Anda di halaman 1dari 17

Mata Pelajaran 3

PROTEKSI SISTEM TENAGA


LISTRIK
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2
3. PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK.............................................................................3
3.1 PENDAHULUAN........................................................................................................3
3.2 SISTEM PROTEKSI...................................................................................................3
3.2.1 POLA PROTEKSI.............................................................................................5
3.3 MEDIA TELEKOMUNIKASI.....................................................................................13
3.4 AUTO RECLOSER..................................................................................................13
3.5 KOORDINASI PROTEKSI.......................................................................................14
3.6 DISTURBANCE FAULT RECORDER (DFR)...........................................................15
3.6.1 DFR di Sistem 500 kV....................................................................................16
3.6.2 DFR di Sistem 150 atau 70 kV.......................................................................17
3.7 KINERJA PROTEKSI...............................................................................................17
(a) PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

a.1 PENDAHULUAN
Sistem proteksi adalah sekelompok alat pengaman yang terdiri atas CT/PT, relai, CB,
catu daya dan wiring yang membentuk suatu pola pengaman.
Fungsi utama sistem proteksi adalah untuk mengidentifikasi gangguan dan memisahkan
bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih sehat serta sekaligus
mengamankan bagian yang masih sehat dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar.
Selain fungsi di atas sistem proteksi berperan dalam menjaga kontinuitas pelayanan
(pengoperasian autorecloser), menjaga stabilitas sistem (fault clearing time,
pengoperasian autorecloser, pengoperasian UFR pada load shedding) dan menjaga
mutu pelayanan (kedip).
Secara umum sistem proteksi memegang peranan penting dalam menjaga keselamatan
instalasi dan kelangsungan operasi sistem tenaga listrik.
Kinerja sistem proteksi sangat tergantung dari keandalan individu peralatan maupun
keandalan secara sistem serta kemampuan SDM dalam melakukan enjiniring,
melakukan O&M dan melakukan trouble shooting. Sehingga diperlukan ketepatan
dalam menerapkan pola proteksi di Sistem Ketenaga Listrikan.
Dalam melakukan kegiatan di atas SDM sistem proteksi dilengkapi dengan peralatan
bantu berupa software untuk melakukan studi hubung singkat dan studi stabilitas (PSSE
dan Digsilent), software untuk studi transient (EMTP), software untuk setting dan
koordinasi relai (Digsilent, Etap Star, Math Cad, Transpro dan LinePro), software untuk
membaca/ menganalisa rekaman gangguan (software pabrikan DFR, alat uji relai dan
relai). Selain itu juga dilengkapi dengan peralatan uji relai + GPS, Portable DFR,
Portable TWS, Portable PQM dan lain-lain.

a.2 SISTEM PROTEKSI


Sistem proteksi tidak hanya terdiri dari relai proteksi saja, tetapi merupakan kesatuan
yang terdiri dari pemutus tenaga (PMT), transformator ukur (CT dan CVT/PT), relai
proteksi, sistem catu daya dc (batere dan charger), sistem teleproteksi, event dan
disturbance fault recorder (DFR) (Gambar 1).

3
Perintahbuka PMT

Transmisi

Relai Proteksi Sinyal kirim Relai Proteksi


Masukan besaran
arus dan Sinyal terima
tegangan
Catu Daya
(battere)

Indikasi relai
Evaluasi Gangguan
Data Scada

DisturbanceRecorder

Gambar 3-1. Komponen Sistem Proteksi Transmisi

Indikasi relai, Event logger SCADA, Event dan Disturbance Fault Recorder sangat
membantu dalam melakukan analisa/evaluasi gangguan sehingga akan mempercepat
pemulihan sistem dan memperkecil terulangnya kejadian serupa.
Batas-batas jaringan tenaga listrik yang terdiri dari banyak peralatan yang berbeda jenis
dan karakteristiknya secara fisik ditandai dengan pemutus tenaga (PMT) (Gambar 2)
Dalam hal kinerja sistem proteksi di kedua sisi saling berpengaruh maka sistem proteksi
dikoordinasikan secara bersama-sama dengan unit pembangkit atau distribusi pada
daerah batas.

PUSAT LISTRIK TRANSMISI GARDU DISTRIBUSI


INDUK

PM G

: PMT
Gambar 3-2. Batas Daerah Kerja Proteksi

Sistem proteksi harus memenuhi persyaratan sensitivitas, keandalan, selektivitas dan


kecepatan, yang semuanya bergantung pada ketepatan penerapan pola proteksi dan
peralatan proteksinya.
4
Sensitif
Ini berarti bahwa sistem proteksi dapat merasakan adanya ketidak normalan / gangguan
pada jaringan tenaga listrik betapapun kecilnya gangguan tersebut.
Andal
Ini berarti adanya jaminan bahwa sistem proteksi akan bekerja bila diperlukan
(dipendable) dan tidak akan bekerja bila tidak diperlukan (secure).
Selektif
Sebelum sistem proteksi memberikan komando yang akan diberikan betul-betul tidak
akan menyebabkan pemutusan / pemadaman yang lebih luas. Jadi selektif disini berarti
adanya jaminan bahwa dalam memisahkan bagian yang terganggu, tidak menyebabkan
pemutusan / pemadaman jaringan yang lebih luas
Cepat
Dengan memperhatikan pengertian andal, dan selektif disini cepat berarti sistem
proteksi dapat memberikan respons yang diinginkan oleh sistem tenaga listrik.
Untuk mendapatkan sistem yang memenuhi syarat seperti yang diuraikan diatas, sering
kali dijumpai kendala yang dapat menyebabkan kaidah praktis yang sudah baku tidak
dapat diterapkan sepenuhnya.
Untuk menyelesaikan kasus seperti ini diperlukan pendekatan dari dua sisi sekaligus,
yaitu pendekatan ilmu dan seni proteksi. Seni disini diartikan sebagai penyelesaian
enjiniring dimana penyelesaian baku yang sudah dikenal tidak dapat diterapkan
sepenuhnya.

a.2.1 POLA PROTEKSI


Pola proteksi di sistem PLN diatur dalam SPLN No 52-1 tahun 1984, khusus di
sistem ketenagalistrikan Jawa Bali, penerapan sistem proteksi diatur dalam Aturan
Jaringan Jawa Bali (Grid Code) tahun 2007.
Di dalam Aturan Jaringan Jawa Bali antara lain diatur mengenai koordinasi proteksi
antara unit-unit terkait di dalam jaringan, waktu pemutusan gangguan, jenis dan
persyaratan sistem proteksi pada masing-masing unit/peralatan seperti pada
penghantar, transformator, generator dan busbar.
Kecepatan pemutusan gangguan (fault clearing time) terdiri dari kecepatan kerja
(operating time) rele, kecepatan buka pemutus tenaga (circuit breaker) dan waktu
kirim sinyal teleproteksi.

5
Power
1
F 3

Po A E
D G
2

B C

0 1 2 

Gambar 3-3. Kondisi stabilitas sistem masih dicapai

Kecepatan pemutusan gangguan berperan dalam menjaga stabilitas sistem seperti


yang ditunjukan pada Gambar 3. Sistem masih stabil jika luas di bawah garis Po
(ABCDE) sama dengan atau lebih kecil dari luas bagian atas perpotongan kurva 3
dengan garis Po. Titik B-C adalah waktu pemutusan gangguan, semakin cepat
pemutusan gangguan maka sistem cenderung semakin stabil.
Waktu pemutusan menurut SPLN 52-1 1984 maupun Grid Code Jawa Bali di sisi
pemakai jaringan harus memenuhi batasan berikut yaitu : 500 kV £ 90 mdetik, 150
kV £ 120 mdetik dan 70 kV £ 150 mdetik. Waktu pemutusan 20 kV ditentukan P3B
dan Distribusi tergantung titik gangguan.
Dalam hal terjadi kegagalan proteksi utama maka proteksi cadangan disetting £ 400
mdetik dan proteksi CBF disetting antara 200 s/d 250 mdetik.
Besar kecepatan pemutusan gangguan berhubungan dengan mutu tenaga listrik di
sisi konsumen yaitu durasi kedip tegangan. Besaran kedip tegangan ini lebih lama
dari disain kecepatan pemutusan gangguan di sistem PLN.
Batasan Kedip menurut SE Direksi PT PLN (PERSERO) No. 12.E / 012 / DIR / 2000
adalah 110 mdetik untuk bekerjanya proteksi utama sistem 500 kV, 140 mdetik
untuk bekerjanya proteksi utama sistem 150 kV dan 170 mdetik untuk bekerjanya
proteksi utama di sistem 70 kV, sedangkan untuk proteksi cadangan maksimum
sebesar 500 mdetik.
Waktu pemutusan proteksi cadangan sebesar 500 mdetik dapat dicapai dengan
memanfaatkan proteksi cadangan zone 2 relai jarak dari GI remote.
Untuk memenuhi kecepatan pemutusan gangguan di atas dan dengan
mempertimbangkan waktu kerja pmt dan waktu yang diperlukan teleproteksi maka
operating time relai proteksi utama di sistem PLN di disain sebagai berikut : di sistem
500 kV adalah ≤ 20 mdetik, 150 kV adalah ≤ 30 mdetik dan di sistem 70 kV adalah
≤ 35mdetik.

a.2.1.1 Pola proteksi Penghantar


Proteksi penghantar jenis impedance seperti relai jarak, kecepatan kerjanya
(operating time) dipengaruhi oleh panjang penghantar dan kekuatan sumber ,
6
seperti diperlihatkan pada Gambar 3-4. Umumnya pada jangkauan 80 % dari
setting, waktu kerja relai semakin lambat.
Dengan demikian pemilihan pola proteksi untuk proteksi utama penghantar
tergantung dari panjang penghantar yang akan diproteksi atau dengan kata lain
tergantung dari besarnya Source to Impedance Ratio (SIR), menurut IEEE Std
C17.113-1999 tentang Guide for Protective Relay Applications to Transmission
Lines, panjang penghantar dikelompokan menjadi :
a. Penghantar Pendek dengan SIR > 4
b. Penghantar Sedang dengan 0.5 < SIR < 4
c. Penghantar Panjang dengan SIR < 0.5

Gambar 3-4. Operating time relai jarak

Untuk penghantar pendek pola proteksi utama penghantar yang


direkomendasikan adalah Current Differential, Phase Comparison, Directional
comparison. Pola ini tidak menyediakan proteksi cadangan jauh untuk GI di
depannya sehingga perlu ditambahkan proteksi cadangan jauh berupa step
distance.
Untuk penghantar sedang dan panjang pola proteksi utama penghantar yang
direkomendasikan adalah Current Differential, Phase Comparison, Directional
comparison, Distance Relay dengan pola PUTT atau POTT.
Zone 2 dari sistem proteksi penghantar digunakan sebagai sistem proteksi
cadangan jauh untuk GI/GITET di depannya.
a) Sistem 500 kV

7
Gambar 3-5. Sistem Proteksi 500 kV

Di sistem transmsi 500 kV (SUTET) dan GI 500 kV (GITET) kV sistem


proteksi dipasang secara duplikasi yang terdiri dari Proteksi Utama (a) dan
Proteksi Utama (b). Duplikasi ini mulai dari core CT/CVT sampai dengan
tripping coil PMT, duplikasi sistem suplai DC, duplikasi sistem teleproteksi.

Lp 1(a) 1
PUTT
DEF 1(a) TP FO
2
NSD70D FOX-U
Lp 1(b)
PUTT
DEF 1(b)
SAGULINGLIN
DTT CCP 1(a)
1 PLC506
CBF 1(a) TP AFT PLC
DTT
SZP 1(a) LFTP202 204
CPL
2 205
DTT CCP 1(b)

Gambar 3-6. Duplikasi sistem Proteksi TP 500 kV

Untuk proteksi terhadap kegagalan kerja PMT di sistem 500 kV setiap PMT
dilengkapi dengan sistem proteksi kegagalan kerja PMT (CBF).
b) Sistem 150 kV
Di sistem penghantar 150 kV (SUTT) dan GI 150 kV dipasang sistem
proteksi utama dan sistem proteksi cadangan.
Sistem proteksi utama merupakan sistem proteksi yang diharapkan segera
bekerja jika terjadi kondisi abnormal atau gangguan pada daerah
proteksinya.
Pada sistem penghantar 150 kV ini terdapat hanya satu macam pentanahan
netral sistem yaitu pentanahan efektif.

8
Sistem proteksi cadangan bekerja apabila proteksi utama tidak dapat
bekerja. Sistem proteksi cadangan dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu :
 Sistem proteksi cadangan lokal (OCR atau GFR), yang bekerja bilamana
proteksi utama pada tempat yang sama gagal bekerja.
 Sistem proteksi cadangan jauh, yang bekerja bilamana proteksi utama di
tempat lain gagal bekerja (zone 2 relai jarak).
c) Sistem 70 kV
Di sistem 70 kV juga dikenal sistem proteksi utama dan sistem proteksi
cadangan. Proteksi utama dan proteksi cadangan untuk gangguan satu fasa
ke tanah tergantung dari sistem pentanahan 70 kV.
Sebagai contoh Pada sistem 70 kV wilayah kerja PLN P3B terdapat dua
macam pentanahan netral sistem, yaitu :
 Pentanahan netral dengan tahanan rendah, misalnya terdapat di wilayah
Jawa Barat dan Jakarta Raya.
 Pentanahan netral dengan tahanan tinggi, misalnya terdapat di wilayah
Jawa Timur.

a.2.1.2 Pola Proteksi Trafo tenaga


Untuk memperoleh efektifitas dan efisen dalam menentukan sistem proteksi trafo
tenaga, maka setiap peralatan proteksi yang dipasang harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan prediksi gangguan yang akan terjadi yang mengancam ketahanan
trafo itu sendiri. Jenis relai proteksi yang dibutuhkan seperti table 1.

Tabel 3-1. Kebutuhan fungsi relai proteks i rafo

9
Proteksi utama adalah suatu sistem proteksi yang diharapkan sebagai prioritas
untuk mengamankan gangguan atau menghilangkan kondisi tidak normal pada
trafo tenaga. Proteksi tersebut biasanya dimaksudkan untuk memprakarsainya
saat terjadinya gangguan dalam kawasan yang harus dilindungi. (lEC 15-05-
025).
Ciri-ciri pengaman utama :

 waktu kerjanya sangat cepat seketika (instanteneoues)

 tidak bisa dikoordinasikan dengan relai proteksi lainnya

 Tidak tergantung dari proteksi lainnya

 Daerah pengamanannya dibatasi oleh pasangan trafo arus, dimana relai


differensial dipasang

10
Gambar 3-7. Sistem proteksi trafo tenaga 150/20 kV

a) Differential relay ( 87T )


Relai diferensial arus berdasarkan H. Kirchof, dimana arus yang masuk pada
suatu titik, sama dengan arus yang keluar dari titik tersebut
Relai diferensial arus membandingkan arus yang melalui daerah
pengamanan

Gambar 3-8. Prinsip kerja relai differensial

Fungsi relai diferensial pada trafo tenaga adalah Mengamankan


transformator dari gangguan hubung singkat yang terjadi di dalam
transformator, antara lain hubung singkat antara kumparan dengan
kumparan atau antara kumparan dengan tangki. Relai ini harus bekerja

11
kalau terjadi gangguan di daerah pengamanan, dan tidak boleh bekerja
dalam keadaan normal atau gangguan di luar daerah pengamanan.
Relai ini merupakan unit pengamanan dan mempunyai selektifitas mutlak.
Karakteristik difrensial relay.

Gambar 3-9. Karakteristik kerja relai differential

b) Restricted Earth Fault (REF)


Prinsip kerja relai REF sama dengan dengan relai differensial yaitu
membandingkan besarnya arus sekunder kedua trafo arus yang digunakan,
akan tetapi batasan daerah kerjanya hanya antara CT fasa dengan CT titik
netralnya. REF ditujukan unuk memproteksi gangguan 1-fasa ketanah
Pada waktu tidak terjadi gangguan/keadaan normal atau gangguan di luar
daerah pengaman, maka ke dua arus sekunder tersebut di atas besarnya
sama, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada relai, akibatnya relai
tidak bekerja.
Pada waktu terjadi gangguan di daerah pengamanannya, maka kedua arus
sekunder trafo arus besarnya tidak sama oleh karena itu, akan ada arus
yang mengalir pada relai, selanjutnya relai bekerja.
Fungsi dari REF adalah untuk mengamankan transformator bila ada
gangguan satu satu fasa ke tanah di dekat titik netral transformator yang
tidak dirasakan oleh rele differensial

Gambar 3-10. Rangkaian arus relai REF saat terjadi ggn ekternal
12
a.3 MEDIA TELEKOMUNIKASI
Media telekomunikasi yang digunakan untuk sistem proteksi harus disesuaikan dengan
kebutuhan sistem proteksi pada penghantar yang bersangkutan.
Media telekomunikasi yang ada di pln P3B saat ini adalah PLC, Fibre Optic, Micro Wave
dan kabel Pilot.
a. Media PLC dapat digunakan untuk distance relay, relai directional comparison, dan
relai phase comparison.
b. Media Fibre Optic dapat digunakan untuk distance relay, relai directional
comparison, relai phase comparison, dan relai current differential.
c. Media Micro Wave dapat digunakan untuk distance relay, relai directional
comparison, relai phase comparison, dan relai current differential.
d. Kabel Pilot dapat digunakan untuk relai pilot differential.

a.4 AUTO RECLOSER


Pengoperasian auto-recloser diharapkan dapat meningkatkan availability (ketersediaan)
penghantar, hal ini berarti peluang (lama dan frekuensi) konsumen terjadi padam dapat
dikurangi. Namun sebaliknya, pengoperasian A/R secara tidak tepat dapat
menimbulkan kerusakan pada peralatan, sehingga dapat menimbulkan dampak
pemadaman meluas serta waktu pemulihan yang lebih lama.
Seperti pada kecepatan pemutusan gangguan yang berperan dalam menjaga stabilitas
sistem maka pengoperasian auto recloser ini juga dapat menjaga stabilitas sistem.
Dengan me-reclose-kan penghantar maka luas bagian atas garis Po akan menjadi lebih
besar sehingga sistem cenderung semakin stabil.

G
Po’ F H
A E 1
Po
D
3
2
B C

0 1 2 3

Gambar 3-11. Kurva daya pada pengoperasian autorecloser

Dalam menerapkan pola autoreclose ini harus dipertimbangkan persyaratan berikut,


13
yaitu : batas stabilitas sistem, kemampuan pemutus tenaga, karakteristik peralatan
proteksi, konfigurasi jaringan dan kondisi kedua ujung saluran.
Pola Umum yang diterapkan di SUTET Jawa Bali adalah Single Pole AutoReclose
(SPAR) dengan satu kali reclose (single shoot).
Pola Umum yang diterapkan di SUTT Jawa Bali adalah inisiate oleh gangguan satu atau
dua fasa dengan reclose single atau three pole dan satu kali reclose (single shoot).

a.5 KOORDINASI PROTEKSI


Untuk mendapatkan selektifitas sistem proteksi maka diperlukan koordinasi yang baik
antara satu sistem proteksi dengan sistem proteksi yang lain.
Keandalan suatu unit proteksi serta koordinasi antara sistem proteksi utama dengan
proteksi cadangan jauhnya akan meningkatkan ketersediaan sistem dengan baik.
Di dalam lingkup PLN sendiri dilakukan perhitungan setting relai maupun koordinasi
setting relai antara satu penghantar dengan penghantar lain, antara penghantar dengan
trafo dan lain-lain.

Gambar 3-12. Scanning Relai jarak

Untuk melihat hasil koordinasi, biasanya dilakukan scanning jangkauan seperti pada
penghantar dan pada transformator.
Pemakai jaringan (Pembangkit, Distribusi/ Konsumen Tegangan Tinggi) yang
tersambung ke sistem ketenagalistrikan PLN harus menyesuaikan koordinasi setting
proteksi terkait.

Koordinasi dengan Pembangkit

14
Antara Unit Pembangkit dengan Unit Penyaluran dilakukan koordinasi sistem proteksi
terhadap proteksi generator yang responsif terhadap gangguan atau kondisi abnormal
di luar generator yaitu :
 Proteksi terhadap gangguan eksitasi lebih (relai V/Hz atau 59/81 atau 24)
 Proteksi terhadap gangguan yang dapat menyebabkan generator beroperasi
asinkron (relai 78 (Out of Step) dan 40 (Loss of Field)).
 Proteksi Under/Over Frekuensi (Relai 81 U/O)
 Proteksi Under/Over Voltage (Relai 59 U/O)

a.6 DISTURBANCE FAULT RECORDER (DFR)


Disturbace fault recorder (DFR) adalah alat yang dapat mengukur dan menyimpan
besaran listrik seperti arus, tegangan, frekuensi pada saat sebelum, selama dan
sesudah gangguan sehingga dari hasil print out-nya (Gambar 10) dapat segera
diketahui sifat sistem tenaga listrik dan karakteristik atau bentuk gangguan yang terjadi.

Gambar 3-13. Print Out Rekaman DFR

DFR sangat membantu dalam membuat evaluasi gangguan terutama soft copy dari
data rekaman yang dapat diolah lebih lanjut. Rekaman tersebut harus dapat dibaca,
ditampilkan, diolah maupun digunakan oleh alat uji relai untuk pengujian play back.
Saat ini rekaman DFR sudah berupa file standard yang dapat dibaca oleh setiap
software yang dikeluarkan oleh berbagai pabrikan DFR, relay maupun alat uji relai. File

15
rekaman standard tersebut dikenal sebagai Common Format for Data Exchange
(COMTRADE).
Software simulasi yang berkembang saat ini juga memiliki kemampuan untuk
menghasilkan data hasil simulasi berupa COMTRADE sehingga hasil simulasi dapat
diuji cobakan ke peralatan relai proteksi.

Gambar 3-14. Lokus Impedans Gangguan Fasa T ke Tanah

Dari alat itu juga dapat segera diketahui lama gangguan yang terjadi dan unjuk kerja
dari sistem proteksi yang terpasang.
Kemampuan lain dari software DFR adalah penggambaran impedance locus dari
rekaman gangguan (Gambar 15) sehingga dapat diketahui posisi impedansi sistem
pada saat terjadi gangguan dan dapat juga dikaitkan dengan karakteristik dari relai
proteksi.

a.6.1 DFR di Sistem 500 kV


Sebagian besar peralatan proteksi di system 500 kV merupakan jenis static relai
yang belum mempunyai kemampuan merekam gangguan sehingga DFR di system
500 kV merupakan DFR yang dipasang tersendiri untuk merekam kejadian di setiap
bay pada GITET 500 kV. Walaupun teknologi saat ini setiap relai mempunyai
kemampuan merekam gangguan tetapi untuk alasan sekuriti maka DFR di system
500 kV akan tetap dipasang terpisah dari peralatan lain.
Saat ini setiap DFR di 500 kV harus dapat diakses dari master yang ada di Kantor

16
Region maupun Kantor Induk PLN P3B berupa remote akses melalui dedicated
saluran fiber optic secara dial up. Dalam rencana pengembangan lebih lanjut akan
dimanfaatkan sarana TCP/IP sehingga dapat diakses melalui jaringan.

a.6.2 DFR di Sistem 150 atau 70 kV


Seperti halnya di sistem 500 kV, di sistem 150 dan 70 kV banyak terpasang DFR
secara terpisah dari peralatan proteksi, akan tetapi dengan meningkatnya kapasitas
memory maupun scanning rate untuk data rekaman gangguan pada relai proteksi
maka di sistem 150 dan 70 kV untuk pemasangan Gardu Induk baru atau bay baru
tidak diperlukan pemasangan DFR secara terpisah.
Teknologi relai digital/numerik yang dilengkapi kemampuan untuk merekam
oscillograph gangguan saat ini sudah mengacu ke file COMTRADE, bahkan relai
yang berupa IED selain memiliki kemampuan merekam gangguan yang berupa file
COMTRADE juga dapat dikomunikasikan ke peralatan atau sistem lain dengan open
protokol. File gangguan tersebut dapat diambil secara remote dari tempat lain baik
melalui dial up saluran komunikasi maupun melalui jaringan (LAN maupun WAN)
sehingga memudahkan dalam menganalisa gangguan dari tempat lain.

a.7 KINERJA PROTEKSI


Gangguan sistem tenaga listik dapat dikelompokan menjadi gangguan yang dapat
dicegah penyebabnya (controlable) dan yang tidak dapat dicegah penyebabnya
(uncontrolable). Contoh gangguan controlable adalah gangguan karena pohon, karena
binatang, back flash over karena tahanan kaki tiang tinggi dan lain lain. Contoh
gangguan uncontrolable adalah gangguan karena petir, burung, tanah longsor, layang-
layang dan lain lain. Penyebab gangguan dapat terjadi di sistem ( gangguan sistem)
dan gangguan yang terjadi bukan karena gangguan di sistem (gangguan non sistem).
Gangguan non sistem merupakan gangguan yang dapat di kontrol seperti kesalahan
wiring, kerusakan relai dan lain-lain.
Kinerja sistem proteksi Defense Scheme dinyatakan dalam Prosentase Keberhasilan
Operasi Dependablity Index (DI), Security Index (SI) dan AutoRecloser Index (ARI). DI
menunjukkan kemampuan sistem proteksi untuk bekerja benar pada saat terjadi
gangguan pada sistem (system fault). SI menunjukkan keamanan sistem proteksi untuk
tidak bekerja pada saat tidak ada gangguan sistem. ARI menunjukkan kemampuan
Autorecloser bekerja dengan baik.

17

Anda mungkin juga menyukai