,M.Pd


NIDN, 0912048203 NIDN, 0907128702
II

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah

melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya sehingga atas izin-Nya penulis akhirnya

dapat menyelesaikan proposal yang berjudul’’ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK

DALAM NOVEL LAYLA MAJENUN KARYA NIZAMI MELALUI

PENDEKATAN STANTON” ini dapat terselesaikan dengan baik meskipun

masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat serta salam kita kirimkan kepada

Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat dan keluarga beliau yang telah

memberikan tauladan dalam menjalani kehidupan didunia dan diakhirat

Dengan segala ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dra. Hj. Chuduriah Sahabuddin, M.Si selaku rektor Universitas Al Syariah

Mandar

2. Dr. H. Kamaruddin Tone, MM selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Al Syariah Mandar

3. Fatimah, S.Si., M.Pd selaku wakil dekan Fakulats Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Al Syariah Mandar

4. selaku Ketua Jurusan yang telah memberikan banyak nasihat dan arahan

selama menempuh pendidikan

5. selaku Dosen Pembimbing I dan II, yang telah memberikan nasehat serta

bimbingannya selama penyusunan dan penulisan Proposal

6. Citivitas Akademika Fakulats Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang

memberikan bantuannya dalam penyusunan dan penulisan Proposal


III

7. Orang tua tercinta terima kasih tak terhingga untuk cinta, dukungan dan

segala yang telah dilakukan demi penulis, dan terima kasih banyak atas

doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah penulis

8. Sahabat-sahabat seperjuangan mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia,

semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita

semua. Aamiin.

Polewali Mandar, Desember 2020

Subhan
IV

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................5

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian................................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Sastra........................................................................................................7

B. Genre Sastra............................................................................................. 9

C. Novel........................................................................................................10

D. Unsur-unsur Sastra...................................................................................15

1. Unsur Intrinsik...................................................................................15

2. Unsur Ekstrinsik................................................................................ 27

E. Pendekatan Robert Stanton...................................................................... 30

F. Sinopsis Novel Layla Majnun.................................................................. 32

G. Kerangka Pikir......................................................................................... 36

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian........................................................................................ 39

B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 39

C. Fokus penelitian....................................................................................... 40
V

D. Definisi Operasional istilah..................................................................... 40

E. Sumber Data dan Data............................................................................. 42

F. Instrumen Penelitian.................................................................................42

G. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 42

H. Teknik Analisis Data............................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................45
6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Sastra dan

manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat dipisah-pisah. Sastra

muncul sebagai respon dari adanya konflik-konflik hidup yang dialami

manusia. Para sastrawan melakukan perenungan yang mendalam untuk

memahami hakikat kehidupan yang ada melalui proses kreatif dan

perenungan, kemudian lahir karya sastra sebagai cerminan dari kehidupan

yang nyata.

Nurgiyantoro (1995: 3) menyatakan sebagai karya sastra imajiner, fiksi

menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan

kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan

penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana

fiksi sesuai pandangannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan

manusia dalam interaksinya di lingkungan sesamanya. Fiksi merupakan hasil

dialog, kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan,

sehingga seorang pengarang akan mengajak pembaca memasuki pengalaman

atau imajinasi melalui tokoh-tokoh dalam karya sastra. Sastra bukan

semata-mata karangan fiktif, akan tetapi sastra terlahir melalui proses

imajiner. Sastra hadir dari endapan pengalaman dari dalam jiwa pengarang

dan telah mengalami proses pengolahan jiwa melalui proses kreativitas!


7

Gejala-gejala yang ditangkap oleh pengarang dari manusia-manusia di

sekelilingnya direnungkan dalam jiwa dan batinnya.

Novel merupakan prosa fiksi yang berisi tentang kehidupan tokohnya

dari awal hingga akhir. Novel adalah gambaran hidup yang menceritakan

hampir keseluruhan perjalanan hidup tokoh. Penokohan serta karakter tokoh

dalam novel digambarkan lengkap atau jelas oleh pengarang. Setiap tokoh

juga diberi gambaran fisik dan kejiwaan yang berbeda-beda sehingga cerita

tersebut seperti nyata atau menjadi hidup (Siswantoro, 2005:29).

Karya sastra tidak terkungkung dalam dunia psikologi saja tetapi juga

memumuat aspek sosiologi, sebab sastra merupakan cerminan dan

representasi kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, pengarang

mengungkapkan problema kehidupan. Di dalam karya sastra tercermin pula

keadaan sosial serta budaya yang tengah berkembang dalam suatu masyarakat.

Budaya tersebut merupakan tolak ukur tinggi rendahnya peradaban

masyarakat di kala itu. Masyarakat dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan. Hal

demikian tidak hanya terjadi di negara-negara barat, akan tetapi

negara-negara timurpun juga mengalami hal serupa. Dalam novel yang

berjudul Laila Majnun karya Nizami yang merupakan cermin dari dunia

Timur, novel ini mengandung unsur-unsur kekuasaan dalam kehidupan

masyarakat seperti yang di gambarkan oleh orang tua Laila dan setiap bacaan

yang bertema cinta terus memberikan banyak interpretasi.

Salah satu penyababnya adalah sifat keuniversalan cinta, cinta bisa hadir

di mana saja, kapan saja, berkaitan dengan siapa dan apa saja. Mengenali
8

kisah Laila Majnun sebagai kisah antara dua manusia sungguh dapat pula

memberikan kenikmatan dan pencerahan yang luar biasa. Oleh karena alasan

tersebut, penelitian ini dilakukan, yakni menganalisis kekuasaan tokoh dalam

kisah percintaan Laila Majnun yang merupakan representasi dari dunia timur.

Novel yang akan saya analisis adalah Layla Majnun karya Syaikh Nizami.

Novel ini merupakan novel sastra yang berhasil memadukan tema cinta dan

latar belakang budaya suatu bangsa. Laila Majnun merupakan kisah cinta

klasik yang dikisahkan dari mulut kemulut ditanah Arab sejak Dinasti

Umayyah berkuasa (661-750 M). Diyakini oleh banyak orang, roman ini

didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda Qays putra

Al-Mulawwah, penguasa Bani Amir di Arabia.

Ada puluhan versi versi cerita pada masa itu, dalam salah satu versinya,

Qays menghabiskan masa mudanya bersama Layla ditenda mereka. Dalam

versi yang lain, Qays hanya memandang Layla dan langsung jatuh cinta

kepadanya dengan cinta yang membuatnya pikun dan buta, tapi dari sekian

banyak versi tetap mengandung persamaan dalam masing-masing versi : Qays

berubah menjadi gila karena cintanya kepada Layla, karena alasan itulah dia

disebut ''Majnun'' yang berarti ''Gila'' melalui kisah itukah kemudian

syair-syair Arab, yang berbicara tentang romantika cinta Majnun dan kesetian

layla yang menggetarkan.

Layla Majnun sangat menginspirasi para penyair Arab, khususnya kaum

sufi, karena sosok Layla menjadi simbol yang mempersentasikan yang

terkasih - yang rahasia dan tak tersentuh- dan sosok Majnun


9

mempersentasikan seorang pecinta. Dalam ajaran agung para sufi, hubungan

pencinta dan kekasih, juga antara hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin

melalui cinta. Dari tradisi lisan kisah tersebut kemudian merasuk dalam

khazanah sastra Persia, dan Nizami menuliskannya pada abad 12 dalam

bahasa Persia. Dari situlah timbul ketertarikan untuk menganalisis novel.

Terpilihnya novel ini karena saya sendiri secara pribadi menyukai jalan

cerita dari novel tersebut. novel ini unik karena ini bukan lah sastra modern

yang tampaknya di baca skiming bisa kita pahami, membutuhkan suatu

kesabaran untuh memahami gaya klasik dalam novel ini. Tidak hanya gaya

bahasanya, tapi cobalah kita resapi tiap-tiap kalimat dan kata per kata tiap

halaman. Anda akan mengerti, kenapa karya ini tetap abadi selama

berabad-abad. Sastra timur tengah memang unggul dalam penggunaan diksi,

prosa, dan majasnya sehingga bententuk kisah tragedi yang menyedihkan dan

tetap anggun untuk dinikmati.

Kisah cintah Qays dan Laila diceritakan dari mulut ke mulut dalam

bentuk syair. Maka wajar jika kemudian terjadi berbagai versi. Bahkan ada

yang menganggap bahwa kisah Romeo-Juliet diilhami dari kisah cinta

Laila-Majnun ini. Dari situlah timbul ketertarikan untuk menganalisis novel.

Layla Majnun adalah kisah yang menceritakan sorang pemuda tampan

gagah dan penuh wibawa yang terkenal dikawasan Kabilah Bani Amir,

Jazirah Arab yang bernama Qays. Ia mencinti seorang wanita dari kabilah lain

yang tak kalah terkenalnya, yang bernama Layla. Mereka menjalani kisah

cinta secara sembunyi, karena pada waktu itu belum waktunya untuk mereka
10

berdua memadu cinta. Seiring berjalannya waktu kisah cinta itupun akhirnya

tak bisa disembunyikan lagi.semua orang tau kisah cinta mereka, termasuk

orang tua Layla. Keluarga Layla tidak menyetujui hubungan mereka. Bahkan

mereka tidak bisa benjumpa satu sama lain. Semakin hari Qays semakin

gelisah bahkan masyarakat yang merasa aneh melihat tingkah Qays, mereka

memanggil Qays dengan panggilan Majnun “Gila”. Ayah Qays Syed Amri

meminang Layla untuk Qays. Namun apa daya, Majnun tetap berkelakuan

seperti orang gila, sehingga orang tua Layla menolak pinangan itu.

Cintanya terhadap Layla, membuat Qays semakin tampak seperti orang

gila secara fisik, kehilangan kemanusiaannya. Ia lebih memilih

binatang-binatang rimba sebagai teman dibandingkan manusia. Meskipun

sepasang kekasih ini tidak bisa bersatu dunia tetapi kematian telah

memberikan hadiah keabadian pada mereka.

B. Rumusan Masalah

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka di perlukan suatu

rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui bagaimana unsur ekstrinsik yang terdapat pada novel

Layla Majenun melalui pendekatan Robert Stanton

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui Unsur unsur

ekstrinsik pada novel Laila majenun melalui pendekatan Robert Stanton

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian sebagai berikut:


11

1. Secara praktis diharapkan melalui penelitian ini akan memberikan

manfaat atau berdampak pada jalannya perkembangan pemerintah desa

khusnya pemerintah desa kabupaten polewali mandar

2. Secara teoritis ini akan mengembangkan wawasan yang berkaitan dengan

unsur-unsur ekstrinsik dalam novel Layla Majnun


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sastra

Sastra adalalah seni yang berhubungan dengan penciptaan dan ungkapan

pribadi (ekspresi) (Sumardjo, 1984: 15). Selain itu, sastra juga merupakan

salah satu hasil karya manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia

hidup di dunia ini memerlukan banyak kebutuhan. Manusia perlu makan,

pakaian agar tidak kedinginan, rumah agar tidak kehujanan dan kepanasan,

perlu kedokteran agar tidak jatuh sakit. Manusia juga perlu hiburan agar

mendapat kesenangan. Manusia perlu berpikir dan mencipta untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya itu. Ada kebutuhan manusia yang berupa kebendaan,

ada pula kebutuhan manusia yang bersifat kerohanian seperti aturan-aturan

hidup dalam hidup bersama, kesenian untuk hiburan. Semua hasil kerja

manusia untuk memenuhi kebutuhannya itu disebut kebudayaan. Karena

kebutuhan manusia begitu banyak maka kebutuhan kebutuhan tersebut

digolongkan dalam beberapa kategori yaitu kebutuhan kebendaan yang terdiri

dari ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi; kebutuhan kerohanian terdiri

dari kesenian, tata cara beribadah dalam agama, peraturanperaturan dalam

masyarakat, dan filsafat (Sumardjo, 1984: 2).

Karya sastra adalah suatu fenomena sosial. Karya sastra terkait dengan

pembaca dan segi kehidupan manusia yang diungkapkan di dalam nya. Karya

sastra sebagai fenomena sosial tidak hanya terletak pada segi penciptaannya

tetapi pada hakikat karya itu sendiri tetapi sebagai reaksi sosial seorang

12
13

penulis terhadap fenomena sosial yang dihadapinya mendorong ia

menulis karya sastra. Oleh sebab itu, mempelajari karya sastra berarti

mempelajari suatu kehidupan sosial, mengkaji manusia, kehidupan, budaya,

ideologi, perwatakan, bahkan menyangkut masalahmasalah lain yang lebih

luas yang terkait dengan kehidupan manusia (Semi, 1990: 53). Sastra

merupakan suatu bentuk budaya yang universal. Sastra merupakan produk

karya seni kreatif yang objeknya adalah manusia dengan segala

permasalahannya dan disampaikan atau diwadahi oleh bahasa yang khas dan

mengandung nilai estetik. Sastra tidak pernah sama antara satu tempat di

dunia ini dengan tempat lain, tidak pernah sama antara waktu dengan waktu

yang lain. Selain itu, karya sastra merupakan suatu tiruan alam, mimesis,

tetapi juga merupakan suatu produk imajinasi dan produk kreativitas (Semi,

1990: 53).

Berdasarkan pengertian-pengertian karya sastra tersebut dapat

disimpulkan bahwa karya sastra merupakan hasil karya manusia berupa

bahasa yang mewakili fenomena sosial. Karya sastra memiliki beberapa ciri,

antara lain.

1. Sastra memberikan hiburan. Karya sastra yang baik selalu menyenangkan

untuk dibaca, ingin selalu mengulangi membacanya. Hiburan yang

diberikan karya sastra adalah hiburan spiritual.

2. Sastra menunjukkan kebenaran hidup manusia. Sastra dihargai karena

berguna bagi hidup manusia. Sastra mengungkapkan berbagai


14

pengalaman manusia agar manusia lain dapat memetik pelajaran baik

dari padanya agar manusia menjadi lebih mengerti manusia lain.

3. Sastra itu melampaui batas bangsa dan zaman. Kitab sastra Mahabarata

dan Rramayana menceritakan kejadian beberapa ratus tahun sebelum

Masehi tetapi cerita tersebut masih tetap digemari orang dalam abad

keduapuluh ini. Ini berarti sastra tersebut melampaui batas zamannya. Ia

digemari manusia sepanjang abad karena ia menceritakan pengalaman

manusia yang akan terjadi berulang-ulang. Persoalan terjadinya perang,

kehilangan suami yang gugur dalam perang, kebaktian kepada guru,

adanya manusia serakah yang merebut milik kita, semua itu akan terus

dialami manusia. Jadi, karya sastra yang baik adalah karya yang

mempersoalkan hakekat permasalahan manusia. Meskipun Mahabarata

ditulis oleh orang Hindu dan tentang agama Hindu, tetapi berhasil

membicarakan hal-hal yang menjadi masalah orang-orang di luar agama

itu sehingga abadi (Sumardjo, 1984: 14-15).

B. Genre Sastra

Genre, istilah serapan untuk ragam, adalah pembagian suatu bentuk seni

atau tutur tertentu menurut kriteria yang sesuai untuk bentuk tersebut. Dalam

semua jenis seni, genre adalah suatu kategorisasi tanpa batas-batas yang jelas.

Genre terbentuk melalui konvensi, dan banyak karya melintasi beberapa

genre dengan meminjam dan menggabungkan konvensi-konvensi tersebut.

Lingkup kata "genre" biasanya dibatasi pada istilah dalam bidang seni dan

budaya.
15

Novel adalah narasi fiksi panjang yang menceritakan pengalaman

manusia secara lebih dekat. Novel di era modern biasanya menggunakan gaya

prosa sastra dan pengembangan novel bentuk prosa tersebut saat ini telah

didukung dengan inovasi-inovasi dalam dunia percetakandan

diperkenalkannya kertas murah pada abad ke-15.

Kata ini berasal dari bahasa Italia novella artinya "baru", "berita", atau

"cerita pendek mengenai sesuatu yang baru", dan kata itu sendiri berasal

dari bahasa Latin novella, bentuk jamak dari novellus, yang disingkat novus,

artinya "baru".

Dalam kamus besar bahasa indonesia: Sebuah karangan prosa yang

panjang dan mengandung rangkaian kehidupan seseorang serta menonjolkan

watak dari setiap pelaku yang berperan. Cerita yang diutarakan dalam novel

biasanya berupa cerita rekayasa. Kehidupan sehari-hari pelaku utama

diceritakan bersama orang-orang di sekitarnya dengan cara naratif.

Novel lebih panjang daripada cerpen (35.000 kata keatas) dan tidak

dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara dan sajak.

C. Hakikat Novel

Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa yang

mempunyai unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kata novel berasal dari

bahasa Itali Novella yang secara harfiah berarti, sebuah barang baru yang

kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa

Abrams (Nurgiyantoro, 2012: 9). Kata novel dalam bahasa Latin berasal dari

kata novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti baru. Robert
16

Lindell (Waluyo 2011: 5) menyatakan bahwa karya sastra yang berupa novel,

pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun

1740. Tadinya novel (Pamella) merupakan bentuk catatan harian seorang

pembantu rumah tangga. Novel merupakan karya sastra yang bersifat realistis

dan mengandung nilai psikologi yang mendalam, sehingga novel dapat

berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi misalnya surat-surat, biografi,

dokumen-dokumen, dan sejarah sedangkan roman (romansa) lebih bersifat

puitis dan epik (Nurgiyantoro, 2012:15).

Pengertian novel dilihat dari sudut pandang seni, novel adalah lambang

kesenian yang baru yang berdasarkan fakta dan pengalaman pengarangnya.

Susunan yang digambarkan novel adalah suatu yang realistis dan masuk akal.

Kehidupan yang dilukiskan bukan hanya kehebatan dan kelebihan tokoh

(untuk tokoh yang dikagumi), tetapi cacat dan kekurangannya. Pengarang

menuangkan seluruh kekurangan dan kelebihan tokoh dalam karyanya,

pengarang memang mempunyai kuasa untuk membentuk kepribadian tokoh

dalam cerita yang dibuatnya Waluyo (Akbar dkk, 2013: 57). Pengertian yang

lebih rinci dikemukakan oleh Sumardjo (Akbar dkk, 2013: 57) yang

menyatakan bahwa novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem

bentuk. Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari

masing-masing unsur. Masing-masing unsur saling berkaitan membentuk

sebuah cerita yang disampaikan melalui bahasa. Bahasa digunakan sebagai

media oleh pengarang dalam menuangkan ide kreatif dan imajinasinya dalam

bentuk tulisan. Novel dan daya imajinatif pengarang memang tidak bisa
17

dipisahkan, menurut Kosasih (2012: 60) novel merupakan karya imajinatif

yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau

beberapa orang tokoh.

Dalam dunia novel tokoh merupakan aspek yang mengalami

permasalahan. Permasalahan sebagai langkah utama bagi pengarang dalam

menuliskan karyanya. Permasalahan tersebut bisa berupa permasalahan sosial,

ekonomi, agama, percintaan, dan lain sebagainya tergantung dari selera

pengarang. Pengarang mempunyai kuasa untuk menentukan permasalahan

apa yang diangkat dari karyanya. Daya imajinatif pengarang sangat

diperlukan dalam penciptaan karya sastra karena tanpa unsur tersebut

penyajian cerita cenderung monoton dan tidak menarik. Forster (Wardani,

2009: 15) menyatakan bahwa novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang

agak panjang tidak kurang dari 50.000 kata, menceritakan kehidupan beserta

nilainya dengan cara tertentu.

Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih

pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek

Novel mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan

seseorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan yang

pokok-pokok saja. Juga perwatakan para pelaku-pelakunya digambarkan

secara garis besar, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya, dan

kejadian yang digambarkan tersebut mengandung suatu konflik jiwa sehingga

mengakibatkan adanya perubahan nasib (Santosa & Wahyuningtyas,

2010:46). Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka


18

dapatdisimpulkan bahwa novel merupakan kisah atau cerita fiksi dalam

bentuktulisan/kata-kata dan memiliki unsur instrinsik dan juga unsur

ekstrinsik. Sebuah novel mengisahkan/menceritakan tentang kehidupan

manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan juga sesamanya.

Pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca

kepada berbagai macam gambaran realita kehidupan melalui cerita yang

terkandung di dalam novel.

Agar lebih memahami apa itu novel, maka kita dapat merujuk pada

pendapat para ahli berikut ini:

a) Drs, Rostamaji, M.Pd

Menurut Drs, Rostamaji, M.Pd, pengertian novel adalah suatu

karya sastra yang memiliki 2 unsur; yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik, dimana keduanya saling berkaitan karena saling

berpengaruh dalam sebuah karya sastra.

b) Dr. Nurhadi

Menurut Dr. Nurhadi, pengertian novel adalah bentuk karya

sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai sosial, budaya, moral,

dan pendidikan.

c) Paulus Tukam, S.Pd

Menurut Paulus Tukam, S.Pd, pengertian novel adalah suatu

karya sastra yang berbentuk prosa serta di dalamnya terdapat

unsur-unsur intrinsik.

d) Drs. Jakob Sumardjo


19

Menurut Drs. Jakob Sumardjo, pengertian novel adalah suatu

bentuk karya sastra yang sangat populer di dunia, serta paling banyak

beredar dan dicetak karena daya komunitasnya yang sangat luas di

dalam masyarakat.

Adapun ciri-ciri novel sebagai berikut.

Sebuah karya sastra berbentuk novel dapat dikenali dari beberapa

karakteristik yang membedakannya dengan karya sastra lainnya. Adapun

ciri-ciri novel adalah sebagai berikut:

a) Pada umumnya novel terdiri dari sekurang-kurangnya 100 halaman,

atau jumlah katanya lebih dari 35.000 kata.

b) Novel ditulis dengan suatu narasi dan deskripsi untuk

menggambarkan suasana kejadian di dalamnya.

c) Alur cerita di dalam novel cukup kompleks dan terdapat lebih dari

satu impresi, efek, dan emosi.

d) Umumnya setiap orang membutuhkan waktu setidaknya 120 menit

untuk membaca habis sebuah novel.

e) Cerita pada sebuah novel bisa sangat panjang, namun terdapat

banyak kalimat yang diulang-ulang.

Sebagai berikut struktur novel

Pada suatu novel terdapat beberapa elemen penting yang membentuknya

menjadi suatu cerita yang utuh. Adapun struktur novel adalah sebagai berikut:

a) Abstrak
20

Abstrak yaitu ringkasan inti dari sebuah novel sebagai gambaran

awal. Unsur ini bersifat opsional, bisa digunakan dan bisa juga tidak.

b) Orientasi

Orientasi yaitu segala hal yang berkaitan dengan suasana, waktu,

dan tempat yang terdapat di dalam cerita novel.

c) Komplikasi

Komplikasi yaitu urutan beberapa kejadi yang dihubungakan

berdasarkan sebab-akibat.

d) Evaluasi

Evaluasi yaitu struktur konflik yang terdapat pada novel dimana

konflik yang terjadi mengarah ke suatu titik tertentu.

e) Resolusi

Resolusi yaitu bagian dimana terdapat solusi terhadap masalah

yang dihadapi oleh tokoh utama dalam novel.

f) Koda

Koda yaitu bagian akhir suatu novel dimana di dalamnya

biasanya terdapat pesan atau nilai moril yang ingin disampaikan

kepada pembaca.

D. Unsur-unsur sastra

1. Unsur Intrinsik Novel

Novel merupakan salah satu bentuk fiksi yang perwujudannya sangat

ditentukan oleh adanya unsur-unsur cerita yang satu dengan yang lainnya.

Adapun unsur- unsur yang terdapat di dalamnya adalah tema, alur, penokohan,
21

latar, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat. Berikut ini akan penulis

uraikan satu persatu unsur-unsur tersebut.

a) Tema

Setiap karya fiksi pasti mengandung tema. Tema adalah pandangan

hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau

rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar

atau gagasan utama dari suatu karya sastra (Tarigan, 1984: 125). Jadi,

tema adalah pandangan hidup mengenai rangkaian nilai-nilai tertentu

yang membangun gagasan utama dari suatu cerita.

Tema adalah ide cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan

sekadar bercerita, akan tetapi mengatakan sesuatu pada pembaca. Sesuatu

yang ingin dikatakan itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan

hidupnya tentang kehidupan atau komentar terhadap kehidupan ini.

Kejadian dan perbuatan tokoh cerita semuanya didasari oleh ide

pengarang tersebut (Sumardjo dan Saini, 1997: 56).

Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah

karya sastra sebagai struktur semantic dan bersifat abstrak yang secara

berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan

secara implisit (Nurgiyantoro, 2013: 115). Tema selalu berkaiatan dengan

pengalaman hidup manusia. Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2005: 25)

menyatakan bahwa tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Ia

selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah


22

cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya. Dalam hal

tertentu, tema dapat disinonimkan dengan ide atau tujuan utama cerita.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa tema adalah ide, makna dan gagasan yang ditulis oleh pengarang

dalam karyanya. Tanpa tema sebuah karya tidak memiliki makna serta

tidak ada gunanya karena di dalam tema terdapat pokok permasalahan

dari berbagai tokoh.

b) Alur

Alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau

drama. Brooks menyatakan istilah lain yang sama artinya dengan alur

atau plot ini adalah trap atau dramatik konflik (Tarigan, 1984: 126).

Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para

pelaku dalam suatu cerita (Aminudin, 2002: 83).

Alur atau plot cerita sering juga disebut kerangka cerita, yaitu jalinan

cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan

sebab akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak

peristiwa yang akan datang (Waluyo, 2006: 5).

Alur sebuah cerita terdiri atas

1) Situation (Mulai melukiskan suatu peristiwa),

2) Generating circumtances (Peristiwa mulai bergerak),

3) Rising action (Keadaan mulai memuncak),

4) Climax (Mencapai titik puncak),


23

5) Denouement (Pemecahan soal/penyelesaian suatu peristiwa)

(Tarigan, 1984: 128).

Alur menggambarkan apa yang terjadi dalam suatu cerita, tetapi

yang lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan

adanya kesinambungan, maka suatu cerita akan memiliki awal dan akhir.

Selain itu juga alur dapat diartikan rangkain peristiwa yang direka dan

dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui

kerumitan ke arah klimaks.

c) Penokohan

Penokohan adalah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan

mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan

(Esten,1978: 27).

Penokohan yang baik adalah penokohan yang berhasil

menggambarkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari

tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki

tema dan amanat.

Tokoh-tokoh cerita dalam novel biasanya ditampilkan secara lebih

lengkap, misalnya yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik, keadaan

sosial, tingkah laku, sifat dan kebiasaan, dan lain-lain, termasuk

bagaimana hubungan antartokoh itu baik dilukiskan secara langsung

maupun tidak langsung. Semuanya itu akan memberikan gambaran yang

lebih jelas dan konkret tentang keadaan para tokoh tersebut.


24

Itulah sebabnya tokoh-tokoh cerita novel dapat lebih mengesankan

(Nurgiyantoro, 2013: 16). Tokoh-tokoh cerita dalam teks naratif, tidak

akan begitu saja secara serta-merta hadir kepada pembaca. Mereka

memerlukan “sarana” yang memungkinkan kehadirannya. Pembaca dapat

memahami tokoh dalam cerita melaui pelukisan tokoh yang disajikan

oleh pengarang. Ada dua cara pelukisan tokoh dalam karya prosa, yaitu

teknik ekspositori dan teknik dramatik. Kedua teknik tersebut dijelaskan

sebagai berikut (Nurgiyantoro, 2013: 279—283).

1) Teknik Ekspositori

Pelukisan tokoh cerita dalam teknik ekspositori, yang disebut

juga teknik analitis, dilakukan dengan memberi deskripsi, uraian,

atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan

oleh pengarang ke hadapan pembaca dengan cara tidak berbelit-belit,

melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya,

yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan

juga ciri fisiknya.

2) Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik dilakukan secara

tidak langsung. Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit

sifat dan sikap serta tingkah laku para tokoh. Pengarang membiarkan

(baca: menyiasati) para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya

sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal


25

lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan

juga melalui peristiwa yang terjadi.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

penokohan adalah penggambaran fisik dan jiwa para tokoh baik

melalui tingkah laku maupun gagasannya dalam menjalankan roda

kehidupan sebuah cerita. Penokohan dapat menyuguhkan sosok para

pelaku yang dapat menghidupkan kejadian-kejadian dalam suatu

cerita.

d) Latar (Setting)

Latar atau Setting adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian

cerita dapat berkaitan dengan dimensi fisiologis, sosiologis, dan

psikologis. Setting juga dapat dikaitkan dengan tempat dan waktu

(Waluyo, 2006: 10). Abrams berpendapat bahwa latar yang disebut juga

sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan

waktu, sejarah, dan lingkungan sosial tempat kejadiannya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2013: 302).

Latar bukan hanya menonjolkan tempat kejadian dan kapan

terjadinya. Sebuah cerpen atau novel memang harus terjadi di suatu

tempat dan waktu (Sumardjo dan Saini, 1997: 75). Pendapat tersebut

diperkuat bahwa latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik

berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan

fungsi psikologi (Aminudin, 2002: 67).


26

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal

tersebut penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,

menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sunguh-sungguh ada dan

terjadi. Dengan demikian, pembaca merasa difasilitasi dan dipermudah

untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping deimungkinkan

untuk berperan secara kritis, sehubungan dengan pengetahuannya tentang

latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan

aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab.

Pembaca seolah-olah merasa menemukan sesuatu dalam cerita itu

yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjajadi jika latar

mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan

karakteristiknya yang khas ke dalam cerita (Nurgiyantoro, 2013: 303).

Unsur latar dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

waktu, dan sosial. Unsur itu walau masing-masing menawarkan

permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada

kenyataannya saling berkaitan dan saling memengaruhi satu dengan yang

lainnya (Nurgiyantoro, 2013: 314).

Ketiga unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1) Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa tempattempat dengan nama tertentu,

inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.


27

Penggunaan latar dengan nama-nama tertentu haruslah

mencerminkan atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat atau

keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat

tentu saja memiliki karakteristiknya sendiri yang membedakan

dengan tempat lain. Penggunaan banyak atau sedikitnya latar tempat

tidak berhubungan dengan kadar kelitereran karya yang

bersangkutan. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh

ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar

lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi. Keberhasilan

penampilan unsur latar itu sendiri antara lain dilihat dari segi

koherensinya dengan unsur fiksi lain dan dengan tuntutan cerita

secara keseluruhan.

2) Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-petistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan

peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu

sejarah itu kemudian digunakan untuk mencoba masuk dalam

suasana cerita.

Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional

jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu

sejarah. Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan


28

menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal,

dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tidak dapat diganti

dengan waktu yang lain tanpa memengaruhi perkembangan cerita.

Latar waktu menjadi amat koheren dengan unsur cerita yang lain.

3) Latar Sosial

Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial

masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata

cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam

lingkup yang cukup kompleks. Tata cara tersebut dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,

cara berpikir dan bersikap, dan sebagainya. Di samping itu, latar

sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang

bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau kaya.

Latar sosial berperan menentukan sebuah latar, khususnya latar

tempat, akan menjadi khas dan tipikal atau hanya bersifat netral.

Dengan kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional,

deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai deskripsi latar sosial,

tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang

bersangkutan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan

bahwa latar adalah waktu dan tempat terjadinya peristiwa dalam

karya fiksi yang memiliki fungsi fisikal dan psikologi, serta suasana

yang dapat mengekspresikan suatu cerita dan pada akhirnya dapat

menunjang nilai-nilai karya sastra tersebut. Latar (setting) dapat


29

diartikan juga tempat terjadinya peristiwa yang berhubungan dengan

waktu, ruang, dan suasana dalam karya sastra.

e) Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah hubungan yang terdapat antara sang

pengarang dengan alam fiktif ceritanya, ataupun antara sang

pengarang dengan pikiran dan perasaan para pembacanya (Tarigan,

1984: 140). Sudut pandang menunjuk pada cara sebuah cerita

dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang

dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita

dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut

pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang

secara sengaja dipilih pengarang, yang antara lain berupa pandangan

hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan (Nurgiyantoro, 2013: 338)

Sudut pandang dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut

(Sumardjo dan Saini, 1997: 83).

1) Omniscient Point of View (Sudut Penglihatan yang

Berkuasa)

Pengarang bertindak sebagai pencipta tahu segalanya.

Ia biasa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk

melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang

diinginkan.

2) Objective Point of View


30

Pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient,

hanya saja pengarang sama sekali tidak memberi komentar

apa pun.

3) Point of view Orang Pertama

Gaya ini bercerita tentang sudut pandang “Aku”. Jadi,

seperti orang menceritakan pengalamannya sendiri.

4) Point of View Peninjau

Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita.

Teknik ini berupa penuturan pengalaman seseorang.

Pendapat lain menerangkan bahwa sudut pandang yang

umum digunakan pengarang dibagi menjadi empat jenis,

yaitu (a) sudut pandang first-person- central atau

akuan-sertaan (tokoh sentral cerita adalah pengarang yang

secara langsung terlibat dalam cerita); (b) sudut pandang

first-person-peripheral atau akuan-taksertan (tokoh “aku”

pengarang biasanya hanya menjadi pembantu atau

pangantar tokoh lain yang lebih penting); (c) sudut pandang

third-person- omniscient atau diaan-mahatahu (pengarang

berada di luar cerita, biasanya pengarang hanya menjadi

seorang pengamat yang mahatahu dan bahkan mampu

berdialog langsung dengan pembaca); dan (d) sudut

pandang third-person-limited atau diaan-terbatas (pengarang


31

menggunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas

hak berceritanya) (Sayuti,1997: 101).

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa sudut pandang

(point of view) adalah kedudukan pengarang dalam cerita

yang dikarangnya ataupun sang pengarang dengan pikiran

dan perasaan pembacanya. Sudut pandang dapat pula

diartikan sebagai pusat pengisahan. Berdasarkan pandangan

pengarang ini pulalah pembaca mengikuti jalannya cerita

dan memahami temanya.

f) Amanat

Amanat merupakan gambaran jiwa pengarang. Pengarang mengolah

dan merekareka hasil ciptaannya yang mengandung pikiran dan

perenungan si pengarang di dalamnya. Dari hasil perenungan itu

diharapkan pembaca dapat memahami dan mengambil manfaatnya.

Amanat yang baik tidak cenderung untuk mengikuti pola- pola dan

norma-norma umum, tetapi menciptakan pola-pola baru berdasarkan

nilai-nilai kemanusiaan (Esten,1978: 23). Amanat merupakan pesan atau

aliran moral yang disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.

Amanat pada sebuah karya sastra tidak disampaikan secara

nyata,walaupun ada pula yang amanat yang benar-benar disampaikan

secara langsung. Jika amanat itu disampaikan oleh pengarang secara

tersirat, akan dibutuhkan ketelitian dalam menelaah karya sastra agar

dapat memahami pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang


32

tersebut. Amanat itu biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan

sehari-hari. Sesuai dengan sifat karya sastra, selain dapat menyenangkan,

juga dapat memberi manfaat.

2. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di

luar karya sastra yang memengaruhi kelahiran dan keberadaan suatu karya

sastra dan mempermudah memahami karya sastra tersebut. Unsur ini

membuat suatu karya sastra memiliki nilai dan terikat hubungan dengan

tersendiri dalam sosial masyarakat.

Unsur ekstrinsik meliputi nilai sosial, nilai budaya, nilai realigi dan nilai

moral. Unsur ekstrinsik dalam novel Layla Majnun dikemukakan sebagai

berikut:

a) Nilai religiuas

Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia

dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan

manusia dan Tuhan tidak terlepas dari pembahasan agama. Agama

merupakan pegangan hidup bagi manusia. Agama dapat pula bertindak

sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau

pemberimakna kehidupan. Melaluiagama, manusiapun dapat

mempertahan kankeutuhan masyarakat agar hidup dalam

polakemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih

masa depan yang lebih baik.

b) Nilai Moral
33

Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai

yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan

bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia

yang dipandang dari nilai individu itu berada. Sikap disiplin tidakanya

dilakukan dalam hal beribadah saja, tetapi dalam segalahal, sikap yang

penuh dengan kedisiplinan akan menghasilkan kebaikan. Seperti halnya

jika dalam agama, seorang hamba jika menjalankan shalat tepat waktu

akan mendapat pahala lebih banyak, demikian juga jika disiplin

dijalankan pada pekerjaan lainnya dan tanpa memandang siapa yang

berperan dalam melakukan.

Pengembangan nilai moral sangat penting supaya manusia

memahami dan menghayati etika ketika berinteraksi dan berkomunikasi

dengan masyarakat. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai etika

mampu menempatkan manusia sesuai kapasitasnya, dengan demikian

akan terwujud perasaan saling hormat, saling sayang, dan tercipta

suasana yang harmonis.

c) Nilai Sosial

Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diam bila dari perilaku

sosial dan tata cara hidup sosial. Suatu kesadaran dan emosi yang relatif

lestari terhadap suatuo bjek, gagasan, atau orang juga termasuk

didalamnya. Karya sastra berkaitan erat dengan nilai sosial karena karya

sastra dapat pula bersumber dari kenyataan-kenyataan yang terjadi di

dalam masyarakat. Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama,


34

seperti kasihsa yang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai

sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Kritik

tersebut dilatar belakangi oleh dorongan untuk memprotes ketidak

adilan yang dilihat, di dengar maupun yang dialaminya.

d) Nilai Budaya

Nilai budaya adalah tingkat yang paling tinggi dan yang paling

abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan nilai-nilai budaya itu

merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran

sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka

anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat

berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi

kepada kehidupan para warga masyarakatnya.

Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup

manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu

bersifat sangat umum mempunyai ruang ligkup yang sangat luas, dan

biasanya sulit diterangkan secara rasional dannyata. Namun, justru

sifatnya yang umum, luas, dan tidak konkret itu, maka nilai-nilai budaya

dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa

para individu yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan.

Kebiasaan dalam daerah tertentu juga mempengaruhi tata cara dalam

kehidupan sehari-hari.
35

E. Pendekatan robert Stanton

Adapun pendekatan yang di gunakan Robert Stanton yang di gunakan dalam

menganalisis Novel Layla Majnun adalah pendekatan unsur ekstrinsik sebagai

berikut.

Yang dimaksud dengan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang

membangun suatu karya sastra dari luar, unsur ekstrinsik seperti latar belakang

pembuatan karya sastra, latar belakang penulis, dan Kondisi sosial budaya. Unsur

ekstrinsik tidak kalah penting dari unsur intrinsik karena sama-sama membangun

suatu karya sastra seperti cerpen, novel, dsb. Bedanya jika unsur intrinsik

membangun struktur cerita dari dalam seperti tema, alur, amanat, penokohan, latar,

dan sudut pandang penulis. Dengan adanya unsur ekstrinsik maka karya sastra

yang telah di buat bisa menjadi lebih bermakna unsur-unsur yang berada di luar

karya sastra dan secara tidak langsung ikut membangun karya sastra. Jadi

pengarang membuat tinjauan lain yang bisa mendukung terbentuknya sebuah

karya sastra. Tinjauan tersebut misalnya biografi pengarang, kondisi

sosial-budaya, kondisi politik, agama, moral, dan filsafat. Karya sastra menjadi

semkin bermakna dengan adanya unsur-unsur tersebut. Berikut ini penjelasannya.

1. Biografi/ Sejarah pengarang

Biografi atau sejarah pengarang sangat berpengaruh sekali terhadap jalan

cerita yang terdapat dalam sebuah karya sastra yang dibuat oleh seorang

pengarag.

2. Kondisi sosial-budaya

kondisi sosial merupakan kondisi yang berhubungan dengan


36

norma-norma yang ada dalam kehidupan masyarakat (adanya tenggang rasa,

saling menolong, saling memberi). Sedangkan kondisi budaya merupakan

konsep masalah dasar yang begitu penting dan mempunyai nilai dalam

kehidupan manusia (kesenia, kepercayaan, upacara adat, adat istiadat).

Kondisi sosial maupun kondisi budaya yang ada di lingkungan pengarang

berperan penting dalam terbentuknya sebuah karya sastra.

3. Kondisi politik

Kondisi politik merupakan keadaan politik yang ada di lingkungan

pengarang ketika membuat sebuah karya sastra. Atau kondisi politik yang

mempengaruhi seorang pengarang dalam membuat sebuah karya sastra.

4. Nilai Moral

Nilai Moral merupakan nilai yang berhubungan dengan kepribadian

atau budi pekerti atau akhlak seseorang entah itu baik maupun buruk. Budi

pekerti atau keperibadian seorang pengarang juga memberikan pengaruh

terhadap karya yang akan ia buat.

5. Nilai Agama

Nilai agama merupakan adalah sikap atau perilaku yang didasarkan

pada kaidah atau aturan agama yang kita anut. Nilai agama yang di anut

seeorang pengarang memberikan pengaruh terhadap terbentuknya karya yang

akan dibuatnya.

6. Nilai filsafat

Nilai filsafat merupakan suatu pendirian hidup dan bisa juga

pandangan hidup masyarakat. Jadi pendirian hidup seorang pengarang juga


37

berpengaruh terhadap pembentukan sebuah karya yang akan dibuatnya selain

itu pandangan hidup dari masyarakat yang ada di lingkungannya juga dapat

mempengaruhinya.

F. Sinopsis Novel Layla Majnun

Layla Majnun merupakan naskah terjemahan dari Layli o Majnun,

dituliskan oleh Nizami Ganjavi pada abad ke-12 dalam bahasa Persia. Sudah

berabad-abad lamanya naskah ini berpindah tangan ke tangan, dibaca dari

mata ke mata, dilisankan dari mulut ke mulut, hingga baru sampai di tangan

saya saat ini. Membaca Layla Majnun seperti sedang merebahkan diri di

sebuah taman yang lapang ditumbuhi berbagai tetumbuhan menguarkan

wewangian yang aromanya membuat kita sejenak lupa tentang segala rentetan

kemaslahatan yang saling-silang-sengkarut di dalam hidup. Karena

keterbatasan jangkauan saya atas khazanah sastra Persia yang berdasar bahasa

aslinya lantas saya pun hendak memberikan tabik kepada penerjamah naskah

ini: Ali Nur Zaman. Membaca lembar awal hinggal akhir, saya tak

menemukan kesukaran membaca lantaran peralihan-bahasanya, namun hanya

keindahan dari diksi ke diksi yang terhadirkan tanpa mengurangi rasa hormat

sedikitpun kepada Nizami Ganjavi; penguasa di Kerajaan Kata—meminjam

istilah Amir Khusraw. Matur sembah nuwun.

Layla Majnun merupakan sebuah kisah cinta roman klasik berlatar di

Arabia pada suatu masa tentang pertemuan seorang anak dari dua kabilah

berbeda di sebuah sekolah. Pada mulanya sebelum mendapatkan julukan

Majnun Qays merupakan seorang salah satu murid terbaik di sekolahnya.


38

Ketika berbicara, seolah lidahnya menyemburkan mutiara. Indah didengar.

Namun, pada suatu ketika, datanglah seorang gadis yang jelita, sebuah

keindahan yang jarang dilihat oleh mata. Di bawah bayang-bayang gelap

rambutnya, wajahnya seperti nyala lentera dengan burung-burung gagak

menjalin sayap-sayap di sekitarnya. Hati siapa yang tak terpikat dan dirajam

kerinduan ketika memandangi kembang padang pasir itu? Tetapi Qays

merasakan lebih daripada itu. Ia hanyut dalam samudra cinta sebelum tahu

bahwa ia akan mengalaminya. Diserahkan hatinya kepada Layla sebelum ia

paham apa yang telah diserahkannya. Begitupun pada Layla. Seletik api telah

menyala di relung hati keduanya, dan masing-masing hati mencerminkan

wajah yang dicintainya.

Duduk perkara yang terjadi di antara cinta sepasang yang saling

mencintai ini terletak pada restu dari ayah Layla. Memang, sejatinya ketika

seorang anak mengalami fase mencinta di muka bumi, takdir yang paling

nyata terdapat di tangan orang tua. Akan tetapi, pada esensi cinta itu sendiri,

ia tak bisa dibelenggu, karena cinta merupakan takdir yang transenden dan

mencintai merupakan fitrah yang perlu dipertahankan. Pada akhirnya, Layla

dikurung dan mendapat penjagaan ketat, sedangkan Qays meninggalkan

kabilahnya, menjadi seorang pengembara, menjadi seorang pertapa, menjadi

budak cinta, mengasingkan diri dari kehidupan manusia. Akal sehat Qays

sudah tak berfungsi sebagaimana manusia semestinya, karena ia telah

meluhurkan kekasihnya dan tak peduli akan rupa-penampilannya seperti apa


39

dan harus bagaimana. Hanya ada cinta, cinta, cinta. Sehingga orang-orang

yang memperhatikannya memberikan julukan baru untuknya: Majnun.

Orang-orang menyematkan istilah 'Majnun' kepadanya karena ia tak lagi

mempedulikan kehidupan beserta penampilannya. Bahkan, kabilahnya pun ia

tinggalkan untuk mengasingkan diri dari derita yang ia alami. Setiap hari ia

hanya melantunkan syair-syairnya yang sangat indah kepada Layla. Ia

percaya angin membawa serta syair-syair tersebur dan menyibak tirai Layla

yang juga tengah merindukannya tiap malam. Istilah Majnun pun lantas tak

membuat orang-orang menutup diri akan keindahan syair-syair yang

dilantunkan Qays, hingga orang-orang menuliskannya dan menyebarkan

syair-syair tersebut. Majnun beranggapan bahwa cinta merupakan takdir.

Derita cinta yang dialami oleh Majnun adalah derita yang siapapun

mengembannya tanpa cinta akan merasakan kesengsaraan hidup di dunia.

Cinta Majnun kepada Layla merupakan cinta yang berpuasa. Dari hari ke hari,

bulan ke bulan, tahun ke tahun Majnun mengasingkan diri dan bertahan hidup

karena Cinta. Ia tak mengenal siapapun selain kekasihnya, bahkan dirinya

pun tak ia kenali.

Cinta Majnun kepada Layla dapat direpresentasikan sebagaimana cinta

hamba kepada Tuhan. Majnun merepresentasikan simbol Yang Terkasih,

sedangkan Layla merepresentasikan simbol pencinta. Dalam tradisi sufi,

hubungan antara pencinta dan Kekasih hanya bisa terjalin melalui cinta

(mahabbah).
40

Cinta yang berpuasa adalah cinta yang bertahan dari kedekatan yang

mampu menjerumuskan ke dalam sumur gelap yang dalam. Kedekatan yang

terlalu dekat sangatlah berbahaya bagi sepasang kekasih. Hal tersebutlah yang

coba digambarkan oleh Nizami Ganjavi; tragedi-penderitaan yang

nikmat—sebuah paradoksial pada umumnya. Beda halnya dengan pandangan

Barat tentang makna 'tragedi' dan 'penderitaan'.

Dengan demikian, penderitaan para pencinta tidak bisa dikatakan sebagai

'tragis’, tidak bisa diinterpretasikan dari sudut pandang moralitas konvensional.

Penderitaan pencinta meruntas belenggu sifat kemanusiaan, memampukan mereka

untuk bebas dari 'diri' yang terikat dengan dunia fana. Kematian adalah pintu

gerbang menuju dunia 'sejati’, ke rumah yang dihasrati jiwa para pencari, dan

Nizami menyingkap hal ini dalam metafora-metafora yang brilian dan dinamis.

Pada akhirnya, Layla dan Majnun adalah pengantin dari surga. Ketika

terlahir ke dunia, mereka saling mencinta dan setia walau terus berpisah. Hingga

akhirnya, Tuhan menyatukan mereka kembali dalam dekap kematian. Dan,

melalui Nizami Ganjavi, mengabadikan cinta mereka dalam sebuah kisah paling

mempesona yang pernah terlahir di dunia bahkan mempengaruhi banyak penulis

setelahnya, termasuk Jalaluddin Rumi dan konon, menurut salah satu sumber,

mahakarya William Shakespeare, Romeo dan Juliet dipengaruhi oleh Layla

Majnun.

Berbicara tentang penderitaan cinta di dunia, hal ini pun dialami oleh Umbu

Landu Paranggi yang mencintai kekasihnya sehingga ia tak ingin menikahinya,

karena Umbu beranggapan bahwa dengan tak menikahinya, itu artinya ia


41

menyakitinya. Pada akhirnya, Umbu menjalani kesunyian cinta seorang diri

kesejatian cinta.

Cinta merupakan keajaiban bagi tiap-tiap yang merasakannya, bagaimapun

menyikapinya.

Judul buku : Layla Majnun

Penulis : Nizam Ganjavi

Penerjemah : Ali Nur Zaman

Penerbit : Dolphin Tahun: Juli, 2012

Tebal buku : 250 halaman

G. Kerangka Pikir

Novel merupakan gambaran kehidupan manusia yang dituangkan

pengarang dalam karyanya. Jadi, antara sastra dan pengarang saling berkaitan.

Novel mempengaruhi cara pandang manusia mengenai kehidupan. Dalam

setiap karya sastra seperti novel pasti ada nilai pendidikan yang dituangkan

pengarang dalam karyanya. Pengarang dengan sengaja menyisipkan nilai

pendidikan yang bisa diambil oleh para penikmat karya sastra setelah

membaca sebuah karya sastra. Dengan membaca karya sastra berarti secara

tidak langsung telah belajar nilai-nilai pendidikan yang ada dalam karya

sastra.
42

Gambar 1 : Kerangka pikir

Sastra

Puisi Prosa Drama

Unsur Intrinsik Unsur Ekstrinsik

Robert Stanton

Data

Analisis Data

Kesimpulan
43

No Teori Struktural
Halaman Kutipan Data
Unsur Ekstrinsik
1 Budaya

2 Pendidikan

3 Religi

4 Moral
BAB lll

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif

kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat

sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan

adanya suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

Bogdan dan Taylor (Moleong,2000:3), mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dalam perilaku yang

dapat diamati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan data-data berdasarkan keadaan yang ada, hasil wawancara

langsung dengan informan dan dari dokumen-dokumen yang ada.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian yang di lakukan merupakan penelitian kesusastraan,

sehingga tidak ada pembatasan khusus terhadap tempat dan waktu,

namun penelitian akan di laksanakan pada bulan februari 2020 - april

2020

2. Lokasi Penelitian

Penilitian ini dilakukan di perpustakaan kampus dan objek penelitian

ini adalah Novel Layla Majenun karya Nizami yang berjumlah 229

halaman yang di terbitkan di Narasi Jln Cempaka Putih No, 8.

44
45

C. Fokus Penelitian

Penelitian dapat dilakukan dengan adanya fokus penentu. Fokus suatu

penelitian mempunyai dua tujuan. Pertama, penetapan fokus dapat membatasi

studi, jadi dalam hal ini fokus dapat membatasi inkuiri. Kedua, penetapan

fokus ini berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi atau ekslusi atau

memasukkan, mengeluarkan suatu informasi yang diperoleh

(Moleong,2000:62).

Fokus penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah unsur-unsur

ekstrinsik menurut pandangan Robert Stanton pada novel Layla Majenun

karya Nizami.

D. Definisi operasional Istilah

Definisi operasional adalah langkah Definisi operasional merupakan

definisi dari peneliti untuk menggambarkan sebuah istilah tentang metode dan

konsep risep yang ditandai dengan menyebutkan tindakan pokok seperti

manipulasi dan observasi (Dempsey, Patricia Ann et al. 2002). Definisi

Operasional ialah semua variable dan istilah yang akan digunakan dalam

penelitian secara operasional, sehingga mempermudah pembaca / penguji

dalam mengartikan makna penelitian. (Nursalam & Sisi Paniani, 2000;107)

Definisi operasional adalah pengertian dari keseluruhan hal-hal yang

akan digunakan dalam penelitian misalnya variabel dan istilah. Defini ini

memiliki tujuan untuk memperjelas variabel sehingga lebih konkrit dan dapat

diukur. Hal-hal yang harus di definisikan diantaranya tentang apa yang harus

diukur, bagaimana mengukurnya, apa saja kriteria pengukurannya, instrumen


46

yang digunakan untuk mengukurnya dan skala pengukurannya. (Dharma,

2011)

Secara umum, Pengertian Operasional adalah konsep yang bersifat

abstrak untuk memudahkan pengukuran suatu variabel. atau operasional dapat

diartikan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan ataupun

pekerjaan penelitian. Definisi operasional menurut karakteristik yang

diobservasi untuk didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa

konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan suatu perilaku atau gejala

yang diamati, diuji dan di tentukan kebenarannya kepada orang lain.

perasional merupakan salah satu instrumen dari riset karena merupakan

salah satu tahapan dalam proses pengumpulan data. Definisi dari operasional

menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang

memudahkan pengukuran variabel tersebut. Sebuah definisi operasional juga

bisa dijadikan sebagai batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk

melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan penelitian.

Adapun syarat Definisi Operasional sebagai berikut menurut Nursalam

(2003;105) bahwa syarat definisi operasional :

a. Definisi harus dapat dibolak–balikan dengan hal yang didefinisikan (luas

keduanya harus sama)

b. Definisi tidak boleh negatif

c. Apa yang didefinisikan tidak boleh masuk dalam definisi. Misal,

kepuasan adalah rasa puas yang dirasakan seseorang terhadap.


47

d. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur (ambigous).

Misal, kepuasan adalah rasa batin yang bersifat individua

E. Sumber Data dan Data

Sumber data adalah subjek yang menjadi masalah atau tempat data itu di

peroleh (Arikunto,1992:20). Penelitian ini menyangkut tentang bagaimana

unsur ekstrinsik dari novel Layla Majenun karya Nizami Sehingga yang

menjadi sumber data adalah novel Layla Majenun karya Nizami, sedangkan

data yang dijaring adalah unsur ekstrinsik dari novel Layla Majenun karya

Nizami menurut pandangan Robert Stanton

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sendiri yang menjadi istrumen yang sebagai

perencana, pengumpulan data, penafsir data, penganalisisi dan pelaporan

hasilpenelitian menurut maleong ( 1994:121 dalam azis, 2012 ), hal ini

tentunya dengan didasarkan batas pengetahuan peneliti mengenai unsur

ekstrinsik dalam sebuah novel. Dengan demikian, penelitian harus memeliki

kemampuan dan pengetahuan yang memadai tentang unsur ekstrinsik,

kecermatan dan ketekunan.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik baca dan catat. Oleh karena itu, langkah-langkah dalam pengumpulan

data adalah dengan membaca novel layla majnun secara berulang-ualang dan

teliti, lalu mencatat kata-kata yang menyatakan nilai pendidikan dalam kartu

data. Pencatatan dilakukan untuk mendokumentasikan hasil temuan. Teknik


48

pencatatan dilakukan dengan cara mengutip secara cermat dari data yang

berupa kata. Dan tersebut dibaca kemudian dianalisis mana yang termasuk

nilai pendidikan. Setelah data diperoleh kemudian diklasifikasi dan direduksi.

Setelah diperoleh data yang sesuai, data kemudian dimasukkan kedalam

tulisan.

H. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa analisa data merupakan proses

yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan

hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data-data sebagai usaha untuk

memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (Moleong,2000:103). Dalam

penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analisis yang

merupakan deskripsi mengenai unsur ekstrinsik dalam novel Layla Majenun

karna Nizami.

Tekenik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

deskriptif kualitatif. Teknik ini digunakan mengingat data-data dalam

penelitian ini berupa kata atau kelompok kata yang merupakan data kualitatif

sehingga memerlukan penjelasan secara deskriptif. Langkah-langkah yang

digunakan untuk menganalisis data dan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perbandingan

Data-data yang diperoleh dari pembacaan novel yang berulang-ulang

dimasukan ke dalam kartu data. Setelah data terkumpul, data kemudian

dibandingkan antara satu sama lain. Langkah ini dilakukan dengan

harapan perbedaan kategori antar data dapat ditemukan.


49

2. Kategorisasi

Data-data yang telah dibandingkan tersebut kemudian dikelompokan.

Perkelompokan data berupa unsur ekstrinsik berdasarkan unsur ekstrinsik

yaitu Unsur Biografi, Unsur sosial, unsur nilai.

3. Inferensi

Data-data yang telah dikelompokan berdasarkan kategori,

selanjutnya dideskripsikan sesuai dengan interprentasi dan pengetahuan

peneliti tentang unsur ekstrinsik berdasarkan konsep unsur ekstrinsik.

Pendeskripsian dilakukan terhadap setiap kelompok dan dilakukan

berurutan satu demi satu. Berdasarkan pendeskripsian yang telah

dilakukan selanjutnya dibuat simpulan.


50

DAFTAR PUSTAKA
Antar Semi. 1990. Menulis efektif. Padang; CV Ankasa Raya.

Burhan Nurgiantoro (1995), Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta Gajah Mada.


University Press

Burhan. Nurgiyantoro, 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah. Mada


University Press.

Firdaus Azis,M 2012 ),Metode Penelitian, Tangerang jelajah Nusa.

Kosasih. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya.170


hlm

Nizam Ganjavi, 2012 Layla Majnun. Dolphin


Nurgiyanto, Burhan 2009 Teory PengkajianFiksi, Yogyakarta Gadjah Mada
University Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra (Dari
Strukturalisme Hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana Naratif).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santosa, Wijaya Heru dan Sri Wahyuningtyas. 2011. Sastra: Teori dan
Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta.

Sumardjo, Jakob. 1984. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Jakarta: Nur Cahaya.

Suroto, 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU.
Jakarta: Erlangga.

Watt, Ian. 1957. The Rise Of The Novel. California: University of California
Press.

Wellek, Rene. & Warren, Austin. 1956. Theory of Literature. New


York :Harcourt, Brace & World, Inc.

Anda mungkin juga menyukai