A. Judul Praktikum
Analisis Kadar Klorida Melalui Titrasi Argentometri
B. Hari, Tanggal Praktikum
Kamis, 9 April 2019
C. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar klorida dalam suatu sampel melalui titrasi argentometri
dengan metode Mohr, Volhard dan Fajans
D. Landasan Teori
Titrasi argentometri merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan
larutan standar perak nitrat. Titrasi argentometri menggunakan prinsip reaksi
pengendapan. Zat yang akan ditentukan dititrasi dengan larutan standar yang
mampu mengendapkan zat tersebut. Contohnya pada penentuan ion klorida. Ion
klorida, dalam sampel dititrasi dengan perak nitrat, sehingga terbentuk endapan
perak klorida. Pada saat semua ion klorida telah bereaksi dengan ion perak,
maka terjadi titik eukivalen. Untuk mendeteksi titik eukivalen titrasi dilakukan
dengan menggunakan indikator. Berdasarkan jenis indikator yang digunakan
maka, terdapat beberapa jenis titrasi argentometri yaitu titrasi dengan metode
Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans (Pursitasari, 2014).
a. Metode Mohr (Khopkar, 1990)
Metode Mohr merupakan titrasi argentometri dengan menggunakan
indikator kalium kromat (K2CrO4). Metode ini merupakan titrasi
langsung analit dengan titran menggunakan larutan standar perak nitrat
(AgNO3). Larutan analit yang dapat ditentukan dengan metode Mohr
atara lain ion klorida. Endapan putih perak klorida akan terbentuk
selama proses titrasi. Indikator yang digunakan dalam titrasi tersebut
adalah larutan kalium kromat encer (sekitar 2%). Persamaan reaksi yang
terjadi :
Ag+(aq) + C-(aq) → AgCl(s) putih
K2CrO4(aq) + 2AgNO3(aq) → 2 KNO3(aq) + Ag2CrO4 (s)
Penerapan metode Mohr terbatas penggunaannya dibandingkan
penerapan dengan metode Volhard dan metode Fajans. Metode Mohr
hanya dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi ion Cl-, CN-, dan
Br--. Metode Mohr banyak dipakai untuk menentukan kandungan
klorida dalam berbagai sampel air, contohnya air sungai,air laut, air
hasil pengolahan industri sabun (Pursitasari, 2014).
Cara titrasi Mohr haarus dilakukan dalam pelarut yang bersifat
netral. Jika tidak maka ion kromat akan berubah menjadi ion bikarbonat
dalam suasana asam seuai dengan persamaan berikut
2CrO42- + 2H+ ↔ Cr2O42- + H2O
Sebaliknya jika larutn terlaru basa, maka ion perak akan mengendap
sebagai perak hidroksida yang segera berubah menjadi perak oksida
sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s) ↓ ↔ Ag2O(aq) + H2O(l)
Dengan demikian penentuan ion klorida dengan cara titrasi Mohr haru
dilakukan dalam larutan yang bersifat netral atau hampir netral.
Batas-batas pH larutan yang diperolehkan untuk melakukan titrasi ini
adalah 7-10. Batas pH ini dapat pertahankan dengan penambahan
natrium karbonat. Selain itu terdapat kelemahan dari titrasi Mohr, yakni
keterbatasan pemakaiannya. Cara titrasi ini tidak dapat dipakai untuk
menentukan ion iodida, karena terjadi reaksi ooksidasi-reduksi antara
ion kromat dengan ion iodida (Rivai, 1995).
b. Metode Volhard
Metode Volhard merupakan titrasi argentometri dengan menggunakan
larutan standar ion tiosianat (SCN-) dan Fe (III) atau ion Fe3+ sebagai
indikator. Titrasi dengan Merode Volhard merupakan titrasi langsung
terhadap Ag+ serta merupakan titrasi balik terhadap ion klorida,
bromida, dan iodida. Larutan AgNO3 ditambahkan dalam jumlah
tertentu dan berlebih, kemudian kelebihan larutan perak nitrat ersebut
dititrasi dengan larutan standar ion tiosianat (SCN-). Penambahan ion
SCN- setelah titik eukivalen akan bereaksi dengan indikator Fe(III)
membentuk ion kompleks yang berwarna merah. Pada saat terbentuk
warna merah, maka titrasi harus dihentikan.
2
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan meode Volhard
adalah:
Ag+ (aq) + Cl- (aq) → AgCl (S)
Ag+ (aq) + SCN- (aq) → AgSCN (S)
Fe3+ (aq) + SCN- (aq) → Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Dengan jumlah mol perak yang ditambahkan dengan mol larutan
standar tiosianat. seperti halnya larutan perak nitrat, maka larutan
tiosianat juga harus distandarisasi terlebih dahulu menggunakan perak
nitrat standar. Penerapan titrasi pengendapan dengan metode Volhard
antara lain untuk menentukan konsentrasi ion halida, ion karbonat, dan
belerang. Kondisi titrasi dengan metode Volhard harus dijaga dalam
kondisi asam. Hal ini dikarenakan jika larutan analit bersifat basa, maka
akan terbentuk endapan Fe (OH)3 (Pursitasari, 2014).
c. Metode Fajans.
Menurut Fajans digunakan peristiwa absorpsi. Suatu endapan AgCl
mengansorspi ion-ion yang sejenis. Jika masih terdaoat ion Cl
berlebuhan, oleh AgCl diabsorbsi ion itu. Bila titik setara telah sedikit
dilewati maka larutan tidak mengandung sedikit ion Cl-, akan tetapi
ion-ion Ag+. Ion-ion Ag+ itu diadsorsi oleh AgCl (Busser, 1956). Salah
satu indikator yang digunakan dalam titrasi ini yaitu indikator jerap
(fluoresein) yang berguna untuk indikator pada titrasi ion klorida
dengan larutan perak nirat. Dalam larutan berair, fluoresein terurai
sebagian menjadi ion hidrogen dan ion fluoreseinat yang bermuatan
negatif. Ion fluoreseinat ini memberikan warna hijau kekuningan pada
larutan dan dapat membentuk endapan garam perak fluoreseinat yang
sangat mencolok warnanya. Namun dalam pemakaian sebagai indikator
kepekatan zat warna ini tidak pernah melebihi hasil kali kelarutan perak
fluoreseinat (Rivai, 1995). Indikator dari titrasi ini yaitu jenis titrasi
yang adsorpsi, merupakan senyawa organik yang dapat berubah warna
jika teradsorpsi pada permukaan endapan.
3
Dalam titrasi pengendapan, zat yang ditentukan bereaksi dengan zat pentiter
membentuk senyawa yang sukar larut dalam air. Karena itu kepekatan zat yang
ditentukan itu berkurang selama berlangsungnya proses titrasi. Perubahan
kepekatan itu diamati dekat titik kesetaraan dengan bantuan indikator atau
peralatan yang sesuai. Oleh karena pemakaian yang terbatas maka
syarat-syaratnya sebagai berikut :
a. Terjadi kesetimbangan yang harus berlangsung cukup cepat
b. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stoikiometri dengan
zat pentiter
c. Endapan yang terbentuk harus cukup sukar larut sehingga terjamin
kesempurnaan reaksi sampai 99,9%
d. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai
Proses pengendapan yang terjadi selama titrasi ditentukan oleh bantuan
kurva titrasi. Kurva titrasi memberikan informasi yang berguna untuk pemilihan
suasana yang paling sesuai untuk pemeriksaan kimia. Kurva titrasi yang
dihasilkan dari titrasi argentometri sangat berhubungan dengan volume titran
dan tambahan analitnya (Rivai, 1995).
Endapan merupakan zat yang memisahkan diri sabagai suatu fase padat
keluar dari larutan. Endapan dapat berupa kristal (kristalin) atau koloid, dapat
dikeluarkan dar larutan dengan penyaring atau pemusingan (sentrifugasi).
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh oleh zat yang
bersangkutan. Kelarutan suatu endapan, menurut definisi adaah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya (Ayuni & Yuningrat, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan.
a. Temperatur
Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Endapan yang baik
terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan
karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor pengendapan
b. Sifat pelarut
Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan
didalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua
zat.
4
c. Efek ion sejenis
Kelarutan endapan dalam air akan berkurang jika larutan tersebut
mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan sebab pembatasan
Ksp.
d. Efek oin-ion lain
Banyak endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat
garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai
efek garam netral atau efek aktifitas.
e. Pengaruh pH
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan misalnya
oksalat ion H+ bergabung dengan ion C2O42- membentuk H2C2O4
sehingga menambah kelarutan garamnya.
f. Pengaruuh hidrolisis
Jika garam dan asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan H+. Kation dan jenis garam mengalami hidrolisis sehingga
menambah kelarutannya.
g. Pengaruh kompleks
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat
lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut
5
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Neraca Analitik
b. Botol semprot
c. Buret 50 mL
d. Statif
e. Klem
f. Corong kaca
g. Gelas kimia 100 mL
h. Gelas ukur 25 mL
i. Labu erlenmeyer 250 mL
j. Pembakar bunsen
k. Kaki tiga
l. Kawat kasa
m. Pipet ukur 10 mL
n. Pipet gondok 1 mL
o. Pipet gondok 10 mL
2. Bahan
a. Sampel atau cuplikan berupa garam dapur yang mengandung HCl
b. Larutan baku AgNO3 0,1 M
c. Larutan HNO3 6 M
d. Larutan KSCNAN 0,1 M
e. Indikator ferri
f. Indikator fluorescin
g. Indikator kalium kromat
6
F. Langkah Kerja
1. Pembuatan Larutan Baku NaCl 0,1 M
7
4. Penentuan Kadar Klorida dalam Cuplikan dengan Metode Mohr
8
6. Penentuan Kadar Klorida dalam Cuplikan dengan Metode Fajans
9
G. Data Pengamatan
1. PembakuanLarutan Baku AgNO3 dengan Larutan Baku NaCl 0,1 M
Pengulangan I Pengulangan II
9 mL Larutan kuning
10
(Endapan putih)
10 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
11 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
12 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
13 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
14 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
15 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
16 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
17 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
18 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
19 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
20 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
21 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
22 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
23 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
24 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
25 mL Larutan kuning
11
(Endapan putih)
26 mL Larutan kuning
(Endapan putih)
27 mL Larutan coklat
kemerahan
(endapan putih)
28 mL Larutan coklat
kemerahan
(endapan merah
kecoklatan) (TAT)
29 mL Larutan coklat
bening (endapan
merah kecoklatan)
30 mL Larutan kuning
kemerahan
(endapan merah) (IV)
12
Larutan putih keruh 4 mL Larutan putih keruh
4 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 5 mL Larutan putih keruh
5 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 6 mL Larutan putih keruh
6 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 7 mL Larutan putih keruh
7 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 8 mL Larutan putih keruh
8 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 9 mL Larutan putih keruh
9 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 10 mL Larutan putih keruh
10 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 11 mL Larutan putih keruh
11 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 12 mL Larutan putih keruh
12 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 13 mL Larutan putih keruh
13 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 14 mL Larutan putih keruh
14 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 15 mL Larutan putih keruh
15 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 16 mL Larutan putih keruh
16 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 17 mL Larutan putih keruh
17 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 18 mL Larutan putih keruh
18 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 19 mL Larutan putih keruh
19 mL
(endapan putih) (endapan putih)
13
Larutan putih keruh 20 mL Larutan putih keruh
20 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan putih keruh 21 mL Larutan putih keruh
21 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan orange 22 mL Larutan orange
22 mL
(endapan putih) (endapan putih)
25 mL Larutan merah
Larutan merah
25 mL (endapan putih)
(endapan putih) (TAT)
(TAT)
27 mL Larutan merah
Larutan merah pekat
27 mL pekat (endapan
(endapan putih) (IV)
putih) (IV)
Larutan
Larutan kuning
1 mL kuning(endapan 1 mL
(endapan putih)
putih)
14
Larutan
2 mL kuning(endapan 2 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
3 mL kuning(endapan 3 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
4 mL kuning(endapan 4 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
5 mL kuning(endapan 5 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
6 mL kuning(endapan 6 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
7 mL kuning(endapan 7 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
8 mL kuning(endapan 8 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
9 mL kuning(endapan 9 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih)
Larutan
10 mL kuning(endapan 10 mL Larutan kuning
(endapan putih)
putih kemerahan)
15
Larutan kuning Larutan kuning
12 mL kemerahan (endapan 12 mL kemerahan (endapan
putih kemerahan) coklat merah) (TAT)
Larutan bening
15 mL (endapan merah)
(IV)
Pengulangan I Pengulangan II
16
Larutan orange muda Larutan keruh
5 mL 5 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan orange muda Larutan keruh
6 mL 6 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan orange muda Larutan keruh
7 mL 7 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan orange muda Larutan keruh
8 mL 8 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan orange muda Larutan keruh
9 mL 9 mL
(endapan putih) (endapan putih)
Larutan merah Larutan merah
10 mL 10 mL
(endapan putih) (TAT) (endapan putih) (TAT)
17
H. Pembahasan
Menurut Puspitasari (2014) titrasi argentometri merupakan titrasi terhadap
larutan analit dengan larutan standar perak nitrat. Titrasi argentometri
menggunakan prinsip reaksi pengendapan. Zat yang akan ditentukan dititrasi
dengan larutan standar yang mampu mengendapkan zat tersebut. Dalam titrasi
argentometri untuk praktikum ini yaitu dilakukan titrasi antara ion klorida yang
dititrasi dengan sampel perak nitrat sehingga menghasilkan endapan perak
nitrat. Sebelum memasuki tahap stadarisasi dan titrasi dengan metode Mohr
serta Volhard dilakuakan pembuatan larutan NaCl dengan cara sampel NaCl
dikeringkan selama ∓ 2 jam. Setelah sampel benar-benar kering, dikeruarkan
dari oven lalu di dinginkan kedalam desikator. Sampel yang telah dingin
diambil dengan teliti sebanyak 0,5851 gram dan kemudian dilarutakan dengan
akuades pada labu ukur 100 mL.
18
sekunder. Berikut syarat senyawa yang dapat dijadikan sebagai larutan standar
primer adalah:
a. Memiliki kemurnian yang sangat tinggi yaitu sekitar 100%
b. Sifat stabil pada suhu kamar dan pada suhu pemanasan (pengeringan)
c. Mudah diperoleh
d. Memilki massa molekul relatif yang tinggi (Mr). Hal ini untuk
menghindari kesalahan relatif yang terjadi pada saat menimbang.
penimbangan dengan massa yang besar akan lebih mudah dan memiliki
kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan menimbang suatu zat
dengan massa kecil (Puspitasari, 2014)
e. Harus memenuhi kriteria syarat-syarat titrasi.
20
kurva diatas nilai pAg dan pCl pada saat daerah I yaitu 1 dan 8,744727. Pada
daerah II rentan nilai pCl (1,355388 - 3,01536) dan pAg (8,38934- 6,729368).
Pada daerah III nilai pCl dan pAg 4,886057, pada daerah IV rentang nilai pAg
(2,924796–2,638489) dan pCl (6,819931- 7,106238).
Pada metode ini Mohr digunakan titrasi langsung analit dengan titran
menggunakan larutan standar perak nitrat. Prinsip dasar dari Metode Mohr
yaitu terbentuknya endapan dari Ag+ yang mengandung ion perak dengan
21
menggunakan indikator K2CrO4. Selain itu penggunaan titrasi argentometri
dengan metode Mhor terbatas penggunaanya dibandingkan metode lainnya.
Larutan analit yang dapat ditentukan dengan metode Mhor antara lain ion
klorida (Khopkar, 1990). Pada praktikum ini titrasi pada metode Mohr
menghasilkan warna TAT yaitu endapan berwarna coklat dan larutan berwarna
merah. Volume rata- yang didapatkan dari pengulangan I dan II dari percobaan
ini yaitu 18,5 mL. Adapun syarat-syarat dari metode Mohr yaitu : Konsentrasi
ion kromat yang digunakan harus lebih kecil dari 0,01 M agar perubahan warna
yang diamati tidak berwarna kuning yang sangat intensif pada larutan
analitnya. Kondisi keasaman larutan dengan rentan pH 6,5-10. Menggunakan
larutan analit yaitu Cl-, Br-, CN- (Pursitasari, 2014).
22
dilakukannya titrasi, daerah II pada saat titran sudah ditambahkan dan belum
mencapai titik eukivalen, daerah III pada saat TE dan daerah IV pada saat
setelah TE. Pada titrasi kadar klorida dalam larutan cuplikan dengan metode
Mohr pengulangan I nilai pAg dan pCl pada daerah I yaitu 8,744727 dan 1.
Pada daerah II rentang niai pCl (1,386945- 2,456366) dan pAg
(8,357783-7,288361). Pada daerah III nilai pAg dan pCl yaitu 4,886057,
daerah IV rentag nilai pAg (2,494155-2,210853) dan pCl (7,250573-7,533874).
23
(Ayuni & Yuningrat, 2014).
Gambar 7. Perubahan warna pada saat kadar klorida dalam cuplikan dengan
Metode Mohr pengulangan I dan II
Dalam percobaan ini dihitung kadar dari klorida menggunakan rumus
𝑚𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑙− × 𝐴𝑟 𝐶𝑙
% Cl = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
×100%. Kadar yang kami dapatkan berdasarkan hasil
0,0121× 𝐴𝑟 35,5
praktikum ini yaitu % Cl = 1,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
×100% = 28,6 %
24
percobaan dalam titrasi ini hasil nilai TAT keduanya sama yaitu pada saat
penambahan titran 25 mL.
Kurva titrasi argentometri kurva pembakuan larutan KSCN dengan larutan baku
AgNO3 0,1 M pengujian I & II
Gambar 8. Kurva Pembakuan Larutan KSCN dengan Larutan Baku AgNO3 0,1 M
Percobaan I & II
Dalam kurva ini terdapat empat daerah yang menjelaskan titrasi argentometri
dengan metode Volhard Menurut Pursitasari, (2014) kurva titrasi argentometri
menyatakan hubungan antara volume titran yang ditambahkan dengan –log (analit).
Kurva titrasi dibuat berdasarkan perhtungan 4 lokasi dalam kurva yaitu daerah I
sebelum dilakukannya titrasi, daerah II pada saat titran sudah ditambahkan dan
belum mencapai titik eukivalen, daerah III pada saat TE dan daerah IV pada saat
setelah TE. Pada pembakuan larutan baku AgNO3 dengan larutan KSCN digunakan
istilah pAg dan pSCN. Pada titrasi untuk pengulangan I dan II nilai pAg dan pSCN
pada daerah I yaitu 1 dan 10,9872. Pada daerah II rentang niai pAg
(1,57403-2,92942) dan pSCN (10.4131-9,05774). Pada daerah III nilai pSCN dan
pAg yaitu 5,99579 daerah IV rentag nilai pAg (9,03292-9,322051) dan pSCN
(2,954243-2,665112). Persamaan reaksi yang terjadi pada perbakuan ini yaitu
25
Ag+ (aq) + Cl- (aq) → AgCl (S) (putih)
Ag+ (aq) + SCN- (aq) → AgSCN (S) (putih)
Fe3+ (aq) + SCN- (aq) → Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah) (Pursitasari, 2014).
26
Gambar 10. Kurva kadar Klorida dalam Cuplikan dengan Metode Volhard
Pengulangan I & II
27
Gambar 11. Perubahan warna titrasi aregentometri dengan metode Volhard pada
saat menentukan kadar klorida dalam cuplikan dengan metode Volhard
pengulangan I dan II
Dalam percobaan ini dihitung kadar dari klorida menggunakan rumus
𝑚𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑙− × 𝐴𝑟 𝐶𝑙
% Cl = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
×100%. Kadar yang kami dapatkan berdasarkan hasil
0,007548 × 𝐴𝑟 35,5
praktikum ini yaitu % Cl = 1,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
×100% = 17,86%
28
Untuk daerah titrasi prinsinya sama seperti titrasi dengan metode Mohr dan Volhard
yaitu Dari titrasi dengan menggunakan metode terdapat 4 daerah yaitu daerah I atau
daerah sebelum penambahan titran, daerah II atau daerah ketika penambahan titran
namun belum mencapai titik ekuivalen, daerah III saat titik ekuivalen, dan daerah
IV setelah ekuivalen (Puspitasari, 2014).
I. Pertanyaan Pascapraktek
1. Mengapa larutan perak nitrat dijadikan sebagai larutan standar dalam titrasi
argentometri?
Jawab.
Pada titrasi argentometri larutan perak nitrat digunakan sebagai larutan
standar karena pada prinsipnya dari titrasi argentometri yaitu titrasi yang
menghasilkan endapan perat nitrat. Selain itu karena larutan perak nitrat cepat
mengalami reaksi pengendapan
2. Jelaskan syarat indikator yang dapat digunakan dalam penentuan kadar
klorida menggunakan metode Fajans!
Jawab.
Salah satu indikator yang digunakan dalam titrasi ini yaitu indikator jerap
(fluoresein). Dalam larutan berair, fluoresein terurai sebagian menjadi ion
hidrogen dan ion fluoreseinat yang bermuatan negatif. Ion fluoreseinat ini
memberikan warna hijau kekuningan pada larutan dan dapat membentuk
endapan garam perak fluoreseinat yang sangat mencolok warnanya. Namun
dalam pemakaian sebagai indikator kepekatan zat warna ini tidak pernah
melebihi hasil kali kelarutan perak fluoreseinat (Rivai, 1995). Indikator dari
titrasi ini yaitu jenis titrasi yang adsorpsi, merupakan senyawa organik yang
dapat berubah warna jika teradsorpsi pada permukaan endapan.
J. Kesimpulan
Titrasi argentometri dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu dengan metode
Mohr, Volhard, dan Fajans berdasarkan indikator yang digunakan. Berdasarkan
hasil praktikum ini kadar klorin dari titrasi argentometri dengan metode Mohr
dan Volhard yaitu 28,6% dan 17,86%. Dari hasil ini selisih kadar antara metode
Mohr dengan Volhard yaitu 10,74%. Remenden dan persen kesalahan yang
diperoleh dari metode Mohr yaitu 7,32% dan 86,23%. Sedangkan untuk metode
29
Volhard remenden dan persen kesalahannya yaitu 4,564 % dan 92,3 %.
Praktikum ini diperlukan tingkat ketelitian yang sangat tinggi karena sangat
berpengaruh dengan hasil dari penentuan kadar klorida. Persen kesalahan yang
kami dapatkan sangat besar dikarenakan beberapa hal yaitu pada saat membuat
larutan kurang teliti dalam menambahkan akuades, pada saat titrasi
penambahan volume titrannya kurang teliti dan juga pada saat standarisasi
kurang mendapatkan hasil yang maksimal.
K. Daftar Pustaka
30
Santoso, I. R., & Tri Esti, P. (2017). Pengaruh Metode Pencucian terhadap
Penurunan Kadar Klorin dalam Beras dengan Titrasi Argentometri. Prosiding
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajaran 2017 .
Lampiran
1. Pembakuan AgNO3 dengan Larutan NaCl 0,1 M
a. Pengulangan I
● Menentukan konsentrasi Ag+
Mol Ag+ = mol Cl-
M × V =M×V
M Ag+ × 28 mL = 0.1 M × 10 mL
1
M = 28
M = 0,035
● Sebelum Titik Ekuivalen
V Ag+ = r mL (x = 0,1,…,27) V Cl- = 10 mL
M Ag+ = 0,035 M M Cl- = 0,1 M
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
M : 0,035 r mmol 1 mmol - -
31
R : -0,035 r mmol -0,035 x mmol 0,035 x mmol 0,035 x mmol
+
S: - 0,65 r mmol 0,035 x mmol 0,035 x mmol
−
𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎
M Cl- = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
b. Pengulangan II
● Menentukan Konsentrasi Ag+
Mol Ag+ = mol Cl-
M Ag+×V Ag+ = M Cl- × V Cl-
32
M Ag+×8 mL = 0.1 M × 10 mL
1
M = 8
M = 0,166
33
M : 0,166 r mmol 1 mmol - -
R : - 1 mmol -1 mmol 1 mmol 1 mmol +
S : (0,166 r -1) mmol - 1 mmol 1 mmol
(0,166 𝑟 −1) 𝑚𝑚𝑜𝑙
M Ag+ = (10 + 𝑟 )𝑚𝑚𝑜𝑙
M SCN- = 0,04 M
34
−12
1,03 𝑥 10
pSCN = -log +
𝑀 𝐴𝑔
(0,04𝑟 −1)𝑚𝑚𝑜𝑙
M SCN- = (10+𝑟)𝑚𝐿
−12
1,03 𝑥 10
pSCN = - log [(SCN)-] pAg+ = - log −
𝑀 (𝑆𝐶𝑁)
b. Pengulangan II
● Menentukan konsentrasi SCN-
M Ag+ = 0,1 M
V Ag+ = 10 mL
V SCN- = 25
Mol SCN- = mol Ag+
V SCN- x M SCN- = M Ag+ x V Ag+
35
25 mL x M SCN- = 0,1 M x 10 mL
0,1 𝑀 𝑥 10 𝑚𝐿
M SCN- = 25 𝑚𝐿
M SCN- = 0,04 M
● Sebelum titik ekuivalen
M SCN- = 0,04 M
V SCN- = r mL (n = 0,1,2,..,24)
M Ag+ = 0,1 M V Ag+ = 10 mL
mmol Ag+ = 1 mmol
KSCN(aq) + AgNO3(aq) → AgSCN(s) + KNO3(aq)
M : 0,04 r mmol 1 mmol - -
R : -0,04 r mmol - 0,04 r mmol 0,04 r mmol 0,04 r mmol +
S: - 0,96 r mmol 0,04 r mmol 0,04 r mmol
(1−0,04𝑟) 𝑚𝑚𝑜𝑙
M Ag+ (10+𝑟) 𝑚𝐿
36
KSCN(aq) + AgNO3(aq) → AgSCN(s) + KNO3(aq)
M : 0,04 r mmol 1 mmol - -
R : 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol +
S : (0,04r -1) mmol - 1 mmol 1 mmol
(0,04𝑟 −1)𝑚𝑚𝑜𝑙
M SCN- = (10+𝑟)𝑚𝐿
−12
1,03 𝑥 10
pSCN = - log [(SCN)-] pAg+ = - log −
𝑀 (𝑆𝐶𝑁)
M = 0,076M
● Sebelum Titik Ekivalen
V Ag+ = r mL (r = 0,1,…,11) V Cl- = 10 mL
M Ag+ = 0,076 M M Cl- = 0,1 M
mmol Cl- = 1 mmol
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
M : 0,076 r mmol 1 mmol - -
R : -0,076 r mmol - 0,076 r mmol 0,076 r mmol 0,076 r mmol +
S : - 0,924 r mmol 0,076 r mmol 0,076 r mmol
𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑙−𝑠𝑖𝑠𝑎
M Cl- = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
(1−0,924 𝑟)𝑚𝑚𝑜𝑙
M Cl- = (10+𝑛)𝑚𝐿
pCl = -log(Cl-)
−10
1, 8 𝑥 10
pAg = -log 𝑀𝐶𝑙−
37
Ksp AgCl = (s2)
−10
s= 1, 8 𝑥 10
s = 1,34 x 10-5
pAg = - log (s)
pAg = - log 1,34 x 10-5
pAg = 4,87
pAg = pCl = 4,87
● Setelah Titik Ekivalen
V Ag+ = r mL (r = 14 mL, 15 mL ) V Cl- = 10 mL
M Ag+ = 0,076 M M Cl- = 0,1 M
mmol Cl- = 1mmol
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
M : 0,076 r mmol 1 mmol - -
R : 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol +
S : (0,076 r-1) mmol - 1 mmol 1 mmol
0,076 𝑟−1 𝑚𝑚𝑜𝑙
M Ag+ = (10 + 𝑟)𝑚𝐿
b. Pengulangan II
● Penentuan Konsentrasi Ag+
Mol Ag+ = mol Cl-
M Ag+ × V Ag+ = M Cl- × V Cl-
M Ag+ × 12 mL = 0.1 M × 10 mL
1
M = 12 𝑚𝐿
= 0,083 M
38
R : -0,083 mmol - 0,083 r mmol 0,083 r mmol 0,083 r mmol +
S : - 0,917 r mmol 0,083 r mmol 0,083 r mmol
𝑚𝑜𝑙 𝐶𝑙−𝑠𝑖𝑠𝑎
M Cl- = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
(1−0,917𝑟)𝑚𝑚𝑜𝑙
M Cl- = (10+𝑛)𝑚𝐿
pCl = -log(Cl-)
−10
1, 8 𝑥 10
pAg = -log 𝑀𝐶𝑙−
39
a. Pengulangan I
● Menentukan Konsentrasi SCN-
M Ag+ = 0,1 M
V Ag+ = 10 mL
V SCN- = 10
Mol SCN- = mol Ag+
V SCN- × M SCN- = M Ag+ × V Ag+
12 mL × M SCN- = 0,1 M x 10 mL
0,1 𝑀 𝑥 10 𝑚𝐿
M SCN- = 10 𝑚𝐿
M SCN- = 0,1 M
● Sebelum Titik Ekuivalen
M SCN- = 0,1 M
V SCN- = r mL (r = 0,1,..,9)
M Ag+ = 0,1 M mmol Ag+ = 0,1 M x 10 mL
V Ag+ = 10 mL mmol Ag+ = 1 mmol
KSCN(aq) + AgNO3(aq) → AgSCN(s) + KNO3(aq)
M : 0,1 r mmol 1 mmol - -
R : -0,1 r mmol -0,1 r mmol 0,1 r mmol 0,1 r mmol +
S : - 0,9 r mmol 0,1 r mmol 0,1 r mmol
1−0,9 𝑟 𝑚𝑚𝑜𝑙
M Ag+ = (10+𝑟) 𝑚𝐿
−12
1,03 𝑥 10
pAg = - log [Ag+] pSCN = -log +
𝑀 𝐴𝑔
40
● Setelah Titik Ekuivalen
KSCN(aq) + AgNO3(aq) → AgSCN(s) + KNO3(aq)
M : 0,1 r mmol 1 mmol - -
R : -1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol +
S : (0,1 r -1) mmol - 1 mmol 1 mmol
(0,1 𝑟 −1)𝑚𝑚𝑜𝑙
M (SCN-) = (10+𝑟)𝑚𝐿
−12
1,03 𝑥 10
pSCN = - log [(SCN)-] pAg+ = - log −
𝑀 (𝑆𝐶𝑁)
b. Pengulangan II
● Menentukan Konsentrasi SCN-
M Ag+ = 0,1 M
V Ag+ = 10 mL
V SCN- = 10
Mol SCN- = mol Ag+
V SCN- × M SCN- = M Ag+ × V Ag+
12 mL × M SCN- = 0,1 M x 10 mL
0,1 𝑀 𝑥 10 𝑚𝐿
M SCN- = 10 𝑚𝐿
M SCN- = 0,1 M
● Sebelum Titik Ekuivalen
M SCN- = 0,1 M
V SCN- = r mL (r = 0,1,..,9)
M Ag+ = 0,1 M mmol Ag+ = 0,1 M x 10 mL
V Ag+ = 10 mL mmol Ag+ = 1 mmol
KSCN(aq) + AgNO3(aq) → AgSCN(s) + KNO3(aq)
M : 0,1 r mmol 1 mmol - -
R : -0,1 r mmol -0,1 r mmol 0,1 r mmol 0,1 r mmol +
S : - 0,9 r mmol 0,1 r mmol 0,1 r mmol
1−0,9 𝑟 𝑚𝑚𝑜𝑙
M Ag+ = (10+𝑟) 𝑚𝐿
−12
1,03 𝑥 10
pAg = - log [Ag+] pSCN = -log +
𝑀 𝐴𝑔
= 0,0121mol
(secara praktik)
0,0121 𝑥 0,25 35,5
= 1,5
𝑥 100%
𝑏
= 7,159 𝑏
42
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
● % rendemen Cl- = 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑝𝑢𝑟
𝑥 100%
7,159
= 97,70
𝑥 100%
= 7,32%
𝐴𝑟 𝐶𝑙
● % Cl-secara teori = 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙
𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑝𝑢𝑟
35,5
= 58,5
𝑥 97, 70%
= 59,28 %
= 86,23%
M SCN- = 0,629 M
12
= 0,629 x 1000
(L)
= 0,007548 mol
43
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘
● % rendemen Cl- = 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑝𝑢𝑟
𝑥 100%
4,46
= 97,70
𝑥 100%
= 0,0456 × 100%
= 4,564 %
𝐴𝑟 𝐶𝑙
● % Cl- secara teori = 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝐶𝑙
𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑝𝑢𝑟
35,5
= 58,5
𝑥 97, 70%
= 59,28 %
44