V. Dasar Teori :
Alat
2. Gelas ukur -
4. Botol timbang -
7. Buret 50 mL
8. Pipet gondok 10 mL
Bahan
3. Indikator K2CrO4 1 mL
4. Indikator Fe3+ 1 mL
6. Larutan HNO3 5 mL
AgNO3
Penentuan standarisasi larutan AgNO3 ± 0,1N dengan NaCl p.a sebagai baku
NaCl ± 0,1N
AgNO3 NaCl
Hasil
Reaksi:
KSCN
Hasil
AgNO3 KSCN
Hasil
Reaksi:
Hasil V1 = 10,5 mL
V2 = 10,1 mL
V3 = 10,0 mL
AgNO3 NaCl
2 Penentuan Konsentrasi NaCl dengan larutan -NaCl X : Larutan -NaCl X + aquades -Ag+ + Cl- → AgCl (s) Berdasarkan hasil
AgNO tidak berwarna = tidak berwarna (Putih) praktikum, sesuai
dengan dugaan bahwa
AgNO3 NaCl X -Larutan AgNO3: -NaCl X + terdapat endapan
-Ag+ + CrO42- →
tidak berwarna Aquades + berwarna merah bata
1. Dibilas dalam 1. Dipipet Indikator K2CrO4 = Ag2CrO4 (s) yang dihasilkan dari
buret sebanyak 10mL -Aquades: Tidak berwarna kuning (Merah bata) pencampuran larutan
berwarna AgNO3 + larutan
2. Diisikan dalam 2. Dimasukkan -NaCl X+ Aquades NaCl XN + Indikator
buret sampai ke labu -Indikator K2CrO4: + Indikator K2CrO4 K2CrO4
melebihi batas Erlenmeyer Berwarna kuning + Larutan AgNO3 Didapatkan
skala 250mL = terbentuk konsentrasi NaCl XN
3. Diturunkan endapan merah adalah 0,010 N
3. Ditambahkan
sampai cekungan bata
10mL aquades
pas pada skala
V1 = 9,8 mL
V2 = 9,7 mL
V3 = 9,6 mL
4. Dicatat 4.
angkanya Ditambahkan
indikator
K2CrO4
Hasil
IX. Pembahasan
Di dalam praktikum Kimia Analitik tergolong menjadi dua metode analisis,
yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif yaitu analisis
yang digunakan untuk menentukan kualifikasi dari suatu unsur atau senyawa.
Sedangkan analisis kuantitatif yaitu analisis yang berkaitan dengan kuantitas atau
jumlah, nominal, angka yang terdapat dalam suatu sampel. Metode analisis
kuantitatif yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan berdasarkan
perubahan volume disebut titrasi.
1. Zat nya terdapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Dengan maksud tidak memiliki jumlah zat pengotor melebihi 0,01%
sampai 0,02% yang dapat mempengaruhi penimbangan, karena apabila dibawah
0,02%, kemurniannya dapat mempengaruhi konsistensi dan akurasi suatu larutan.
2. Substansi tersebut harus bersifat stabil atau tidak boleh terlalu bersifat higrokopis
yang dapat mengakibatkan air terikut saat penimbangan karena zat tersebut tidak
boleh kehilangan berat saat terpapar udara yang dapat mempengaruhi pada
keakuratan penimbangan.
3. Memiliki berat ekivalen yang tinggi karena apabila suatu zat memiliki massa
ekivalen yang kecil dapat mengakibatkan jumlah zat yang banyak untuk
membentuk suatu mol sehingga tidak bisa digunakan sebagai standar primer karena
sulitnya mengukur dengan tepat konsentrasi larutan standar yang dihasilkan.
4. Asam atau basa tersebut lebih disukai yang kuat, yakni sangat terdisosiasi namun
asam atau basah lemah dapat digunakan sebagai standar utama tanpa kerugian yang
berarti khususnya ketika larutan standar tersebut akan digunakan untuk
menganalisis sampel dari asam atau basa lemah.
1. Metode Mohr:
Metode mohr menggunakan indikator ion kromat dengan titik akhir perubahan
warna menjadi kemerah-merahan. Syarat metode mohr yaitu dilakukan pada pH
dengan rentang 6-10, jika dalam keadaan basa sebagian Ag+ akan diendapkan
menjadi perak karbonat atau perak hidroksida sehingga larutan AgNO3 sebagai
penitrasi lebih banyak yang dibutuhkan, jika dalam keadaan asam sebagian
indikator K2CrO4 akan berbentuk HCrO4- sehingga larutan AgNO3 lebih banyak
yang dibutuhkan untuk membentuk endapan sehingga mempengaruhi perhitungan,
konsentrasi, dan terprotonisasi (asam kelebihan ion H, indikator K 2CrO4 mengalami
terprotonisasi sehingga membentuk HCrO4-)
2. Metode Volhard
Metode ini didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat dalam larutan asam nitrit
dengan ion besi (III) yang dipergunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat
Reaksi:
Metode ini digunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan standar tiosianat
atau untuk totrasi tidak langsung dari ion-ion klorida, bromida dan iodida
3. Metode Fajans
Metode ini disebabkan karena pergeseran elektronik dalam molekul yang dapat
mengubah warnanya, metode ini dilakukan pada pH dengan rentang 7-10 jadi
antara netral dan sedikit basa. Prinsip kerjanya, ketika meneteskan titran akan
kelebihan Ag+ dan menyebabkan klorida menjadi positif sehingga menarik ion Fl -
(Fluresein) sehingga menyebabkan endapan menjadi soft pink.
2. Larut dalam air dan membentuk larutan berwarna kuning yang bersifat basa
3. Bersifat oksidator dan dapat bereaksi dengan senyawa yang mudah teroksidasi
4. Reaktif terhadap asam, menghasilkan senyawa asam kromat (H2CrO4) atau asam
dikromat (H2Cr2O7) tergantung pada kondisi reaksi
5. Senyawa ini stabil dibawah kondisi normal suhu dan tekanan, tetapi dapat terurai
menjadi Cr2O3 (oksidan krom) yang oksigen jika dipanaskan pada suhu yang sangat
tinggi.
AgNO3 lebih dahulu bereaksi dengan NaCl dibandingkan dengan indikator kalium
kromat dikarenakan sifat NaCl mudah terurai daripada K2CrO4 sehingga AgNO3
mudah bereaksi dengan NaCl, selain itu AgCl memiliki Ksp yang lebih tinggi
daripada Ag2CrO4 sehingga lebih mudah membentuk endapan AgCl nya.
Reaksi:
Setelah terbentuk endapan merah bata, titrasi dihentikan. Catat volume pada buret
pada setiap 3 kali pengulangan, sehingga dapat ditentukan volume rata-rata sebesar
10,133 mL dan konsentrasi larutan AgNO3 pada buret yaitu sebesar 0,010 N.
Pada percobaan kedua yaitu menentukan konsentrasi NaCl XN menggunakan
larutan standar AgNO3, dibilasnya buret menggunakan standarisasi larutan AgNO 3
dengan tujuan agar tidak terdapat gelembung yang mempengaruhi volumenya
sehingga ketika larutan diturunkan volumenya tidak terkikis, selain itu untuk
menghindari kontaminasi. Buret yang digunakan juga berwarna gelap agar larutan
tidak mudah teroksidasi oleh matahari yang akan mempengaruhi konsentrasi
sehingga berpengaruh pada berkurangnya jumlah molekul. Setelah itu Larutan
NaCl XN tidak berwarna ditambahkan sebanyak 10mL pada labu Erlenmeyer.
Setelah itu ditambahkan aquades tidak berwarna sebanyak 10mL pada labu
Erlenmeyer (larutan tetap tidak berwarna) , penambahan aquades berpengaruh pada
konsentrasi namun tidak berpengaruh pada jumlah zat. Berikutnya ditambahkan
indikator K2CrO4 berwarna kuning sebanyak 1mL yang menyebabkan terjadinya
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi berwarna kuning. Adapun
karakteristik indikator K2CrO4 yaitu:
2. Larut dalam air dan membentuk larutan berwarna kuning yang bersifat basa
3. Bersifat oksidator dan dapat bereaksi dengan senyawa yang mudah teroksidasi
4. Reaktif terhadap asam, menghasilkan senyawa asam kromat (H2CrO4) atau asam
dikromat (H2Cr2O7) tergantung pada kondisi reaksi
5. Senyawa ini stabil dibawah kondisi normal suhu dan tekanan, tetapi dapat terurai
menjadi Cr2O3 (oksidan krom) yang oksigen jika dipanaskan pada suhu yang sangat
tinggi.
AgNO3 lebih dahulu bereaksi dengan NaCl dibandingkan dengan indikator kalium
kromat dikarenakan sifat NaCl mudah terurai daripada K2CrO4 sehingga AgNO3
mudah bereaksi dengan NaCl, selain itu AgCl memiliki Ksp yang lebih tinggi
daripada Ag2CrO4 sehingga lebih mudah membentuk endapan AgCl nya.
Langkah selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan larutan standar AgNO3
dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Ketika labu Erlenmeyer dikocok usahakan
untuk larutan pada buret tidak mengenai dinding tabung karena dapat mengurangi
volume larutan yang berpengaruh pada perhitungan konsentrasi larutan.
Reaksi:
Setelah terbentuk endapan merah bata, titrasi dihentikan. Catat volume pada buret
pada setiap 3 kali pengulangan, sehingga dapat ditentukan volume rata-rata NaCl
XN sebesar 9,700 mL dan konsentrasi larutan NaCl XN pada buret yaitu sebesar
0,010 N.
X. Diskusi
-
XI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilaksanakan didapatkan suatu kesimpulan yaitu
pada percobaan pertama dengan standarisasi larutan AgNO3 XN + NaCl 0,01 N +
aquades 10ml + indikator K2CrO4 1ml sesuai dengan dugaan terdapat endapan
merah bata dengan volume sebesar 10,5ml ; 10,1ml ; 10,0ml yang dilakukan dengan
pengulangan sebanyak 3 kali sehingga didapatkan konsentrasi AgNO3 sebesar
0,010 N.
XII. Saran
Saran yang dapat diberikan kepada praktikan yaitu dibutuhkannya ketelitian dan
ketepatan dalam pengambilan larutan, saat titrasi juga diperhatikan volume larutan
dalam buret agar tepat mencapai titik ekivalen sehingga saat dilakukannya
pengocokan secara homogen pada labu Erlenmeyer harus hati-hati agar tidak ada
yang menempel pada dinding tabung sehingga dapat menurunkan nilai konsentrasi.
XIII. Daftar Pustaka
Gajah Mada.
XIV. Lampiran
a. Jawaban Pertanyaan
1. Buatlah kurva titrasi antara volume AgNO3 dan pCl untuk titrasi antara 50mL
0,1 M larutan NaCl dengan larutan AgNO3 0,1 M.
Jawab:
pCl = 1
M: 1 mmol 5 mmol
B: 1 mmol 1 mmol
S: - 4 mmol
[Cl-] = 4 mmol/60 mL
= 6,67 ×10-2
= 2 – log 6,67
= 1,17
M 3 mmol 5 mmol
B 3 mmol 3 mmol
S - 2 mmol
[Cl-] =
= -Log 0,025
= 1,6
Setelah penambahan 49 mL AgNO3
S - 0,1 mmol
[Cl-] =
= 3- Log 1
=3
M 5 mmol 5 mmol
B 5 mmol 5 mmol
S - -
[Ag+ ] = [Cl-]
[Cl-]= 1 x 10-10
[Cl-]= 1 x 10-5
pCl= 5,00
Setelah penambahan 55 mL AgNO3 (setelah titik ekivalen)
B 5 mmol 5 mmol
S 0,5 mmol -
[Ag+]=
= 3 - Log 4.76
= 2.32
B 5 mmol 5 mmol
S 1 mmol -
[Ag+] =
= 3 - Log 9,09
= 2,04
m 25x 5
r 25x 25x 25x 25x
s - - 2,8 2,8
Konsentrasi garam NaCl :
5 – 25x = 2,8
25x = 5 – 2,8
25x = 2,2
x = 2,2/25
= 0,088 M
Jadi Konsentrasi garam NaCl adalah 0,088 M
b. Perhitungan
[Ag+]2
= 1,7 x 10-12
[1,342 x 10-5]2
= 0,0066 = 0,007M
d. Dokumentasi
2.
3.
Ditambahkan aquades 10mL pada
labu Erlenmeyer yang sudah diisikan
oleh larutan NaCl 0,01 N
4.
Penambahan Indikator K2CrO4
sebanyak 1mL
2.
3.
Ditambahkan aquades 10mL pada
labu Erlenmeyer yang sudah diisikan
oleh larutan NaCl XN
4.
Penambahan Indikator K2CrO4
sebanyak 1mL