Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN FLUOR ALBUS

No. Dokumen :
No. Revisi :-
SOP
TanggalTerbit :
Halaman : 1/5

UPT PUSKESMAS
Suciyati J. Sangadji, S.ST
RAWAT INAP Nip.197605292002122007
OME
Vaginal discharge atau keluarnya duh tubuh dari vagina secara fisiologis
1. Pengertian
mengalami perubahan sesuai dengan siklus menstruasi. Cairan kental dan
lengket pada seluruh siklus namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi.
Masih dalam batas normal bila duh tubuh vagina lebih banyak terjadi pada saat
stres emosi, kehamilan atau aktivitas seksual. Vaginal discharge yang patologis
bila terjadi perubahan-perubahan pada warna, konsistensi, volume, dan baunya.
2. Tujuan Sebagai pedoman pengobatan di UPT Puskesmas Rawat Inap Ome
3. Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPT Puskesmas Rawat Inap Ome Nomor :
008/KAPUS/2018 Tentang jenis pelayanan yang disediakan di Puskesmas
Rawat Inap Ome
Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang
4. Referensi
panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas kesehatan primer
1. Petugas menyapa pasien dengan ramah
5. Prosedur
2. Petugas melakukan anamnesa pada pasien
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
a. Biasanya terjadi pada daerah genitalia perempuan yang berusia diatas 12
tahun, ditandai dengan adanya perubahan pada duh tubuh disertai salah satu
atau lebih gejala rasa gatal, nyeri, disuria, nyeri panggul, perdarahan antar
menstruasi atau perdarahan pasca-koitus.
b. Terdapat riwayat koitus dengan pasangan yang dicurigai menularkan
penyakit menular seksual.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana


(Objective)
Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non infeksi. Masalah
non infeksi dapat karena benda asing, peradangan akibat alergi atau iritasi,
tumor, vaginitis atropik, atau prolaps uteri, sedangkan masalah infeksi dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus seperti berikut ini:
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida Albicans, duh tubuh tidak
berbau, pH < 4,5 , terdapat eritema vagina dan eritema satelit di luar vagina
b. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya Gardnerella
vaginalis), memperlihatkan adanya duh putih/abu-abu yang melekat
disepanjang dinding vagina dan vulva, berbau amis dengan pH > 4.5
c. Cervisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala inflamasi serviks
yang mudah berdarah dan disertai duh mukopurulen
d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala, tampak duh kuning
kehijauan, duh berbuih, bau amis dan pH > 4,5
e. Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh Chlamydia,
ditandai dengan nyeri abdomen bawah, dengan atau tanpa demam. Servisitis
bisa ditandai dengan kekakuan adneksa dan serviks pada nyeri angkat
palpasi bimanual.
f. Liken planus
g. Gonore
h. Infeksi menular seksual lainnya
i. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yang terlupa
diangkat)
Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan adanya kelainan patologis
yang lebih serius. Pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit menular seksual
sebaiknya ditawarkan untuk diperiksa Chlamydia, gonorrhoea, sifilis dan HIV.
Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti untuk diperiksa,
kecuali pada keadaan keraguan menegakkan diagnosis, gejala kambuh,
pengobatan gagal, atau pada saat kehamilan, post partum, post aborsi dan post
instrumentation.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan spekulum, palpasi
bimanual, uji pH duh vagina dan swab (bila diperlukan)

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Pasien dengan riwayat risiko rendah penyakit menular seksual dapat diobati
sesuai dengan gejala dan arah diagnosisnya.
Vaginosis bakterial:
a. Metronidazole atau Clindamycin secara oral atau per vaginam
b. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
c. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazole 400 mg 2x sehari
untuk 5-7 hari atau pervaginam. Tidak direkomendasikan untuk minum 2 g
peroral.
d. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila
menggunakan antibiotik yang tidak menginduksi enzim hati.
e. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami vaginosis bakterial
dianjurkan untuk mengganti metode kontrasepsinya.

Vaginitis kandidiosis terbagi atas:


a. Infeksi tanpa komplikasi
b. Infeksi parah
c. Infeksi kambuhan
d. Dengan kehamilan
e. Dengan Diabetes atau imunokompromi

Penatalaksanaan vulvovaginal kandidiosis:


a. Dapat diberikan azole antifungal oral atau pervaginam
b. Tidak perlu pemeriksaan pasangan
c. Pasien dengan vulvovaginal candidiosis yang berulang dianjurkan untuk
memperoleh pengobatan paling lama 6 bulan.
d. Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan gunakan imidazole
topikal hingga 7 hari.
e. Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi lateks lainnya,
bahwa penggunaan antifungi lokal dapat merusak lateks
f. Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami vulvovaginal
kandidiosis berulang, dipertimbangkan untuk menggunakan metoda
kontrasepsi lainnya

Chlamydia:
a. Azithromycin 1g single dose, atau Doxycycline 100 mg 2x sehari untuk 7
hari
b. Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillin 500 mg 3x sehari untuk 7 hari atau
Eritromisin 500 mg 4x sehari untuk 7 hari

Trikomonas vaginalis:
a. Obat minum nitromidazole (contoh metronidazole) efektif untuk mengobati
trikomonas vaginalis
b. Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus diperiksa dan diobati
bersama dengan pasien
c. Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih baik dengan regimen
oral penatalaksanaan beberapa hari dibanding dosis tunggal
d. Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang, namun perlu
dipertimbangkan pula adanya resistensi obat
Komplikasi:
a. Radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease = PID) dapat terjadi bila
infeksi merambah ke atas, ditandai dengan nyeri tekan, nyeri panggul kronis,
dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik
b. Infeksi vagina yang terjadi pada saat pasca aborsi atau pasca melahirkan
dapat menyebabkan kematian, namun dapat dicegah dengan diobati dengan
baik
c. Infertilitas merupakan komplikasi yang kerap terjadi akibat PID, selain itu
kejadian abortus spontan dan janin mati akibat sifilis dapat menyebabkan
infertilitas
d. Kehamilan ektopik dapat menjadi komplikasi akibat infeksi vaginal yang
menjadi PID.

Kriteria rujukan
Pasien dirujuk apabila:
a. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
b. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
c. Adanya arah kegagalan pengobatan

Sarana Prasarana
a. Ginecology bed
b. Spekulum vagina
c. Lampu
d. Kertas lakmus

Prognosis
Prognosis pada umumnya dubia ad bonam.
Faktor-faktor yang menentukan prognosis, antara lain:
a. Prognosis lebih buruk apabila: adanya gejala radang panggul
b. Prognosis lebih baik apabila: mampu memelihara kebersihan diri (hindari
penggunaan antiseptik vagina yang malah membuat iritasi dinding vagina)
6. Diagram Alir Menyapa pasien dengan ramah Melakukan anamnesis Melakukan
pada pasien pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
bila diperlukan

Melakukan
Memberikan konseling penatalaksanaan sesuai Menegakkan diagnosis
dan edukasi dengan diagnosa berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan
Mendokumentasikan semua hasil pemeriksaan penunjang
pemeriksaan pada rekam medik pasien
Merujuk pasien bila
diperlukan

7. Unit terkait 1. Ruang pemeriksaan umum


8. Dokumenterkait 1. Rekam medis pasien
2. Buku register pasien rawat jalan
3. Lembar Rujukan Eksternal/internal
4. Resep
9. Rekaman No. Yang dirubah Isi Perubahan Tgl. MulaiDiberlakukan
Historis
1.
Perubahan
2.

3.

4.

Anda mungkin juga menyukai