Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“KONSEP DAN INTERPRETASI BLOOD GAS ANALYZER (BGA)”

Disusun Oleh :

NUR WAHYU ABDULLAH


225070209111002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya pada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan Laporan Pendahuluan Konsep dan Interpretasi Blood
Gas Analyzer (BGA) ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhamma SAW, keluarga serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Amin.
Laporan Pendahuluan ini meliputi bagaimana konsep dan cara
menginterpretasikan hasil pemeriksaan Blood Gas Analyzer (BGA). Laporan ini
dibuat sebagai acuan untuk melaksanakan Praktikum Keperawatan Kritis dengan
materi berdasarkan evidence based.. Terimakasih juga kepada semua pihak yang
telah membantu saya dalam mencari informasi, mengumpulkan data, dan
menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya dan
teman-teman sejawat lainnya dalam proses pembelajaran.

Malang, 20 September 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang

Blood Gas Analyzer adalah alat diagnostik yang umum digunakan untuk
mengevaluasi tekanan parsial gas dalam darah dan kandungan asam-basa.
Memahami dan menggunakan Blood Gas Analyzer memungkinkan penyedia
untuk menafsirkan gangguan pernapasan, peredaran darah, dan metabolisme.
Saat darah melewati paru-paru, oksigen masuk ke dalam darah sementara
karbon dioksida terlepas dari sel darah dan keluar ke paru-paru. Dengan
demikian pemeriksaan analisa gas darah dapat menentukan seberapa baik
paru- paru dalam bekerja memindahkan oksigen ke dalam darah dan
mengeluarkan karbon dioksida dari darah. (Castro et al., 2023)
Ketidakseimbangan antara oksigen, karbon dioksida, dan tingkat pH
darah dapat mengindikasikan adanya suatu penyakit atau kondisi medis
tertentu. Sebagai contoh pada gagal ginjal, gagal jantung, diabetes yang tidak
terkontrol, pendarahan, keracunan zat kimia, overdosis obat, dan syok. Gas
darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH dan juga keseimbangan
asam basa, oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri
dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu
diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa
saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan data- data laboratorium lainnya.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa gas darah.
2 Untuk mengetahui metode dan prinsip pemeriksaan analisa gas darah.
3 Untuk mengetahui nilai normal gas dalam darah.
4 Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pemeriksaan analisa gas
darah.
BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Blood Gas Analyzer (BGA)
Blood Gas Analyzer arteri dilakukan untuk mengukur kadar oksigen
dan karbon dioksida dalam darah, serta keseimbangan asam basa (pH).
Blood Gas Analyzer arteri juga dilakukan untuk mengevaluasi proses
pernapasan, sirkulasi, dan metabolisme pada pasien yang kondisinya
memburuk. (Hatchett, 2022). pemeriksaan BGA juga merupakan
pengukuran oksigenasi dan ventilasi yang paling akurat namun paling
invasif. Metode ini dilakukan secara bertahap dan sederhana yang
memungkinkan untuk mendapatkan interpretasi BGA dan sebagai
optimalisasi oksigenasi dan ventilasi (Wilcox et al., 2022).
2.2 Komponen Blood Gas Analyzer (BGA)
Komponen Analisa gas darah digunakan untuk menilai pH, tekanan
persial oksigen (PO2) dan tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dimana
nilai ini dapat digunakan untuk memperkirakan saturasi oksigen (saO2)
dalam hemoglobin, konnsentrasi bikarbonat (HCO3), konsentrasi total
karbondioksida (TCO2) dan Base excess cairan ekstraseluler (BEecf).
Perhatian utama Blood Gas Analyzer secara langsung adalah untuk
mengukur pH, tekanan parsial oksigen (PO2) dan tekanan parsial
karbondioksida (PCO2). Komponen metabolic dari status asam basa
pasien ditunjukan oleh beef, konsentrasi HCO3- dan konsentrasi TCO2-.
Sedanagkan komponen respiratorik pasien dapat dilihat dari nilai PCO2
mengevaluasi ventilasi dan PaO2 yang menunjukan tingkat oksigenasi
(Rahman et al., 2015)
a. pH
pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam dan basa yag diproses
di dalam tubuh. Menurut Bronsted-Lowry asam adalah zat yang
memiliki setidaknya satu ion H+ dan menyumbangkan ion H+,
sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+. Arrhenius
mendefinisikan asam sebagai komponen yang memiliki ion hydrogen
dan bereaksi dengan air untuk membentuk ion hydrogen. Basa adalah
komponen yang menghasilkan ion hidroksida da air.
ph merupakan gambaran dari kadar ion H+ dalam darah untuk
menentukan adanya asidosi maupun alkalosis. Akhiran “Osis” digunakan
untuk menggambarkan suatu proses patologi yang mengubah pH arteri.
Asidosis merupakan kondisi dimana pH arteri lebih rendah dan normal
sedangkan alkalosis merupakan kondisi dimana pH arteri lebih tinggi dari
normal. pH normal arteri berkisar antara 7.35-7.45, namun pada keadaan
kritis, tubuh dapat bertahan selama beberapa jam dengan kisaran pH
hingga 6.80-7.80. namun hasil pH pada analisa gas darah dapat
menunjukan hasil normal jika tubuh berhasil melakukan kompensasi.

b. PO2
pO2 adalah tekanan persial oksigen pada fase gas dalam keseimbangan
dengan darah. tinggi dan rendahnya nilai pO2 dari darah arteri
mengindikasikan keadaan hiperoksemia. Biasanya pO2 akan menurun
seiring dengan usia. Hal ini disebabkan penurunan elastisitas di paru-paru
pada orang tua, sehingga mengganggu proses ventilasi-perfusi. Nilai pO2
yang kurang dari yang nilai normal menunjukan hipoksemia. Hipoksemia
dapat merupakan akibat dari hipoventilasi atau gangguan ventilasi-perfusi.
Jika ventilasi alveolar memadai (ditandia oleh PCO2 yang normal), maka
hipoksemia kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan ventilasi-
perfusi (Utami, 2011).
1. Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg
2. Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg
3. Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg
4. Hipoksemia berat : <60 mmHg
c. pCO2
pCO2 merupakan nilai tekanan persial karbondioksida yang
mencerminkan keadaan ventilasi alveolar. Tingginya pCO2 mencerminkan
hipoventilasi alveolar, sedangkan penurun pCO2 mencerminkan
hiperventilasi alveolar. Hiperkepnea dan hipokepnea merupakan penyebab
penting adanya perubahan tekanan oksigen arteri (pO2). Perubahan akut
PCO2 akan mengubah pH darah (Utami, 2011)
1. Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg
2. Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)
3. Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)
d. HCO3-
Bikarbont adalah basa lemah yang diatur oleh ginjal sebagai bagian dari
hemostatis asam-basa. Bersama-sama, CO2 dan HCO3- bertindak sebagai
buffer secara metabolic dan respiratorik. Hubungan keduanya
digambarkan jelas dalam metode Henderson-Hasselbach. Persamaan ini
menitik beratkan pada system buffer asam karbonat yang memegang
peranan penting dalam pengaturan asam basa melalui ginjal dan paru-paru.
Karbondioksida bereaksi dengan air untuk membentuk HCO3- dan H+
(Utami, 2011)
1. Rentang nilai normal : 22 – 26 mEq/L
2. Asidosis metabolik : <22 mEq/L (pH turun)
3. Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)
e. Base excess
Komponen metabolic keseimbangan asam-basa tercermin di base
excess (BE). BE berasal dari nilai pH dan PaCO2. Hal ini didefinisikan
sebagai jumlah asam yang dibutuhkan untuk mengembalikan setiap liter
darah ke pH normal pada PaCO2 40 mmHg. Namun utilitas dalam
menafsirkan hasil gas darah masih kontrovesial (Apriadi. 2015)
f. Saturasi Oksigen
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang diberikatan dengan
oksegen dalam arteri. Saturasi oksegen normal adalah antra 95-100 %.
Kadar yang lebih rendah menandakan adanya hipoksemia.
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi pemeriksaan BGA
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Blood Gas Analyzer (BGA) yaitu
sebagai berikut (Davis et al., 2013)
1. Evaluasi diagnostik dan menentukan goal terapi, misalnya hipoksemia
dengan saturasi oksigen perifer/SpO2 <94%
2. Menilai respons intervensi terapeutik, misalnya pemberian suplementasi
oksigen dengan atau tanpa ventilasi mekanik
3. Gangguan metabolik dan respons terhadap terapi koreksi,
seperti ketoasidosis diabetik dan sepsis
4. Menilai keparahan perjalanan penyakit dan eksaserbasi, misalnya sesak
dengan riwayat hipoksemia stabil, seperti penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK)
5. Pasien dengan tanda sirkulasi perifer yang tidak adekuat, seperti syok
sepsis, postresusitasi jantung paru
6. Pasien dengan riwayat inhalasi asap/keracunan sianida atau karbon
monoksida
Kontraindikasi pemeriksaan BGA dibagi dua, yaitu absolut dan relatife
dengan kriteria sebagai berikut (Davis et al., 2013)
1. Kontraindikasi Absolut
a) Pengambilan sampel dari arteri radialis pada
pemeriksaan modified Allen test yang positif, di mana aliran darah kolateral
tidak adekuat dalam menyuplai area distal; pertimbangkan
melakukan pengambilan sampel darah di lokasi lain, seperti arteri femoralis
atau brachialis
b) Infeksi lokal pada area pengambilan sampel
c) Gangguan anatomis pada area pengambilan sampel, misalnya luka bakar,
intervensi bedah, maupun malformasi kongenital, seperti aplasia kutis
kongenita (AKK)
d) Adanya fistula arteriovenosa atau graft pembuluh darah
e) Adanya penyakit vaskular perifer berat, seperti selulitis atau acute limb
ischemia, yang diketahui atau saat ini dicurigai pada area pengambilan
sampel
2. Kontraindikasi Relatife
a) Koagulopati berat
b) Pasien dalam terapi antikoagulan, seperti warfarin, heparin, maupun
turunannya seperti direct thrombin inhibitors atau inhibitor faktor X.
c) Pasien yang mengonsumsi agen trombolitik, yang meliouti salah satunya
seperti streptokinase atau tissue plasminogen activator (tPA)
d) Konsumsi antiplatelet, seperti aspirin dan clopidogrel, bukan merupakan
kontraindikasi pengambilan sampel pada kebanyakan kasus.
2.4 Faktor-faktor yang berkontribusi pada nilai-nilai analisa gas darah yang
abnormal
1. Obat-obatan dapat meningkatkan pH darah: sodium bikarbonat
2. Kegagalan untuk mengeluarkan semua udara dari spuit akan menyebabkan
nilai PaCO2 yang rendah dan nilai PaO2 meningkat
3. Obat-obatan yang dapat meningkatkan PaCO2 : aldosterone, ethacrynic
acid, hydrocortisone, metolazone, prednisone, sodium bicarbonate,
thiazides.
4. Obat-obatan yang dapat menurunkan PaCO2 : acetazolamide, dimercaprol,
methicillin sodium, nitrofurantoin, tetracycline, triamterene.
5. Obat-obatan yang dapat meningkatkan HCO3 - : alkaline salts, diuretics
6. Obat-obatan yang dapat menurunkan HCO3 - : acid salts.
7. Saturasi oksigen dipengaruhi oteh tekanan parsial oksigen dalam darah,
suhu tubuh, pH darah, dan struktur hemoglobin (Ganjil 1)
2.5 Prosedur Pengambilan BGA
1. Persiapan alat:
a) Heparin Cair
b) Disposible spuit 3 cc
c) Steroform
d) Alcohoi swab.
e) Bak instrumen.
f) Termometer
g) Ice Box
h) Plester.
i) Bengkok.
j) Perlakdanalasnya.
k) Alattulis.
l) APD sesuai kondisi pasien.
2. Persiapan klien :
Menjeiaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan dan
informed consent.
3. Pelaksanaan :
a) Cucitangan.
b) Persiapkan alat dan jaga privasi.
c) Atur posisi klien.
d) Pakai handscoon.
e) Tentukan daerah yang akan di injeksi, raba kembali arteri radialis,
dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah
f) Desinfeksi daerah yang akan dilakukan suntikan dengan alcohol
swab tunggu sampai kering.
g) Bilas spuit ukuran 3 cc dengan sedikit heparin 1000 ui/ml dan
kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum
dan spuit
h) Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi olebjangan kiri
dengan cara kulit diregangkan dengan kedua jari, telunjuk dan jari
tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada diantara dua jari
tersebut.
i) Spuit yang sudah diheparinisasi pegang seperti memegang pensil
dengan tangan kanan, jarum ditusukkan kedalam arteri yang sudah
difiksasi tadi.
 Pada arteri radialis posisi jarum 45°
 Pada arteri brakhialis posisi jarum 60°
 Pada arteri femoralis posisi jarum 90° Sehingga arteri ditusuk,
tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah
dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang kadang darah
tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat menghisapnya
secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis. Bila tidak
berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan lahan
sampai ada dibawah kulit, kemudian tusukan boleh diulangi lagi
ke arah denyutan.
j) Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan
usahakan posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisap
udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari spuit.
k) Ujung jarum segera ditutup dengan steroform/gabus, jari kiri
menekan area tusukkan dengan alcohol swab kemudia fiksasi.
l) Spuit langsung dimasukkan kedalam ice box
m) Beri etiket laboratorium dengan mencantumkan nama pasien,
tanggal, jam.
n) Atur kembali posisi klien senyaman mungkin.
o) Rapihkan alat dan buang peralatan yang sudah tidak diperlukan ke
dalam bengkok. 3.16 Lepaskan handscoon.
p) Cuci tangan.
q) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Langkah-Langkah interpretasi BGA
1. Pertama-tama perhatikan pH, jika menurun klien mengalami asidemia,
dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika
meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik
atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan
jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang
normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada
gangguan campuran.
2. Perhatikan variable pernafasan, PaCO2 dan metabolic, HCO3 yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan
primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran. Gangguan ini bias
diketahui dari PaCO2 normal, meningkat atau menurun dan HCO3 normal,
meningkat atau menurun. Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan
HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama dan penyimpangan dari HCO3
dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan
asam basa campuran.
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi
hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai
bergerak yang sama dengan nilai primer maka kompensasi sedang berjalan.
4. Buat penafsiran tahap akhir sama ada ia gangguan asam basa sederhana,
gangguan asam basa campuran
Rentang nilai normal
 pH : 7, 35-7, 45
 TCO2 : 23-27 mmol/L
 PCO2 : 35-45 mmHg
 BE : 0 ± 2 mEq/L
 PO2 : 80-100 mmHg
 saturasi O2 : 95 % atau lebih
 HCO3 : 22-26 mEq/L
3.2 Contoh Interpretasi Hasil BGA
Contoh 1: ABG : pH = 7,39, PaCO2 = 51 mm Hg, PaO2 = 59 mm Hg, HCO3 = 30
mEq/L dan SaO2 = 90%, pada udara ruangan.
1. pH berada dalam kisaran normal, jadi gunakan 7,40 sebagai titik cutoff,
dalam hal ini <7,40, asidosis hadir.
2. PaCO2 meningkat, menunjukkan asidosis respiratorik, dan HCO3
meningkat, menunjukkan alkalosis metabolik.
3. Nilai yang konsisten dengan pH adalah PaCO2. Karena itu, ini adalah
asidosis respiratorik primer. Asam basa yang tidak konsisten dengan pH
adalah HCO3, karena meningkat, menunjukkan alkalosis metabolik,
sehingga ada kompensasi yang menandakan gangguan primer non-akut
karena dibutuhkan waktu berhari-hari agar kompensasi metabolik menjadi
efektif.
4. Terakhir, PaO2 menurun, menunjukkan kelainan dengan oksigenasi.
Namun, riwayat dan fisik akan membantu menggambarkan tingkat
keparahan dan urgensi intervensi yang diperlukan, jika ada. (Larkin &
Zimmanck, 2015)
Contoh 2: ABG : pH = 7,45, PaCO2 = 32 mm Hg, PaO2 = 138 mm Hg, HCO3 =
23 mEq/L, defisit basa = 1 mEq/L, dan SaO2 adalah 92%, pada udara ruangan.
1. pH berada dalam kisaran normal. Menggunakan 7,40 sebagai titik cutoff,
itu adalah > 7,40, jadi alkalemia hadir.
2. PaCO2 menurun, menunjukkan alkalosis pernapasan, dan HCO3 normal
tetapi pada ujung bawah normal.
3. Nilai yang konsisten dengan pH adalah PaCO2. Oleh karena itu, ini adalah
alkalosis pernapasan primer. HCO3 berada dalam kisaran normal dan,
dengan demikian, tidak konsisten dengan pH, sehingga ada kurangnya
kompensasi.
4. Terakhir, PaO2 berada dalam kisaran normal, sehingga tidak ada kelainan
oksigenasi.(Larkin & Zimmanck, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Castro, D., Patil, S. M., & Keenaghan, M. (2023). Arterial Blood Gas.

Davis, M. D., Walsh, B. K., Sittig, S. E., & Restrepo, R. D. (2013). AARC Clinical Practice
Guideline: Blood Gas Analysis and Hemoximetry: 2013. Respiratory Care, 58(10),
1694–1703. https://doi.org/10.4187/respcare.02786

Hatchett, R. (2022). How to interpret arterial blood gas results. Nursing Standard, 37(8),
62–66. https://doi.org/10.7748/ns.2022.e11991

Larkin, B. G., & Zimmanck, R. J. (2015). Interpreting Arterial Blood Gases Successfully.
AORN Journal, 102(4), 343–357. https://doi.org/10.1016/j.aorn.2015.08.002

Rahman, A. F., Wisudarti, C. F. R., & Pratomo, B. Y. (2015). Aplikasi Klinis Blood Gas
Analyzer Pendekatan Stewart Pada Periode Perioperatif. Jurnal Komplikasi
Anestesi, 3(1), 69– 79.

Wilcox, S. R., Aydin, A., & Marcolini, E. G. (2022). Blood Gas Analysis. In Mechanical
Ventilation in Emergency Medicine (pp. 27–29). Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978−3−030−87609−8_4

Anda mungkin juga menyukai