Anda di halaman 1dari 6

UU Cipta Kerja mengubah sejumlah perizinan yang dinilai berbelit, salah satunya Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Di omnibus law UU Cipta Kerja, IMB diganti dengan Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG).
Berikut ini perbandingan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dengan UU
Cipta Kerja yang dikutip detikcom, Kamis (8/10/2020):

UU BANGUNAN GEDUNG
Pasal 5
1. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta
fungsi khusus.
2. Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan
untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.
3. Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi masjid,
gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
4. Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan
gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal, dan penyimpanan.
5. Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan
pelayanan umum.
6. Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan
gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang
diputuskan oleh menteri.
7. Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.

UU CIPTA KERJA
Pasal 5 (diringkas menjadi 2 ayat)
1. Setiap bangunan gedung memiliki fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU BANGUNAN GEDUNG
Pasal 6
1. Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota.
2. Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan.
3. Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.
4. Ketentuan mengenai tata cara penetapan dan perubahan fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU CIPTA KERJA
Pasal 6 (menghapus IMB dan diganti dengan PBG).
1. Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang).
2. Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam Persetujuan
Bangunan Gedung.
3. Perubahan fungsi bangunan gedung harus mendapatkan persetujuan kembali dari Pemerintah
Pusat.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (Dalam
pasal 1 ayat 11 disebutkan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan yang
diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku).

UU BANGUNAN GEDUNG
Pasal 7
1. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
2. Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan
bangunan.
3. Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
4. Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus
memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat, bangunan Gedung semi
permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi
bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat.

UU CIPTA KERJA
Pasal 7
1. Setiap bangunan gedung harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai dengan
fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
2. Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal bangunan gedung merupakan bangunan gedung adat dan cagar budaya, bangunan
gedung mengikuti ketentuan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

UU BANGUNAN GEDUNG
Bagian Kedua
Pasal 8,9,10,11,12,13,14 tentang Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung

UU CIPTA KERJA
Pasal 8,9,10,11,12,13,14 dihapus

UU BANGUNAN GEDUNG
Pasal 16-33 tentang Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung, yang berisi Persyaratan
Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan, Kemudahan dan Fungsi Khusus

UU CIPTA KERJA
Pasal 16-33 dihapus
UU BANGUNAN GEDUNG
Pasal 36
1. Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
2. Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh pemerintah
setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli.
3. Keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
bersifat ad hoc terdiri atas para ahli yang diperlukan sesuai dengan kompleksitas bangunan
gedung.
4. Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana teknis bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

UU CIPTA KERJA
Pasal 36 Dihapus
Pemerintah daerah (pemda) masih berhak memungut retribusi izin mendirikan bangunan
(IMB) meski ketentuan pemberian IMB dirombak melalui UU Cipta Kerja. Dalam Pasal 114 UU Cipta
Kerja yang merevisi ketentuan pada UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD), retribusi IMB atau yang sekarang istilahnya diubah menjadi retribusi persetujuan bangunan
gedung tetap menjadi salah satu dari 4 jenis retribusi perizinan tertentu yang berhak dipungut oleh
pemda. Penetapan tarif retribusi ditetapkan melalui peraturan kepala daerah. Namun, UU Cipta
Kerja menyisipkan 1 pasal baru yaitu Pasal 156A yang memungkinkan pemerintah pusat mengubah
tarif retribusi demi melaksanakan kebijakan fiskal nasional."[Pemerintah pusat] dapat mengubah
tarif pajak dan tarif retribusi daerah dengan penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku
secara nasional," bunyi Pasal 156A UU PDRD pada UU Cipta Kerja, dikutip Rabu (7/10/2020).
Merujuk pada UU Cipta Kerja, yang dimaksud dengan persetujuan bangunan gedung adalah
perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Melalui revisi atas UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung pada UU Cipta Kerja, terdapat
beberapa kewenangan yang awalnya dimiliki oleh pemda beralih kepada pemerintah pusat. Pada
Pasal 6 ayat (2), fungsi bangunan yang awalnya ditetapkan pemda dan dicantumkan dalam IMB
diubah. Dengan UU Cipta Kerja, fungsi bangunan gedung cukup dicantumkan dalam persetujuan
bangunan gedung. Tidak ada frasa 'pemda' dalam ayat tersebut.
Pada Pasal 6 ayat (3), perubahan fungsi bangunan gedung yang awalnya harus mendapatkan
persetujuan dan penetapan kembali oleh pemda diubah. Perubahan fungsi bangunan gedung cukup
mendapatkan persetujuan kembali dari pemerintah pusat.
Pasal 36A UU No. 28/2002 pada UU Cipta Kerja juga mengatur pelaksanaan dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan bangunan gedung. Persetujuan diperoleh usai mendapatkan
pemenuhan standar teknis dari pemerintah pusat atau pemda sesuai norma, standar, prosedur, dan
kriteria (NSPK) dari pemerintah pusat. Persetujuan itu dapat dimohonkan kepada pemerintah pusat
atau pemda sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan NSPK melalui sistem elektronik yang
diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Pada Pasal 40 ayat (1) yang mengatur mengenai hak pemilik bangunan gedung dalam
menyelenggarakan bangunan gedung, terdapat beberapa kewenangan yang bergeser dari pemda
kepada pemerintah pusat.Contoh, pemilik bangunan gedung berhak melaksanakan pembangunan
bangunan gedung sesuai dengan persetujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, bukan
pemda. Pemilik gedung juga berhak mengubah fungsi bangunan setelah mendapatkan persetujuan
dari pemerintah pusat, bukan pemda.

Anda mungkin juga menyukai