landasan krusial dalam membangun demokrasi yang inklusif dan mewakili seluruh lapisan
masyarakat. Namun, realitas yang dihadapi seringkali menyajikan tantangan kompleks yang
menghambat perempuan untuk ikut serta dalam pemilu. Terutama, kekerasan terhadap
verbal dan fisik, serangan online, pemerasan, dan penindasan yang terkait dengan partisipasi
politik. Jenis kekerasan semacam ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia perempuan,
tetapi juga merampas kemampuan mereka untuk berpartisipasi secara bebas, setara, dan
Rilis dari Pusat Riset Politik BRIN mengenai 'Kekerasan terhadap Perempuan dalam Politik'
telah mengungkapkan berbagai fakta mengenai kekerasan ini, yang seringkali dianggap
lumrah meskipun sebenarnya tidak. Kekerasan ini meliputi sindiran, pembunuhan karakter,
dalam politik. Dengan demikian, konsep kekerasan terhadap perempuan dalam pemilu terbagi
dalam lima kategori: kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan
ekonomi, dan kekerasan semiotika (membuat perempuan tidak terlihat atau tidak kompeten).
Menurut studi oleh Inter-Parliamentary Union (IPU, 2016), terhadap 55 anggota parlemen
perempuan dari 39 negara, terlihat tiga temuan signifikan: 81,8% dari responden pernah
mengalami bentuk kekerasan psikologis; 65,5% menghadapi penghinaan seksis; dan 20%
kali diberi alasan untuk tidak mendukung calon perempuan di ranah legislatif, dengan dalih
bahwa perempuan kurang rasional dan lebih cenderung dipengaruhi oleh perasaan. Ini
menciptakan suatu lingkungan di mana perempuan politik harus bekerja ekstra keras untuk
Beberapa isu yang menjadi penghalang bagi perempuan dalam politik adalah: Ketidaksetaraan
Gender: Norma sosial yang menguntungkan laki-laki dan ketidaksetaraan gender cenderung
memicu kekerasan terhadap perempuan dalam pemilu. Pandangan bahwa politik adalah
domain laki-laki menyebabkan lingkungan yang tidak aman bagi partisipasi perempuan.
Ketidaksetaraan Akses dan Sumber Daya: Kendala dalam mengakses sumber daya politik,
seperti pendanaan kampanye, pendidikan politik, dan dukungan dari partai politik, sering
Stigma dan Pelecehan Online: Perempuan dalam politik menjadi sasaran pelecehan dan
serangan online yang merusak citra mereka dan mengintimidasi mereka untuk mundur dari
proses politik.
Ancaman dan Kekerasan Fisik: Ancaman fisik dan tindakan kekerasan nyata dapat memaksa
perempuan untuk menarik diri dari partisipasi politik atau mengubah pandangan mereka demi
Lebih lanjut, permasalahan ini semakin diperumit oleh PKPU No. 10 Tahun 2023, Pasal 8 ayat
2, yang berlawanan dengan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang
minimal 30% keterwakilan perempuan. Akan tetapi, penghitungan persentase ini di dalam
PKPU No. 10 Tahun 2023 dapat menghasilkan pembulatan yang tidak konsisten dengan yang
Oleh karena itu, penting untuk menghadapi tantangan ini dengan pendekatan komprehensif.
Diskusi panel ini bertujuan untuk merangsang pemahaman mendalam tentang kekerasan
terhadap perempuan dalam pemilu dan untuk menghasilkan langkah-langkah efektif dalam
mencegah, mengurangi, dan mengakhiri fenomena ini. Dengan mengidentifikasi akar masalah,
berbagi pengalaman, dan merumuskan solusi tepat, diharapkan dapat membentuk lingkungan
yang lebih aman, inklusif, dan adil bagi partisipasi perempuan dalam politik dan pemilu.
B. LANDASAN KEGIATAN
1. Peraturan Organisasi KOPRI
2. Program Kerja KOPRI PKC Jawa Barat
3. Pancasila
4. UUD 1945
5. Nilai-Nilai Aswaja
6. AD/ART PMII Balikpapan
7. Pedoman Organisasi PMII Tulungagung
C. TUJUAN KEGIATAN
Secara umum, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meluaskan pandangan mahasiswa terkait
isu kekerasan terhadap perempuan dalam Politik dan Pemilu. Dan secara khusus, kegiatan ini
bertujuan untuk memperluas narasi partisipasi aktif Perempuan dalam Politik dan Pemilu dikalangan
kader PMII dan KOPRI.
Nama kegiatan ini adalah Diskusi Panel (Perempuan dalam Politik dan Pemilu: Partisipasi Aktif
Tanpa Kekerasan)
F. PEMATERI
1. Komisioner Bawaslu Jawa Barat
2. Komisioner KPU Jawa Barat
3. Politisi Perempuan
G. MODERATOR
H. PESERTA
Peserta kegiatan secara khusus adalah kader PMII dan KOPRI se-Jawa Barat. Dan secara
umum terbuka untuk seluruh organisasi maupun kelembagaan lainnya.
I. PANITIA PELAKSANA
K. SUSUNAN ACARA
Susunan acara terlampir
L. PENUTUP
Demikian term of reference Diskusi Panel ini dibuat, sebagai acuan terselenggaranya kegiatan
yang dimaksud. Oleh karenanya, Partisipasi semua pihak sangat membantu kelancaran dalam
terlaksananya kegiatan diskusi ini.
PANITIA PELAKSANA
DISKUSI PUBLIK
Mengetahui,
Winda Nurmaulida S
14 Oktober 2023
Persyaratan Peserta:
Hanya anggota KOPRI PMII Jawa Barat yang berhak mengikuti lomba ini.
Ketentuan Tulisan:
Tulisan yang terpilih akan mendapatkan hadiah dan kesempatan untuk menjadi panelis dalam kegiatan
diskusi panel yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2023.