Anda di halaman 1dari 3

Nama : Seva Nur Rizqi

NIM : 22/503300/TP/13582

Indosat Incar 1,4 Juta Pelanggan Baru IM3

PT Indosat Tbk., (merencanakan/menargetkan/mengincar) penambahan 1,4 juta pelanggan


baru melalui program tarif (sampel/percobaan/promo) terbarunya, IM3 Rp 0,01/detik. Jumlah ini
(diharapkan/dicoba/ditetapkan) akan dicapai dalam waktu dua bulan hingga
(tenggat/batas/deadline) akhir waktu program pada 30 April 2008.
Selama ini IM3 (populer/diketahui/dikenal) sebagai layanan yang (memfokuskan/
memusatkan/mengkhususkan) pada penggunaan SMS, sementara Mentari (ditempatkan/
diutamakan/diposisikan) sebagai layanan suara. Dengan diluncurkannya promo tarif murah itu
(lokasi/posisi/level) tersebut akan bergeser. Menurut Indosat hal itu
(diselenggarakan/dilaksanakan/dilakukan) dengan alasan agar layanan IM3 menjadi lebih
lengkap. Tarif promo IM3 Rp 0,01/detik berlaku setelah 90 detik atau 1,5 menit (hingga/
sampai/ke) pembicaraan berakhir. Sebelum 90 detik pertama, tarif yang (dipakai/
diberlakukan/berlaku) untuk sesama (pengguna/pemakai/pelanggan) Indosat (ialah/
adalah/merupakan) Rp 15/detik. Sementara untuk (harga/bea/tarif) antaroperator, Indosat
menerapkan tarif yang berbeda. Tarif akan (diulang/terulang/berulang) setiap 90 detik. Pada 90
detik pertama berlaku tarif Rp 25/detik, setelah itu tarif promo Rp 0,01/detik hingga 90 detik
kedua. Selanjutnya, kembali ke tarif Rp 25/detik (dan seterusnya/dan sebagainya/dan lain-lain).
Hal ini dilakukan disebabkan (oleh/karena/mengingat) adanya komponen biaya interkoneksi
yang berlaku ke operator lain.
Dengan (dilepaskannya/diterbitkannya/diluncurkannya) program promo tarif Rp 0,01/detik,
diperkirakan akan ada lonjakan trafik yang cukup (meyakinkan/signifikan/ menggembirakan).
Hal ini sudah diantisipasi Indosat dengan menambah (beban/kuota/ jumlah) kapasitas baik BTS
maupun transmisi fiber optik. Hingga tahun lalu Indosat telah memiliki sekitar 13 ribu BTS
dengan kapasitas terpakai sebesar 60 persen.

Diadaptasi dari Republika, Jumat, 22 Februari 2016, hlm 15, klm 1-2
Mati Angin
Pasti tidak semua orang dapat secara langsung (mengerti/memahami/menerjemahkan)
makna mati angin seperti yang telah (dimuat/ditulis/diterbitkan) harian ini pada 1 November
2003: “Barthez memang pahlawan Perancis. Aksi-aksi heroiknya tidak saja membuat gawang
Les Bleus selamat dari (gempuran/hantaman/serangan) Brazil, melainkan juga membuat pemain-
pemain terbaik Samba seperti Ronaldo dan Rivaldo putus asa, benar-benar mati angin.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, mati angin memiliki dua makna: “tidak
ada angin sama sekali’ (harfiah) dan ‘tidak berdaya lagi’ (kiasan). Yang (cocok/persis/pas/sesuai)
untuk konteks kalimat itu adalah makna kedua. Mati angin yang digunakan si penulis terasa
(menyuguhkan/menyajikan/menghidangkan) suasana (segar/ sejuk/tenang) karena, kalau tidak,
yang dipilihnya mungkin tidak berdaya atau ungkapan lain yang sudah (umum/biasa/lazim), mati
kutu, sehingga pembaca akan langsung memahaminya.
Ada perbedaan yang cukup subtil antara mati kutu dan mati ingin. Kalau Ronaldo dan
Rivaldo dikatakan mati kutu, keduanya sudah tidak berdaya sama sekali, sudah kehabisan akal
(mengusahakan/membuat/mengupayakan) cara yang tepat untuk menggetarkan gawang Prancis
yang dikawal Barthez. Kalau pilihan katanya mati angin, hal itu berarti kedua pemain bintang itu
belum sepenuhnya kehabisan akal. Selama masih ada peluang, mereka tetap mencoba dan
mencoba lagi dengan taktik dan strategi yang baru untuk (menggolkan/menendang/-
menjaringkan) bola. Namun, segala usahanya itu selalu digagalkan Barthez.

Diadaptasi dari artikel Hasan Alwi, Kompas, Sabtu 3 Januari 2016, Hal. 12
PERILAKU PENGENDARA JAKARTA MAKIN PRIMITIF
Masalah (akut/laten/klasik) menghinggapi lalu lintas di Ibu Kota. Kemacetan yang terjadi
setiap hari (diperbesar/diperkacau/diperparah) oleh perilaku barbar para pengendaranya.
Sejumlah pengamat (menuding/menuntut/menuduh) kekacauan lalu lintas di Jakarta adalah
(cermin/simbol/perlambang) perilaku pemimpinnya yang selalu membuahkan
(keputusan/peraturan/kebijakan) tidak tepat. “(Tabiat/perilaku/sikap) pengendara, apa pun
kendaraannya, brutal dan primitif. Semuanya egois,” kata Tulus Abadi, Pengurus Harian
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Lihat saja, tambah Tulus, sepeda motor yang (menerabas/melintasi/ memotong) trotoar
sampai melawan arus serta mobil pribadi yang diisi satu dua orang saja dan memenuhi semua
(badan/ bagian/ruas) jalan. Angkutan umum, demi mengatasi (meningkatnya/tingginya/kuatnya)
persaingan, berhenti di (setiap/semua/sembarang) tempat, ngetem, tanpa peduli kemacetan yang
(terjadi/ ada/menumpuk) di belakangnya. Mobil pribadi dan angkutan umum juga tanpa merasa
salah masuk ke (jalur/area/kawasan) bus transjakarta. Berkendara sambil (asyik/sibuk/terus)
menelepon, lanjut Tulus, biarpun di atas sepeda motor, (lazim/umum/biasa) dilakukan. Ancaman
kecelakaan sepertinya tak (terpikirkan/terhindarkan/terbayangkan). Rambu lalu lintas dianggap
angin lalu.
“Perilaku barbar bukan (semata-mata/murni/melulu) salah pengendara, tetapi karena tidak
ada regulasi yang (dibuat/dirancang/didesain) agar pengendara disiplin. Pemerintah juga selama
40 tahun terakhir tidak bisa (memenuhi/mengatasi/menyelesaikan) ketersediaan angkutan massal
yang baik,” kata Ketua Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi
Muluk.
Hamdi dan Tulus yakin (pelebaran/peningkatan/penambahan) jalan tol bukan jalan keluar
bagi kekacauan lalu lintas. Mereka menuntut agar sistem transportasi massal segera
(dilaksanakan/ direalisasikan/diaplikasikan) seiring tindakan tegas oleh pemerintah bagi
pengendara nakal.

Anda mungkin juga menyukai