Anda di halaman 1dari 2

Peningkatan konsumsi gula di Indonesia dari tahun ke tahun memberikan peluang yang luas bagi

peningkatan kapasitas produksi pabrik gula. Selain itu dari jumlah produksi gula di dalam negeri saat ini
dirasakan belum mampu memenuhi kebutuhan gula di Indonesia. Di masa mendatang, pemerintah berupaya
agar Indonesia dapat mencapai swasembada gula sebagai salah satu langkah menuju Ketahanan Pangan
Nasional.

Perkembangan produksi gula dari tahun 2015 sampai dengan 2019 cenderung mengalami penurunan.
Produksi gula mengalami penurunan karena terjadi penurunan luas areal. Pada tahun 2018 produksi gula
sebesar 2,17 juta ton, terjadi penurunan sebesar 19,25 ribu ton (0,88 persen) dibandingkan tahun 2017.
Sebaliknya, pada tahun 2019 produksi gula mengalami peningkatan menjadi 2,23 juta ton atau meningkat
sebesar 55,33 ribu ton (2,55 persen) dibandingkan tahun 2018

Dilihat dari produksi terbesar tahun 2019, lima provinsi penghasil gula terbesar yaitu Provinsi Jawa Timur,
Lampung, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Gorontalo. Pada tahun 2019 produksi gula terbesar berasal
dari Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 1,05 juta ton atau 47,19 persen dari total produksi gula Indonesia.
Produksi gula Indonesia menurut provinsi tahun 2018 dan tahun 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.1. dan Tabel 4.2. (BPS, Statistik Tebu Indonesia 2019)

Perkembangan ekspor gula selama lima tahun terakhir rata-rata mengalami peningkatan yaitu sekitar 53,90
persen per tahun, kecuali pada tahun 2019 yang mengalami penurunan dibanding 2018 sebesar 22,20
persen. Pada tahun 2015, total volume ekspor gula sebesar 814 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 1,27
juta, dan pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 3,51 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 2,90 juta
(lihat Tabel 2). Produksi gula Indonesia sebagian besar dikonsumsi di dalam negeri dan hanya sebagian kecil
saja yang diekspor ke manca negara. Pangsa pasar untuk produk gula telah menjangkau ke berbagai negara
di benua Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa.

Pada tahun 2019 sekitar 35 negara yang menjadi pangsa pasar ekspor gula Indonesia. Negara yang menjadi
pengimpor gula terbesar dari Indonesia berturut-turut yaitu Papua Nugini yang volume ekspornya mencapai
1,10 ribu ton atau sebesar 31,38 persen terhadap total volume ekspor gula Indonesia dengan nilai sebesar
US$ 523 ribu, Malaysia dengan volume ekspor sebesar 912 ton atau memiliki kontribusi 26,03 persen dengan
nilai ekspornya sebesar US$ 380 ribu, Amerika dengan kontribusi 11,36 persen atau volume ekspornya
sebesar 398 ton dengan nilai ekspor US$ 890 ribu, Singapura mencapai 311 ton atau sekitar 8,87 persen
dengan nilai ekspor sebesar US$ 271 ribu, dan Timor Leste sebesar 289 ton atau 8,24 persen dengan nilai
ekspor mencapai US$ 123 ribu. Volume dan nilai ekspor gula menurut negara tujuan dapat dilihat pada Tabel
12

Industri gula memiliki peran yang penting dan strategis bagi ekonomi masyarakat Indonesia sejak zaman
penjajahan Belanda sampai dengan saat ini (Arifin, 2008; Magfiroh et al., 2017; Mubyarto, 1969). Masyarakat
yang terlibat dalam rantai industri gula mulai dari wilayah pedesaan sampai dengan perkotaan, seperti
petani tebu, industri pengolahan (pabrik gula /PG), distributor, pedagang, industri makanan dan minuman
olahan sampai dengan konsumen rumah tangga. Industri ini efektif menggerakan ekonomi pedesaan untuk
produksi tebu dan pengolahan gula, begitu juga di wilayah perkotaan menjadi bahan penolong utama untuk
industri makanan dan minuman (Marpaung et al., 2011; Sugiyanto, 2007). Ironisnya, produksi gula setelah
era kolonial mengalami stagnasi sejak tahun 1994, dimana produksi tidak lagi mengalami peningkatan
sebagaimana permintaan yang terus bergerak naik. Pertumbuhan permintaan yang tinggi datang dari sektor
industri pengolahan makanan dan minuman tidak sebanding dengan permintaan rumah tangga seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk. Ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi gula cukup tinggi
karena minimnya upaya untuk mensubstitusikan gula tebu dengan pemanis lainnya (Sugiyanto, 2007).

peluang bagi desa untuk memperoleh nilai tambah dari produksi gula, namun pada kenyataanya
menunjukan sebaliknya. Impor menjadi pilihan yang diambil untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri
sejak era tahun 1993-94an. Turunnya produksi gula dalam negeri dalam Gambar 1 sangat jelas terlihat
berbading terbalik dengan produksi gula nasional. Sejak impor gula menanjak tajam, produksi gula Indonesia
mengalami penurunan dan terus stagnan sampai sekarang. Rendahnya harga gula di pasar internasional juga
turut mendorong kemunduran industri gula nasional. Harga gula domestik yang lebih tinggi (sampai dengan
tiga kali lipat) dari pasar internasional pada tahun 2020 mendorong para produsen gula (industri
pengolahan) untuk melakukan impor gula daripada meningkatkan produksi dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhannya1 . Harga gula di pasar internasional terus anjlok dalam sepuluh tahun terakhir disinyalir dipicu
oleh maraknya kampanye kesehatan mengenai dampak buruk gula yang berdampak kepada penurunan
konsumsi di saat produksi mengalami kenaikan2 . Berbeda dengan pasar internasional, harga gula domestik
justru menunjukan kecenderungan yang terus meningkat. Penurunan harga gula internasional tidak diikuti
oleh penurunan harga gula domestik seperti halnya terjadi pada masa 1980-2000 dan 2011-2020 sekarang
ini. Harga gula domestik mengalami kenaikan di saat harga gula internasional menurun dan mengalami
kenaikan yang tajam pada saat harga di pasar internasional meninggi

Ketergantungan Indonesia terhadap gula impor sangat tinggi, sekitar 10 persen gula yang diperdagangakan
di pasar dunia pada tahun 2019 dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Bersama dengan Cina, Indonesia
termasuk ke dalam kelompok negara produsen gula yang juga importir terbesar di dunia. Bila dibandingkan
dengan zaman Belanda tahun 1930-an, dimana Indonesia bisa mengekspor lebih dari 2 juta ton gula, maka
kemunduran industri gula sebenarnya menurut Mubyarto (1977) sudah dimulai sejak tahun 1968, dimana
produktivitas gula menurun tajam menjadi hanya 7,8 ton dari sebelumnya 14 ton per hektar pada tahun
1930- an (Mubyarto, 1969). Indonesia sekarang adalah negara produsen gula yang “terpuruk”, eksportir
terbesar di era kolonial dan importir terbesar di era kemerdekaan

Mahra Arari Heryanto1 , Eddy Renaldi Suryatmana1 2020

Anda mungkin juga menyukai