Anda di halaman 1dari 30

I.

Judul : Titrasi Pengendapan (Argentometri)

II. Tanggal Percobaan : 13 April 2023

III. Waktu Percobaan : 09.30 - Selesai

IV. Tujuan :1. Menentukan standarisasi larutan AgNO3 dengan


larutan NaCl 0,01N

2. Menentukan konsentrasi larutan NaCl XN dengan


larutan standar AgNO3

V. Dasar Teori :

Argentometri adalah titrasi di mana endapan garam yang tidak larut


terbentuk antara titran dan analit. Persyaratan dasar untuk jenis titrasi ini adalah
pembentukan kesetimbangan yang cepat dengan analit dan titran tambahan apa pun,
menghindari gangguan dalam titrasi dan pengamatan titik akhir titrasi yang mudah.
Jenis titrasi presipitasi yang telah lama diketahui melibatkan reaksi
presipitasi antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dan ion perak Ag+. Titrasi ini sering disebut
dengan argentometri, yaitu titrasi penentuan analit berupa ion Halida (kebanyakan)
dengan larutan standar perak nitrat-AgNO3. Titrasi argentometri dapat digunakan
tidak hanya untuk penentuan ion halogen, tetapi juga untuk penentuan merkaptan
(tioalkohol), asam lemak dan beberapa anion divalen seperti ion fosfat dan arsenik.
Titrasi argentometri didasarkan pada pembentukan endapan yang tidak larut
antara titran dan analit. Contoh umum adalah titrasi untuk menentukan NaCl, di
mana ion Ag+ dari titran bereaksi dengan ion Cl - dari analit untuk membentuk
garam AgCl yang tidak larut.
Ketika semua ion klorida dalam analit dikonsumsi, ada kelebihan ion perak
bereaksi dengan detector. Kromasi CrO42- biasanya digunakan sebagai indikator, di
mana ion perak membentuk endapan merah , yang memungkinkan titik akhir titrasi
dapat diamati. Indikator lain yang dapat digunakan adalah tiosianida dan indikator
adsorpsi. Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang digunakan, titrasi
argentometri dapat dibedakan dengan titrasi argentometri menurut Mohr, Volhard
atau Fajans. Selain jenis indikator di atas, kita juga bisa menggunakan metode
potensiometer untuk menentukan titik ekivalen.
Ketajaman titik ekivalen tergantung pada kelarutan endapan yang terbentuk
pada reaksi antara analit dan titran. Endapan dengan kelarutan rendah menghasilkan
kurva titer argentometri miring tinggi, memfasilitasi penentuan titik ekivalen, tetapi
endapan dengan kelarutan rendah menghasilkan kurva titer curam, membuat
penentuan titik ekivalen cukup sulit. Ini analog dengan kurva titrasi antara asam
kuat dan basa kuat dan antara asam lemah dan basa kuat.
Secara umum titrasi argentometri memiliki 3 metode, diantaranya yakni.
 Metode fajans
Titrasi argentometri menggunakan metode Fajans memiliki dua langkah yaitu
menentukan titik akhir titrasi dengan indikator absorbansi (fluorescein). Indikator
adsorpsi dapat digunakan dalam titrasi argentometri. Titrasi argentometri
menggunakan indikator adsorpsi dikenal sebagai titrasi argentometri metode
Fajans. Misalnya, titrasi ion klorida dengan larutan standar Ag digunakan.
(Mulyono, 2005).
Endapan perak klorida membentuk endapan koloid. Sebelum titik ekuivalen
tercapai, endapan bermuatan negatif akibat adsorpsi Cl- pada permukaan endapan,
dan Ag memiliki counterion bermuatan positif, yang teradsorpsi akibat gaya
elektrostatik yang bekerja pada endapan. Ketika titik ekivalen tercapai, tidak ada
lagi ion Cl yang teradsorpsi dalam endapan, sehingga endapan menjadi netral.
(Mulyono, 2005).
 Metode Mohr
Salah satu jenis titrasi pengendapan adalah titrasi perak. Titrasi argorimetri
adalah metode dimana ion halida (Cl-, I-, Br-) atau anion lain (CN-, CNS) bereaksi
dengan ion Ag dari perak nitrat AgNO3 membentuk endapan perak halida (AgX).
Konsentrasi ion klorida dalam larutan dapat ditentukan dengan titrasi dengan
larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida terbentuk selama proses
titrasi dan larutan berair indikator kalium kromat digunakan. Setelah semua ion
klorida mengendap, kelebihan ion Ag bereaksi dengan indikator pada akhir titrasi
membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO3. (Ham, 2005)
 Metode Volhard
Dalam metode ini, larutan standar AgNO3 ditambahkan ke dalam larutan yang
mengandung ion halida. Konsentrasi klorida, iodida, bromida dan ion lainnya dapat
ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat
berlebih ditambahkan ke dalam larutan analit, kemudian kelebihan larutan Ag
dititrasi dengan larutan standar tiosianidil (SCN-) menggunakan indikator ion Fe3.
Ion besi(III) ini bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks
merah.(Mulyono, 2005).
 Beberapa faktor yang mempengaruhi titrasi argentometri dalam proses
pengendapan diantara lain ialah :
 Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak larut meningkat ketika kompleks terbentuk
antara ligan dan kation garam. Misalnya, kelarutan AgCl meningkat ketika
ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.
(Sari, 2014)
 Temperature
Kelarutan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga dengan meningkatnya
suhu, pembentukan endapan berkurang karena banyak endapan dalam larutan.
 Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik
seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut
organik dapat digunakan untuk memisahkan campuran dua zat. Setiap pelarut
memiliki kemampuan yang berbeda untuk melarutkan suatu zat, seperti halnya zat
yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda dalam pelarut tertentu.

Titrasi argentometrik untuk pengukuran klorida dapat dipengaruhi oleh ion


pengganggu. (Yurman, 2009) menyatakan bahwa ion-ion yang dapat
mempengaruhi penentuan konsentrasi klorida dengan metode argentometri atau
presipitasi adalah zat-zat non-interfering yang terdapat dalam air minum dalam
jumlah normal. Ion-ion pengganggu ini meliputi: 1). Bromida, iodida dan sianida
menyebabkan konsentrasi klorida yang sesuai. 2). Campuran ion sulfida, tiosulfat
dan sulfit. 3). Lebih dari 25 mg/l ortofosfat mencegah pembentukan presipitasi
perak fosfat. 4) Kandungan besi di atas 10 mg/l menyembunyikan titik akhir.
Prinsip Kerja

Titrasi pengendapan termasuk dalam kelompok titrasi dengan produk reaksi


titrasi berupa endapan atau garam yang sedikit larut. Alasannya, reaksi
pengendapan secara cepat mencapai kesetimbangan setelah setiap penambahan
perak nitrat, yang bebas dari senyawa pengganggu, dan memerlukan indikator
untuk memastikan titik akhir titrasi.

Indikator untuk mengonfirmasi titik akhir titrasi Titrasi pengendapan


termasuk dalam kelompok titrasi dengan produk mekanisme reaksi berupa
pengendapan yang sedikit larut. Hal ini dikarenakan reaksi pengendapan mencapai
kesetimbangan dengan cepat setelah setiap penambahan titran, bebas dari pengotor
yang mengganggu, dan membutuhkan indikator untuk memastikan titik akhir titrasi
telah tercapai

Titrasi argentometrik adalah reaksi garam/presipitasi turunan tiourea,


xantin, barbiturat, dan sulfasulfat dengan perak nitrat. Ini adalah reaksi garam dan
dapat diikuti dengan pengendapan. Untuk turunan tiourea dan xantin, reaksi garam
membebaskan asam nitrat, yang dapat dititrasi dengan NaOH (analisis basa).
Sebaliknya, dalam kasus turunan sulfa-sulfa, pengendapan garam perak terjadi,
sehingga kelebihannya dititrasi dengan amonium tiosianat (metode Volhard).
Untuk turunan asam barbiturat (natrium karbonat) dalam kondisi basa, titik akhir
dicapai dengan pembentukan endapan perak karbonat.

Prinsip kerja metode pengendapan adalah pembentukan endapan yang tidak


larut antara larutan rendaman dan sampel. Untuk Sebagai contoh, dalam
pengukuran titrasi NaCl, ion perak dari larutan standar bereaksi dengan lon klorida
dari sampel sehingga terbentuk garam yang tidak larut, yaitu endapan perak klorida
berwarna putih. Ag(NO)3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl (s) + NaNO3 (aq)

Analisis dapat digunakan ketika reaksi berlangsung dengan cepat dan


kuantitatif serta menghasilkan endapan untuk menentukan titik akhir titrasi.
Beberapa reaksi pengendapan terjadi secara perlahan dan melampaui titik jenuh dan
tidak dapat menunggu hingga pengendapan selesai. Selain itu, produk kelarutan
harus sangat kecil, karena endapan secara kuantitatif berada dalam kesalahan
eksperimental. Reaksi samping akibat kopresipitasi (pengendapan zat selain zat
target) harus dihindari sebisa mungkin.
VI. Alat dan Bahan

 Alat

1. Neraca analitik 1 Buah

2. Gelas ukur -

3. Gelas piala 500 mL

4. Botol timbang -

5. Botol berwarna (botol kaca cokelat gelap) -

6. Labu ukur (volumetric flask) 250 mL

7. Buret 50 mL

8. Pipet gondok 10 mL

9. Labu Erlenmeyer 250 mL

10. Botol semprot 1 Buah

11. Statif 1 Buah

12. Klem 1 Buah

13. Kertas putih Secukupnya

 Bahan

1. AgNO3 ± 6,5 gram

2. NaCl p.a ± 1,5 gram

3. Indikator K2CrO4 1 mL

4. Indikator Fe3+ 1 mL

5. Air suling 500 mL

6. Larutan HNO3 5 mL

7. KSCN ± 4,9 gram


VII. Alur Percobaan

Pembuatan dan penentuan standarisasi larutan AgNO3 ± 0,1N

AgNO3

1. Ditimbang beratnya ± 6,5 gram


2. Dipindahkan ke dalam gelas piala 500mL
3. Dilarutkan dengan air suling
4. Diencerkan sampai 500mL
5. Disimpan dalam botol berwarna
Hasil

Penentuan standarisasi larutan AgNO3 ± 0,1N dengan NaCl p.a sebagai baku
NaCl ± 0,1N

1. Ditimbang dengan teliti ± 1,5 gram


2. Dipindahkan dalam labu ukur 250mL
3. Dilarutkan dengan air suling dan diencerkan
sampai tanda batas
4. Dikocok hingga tercampur sempurna
Hasil

AgNO3 NaCl

1. Dipipet sebanyak 10mL


1. Dibilas dalam buret
2. Dimasukkan dalam labu
2. Diisikan dalam buret
Erlenmeyer 250mL
hingga melebihi skala nol
3. Ditambahkan 10mL air
3. Diturunkan sampai
suling
cekungan pas pada skala
nol 4. Ditambakan 1mL
indikator K2CrO4
4. Dicatat angkanya

5. Dititrasi sambil terus dikocok


6. Dihentikan titrasi saat terjadi
perubahan warna
7. Dibaca dan dicatat angka pada buret saat
awal dan akhir titrasi
8. Diulangi sebanyak 3 kali

Hasil

Reaksi:

1. Ag+ + Cl- → AgCl (s) ↓

2. Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 (s) Merah bata

Pembuatan larutan KSCN ± 0,1N

KSCN

1. Ditimbang dengan teliti ± 4,9 gram


2. Dilarutkan dengan air suling
3. Diencerkan sampai 500mL dalam
gelas piala
4. Disimpan larutan dalam botol

Hasil

Penentuan standarisasi larutan KSCN ± 0,1N dengan larutan standar AgNO 3

AgNO3 KSCN

1. Dipipet sebanyak 10Ml 1. Dibilas dalam buret


2. Dimasukkan ke dalam 2. Diisikan dalam buret sampai
labu Erlenmeyer 250mL melebihi skala nol
3. Ditambahkan HNO3 3. Diturunkan sampai cekungan
sebanyak 5mL pas pada titik nol
4. Ditambahkan indikator 4. Dicatat angkanya
Fe3+ sebanyak 1 mL

5. Dititrasi sambil terus dikocok


6. Dihentikan titrasi saat terjadi perubahan warna
7. Dibaca dan dicatat angka pada buret
8. Diulangi sebanyak 3 kali

Hasil

Reaksi:

Ag+ + SCN- → AgSCN ↓

SCN- + Fe3+ → Fe3SCN2+ Merah bata


VIII. Hasil Pengamatan

No Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan


1 Penentuan standarisasi larutan AgNO3 0,1N Sebelum Sesudah -Ag + Cl- → AgCl (s)
+ Berdasarkan hasil
dengan NaCl 0,01N sebagai baku: (Putih) praktikum, sesuai
-NaCl 0,01N: -NaCl + aquades = dengan dugaan bahwa
NaCl ± 0,1N Larutan tidak tidak berwarna terdapat endapan
-Ag+ + CrO42- →
berwarna berwarna merah bata
1. Ditimbang dengan teliti ± 1,5 gram -NaCl + Aquades + Ag2CrO4 (s) yang dihasilkan dari
dalam botol timbang -Larutan AgNO3: Indikator K2CrO4 = (Merah bata) pencampuran larutan
tidak berwarna berwarna kuning AgNO3 + larutan
2. Dipindahkan dalam labu ukur -NaCl (aq) + AgNO3 NaCl 0,01N +
250mL -Aquades: Tidak -NaCl + Aquades + (aq) → AgCl (aq) + Indikator K2CrO4
3. Dilarutkan dengan air suling dan berwarna Indikator K2CrO4 + NaNO3 (aq) Didapatkan
diencerkan sampai tanda batas Larutan AgNO3 = konsentrasi AgNO3
-Indikator K2CrO4: terbentuk endapan adalah 0,010 N
4. Dikocok hingga tercampur sempurna Berwarna kuning merah bata

Hasil V1 = 10,5 mL
V2 = 10,1 mL
V3 = 10,0 mL
AgNO3 NaCl

1. Dibilas dalam 1. Dipipet


buret sebanyak
10mL
2. Diisikan
dalam buret 2. Dimasukkan
sampai melebihi ke labu
batas skala Erlenmeyer
250mL
3. Diturunkan
sampai 3.
cekungan pas Ditambahkan
pada skala 10mL aquades
4. Dicatat 4.
angkanya Ditambahkan
1mL indikator
K2CrO4

5. Dititrasi sambil dikocok


6. Dihentikan titrasi saat terjadi
perubahan warna
7. Dibaca dan dicatat angka
pada buret
8. Diulangi sebanyak 3 kali
Hasil

2 Penentuan Konsentrasi NaCl dengan larutan -NaCl X : Larutan -NaCl X + aquades -Ag+ + Cl- → AgCl (s) Berdasarkan hasil
AgNO tidak berwarna = tidak berwarna (Putih) praktikum, sesuai
dengan dugaan bahwa
AgNO3 NaCl X -Larutan AgNO3: -NaCl X + terdapat endapan
-Ag+ + CrO42- →
tidak berwarna Aquades + berwarna merah bata
1. Dibilas dalam 1. Dipipet Indikator K2CrO4 = Ag2CrO4 (s) yang dihasilkan dari
buret sebanyak 10mL -Aquades: Tidak berwarna kuning (Merah bata) pencampuran larutan
berwarna AgNO3 + larutan
2. Diisikan dalam 2. Dimasukkan -NaCl X+ Aquades NaCl XN + Indikator
buret sampai ke labu -Indikator K2CrO4: + Indikator K2CrO4 K2CrO4
melebihi batas Erlenmeyer Berwarna kuning + Larutan AgNO3 Didapatkan
skala 250mL = terbentuk konsentrasi NaCl XN
3. Diturunkan endapan merah adalah 0,010 N
3. Ditambahkan
sampai cekungan bata
10mL aquades
pas pada skala
V1 = 9,8 mL
V2 = 9,7 mL
V3 = 9,6 mL
4. Dicatat 4.
angkanya Ditambahkan
indikator
K2CrO4

5. Dititrasi sambil dikocok


6. Dihentikan titrasi saat terjadi
perubahan warna
7. Dibaca dan dicatat angka pada
buret
8. Diulangi sebanyak 3 kali

Hasil
IX. Pembahasan
Di dalam praktikum Kimia Analitik tergolong menjadi dua metode analisis,
yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis
yang digunakan untuk menentukan kualifikasi dari suatu unsur atau senyawa.
Sedangkan analisis kuantitatif yaitu analisis yang berkaitan dengan kuantitas atau
jumlah, nominal, angka yang terdapat dalam suatu sampel. Metode analisis
kuantitatif yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan berdasarkan
perubahan volume disebut titrasi.

Pada praktikum yang berjudul Titrasi pengendapan Argentometri memiliki makna


yaitu metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk menentukan konsentrasi
larutan berdasarkan endapan Ag Halida yang habis bereaksi dan membentuk
endapan yang bergantung pada indikator yang digunakan. Titrasi yang
dilaksanakan pada tanggal 13 April 2023 memiliki tujuan untuk menstandarisasi
larutan AgNO3 menggunakan NaCl 0,01 N dan menentukan konsentrasi NaCl
menggunakan larutan AgNO3. Standarisasi merupakan proses memvalidasi
konsentrasi larutan sekunder yang telah dibuat. Titrasi merupakan suatu bagian dari
standarisasi. Standarisasi dilakukan menggunakan larutan baku primer. Larutan
baku artinya larutan yang diperoleh dari hasil penimbangan yang konsentrasinya
dibuat mendekati hasil sebenarnya yang kemudian digunakan untuk menentukan
konsentrasi larutan lainnya. Larutan baku terbagi menjadi tiga yaitu larutan baku
primer, larutan baku sekunder, larutan baku tersier. Larutan baku primer adalah
larutan yang telah diketahui konsentrasinya untuk menentukan larutan baku
sekunder yang didapat dari hasil penimbangan. Adapun syarat-syarat yang
digunakan untuk menentukan suatu larutan baku primer yaitu:

1. Zat nya terdapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Dengan maksud tidak memiliki jumlah zat pengotor melebihi 0,01%
sampai 0,02% yang dapat mempengaruhi penimbangan, karena apabila dibawah
0,02%, kemurniannya dapat mempengaruhi konsistensi dan akurasi suatu larutan.

2. Substansi tersebut harus bersifat stabil atau tidak boleh terlalu bersifat higrokopis
yang dapat mengakibatkan air terikut saat penimbangan karena zat tersebut tidak
boleh kehilangan berat saat terpapar udara yang dapat mempengaruhi pada
keakuratan penimbangan.

3. Memiliki berat ekivalen yang tinggi karena apabila suatu zat memiliki massa
ekivalen yang kecil dapat mengakibatkan jumlah zat yang banyak untuk
membentuk suatu mol sehingga tidak bisa digunakan sebagai standar primer karena
sulitnya mengukur dengan tepat konsentrasi larutan standar yang dihasilkan.

4. Asam atau basa tersebut lebih disukai yang kuat, yakni sangat terdisosiasi namun
asam atau basah lemah dapat digunakan sebagai standar utama tanpa kerugian yang
berarti khususnya ketika larutan standar tersebut akan digunakan untuk
menganalisis sampel dari asam atau basa lemah.

Pada titrasi pengendapan argentometri memiliki 3 metode

1. Metode Mohr:

Metode mohr menggunakan indikator ion kromat dengan titik akhir perubahan
warna menjadi kemerah-merahan. Syarat metode mohr yaitu dilakukan pada pH
dengan rentang 6-10, jika dalam keadaan basa sebagian Ag+ akan diendapkan
menjadi perak karbonat atau perak hidroksida sehingga larutan AgNO3 sebagai
penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan, jika dalam keadaan asam sebagian
indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4- sehingga larutan AgNO3 lebih banyak
yang dibutuhkan untuk membentuk endapan sehingga mempengaruhi perhitungan,
konsentrasi, dan terprotonisasi (asam kelebihan ion H, indikator K 2CrO4 mengalami
terprotonisasi sehingga membentuk HCrO4-)

Reaksi: Ag+ + K2CrO42- → Ag2CrO42-

2. Metode Volhard

Metode ini didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat dalam larutan asam nitrit
dengan ion besi (III) yang dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat

Reaksi:

Ag+ + SCN- ⇋ AgSCN (s)


Fe3+ + SCN- ⇋ FeSCN2+ (merah)

Metode ini digunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan standar tiosianat
atau untuk totrasi tidak langsung dari ion-ion klorida, bromida dan iodida

3. Metode Fajans

Metode ini disebabkan karena pergeseran elektronik dalam molekul yang dapat
mengubah warnanya, metode ini dilakukan pada pH dengan rentang 7-10 jadi
antara netral dan sedikit basa. Prinsip kerjanya, ketika meneteskan titran akan
kelebihan Ag+ dan menyebabkan klorida menjadi positif sehingga menarik ion Fl -
(Fluresein) sehingga menyebabkan endapan menjadi soft pink.

Percobaan pertama yaitu dengan dibilasnya buret menggunakan standarisasi


larutan AgNO3 dengan tujuan agar tidak terdapat gelembung yang mempengaruhi
volumenya sehingga ketika larutan diturunkan volumenya tidak terkikis, selain itu
untuk menghindari kontaminasi. Buret yang digunakan juga berwarna gelap agar
larutan tidak mudah teroksidasi oleh matahari yang akan mempengaruhi
konsentrasi sehingga berpengaruh pada berkurangnya jumlah molekul. Setelah itu
Larutan NaCl 0,01 N tidak berwarna ditambahkan sebanyak 10mL pada labu
Erlenmeyer, penggunaan NaCl disini karena memiliki kelarutan yang lebih besar
dibandingkan AgNO3. Selain larutan NaCl dapat pula digunakan larutan lain namun
harus memiliki kelarutan yang lebih besar pula dari AgNO3 misalnya HCl,
Fe(OH)3, MgF2 dll. Setelah itu ditambahkan aquades tidak berwarna sebanyak
10mL pada labu Erlenmeyer (larutan tetap tidak berwarna) , penambahan aquades
berpengaruh pada konsentrasi namun tidak berpengaruh pada jumlah zat.
Berikutnya ditambahkan indikator K2CrO4 berwarna kuning sebanyak 1mL yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi berwarna
kuning. Adapun karakteristik indikator K2CrO4 yaitu:

1. Berbentuk padat kristal dan berwarna kuning cerah

2. Larut dalam air dan membentuk larutan berwarna kuning yang bersifat basa

3. Bersifat oksidator dan dapat bereaksi dengan senyawa yang mudah teroksidasi
4. Reaktif terhadap asam, menghasilkan senyawa asam kromat (H2CrO4) atau asam
dikromat (H2Cr2O7) tergantung pada kondisi reaksi

5. Senyawa ini stabil dibawah kondisi normal suhu dan tekanan, tetapi dapat terurai
menjadi Cr2O3 (oksidan krom) yang oksigen jika dipanaskan pada suhu yang sangat
tinggi.

Penentuan konsentrasi Indikator K2CrO4 memilik batas yaitu batas maksimal


sebesar 0,0072 sedangkan batas minimum sebesar 0,0025, karena apabila melebihi
batas maksimal titik akhirnya berwarna cokelat bukan merah bata, selain itu dapat
mempengaruhi konsentrasi larutan lainnya.

AgNO3 lebih dahulu bereaksi dengan NaCl dibandingkan dengan indikator kalium
kromat dikarenakan sifat NaCl mudah terurai daripada K2CrO4 sehingga AgNO3
mudah bereaksi dengan NaCl, selain itu AgCl memiliki Ksp yang lebih tinggi
daripada Ag2CrO4 sehingga lebih mudah membentuk endapan AgCl nya.

Langkah selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan larutan standar AgNO3


dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Ketika labu Erlenmeyer dikocok usahakan
untuk larutan pada buret tidak mengenai dinding tabung karena dapat mengurangi
volume larutan yang berpengaruh pada perhitungan konsentrasi larutan. Jika ion-
ion perak ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung ion klorida
dengan konsentrasi besar dan ion kromat dengan konsentrasi kecil, maka perak
klorida (endapan putih) akan mengendap terlebih dahulu. Sedangkan perak kromat
tidak akan terbentuk sebelum konsentrasi ion perak meningkat sampai ke nilai yang
cukup besar untuk melebihi Ksp dari perak kromat akibat Ag berlebih.

Reaksi:

Ag+ + Cl- → AgCl (endapan putih)

2Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 (endapan merah bata)

Setelah terbentuk endapan merah bata, titrasi dihentikan. Catat volume pada buret
pada setiap 3 kali pengulangan, sehingga dapat ditentukan volume rata-rata sebesar
10,133 mL dan konsentrasi larutan AgNO3 pada buret yaitu sebesar 0,010 N.
Pada percobaan kedua yaitu menentukan konsentrasi NaCl XN menggunakan
larutan standar AgNO3, dibilasnya buret menggunakan standarisasi larutan AgNO 3
dengan tujuan agar tidak terdapat gelembung yang mempengaruhi volumenya
sehingga ketika larutan diturunkan volumenya tidak terkikis, selain itu untuk
menghindari kontaminasi. Buret yang digunakan juga berwarna gelap agar larutan
tidak mudah teroksidasi oleh matahari yang akan mempengaruhi konsentrasi
sehingga berpengaruh pada berkurangnya jumlah molekul. Setelah itu Larutan
NaCl XN tidak berwarna ditambahkan sebanyak 10mL pada labu Erlenmeyer.
Setelah itu ditambahkan aquades tidak berwarna sebanyak 10mL pada labu
Erlenmeyer (larutan tetap tidak berwarna) , penambahan aquades berpengaruh pada
konsentrasi namun tidak berpengaruh pada jumlah zat. Berikutnya ditambahkan
indikator K2CrO4 berwarna kuning sebanyak 1mL yang menyebabkan terjadinya
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi berwarna kuning. Adapun
karakteristik indikator K2CrO4 yaitu:

1. Berbentuk padat kristal dan berwarna kuning cerah

2. Larut dalam air dan membentuk larutan berwarna kuning yang bersifat basa

3. Bersifat oksidator dan dapat bereaksi dengan senyawa yang mudah teroksidasi

4. Reaktif terhadap asam, menghasilkan senyawa asam kromat (H2CrO4) atau asam
dikromat (H2Cr2O7) tergantung pada kondisi reaksi

5. Senyawa ini stabil dibawah kondisi normal suhu dan tekanan, tetapi dapat terurai
menjadi Cr2O3 (oksidan krom) yang oksigen jika dipanaskan pada suhu yang sangat
tinggi.

Penentuan konsentrasi Indikator K2CrO4 memilik batas yaitu batas maksimal


sebesar 0,0072 sedangkan batas minimum sebesar 0,0025, karena apabila melebihi
batas maksimal titik akhirnya berwarna cokelat bukan merah bata, selain itu dapat
mempengaruhi konsentrasi larutan lainnya.

AgNO3 lebih dahulu bereaksi dengan NaCl dibandingkan dengan indikator kalium
kromat dikarenakan sifat NaCl mudah terurai daripada K2CrO4 sehingga AgNO3
mudah bereaksi dengan NaCl, selain itu AgCl memiliki Ksp yang lebih tinggi
daripada Ag2CrO4 sehingga lebih mudah membentuk endapan AgCl nya.
Langkah selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan larutan standar AgNO3
dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Ketika labu Erlenmeyer dikocok usahakan
untuk larutan pada buret tidak mengenai dinding tabung karena dapat mengurangi
volume larutan yang berpengaruh pada perhitungan konsentrasi larutan.

Reaksi:

Ag+ + Cl- → AgCl (endapan putih)

2Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 (endapan merah bata)

NaCl + AgNO3 → AgCl + NaNO3

Setelah terbentuk endapan merah bata, titrasi dihentikan. Catat volume pada buret
pada setiap 3 kali pengulangan, sehingga dapat ditentukan volume rata-rata NaCl
XN sebesar 9,700 mL dan konsentrasi larutan NaCl XN pada buret yaitu sebesar
0,010 N.
X. Diskusi
-
XI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan didapatkan suatu kesimpulan yaitu
pada percobaan pertama dengan standarisasi larutan AgNO3 XN + NaCl 0,01 N +
aquades 10ml + indikator K2CrO4 1ml sesuai dengan dugaan terdapat endapan
merah bata dengan volume sebesar 10,5ml ; 10,1ml ; 10,0ml yang dilakukan dengan
pengulangan sebanyak 3 kali sehingga didapatkan konsentrasi AgNO3 sebesar
0,010 N.

Pada percobaan kedua dengan standarisasi larutan AgNO3 yang konsentrasinya


sudah didapatkan + NaCl XN + Aquades 10mL + Indikator K2CrO4 1mL sesuai
dengan dugaan terdapat endapan berwarna merah bata dengan volume sebesar
9,8ml ; 9,7ml ; 9,6ml yang dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali sehingga
didapatkan konsentrasi NaCl XN sebesar 0,010 N.

XII. Saran
Saran yang dapat diberikan kepada praktikan yaitu dibutuhkannya ketelitian dan
ketepatan dalam pengambilan larutan, saat titrasi juga diperhatikan volume larutan
dalam buret agar tepat mencapai titik ekivalen sehingga saat dilakukannya
pengocokan secara homogen pada labu Erlenmeyer harus hati-hati agar tidak ada
yang menempel pada dinding tabung sehingga dapat menurunkan nilai konsentrasi.
XIII. Daftar Pustaka

Ham, M. (2005). Kamus Kimia. Bandung: Bumi Aksara.

Harjadi, W. (1993). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT

Gramadia Pustaka Utama.

Khopkar, W. (1990). Konsep-Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Uniersitas


Indonesia Press

Kisman, S. (1988). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada.
XIV. Lampiran

a. Jawaban Pertanyaan

1. Buatlah kurva titrasi antara volume AgNO3 dan pCl untuk titrasi antara 50mL
0,1 M larutan NaCl dengan larutan AgNO3 0,1 M.

Jawab:

Pada awal titrasi

[Cl-] = 0,1 mmol/mL

pCl = 1

Setelah penambahan 10 mL AgNO3

AgNO3 + NaCl → AgCl + NaNO3

M: 1 mmol 5 mmol

B: 1 mmol 1 mmol

S: - 4 mmol

[Cl-] = 4 mmol/60 mL

= 6,67 ×10-2

pCl = -Log [Cl-]

= 2 – log 6,67

= 1,17

Setelah penambahan 30 mL AgNO3

AgNO3 + NaCl ↔ AgCl + NaNO3

M 3 mmol 5 mmol

B 3 mmol 3 mmol

S - 2 mmol
[Cl-] =

pCl = - Log [Cl-]

= -Log 0,025
= 1,6
Setelah penambahan 49 mL AgNO3

AgNO3 + NaCl ↔ AgCl + NaNO3

M 4,9 mmol 5 mmol

B 4,9 mmol 4,9 mmol

S - 0,1 mmol

[Cl-] =

pCl = - Log [Cl-]

= 3- Log 1

=3

Setelah penambahan 50 mL AgNO3 (Titik ekivalen)

AgNO3 + NaCl ↔ AgCl + NaNO3

M 5 mmol 5 mmol

B 5 mmol 5 mmol

S - -

[Ag+ ] = [Cl-]

[Cl-]= 1 x 10-10

[Cl-]= 1 x 10-5

pCl= 5,00
Setelah penambahan 55 mL AgNO3 (setelah titik ekivalen)

AgNO3 + NaCl ↔ AgCl + NaNO3

M 5,5 mmol 5 mmol

B 5 mmol 5 mmol

S 0,5 mmol -

[Ag+]=

pAg = - Log [Ag+]

= 3 - Log 4.76

= 2.32

pCl= 10 – 2.32 = 7.68

Setelah penambahan 60 mL AgNO3

AgNO3 + NaCl ↔ AgCl + NaNO3

M 6,0 mmol 5 mmol

B 5 mmol 5 mmol

S 1 mmol -

[Ag+] =

pAg = - Log [Ag+]

= 3 - Log 9,09

= 2,04

pCl= 10 – 2,04 = 7,96


2. Berapa konsentrasi garam NaCl dalam suatu larutan, apabila 25 mL larutan
tersebut jika direaksikan dengan 25 mL 0,2 M larutan AgNO 3, dan kelebihan
larutan AgNO3 tepat bereaksi habis dengan larutan KSCN 28mL 0,1 M.
Jawab:
mmol NaCl = 25 × mmol
mmol AgNO3 = 5 mmol
mmol KSCN = 2,8 mmol

NaCl + AgNO3 AgCl + Na NO 3

m 25x 5
r 25x 25x 25x 25x

s - 5 – 25x 25x 25x

AgNO3 + KSCN AgSCN + KNO3


m 5 – 25x 2,8
r 2,8 2,8 2,8 2,8

s - - 2,8 2,8
Konsentrasi garam NaCl :
5 – 25x = 2,8
25x = 5 – 2,8
25x = 2,2
x = 2,2/25
= 0,088 M
Jadi Konsentrasi garam NaCl adalah 0,088 M
b. Perhitungan

Perhitungan Konsentrasi K2CrO4

AgNO3 + NaCl → AgCl ↓ + NaNO3 Ag+ + Cl- →AgCl


[Ag+] = [Cl-]
Diketahui :
Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-]
Ksp AgCl = [Ag+] [Ag+] Ksp AgCl = 1,8 x 10-6
Ksp AgCl = [Ag+]2
Ksp Ag2CrO4 = 1,2 x 10-12
+ 1/2
[Ag ] = Ksp AgCl
[Ag+] =
Titik Akhir Ag2CrO4

Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] Ag2CrO4 →2Ag+ + CrO42-

[CrO42-] = Ksp Ag2CrO4

[Ag+]2

= 1,7 x 10-12
[1,342 x 10-5]2
= 0,0066 = 0,007M
d. Dokumentasi

No Gambar Percobaan I Keterangan


1.
Pengambilan larutan standarisasi
AgNO3 XN

2.

Pengambilan larutan NaCl 0,01 N

3.
Ditambahkan aquades 10mL pada
labu Erlenmeyer yang sudah diisikan
oleh larutan NaCl 0,01 N

4.
Penambahan Indikator K2CrO4
sebanyak 1mL

5. Dititrasi sambil dikocok hingga


terdapat endapan berwarna merah
bata dan diulangi sebanyak 3 kali

6. Hasil titrasi ketiga labu Erlenmeyer


dengan volume 10,5 mL; 10,3mL;
10,0mL
No Gambar Percobaan I Keterangan
1.
Pengambilan larutan standarisasi
AgNO3 XN

2.

Pengambilan larutan NaCl XN

3.
Ditambahkan aquades 10mL pada
labu Erlenmeyer yang sudah diisikan
oleh larutan NaCl XN

4.
Penambahan Indikator K2CrO4
sebanyak 1mL

5. Dititrasi sambil dikocok hingga


terdapat endapan berwarna merah
bata dan diulangi sebanyak 3 kali

6. Hasil titrasi ketiga labu Erlenmeyer


dengan volume 9,8mL; 9,7mL;
9,6mL
e. Alur
f. Laporan Sementara
g. Lampiran MSDS (Material Safety Data Sheet)

Anda mungkin juga menyukai