Disusun Oleh :
NABILA NURIL FADIA
P27220019036
1. Definisi
Luka bakar atau Combustio merupakan bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di
tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkenan air panas panas (scald), tersentuh
benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (suburn) dan yang sangat rendah (Kurniawan & Susanti, 2017).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka
bakar akan mengalmai kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.
Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel.
Perawatan luka bakar yang diperlukan bergantung pada tingkat keparahan luka
bakarnya. . Luka bakar superfisial mungkin dapat ditangani dengan pereda nyeri
sederhana, sementara luka bakar besar mungkin memerlukan pengobatan yang lebih
lama di pusat perawatan luka bakar khusus.
2. Etiologi
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas
yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai fase awal hingga
fase lanjut. Ada 5 etiologi terjadinya luka bakar, yaitu kobaran api, cairan, bahan
kimia, listrik, maupun kontak lainnya. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, luka
bakar dibagi menjadi fase akut, fase subakut dan fase lanjut.
Pada fase akut terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat
cedera termis bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik. Fase sub akut berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan
keadaan hipermetabolisme, infeksi hingga sepsis serta inflamasi dalam bentuk SIRS
(Systemic Inflamatory Respon Syndrome). Luka terbuka akibat kerusakan jaringan
(kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan inflamasi, sepsis dan penguapan
cairan tubuh disertai panas/energi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, problem penutupan luka pada luka
telanjang atau tidak berepitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional, dan keadaan hipermetabolisme. Fase lanjut berlangsung setelah fase
subakut hingga pasien sembuh. Penyulit pada fase ini adalah parut yang hipertrofik,
keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.
3. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebab :
1) Luka bakar karena api
2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia
4) Luka bakar karena listrik
5) Luka bakar karena radiasi
6) Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1) Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak
mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah
serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis
dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas
setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2) Luka bakar derajat II Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar
luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
a) Derajat II dangkal (superficial) Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14
hari.
b) Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu
lebih dari satu bulan.
c) Luka bakar derajat II
Kerusakan meliput seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknay lebih rendah dibandingkan kulit sekitar kerena koagulasi protein
pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhaan
lama karena tidak ada proses epitalisasi spontan.
3) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a) Luka bakar ringan/ minor
- Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
- Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
- Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
b) Luka bakar sedang (moderate burn)
- Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %
- Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
- Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c) Luka bakar berat (major burn)
- Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
- Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
- Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineu
- Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
- Luka bakar tegangan tinggi
- Disertai trauma lainnya
- Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
c. Berdasarkan permukaan tubuh yang terbakar
Smeltzer (2012) mengestimasi luas permukaan tubuh yang terbakar
disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan (Rule of Nine). Rumus
Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan Sembilan
terhadap permukaan tubuh yang luas.
1) Berat ringannya luka bakar
yaitu:
1. Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
2. Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan
perineum.
1. Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10- 20% pada
anak-anak.
3. Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan
perineum.
Luka bakar minor saperti yang didefinisikan oleh Trofino (2011) dan
1. Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
Pengukuran ini disebut rule of nines dan pada bayi dan anak anak dilakukan
a. Kepala = 9%
d. Punggung = 18%
e. Setiap tangan = 9%
g. Selangkangan = 1%
Hanya luka bakar derajat dua dan tigalah yang dihitung menggunakan rule of
nine, sementara luka bakar derajat satu tidak dimasukan sebab permukaan kulit
relatif bagus sehingga fungsi kulit sebagai regulasi cairan dan suhu masih baik.
Jika luas luka bakar lebih dari 15 – 20% maka tubuh telah mengalami
kehilangan cairan yang cukup signifikan. Jika cairan yang hilang tidak segera
diganti maka pasien dapat jatuh ke kondisi syok atau renjatan.
4. Patofisiologi
Kulit dapat bertahan terhadap panas sampai suhu tertentu karena adanya kandungan
air yang cukup. Pada daerah dengan vaskularisasi yang banyak, memungkinkan
terjadinya penghantaran panas dari tempat luka bakar ke tempat lain sehingga
mengurangi kedalaman luka bakar. Luasnya luka bakar ditentukan oleh derajat panas,
lamanya jaringan terpapar dan ketebalan kulit yang terkena oleh sumber panas.
Kerusakan jaringan pada luka bakar jarang sekali homogen dan biasanya terbagi atas
3 zona yaitu zona koagulasi, stasis dan hiperemia Zona ini dikenal sebagai teori
Jackson (Jackson’s thermal wound theory), yang biasanya terlihat sebagai bull’s-eye
pattern. Zona koagulasi merupakan jaringan mati yang membentuk parut, terletak di
pusat luka terdekat dengan sumber panas. Jaringan pada zona ini tidak dapat
diselamatkan karena telah terjadi koagulasi nekrosis. Jaringan yang masih layak
berdekatan dengan daerah nekrotik disebut zona stasis. Penurunan perfusi didaerah
tersebut dapat menyebabkan nekrosis. Edema yang berlangsung lama, infeksi,
intervensi bedah yang tidak perlu, dan hipotensi dapat mengkonversi zona ini ke zona
koagulasi. Pada zona hiperemia terjadi peningkatan perfusi dan merupakan daerah
dengan kerusakan minimal.
Kulit merupakan organ yang yang terbesar pada tubuh manusia, dengan ketebalan
bervariasi sesuai usia dan lokasi (1-2 mm). Ketebalan kulit mempengaruhi kerentanan
terhadap luka bakar, misalnya kulit di telapak tangan dan kaki lebih tebal dan lebih
tahan dibandingkan lengan atau kelopak mata.
5. Pathway
Luka bakar
Kerusakan jaringan
(epidermis, dermis)
Permeabilitas Pergerakan
Alarm Nyeri Meningkat Terbatas Resiko Infeksi
Oedema Vesikulasi
Dehidrasi
Defisit Nutrisi
Hipovolemia
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer dan
sekunder, dengan adanya kerusakan laangsung yang disebaabkan oleh luka bakar dan
morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah sekitar luka, akan
ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau perubahan sensasi. Efek
sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat seperti syok hipovoleik, hipotermi,
perubahan uji metaboolik dan darah (Rudall & Green, 2010 dalam Anita, N., 2019).
Manifestasi klinis secarsa umum :
a. Riwayat terpaparnya
b. Lihat derajat luka bakar
c. Status pernapasan; tachycardia, nafas dengan menggunakan otot asesoris, cuping
hidung dan stridor
d. Bila syok; tachycardia, tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya
pengeluaran urine atau anuri
e. Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi.
7. Penatalaksanaan
a. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan
Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.Efek toksik dari asap: HCN,
NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
b. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
c. Resusitasi cairan Baxter.
1) Dewasa: Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
2) Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
3) RL: Dextran = 17: 3 2 cc x BB x % LB.
4) Kebutuhan faal:
< 1 tahun: BB x 100 cc
1 – 3 tahun: BB x 75 cc
3 – 5 tahun: BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
5) Hari kedua:
6) Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5%/albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
7) Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
d. Monitor urin dan CVP.
e. Topikal dan tutup luka
1) Cuci luka dengan savlon: NaCl 0,9% ( 1: 30 ) + buang jaringan nekrotik.
2) Tulle.
3) Silver sulfadiazin tebal.
4) Tutup kassa tebal.
5) Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f. Obat – obatan
1) Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
3) Analgetik: kuat (morfin, petidine)
4) Antasida: kalau perlu
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan
yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2) Leukosit : Leukositosis
dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
b. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
c. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
d. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
e. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
f. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
g. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
h. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
i. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
j. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data dari pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan Combostio adalah sebagai berikut :
3. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperwatan Kriteria Hasil
Edukasi
Kolaborasi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi
Sebagai tahap terakhir dari proses keperawatan dilakukan evaluasi yang tidak hanya
sekedar melaporkan intervensi keperawatan telah dilakukan, namun juga untuk
menilai apakah hasil yang diharapkan sudah terpenuhi (Potter & Perry, 2009 dalam
Ekawati, M., 2019)
Majid & Prayogi (2013) dalam Ekawati, M., (2019) Evaluasi adalah penilaian
keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada pasien
Combustio dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan
perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari keluhan
pasien, yang timbul sebagai masalah. Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang
menentukan tindakan yang menentukan tindakan perawatan selanjutnya antara lain:
1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum
3) Apakah maslah sebagian terpecahkan/tidak dapat di pecahkan
4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Dinarti & Mulyanti, Y. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Dokumen Keperawatan. Jakarta:
Kemenkes RI.
Ekawati, M. 2019. Luka Bakar Derajat II-III 90% karena Api pada Laki-laki 22 Tahun di
Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Lampung. [KTI]. Program
Studi Profesi Ners : Yayasan Perawat Sulawesi Selatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Panakkukang Makassar.
Haryono & Utami. 2020. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Kurniawan & Susianti. 2017. Luka Bakar Derajat II-III 90% karena Api pada Laki-laki 22
Tahun di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Lampung.
Sitanggang, R. 2017. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Kepada Pasien Luka Bakar. 7(2). April
2017. 140
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperaawatan Indonesia:definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperaawatan Indonesia:definisi dan
Tindakan Keperawtaan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI