Anda di halaman 1dari 2

Mewujudkan Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh

melalui Kebijakan Satu Peta: Aplikasi Keilmuan Geospasial dalam


Sustainable Development Goal ke-16
Hanif Halim Wicaksono (15122056)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyusun 17 tujuan pembangunan


berkelanjutan (SDGs) yang merupakan tindak lanjut dari Millenium Development Goals
(MDGs). Tujuan ke-16 SDGs mengusung perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang
Tangguh. Tujuan ini dilandasi fakta bahwa untuk mencapai suatu Pembangunan yang
berkelanjutan, diperlukan perdamaian, stabilitas, pemenuhan hak-hak asasi manusia, dan
pemerintahan yang efektif dan akuntabel. Tanpa hal-hal tersebut, tidak akan tercapai
Pembangunan berkelanjutan karena akan menimbulkan konflik sosial dan kriminalitas.

Keadilan dan kelembagaan yang tangguh tidak akan bisa tercapai tanpa adanya satu
referensi yang menjadi pedoman bagi seluruh stakeholder. Keilmuan geospasial memegang
kunci dalam menciptakan keadilan dan stabilitas dalam sektor agraria dan batas negara.
Permasalahan yang terjadi sekarang adalah terdapat berbagai versi peta dan sertifikat tanah
yang ada di tubuh pemerintahan dan masyarakat Indonesia. Tidak terdapatnya satu acuan peta
yang sama menyebabkan konflik agraria seperti sengketa tanah dan tumpang tindih
pemanfaatan ruang. Selain itu, Oleh karena itu, penegasan ulang peta-peta yang ada
diperlukan untuk menciptakan satu peta acuan bersama yang menjadi porsi keilmuan
geospasial dalam menunjang SDGs.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Taahun 2016, Presiden menetapkan


Kebijakan Satu Peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000 yang merupakan bagian dari
paket kebijakan ekonomi VIII. 24 kementerian dan lembaga ikut dalam kebijakan yang
mencakup 34 provinsi dan membuat 158 peta tematik dibawah kendali Kemenko Bidang
Perekonomian. Kebijakan Satu Peta bertujuan untuk menciptakan satu peta yang merujuk
pada satu sumber data geospasial, satu standar, satu kumpulan data, dan satu portal
geospasial. Hal ini bertujuan agar peta ini dapat menjadi pedoman yang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam berbagai kegiatan serta dalam proses perumusan kebijakan
yang berbasis pada informasi spasial.

Peraturan Presidan Nomor 23 Tahun 2021 merincikan 4 kegiatan utama yang


dilakukan dalam Kebijakan Satu Peta yaitu kompilasi, integrasi, sinkronisasi, dan berbagi
data & informasi geospasial melalui Jaringan Informasi Geospasial Nasional. Kompilasi
adalah kegiatan mengumpulkan 158 informasi geospasial tematik (IGT) yang dimilik oleh
kementerian atau lembaga. IGT yang telah dikumpulkan dikoreksi dan diverifikasi lalu
diintegrasikan dengan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) pada peta dasar Informasi Geospasial
Dasar (IGD) pada tahap integrasi. Setelah itu, dilakukan sinkronisasi yang menyelaraskan
antar IGT yang telah diintegrasi termasuk menyelesaikan tumpang tindih antar IGT.
Selanjutnya di tahap paling akhir, peta yang telah tersinkronisasi dibagikan ke seluruh
stakeholder untuk menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan.
Kebijakan Satu Peta adalah langkah reformatif yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan agraria dan tumpang tindih pemanfaatan lahan. Hal ini adalah salah satu
implementasi tujuan ke-16 SDGs untuk mencapai pemerintahan yang efektif dan tangguh,
berkeadilan, dan mengedepankan perdamaian. Keilmuan geospasial adalah kunci penting
dalam melaksanakan 4 kegiatan kebijakan satu peta ini.

Anda mungkin juga menyukai