Anda di halaman 1dari 222

GC Orang Iseng 1

Description

"Lo nggak pernah ditembak cowok, ya?"

Prisil memberengut. "Emang nggak. Apa


hubungannya?"

Bagas menggeram. Orang-orang di sekitar mereka


menahan tawa. Ini memang pertunjukan menarik. Saat
pikiran Bagas sudah kembali waras, ia yakin dirinya tidak
akan berani keluar rumah selama seminggu dan meminta
karyawannya menghapus cctv yang merekam bagian ini.

"Gue lagi nembak lo sekarang."

Lalu seketika, secara serempak, hampir semua


penonton mereka bertepuk tangan dan menyuruh Prisil
menerima.

Prisil yang kapasitas otaknya memang tak


seberapa, menatap Bagas heran dan malah terbengong-
bengong. "Lo suka sama gue?"

"Iya."

"Lo mau gue jadi pacar lo?"

Bagas menelengkan kepala sedikit dan meringis.


"Nggak juga."

GC Orang Iseng 2
BAB 1

Perempuan.

Dua puluh tujuh tahun.

Lajang.

Pengangguran.

Beban keluarga.

Merupakan definisi seorang Prisila Hajib. Bukan


karena tidak berusaha mengubah nasib. Sudah. Tetapi
tak ada satu pun yang berjalan sesuai dengan keinginan.

Melamar kerja ke sana ke mari, tak ada hasil.


Mencoba membuka usaha, berhenti di tengah jalan
lantaran merugi. Melakukan pendekatan dengan pria
setelah merasa lelah berusaha sendirian agar ada yang
bisa menopang kehidupannya, eh ... ujung-ujungnya lelaki
itu malah melamar sepupunya! Prisila hanya dijadikan
batu sandungan.

Sakit hati, tentu saja. Yang tertanam di dadanya


organ hidup bukan batu!

Prisila bukan perempuan muluk yang mengharapkan


seorang CEO tampan, muda, kaya, sedingin kutub utara,
setinggi tiang listrik dan sebagainya dan sebagainya

GC Orang Iseng 3
seperti penjabaran di novel-novel atau drama. Tidak,
meski seringkali ia senang berhalusinasi demikian, tapi
Prisila sadar dalam dunia nyata, manusia semacam itu—
kalau pun ada—hanya tersedia 1 banding sejuta!

Cukup yang seperti Agra, suami sahabatnya yang


... ah, menggoda. Bertanggung jawab. Setia. Hanya itu.
Tak harus setampan Agra juga, karena Prisil sadar
dirinya dirinya tak secantik Binar yang sebening berlian.

Tidak, tidak. Prisila bukan perebut suami orang


dan sama sekali tak tertarik melakukan itu. Terlebih,
mana mau Agra meliriknya? Itu sama saja membuang
batu berlian demi batu kali. Agra cuma contoh. Hanya
saja ... setipe Agra pun langka. Yang banyak bertebaran
di pasaran ialah lelaki kardus yang suka memberi harapan
tanpa niat melamar.

Ah, kenapa hidup Prisil tidak bisa seperti drama?


Minimal kisah cintanya, lah. Sinetron pun tak apa.
Ketimbang luntang-lantung begini bagai makhluk tak
tampak di bumi. Kecuali di mata ibunya yang setiap hari
hanya bisa mengomel dan menyuruh ia keluar rumah agar
bertemu seseorang katanya. Seseorang cukup malang
untuk mendapatkan Prisil sebagai istri.

GC Orang Iseng 4
Bertemu sih bertemu. Masalahnya, tak ada yang
tertarik pada Prisila. Padahal ia tidak jelek, meski masih
jauh dari kata cantik. Setidaknya, Prisila tak memalukan
ditenteng ke kondangan.

Itu kenapa muka ditekuk gitu? Jadi makin jelek


tahu nggak, sih?!

Prisil yang sedang sibuk membuka tutup aplikasi


tanpa tujuan jelas, mengangkat kepalanya demi memberi
pelototan pada satu lagi makhluk tak bermanfaat di bumi.
Adik bungsunya.

Prisil merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.


Dua kakaknya sudah menikah. Pun adik perempuan
setelahnya yang kini sedang hamil besar—melangkahi
Prisil tanpa memberi uang pelangkah. Sedang si bungsu
masih kuliah semester tiga. Salah satu lelaki yang Prisil
sebut sebagai tipe kardus.

Lo ngomong kayak yang muka lo ganteng aja, balas


Prisil datar. Ia sedang tidak tertarik bertengkar, pun
masih dalam suasana terbawa perasaan lantaran melihat
video pengantin baru yang sangat romantis di sosial
media.

GC Orang Iseng 5
Gemas, Prisil bahkan juga meninggalkan jejak
komentar. Gue kapan? dengan banyak sekali huruf a dan
n. yang juga terabaikan, karena sudah tiga jam berlalu
dan ia sama sekali tidak mendapatkan satu pun tombol
suka.

Baiklah. Sepertinya ia memang tidak tampak di


muka bumi yang luar biasa luas ini!

Ganteng, dong! seru adiknya sambil menjatuhkan


diri di samping Prisil yang tiduran di kasur lipat depan
teve. Memeluk guling lusuh, bukan suami. Terbukti,
mantan gue banyak. Nggak kayak lo!

Mantan gue juga banyak!

Oh, ya? Kok gue nggak pernah tahu? Tanpa


permisi, si bungsu, Deo, menarik guling dari dekapan
kakaknya dan ia jadikan bantal kepala sembari
menghidupkan teve dan mencari-cari saluran
kesukaannya.

Iyalah, mana mungkin lo tahu. Gue kan cuma halu.


Jawaban yang sukses dihadiahi toyoran dari sang adik
durhaka.

Alih-alih membalas, Prisil bergeser ke tengah


kasur dan memeluk Deo sebagai ganti guling. Adiknya

GC Orang Iseng 6
yang risih, berusaha melepaskan diri dan mendorong
Prisil menjauh, tapi gadis itu malah makin menguatkan
lilitannya. Jauh-jauh nggak lo dari gue! Lo bau, belum
mandi, Kak!

Lo rebut guling gue. Bukannya menurut, Prisil


malah kian merebahkan kepalanya ke bahu cowok yang
minggu lalu baru berulang tahun ke-20 ini. Sebagai
hadiah, Prisil memberinya kaus kaki baru seharga sepuluh
ribu yang dibeli secara daring. Deo menerima tanpa rasa
syukur, malah bersungut-sungut. Padahal Prisil
mendapatkannya dari uang terakhir sisa kembalian saat
membeli kuota internet yang didapatkan dari ayah
mereka.

Diem bentar kek, kasih gue pinjem bahu. Gue cuma


mau tahu aja rasanya bersandar sama seseorang.

Deo mendesah dan mendorong tubuh Prisil lebih


keras. Kali ini berhasil. Kakaknya bahkan nyaris terjedot
ke tembok. Noh, nyender ke dinding. Lebih kokoh.

Tak terima dikasari, Prisil ambil kembali bantal


dari balik kepala adiknya. Ini guling gue! tukasnya. Lagian,
cuma numpang nyender doang, sok mahal banget. Gadis
itu mendengus dan mendekap gulingnya, membiarkan Deo
bersungut-sungut. Tapi ya, Deo, ujanya setelah berpikir

GC Orang Iseng 7
sesaat. Nyender ke lo sama ke tembok kok nggak ada
bedanya? Sensasinya sama gitu. Nggak ada rasa
berdebar-debar atau nyaman gitu. Yang ada pegel.

Deo menoleh, menaikkan satu alis sebelum


meletakkan punggung tangan ke kening sang kakak dan
mencocokkan dengan suhu ketiaknya. Lo masih waras.
Syukur deh.

Gue serius nanya!

Iya lah nggak ada rasa apa-apa. Kita sodara. Ya


kali!

Emang kalo ke sodara sama ke orang lain beda ya?

Ingatkan Deo untuk tak memancing kakaknya


bertanya. Prisil tipe orang yang suka penasaran. Satu
jawaban akan menghasilkan pertanyaan. Pertanyaan tak
masuk akal tepatnya. Oh, jangan lupa, di antara lima
bersaudara, Prisil kebagian kapasitas otak paling sedikit.
Alis jongkok. Buka berarti Deo pintar, tapi dibanding
kakaknya, dia masih sangat mending.

Makanya, nikah sono biar tahu bedanya!

Lo belum nikah, tapi kok udah tahu?

Oh, ya ampun. Gue pernah pacaran.

GC Orang Iseng 8
Yang gue tanya, masalah sender menyender, Deo!

Ya kan pacar gue pernah nyender ke gue!

Lo tanya gitu ke pacar lo rasanya nyender ke bahu


lo gimana?

Buat apa gue tanya?

Kalau lo nggak nanya, gimana lo bisa tahu?

Deo bukan tipe manusia yang sabar. Sama sekali


bukan. Dan pertanyaan-pertanyaan kakaknya sukses
membuat ia sebal hingga kehilangan minat menonton
teve. Bangkit dari kasur, ia matikan layar persegi di
depan mereka dengan menekan remot dengan kekuatan
penuh. Tanya noh, ke rumput yang bergoyang! Lantas
berlalu begitu saja, kembali ke kamarnya dan menutup
pintu setengah membanting. Meninggakan Prisil yang
menatapnya heran.

Apa yang salah dengan pertanyaannya tadi?

Kembali menghidupkan teve yang Deo matikan,


ponsel Prisil berdenting. Satu pesan masuk. Dari Binar.

Gue lagi ada perayaan kecil-kecilan nih di rumah.


Lo dateng, ya!'

GC Orang Iseng 9
Ah, satu lagi penyiksaan bagi hati mungilnya yang
rapuh. Datang ke tempat Binar sama saja menguji
ketahanan perasaannya melihat interaksi Binar dan Agra
yang .., begitulah. Tetapi menolak datang juga Prisil tak
enak hati. Jadilah ia membalas pesan tersebut dengan
kesanggupan sebelum kemudian bangkit berdiri dan
meninggalkan ruang tengah tanpa mematikan teve,
melangkah malas-malasan menuju dapur dan bersandar di
ambang pintu begitu melihat ibunya sedang sibuk
memasak untuk makan malam nanti.

Ma, panggilnya pelan.

Apa?! sahut ibunya setengah menyentak. Jangan


ganggu Mama kalau nggak mau bantu masak!

Prisil cemberut. Apa yang bisa dibantu saat sudah


setua ini tapi ia bahkan belum bisa masak? Minta uang,
rengeknya, yang kali ini berhasil menarik perhatian.
Ibunya langsung menoleh ke belakang dengan kecepatan
cahaya dan pelototan mata yang lebih menyilaukan dari
laser.

Lagi?!

Meringis, Prisil menggaruk tengkuk yang sama


sekali tidak gatal. Binar ngundang aku ke rumahnya.

GC Orang Iseng 10
Katanya ada syukuran kecil-kecilan gitu. Nggak enak kalo
nggak bawa sesuatu.

Mendengar nama Binar, ekspresi wajah ibunya


seketika melembut. Mama Prisil tentu saja mengenal
Binar, sahabatnya itu sering datang ke sini dulu. Binar
bahkan pernah berkunjung sekeluarga saat ayah Prisil
sakit untuk menjenguk. Mama juga mengundangnya saat
pernikahan adik Prisil. Agra yang saat itu tidak bisa ikut
hadir lantaran kesibukan, digantikan oleh Bagas sebagai
pasangan Binar.

Oh, ke rumah Binar, ulang beliau dengan nada


kalem. Ya udah, ambil di dompet sana. Jangan lebih, ya!

Siap! Makasih, ya, Ma! Dengan riang gembira, Prisil


sudah hampir berbalik badan tepat saat ibunya
menambahkan.

Jangan lupa dandan yang cakep.

Ngapain? Cuma ke tempat Binar ini. Mau godain


lakinya juga nggak bakal bisa.

Kali aja sodaranya mau lirik kamu.

Binar nggak punya sodara.

GC Orang Iseng 11
Itu yang ganteng. Yang ramah juga. Yang punya
usaha bengkel. Yang kemarin dateng ke nikahan adik
kamu.

Mendengar penjelasan lengkap ibunya serta


penjabaran wanita paruh baya itu tentang Bagas, sukses
membuat Prisil dongkol. Apa kata Mama tadi? Ganteng?
Ramah?!

Oke, ganteng masih bisa diterima, tapi ramah?


Ibunya pasti bercanda. Nyinyir, baru benar!

Tak ingin memperpanjang percakapan tentang


Bagas atau mendapat omelan kalau membantah, Prisil
hanya berdeham sebelum kemudian melanjutkan langkah
ke kamar setelah mengambil uang di dompet ibunya,
untuk bersiap-siap tanpa mandi.

Ck, apa itu mandi? Lagian Prisil sudah mandi


kemarin sore. Minimal mandi lagi besok atau lusa.

Tidak. Tidak. Jangan bilang Prisil malas atau jorok.


Ia hanya peduli pada generasi selanjutnya juga pada
alam. Itu yang Prisil jadikan pembelaan diri saat
mendapat tudingan. Lagipula, mandi atau tidak itu
terserah yang punya badan, kan? Terlebih kerjaan Prisil
sehari-hari hanya rebahan dan menjadi beban keluarga.

GC Orang Iseng 12
Dia sama sekali tak berkeringat, kecuali saat disuruh
ibunya ke warung ujung gang untuk membeli gas. Jalan
kaki, karena katanya bensin mahal!

Bah!

Kira-kira jam setengah lima sore, Prisil tiba di


depan rumah Binar yang sederhana. Sederhana bila
dibanding dengan kediamannya yang lama. Tetapi jelas
lebih besar dan lebih mewah ketimbang rumah Prisil yang
hanya terdiri dari tiga kamar, dua kamar mandi dan satu
dapur yang juga merangkap sebagai ruang makan.

Mengetuk pintu dan beruluk salam, Prisil masuk


tanpa harus menunggu dipersilakan. Pintu depan terbuka,
dan Prisil juga sudah terbiasa begitu. Kata Binar, jangan
jadi tamu kalau datang ke rumahnya. Sebab mereka
sudah seperti saudara dengan jalinan persahabatan
hampir satu dekade.

Ada Agra dan Bagas di ruang depan. Prisil


mengangguk kecil untuk menyapa suami sahabatnya, dan
langsung melengos sebelum beradu pandang dengan
Bagas.

Bukan tanpa alasan ia sebal dengan adik Binar.


Setiap kali mereka bertemu, ada saja komentar pedasnya

GC Orang Iseng 13
yang membuat Prisil dongkol. Dan itu sama sekali tidak
baik untuk kesehatan mentalnya yang rapuh.

Terlebih, setiap kali tak sengaja bersitatap


dengan lelaki itu, Prisil kesulitan menahan pandangan
untuk tidak melihat bibirnya. Bibir nyinyir yang berhasil
merebut ciuman pertamanya akibat kecelakaan kecil di
kampus lebih dari lima tahun lalu. Kendati demikian,
entah mengapa otak Prisil yang biasa sulit mengingat
sesuatu, malah tak bisa membuangnya dari memori. Prisil
bahkan masih ingat teksturnya. Agak kenyal dan lembut.
Sedikit beraroma mentol.

Aish!

Dan setiap kali mengingatnya, wajahnya akan


merona seperti pantat monyet. Begitu pun sekarang,
pipinya mulai memanas hingga telinga begitu bayangan
masa lalu kembali berputar di kepalanya.

Kala itu, pagi menjelang siang. Malam sebelumnya


Prisil memang bermimpi agak buruk dan membuat
tidurnya tidak nyenyak. Ada perasaan tidak enak seolah
akan terjadi sesuatu yang besar hari itu, tapi Prisil tetap
berangkat kuliah seperti biasa, membawa keceriaan
secerah matahari dan menebar senyum serta sapa pada
semua orang. Terutama pada Noni. Juga Binar yang

GC Orang Iseng 14
kembali masuk kuliah setelah hampir absen seminggu
paska kematian kakeknya. Mereka bertemu di koridor
lantai bawah dan berjalan bersama menuju ruang kelas di
lantai tiga. Seperti biasanya. Hanya saja, kala itu Binar
agak pendiam. Barangkali masih merasa berduka dan
sedih. Prisil dan Noni berusaha mengerti dan
menghiburnya.

Udah gue bilang, kan? Harta itu cuma titipan.


Kalau Tuhan udah berkehendak, harta sebanyak apa pun
bisa habis semalam! Suara Bagas terdengar begitu
mereka menaiki lantai tiga, dengan volume keras yang
seolah memang disengaja. Sialan memang cowok itu.
Mungkin dia memang tidak punya hati, kalau pun ada,
barangkali hanya dijadikan pajangan, tidak untuk
digunakan. Padahal Bagas tahu saat itu Binar baru saja
kehilangan sosok penting.

Lebih menyedihkan lagi, Binar sama sekali tak mau


ambil pusing. Namun, sebagai teman, ia dan Noni tahu
untuk tak membiarkan Bagas bicara sembarangan.

Seperti saat ini.

Tutup mulut lo, Gas! Noni berhenti melangkah,


berdiri menghadap Bagas dan segerombolan mahasiswa
penggosip yang sebagian dari kelas mereka, sedang

GC Orang Iseng 15
sebagian lain hanya teman satu gedung fakultas. Tidak
seperti Agra yang memilih-milih teman, Bagas adalah
tipe yang terbuka dan mudah bergaul. Karena itu, meski
mulutnya agak bocor, dia sangat disukai. Terlebih dengan
tampangnya yang flamboyan. Ck, dan lumayan tampan.
Bukan jenis ketampanan jantan seperti Agra. Wajah
Bagas sedikit oriental. Lebih ke cantik sebenarnya. Andai
dipakaikan rambut palsu, wajahkan akan 11-12 dengan
Binar. Tentu saja jauh lebih cantik ketimbang Prisil dan
Noni.

Bagas yang ditegur, dengan tampang tengilnya


berbalik. O-ow, kita ketahuan, katanya tanpa merasa
bersalah, padahal dari jauh ia sudah tahu kedatangan
Binar dan kedua temannya. Empat kawan gosip Bagas
langsung bungkam, dua di antaranya bahkan melipir diam-
diam. Halo, Bi, gimana kabar lo hari ini? Sapanya sok
ramah. "Muka lo agak pucet. Kenapa udah masuk kuliah
kalau masih sakit?" Lanjutnya tanpa rasa simpati sama
sekali. Tampangnya yang datar, membuat Prisil geram
ingin mengaruknya dengan kuku yang sudah hampir dua
pekan belum dipotong. Barangkali ini arti mimpi buruknya
semalam. Bagas memang perwujudan dari mimpi paling
buruk.

GC Orang Iseng 16
"Gue sehat. Lo nggak usah khawatir," jawab Binar
tak acuh. Mendesah tanpa berbalik, ia berkata pada Noni
dan Prisil yang kini menatap Bagas sengit. Non, Pris, gue
masuk duluan. Lantas lanjut melangkah menuju kelas.

Ia dan Noni yang tak ingin membiarkan Binar


sendirian, tak memiliki pilihan selain ikut mengabaikan
Bagas dan kembali mengekori Binar. Tetapi sebelumnya,
Prisil masih sempat mengacungkan tinju pada si pemilik
mulut mercon sebagai ancaman, yang Bagas balas dengan
memeletkan lidah dan menjulingkan matanya sebagai
isyarat bahwa ia sama sekali tidak takut pada ancaman
cewek itu. Dan dia yang sama sekali tidak membiarkan
mereka berlalu dengan tenang, ikut mengekor di
belakang.

Bi, tunggu! Kembali memasang senyum lebar, Bagas


meninggalkan kelompok gosipnya dan melangkah
setengah berlari menyusul Binar yang tak lagi kelihatan.
Dengan kaki-kaki panjang yang ia miliki, tentu mudah bagi
Bagas untuk menyusul.

Barangkali ingin melangkah sejajar dengan


kakaknya, Bagas sengaja menyenggol keras bahu Prisil
yang berjalan di sisi kanan Binar untuk menggantikan
posisinya. Tubuh Prisil yang tak siap, otomatis terhuyung

GC Orang Iseng 17
ke belakang dan nyaris jatuh. Tak ingin ambruk sendirian,
ia menarik tas gendong Bagas dengan tenaga penuh. Yang
refleks membuat lelaki itu berbalik hanya untuk
tersandung kakinya sendiri dan ... buk!

Mereka ambruk dalam posisi yang sama sekali


tidak menguntungkan. Prisil yang malang, punggungnya
membentur lantai, pun masih ditimpa tubuh tinggi besar
Bagas yang kemungkinan hari ini sudah melakukan dosa
seberat timbangan badannya!

Berat sekali!

Berusaha bangkit, Prisil membuka mata yang


refleks terpejam saat jatuh tadi hanya untuk menyadari
ada sesuatu yang terasa menggelitik di bibirnya. Juga
wajah Bagas yang ternyata berada begitu dekat. Terlalu
dekat hingga Prisil kesulitan bernapas. Disusul keriuhan
heboh para mahasiswa di sekeliling mereka, meneriakkan
kata cie keras-keras.

Membulatkan mata, pandangan Prisil berserobok


dengan tatapan Bagas yang berada tepat di atasnya.
Tepat di atas kepalanya hingga Prisil bisa melihat tahi
lalat kecil di ujung alis lelaki itu. Juga warna mata Bagas
yang sangat cokelat hingga nyaris hitam.

GC Orang Iseng 18
Refleks, Prisil meletakkan tangan di bahu lelaki itu
untuk membuat jarak. Setengah kebingungan dengan
keadaan ini, dan setengah malu.

Bagas yang tersadar lebih dulu, buru-buru


berguling dan menarik tangannnya yang ternyata
dijadikan bantalan kepala Prisil agar tidak menghantam
lantai. Bangkit duduk, lelaki itu membuat gerakan
meludah berkali-kali ke samping seolah ingin menghapus
jejak bibir Prisil dari bibirnya, yang seketika membuat
Prisil sadar, rasa menggelikan di bibirnya tadi merupakan
... tindakan pencurian.

Ciuman pertamanya!

Menjerit kecil, Prisil ikut bangkit sambil


menggosok-gosok bibirnya sendiri dan menuding Bagas
dengan tangan kiri. Lo ... lo ... sialan lo!

Lo yang sialan. Kenapa lo narik tas gue?! Bagas


berdiri dan menghardiknya.

Lo duluan yang ngedorong gue!

Makanya kalo jalan nggak usah dempet-dempet


kayak kembar siam. Ngehalangin jalan tahu nggak!

GC Orang Iseng 19
Seolah tak peduli pada kerumunan, atau mungkin
lupa sedang menjadi pusat perhatian, Prisil menurunkan
tangannya ke pinggang. Ia mengambil dua langkah ke
depan dan mendongak dengan mata melotot ke Bagas. Lo
yang salah! Lo yang marah! Padahal lo berutang maaf
sama gue!

Gue juga jatoh! Tangan gue juga sakit karena


ketimpa kepala lo yang berat itu!

Tapi, lo udah nyuri ciuman pertama gue. Minta


maaf! Ciuman pertama gue yang harusnya buat suami
udah lo ambil tanpa izin!

Sekali lagi, keriuhan terdengar di sekeliling


mereka, meneriakkan kata cie yang membuat Prisil sadar
dirinya sedang mempermalukan diri. Bahkan ada yang
menyeletuk, Kalo gitu, nikah aja gih kalian! Yang membuat
Prisil makin tak punya muka.

Beruntung saat itu ada Noni yang masih berakal


sehat dan buru-buru menariknya menjauh dari
kerumunan. Prisil yang tak memiliki pilihan lain, menurut
tanpa menerima permintaan maaf.

Bahkan sampai hari ini.

GC Orang Iseng 20
Namun saat itu, lima tahun lalu, samar-samar Prisil
juga sempat mendengar—entah itu hanya khayalannya
atau kenyataan—Bagas berkata tepat saat ia berbalik
sebelum pergi mengikuti Noni. Bukan cuma lo yang
kehilangan, jadi kita impas.

Tetapi, Prisil menolak percaya pendengarannya


mengingat ... dia Bagas. Tidak mungkin kecelakaan itu
juga merupakan ciuman pertamanya. Setidaknya ... Prisil
mungkin yang ke seratus. Atau minimal kesepuluh.

GC Orang Iseng 21
BAB 2

Dua tujuh lo udah punya dua bocah ya, sama usaha


yang segede ini. Lah gue begini-begini aja. Bagas
mendesah, sesekali ia tersenyum melihat tingkah jail
Cesya yang sedang mengganggu tidur adiknya di depan
teve. Ponakan kesayangannya itu memang luar biasa
nakal, padahal dia masih kecil dan gadis pula. Agra yang
malang, sepertinya gen Binar lebih dominan menurun pada
putri mereka. Entah dengan Dhamiri. Semoga bayi itu
lebih mirip ayahnya agar Agra bisa hidup agak tenang.

Agra yang sedang membaca laporan keuangan,


menjawab dari balik layar laptopnya yang menyala.
Makanya nikah, toh lo juga udah punya usaha, kan?

Benar, Bagas punya usaha. Usaha keluarga


tepatnya. Ia dituntut meneruskan bengkel Bayu yang kian
pesat sejak dipindah tangan kepadanya. Hanya saja
dalam urusan asmara ... gagal total. Sama sekali tak
sesukses bisnis yang ia jalankan. Nyatanya, mendapatkan
pasangan jauh lebih sulit ketimbang mencari keuntungan.

Dulu, Bagas sempat menyukai seseorang. Nara.


Sahabatnya sewaktu SMA sampai kuliah. Bagas bahkan
sempat menyatakan perasaan pada gadis itu saat mereka

GC Orang Iseng 22
wisuda. Tetapi, ditolak. Nara bilang, dia belum bisa
melupakan Agra dan tak ingin menjadikan Bagas pelarian.

Ya, beginilah sekarang. Bagas sudah bisa


melupakan masa lalu. Ia juga tidak pernah bertemu
dengan Nara sejak kelulusan. Mereka kehilangan kontak.
Kalau tidak sengaja bertemu lagi di jalan, barangkali
mereka hanya akan bertemu sapa seperti kenalan lama.
Dan ... cuma itu.

Hanya saja rasanya kini ia malas jatuh cinta lagi.


Saking malasnya memulai hubungan dari awal dan mencari
pasangan sendiri, Bagas sampai meminta Bayu
mencarikan calon. Mau dijodohkan ceritanya, siapa tahu
ia bisa memiliki kisah cinta semanis Agra. Tetapi Bayu
malah mengatakan tak ingin repot-repot mengurus kisah
cinta anak muda.

Nikahnya sih gampang. Calonnya yang kagak ada.

Lo mau gue cariin? tanya Agra jail.

Lo ada kenalan? Dan Bagas menanggapi dengan


serius. Ia benar sedang berada dalam tahapan ingin
menjalin hubungan serius dengan seseorang, pun sangat
lelah ditanya kapan menikah setiap kali bertemu kawan
lama yang sudah berpasangan, atau dalam acara keluarga

GC Orang Iseng 23
dan hari raya. Lalu selalu dibanding-bandingkan dengan
Agra yang sudah berbuntut dua. Empat kalau dihitung
seluruhnya dengan dua anak yang meninggal.

Ada.

Siapa? saking penasaran, Bagas memajukan tubuh


mendekati Agra yang masih anteng di depan layar.
Kacamata anti radiasi yang temannya kenakan bahkan
sudah melorot ke hidung, tapi Agra bahkan tak mau
repot-repot membetulkan. Melihat Agra seperti ini,
Bagas diserang rasa iri. Sahabatnya benar-benar
terlihat seperti papa muda bahagia.

Bel pintu kediaman mereka berbunyi. Agra


menyeringai samar, yang membuat Bagas kian bertanya-
tanya. Itu dia dateng.

Mengernyit bingung, Bagas menoleh ke arah pintu


masuk hanya untuk melempar bantal sofa ke kepala kakak
iparnya begitu mengetahui siapa yang Agra maksud.

Prisila. Si lemot itu!

Temen durhaka lo! umpatnya yang Agra balas


dengan tawa.

GC Orang Iseng 24
Prisil yang tak mengerti obrolan dua makhluk itu
hanya melirik sekilas dan lewat begitu saja, langsung
menuju dapur dengan tentengan yang dibawanya.

Hari ini Binar dan Agra membuat acara kecil-


kecilan dengan mengundang teman dan saudara yang lain.
Sayang, Noni tidak bisa datang. Sejak lulus dia kembali
ke kampung halamannya dan bekerja di sana. Hanya saat
berada di Jakarta ia bisa berkunjung. Dan itu sangat
jarang.

Lah, kenapa? Prisil gadis yang baik, ujar Agra


kemudian, kembali memusatkan perhatian pada laporan
keuangan.

Dia bukan tipe gue sama sekali. Bukan! Lo tahu itu.


Bagas kembali menyandarkan tubuh pada punggung sofa
panjang yang dikuasainya. Dua tangan direntangkan
sepanjang jangkauan. Sedang Agra duduk di seberang
meja rendah. Ia hanya mengedik bahu tak acuh
mendengar omelannya.

Lo juga tahu Binar bukan tipe gue. Tapi, liat kami


sekarang.

Ya, kan beda!

Apa bedanya?

GC Orang Iseng 25
Ya pokoknya beda! Gue sama Prisil? Ya ampun,
ngebayangin aja ngeri!

Oh ya? Agra mengangkat satu alis, yang Bagas


balas dengan memutar bola mata. Menyeringai kecil,
Agra kembali mengangkat bahu tak acuh, membuat Bagas
kian jengkel. Awas jodoh, ledeknya kemudian.

Bagas yang kesal, melempar bantal sekali lagi yang


kali ini berhasil Agra hindari sambil tertawa terbahak-
bahak.

Benar, Agra tertawa terbahak-bahak. Dulu,


membayangkannya saja sudah membuat merinding, tapi
sejak menikah dan memiliki anak, perlahan dia mulai
berubah. Agra yang kaku menjadi lebih terbuka, pun
memandang dunia dengan cara yang berbeda.

Sebahagia itu. Dan Bagas ikut bahagia untuk adik


dan sahabatnya. Kini hanya tinggal ia, yang harus
melewati banyak penyiksaan setiap kali melihat interaksi
keduanya. Tidak, Agra bukan lelaki romantis. Dia tak
pernah melakukan gombalan receh pada Binar. Juga
jarang berkata manis. Hanya, caranya menatap, caranya
tersenyum saat melihat Binar berbeda.

GC Orang Iseng 26
Bagas juga ingin merasakan yang seperti itu.
Memiliki seseorang untuk disayang. Keluarga untuk
dijaga. Dan rumah yang selalu membuatnya ingin cepat
pulang. Kediaman yang sesungguhnya. Seperti rumah
Agra dan Binar.

Mendesah sekali lagi, Bagas menatap ke langit-


langit ruang tengah. Membiarkan Agra dengan
kesibukannya, dan ia dengan pikiran sendiri. Hingga sore
kian turun. Suara percakapan dan tawa terdengar dari
dapur, renyah dan menyenangkan. Suasana di sana
bertambah ramai dengan kehadiran adiknya dan adik
Agra, juga para ibu yang menyusul kemudian.

Adzan magrib berkumandang tak lama setelah itu.


Agra segera mematikan laptopnya dan mengajak mereka
berjamaah sekalian. Bagas mengiyakan saja dan bergegas
ke kamar mandi dekat dapur untuk mengambil wudhu.
Hanya untuk dibuat tertegun kemudian begitu mendapati
kamar mandi bagian itu rupanya tidak kosong. Ada
seseorang ... yang tampak kerepotan menyampirkan
ujung-ujung hiabnya ke balik bahu sambil mencari-cari
sesuatu di lantai.

Dia Prisil, bahkan Bagas bisa mengenalinya dari


belakang.

GC Orang Iseng 27
Menyandarkan bahu pada dinding, Bagas
menaikkan satu alis dan bertanya. Nyari apaan lo? Nggak
ada ceceran receh di sini.

Mendengar teguran Bagas, Prisil berbalik dengan


tampang jengkel. Dan ... untuk pertama kali, Bagas
merasa napasnya tercuri. Ia tertegun memandangi Prisil
yang sore itu tampak berbeda. Sangat berbeda dari
biasanya. Bagas bahkan sampai kehilangan kata-kata.
Otanknya mendadak kosong, seolah semua yang sudah ia
pelajari sedari kecil lenyap, ikut luruh bersama tetes-
tetes air dari wajah Prisil yang basah.

Basah oleh air wudhu kalau Bagas boleh menebak.

Dia ... cantik.

Cantik sekali dengan hijab berantakan yang


disampirkan asal ke bahu. Anak-anak rambutnya
mengintip lantaran kain penutup kepala itu tidak tertutup
sempurna.

Bagas masih ingat gerai rambut Prisil. Lurus, tebal


dan sangat hitam. Bagas tahu karena dulu gadis itu tidak
mengenakan hijab. Prisil mulai berhijab sejak baru-baru
ini, yang sempat Bagas ejek habis-habisan saat
melihatnya pertama kali nyaris dua tahun lalu.

GC Orang Iseng 28
Jarum pentul gue ilang, sungut Prisil sambil
cemberut.

Cemberut.

Bibirnya yang agak lebar dan penuh, maju ke


depan. Sekonyong-konyong membuat ingatan Bagas
berkelana ke masa lalu. Saat tak sengaja mereka jatuh
bersama di lorong kampus dulu. Bertahun-tahun lalu.
Kenangan yang jujur saja, tak pernah Bagas ingat-ingat
lagi. Bahkan cenderung membuat ia merasa ... jijik.

Namun kini, mengenang kembali malah


membangkitkan sesuatu dalam diri Bagas yang sudah
tertidur lama seiring dengan darahnya yang berdesir
cepat.

Lo daripada bengong begitu, mending bantu gue


nyari, ujar Prisil lagi. Kerut di antara alisnya kian dalam.

Seolah tertangkap basah melakukan kesalahan—


menatap Prisil terlalu lama merupakan kesalahan dalam
kamusnya—Bagas berdeham, sedikit salah tingkah. Ia
menjauhkan bahu dari dinding dan dengan tololnya ikut
menunduk mencari-cari. Entah apa. Dan saat menyadari
ketololannya, ia menegapkan punggung sambil tertawa

GC Orang Iseng 29
mendengus. Ngapain gue bantuin lo nyaris jarum pentul?
Kagak ada kerjaan banget.

Kalo gitu minggir, jangan halangi gue! Salah satu


ujung hijabnya jatuh ke depan, Prisil mengernyitkan
hidung tak senang sambil menyampirkannya kembali ke
belakang dengan tangan yang bebas, sedang tangan lain
mengapit bagian bawah dagu.

Lo yang ngalangin gue. Gue mau ke kamar mandi.


Ambil wudhu, omel Bagas, berusaha mengenyahkan
bagian dari dirinya yang sempat terpesona pada sosok
Prisil.

Oh, ya ampun. Dia Prisil, kalau-kalau Bagas lupa. Si


lemot yang kalau diajak bicara malah bikin emosi. Bagas
tidak mungkin terpesona padanya.

Namun saat melihat wajah Prisil yang tampak kian


murung, Bagas tak tega juga. Lagian jarum doang. Minta
aja sama Binar!

Itu jarum pentul terakhir gue.

Terus kenapa kalau jarum pentul terakhir?

GC Orang Iseng 30
Mencebik, Prisil mendelik. Lo cowok, mana paham!
Menghentakkan kaki, Prisil mulai melangkah ke depan,
barangkali hendak pergi dan menyerah mencari.

Lalu, sesuatu yang konyol dalam diri Bagas, muncul


lagi. Rasa kecewa tak masuk akal karena Prisil menyerah
berdebat dengannya, juga keinginan kuat untuk menjahili
gadis itu dengan menyentuh tangannya hanya untuk
membatalkan wudhu si bodoh ini terbit entah dari mana.

Keinginan gila yang Bagas tahan mati-matian


hingga Prisil berlalu dari sana, menghilang di balik
bahunya, meninggalkan aroma minyak telon yang tercium
samar-samar di udara.

Mendesah panjang, Bagas kembali menyandarkan


satu bahunya ke dinding dan menyugar rambut ke
belakang. Berusaha menyadarkan diri dari kegilaan
sesaatnya tadi.

Ini pasti efek karena rasa irinya pada Agra. Pasti.

Segera masuk ke kamar mandi untuk


mengenyakkan setan-setan yang mengganggu dengan
menghilangkan hadas kecil, Bagas bergabung dengan yang
lain di musala sederhana di bagian ujung rumah Agra,
tepat di samping halaman belakang yang tidak terlalu luas

GC Orang Iseng 31
tapi tampak asri dan menyenangkan. Hampir semua sudah
bersiap untuk melakukan salat berjamaah dipimpin Bayu.
Bianita dan Binar yang kedatangan tamu bulanan, tidak
bisa ikut salat.

Begitu melihat kedatangan Bagas yang mereka


tunggu, Bayu segera memberi instruksi pada Agra untuk
iqomah, dan yang lain meluruskan barisan.

Para ibu berada di barisan ketiga setelah imam,


dan para lelaki yang hanya terdiri dari Bagas dan Agra.

Di barisan terakhir, ada Aira dan Prisil.

Aira cantik. Sungguh. Dia sudah dewasa juga dan


baru lulus kuliah. Calon dokter. Kalem. Pintar masak juga
kata Agra. Paling penting, belum ada yang punya.

Bagas setengah yakin, kalau ia mendatangi


Bambang untuk melamar putri bungsunya, kemungkinan
besar ia akan diterima. Tetapi entah mengapa, saat
melewati barisan terakhir, yang Bagas lirik malah
seseorang di sebelahnya. Di sebelah kanan Aira, yang
tampak riweh hanya karena menyimpul tali mukena.
Membuat Bagas gatal ingin menawarkan bantuan.

Oh, ada apa dengan dirinya sore ini?

GC Orang Iseng 32
Ada apa dengan Prisil sore ini?

Ada apa dengan dunia sore ini?

Kenapa semua mendadak berubah.

Kenapa semua tampak cerah dan suram di waktu


bersamaan?!

Bolehkan Bagas menyalahkan Agra untuk ini? Dia


yang memulai semuanya. Menunjuk Prisil asal sebagai
calon yang cocok untuk Bagas.

Benar, ini salah Agra. Dan Bagas mungkin hanya


sedang terbawa perasaan.

Terbawa perasaan kotoran kucing yang berlanjut


sampai malam. Bagas menjadi lebih peka setelahnya.
Matanya selalu dan selalu menyadari kehadiran Prisila,
lalu menoleh padanya diam-diam. Seperti jarum kompas
yang tak pernah meninggalkan arah utara. Seperti
ngengat yang selalu mendekat ke sumber cahaya. Seperti
semut yang selalu mengerumuni gula. Seperti ....

Demi langit yang malam ini cerah dan menampilkan


purnama, sejak kapan Bagas bisa begitu puitis?

Kompas? Ngengat? Semut?

GC Orang Iseng 33
Ia pasti bercanda sampai menyamakan diri dengan
benda, bahkan hewan kecil.

Menggosok wajahnya kasar sambil menarik napas


panjang, Bagas mengalihkan pandangan dan berusaha
kembali fokus memanggang daging.

Lo kenapa sih? Binar yang berada di sampingnya


dan tengah sibuk melumuri bumbu, menaikkan satu alis
dan menatap adiknya heran. Narik napas panjang mulu
dari tadi. Lo capek?

Nggak apa-apa. Bagas menjawab cepat sembari


membalik daging yang dipanggangnya.

Seenggaknya, dia narik napas panjang nggak


sebanyak dia ngelirik temen kamu, celetuk Agra yang ikut
memanggang, dengan nada ringan, berhasil menarik
perhatian Binar yang langsung mendongak menatap
suaminya sebelum kembali mengamati Bagas dengan
pandangan tak percaya.

Bagas yang entah mengapa merasa ketahuan,


memelototi sang kakap ipar yang sama sekali tak memiliki
rasa hormat padanya.

GC Orang Iseng 34
Lo suka sama Prisil? tanya Binar yang terdengar
seperti tuduhan, dengan nada lirih agar tak ada yang
mendengar. Untungnya.

Yang langsung Bagas tangkis dengan penyangkalan.


Ngimpi lo! Dan ia keceplosan meninggikan suara saking
tak terima dituduh menyukai Prisil.

Oh, mana mungkin!

Berdeham salah tingkah lantaran seluruh mata


tertuju padanya begitu mendengar hardikan kasar tadi,
Bagas menunduk agar mulutnya bisa mendekat ke telinga
sang kakak yang menyebalkan. Cewek macam lo aja gue
hindarin buat jadi istri, apalagi modelan Prisil!

Jadi istri, ya? ulang Binar lambat-lambat sambil


memutar-mutar kuas bumbu di depan hidung Bagas
dengan seringai menyebalkan. Jadi pemikiran lo udah
sejauh itu, Bang? Padahal gue cuma nanya lo suka apa
nggak loh sama Prisil. Ternyata, oh ... ternyata ...!

Aish ... Bagas menggigit pipi dalamnya kesal. Ia


keceplosan. Cukup, Bi!

Binar menaikkan bahu tak acuh dan lanjut


memoles. Gue sih iya iya aja lo sama Prisil. Seneng gue
kalau beneran bisa sodaraan sama dia.

GC Orang Iseng 35
Cukup, Bi! ulang Bagas, kian berang.

Namun Binar yang memang keras kepala, makin


menjadi saat dilarang. Tapi, katanya, sama sekali tak
mendengarkan Bagas yang jelas terdengar sangat kesal,
dia terlalu baik buat lo, Gas. Prisil lebih polos dari
keliahatannya.

Sialan, Binar. Bagas mencengkeram pencapit


dagingnya erat-erat, bahkan tak sadar daging yang
dipanggangnya sudah mulai gosong andai Agra tidak
menegur.

Omongan terakhir sang kakak malah kian membikin


Bagas ingin mengangkat kepala, lalu memutar ke arah jam
dua tempat Prisil berada, sedang bercanda dengan
Bianita sambil menyiapkan minuman—hanya untuk
mengetahui seberapa polos gadis itu. Hijabnya sudah
terpasang sempurna, barangkali dia mendengarkan saran
Bagas untuk meminta jarum pentul ke Binar.

Lalu seolah seluruh semesta mendukungnya, Bagas


benar-benar mengankat kepala saat semua orang sedang
sibuk dan tak memperhatikan. Menatap Prisil yang saat
itu tengah tertawa. Kerut kebahagiaan di sekitar
matanya terbentuk saat menyipit. Suara tawanya khas,
membuat orang yang mendengar ingin ikut tertawa. Pun

GC Orang Iseng 36
kebiasaan lain Prisil yang tak pernah tertinggal saat
sedang kesenangan ... memukul benda apa pun yang
berada di sekitarnya. Seperti saat ini. Dia menepuk-
nepuk meja panjang tempat mereka akan makan bersam
nanti dengan agak keras hingga beberapa gelas yang
berada di sana agak bergetar. Bagas yang melihatnya
sampai meringis, dalam hati bertanya-tanya, apa
tangannya tidak sakit?

Namun bukan itu yang penting, melainkan—

—seolah bisa merasakan tatapannya, gadis itu ikut


menoleh masih dengan sisa-sisa tawanya.

Kemudian pandangan mereka pun bertemu. Di garis


yang sama. Pada detik yang singkat tetapi terasa bagai
selamanya, seiring dengan tawa Prisil yang perlahan mulai
memudar. Menyisakan sunyi yang hanya mereka berdua
pahami. Membuat Bagas seketika merasa ... dirinya dan
Prisil tak lagi terhubung dengan dunia dan memiliki
semesta sendiri.

Ini benar-benar hanya menandakan satu hal.

Dirinya positif gila.

Atau hanya sekadar sedang tergila-gila.

GC Orang Iseng 37
Bagian terakhir, entah siapa yang mengatakannya.
Kalimat tersebut seolah muncul sendiri dari bagian
otaknya yang ... barangkali mulai bermasalah.

Bagas dan Prisil.

Mana mungkin!

GC Orang Iseng 38
BAB 3

Padahal baru dua jam yang lalu Bagas mengatakan


langit begitu cerah malam ini, menampakkan bulan
purnama yang bulat sempurna. Tetapi, kini mendung
datang secara serta-merta, menyerbu keindahan malam
bersama angin yang bertiup kencang. Berhasil
mengacaukan acara kecil-kecilan keluarga Agra dan
membuat mereka tergopoh-gopoh membereskan barang-
barang serta makanan yang sudah terlanjur dimasak di
halaman sebelum hujan turun. Dan tepat sebelum tetes
air mata langit jatuh, seluruhnya berhasil diamankan.
Acara pun di lanjutkan di dalam ruangan.

Tak apa, semua masih menyenangkan. Sangat


menyenangkan. Termasuk bagi Prisil yang memang selalu
suka menjadi bagian dalam pesta keluarga ini, kendati ia
merupakan satu-satunya orang luar yang diundang.

Sampai waktu pulang tiba. Lebih dari jam sembilan


malam, tetapi langit belum berhenti menangis. Oh, Prisil
membawa jas hujan tentu saja, namun ia benci kalau
harus menggunakannya. Terlebih, akan percuma di bawah
hujan yang sederas ini. Ia akan tetap basah kuyup sampai
di rumah.

GC Orang Iseng 39
Lo yakin nggak mau nginep? tanya Binar dengan
wajah khawatir. Rumah sahabatnya sudah mulai sepi
lantaran satu per satu mulai pergi setelah selesai
membantu beres-beres usai acara makan-makan yang
seru hingga beberapa jam berlalu tanpa terasa sama
sekali.

Nggak deh, Bin, nyokap gue udah nelepon tadi.


Prisil tersenyum ringan seolah semua baik-baik saja.
Seolah hujan deras ini sama sekali tak berarti. Semata
untuk menenangkan kekhawatiran Binar, sembari
membereskan tasnya dan memasukkan ponsel ke sana,
berharap tas berbahan kanvas itu akan bisa membuat
ponselnya aman dari amukan hujan.

Namun tidak berhasil. Wajah Binar tetap


berkerut-kerut. Gue nggak bisa biarin lo motoran kalau
hujan sederas ini. Malem lagi. Ia bangkit berdiri dari
sofa panjang yang didudukinya sambil meremas tangan.
Tunggu bentar deh, biar nanti Agra yang anter lo pulang.

Nanti. Prisil menahan diri untuk tidak mendesah


saat melirik jam dinding yang menunjukkan hampir pukul
sepuluh. Nanti yang Binar maksud bisa satu menit lagi.
Tiga puluh menit. Atau bahkan satu jam mengingat saat
ini Agra sedang berusaha menidurkan Cesya yang

GC Orang Iseng 40
mendadak rewel lantaran terbangun tiba-tiba begitu
mendengar bunyi sambaran petir.

Nggak usah deh, ngerepotin. Lagian gue bawa jas


hujan, kok.

Binar menggeleng keras menolak gagasan


tersebut. Ia membuka mulut untuk kembali membuat
alasan tepat saat Bagas muncul dari balik lemari partisi
ruang tengah dengan rambut setengah basah sembari
menurunkan lengan kaus abu-abunya, membuat Binar
yang tak sengaja meliriknya makin melebarkan mulut
yang belum sempat dikatup.

Menelengkan kepala. Binar sedikit menyipitkan


mata saat bertanya pada lelaki itu. Lo belum pulang,
Bang?

Kalau gue masih di sini, ya kali gue udah pulang.


Jawaban nyinyir seperti biasa, ditambah dengan
marotasi bola matanya yang luar biasa cokelat itu. Prisil
menahan diri untuk tak berdecak melihat tingkah Bagas
yang selalu bikin sebal. Padahal, dia bisa saja menjawab
singkat dan lebih ramah. Misal; belum. Sesederhana itu.

Barangkali sudah terbiasa, Binar sama sekali tak


merasa tersinggung. Dia hanya manggut-manggut

GC Orang Iseng 41
sebelum kemudian melarikan lirikan penuh arti pada Prisil
yang berhasil membuat perasaan gadis itu mendadak tak
enak.

Jangan bilang kalau—

Lo nggak keberatan anterin Prisil pulang, kan?

Prisil memukul pahanya tiga kali sebelum bangkit


berdiri dari sofa panjang yang didudukinya dan segera
menyambar bersamaan dengan Bagas yang memberi
penolakan tersirat.

Gue bisa pulang sendiri.

Dia bisa pulang sendiri.

Oh, bagus. Mereka bahkan bisa menjawab


serempak. Betapa kompaknya, batin Prisil kesal.
Sungguh, ia lebih baik pulang basah kuyup dan terkena
flu seminggu setelahnya ketimbang harus terjebak dalam
satu ruang dengan seorang Bagas walau hanya lima menit.
Belum lagi jarak rumahnya dari sini tidak bisa dibilang
dekat. Paling tidak lima belas menit kalau kondisi jalanan
tidak macet atau dalam hal ini ... hujan. Dan Binar
menjadikan alasan tersebut untuk memaksa mereka
berdua.

GC Orang Iseng 42
Tapi, di luar hujan. Deres. Lo tega biarin cewek
pulang sendirian saat kayak gini? Pertanyaan tersebut
jelas diajukan untuk Bagas, tapi malah Prisil yang
geregetan.

Ya ampun, Bin, gue nggak selemah itu. Lagian gue


udah biasa hujan-hujanan juga. Dulu sewaktu kuliah,
tambahnya dalam hati, yang berakhir dengan demam hari
berikutnya mengingat ia memiliki daya tahan tubuh yang
lemah dan gampang terserang flu. Pergantian musim dan
hujan merupakan salah satu pemicu yang selalu berusaha
Prisil hindari. Ah, pergantian musim omong-omong tak
bisa dihindari.

Namun, Binar yang keras kepala sama sekali tak


mendengarkannya. Ia masih tetap menatap Bagas lurus-
lurus dengan sorot aneh dan seolah penuh maksud
tersembunyi yang tidak Prisil pahami. Bang ....

Oke, fine! Bagas yang seolah bisa menangkap


maksud tersebut pada akhirnya menyerah. Ia
mengangkat tangan ke udara dengan tampang masam saat
melirik Prisil. Jelas sekali merasa keberatan. Mendelik,
lelaki itu mulai melangkah melintasi ruang tengah sambil
melimbai dengan satu tangan, sedang tangan yang lain
merogoh kunci mobil dari saku celana denimnya.

GC Orang Iseng 43
Tiba di ambang pintu depan, Bagas berhenti
melangkah hanya untuk menoleh ke belakang. Pada Prisil
lebih tepatnya. Lantas bertanya, Lo nggak mau pulang?
dengan nada sarkas yang ... haruskah Bagas
mengantarnya pulang?

Gue beneran bisa balik sendiri. Dan Prisil masih


berusaha berkeras, disusul bunyi guntur yang kembali
menyambar dari langit, sukses membuatnya seketika
terlonjak kaget.

Di sana, Bagas masih mentapnya dengan setengah


kelopak tertutup dan bibir membentuk segaris datar.
Tampang masam maksimal, membuat Prisil mulas hanya
dengan membayangkan Bagas akan memasang tampang
tersebut sepanjang perjalanan.

Gue nggak punya waktu selamanya buat nunggu lo,


Pris, katanya. Ditambah lagi, arah rumah kita berlawanan
kalau lo lupa.

Lo juga nggak harus nganterin gue, kok!

Dia nggak mau gue anter, Bi. Bagas bersandar ke


kusen pintu sambil memainkan kunci mobilnya, tanpa sama
sekali menatap pada Binar.

GC Orang Iseng 44
Melihat pertengkaran itu, yang hampir selalu
terjadi setiap kali Prisil dan Bagas berbagi udara yang
sama, rasanya sungguh melelahkan. Agra pasti salah kalau
mengira Bagas menyukai Prisil. Mereka berdua bagai air
dan minyak yang sulit sekali disatukan. Lo beneran nggak
mau dianter Bagas? Atau lo mau nunggu Agra aja? Binar
pun menyerah membujuk.

Beneran nggak usah.

Binar menatapnya ragu sekilas sebelum


mengangguk. "Tapi begitu sampai di rumah, tolong
langsung kasih kabar ke gue, ya.

Prisil mengangguk menyanggupi sebelum kemudian


merentangkan tangan dan memberi Binar pelukan. Lantas
berbalik dan beranjak pergi. Melewati Bagas yang masih
berdiri di ambang pintu tanpa kata. Melirik pun tidak.

Hujan di luar masih deras. Bahkan bertambah


deras. Tetesnya besar-besar dan tajam. Prisil menarik
napas panjang menguatkan diri, lantas membuka jok dan
mengenakan jas hujan. Di agak kerepotan saat
memundurkan motornya dari garasi rumah Binar, bahkan
nyaris terpeleset lantaran bagian bawah sepatunya yang
licin. Untungnya, tidak.

GC Orang Iseng 45
Melambaikan tangan pada Binar yang
mengantarnya sampai undakan teras, Prisil kemudian
mengegas motornya pulang, bersama hawa dingin yang
mungkin akan menemaninya sampai di rumah.

Setidaknya, berteman dingin lebih baik ketimbang


Bagas.

Namun, sial. Sepertinya keberuntungan sedang


tidak bersama Prisil malam itu. Di tengah jalan, setelah
jauh dari rumah Binar, motor matic tuanya mogok tanpa
sebab. Binar sudah mencoba menstarter berkali-kali,
tapi gagal. Ia bahkan membuka tangki bensin untuk
memeriksa kali saja indikator bensinnya rusak dan
menampilkan petunjuk yang salah. Tapi, tidak. Bensinnya
memang tak banyak, tapi ada.

Kalau begitu, kenapa?

Menarik napas panjang, Prisil merasa badannya


mulai menggigil. Ia melirik ke kanan dan kiri, berusaha
mencari bantuan. Entah pada siapa. Tetapi kondisi
jalanan agak sepi, tidak seramai biasanya. Tentu saja.
Orang-orang akan lebih memilih bergelung nyaman di
balik selimut ketimbang keluyuran saat hujan begini.

GC Orang Iseng 46
Tahu satu-satunya bantuan yang bisa didapat
tanpa harus merasa sungkan hanyalah dari rumah, Prisil
merogoh ponselnya dalam tas yang dikenakan di balik jas
hujan. Ugh, benar-benar riweh.

Prisil sedang dalam upaya melepas jas hujannya


saat sebuah mobil merah yang familier sekaligus asing
berhenti di bahu jalan, tepat di belakang sepeda
motornya yang sudah Prisil pinggirkan.

Jiwa parno Prisil yang tak kenal situasi dan tempat


membuat gadis itu langsung siaga, takut-takut mobil
tersebut merupakan milik penjahat yang ingin menculik
dan membunuhnya untuk mengambil organ dalamnya.

Prisil sudah akan bersiap lari saat pintu mobil


tersebut terbuka, menampilkan sosok yang ... Prisil
mengerjap dan menyipikan mata. Ia seolah kenal postur
itu, hanya saja wajahnya tak bisa terlihat lantaran
terhalang payung hitam yang pelan-pelan terangkat,
memperlihatkan sosok yang sungguh sudah sangat Prisil
kenal.

Orang terakhir yang Prisil pikir akan datang


menolongnya.

GC Orang Iseng 47
Bagas Samuel Suroso. Adik Binar, sahabatnya.
Dengan langkah mantap dan tangkas, ia mendekati posisi
Prisil berdiri dan berhenti tepat satu meter di depannya.

Prisil ingin bertanya, sedang apa Bagas di sini,


tetapi ia tidak bisa menemukan suaranya dan hanya bisa
berdiri terpaku, menatap Bagas dalam diam.

Kenapa lo berhenti di sini? Pertanyaan tersebut


bukan dari Prisil. Sungguh. Meski seharusnya ia yang
mengajukan kalimat itu.

Lo sendiri ngapain di sini? Prisil balik bertanya


setengah berteriak agar gelombang suaranya bisa sampai
pada sang lawan bicara di tengah hujan yang masih deras.
Air mulai menggenang di jalan, sejajar denga tinggi
trotoar dan membuat gadis itu makin menggigil lantaran
kaki mulai terendam.

Pertanyaan nggak bisa dijawab dengan pertanyaan,


Pris.

Prisil mengertakkan gigi melawan dingin. Paru-


parunya terasa mengembang dengan menyakitkan. Motor
gue mogok, jawabnya di antara gemeretak giginya.

Bagas menurunkan pandangan, meneliti motor


Prisil yang teronggok menyedihkan. Motor tua yang

GC Orang Iseng 48
sudah sering keluar masuk bengkel. Sangat timpang bila
disandingkan dengan mobil bagus keluaran terbaru milik
Bagas. Lo butuh motor baru, komentar Bagas ringan,
seolah sama sekali tanpa beban, dan sekali lagi berhasil
membuat Prisil geram.

Tak perlu diingatkan, Prisil tahu motornya sudah


harus diganti. Hanya saja, Prisil bukan manusia beruntung
seperti Bagas yang tinggal bilang dan barang
keinginannya sudah teronggok di depan hidung. Di rumah
Prisil hanya ada dua motor. Satu yang lebih bagus milik
adiknya, dan ini. Yang biasa ayah Prisil pakai saat
berdagang ke pasar setiap pagi. Kebetulan jarak pasar
dengan rumah tidak terlalu jauh, jadi setiap kali
mengalami mogok, ayah hanya tinggal harus menelepon
Prisil untuk menjemput, kemudian mereka akan pulang ke
rumah dengan berjalan kaki sambil membawa beberapa
barang. Atau lanjut berangkat dengan membawa banyak
barang ke pasar. Masih dengan berjalan kaki.

Prisil biasanya akan meminjam motor Deo saat


hendak menempuh perjalanan yang lumayan jauh, hanya
saja sore tadi motor sang adik sedang di bawa ayah
mereka ke kondangan. Jadilah Binar harus terpaksa
menggunakan ini dengan harapan semua akan baik-baik
saja.

GC Orang Iseng 49
Bersedekap lantaran menggigil bukan karena
untuk menunjukkan gesture angkuh, Prisil berucap
dongkol. Gue butuh solusi biar motor gue bisa jalan lagi,
bukan kritikan dari lo.

Bagas mengangkat satu alis. Omong-omong, gue


kasih saran, bukan kritikan.

Sial! Haruskah Bagas mengoreksi kesalahannya di


saat-saat seperti ini? Prisil memalingkan wajah malu.

Bagas yang sama sekali tak merasa bersalah, maju


hingga menyisakan jarak satu langkah di antara mereka
dan memajukan payungnya hingga tubuh Prisil setengah
tak kehujanan. Melihat itu, Prisil benar-benar
terperangah. Tak menyangka Bagas akan melakukan hal
itu. Sukses membuatnya terharu dan nyaris terbawa
perasaan.

Demi apa, ini romantis sekali. Berdeham salah


tingkah, Prisil mendongak dengan pipi memerah.
Memerah karena dinging dan karena tersanjung.
Makasih, katanya malu-malu kucing. Siapa sangka,
ternyata Bagas bisa semanis ini juga. Padanya!

Terima kasih buat apa?

GC Orang Iseng 50
Ini. Prisil menunjuk ke atas, pada payungnya, yang
Bagas tanggapi dengan menatap gadis itu seolah Prisil
tumbuh tanduk lima di atas kepalanya.

Pegang, ujar Bagas lambat-lambat, seolah


mengajari anak kecil bicara dan memahami makna dari
kata-katanya. Jangan sampai gue kebasahan saat periksa
motor lo.

Apa maksud ... Prisil menelengkan kepala dengan


mulut ternganga begitu otak kecilnya bisa paham
sepenuhnya.

Bahwa Bagas maju mendekat, mengulurkan payung


ke arahnya bukan untuk ... melindungi Prisil dari hujan
melainkan—

—agar Prisil memayunginya?

Begitukah?

Sungguh luar biasa!

Mau dibantuin, nggak? desak Bagas mulai tak


sabar saat Prisil tak kunjung meraih gagang payung yang
disodorkannya.

GC Orang Iseng 51
Emang lo bisa benerin motor? Harga diri Prisil
yang terluka tidak bisa dengan begitu mudah menerima
bantuan tak jelas lelaki itu.

Gue punya bengkel kalau lo lupa.

Aish ... Prisil benar-benar lupa! Kenapa ia selalu


tampak bodoh di saat-saat seperti ini? Terlebih di depan
Bagas yang sejak dulu amat sangat membanggakan
kapasitas otaknya yang memang pintar itu.

Cemberut, Prisil tak punya pilihan selain merampas


payung dari tangan Bagas dan memayunginya saat lelaki
itu mulai berjongkok, memeriksa bagian bawah sepeda
motor Prisil yang basah. Dan Prisil mengamatinya.

Siapa sangka, Bagas juga bisa bekerja dengan


baik. Lelaki itu memiringkan motor Prisil dengan begitu
mudah dan memegangi benda itu seolah tanpa beban.
Lantas mengotak-atik seperti mainan.

Saat Bagas menunduk kian dalam, bagian depan


rambutnya yang agak panjang jatuh ke depan
menghalangi pandangan dan langsung Bagas seka dengan
tangan kanannya yang kotor, praktis meninggalkan noda
hitam di kening mulus itu.

GC Orang Iseng 52
Alih-alih membuat terlihat buruk, Bagas justru
tampak makin maskulin dan menarik dengan noda hitam
di dahinya.

Prisil buru-buru mengalihkan pandangan. Menatap


Bagas yang sedang fokus mengerjakan sesuatu yang
merupakan mintanya berlama-lama, sungguh tidak baik
untuk kesehatan mental, jantung, otak dan hati
mungilnya. Karena lelaki itu sungguh bisa terlihat sangat
berbeda. Sama sekali tidak tampak nyinyir.

Begitu kembali bangkit berdiri, Bagas mendesah


panjang. Mau tak mau mengundang kembali perhatian
Prisil kembali padanya.

Berapa lama lo nggak ganti oli gardan? tanyanya.

Gue selalu ganti oli tiap bulan.

Oli gardan, Pris, bukan oli mesin.

Emang beda, ya?

"Menurut lo?!"

"Sama aja, kan?"

"Ya beda lah!"

"Emang apa bedanya?"

GC Orang Iseng 53
Bagas mendesis seraya menarik napas panjang.
Barangkali merasa percuma berbicara dengan Prisil. Yang
ada ia hanya akan kesal sendiri. Jadi, ia tak menjawab
pertanyaan bodoh itu, dan hanya menjelaskan kesalahan
pada motor si gadis ini. Motor lo mengalami overheat.
Businya juga harus diganti, dan filternya kotor sekali, di
akhir kalimat, Bagas menatap Prisil penuh tuduhan, tapi
yang ditatap sama sekali tidak peka.

Dia dengan polosnya malah bertanya, Filter yang


bagian mana? Biar nanti gue bersihin di rumah. Terus
kalau overheat juga harus gimana? Gue juga nggak bawa
busi cadangan.

Bagas hanya bisa menganga menatap sang lawan


bicara. Sama sekali tak habis pikir. Bagaimana bisa
seseorang yang sama sekali tidak mengerti masalah
motor dibiarkan mengendarainya?

Lo punya SIM kan, Pris? tanya Bagas tiba-tiba,


mendadak ragu.

Prisil sesaat tampak bingung dengan arah


pembicaraan mereka yang melompat-lompat, tapi
kemudan ia mengangguk dan menjawab dengan nada
tersinggung. Ya punyalah!

GC Orang Iseng 54
Hasil nembak?

Enak aja! Prisil berkacak setengah pinggang


dengan tangan yang bebas, sedang tangan yang lain masih
memegang payung tinggi-tinggi. Dia ternyata cukup
mungil saat mereka berdiri sedekat ini. Gue ikut ujian,
ya! Dua bulan! lanjutnya, seolah merasa begitu bangga
mengikuti ujian selama itu. Dua bulan!

Pasti keseringan gagal di ujian materi, kan? tebak


Bagas yang Prisil jawab dengan dehaman ketus.

Ah, sudah bisa diduga.

Jadi, motor gue gimana?

Harus dibawa ke bengkel.

Prisil menggigit bibir dan spontan celingukan ke


kanan dan ke kiri seperti orang bodoh. Ugh, Bagas lupa.
Prisil memang bodoh. Di sini nggak ada bengkel, katanya
seolah Bagas tidak tahu fakta itu. Mendongak dengan
tampang nelangsa ke arah Bagas, Prisil mengernyit
menatap sesuatu di keningnya. Ada noda di dahi lo. Ia
menunjuk ke suatu tempat di atas alis kiri Bagas, yang
praktis membuat Bagas mengangkat tangan dan menyeka
bagian itu hanya untuk mendengar ringisan gadis itu.

GC Orang Iseng 55
Nodanya makin ke mana-mana. Tangan lo kotor.

Bagas menunduk, lalu berdecak mendapati


tangannya terkena noda oli yang lengket dan hitam.

Prisil yang merasa memiliki utang terima kasih,


mengambil sesuatu di kantong sepeda motornya. Sapu
tangan yang lepek karena kebasahan dan membawanya
kembali ke depan cowok itu. Lantas mengulurknannya.

Lo mau gue nyeka kening pake kain itu? tanya


Bagas sangsi, menatap ngeri pada kain biru di tangan
Prisil yang—demi hujan—diambil dari kantong sepedanya
yang kotor ini?!

Dengan tampang lugu, Prisil mengangguk yakin. Dan


saat Bagas hanya menatapnya dengan mulut menganga,
gadis itu berdecak. Lalu ia maju lebih dekat, berjinjit,
lantas bantu menyeka kotoran di kening Bagas dengan
usapan yang tak bisa dibilang lembut menggunakan kain
bertekstur kasar yang sudah pasti mengandung banyak
kuman.

Hanya saja, Bagas tidak bisa berkutik saat itu.

Perpaduan aroma hujan, selokan, kenalpot


kendaraan, juga samar-samar wangi telon telah berhasil

GC Orang Iseng 56
menghipnotisnya. Membuat ia hanya bisa terdiam.
Kehilangan napas, dan—

—kenapa ia deg-degan?

GC Orang Iseng 57
BAB 4

Ada yang salah dengan dirinya. Bagas menyadari


itu. Kesalahan yang akan sulit ia tanggung.

Bagaimana bisa ia terpesona pada seorang Prisila?


Juga jantungnya yang ... ya ampun, masih berdebar
bahkan setelah gadis itu keluar dari mobilnya.

Benar, karena keadaan, Bagas terpaksa mengantar


Prisil pulang. Dengan mobilnya. Tolong beri penekanan
pada kata terpaksa. Digarisbawahi kalau perlu. Ter-pak-
sa.

Kalau bukan karena motor gadis itu tidak mogok di


jalan, mana mungkin Bagas sudi, batinnya dari sisi yang
masih waras. Namun sisi lain dirinya yang mulai hilang
akal, malah menghidu dalam-dalam aroma basah dan
samar-samar telon yang gadis itu tinggalkan. Menyadari
hal tersebut, Bagas bergidik ngeri. Ia tidak mungkin
memiliki alter ego, kan?

Kerterpaksaan mengantarkan Prisil memang masih


bisa dibenarkan. Tetapi, bagaimana dengan kenyataan
Bagas memilih jalan memutar dan rute yang lebih jauh
saat hendak pulang ke rumahnya dalam kondisi hujan
deras?

GC Orang Iseng 58
Ugh!

Benar-benar ada yang salah dalam diri Bagas.


Sangat salah.

Menyandarkan tubuh ke punggung jok di balik


kemudi, Bagas memijit tengkuk demi menghilangkan
pusing hanya untuk tertegun kemudian saat mengingat
tindak impulsif Prisil beberapa waktu lalu. Saat gadis itu
maju dan membersihkan noda oli di keningnya. Spontan,
mata Bagas bergulir ke atas dasbor, tempat kain biru
basah itu masih bertengger.

Bagas tahu Prisil melupakan benda tersebut sejak


membuka pintu mobil hendak keluar, tapi entah mengapa
Bagas tidak mau repot-repot memberi tahu. Satu lagi
kenyataan yang sangat sulit ia terima.

Bagas menyentuh keningnya, lalu menggosok


bagian itu dengan kasar menggunakan tisu kering yang
tersedia di mobil, meyakinkan diri sendiri bahwa ia
sedang berupaya menghapus jejak Prisila yang bebal,
lemot dan menyebalkan. Seiring dengan ingatannya yang
tak mau hilang tentang kejadian tadi, nyaris satu jam lalu
di trotoar pinggir jalan. Di tengah amukan hujan dan kilat
yang menyambar.

GC Orang Iseng 59
Udah bersih, katanya begitu selesai mengusap
bagian sebelah atas dekat alis kanan Bagas seraya
menurunkan tumitnya dan mengambil satu langkah
mundur, menjauh dari perlindungan payung hitam yang
Bagas pakai. Omong-omong, makasih atas bantuan lo. Lo
boleh pulang sekarang.

Bagas menelan ludah. Ia berkedip—tak hanya


sekali—untuk mengumpulkan seluruh kewarasan dan
kenormalannya yang lenyap entah ke mana, sebelum
kemudian ia berpaling muka dan bertanya tanpa menatap
sang lawan bicara. Terus lo?

Gue bakal telepon bokap buat jemput. Nggak


mungkin gue jalan kaki sambil ngedorong motor ke rumah.
Rumah gue masih jauh dari sini.

Kenapa nggak minta gue anterin aja? Adalah


pertanyaan spontan yang tebersit dalam benak Bagas,
tetapi mulutnya berhasil memodifikasi kalimat tersebut
menjadi lebih sengit dan penuh hinaan. Kenapa lo setega
itu? Dan Bagas bangga akan kemampuan mulutnya yang
bisa menyesuaikan.

Tega? Prisil yang tentu tak paham maksud Bagas,


balas bertanya. Bingung.

GC Orang Iseng 60
Bokap lo udah tua, Pris. Dan sekarang hujan. Lo
mau dia kebasahan ke sini cuma buat jemput lo? Pikirkan
kesehatannya.

Andai, andai saja bukan ciptaan yang Mahakuasa,


Bagas yakin rahang kecil itu akan jatuh mengikuti tarikan
gravitasi dan mengambang di atas genangan air hujan
sebelum kemudian terbawa aliran air lantaran saking
lebarnya Prisil menganga. Tampak jelas sekali ia
kehilangan kata-kata. Air hujan yang turun dengan deras,
membasahi raut tercengangnya, membuat Prisil harus
menyeka wajah dan mengatupkan bibirnya kembali sambil
membuang muka dan menggeleng-geleng tak paham,
lantas berkacak setengah pinggang menghadap Bagas
dengan ekspresi tersinggung. Jadi maksud lo, ujarnya
menggunakan nada yang sama sekali tidak ramah, gue
harus dorong motor ini sendirian ke rumah, gitu?

Dengan entengnya, Bagas mengangguk sekali,


membuat Prisil makin kehilangan kata-kata.

Lo gila! tukasnya. Bokap gue bukan lo! Dia nggak


bakal, sama sekali, keberatan jemput putrinya yang
mengalami musibah!

Hal kecil ini aja lo sebut musibah? Bagas benar-


benar harus diberi penghargaan atas kemampuannya

GC Orang Iseng 61
berkomunikasi sebagai penerima anugerah pemilik mulut
paling menyebalkan di bumi. Sungguh!

Seenggaknya, gue nggak akan nyebut terjebak


bareng lo di bawah hujan dengan keadaan motor mogok
sebagai berkah! desis Prisil kesal.

Terjebak? Bagas mengulang kata itu dengan nada


janggal. Ia memindahkan payungnya ke tangan kiri hanya
agar bisa ikut berkacak setengah pinggang seperti Prisil
seraya menelengkan kepala.

Ya! Terjebak! Prisil membenarkan dan kian


memperjelas dengan nada yang lebih tegas.

Gue nolong lo, Pris. Seenggaknya, terjebak bukan


kata yang tepat. Gue rela menghentikan mobil di pinggir
jalan, basah-basahan, kotor-kotoran cuma buat bantuin
lo. Dan lo bilang terjebak, seolah lo yang berkorban.
Padahal itu gue!

Gue nggak minta, kan? Lo bisa terus jalan tadi.

Bagas mengeratkan genggamannya pada gagang


payung dan melotot pada Prisil. Urat-uratnya mulai
tegang. Oh. Bagas bukan lelaki sabar. Bukan. Bahkan
tingkat kesabarannya jauh lebih pendek dari orang
kebanyakan. Dan dipaksa harus berhadapan dengan Prisil

GC Orang Iseng 62
yang ... luar biasa ini, merupakan ujian teramat berat. Lo
emang nggak minta, tapi gue punya nurani, balas Bagas di
antara giginya yang bergemeretak saking jengkelnya.

Lo punya nurani? Gue baru tahu.

Suasana hati gue lagi buruk sekarang, Pris. Jangan


tambah lagi kalau lo nggak mau benar-benar gue tinggal
sendirian.

Alih-alih takut, Prisil malah mengangkat dagu


tinggi-tinggi. Menantang. Tinggalin aja!

Lo yakin?

Yakin!

Lo nggak takut?

Kenapa gue harus takut?

Bisa aja nanti lo diganggu preman. Diperkosa!

Hidung Prisil tampak sedikit mengerut saat Bagas


mengatakan itu. Ada sekelebat ekspresi takut dalam
wajahnya, yang langsung hilang begitu ia mengubah pose
tubuhnya dengan bertumpu pada satu kaki dan melipat
tangan di depan dada seolah ingin melindungi diri. Gue
yakin bahkan preman bakal lebih milih bergelung di balik

GC Orang Iseng 63
selimut ketimbang gangguin gue yang sama sekali nggak
menarik.

Tidak menarik? Bagas mengernyit tak setuju.


Prisil memang tidak cantik. Seluruh dunia akan sepakat
dengan pendapatnya. Dia juga tidak memiliki lekuk tubuh
seperti jam pasir—jangan lupa Bagas pernah jatuh
menimpanya lima tahun lalu dan masih ingat betul betapa
rata ... ah, lupakan. Namun gadis itu mempunyai sedikit
daya tarik. Dia memiliki senyum manis—yang baru Bagas
sadari. Tawa yang menyenangkan. Pikiran yang lugu.
Wajah ramah. Ekspresi yang jujur. Juga ... pandangan
Bagas turun ke bibir Prisil yang agak lebar dan meruncing
ke samping dengan bagian bawah yang penuh. Bibir yang
kini tampak agak pucat lantaran lipstiknya luntur, hanya
untuk berpaling muka kemudian karena tak ingin
diingatkan lagi pada kenangan ciuman tanpa sengaja itu.
Kalau gitu gue pergi! ujarnya ketus.

Pergi aja!

Bagas tidak perlu diusir dua kali. Ia langsung


berbalik dengan seluruh harga dirinya. Melangkah
panjang-panjang menuju mobil. Membuka pintunya kasar
dan menutup payung penuh emosi sebelum meleparkannya
ke jok belakang.

GC Orang Iseng 64
Kenapa ia harus repot-repot membantu seseorang
yang sama sekali tidak butuh?

Menutup pintu mobil sama kasar seperti saat


membuka tadi, sekali lagi Bagas menatap gadis itu yang
masih berdiri di trotoar. Prisil tampak sibuk berusaha
menyingkap jas hujannya, barangkali untuk mengambil
ponsel.

Bagas memukul dasbor sebagai pelampiasan atas


kebodohan Prisil. Sungguh. Dia bisa meminta Bagas
mengantarkannya pulang. Bagas toh tak akan menolak.
Mana bisa Bagas tega meninggalkannya di sini, kehujanan
seorang diri. Meski dirinya bukan orang baik,
seenggaknya Bagas juga tidak jahat.

Ah, terserah lah!

Bagas memutar kunci. Menekan tombol start. Dan


... memukul dasbor lagi. Kali ini lebih keras.

Terkutuklah perasaan sialan ini.

Menggertakkan gigi, Bagas kembali membuka


pintu. Ia keluar bahkan tanpa menutupnya kembali.
Melangkah lebar-lebar dengan tekanan penuh di setiap
jejak, menghampiri Prisil yang sudah berhasil mengambil
ponselnya dan sedang berdiri membelakangi.

GC Orang Iseng 65
Tanpa permisi, ia menarik lengan gadis itu yang
masih berlapis jas hujan, menyeretnya paksa menuju sisi
bangku sebelah kemudi. Membukakan pintu. Lantas
mendorongnya masuk. Mengabaikan Prisil yang meronta
dan menjerit-jerit minta dilepaskan.

Gue anterin lo pulang! katanya sebelum menutup


pintu bagian penumpang masih dengan gerakan kasar.

Lelaki itu kemudian memutari kap depan dan ikut


masuk.

Gue bisa pulang sendiri! pekik Prisil tepat saat


Bagas duduk di bangku kemudi.

Nggak usah keras kepala, Pris!

Gue nggak maksud keras kepala! Tapi, kalau lo yang


anter gue pulang, motor gue gimana?!

Sekali pun bokap lo jemput, motor lo gimana?

Benar juga. Prisil terdiam. Ia menggigit bibir


sambil melirik motornya nelangsa. Ragu-ragu ia berkata,
Papa bisa bawa orang bengkel.

Jam segini?

GC Orang Iseng 66
Prisil mendelik mendengar pernyataan sarkastis
itu. Ia berpaling muka ke samping, menolak menatap
Bagas.

Lepas jas hujan lo. Pasang sabuk pengaman. Kita


pulang.

Tapi, motor gue ....

Tenang aja kenapa, sih? Nanti gue suruh karyawan


gue jemput!

Gimana kalau motor gue ilang sebelum karyawan lo


jemput?

Gue ganti baru!

Beneran?

Lo mau pegang KTP gue sebagai jaminan?

Prisil berdeham. Nggak usah, katanya kalem


sambil membuka jas hujannya yang basah dan berhasil
membasahi hampir seluruh jok samping kemudi. Kalau lo
ingkar, gue bakal ngadu sama Binar.

Anehnya, Bagas sama sekali tidak marah. Ia malah


menunggu dengan sabar dan mengamati dalam diam
setiap gerakan Prisila sampai gadis itu berhasil
menggulung jas hujannya.

GC Orang Iseng 67
Lo punya kantong kresek? tanya Prisil kemudian
sambil memangku gulungan jas hujan yang terus-terusan
meneteskan air.

Nggak ada.

Terus jas hujan gue gimana?

Taruh aja ke jok belakang.

Nanti jok lo basah semua, gimana?

Udah terlanjur basah sama payung gue.

Prisil menoleh ke belakang untuk memastikan


kebenaran omongan Bagas. Lalu meringis melihat kondisi
payung yang diletakkan asal-asalan. Seperti habis
dibanting. Di sebelahnya, terdapat gulungan selimut
tebal merah jambu bergambar kucing yang Prisil kenali
sebagai milik Cesya. Mungkin teringgal di sana.

Maaf, cicit gadis itu, sungguh-sungguh merasa


bersalah. Yang Bagas balas hanya dengan dengusan kasar

Melirik Bagas diam-diam, Prisil meletakkan jas


hujannya dengan hati-hati di atas payung agar tidak
makin mengotori mobil baru lelaki itu. Kemudian
memasang sabuk pengamannya dan berusaha tak
mengeluarkan suara apa pun selama perjalanan ke rumah

GC Orang Iseng 68
agar tidak mengganggu konsentrasi adik Binar selama
mengemudi, mengingat hujan deras membuat jarak
pandang terbatas. Bagas juga tidak mengajaknya
mengobrol. Jadi Prisil hanya diam. Ia bahkan tak
mengatakan apa pun soal suhu di mobil yang terlalu
dingin.

Melipat tangan agar tubuhnya sedikit terasa lebih


hangat, atau biar setidaknya tidak terlalu kedinginan,
Prisil menyandarkan kepala ke jendela. Lalu tanpa sadar
jatuh terlelap. Barangkali karena kelelahan.

Begitu sampai, Bagas membangunkannya. Prisil


mengucapkan terima kasih dan turun. Tapi sebelum
menutup pintu kembali dan mengambil jas hujannya di jok
belakang, ia menyadari selimut yang tadi dilihatnya
tergulung rapi, kini tergeletak berantakan dan asal-
asalan. Juga terlihat agak lembap.

Mungkin Bagas menggunakannya untuk mengelap


kepala. Entahlah.

Dan tepat seperti dugaan, Prisil mengalami demam


esok harinya. Tapi fakta tentang ia yang diantar plang
dengan mobil bagus, membuatnya tak bisa istirahat
dengan tenang lantaran ibunya memberondong dengan
berbagai macam pertanyaan.

GC Orang Iseng 69
Semalam beliau sudah lelap saat Prisil tiba di
rumah. Deo yang membukakan pintu dan mengadukan
fakta tersebut pada Mama.

Tepatnya, yang Deo katakan kurang lebih begini,


Ma, Kak Sisil ninggalin motor Papa di jalan dan dia malah
pulang naik mobil. Semata agar Prisil kena omel.

Alih-alih kena omel, Mama malah berseru


kegirangan dan membangunkannya tidak sekasar biasa.
Beliau bahkan membuatkan teh hangat saat tahu Prisil
demam, juga membawakan camilan.

Melihat tingkah si mama, Prisil paham. Ada udang


dibalik bakwan.

Deo bilang, kamu pulang pake mobil. Siapa yang


antar? Bukan malah menanyakan kondisi motor yang
ditinggal.

Bagas, jawabnya enggan.

Beneran? Seperti ada bintang di mata Mama yang


membuat Prisil meringis.

Ya wajarlah, Ma. Motor aku mogok di jalan,


sungutnya sambil menaikkan selimut dan membelakangi
ibunya, isyarat bahwa ia sudah tak ingin mengobrol

GC Orang Iseng 70
tentang ini lagi. Karena ujung-ujungnya, Prisil tahu ke
mana arah pembicaraan ini.

Mama terlalu berangan-angan kalau mengharapkan


Bagas dan Prisil. Mana mau Bagas sama dia.

Lagi pula, kalau benar mereka berjodoh—yang


sepertinya tidak mungkin—tetangga mereka tak akan
bisa hidup tenang lantaran akan mendengarkan
pertengkaran setiap hari. Terlalu banyak perbedaan. Pola
pikir, cara pandang. Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Bukan kenyataan tentang motor kamu yang mongok


di jalan yang Mama pikirkan, ujar Mama, jelas sekali
pura-pura tak paham isyarat putrinya yang ingin istirahat
dan tak mau diganggu, tapi, gimana bisa dia yang nemuin
kamu?

Ya kan dia jalan pulang juga waktu itu. Kebetulan


emang aku yang pamit duluan, jawab Binar dengan suara
sangau. Satu lubang hidungnya mampet. Kepalanya berat.
Tubuhnya juga panas. Prisil mendesah di balik selimut.
Anehnya dia merasa kedinginan.

Mengabaikan Mama yang duduk di sisi tempat


tidurnya, Prisil berusaha memejamkan mata, hendak

GC Orang Iseng 71
kembali tidur dengan harapan saat bangun nanti
demamnya sudah pergi.

Alih-alih tidur, pertanyaan Mama selanjutnya


malah membuat ia terjaga sepanjang hari.

Emang, rumah kalian searah? Omong-omong,


beliau memang tidak tahu posisi rumah Bagas.

Kelopak mata Prisil yang semula tertutup, praktis


membuka lagi. Benar. Arah rumah mereka berlawanan.
Bukan berarti Prisil tahu di mana Bagas tinggal. Hanya
saja, Bagas sendiri yang mengatakan dengan jelas tadi
malam sebagai alasan menolak mengantarkannya saat
Binar meminta.

Arah rumah mereka berlawanan.

Lantas ... kenapa Bagas bisa menemukannya?

Belum juga pertanyaan tersebut terjawab,


tambah ruwet saat dua hari kemudian ada montir yang
mengantarkan motornya yang Papa terima dengan kening
berkerut-kerut. Beliau lantas menemui Prisil untuk
menanyakan biaya perbaikan.

Prisil yang memang tak paham tentang perintilan


sepeda motor, menjawab setengah enggan. Ia masih

GC Orang Iseng 72
batuk sisa hujan kemarin. "Gratis kali, Pa. Bagas kan
adiknya Binar. Temen Sisil."

"Sekalipun temen, kayaknya nggak mungkin gratis


deh, Sil. Hampir semua onderdilnya diganti baru. Pas
Papa coba, berasa naik motor baru. Mahal loh. Papa takut
kamu ditipu. Gimana kalau nanti tiba-tiba temen kamu itu
kirimin nota perbaikan? Emang kamu punya uang buat
bayar?"

Binar yang semula hendak menggigit emping


belinjo, memasukkan kembali makanan tersebut saat
berhasil mencerna kalimat panjang ayahnya. Suasana
hatinya mendadak buruk dengan berbagai macam pikiran
negatif.

Apa mungkin Bagas sedang berusaha


mengerjainya? Bisa jadi, mungkin sekalian tambahan
biaya mengantar Prisil pulang. Awas saja kalau memang
demikian.

Namun, bahkan setelah satu pekan berlalu, tak


pernah ada kiriman nota tagihan perbaikan. Yang malah
membuat Prisil merasa tidak tenang. Pun makin sering
membuatnya mengingat lelaki itu.

Dasar menyebalkan!

GC Orang Iseng 73
BAB 5

(Kontak tidak tersimpan): P

(Kontak tidak tersimpan): P

(Kontak tidak tersimpan): P

Bagas nyaris membanting ponselnya saat


mendengar bunyi notifikasi untuk ke sekian kali hanya
untuk menemukan pesan dari nomor tidak dikenal dengan
isi tak jelas.

P. Hanya P. Apa coba maksudnya?

Kalau memang perlu, tidak bisakah sekadar


mengetik salam. Selamat pagi atau 'Assalamualaikum'?
Jadi, jangan salahkan Bagas kalau memilih mengabaikan
dan sama sekali tak tertarik membalas.

Tepat bunyi notifikasi keempat terdengar, Bagas


sudah bertekad memblokir nomor tersebut kalau masih
mengirim pesan tak jelas semacam itu.

Membuka kunci malas-malasan, kening Bagas


berkerut membaca pesan terbaru. Dari kontak yang
sama. Isinya;

Gas?

GC Orang Iseng 74
Makhluk di seberang saluran ini, entah siapa pun
itu sepertinya hanya manusia kurang kerjaan yang luar
biasa memiliki waktu luang. Apa pun enis kepentingannya
pada Bagas, sepertinya memang tak sepenting itu.

Bagas benci orang yang suka bertele-tele.

Jadi, sekali lagi ia memilih untuk mengabaikannya,


dan sudah hendak keluar dari ruang obrolan tepat saat
pesan terbaru muncul.

(Kontak tidak tersimpan): Online, tapi pesan gue


dibaca doang.

(Kontak tidak tersimpan): Bales, kek.

(Kontak tidak tersimpan): Sok jual mahal banget


sih, lo!

Kerut di kening Bagas makin dalam seiring dengan


rasa penasarannya yang membesar. Ia melirik gambar
profil di pojok layar dan mendesah melihat kucing
nyengir yang terpajang. Nama id-nya Sisil. Sejauh yang
Bagas ingat, ia tidak punya teman yang memiliki nama
semacam itu. Hanya satu sil yang ia tahu.

Prisil.

GC Orang Iseng 75
Dan mengingatnya hanya membuat ia jengkel.
Jengkel pada sang pemilik nama, juga dirinya sendiri.

Siapa?

Bagas membalas beberapa saat kemudian.

(Kontak tidak tersimpan): Berapa biaya tagihan


motor gue?

Tanya dibalas tanya. Ini hanya kebiasaan


seseorang. Juga tentang motor. Bagas menelan ludah
tanpa sadar seiring dengan kerutan di keningnya yang
memudar.

Bagas memang punya bengkel, tapi dia bukan


bagian kasir. Dan setiap pelanggan hanya akan
menanyakan biaya pada admin di depan. Bukan pada
bosnya langsung. Kecuali untuk orang-orang tertentu.
Seperti keluarga atau kolega dekatnya.

Tetapi tak ada satu pun anggota keluarga Bagas


atau kenalan dekatnya yang memperbaiki motor ke
bengkel Bagas dalam pekan ini, kecuali ... gadis itu. Si
menyebalkan yang sungguh tak ingin Bagas ingat.

Lalu sekarang apa? Setelah menghantuinya


berhari-hari dalam bentuk bayangan bahkan

GC Orang Iseng 76
bergentayangan dalam mimpi, kini dia bahkan mengejar
Bagas melalui pesan.

Bodohnya Bagas, hal sekecil ini saja masih mampu


membuat jantung malangnya berdenyut kecil sebelum
kemudian merongrong rongga dada.

Bagas kenal perasaan ini. Ia pernah mengalaminya


dulu. Satu kali. Saat masih remaja. Hingga masa kuliah.
Pada Nara.

Tak ada gunanya membohongi diri saat gejala yang


dialaminya benar seperti ciri-ciri seseorang yang sedang
jatuh cinta. Oh, tapi bukan itu masalahnya. Sungguh.
Bagas sama sekali tidak keberatan jatuh cinta lagi. Malah
ia memang menginginkannya.

Namun, bukan pada Prisil.

Demi apa pun, Bagas punya banyak teman


perempuan termasuk Emili yang masih lajang, pun mereka
tetap intens berkomunikasi sampai sekarang. Ia juga
memiliki banyak kenalan perempuan dari berbagai
kalangan.

Yang lebih pantas.

Yang lebih baik.

GC Orang Iseng 77
Yang lebih cantik.

Yang lebih cerdas.

Yang lebih segala-galanya ketimbang seorang


Prisila Hajib.

Tak hanya itu, seringkali pelanggan bengkel


perempuan terang-terangan meliriknya penuh minat. Tapi
kenapa jantung sialan ini hanya bereaksi pada sahabat
Binar yang ... bukan tipe Bagas sekali.

Tidak. Tidak. Bagas tak pemilih masalah fisik.


Nara juga tidak secantik itu. Yang lebih ditekankan pada
wanita yang sangat ingin ia cintai dan nikahi adalah ... dia
harus merupakan makhluk berakal sehat yang bisa
berpikir cerdas. Mandiri. Diutamakan yang memiliki
perkerjaan. Bukan karena perihal keuangan, tapi menurut
Bagas, wanita yang bekerja terlihat sangat menarik dan
memiliki pendirian teguh. Dan pastinya pandai mengatur
waktu.

Sedangkan Prisila?

Dia bahkan jauh lebih parah dari Binar. Sangat


jauh dari standar yang Bagas inginkan. Kalau pun ia tak
bisa mendapat spesifikasi wanita idamannya, setidaknya

GC Orang Iseng 78
cukup pintar saja. Sudah! Apakah semustahil itu
mendapartkannya?

Menarik napas panjang—setiap kali berurusan


dengan Prisil, entah mengapa Bagas selalu kekurangan
asupan oksigen—Bagas mengetik balasan.

Bagas: Nggak usah dipirin.

(Kontak tidak tersimpan): Gue nggak mau berutang


sama lo.

Bagas: Kalau gue ikhlas, bukan utang namanya, Pris!

(Kontak tidak tersimpan): Tapi pasti bakal lo


ungkit-ungkit nanti kalau kita ketemu.

(kontak tidak tersimpan): Gue nggak mau. Gue


tetep bakal bayar.

(kontak tidak tersimpan): Tolong kirimin gue nota.

Bagas: Kalau mau, lo dateng aja ke kantor gue.

Detik setelah pesan terakhirnya terkirim, Bagas


mengutuk diri dan menyesal. Ia sudah hendak akan
menarik pesan tersebut dan menghapusnya untuk mereka
berdua tepat saat dua centang abu itu berubah biru.
Yang artinya terlambat. Prisila sudah membacanya. Ck!
Bagaimana bisa jarinya memiliki keinginan sendiri bahkan

GC Orang Iseng 79
menolak perintah otak?! Cikal bakal kekacauan yang lebih
besar!

Balasan muncul tak lama kemudian. Bagas


mendapati ia sama sekali tak beranjak dari ruang
obrolannya dengan Prisil bahkan sampai melupakan
daftar stok gudang yang mesti diurus. Saking lupanya, ia
bahkan tak sadar layar laptopnya sudah menghitam
lantaran kelamaan terabaikan. Lelaki itu hanya duduk
dengan punggung disandarkan, menatap ponsel yang
terus menyala sambil menggoyang-goyangkan kursi
kerjanya ke kanan dan kiri. Seperti bocah tak memiliki
pekerjaan, padahal tugasnya bertumpuk-tumpuk di akhir
bulan. Belum lagi laporan keuangan yang belum
tersentuh.

(Kontak tidak tersimpan): Ya elah, nota doang.


Kirim aja di sini. Nanti gue transfer.

Bagas: Gue nggak yakin lo pegang uang sebanyak


tagihan yang bakal gue kirim.

(Kontak tidak tersimpan): Kalau lo udah tahu,


kenapa lo ganti hampir semua onderdil motor gue,
Maliiihhhhh????

GC Orang Iseng 80
Membaca balasan itu, tanpa sadar Bagas tertawa.
Malih, katanya? Bagas terpingkal-pingkal sampai
mendongak demi menghapus setitik bening yang menetes
dari ujung matanya.

Bagas seolah bisa membayangkan seperti apa


wajah dongkol Prisil sekarang, seakan gadis itu berada di
depannya, duduk di seberang meja. Kalau mereka sedang
berhadapan, Prisil pasti sudah akan berkacak pinggang,
melotot garang dan cemberut berat.
Mmembayangkannya saja sudah cukup membuat Bagas ...
tambah gila.

Oh, ya ampun. Bagas benar-benar tidak


mengingjnkan Prisila. Ketakutan di dadanya mengembang.
Hanya saja, ia juga tidak bisa berhenti membalas setiap
pesan gadis itu. Sudah ia katakan, tangannya seolah bisa
bergerak sendiri, sama sekali mengabaikan perintah otak
yang sudah mewanti-wanti agar ia memblokir kontak
Prisil segera.

Alih-alih memblokir, Bagas justru menekan tombol


simpan dengan nama Pengacau. karena Prisil benar-benar
sudah sangat sangat sangat mengacaukan hidupnya.

Pengacau: Lo sengaja mau malak gue apa gimane?!

GC Orang Iseng 81
Bagas: Kalau gue maksud malak lo, nggak mungkin
gue berniat kasih gratis, kan? Lo aja yang ngeyel dan mau
bayar.

Pengacau: Dari pada lo kasih gratis, mending lo


kasih gue potongan banyak! Tujuh puluh persen kalau
bisa.

Bagas: Kalau lo mau gue kasih nota di sini, gue


nggak bakal kasih potongan.

Pengacau: Emang apa bedanya? Toh, bakal tetep


gue bayar.

Bagas: Ya beda.

Bagas: Kalau lo ke sini, seenggaknya lo ada usaha.


Keluar keringat dan ada sedikit perjuangan. Itu yang gue
hargai.

Pengacau: Kenapa kesannya kayak lo yang pengen


banget ketemu gue?

Senyum yang sejak tadi terukir samar di bibir


Bagas, perlahan memudar. Ia mengepalkan satu tangan
saat membaca pesan terakhir Prisil. Berhasil
menyentilnya.

GC Orang Iseng 82
Bagas sama sekali tak bisa menyangkal. Dia
memang ingin Prisil muncul d hadapannya. Meski tahu,
mereka hanya akan cekcok lagi. Bertengkar seperti
anjing dan kucing yang nyaris tak pernah akur.

Bagas hanya ingin mencium aroma minyak telon


yang menguar dari tubuh gadis itu. Aroma minyak telon
yang sama seperti milik Cesya dan Dhamiri. Namun entah
mengapa, Bagas merasa sensasinya berbeda.

Bagas: Nggak usah kepedean!

Pengacau: Kalau nggak kenal lo, gue pasti bakal


ngira lo suka sama gue. Tapi, helo ... lo ini Bagas. Dan gue
kenal betul.

Pengacau: Jadi, iya deh. Gue ke sana.

Pengacau: Lo pasti seneng banget ngerjain gue.


Awas kalau diskonnya sedikit. Minimal 50% lah.

Pengacau: Kirimin alamat bengkel lo.

Pengacau: Gue OTW ke sana sekarang.

Bagas: OTW?

Bagas: Lo nggak mandi dulu?

Pengacau: Cuma ketemu lo doang ini.

GC Orang Iseng 83
Pengacau: Lagian gue juga udah mandi kemarin.

Benar. Hanya untuk bertemu Bagas saja. Prisil


menggunakan kata 'cuma'. Seolah Bagas memang sama
sekali tidak penting. Dan memang seharusnya begitu,
kan? Pun sebaliknya.

Bagas dan Prisil seharusnya tidak merasa penting


satu sama lain. Dunia mereka semestinya tak pernah
bersinggungan. Cukup sebagai kenalan. Tidak boleh ada
ketertarikan semacam ini. Khususnya dari pihak Bagas.

Dan apa kata Prisil tadi, andai bukan Bagas, Prisil


akan mengira dia menyuak gadis itu?!

Andai saja Prisil tahu, Bagas memang menyukainya.


Mulai menyukainya dengan cara yang menakutkan dan
sangat ingin sekali Bagas sangkal. Tapi, mengingkari pun
percuma. Jadi Bagas pikir, kenapa tidak?

Maksudnya, nikmati saja dulu. Jalani kegilaan ini


sampai bosan. Sampai ketertarikannya berkurang.
Sampai Prisil tak lagi membuatnya berdebar. Tidak perlu
sampai jauh. Cukup seperti ini saja. Pada akhirnya, Bagas
yakin ketertarikannya akan memudar seiring waktu. Kali
ini, Bagas mungkin hanya sedang terbawa suasana.

GC Orang Iseng 84
Meyakinkan diri bahwa hal sepele semacam ini
sama sekali tidak berbahaya dan tak akan
menenggelamkan dirinya lebih jauh, ia pun mengirim
lokasi bengkelnya pada kontak Prisila.

Tak sampai satu jam kemudian, salah satu


karyawannya mengetuk pintu dan mengatakan ada yang
sedang mencarinya. Bagas langsung bergegas keluar dari
ruang kerjanya dan turun ke lantai dasar.

Prisil ada di sana, di bangku tunggu barisan kedua


sambil celangak-celinguk mengamari segala penjuru.
Wajahnya sedikit berkeringat. Saat tatapannya
menemukan Bagas, senyum gadis itu otomatis terbit. Dia
praktis berdiri dan melambaikan tangan.

Hari itu panas. Di luar, matahari bertengger gagah


di langit dengan terik yang sama sekali tak ramah ke
kulit. Tetapi menurut Bagas, seberapa cerah mahtahari
saat ini, jelas kalah cerah dengan senyum polos Prisil.

Ck, Bagas benci kalau sudah puitis begini.

Hanya saja, Prisil memang tampak menyilaukan di


matanya, padahal ia datang dengan tampilan sederhana.
Kulot biru tua lipit-lipit. Kaus hitam yang dimasukkan ke
celana dan dipadu jaket denim sepaha, juga jibab persegi

GC Orang Iseng 85
yang kedua sisinya diikat di depan perut membentuk
simpul sederhana. Dompet ponsel bertali terkalung di
lehernya.

Dia sangat sederhana. Kesederhanaan yang entah


bagaimana berhasil membuat Bagas—sekali lagi—
terkesima.

Lo beneran dateng? sapa Bagas basa-basi. Begitu


mereka berhadapan. Bagas memberi isyarat agar Prisil
duduk kembali dengan dagu sebelum dirinya juga ikut
duduk di kursi tunggu yang tengah hari itu tidak terlalu
ramai.

Prisil mengambil jarak satu kursi dari Bagas


seraya kembali menjatuhkan bokongnya. Jangan bilang lo
nggak serius waktu minta gue ke sini? balas Prisil
setengah menuduh. Raut wajahnya langsung berubah. Ah,
Bagas lupa. Prisil memang tidak terlalu memiliki selera
humor. Benar-benar tipe orang yang memiliki jalan hidup
agak hambar dan membosankan. Juga bukan teman bicara
yang seru. Tetapi, kenapa Bagas malah senang mengobrol
dengannya akhir-akhir ini?

Serius lah.

Kalau gitu, mana nota yang gue minta?

GC Orang Iseng 86
Nggak mau ngobrol dulu? Lo mau langsung bayar?
Setelah jauh-jauh ke sini?

Prisil memutar bola mata jengah. Gas, kita nggak


pernah ngobrol, katanya, tarik urat, baru benar. Dan gue
lagi nggak tertarik berantem hari ini.

Mengernyit, Bagas baru menyadari, suara Prisil


agak sangau. Wajahnya juga sedikit pucat. Dan
keringatnya terlihat aneh. Lebih terlihat seperti
keringat dingin.

Berkedip, rasa khawatir mencengkeram dadanya.


Lo sakit?

Prisil berdeham kecil, berusaha menahan batuk.


Cuma agak demam gara-gara hujan kemarin.

Lo bilang udah biasa hujan-hujanan! hardik Bagas


tak suka.

Gue emang biasa hujan-hujanan. Dulu, tapi. Dan


ganjarannya memang selalu kayak gini. Lagian cuma flu
doang. Udah biasa.

Kenapa lo nggak bilang kalau sakit? Lo seharusnya


nggak perlu datang ke sini.

GC Orang Iseng 87
Mendesah jengkel, Prisil melipat tangan di depan
dada. Jangan mulai, deh, Gas. Gue lagi males main tarik
urat sama lo. Jadi, mana nota tagihannya! Ia mangulurkan
satu tangan, ditegadahkan di depan hidung Bagas.

Sang lawan bicara tak langsung menanggapi. Ia


tatap tangan Prisil di depannya cukup lama. Tangan itu
kecil. Jari jemarinya panjang dan kurus. Lebih pucat dari
tangan kebanyakan. Bagas tebak, gadis ini pasti juga
mengalami anemia.

Satu lagi kekurangan yang Bagas temui dari Prisil.


Dia sangat lemah. Mudah sekali sakit. Namun bukan
membuat Bagas ngeri, justru timbul keinginan yang
sangat kuat dalam dirinya untuk melindungi.

Sungguh, Bagas berada dalam tahap yang tidak


tertolong sekarang.

Lupakan masalah nota. Gue anterin lo pulang


sekarang! Bagas bangkit berdiri, entah mengapa merasa
marah. Marah pada diri sendiri. Andai ia mengantarkan
Prisil pulang malam itu, gadis ini tak akan kehujanan. Dan
juga tak akan jatuh sakit.

Lo nggak lagi ngerjain gue kan, Gas? Gue udah


jauh-jauh ke sini dan lo? Prisil tertawa mendengus. Tak

GC Orang Iseng 88
habis pikir dan menyangka Bagas sedang berusaha
mengerjainya. Lagi. Kalau benar demikian, Bagas benar-
benar keterlaluan.

Gue nggak tahu kalau lo sakit.

Tapi gue udah baik-baik aja sekarang.

Kalau lo baik-baik aja, lo nggak bakal keringetan


kayak gitu.

Prisil menyentuh keningnya yang memang agak


lembab. Di luar panas, dalihnya. Lipstiknya yang tipis
sama sekali tak bisa menutupi betapa pucat dan kering
bibir itu.

Tapi, di dalam sini dingin.

Prisil menggertakkan gigi kesal. Ia mendongak


menatap Bagas yang berdiri menjulang di depannya
dengan tatapan tak paham, setengah dongkol.

Kalau boleh jujur, Prisil memang masih merasa


agak pening. Butuh upaya cukup keras untuk sampai di
tempat ini demi mendapat diskon dan membayar
utangnya.

GC Orang Iseng 89
Namun apa yang kini ia dapat? Sifat menyebalkan
Bagas, alih-alih nota tagihan. Siapa yang tidak akan kesal
diperlakukan begini?

Tak bisakah lelaki itu hanya menyerahkan nota


tagihan atau cukup menyebut nominal agar Prisil bisa
segera membayar. Lalu beres. Urusan mereka selesai dan
ia bisa langsung pulang, pun melanjutkan istirahat.
Karena satu-satunya hal yang Prisil inginkan sekarang
adalah ... kasur. Bantal juga kalau ada.

Gue bisa pulang sendiri dan— gadis itu mengangkat


tangan ke udara saat melihat Bagas membuka mulut
hendak membantah, gue baik-baik aja. Lo nggak perlu
repot-repot.

Gue nggak bakal repot andai lo bilang kalau lo sakit


sejak awal! Tanpa sadar Bagas menaikkan volume
suaranya hingga mereka menjadi pusat perhatian
beberapa pasang mata di sana, termasuk karyawan Bagas
yang menatap bos mereka dengan tatapan heran. Bos
mereka memang sering sekali marah-marah, tapi bukan
pada atau di depan pengunjung.

Nggak usah sok khawatir, deh!

GC Orang Iseng 90
Gue emang khawatir. Prisil menggeleng tak
percaya. Bagas, khawatir padanya? Kalau memang benar,
pasti dunia sedang tidak baik-baik saja. Kalau gue nggak
kenal lo, gue beneran bakal ngira lo suka sama gue. Sikap
lo hari ini aneh tahu nggak sih?

Ya! Bagas menyugar rambutnya ke belakang. Ia


membuang muka saat mengakui dengan terang-terangan.
Tak mau lagi menutup-nutupi perasaan dan gelisah
sendiri. Ia juga ingin membuat Prisil kelimpungan karena
dirinya. Karena memikirkan perasaannya. Yang kini
sedang tergila-gila atau benar gila. Kayaknya gue emang
mulai suka sama lo. Itu masalahnya, lanjutnya, lupa bahwa
kini ia berada di depan banyak pasang mata yang
mengawasi hingga sama sekali tak merendahkan volume
suara.

Tepat saat mendengar bunyi siulan menggoda dan


teriakan ciee dari beberapa orang, barulah ia tersadar.
Dirinya sedang mempermalukan diri sendiri.

Bagas langsung mengumpat pelan. Ia menunduk,


menatap Prisil yang balas memandangnya dengan tatapan
... entah apa. Aneh? Sudah pasti. Seketika, Bagas sangat
ingin tahu isi kepala gadis itu selain kenyataan ukuran
otaknya yang pasti kecil.

GC Orang Iseng 91
"Gas." Prisil membasahi bibir bawahnya. Is
meringis sambil menggigit bibir. Pipinya yang pucat
sedikit merona begitu menatap sekeliling dan ikut
tersadar bahwa mereka sedang menjadi bahan tontonan.
"Menurut gue, kayaknya yang sakit itu lo. Mungkin efek
hujan kemarin. Gue yakin lo butuh diperiksa," ujarnya
pelan.

Terlanjur malu, sekalian saja. "Lo nggak percaya


sama gue?"

"Bukan gitu."

"Lantas?"

Prisil meringis lagi. Ia menunduk malu. Bukan pada


Bagas, tapi karena menjadi sumber perhatian. Bengkel
Bagas sama sekali tidak kecil. Di sini hampir lengkap.
Selain menyediakan perbaikan, juga menjual berbagai
suku cadang. Pelangganya juga banyak. Sesepi-sepinya
bengkel saat itu, setidaknya ada sepuluh orang yang
duduk di kursi tunggu, tujuh di bagian konter, belum lagi
para karyawan yang jumlahnya puluhan!

"Bisa kita bicara di tempat lain?"

"Kenapa?"

GC Orang Iseng 92
"Lo bikin malu kita berdua!" Prisil setengah
berbisik sambil menutup sebagian wajahnya dengan
tangan, yang sama sekali percuma. Semoga saja tidak ada
yang merekam dan menyebarkannya di sosial media. Ini
benar-benar memalukan.

"Sudah kepalang tanggung. Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Iya, atau nggak?"

"Iya, gue bakal bayar utang gue ke lo. Nggak usah


sampai sejauh ini buat permaluin gue."

"Demi ... bukan tentang utang, Pris!" Bagas tahu


Prisil bodoh, tapi kenapa harus sebodoh itu.

Bagas lebih bodoh lagi!

Dia menyatakan perasaan pada Prisil di depan


semua orang. Semua orang! Benar ini hanya main-main
untuk meringankan beban perasaan dan rasa penasaran
akan gadis ini. Tapi, tindakan impulsifnya benar-benar
sinting.

"Kalau bukan masalah utang, terus apa?!"

"Perasaan suka gue!"

GC Orang Iseng 93
"Ya, gue harus gimana?"

Mereka pasti terlihat seperti dua orang tolol yang


sedang melakukan adegan lawak. Pasti. Bagas mengusap-
usap wajah kasar, mulai tak sabar. Entah dirinya yang
terlalu pintar, atau Prisil yang terlalu bodoh. Obrolan
mereka berputar-putar dan tak menemukan titik terang.

Bagaimana bisa Prisil masih membahas utang saat


hampir semua orang sudah menggoda mereka dengan
siulan dan teriakan ciee tertahan?

Lalu saat Bagas meminta kepastian atas


perasaannya, dia malah bertanya harus apa?!

"Lo nggak pernah ditembak cowok, ya?"

Prisil memberengut. "Emang nggak. Apa


hubungannya?"

Bagas menggeram. Orang-orang di sekitar mereka


menahan tawa. Ini memang pertunjukan menarik. Saat
pikiran Bagas sudah kembali waras, ia yakin dirinya tidak
akan berani keluar rumah selama seminggu dan meminta
karyawannya menghapus cctv yang merekam bagian ini.

"Gue lagi nembak lo sekarang."

GC Orang Iseng 94
Lalu seketika, secara serempak, hampir semua
penonton mereka bertepuk tangan dan menyuruh Prisil
menerima.

Prisil yang kapasitas otaknya memang tak


seberapa, menatap Bagas heran dan malah terbengong-
bengong. "Lo suka sama gue?"

"Iya."

"Lo mau gue jadi pacar lo?"

Bagas menelengkan kepala sedikit dan meringis.


"Nggak juga."

Mendengar jawab Bagas, bunyi tepuk tangan di


sekitar mereka memelan, pun permintaan menerima yang
mereka teriakkan. Fokus pandangan tertuju pada Bagas
yang memang mengherankan. Dalam posisi itu, tak akan
ada yang percaya bahwa Prisil yang bodoh di sini. Bagas
tahu itu. Bahkan ia sendiri juga tak mengetahui apa yang
dirinya inginkan.

"Terus gue harus jawab apa?"

"Kepastian?"

"Tentang?"

"Kesediaan lo gue deketin atau nggak."

GC Orang Iseng 95
"Gue nggak tahu."

"Lo harus tahu."

Bunyi tepuk tangan sudah lenyap sepenuhnya. Pun


suara-suara lain. Barangkali mereka heran. Apa yang
sedang terjadi dengan dua manusia aneh itu?

"Gimana gue bisa tahu?" Prisil gregetan. Kepalanya


makin pening. "Nggak pernah ada orang cukup gila yang
pernah minta kesediaan mendekati gue di depan umum."

"Emang di tempat yang nggak umum pernah?"

"Ya, nggak juga."

"Kalau gitu jawab aja."

Prisil menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak


gatal. Benar-benar bingung. Bisakah dia pingsan saja?
Atau pura-pura pingsan? "Kalau gue bilang iya, gimana?"

"Gue bakal deketin lo."

"Kalau nggak?"

"Gue nggak bakal bikin hidup lo tenang."

"Berarti gue nggak punya pilihan kan?"

"Nggak."

GC Orang Iseng 96
"Kalau gitu ya udah."

"Ya udah, apa?"

"Terserah."

"Terserah gimana?"

"Ya, gitu."

"Gitu, apa?"

"Terserah lo mau deketin gue apa nggak."

"Berarti lo bersedia?"

"Bisa dibilang."

"Kalau gitu, lo harus mau gue anterin lo pulang."

"Kasih nota tagihan dulu ke gue."

Bagas mengangguk. Ia merogoh saku kemeja


putihnya, mengambil selembar nota yang sudah ia siapkan
selama menunggu Prisil di ruang atas. "Potongan tujuh
puluh persen seperti yang lo mau."

"Oke, makasih. Gue bayar." Prisil menerima kertas


tadi. Ia mengecek nominal yang tertera. Lumayan. Uang
yang ayahnya kasih benar-benar pas. Sama sekali tak ada
sisa. Prisil menyerahkannya masih dengan setengah

GC Orang Iseng 97
linglung, yang Bagas terima begitu saja dan masukkan ke
saku.

"Ayo, gue anter lo pulang. Lo butuh istirahat."

Prisil hanya mengangguk dan mengekori lelaki itu.


Tak tahu bagaimana cara memberi jawaban lain.

Masih dengan suasana yang mendadak hening,


mereka berjalan bersisian dalam diam menuju pintu
keluar. Seluruh pasang mata mengikuti gerak keduanya
masih sambil membisu. Mungkin ikut bingung. Atau
bertanya-tanya. Siapa yang sinting di sana?

Bagas dan Prisil. Atau justru mereka?

Begitu Bagas dan Prisil menghilang dari pandangan,


para penonton yang sama sekali tak beruntung itu saling
tatap satu sama lain dan bertanya, sebenarnya apa yang
dilakukan sepasang manusia itu tadi? Juga, jadinya
hubungan macam apa yang mereka jalin? Atau memang,
begini tren menyatakan perasaan sekarang?

Entah. Hanya Tuhan dan keduanya yang tahu.

GC Orang Iseng 98
BAB 6

Papa denger, kamu bikin kehebohan di bengkel.

Masih dengan senyum tak jelas di bibir, Bagas


mengangkat pandangan kepada ayahnya yang duduk di
seberang meja sambil menyesap kopi pagi yang baru
Santi buatkan. Seperti pagi-pagi biasanya.

Melihat ekspres semringah Bagas yang jarang


sekali terjadi tanpa alasan, terlebih saat putranya hanya
berkutat dengan ponsel sejak kemarin, sontak membuat
Bayu curiga.

Berdeham pelan, Bagas berusaha menormalkan


kembali ekspresinya sebelum menjawab dengan tanya
pura-pura lugu. Kehebohan? Ia jelas tahu betul
kehebohan yang Bayu maksud. Para karyawannya
kebanyakan memang seperti ember bocor kendati jenis
kelamin laki-laki lebih banyak ketimbang karyawan
perempuan. Maksud Papa?

Namun, upaya Bagas untuk pura-pura tidak tahu


apa pun gagal. Sebab, sang ayah rupanya sudah tahu
semuanya. Menurunkan cangkir dari bibir, Bayu kembali
meletakkannya ke atas meja dan menyilang kaki.

GC Orang Iseng 99
Tatapannya masih lurus, sama sekali tak meninggalkan
Bagas. Berusaha menelisiknya. Prisil, eh?

Bagas tersedak ludah sendiri. Ia menatap sang


ayah horor. Papa—

Papa lihat rekaman cctv.

Bagas menahan diri untuk tak mengumpat. Ia tahu


perkara ini akan lambat laun diketahui oleh keluarganya,
terutama Binar. Salah Bagas yang membuat tontonan di
depan umum. Hanya saja, Bagas pikir tidak akan secepat
ini. Ia harap, orang-orang akan tahu setelah semuanya
berakhir. Maksud Bagas, kegilaan ini. Kegilaannya
terhadap Prisila.

Oh, lelaki itu menelan ludah, Itu nggak serius, kok.

Serius juga malah bagus, dong. Papa kasih restu.


Prisil anak yang baik. Papa udah lama kenal dia. Keluarga
kita juga sedikit banyak tahu keluarganya. Jadi, di mana
masalahnya?

Masalahnya ... Bagas yang tidak mau. Menerima


perasaan ini saja masih terasa berat. Kenyataan bahwa
ia tertarik pada Prisil bukan seusatu yang bisa
dibanggakan.

GC Orang Iseng 100


Perempuan seperti Prisil ... tidak bisa dibanggakan.
Itulah masalahnya.

Benar, mungkin memang Bagas yang terlalu


sombong dan menetapkan standar terlalu tinggi. Namun,
apa salahnya? Wanita akan menjadi pakaian suami kelak.
Dan Bagas hanya tidak yakin Prisil bisa menjadi pakaian
yang layak untuknya. Dari segala sisi.

Kami masih muda, Pa. Jalan masih panjang.

Kamu mungkin masih muda, tapi bagi perempuan,


usia dua puluh tujuh tahun itu cukup tua untuk
membangun rumah tangga. Lihat Binar, dia bahkan sudah
punya anak empat, kan? Lagian, nggak usah ah pacar-
pacaran terlalu lama. Numpuk dosa kamu itu.

Bagas ingin membantah, mereka tidak pacaran.


Tak sampai seserius itu. Tetapi karena tak ingin
mendapat ceramah panjang, Bagas memilih untuk
mengiyakan saja dan kembali menunduk, melihat balasan
pesan dari nomor kontak yang ia simpan dengan nama
pengacau.

Tanpa terasa, sudah dua minggu berlalu sejak


kejadian memalukan di bengkel. Bagas dan Prisil hanya

GC Orang Iseng 101


berhubungan melalui telepon sejauh ini. Bertukar kabar
via pesan, atau sesekali melakukan panggilan video.

Awalnya agak kaku. Mereka hanya mengobrol


ngalor ngidul, seringnya tidak nyambung, lebih sering lagi
berdebat tentang sesuatu entah apa pun itu. Dan
pertengkaran lebih dominan. Bagas yang selalu memacing
emosi, tentu saja. Omongannya lebih pedas dari bon
cabai.

Kendati demikian, tiada hari tanpa bertukar


kabar. Semenjengkelkan apa pun keadaannya.

Lalu, satu bulan terlewati begitu saja. Kemudian,


dua bulan. Musim hujan yang penuh kenangan sudah
berlalu, menyisakan kemarau yang kembali membawa
cerahnya hari.

Alih-alih merasa bosan, Bagas mendapati satu hari


tanpa mendengar suara Prisil seperti ... ada yang kurang.

Prisil bodoh, memang. Tapi, dia menggemaskan


dengan caranya sendiri. Terlalu menggemaskan untuk
membuat Bagas bosan.

Apa kegiatan lo hari ini? tanya Bagas sambil


memeriksa daftar harga dan stok gudang yang sudah
habis. Ponselnya diletakkan di atas penyangga kecil dalam

GC Orang Iseng 102


posisi berdiri, menampilkan sosok Prisila yang belum
mandi dan tampak sama sekali tak cantik. Bahkan
kerudung instannya terpasang miring.

Nggak ngerjain apa-apa, jawab gadis itu dari


seberang saluran sambil mengunyah stik kentang. Suara
berisik terdengar dari sana. Prisil menghidupkan teve
yang sama sekali tak ditontonnya.

Cari kegiatanlah, Pris. Belajar masak atau apa.

Gue bakal belajar masak kalau udah nikah aja


nanti.

Harusnya dari sekarang, biar nanti nggak kagok.

Nyokap gue galak. Sekali bikin kesalahan di dapur,


apalagi bikin alat masak kesukaannya kegores, auto
dicoret dari KK gue.

Bagas menahan diri untuk tidak tersenyum


mendengar jawaban aneh itu. Selama kurang lebih dua
bulan mereka cukup dekat, Bagas sedikit banyak tahu
Prisila memiliki keluarga yang lumayan seru. Adik yang
nakal dan tiga saudara lain yang sudah berkeluarga. Salah
satu keluhan Prisil yang paling sering diungkit adalah adik
perempuannya yang menikah tanpa sama sekali memberi
uang pelangkah sebesar pun. Saat Prisil menceritakan

GC Orang Iseng 103


itu, Bagas nyaris tertawa terpingkal-pingkal. Bukan
perkara uang pelangkanya, melainkan cara Prisil
bercerita.

Gadis itu memiliki pikiran acak dan susah sekali


ditebak. Salah satu sisi menarikain yang Bagas temukan.
Barangkali sisi inilah yang membuat lelaki itu tak kunjung
bosan. Prisil selalu punya tingkah ajaib. Dia bisa menjadi
sangat malas, tapi mendadak rajin di lain hari. Saat
mengerjakan sesuatu, dia sama sekali tak bisa diganggu
lantaran fokusnya akan terpecah.

Prisil juga tak sepenuhnya tidak memiliki kegiatan


sehari-hari. Seringkali gadis itu ikut ke pasar untuk
membantu ayahnya berjualan. Ah, Prisil juga hobi
menjahit. Entah taplak, seprai, horden dan berbagai
macam jahitan lainnya. Kecuali pakaian atau sesuatu yang
perhitungannya rumit. Dari kegiatan kecil tersebut,
Prisil seringkali mendapat penghasilan, walau tak
seberapa karena tidak setiap hari ia mendapat pesanan.
Dan uang yang didapatkannya langsung habis untuk jajan.

Lagian, lo masak apa sampai bikin alat masak


kegores?

Waktu itu pernah tuh gue coba bikin telur gulung.


Gue mana tahu kalau teflon nyokap nggak bisa dipakein

GC Orang Iseng 104


spatula yang dari besi. Nggak sengaja kegores. Dikit
doang padahal, tapi ngamuknyaaaa....! Dari situ gue males
banget nyentuh dapur.

Tapi lo bisa bedain gula, garam sama micin, kan?

Ya bisa, dong! Gue nggak dongo-dongo banget juga


kali.

Baguslah kalau gitu, seenggaknya nanti lo bisa


bikinin laki lo telor ceplok.

Tolong jangan tanya apa jenis hubungan Bagas dan


Prisil. Bagas sendiri tidak paham. Yang pasti, prospek
mereka bukan pernikahan. Dan untungnya, atau nahasnya,
Prisil menyadari hal tersebut. Karena itulah, kendati
dekat, masih terasa ada sekat di antara mereka. Sekat
yang oleh satu sama lain tak ingin ditembus.

Tak ada sekalipun pembicaraan tentang hubungan.


Namun, satu sama lain juga seolah tahu, ada ketertarikan
di antara mereka yang tak bisa dilawan.

Menekan enter, Bagas menyadari Prisil tak lagi


menyahut sejak komentar terakhirnya. Mengangkat
kepala, ia melirik ponsel dan mendapati Prisil tak lagi di
sana. Kamera menunjukkan langit-langit ruang tenga

GC Orang Iseng 105


rumah Prisil yang mulai familier saking seringnya mereka
melakukan panggilan video.

Bagas membiarkannya dan lanjut mengerjakan


tugas yang belum selesai. Kurang dari lima menit
kemudian, video di layar ponselnya agak berguncang,
Bagas kira Prisil sudah kembali tapi ternyata ... panggilan
dimatikan.

Bagas yang bingung, mengambil ponselnya kembali


dan coba menghubungi Prisil lagi, tapi nomor telepon
gadis itu malah tidak aktif.

Bagas menarik napas panjang. Barangkali ponsel


Prisil sedang kehabisan baterai.

Namun, bahkan sampai tengah malam hari itu,


ponsel Prisil masih belum bisa dihubungi. Dan itu cukup
membuat suasana hati Bagas memburuk sepanjang hari.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Apa ia


membuat kesalahan tanpa disadari? Pikirnya.

Malam itu, karena tak ada yang menarik, Bagas


tertidur lebih awal dari biasanya. Namun sebelum
menutup mata, ia sempat mengirim pesan pada Prisil agar
menghubunginya lagi kalau sedang tidak sibuk. Yang

GC Orang Iseng 106


artinya begitu pesan tersebut terbaca, sebab Bagas tahu
tak pernah ada kata sibuk dalam kamus gadis itu.

Bagas bahkan tak mematikan paket datanya,


berharap ia terbangun saat mendapatkan balasan dari
Prisil. Dan balasan yang Bagas tunggu datang esok pagi.

Pengacau: Sori, kemarin ada acara keluarga di


rumah gue.

Tanpa sadar, Bagas bernapas lega. Setidaknya


Prisil tidak marah karena ia membuat kesalahan.

Bagas: Acara apa?

Pengacau: Cuma kedatangan keluarga teman ayah


aja, kok.

Bagas: Oh.

Prisil tidak membalas lagi. Bagas berisiniatif


menelepon, tapi tidak diangkat. Gadis itu hanya
mengatakan via chat, dirinya sedang ada kerjaan. Yang
Bagas artikan, mungkin dia menerima jahitan atau
membantu ayahnya di pasar.

Namun, ini mulai aneh. Sejak hari itu, Prisil jadi


agak sulit dihubungi. Mereka kian jarang teleponan aplagi
panggilan video. Kalau pun ada kesempatan, tak lagi

GC Orang Iseng 107


selama durasi sebelum-sebelumnya yang kadang bahkan
sampai berjam-jam.

Bagas yakin ada yang salah. Tapi, apa? Ia pernah


mencoba bertanya, namun Prisil malah mengalihkan topik
pembicaraan.

Keadaan tersebut berhasil membuat Bagas uring-


uringan dan tak semangat melakukan apa pun. Mungkin ini
hanya menandakan satu hal. Prisil lebih dulu merasa
bosan. Sedang Bagas sebaliknya. Ia justru kecanduan.

Padahal, siapa yang berinisiatif memulai


permainan?

Sial! Prisil tak bisa melakukan ini pada Bagas!


Harus Bagas yang mengakhiri hubungan apa pun di antara
mereka. Seharusnya!

Merasa suntuk dan kebingungan—sudah dua hari


Prisil lagi-lagi sulit dihubungi—Bagas menyambangi
rumah Binar saat jam makan siang, dan tidak kembali lagi
ke bengekel setelahnya. Ia lebih memilih bermain dengan
Cesya dan Dhamiri sambil sesekali tak lupa mengecek
notifikasi hanya untuk mengacak-acak rambut frustrasi
saat tak mendapati kabar terbaru dari si pengacau.

GC Orang Iseng 108


Ingin mencoba menghubungi lagi, Bagas merasa
gengsi. Ia sudah sering melakukan hal itu satu minggu
terakhir, tapi lebih sering terabaikan. Jadi, kalau Prisil
masih ingin mereka melanjutkan hubungan baik ini, maka
gadis itu yang harus menghubungi Bagas lebih dulu,
adalah pemikiran brilian Bagas.

Itu rambut kenapa? Kayak sarang burung.


Berantakan, Om! tegur Binar sambil membawa nampan
berisi secangkir kopi. Gelas ketiga Bagas dua jam
terakhir. Habis ini gue nggak mau bikinin lo kopi lagi,
sungutnya. Stok air panas gue di termos udah abis.
Lagian lo kenapa sih, uring-uringan banget? Patah hati lo?

Bagas mengambil gelas dari tangan Binar dan


menyesapnya dua tegukan. Binar yang melihatnya hanya
bisa meringis. Demi apa, itu masih panas. Gue nggak patah
hati, jawabnya kemudian dengan nada ketus.

Dhamiri yang kelelahan sudah tertidur. Sedang


Cesya mulai mengantuk dan memeluk bonekanya di kasur
depan teve. Matanyanya tampak berkedip-kedip pelan
melawan kantuk, tapi masih berusaha dibuka sekuat
tenaga. Barangkali sebentar lagi dia juga akan menyusul
adiknya menuju alam mimpi yang indah. Tidak seperti
kenyataan yang begitu buruk.

GC Orang Iseng 109


Berantem sama Prisil?

Kepala Bagas menoleh secepat bisa berputar,


menghadap Binar yang kini berbaring di samping Cesya
dan menepuk-nepuk bokong bocah itu pelan agar Cesya
bisa terlelap, barangkali tak tega melihat bocah nakal itu
terkantuk-kantuk. Sedang Bagas duduk di tepi kasur
sejak tadi dan meletakkan gelas kopinya di meja teve. Lo
tahu! tuduhnya. Prisil ngadu ke lo?

Binar menyipit, menatap Bagas intens. Ia


memajukan tubuh dan balik bertanya dengan curiga.
"Jadi itu bener? Lo sama Prisil?" pekiknya dramatis. Ia
bahkan menutup mulut sambil melotot. Benar-benar
berlebihan, seolah mendengar kabar bahwa presiden
akan hadir bertamu ke rumahnya besok. Untuk Cesya dan
Dhamiri tidak terbangun mendengar pekikan histerisnya.

Memutar bola mata, Bagas mendesis, "Nggak usah


lebay!"

Binar menjauhkan tangan dari mulut tanpa


berhenti melotot. "Giman gue nggak lebay. Lo sama
Prisil? Prisil, Bang! Prisil!"

"Ya emang kenapa kalo Prisil?"

GC Orang Iseng 110


Menggeleng takjub, Binar bertepuk tangan.
Mulutnya sulit kembali terkatup saking tak percayanya
dengan fakta ini. "Gue yakin ini karma!"

"Karma pala lo?!"

"Lo sering ngeledek Agra malang karena dapet gue


sebagai istri. Sekarang lihat diri lo." Lalu ia tertawa,
terpingkal-pingkal sampai membuat Dhamiri merengek
dalam tidur. Cukup berhasil membuatnya memelankan
suara, tapi masih dengan ekspresi wajah kesenangan yang
membuat Bagas luar biasa dongkol. Ya ampun, tunggu
sampe Agra denger ini," kekehnya. "Gue kira Papa cuma
bercanda waktu itu!

Papa yang bilang?

Binar mengangguk sambil menghapus air matanya


yang keluar tanpa sadar. Merasakan geliat Cesya, ia
menghentikan tawa sepenuhnya, lantas mencium kening
bocah itu dan menyelimutinya agar kembali nyaman dalam
tidur.

Kapan?

Bulan lalu kayaknya.

Kenapa lo nggak nanya sama gue?

GC Orang Iseng 111


Karena gue nggak yakin. Lo sama Prisil?
Kedengeran mustahil. Tiap kali ketemu, kalian lebih kayak
anjing sama kucing ketimbang manusia beradab. Tapi, ya
... ampun! Dunia bener-bener penuh kejutan. Gue tebak,
kalian jatuh cinta pas acara di sini, kan?

Jatuh cinta mungkin pilihan kata yang terlalu


berlebihan. Bagas yakin perasaannya tidak sedalam itu.
Menolak membenarkan, Bagas meraih bola mainan
Dhamiri dan menekan-nekannya tanpa tenaga.

Jadi, kalian beneran ada hubungan sekarang?

Lelaki itu mengangkat bahu. Bukan tak acuh, lebih


tepatnya tidak tahu. Rumit, katanya.

Rumit gimana?

Kami memang agak dekat akhir-akhir ini.

Pacaran?

Bagas menggeleng. Binar yang tak paham, bangkit


mengubah posisi. Terus?

Gue ... Adiknya tampak ragu-ragu awalnya. Ia


menoleh pada Binar dengan pandangan sayu dan berkata,
Gue akui, gue rada suka sama temen lo. Tapi, dia bukan
tipe gue, Bi.

GC Orang Iseng 112


Jadi?

Ya jadi ... Bagas juga tidak tahu. Lelaki itu


mengerang dan menjatuhkan diri di samping Dhamiri.
Gerakannya nyaris membuat bocah itu terbangun.
Begitulah!

Lo cinta sama dia, kan?

Gue nggak tahu! erangnya sekali lagi. Tapi temen


lo jahat, sumpah. Dia susah banget dihubungi akhir-akhir
ini. Dan sering banget nggak ngangkat telepon gue!

Itu yang bikin lo uring-uringan kayak gini?

Bagas menolak menjawab. Uring-uringan hanya


karena seorang Prisila rasanya sangat konyol. Lagi pula,
sejak kapan gadis itu memiliki pengaruh sebesar ini pada
Bagas?

Prisil. Jangan lupa dia Prisil! Wanita yang dulu bikin


Bagas tak tertarik sama sekali. Melirik pun ogah.

Namun, entah bagaimana cara semesta bekerja.


Kini semua begitu berbeda. Jauh berbeda. Prisil seolah
menjadi pusat dunianya. Padahal mereka tidak sedekat
itu. Hanya terlalu sering bertukar pesan dan kabar. Hal
kecil yang seharusnya tidak berdampak sebesar ini.

GC Orang Iseng 113


Mendadak pening, Bagas telentang di samping
keponakan lelakinya dengan menumpukan lengan di kening
dan menatap langit-langit ruangan dengan nyalang.

Binar yang seakan mengerti gejolak perasaan sang


adik, berbaring miring, menghadap Bagas di antara kedua
anaknya yang terlelap. Sejauh yang bisa gue simpulin,
bukan salah Prisil kalau dia abai sama lo. Kalian nggak ada
hubungan apa-apa.

Kenyataan omongan Binar menohok Bagas. Ia ingin


membantah, tapi yang Binar katakan benar.
Sesungguhnya, mereka memang tidak ada hubungan apa
pun. Hanya Bagas yang berkeras mendekatinya. Tanpa
ikatan. Dan bermaskud mengakhiri semua permainan apa
pun itu setelah bosan.

Siapa sangka, justru dia yang akhirnya


ditinggalkan. Dan siapa sangka, Bagas akan merasa
sekehilangan ini. Semenyakitkan ini. Yang bahkan jauh
lbih sakit ketimbang ditolak Nara bertahun-tahun lalu.

Padahal, siapa Prisila? Berani sekali di melakukan


ini! Si bodoh itu!

Kalau lo sayang, lanjut Binar, kejar. Kasih dia


kepastian. Nikahin.

GC Orang Iseng 114


Gue nggak mau!

Kenapa?

Dia bukan tipe gue!

Terus? Lo maunya gimana? Lagian, cinta itu nggak


cuma sebatas tipe. Sekalipun sesuai tipe yang lo mau,
kalau lo nggak cinta, lo juga nggak bakal bahagia, Bang.
Gue tahu Prisil emang nggak secantik itu. Otaknya juga
pas-pasan. Bukan dari keluarga berada. Tapi, gue bisa
jadi jaminan dia bakal jadi istri yang baik buat lo.

Istri yang baik tapi nggak sesuai keinginan, apa


gunanya, Bi?

Terserah lo kalau begitu! Batu banget dibilangin!


Binar yang kesal, bangkit berdiri, lama-lama dongkol juga
menghadapi adiknya yang keras kepala.

Oh, Binar sudah tahu sejak awal. Bagas memang


memiliki kriteria yang terlalu tinggi. Spesifikasi bidadari
kalau kata Bianita.

Hendak mengambil baju dari mesin cuci yang


membunyikan alarm tanda proses pencucian sudah
selesai, langkah Binar terhenti di ambang pintu belakang

GC Orang Iseng 115


saat mendengar suara Agra yang sedang mengobrol
dengan seseorang di depan.

Berbalik, ia melangkah kembali ke depan untuk


menyambut suaminya yang baru pulang kerja dan tampak
terbengong di teras. Orang yang tadi diajaknya bicara,
entah ke mana. Hanya bunyi deru halus motor yang
terdengar menjauh dari halaman rumah mereka sebelum
menghilang di balik pagar.

Siapa, Pa? tanyanya sembari meraih tangan Agra


dan mengecupnya singkat, kebiasaan yang ia jadikan
contoh kepada anak-anak mereka.

Mendengar pertanyaan Binar, kening Agra


mengernnyit, ia menoleh pada istrinya dan balik
bertanya, Kamu nggak tahu? Kalian nggak sempet
ketemu?

Kalian?

Bagas ikut keluar tepat pada saat itu, membuat


kerutan di kening Agra kian dalam. Menelengkan kepala,
ia menatap Bagas yang terlihat berantakan dan kini
bersadanra di kusen pintu depan.

Udah pulang lo? sapa adik iparnya. Keluar yok, main


futsal. Gue suntuk.

GC Orang Iseng 116


Mengabaikan ajakan Bagas, Agra berkata, masih
sambil menatap lelaki itu. Tadi itu Prisil.

Prisil?

Kini giliran dua alis Bagas yang saling bertaut


mendengar nama si pengacau disebut. Sama sekali tak
paham. Sedang Binar menoleh padanya dengan pandangan
horor.

Seolah mengerti kebingungan Bagas, Agra


memperjelas. Tadi Prisil keluar buru-buru dari dalem.
Gue kira dia udah mau pulang setelah main sama Binar.

Wajah Bagas seketika memucat.

GC Orang Iseng 117


BAB 7

Prisil tahu ada sesuatu yang terjadi dalam dirinya.


Perubahan. Yang tak tampak, tapi memiliki dampak yang
lumayan besar bagi kehidupan normalnya.

Semula semua baik-baik saja. Kejadian di bengkel


Bagas terasa bagai sesuatu yang ... bagaimana cara Prisil
bisa menjelaskannya tanpa menimbulkan kebingungan?
Sebab, entah bagaimana, rasanya sulit sekali menyusun
kata-kata yang sesuai.

Aneh. Janggal. Sulit dipercaya.

Kira-kira seperti itu. Sederhananya.

Bagas menyatakan perasaan. Ketertarikan untuk


mendekati Prisil. Hanya mendekati, tidak lebih dari itu.

Benar, sangat membingungkan. Prisil saja heran.


Tetapi, bukan Bagas namanya kalau tidak
membingungkan. Jadi hanya agar urusan cepat selesai,
Prisil mengiyakan saja apa pun mau lelaki itu.

Bagas mengirim pesan, Prisil membalas. Bagas


menelepon, Prisil menjawab. Hanya seperti itu. Kegiatan-
kegiatan iseng yang berlangsung intens. Hal-hal
sederhana yang membuat mereka perlahan saling

GC Orang Iseng 118


mengenal satu sama lain. Dalam artian yang
sesuanguhnya.

Prisil jadi tahu, Bagas menyukai kopi hitam dengan


sedikit gula dan benci minuman bersoda karena membuat
kambungnya tak nyaman. Dia juga tidak menyukai jurusan
kuliah mereka dulu, tapi karena bingung mau mengambil
jurusan apa, jadilah ikut-ikutan Agra. Dia ternyata pun
banyak tahu tentang otomotif bahkan sejak SMP karena
diajari ayahnya sedari kecil.

Serta satu hal yang membikin hati Prisil perlahan


luluh. Dibalik sikapnya yang nyinyir, dia ternyata sangat
menyayangi keluarganya. Dan tanpa disadari, perlahan
Prisil mulai merasa nyaman. Mengobrol dengan Bagas
sangat menyenangkan dan sering membuat tertawa.

Semakin hari, mendengar kabar dari Bagas sudah


seperti kewajiban. Dari situ Prisil tahu, mulai ada yang
mengusik perasaannya. Otaknya membunyikan alarm
tanda bahaya. Ia harus mulai menjaga diri dan jarak dari
Bagas. Karena ia pun tahu, Bagas tidak memiliki maksud
apa pun padanya.

Bagas tak pernah mengungkit hubungan di antara


mereka. Bahkan sudah sejak awal Bagas menegaskan,

GC Orang Iseng 119


bukan sebagai pacar ia menginginkan Prisila, apalagi lebih
dari itu. Hanya pendekatan.

Prisil tumbuh dengan dua kakak dan satu adik laki-


laki. Sewaktu SMa, dia juga berada di kelas IPS tempat
siswa yang luar biasa nakal berkumpul dan mendominasi
kelas. Sedikit banyak, Prisil tahu isi benak mereka. Juga
gelagatnya. Gelagat lelaki yang hanya penasaran ingin
menaklukkan. Dan itulah gelagat yang Bagas tunjukkan.

Prisil yang yakin hatinya tak akan luluh pada Bagas,


mengiyakan semudah itu. Hanya untuk mendapati dirinya
sedikit menyesal sekarang lantaran ... pesona seorang
Bagas ternyata sesulit itu ditampik.

Tidak. Tidak. Tidak boleh seperti ini terus-


terusan. Prisil benar-benar harus menjaga jarak untuk
melindungi hatinya. Jadilah ia secara perlahan dan
bertahap mulai jarang mengangkat telepon Bagas dan
pesa-pesannya. Dengan berbagai macam alasan.
Berharap, perasaannya akan kembali netral. Sebab
memiliki konflik dengan Bagas akan memiliki dampak yang
terlalu besar. Bukan hanya dengan lelaki itu, tapi juga
Binar. Persahabatnnya selama lebih sepuluh tahun bisa
menjadi taruhan. Prisil tidak mau itu.

GC Orang Iseng 120


Satu minggu dalam upayanya menjauh, Prisil akui
ia mulai merasa sepi. Sakit sekali melihat layar ponselnya
berdering tapi ia menahan diri dan berusaha abai.

Deo yang tahu kebiasannya akhir-akhir ini,


bertanya dengan nada ledekan, Tumben nggak teleponan
lo? Biasanya sampe lupa makan?

Prisil yang sedang tidak ingin melakukan apa pun,


termasuk bicara dengan Deo, tak menanggapi dan lebih
memilih membenamkan kepalanya di balik bantal.

Putus cinta? tanya Mama yang juga tahu kebiasaan


Prisil akhir-akhir ini yang tak pernah lepas dari ponsel.
Beruntungnya, Mama tidak tahu lawan bicara Prisil di
telepon adalah Bagas. Kalau sampai beliau tahu ... bisa
bahaya.

Sisil nggak punya pacar. Mau putus sama siapa?


ujarnya lesu sambil menyendok nasi ke dalam mulut. Nasi
yang ia kunyah, entah kenapa terasa sangat hambar,
bahkan nyaris seperti serbuk gergaji.

Kamu benar nggak ada pacar? tanya Papa pelan,


yang Prisil jawab dengan anggukan. Kalau beneran nggak
ada, mau Papa kenalis sama seseorang? Kebetulan, anak

GC Orang Iseng 121


temen Papa lagi nyari perempuan yang mau serius
katanya.

Ganteng nggak, Pa? Itu pertanyaan dari Deo. Sisil


kita butuh seseorang yang bisa bantu dia perbaiki
keturunan soalnya. Kalau bisa yang otaknya nggak
jongkok-jongkok banget juga! lanjutnya yang Prisil
hadiahi tendangan keras di tulang kering sang adik,
berhasil membuat Deo kesakitan dan mengaduh keras.

Muka nggak masalah, Mama menanggapi, Yang


penting dia bertangung jawab dan sudah punya pekerjaan
tetap. Anak temen Papa yang mana?

Papa menelan kunyahan sebelum menjawab, Itu


loh, Ma, yang punya toko bangunan di depan pasar.

Pak Rasyid?

Iya. Kebetulan anak yang ini pegang toko Rasyid


yang baru. Papa udah ketemu. Anaknya sopan. Papa suka.
Kalau Sisil bersedia, Papa bakal kasih nomor kamu. Biar
kalian kenalan dulu. Yang jelas, dia lagi cari istri. Kali aja
cocok, kan?

Prisil makin tidak napsu makan. Kian bingung.

GC Orang Iseng 122


Satu minggu setelah ia berusaha membatasi
hubungan dengan Bagas, sejujurnya Prisil berharap,
sangat berharap, Bagas akan merasa kosong seperti
dirnya saat ini, lalu datang, bertanya dan memberi ia
kepastian tentang hubungan mereka.

Namun sejauh ini, tidak ada. Ditambah lagi, Papa


memberi tawaran yang cukup menarik.

Harus Prisil akui, di usianya yang sekarang, bukan


lagi waktu baginya untuk bermain-main. Dua puluh tujuh
tahun bagi wanita merupakan usia yang lebih dari cukup
matang untuk menikah dan membangun rumah tangga.
Juga tak lagi memperioritaskan cinta.

Tidak, sejak awal, Prisil memang tidak meletakkan


cinta dalam persyaratannya mencari suami. Karena Prisil
tahu, rasa itu akan hadir dengan sendirinya nanti selama
hati bersedia menerima.

Andai saja sejak awal Prisil tidak pernah


menanggapi Bagas, pasti sekarang ia sudah mengangguk
pada tawaran Papa. Namun, karena Bagas, ia malah
bimbang.

GC Orang Iseng 123


Ah, Prisil butuh berbicara dengan seseorang. Prisil
butuh teman sekarang. Dan satu-satunya pilihan yang
tersedia hanya Binar.

Maka sore di hari selanjutnya, Prisil memutuskan


untuk berkunjung. Meminta saran. Tentang dua pilihan.
Pertama, orang yang disuka tapi tidak memberi
kepastian. Haruskah ia menunggu? Atau dua, memilih
yang lebih pasti dan jelas memperioritaskan hubungan
yang lebih serius.

Akal sehat Prisil membisikkan jawaban untuk yang


kedua. Tapi, saat seseorang sedang jatuh cinta, ia akan
lebih condong mendewakan kata hati. Seperti Prisil saat
ini.

Menarik napas panjang, Prisil turun dari sepeda


motornya yang ia parkir di depan rumah Binar. Pintu
depan sedikit terbuka, yang itu berarti Binar ada di
dalam. Seperti biasa ia langsung menyelonong begitu
saja, sebab Binar kalau sedang berada di belakang tidak
akan menyahutinya. Jangankah menyahut, mendengar
saja kadang tidak.

Melimbai melewati ruang depan, langkah Prisil


terhenti saat tak sengaja mendengar seseorang
menyebut namanya. Dan itu suara Binar.

GC Orang Iseng 124


... bukan salah Prisil kalau dia abai sama lo. Kalian
nggak ada hubungan apa-apa.

Jantungnya seketika berdegup kencang. Ada apa,


ini? Pikirnya. Hubungan apa yang Binar maksud? Dan
dengan siapa dia bicara?

Menelan ludah, ia sedikit mengintip dan mendapati


sosok Bagas dari samping, sedang duduk di sisi kasur
depan teve.

Jadi, Binar sudah tahu hubungannya dengan


Bagas?

Oh, ya ampun, tentu saja. Kalau bukan dari Bagas,


bisa jadi dari orang lain. Jangan lupakan kejadian di
bengkel!

Kalau lo sayang, lanjut Binar, kejar. Kasih dia


kepastian. Nikahin.

Mendengarnya, Prisil mengeratkan genggaman


pada tali tas selempang yang sore itu ia kenakan. Harapan
konyol itu muncul lagi ke permukaan. Harapan bahwa
Bagas mungkn akan benar-benar mendengarkan nasihat
kakaknya. Itu pun kalau benar Bagas memiliki perasaan
yang sama.

GC Orang Iseng 125


Namun, benar. Harapan hanya sebuah harapan.
Jawaban Bagas selanjutnya sukses menghancurkan
semua itu. Mengempas perasaan Prisil dalam satu kali
tebas.

Gue nggak mau!

Tanpa sadar, Prisil melangkah mundur. Rasanya,


menyakitkan sekali mendengarnya. Bagas bahkan
menjawab tanpa berpikir, tampak jelas dari seberapa
cepat ia menyahut.

Kenapa? tanya Binar lagi, nadanya sedikit sengit,


seolah tidak terima sahabatnya ditolak secepat itu.

Dia bukan tipe gue!

Bukan tipe katanya? Prisil tertawa tanpa suara.


Menertawakan dirinya sendiri, juga konyolnya kenyataan
ini. Pandangannya perlahan memburam.

Sejak awal, Prisil sadar ia bukan tipe Bagas.


Karena itu hubungan terjauh yang bersedia Bagas jalin
dengannya hanya sebatas dekat. Dekat tanpa status.
Hanya saja hati konyolnya ....

Ah, Prisil juga tidak akan menyangka akan


menjatuhkan hati pada si nyinyir itu! Andai tahu begini

GC Orang Iseng 126


akhirnya, Prisil tak akan menanggapi Bagas sejak awal.
Tetapi percuma juga menyesal sekarang. Semua sudah
terjadi. Nasi sudah basi, Prisil harus segera
membuangnya.

Terus? Lo maunya gimana? Lagian, cinta itu nggak


cuma sebatas tipe. Sekalipun sesuai tipe yang lo mau,
kalau lo nggak cinta, lo juga nggak bakal bahagia, Bang.
Gue tahu Prisil emang nggak secantik itu. Otaknya juga
pas-pasan. Bukan dari keluarga berada. Tapi, gue bisa
jadi jaminan dia bakal jadi istri yang baik buat lo.

Prisil bahkan tidak yakin Bagas benar jatuh cinta


padanya. Kalimat lelaki itu selanjutnya menegaskan hal
tersebut.

Istri yang baik tapi nggak sesuai keinginan, apa


gunanya, Bi?

Ini sudah lebih dari cukup. Sangat cukup melukai


hati Prisil dan membantunya membuat keputusan. Sudah
jelas, Bagas memang tidak memeiliki maksud apa pun
selain hanya mendekatinya. Tak lebih dari itu.

Dengan membawa sisa-sisa harga diri dan juga


perasaannya yang hancur, Prisil berbalik dan pergi begitu
saja. Beruntung ia tidak sempat berteriak

GC Orang Iseng 127


memberitahukan kedatangannya. Kalau tidak, Prisil tak
akan pernah tahu tentang kebenaran ini. Kebenaran
menyakitkan yang harus ia terima.

Ia nyaris menabrak Agra di teras lantaran


pandangannya yang tak jelas, juga perasaan yang kacau.
Jadi saat Agra menyapa, ia hanya menjawab sekenanya
dan pamit pergi, menarik gas sekencang dirinya bisa.

Begitu sampai di rumah, ia langsung masuk kamar


dan mengunci diri, bergelung di bawah selimut lantas
lanjut mennangis. Suara ponsel yang menjerit-jerit
sedari berada di jalan, Prisil abaikan. Tak perlu ditanya,
itu pasti Bagas.

Ah, Bagas. Sudah cukup main-main. Bangun sambil


mengapus air matanya, ia meraih tas di nakas. Mengambil
ponsel, mamatikan panggilan lelaki itu, lantas memblokir
kontaknya. Tapi sebelum itu, Prisil sempatkan mengirim
pesan singkat.

Maaf, Gas. Kayaknya gue nggak bisa sering-sering


berhubungan lagi sama lo. Sebenernya, gue dijodohin.
Dan bakal nikah sebentar lagi. Tenang aja, lo sama Binar
bakal gue undang insyaAllah.

Tambah emot senyum.

GC Orang Iseng 128


Kirim.

Selesai.

Dan lagi-lagi, hati Prisil yang konyol berharap


pesannya akan membuat Bagas patah hati. Sedang
otaknya yang lebih waras menertawakan harapan itu.
Lupakan soal peejodohannya yang belum pasti. Prisil
hanya tak dianggap gadis bodoh yang gampang
dipermainkan. Priail juga bisa menunjukkan bahwa ia juga
bisa ikut bermain. Kendati kenyataan bahwa dirinya tidak
pintar memang benar.

Namun, harapan konyol kadang bisa juga menjadi


kenyataan. Karena faktanya, di seberang saluran Bagas
menatap layar ponselnya dengan pandangan nyalang.
Mulai bisa menyambungkan jarangnya Prisil mengangkat
telepon akhir-akhir ini. Juga kata-kata gadis tu yang
mengatakan tentang acara keluarga minggu lalu, juga
teman ayahnya yang datang berkunjung.

Jadi, begitu? Pikirnya muram. Entah mengapa


merasa dibohongi dan dikhianati. Pikiran bodoh tentu
saja. Prisil lajang. Dia berhak menerima siapa pun.
Termasuk pilihan ayahnya.

GC Orang Iseng 129


Tetapi, kenapa semudah itu Prisil menerima? Apa
dia sama sekali tidak mempertimbangkan Bagas?

Benar Bagas memang tidak memberi kepastian,


pun tak berniat sama sekali. Tapi, bisa jadi, kan?

Sial.

Bagas mengacak-acak rambut frustrasi. Ia


melempar ponselnya ke sofa. Binar dan Agra yang
menatapnya, saling pandang sebelum kemudian sama-
sama mengangkat bahu.

Prisil pasti nggak sengaja denger obrolan kita. Dia


mungkin cuma lagi marah. Telepon nanti lagi aja, Bang.

Telepon nanti? Bagas tertawa mendengus. Gue


diblokir.

Gimana dong? Mau gue bantu lurusin masalah


kalian?

Buat apa? Bagas bersadar lesu ke punggung sofa.


Tatapannya nyalang menghadap langit-langit ruang
depan. Gue yakin dia tadi ke sini cuma mau bahas
pernikahannya sama lo.

Pernikahan?

GC Orang Iseng 130


Dia dijodohin. Dan bakal ngundang kita katanya.
tenggorokan Bagas terasa luar biasa sakit saat
mengatakan ini. Hampir sesakit hatinya.

Siapa sangka, ia akan patah hati, untuk kedua


kalinya. Oleh seorang ... Prisil? Si hama menyebalkan yang
doyan makan itu!

Ternyata dia emang nggak pernah ada rasa sama


gue, Bi.

Melipat tangan di depan dada, Agra bersadar ke


dinding. Ia menatap Bagas prihatin. Makanya, lain kali
kalau suka sama orang itu dukejar. Perempuan butuh
status, Gas. Sesuai tipe atau nggak, kalau udah sayang
ya, udah. Berkaca aja sama gue. Kami bahagia, kan?

Bagas tidak menyahut. Setelah ini, rasanya ia


tidak mau jatuh cinta lagi. Siapa pun orangnya nanti,
kalau dirasa sesuai, Bagas mungkin akan langsung
menikahinya untuk menghindari sakit yang semacam ini.

Sakit yang benar sakit.

Esok harinya, lelaki itu benar-benar tidak bisa


turun dari ranjang. Kepalanya bagai dihandam palu besar.
Suhu tubuhnya panas. Dia jadi tak bisa berangkat
bekerja.

GC Orang Iseng 131


Tidak, ini bukan karena Prisil, hanya lantaran
jadwal makannya yang jadi kacau mungkin. Sejak
kemarin, ia hanya mengonsumsi kopi pahit dan nyaris
belum makan sama sekali. Bagaimana bisa makan saat nasi
yang masuk ke mulutnya terasa lebih keras dari kerikil?
Karena itulah asam lambungnya kambuh dan merembet ke
mana-mana.

Ah, sial! Bahkan Nara tidak memberinya efek


sebesar ini.

Demi apa, hubungan mereka bahkan belum sejauh


itu! Tak ada kenangan menyenangkan atau kebersamaan
yang harus dihubungi dalam kotak masa lalu. Ia dan gadis
itu hanya sebatas saling menyapa lewat layar ponsel.
Sama sekali tak ada yang patut disayangkan.

Hanya saja, setiap kali bayangan Prisil bersama


lelaki lain mampir di kepalanya, selalu berhasil membuat
Bagas mual. Lalu semua makanan yang ditelennya akan
termuntahkan kembali. Membayangkan senyum manis
Prisil akan tersungging kepada lelaki lain. Juga akan ada
yang menyentuh bibir itu selain Bagas. Ya ampun! Kepala
Bagas makin pening.

Tiga hari tak kunjung sembuh, Bayu membawanya


ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan hanya mengatakan

GC Orang Iseng 132


kalau asam lambungnya kambuh, dan efek terlalu banyak
mengonsumsi kopi yang berakibat fatal. Bagas hanya
harus menjaga makan agar lekas pulih.

Namun bukan itu masalahnya, kata Agra ketika


lelaki itu datang berkunjung. Saat Santi bertanya untuk
memastikan, kalau bukan karena asam lambungnya, lantas
apa?

Tetapi sebelum Agra sempat menjawab, Bagas


melemparinya dengan bantal menggunakan tangan yang
terinfus, membuat jarum yang tertancap di sana terlepas
dan mengeluarkan darah. Alih-alih merasa bersalah, Agra
justru tertawa-tawa kesenangan melihatnya.

Sambil mengedipkan mata, ia bertanya menggoda,


Siapa sangka, kan, Gas?

Lalu sebelum pulang, sahabatnya yang


menyebalkan itu menambahkan, Prisil eh?

Binar malah ikut-ikutan, Makan tuh tipe ideal!


Kalau cinta, ya cinta aja. Nggak usah sok-sokan nyangka.
Giliran udah kena tikung, sakit kan!

Dasar kakak dan ipar durhaka!

GC Orang Iseng 133


BAB 8

Putra Pak Rasyid bukan pilihan yang buruk. Tidak,


bisa dibilang cukup baik. Memang dia tidak setampan
Bagas, tapi wajahnya lumayan manis. Yang paling Prisil
sukai dari lelaki itu adalah lesung pipit di bagian bawah
ujung bibirnya setiap kali tersenyum atau tertawa. Hanya
saja, satu hal yang tak Prisil senangi. Dia terlalu banyak
bicara. Dia bahkan sudah mengatakan impian masa
depannya pada Prisil di pertemuan mereka yang kedua!
Entah karena dia sudah terlalu yakin mereka berjodoh
atau apa. Tetapi, pastinya itu membosankan. Damar—
nama lelaki itu—sepertinya tak menyadari bahwa dia
bicara 80% lebih banyak dari Prisila. Terlebih,
kebanyakan topik pembicaraan Damar terlalu acak dan
tak menarik. Dari cuaca, beralih ke pekerjaan, kemudian
bola. Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Oh, ya ampun. Kalau satu-satunya pilihan yang


tersedia semacam ini, lantas apa yang harus Prisil
lakukan? Menerima saja atau menolaknya? Tapi kalau
menolak, Prisil harus mencari alasan yang cukup masuk
akal bagi Papa. Belum lagi Mama yang akan
menceramahinya sebagai perawan tua lantaran terlalu
pemilih.

GC Orang Iseng 134


Oh, ayolah. Ini tentang teman hidup. Seseorang
jelas harus pemilih. Jangankan perkara suami yang tidak
bisa gonta-ganti, baju saja yang memiliki tren tiap musim,
kadang membingunkan hanya karena pilihan warna dan
model. Belum lagi harus mempertimbangkan harga. Oke,
dua hal tersebut memang tidak berhubungan, tapi kurang
lebih begitulah pembelaan Prisil saat Mama memarahinya
tentang topik yang sama.

Kalau kita menikah nanti, ah ... jadi kini mereka


kembali membicarakan masa depan—yang belum pasti—
Prisil menahan diri untuk tak menguap. Berusaha tetap
tersenyum, Prisil mengaduk-aduk minumannya yang
hampir habis. Tentu saja, mereka sudah lebih dua jam di
sini, di kafe tempat janjian. Prisil yang menolak datang
sendiri, mengajak Deo. Adiknya yang menyebalkan itu
tentu saja menolak, namun saat Prisil mengatakan dia
akan menolak perjodohan tersebut kalau tidak ditemani,
jadilah Deo tak punya pilihan.

Sepertinya bahkan Deo sudah muak tinggal


bersama kakak perempuannya yang sudah perawan tua.
Kini, entah di mana bocah itu sekarang. satu setengah
jam lalu dia masih duduk di meja dekat jendela, tetapi
sekarang sudah menghilang.

GC Orang Iseng 135


—aku nggak mau kamu kerja. Cukup jadi ibu rumah
tangga aja.

Itu tawaran yang menarik. Sangat. Memang apa


yang bisa Prisil kerjakan selain menghabiskan uang
suami? menjahit adalah hobinya, bukan sesuatu yang ia
inginkan sebagai profesi.

Kamu nggak keberatan, kan?

Mereka bahkan belum lamaran! Tersenyum, Prisil


menjawab, Nggak kok. dengan nada sekalem putri kraton.

Prisil memang belum memutuskan untuk menerima


atau menolak. Rasanya ia masih menyayangkan kalau
harus menyingkirkan satu-satunya calon suami yang
tersedia. Barangkali, Prisil hanya butuh mengenal Damar
lebih dalam. Selain terlalu banyak bicara, Prisil tak
menemukan kekurangan lain pada diri lelaki ini.

Terlebih, Damar memiliki penawaran yang luar


biasa. Satu-satunya hal yang lelaki itu harapkan dari
seorang istri hanya kesetiaan. Damar tidak menetapkan
standar tinggi atau tipe ideal untuk dinikahinya. Tak
seperti seseorang yang Prisil kenal. Seseorang yang
nomor kontaknya ia blokir dua minggu lalu, tapi masih
sering membayang-bayanginya bagai hantu.

GC Orang Iseng 136


Meliarkan pandangan untuk mencari keberadaan
Deo, Prisil mendengar bunyi bel berdenting, petanda
pintu kafe dibuka oleh pelanggan lain yang baru datang.
Prisil spontan menoleh. Satu gerakan yang nyaris
membuat ia terkena struk.

Demi masa depannya yang belum pasti, itu Bagas!


Bagaimana bisa di sini? Apa bumi memang sesempit itu
sampai mereka harus kembali dipertemukan lagi?
Setidaknya, jangan secepat ini.

Berpaling muka untuk menyembunyikan wajahnya,


Prisil mengangkat buku menu, meski ia tahu itu tindakan
percuma, karena mereka sempat bertatap muka sekilas
tadi.

Prisil hanya bisa berdoa dalam hati Bagas tidak


mengenalinya dan pergi jauh-jauh dari sana. Yang sayang
tidak terkabul. Alih-alih pergi, lelaki itu justru
mengambil tempat duduk tepat di samping meja Prisil dan
Damar! Di bahkan duduk di sisi yang sama dengan anak
Pak Rasyid. Kalau Prisil menurunkan buku menu, mereka
bisa langsung bertatapan. Apa yang harus Prisil lakukan
sekarang? Mengajak Damar pulang? Tapi, Deo belum
ditemukan.

Awas saja bocah itu nanti!

GC Orang Iseng 137


Kamu mau pesan makanan lagi? tanya Rasyid yang
barangkali heran melihat gelagatnya.

Berdeham, Prisil berusaha mengubah suaranya


agar tidak dikenali seseorang di meja sebelah. Boleh,
kan?

Tentu saja. Tambah menu apa pun yang kamu mau.

Prisil berpura-pura membuat gerakan seperti


seseorang yang bingung memilih makanan tanpa
menurunkan buku menu dari depan wajahnya, meski lama-
lama pegal juga. Saking lamanya memilih, bahkan minuman
pesanan Bagas sudah diantar oleh pelayan. Sedang Damar
masih terus bicara tentang toko barunya sebelum
kemudian melompat ke topik lain yang membuat mata
Prisil nyaris ikut melompat juga.

Omong-omong tentang pernikahan, aku mau kita


punya banyak anak. Minimal lima, ujar Damar ringan.
Seolah ia hanya mengatakan ingin makan nasi lima piring.
Beruntung Prisil sedang tidak minum saat itu, sebab kalau
iya, kemungkinan ia sudah tersedak.

Terdengar gemuruh tawa tertahan dari meja


seberang. Ck, jangan bilang Bagas menguping! Dia tak

GC Orang Iseng 138


mungkin tahu yang duduk di meja sebelahnya adalah
Prisil, kan?

Bagas tahu Prisil hanya ingin punya dua anak. Paling


banyak tiga.

Oh ya, mereka juga pernah membicarakan topik


ini. Berbeda dengan Prisil, Bagas bersedia memiliki anak
berapa pun. Sedikasihnya, kalau kata lelaki itu.

Apa Damar pikir Prisil seperti jenis kucing? Punya


anak lima? Ah, benar ia lima bersaudara, tapi kedua
orangtuanya hidup di jaman dulu saat semua serba
mudah—setidaknya, tak sesulit masa kini—belum lagi
mereka juga menikah di usia belia, belasan tahun. Tak
seperti Prisil yang sudah 27 tahun tapi belum ada yang
meminang!

Minimal lima? ulang Prisil dengan tawa dipaksakan.

Damar mengangguk polos. Aku anak tunggal.


Rasanya nggak enak sendirian. Sepi.

Tiga kayaknya cukup, cicitnya.

Empat, sepertinya tidak buruk juga.

Prisil meringis tertahan. Kenapa pula mereka


harus tawar meawar jumlah anak sekarang?

GC Orang Iseng 139


Menurunkan buku menu untuk mengintip sedikit,
Prisil merasa seperti ketahuan mencuri saat mendapati
di meja sebelah Bagas sedang duduk sambil bersedekap
dan ... menatapnya lurus-lurus. Ujung mulutnya meruncing
membentuk seringai mengejek. Barangkali merasa konyol
mendengar obrolah Prisil dan Damar yang ... memang
menggelikan.

Ugh! Untuk apa Prisil menyembunyikan wajahnya


kalau begitu? Bagas bahkan mungkin sudah tahu sejak
awal. Kalau tidak, untuk apa lelaki menyebalkan itu
menguping?

Lagi pula, kenapa Prisil yang harus bersembunyi?!


Bagas yang salah. Dia yang mempermainkan Prisil.
Seharusnya Bagas yang malu saat mereka bertemu,
sedang Prisil semestinya mengangkat dagu tinggi-tinggi
untuk menjunjung harga diri.

Maka, ia pun berdeham dan memperbaiki posisi


duduk dengan benar. Buku menu yang tadi dipegangnya,
ia lipat kembali dan letakkan di ujung meja.

Nggak jadi pesen makanan? tanya Damar lagi yang


kini tampak anteng menikmati sisa camilan yang belum
habis.

GC Orang Iseng 140


Nggak deh, jawabnya, masih dengan nada sok
kalem. Dan kini lebih kalem karen ingin menunjukkan pada
Bagas. Entah apa yang ingin ia tunjukkan. Prisil juga
bingung. Pokoknya begitu. Tapi sepertinya berhasil,
sebab melalui lirikan samar, Priisl bisa melihat lelaki itu
memutar bola mata. Kayaknya aku harus diet, katanya
lagi. Dia yang tadi pendiam, mendadak mulai banyak
bicara. Timbanganku kemarin naik satu kilo. Prisil bahkan
memasang wajah memelas sok imut!

Oh, ya? tanggap Damar sambil mengernyit. Ia


memperhatikan Prisil lebih intens, kemudian menggeleng.
Badan kamu udah bagus, kok. Pas. Nggak usahlah diet-
diet. Aku nggak suka perempuan kurus.

Oh, ya? Prisil membuat nada itu seperti sebuah


ejekan dengan sedikit melagukannya di akhir kalimat.
Bukan untuk Damar tentu saja, tapi orang lain yang
sepertinya langsung paham. Prisil puas mendengar bunyi
sedotan kasar dari meja sebelah. Tapi, bukannya cowok
itu suka cewek yang cantik, putih, langsing, pinter,
menarik, yang sempurna gitu? Sedangkan aku pendek.
Nggak cantik. Dekil. Punya potensi jadi kayak gapura
kabupaten kalau nanti udah lahirin anak dua.

GC Orang Iseng 141


Bagas menggeram rendah mendengar
pertanyannya. Barangkali sadar bahwa itu merupakan
sindiran terselubung. Namun, Prisil pura-pura bodoh dan
tak memperhatikan. Ia bahkan dengan sengaja
mencondongkan tubuh lebih dekat ke arah Damar dengan
senyum manis dan berkedip-kedip sok cantik.

Aku cari istri, Sil, bukan pramugari. Lagi pula,


istriku bukan untuk dipamerkan pada orang lain,
melainkan untuk diriku sendiri. Jadi untuk apa mencari
yang sesempurna itu? Dia hanya harus terlihat cukup
cantik di mataku saja.

Prisil berhenti berkedip. Kini ia benar-benar


menatap Damar dengan tatapan takjub. Tak menyangka
jawaban semacam itu yang akan dirinya dapat.

Sungguh, Damar adalah lelaki yang baik. Sangat


baik. Andai dia tidak terlalu banyak bicara, maka
sekarang juga Prisil akan langsung mengangguk bersedia
menjadi istrinya. Pun andai juga hati Prisil bisa dengan
begitu mudah berpaling.

Namun untuk sekarang, rasanya sulit. Prisil jahat


sekali kalau bersedia menerima lelaki ini sedang di
hatinya terukir nama yang lain.

GC Orang Iseng 142


Perempuan yang jadi istri kamu pasti beruntung
banget, Dam.

Damar tersenyum malu. Aku harap, wanita itu


kamu, katanya dengan ada yang luar biasa lembut.
Sebelum kemudian dihancurkan oleh nada lain yang
berbanding terbalik.

Dari meja sebelah.

Gue harap bukan!

Berhasil mengundang perhatian Damar dan Prisil


yang langsung menoleh ke samping. Pada Bagas yang
memasang tampang tak ramah.

Damar yang tak mengerti maksudnya,


menelengkan kepala sambil mengernyit. Maaf, katanya.
Mas bicara sama kami?

Bukan pada kalian, tapi, Bagas terang-terangan


menatap Prisil yang melongo, dia. Bagas menunjuk gadis
itu dengan dagunya.

Kian bingung, kerutan di kening Damar bertambah


dalam. Ia melirik Prisil sekilas sebelum kembali bertanya,
Mas kenal calon istri saya?

GC Orang Iseng 143


Bagas tertawa mendengus. Calon istri? ulangnya
jengah, mengabaikan desisan Prisil yang mencoba
memberinya peringatan. Merasa duduk membuat seluruh
tubuhnya berdenyut-denyut, Bagas bangkit berdiri
sambil menyurukkan tangan ke dalam saku celana.
Sebelum menjadi calon istri lo, kami mempunyai
hubungan yang sangat dekat. Sengaja Bagas memberi
penekanan penuh pada kata terakhirnya. Berhasil
mengubah ekspresi kebingungan Damar menjadi kosong.

Lelaki pilihan ayah Prisil itu pun menoleh ke


seberang meja, berusaha meminta jawaban atau mungkin
sekadar penyangkalan.

Tepat sebelum Prisil memberikan jawaban, Bagas


menambahkan, Koreksi gue kalau salah, Pris.

Gas, ini nggak lucu! tukas Prisil tak senang. Ia


mendongak kesal. Merasa permainan Bagas sudah sangat
keterlaluan. Demi apa pun, haruskah mereka
membicarakan ini di depan Damar? Di tempat umum?
Tempat banyak pasang mata penasaran kini mulai curi-
curi pandang? Bisa nggak sih, lo berhenti ganggu hidup
gue?

Gimana gue bisa berhenti saat urusan kita belum


selesai?

GC Orang Iseng 144


Urusan yang mana? Geram, Prisil ikut bangkit
berdiri. Gerakanya yang kasar, membuat kursinya
terdorong ke belakang dengan bunyi decit yang cukup
mengundang perhatian.

Bukan lagi curi-curi, kini beberapa pasang mata


terang-terangan menatap mereka.

Bagas bungkam. Ia menatap Prisil nelangsa, tapi


juga bingung.

Benar. Mereka sama sekali tak memiliki urusan apa


pun. Prisil bahkan tak pernah benar-benar menjadi
miliknya. Jadi, urusan mana yang belum selesai?

Damar yang malang, dia terdiam. Lelaki itu hanya


bisa menyaksikan tanpa berani ikut campur.

Gue suka sama lo! ujar Bagas seketika. Tiba-tiba.


Sekali lagi. Di bawah tatapan banyak orang. Dengan
volume yang tak bisa dibilang kecil. Paktis membuat
mereka menjadi tontonan.

Terus masalahnya di mana? Lo suka sama gue, itu


urusan lo.

Gue nggak suka lihat lo sama cowok lain!

Terus itu salah gue, gitu?!

GC Orang Iseng 145


Bagas menarik naps panjang. Ia menyugar
rambutnya ke belakang. Gue salah. Maaf.

Maaf diterima. Prisil membuang muka. Lo bisa


pergi.

Gue nggak bisa!

Berusaha tidak menjerit kesal, Prisil mendongak


menatap lelaki itu tajam. Sekarang apa lagi?

Sejenak Bagas tampak ragu. Ia berkedip sekali


dan membasahi bagian bibir bawahnya. Jangan nikah
sama dia. Gue tahu kita punya perasaan yang sama.

Sil. Damar menyela sebelum Prisil sempat


menjawab. Prisil yang malu, menoleh padanya dengan
tatapan penuh permohonan maaf tak terucap. Aku pikir,
kalian butuh ruang untuk bicara. Jadi—

Dam—

—sebaikannya aku pergi dulu. Masih dengan


senyum ramahnya, Damar bangkit, kemudian pergi begitu
saja. Sebelumnya, ia bahkan sempat menunduk sekilas
pada Bagas. Memohon diri.

Begitu Damar menghilang dari pandangan, Prisil


yang mulai habis kesabaran mengepalkan tangan marah.

GC Orang Iseng 146


Ia kembali mendongak menghadap Bagas. Puas lo
sekarang?! pekiknya, tak lagi peduli kini mereka ada di
mana. Lo udah hancurin perospek pernikahan gue! puas
lo?!

Bagas meringis kecil, tak senang melihat wajah


Prisil yang memerah. Pun tak bisa dikatakan merasa
bersalah. Salah lo yang mutusin hubungan kita secara
sepihak.

Hubungan yang mana? Kita punya hubungan apa


sebelumnya?

Dekat.

Hubungan macam apa itu?!

Hubungan yang juga memiliki prospek pernikahan.

Prisil terganga, nyaris kehilangan kata-kata. Andai


tidak pernah mendengar pembicaraan Bagas dengan
Binar, barang kali Prisil sudah meleleh. Tapi, kalimat
menyakitkan Bagas dua minggu lalu masih sering
terngiang di telinganya seperti kaset rusak.

Tentang Prisil yang ... bukan tipe lelaki itu!

Lo pikir, Prisil menarik napas panjang untuk


menguatkan diri, ditatapnya mata Bagas llurus-lurus, gue

GC Orang Iseng 147


mau jadi istri yang lo suka tapi nggak sesuai sama
keinginan lo?

GC Orang Iseng 148


BAB 9

Pris, gue udah minta maaf!

Dan maaf lo udah gue terima.

Tapi lo nggak tulus!

Seakan sikap lo ke gue selama ini tulus.

Gue tulus sama lo. Gue bahkan udah menawarkan


pernikahan. Kurang apa lagi?!

Gas, lo mending tampar gue, ujar Prisil putus asa.


Ia lelah dan malu. Ini sudah kali kedua ia membuat
tontonan di tempat umum. Penyebabnya masih sama.
Bagas Samuel. Lelaki yang memang seharusnya ia hindari
sejak awal. Rasa sakit dari pukulan fisik akan hilang
dalam satu jam. Tapi kejamnya kata-kata akan terus ada,
bahkan bisa berpengaruh ke kehidupan gue. Lo tahu
kayak apa sakitnya? Prisil menggeleng keras. Nggak. Lo
punya semua hal yang dibutuhkan wanita dalam diri
seorang suami.

Dari dulu, Bagas terang-terangan tidak


menyukainya dan menghina setiap tindakannya. Cara
makan Prisil di mata lelaki itu salah. Cara bicaranya salah.
Cara berpikirnya salah. Cara pandangnya salah. Semua

GC Orang Iseng 149


serba salah. Sungguh tak terbayang bagaimana nanti
kalau sampai mereka menikah. Bodohnya, Prisil sempat
mengharapkan lamaran dari Bagas.

Jatuh cinta boleh. Bodoh, jangan!

Prisil tahu dirinya memang bodoh. Tapi, jangan


sampai mudah dibodohi juga. Cukup nilai kademisnya yang
pas-pasan.

Kalau gue emang punya itu semua, kenapa lo masih


nolak gue? Gue janji nggak akan ngulang kesalahan yang
sama lagi. Gue nggak bakal ngomong yang nggak baik
tentang lo entah di depan atau belakang lo. Kemarin gue
cuma lagi—

—khilaf! Prisil bantu melengkapi kalimatnya seraya


mengambil tas yang ia letakkan di kursi, tepat di balik
punggungnya saat ia duduk, lantas mengenakan benda itu
dan bersiap pergi. Melelahkan sekali harus berurusan
dengan Bagas.

Apa yang harus gue lakuin biar lo mau maafin gue


dan lupain omongan buruk gue kemarin?

Jauh-jauh dari gue. Jangan ganggu gue lagi.


Bahkan saat mengatakan kaliman tersebut, Prisil menolak
menatapnya.

GC Orang Iseng 150


Masih dengan satu tangan tenggelam dalam saku
celana, Bagas perhatikan Prisil dari balik bulu matanya
yang diturunkan. Gue nggak bisa, katanya keras kepala
setelah terdiam selama hampir tiga detik. Karena
setelah gue pikirin mateng-mateng, gue lebih suka punya
istri yang gue cintai daripada yang sesuai sama tipe ideal
gue. Dan semua ini karena lo, Pris. Lo berhasil mendobrak
itu semua. Membuat standar yang gue tetapkan hancur
dan berubah dalam sekejap.

Kalau Bagas berharap kalimat panjangnya yang


berisi pujian terselubung akan meluluhkan Prisil, ia gagal.
Wanita itu justru menarik napas bosan. Kalau gitu lo bisa
cari wanita di bawah standar yang lo suka. Terus lo
nikahin.

Buat apa? Gue udah nemu.

Prisil menggertakan gigi kesal. Berdebat dengan


Bagas memang selalu tak berujung sampai ada salah satu
di antara mereka yang bersedia mengalah. Barangkali
sekarang memang Prisil yang harus mundur. Mengibaskan
satu tangan ke udara, ia berbalik hendak pergi. Terserah,
asal jangan berharap orang itu gue!

GC Orang Iseng 151


Bagas tersenyum separo. Lo nggak bakal bisa nolak
gue setelah ini, ujarnya penuh kepercayaan diri yang
membuat Prisil muak.

Oh ya? tanya sang lawan bicara jengah. Sama


sekali tidak tertarik.

Mulai sekarang, gue bakal deketin lo terang-


terangan. Gue bakal sering dateng ke rumah lo. Gue bakal
ambil hati kedua orang tua lo. Setelah ini, pikirin aja
gimana cara nolak gue. Di akhir kalimat, Bagas
mengedipkan satu mata sambil tersenyum. Senang
melihat Prisil tampak kian berang.

Ah, selain terlihat menarik saat tersenyum, Prisil


juga tampak lucu dalam mode kesal.

Menghentakkan kaki, Prisil mendesis, Seakan gue


bakal percaya lagi omongan lo! Lalu berbalik dan pergi
begitu saja, meninggalkan Bagas yang tampak puas telah
berhasil menggodanya.

Namun, Bagas memang tidak berniat main-main


kali ini. Dia sadar sepenuhnya menginginkan Prisila.
Sangat menginginkannya hingga ujung batas yang mampu
ia tanggung.

GC Orang Iseng 152


Kembali menyugar rambut setelah sosok wanita itu
menghilang dari pandangan, Bagas kembali duduk,
mencoba tak peduli pada hampir seluruh pasang mata di
kafe ini dan berpura-pura tak terjadi apa pun.

Bagas datang ke sini untuk makan siang. Kebetulan


kafe ini berjarak satu kilometer dari bengkel. Salah satu
tempat makan favorit Bagas lantaran menunya yang
beragam. Ia sudah sembuh sejak minggu lalu dan kembali
aktif kerja dari kemarin. Siapa sangka keberuntungan
akan berpihak padanya. Dia bertemu dengan Prisil
semudah itu. Seolah semesta memang sudah
menyediakan panggung untuk mereka tampil.

Sialnya, Bagas harus melihat gadis itu bersama


lelaki lain. Seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan.

Lelaki lain itu sama sekali tak mengenal Prisil. Dia


ingin memiliki anak lima. Yang benar saja! Tak tahukah
lelaki itu, Prisil hanya mau bertoleransi dengan tiga anak.
Laki-laki untuk anak pertama agar bisa melindungi adik-
adiknya, kata wanita itu hampir dua bulan lalu. Dan kalau
bisa, anak selanjutnya perempuan.

Saat itu, Bagas hanya mendengarkan sambil lalu,


sama sekali tidak tertarik. Memang dirinya yang memulai
topik pembicaraan tersebut, tapi hanya sekadar iseng.

GC Orang Iseng 153


Kini saat memikirkannya kembali setelah bisa
menerima perasaannya, Bagas justru tersenyum sendiri
dan merasa berada satu langkah di depan jodoh pilihan
ayah Prisil.

Menurut Bagas, dua anak memang cukup, tapi tiga


lebih baik. Tentu saja dengan harapan anak-anaknya akan
menuruni semua gen dari sang ayah. Prisil tidak jelek,
sungguh. Hanya rata-rata. Tapi, bukankah lebih baik
kalau anak-anak mereka memiliki wajah yang rupawan?

Tidak. Tidak, masalah tampang masih bisa Bagas


toleransi. Terlebih kalau nanti anak-anak mereka
mewarisi peraduan fisik antar kedua orangtuanya dengan
sempunya. Pasti akan sangat bagus.

Namun masalah otak, Bagas mengerang lantaran


merasa ngeri, berdoa dengan sungguh-sungguh bahwa
anaknya akan menuruni kecerdasan dari dirinya.
Kesampingkan fakta bahwa kecerdasan berasal dari ibu,
sebab tidak selalu begitu. Masih ada kemungkinan.
Sekalipun nanti mereka akan mengikuti otak ibunya,
Bagas akan berupaya sekuat tenaga untuk mencarikan
guru les terbaik. Anaknya hanya harus rajin belajar dan
membaca banyak buku.

GC Orang Iseng 154


Sebab, Bagas tidak bisa membayangkan wanita lain
sebagai ibu dari calon anak-anaknya selain Prisila yang
bodoh itu. Bahkan Nara yang dulu menjadi patokan
standarnya sekalipun.

Menghidupkan sisa minuman pesanan tanpa


makan—napsunya mendadak hilang, dan Bagas sudah
cukup kenyang dengan menelan kecemburuan—karena
tak ada waktu lagi. Jam istirahat akan segera habis
lantaran dipakai untuk berdebat alih-alih makan.

Bagas bangkit berdiri dan melangkah menuju kasir


untuk membayar tagihan. Mungkin dia akan memesan
secara daring kalau nanti lapar lagi. Dirinya jelas butuh
amunisi untuk berjuang.

Siapa sangka, wanita yang dulu sama sekali tak


disukainya hingga taraf nyaris membuat ia ngeri, kini
harus ia kejar untuk dijadikan istri? Hidup memang
selucu itu kadang. Atau memang benar kata Binar? Ini
semacam kualat lantaran ia sering mengejek Agra?

Kalau pun iya, berarti ini jenis kualat yang manis.


Karena setelah Bagas bisa berdamai dengan hatinya, ia
mulai memandang dunia dengan cara yang berbeda.
Semua tampak begitu indah. Terlebih senyum Prisila.

GC Orang Iseng 155


Yang sayangnya tadi gadis itu tunjukan pada calon
tunanangannya.

Ah, bukan. Ralat.

Mantan calon tunangan. Karena calon tunangan


Prisila adalah dirinya.

Atau tidak usah bertunangan. Langsung nikah saja


sekalian. Usia mereka toh sudah cukup matang. Untuk apa
membuang waktu dan uang untuk hal semacam itu?

Berkhayal saja judu, biar kenyataan terbentuk


kemudian.

Tak ingin membuang-buang waktu, dua hari


setelah pertemuan mereka di kafe, Bagas benar-benar
datang ke rumah Prisila sepulang dari bengkel sambil
membawa tentengan aneka buah yang ia beli dalam
perjalanan. Prisila yang kebetulan membuka pintu. Kedua
matanya yang bulat dengan bulu mata pendek nyaris
melompat dari rongga begitu mendapati seorang Bagas
datang bertamu.

Assalamualaikum, sapanya sambil mengangkat


keranjang buah yang dibawanya.

GC Orang Iseng 156


Prisil tak repot-repot menunjukkan ekspresi
ramah. Waalaikum salam, jawabnya ketus. "Maaf, kami
tidak menerima tamu!" Ia nyaris menutup pntu kembali
tepat di depan hidung Bagas, tetapi terpaksa menahan
diri saat mendengar suara ibunya. Membuat Prisil harus
menggigit lidah dan mencengkeram gagang pintu sebagai
pelampiasan kesal. Ia tak mungkin bisa mengusir tamu di
depan Mama. Namanya bisa dicoret nanti dari kartu
keluarga lantaran dianggap tak tahu tata krama, sama
sekali tidak mencerminkan keluarga Hajib yang
bersahaja—salah satu kutipan favorit ibunya setiap kali
memberi nasihat.

Siapa, Sil? Tanpa menunggu jawaban, beliau


melangkah ke depan dan berdiri di sisi putrinya dengan
mata membola. Nak Bagas! Berbeda dengan Prisil yang
tampak tak senang, beliau sebaliknya. Wanita paruh baya
itu langsung menggeser tubuh sang putri dan berdiri
tepat di depan Bagas. Tumben Nak Bagas datang ke sini.
Ada perlu apa?

Bagas melirik Prisil yang langsung membuang muka,


penuh arti. Mmm, ia sengaja membuat gumaman ragu,
saya ingin menemui putri Tante.

GC Orang Iseng 157


Oh! Wanita paruh baya itu berseru penuh
pengertian. Beliau menerima keranjang buah yang Bagas
sodorkan dan menyilakan Bagas duduk. Saat Prisil buru-
buru mau berbalik dengan alasan membuat minuman,
mamanya mencegah dengan menarik lengan gadis itu dan
mendudukkan paksa di seberang meja, tepat berhadapan
dengan Bagas yang memasang tampang anak baik, ramah,
dan senyum polos.

Biar Mama yang bikinin minum. Kamu duduk aja di


sini, temani Nak Bagas. Menoleh pada si tamu, beliau
bertanya, Nak Bagas nggak apa-apa kan Tante tinggal
sebentar ke belakang?

Bagas mengangguk manis. Nggak apa-apa kok,


Tante.

Setelah mama Prisil menghilang di balik pintu


dapur, lelaki itu menyamankan posisi duduknya dengan
meumpukan dua siku di atas paha dan menjalin jari-
jemari tangannya. Kayaknya nyokap lo suka sama gue.

Prisil mendesis, tak bisa menyangkal. Ia melipat


tangan di depan dada dengan punggng menegak tegang.
Ngapain lo ke sini?

Menepati janji.

GC Orang Iseng 158


Lo nggak punya janji apa pun ke gue.

Bagas menelengkan kepalanya pura-pura


mengingat. Lantas menggeleng-geleng dramatis. Kita
bahkan belum punya anak, tapi lo udah pikun.

Jangan main-main, Gas! Prisil yang tak mungkin


bisa menjerit frustrasi pada lelaki ini di rumah jika tak
ingin dicekik ibunya, menggeram dengan nada rendah.

Gue nggak main-main. Gue serius.

Prisil membuang muka. Menolak menanggapi.

Omong-omong, kapan lo bakal buka blokiran nomor


gue? Biar nanti kalau dateng lagi, gue bisa hubungi lo.
Jadi lo bisa nyambut gue dalam keadaan cantik setelah
mandi, goda Bagas, berhasil membuat wajah Prisil
memerah. Bukan tertipu yang pasti, melainkan marah.
Jelas sekali ia berusaha menahan diri untuk tak
melempari Bagas dengan vas bunga di meja.

Ah, dan tak perlu bertanya, Bagas tahu Prisil


belum mandi. Mungkin sejak kemarin atau bahkan dua
hari lalu. Kedekatan mereka yang hampir dua bulan itu
berhasil membuat Bagas banyak tahu. Prisil yang
menceritakannya. Wanita itu bahkan sama sekali tidak
tersinggung saat Bagas menyebutnya jorok, malah

GC Orang Iseng 159


terkesan bangga karena bisa menghemat air demi
generasi selanjutnya.

Namun, sepertinya tidak mandi dua-tiga hari tak


berpengaruh banyak pada Prisil. Dia tetap terlihat manis,
dan akan lebih baik bila wajahnya tidak ditekuk. Lagi pula,
saat mereka menikah nanti, akan Bagas pastikan Prisil
mandi setiap hari. Atau sehari beberapa kali. Lengkap
dengan keramasnya tentu saja. Oh, mereka bahkan bisa
mandi bersama. Memikirkan itu saja sudah membuat
suasana hati Bagas meningkat. Senyumnya kian lebar. Dia
sampai lupa cara menghapus senyum bodoh dari wajahnya
yang semringah.

Nggak niat! jawab Prisil, masih ketus.

Bagas mengangguk-ngangguk bodoh. Dalam


otaknya tersusun banyak tipu muslihat.

Sepulang dari rumah Prisil, lelaki itu membeli


beberapa kartu sim baru. Lalu mulai berbuat usil. Dia
memang berniat mengganggu Prisil sampai gadis itu tak
memiliki ruang untuk melupakannya. Ck, Bagas memang
keras kapala.

Bahkan setelah Prisil memblokir semua nomor baru


itu, Bagas tidak kehilangan akal. Dia menghubungi Prisil

GC Orang Iseng 160


dengan nomor Binar. Lalu menggunakan posel Agra di saat
yang lain. Bahkan tab kesayangan Cesya tidak tertinggal.
Meski setiap kali tahu bahwa Bagas membajak ponsel-
ponsel mereka, Prisil akan menjerit-jerit kesal padanya
sebelum memutus sambungan dan mematikan ponsel.

Tak sampai seminggu kemudian, Bagas datang lagi.


Kali ini dia membawa dua kotak pizza. Kebetulan ayah
Prisil yang membukakan pintu.

Tak seperti istrinya yang menyambut Bagas


dengan tangan terbuka, ayah Prisil lebih kaku dan tampak
jelas tak terlalu menyukainya. Oh, tentu saja, beliau
punya calon sendiri.

Lebih parah lagi, ayah Prisil bahkan tidak beranjak


dari ruang tamu dan mengawasinya seperti satpam.
Membuat Bagas sama sekali tak berkutik pun tak punya
kesempatan menggoda sang putri.

Prisil yang kesenangan dengan keberadaan


ayahnya di rumah, menyeringai hampir sepanjang satu
jam itu. Berhasil membuat Bagas dongkol. Ia pun pulang
dengan bahu lunglai.

GC Orang Iseng 161


Sepertinya Bagas harus menyusun rencana yang
lain. Bukan cuma hati Prisil yang harus ia taklukkan,
melainkan ayahnya juga.

Kembali menyusun taktik baru, Bagas meminta


kontak ponsel Deo, adik Prisil pada Binar. Deo gampang
sekali diluluhkan. Dengan modal service motor gratis di
bengkelnya, bocah itu dengan mudah membocorkan
segala hal yang Bagas perlukan. Termasuk makanan
kesukaan ayah Prisil juga hobi dan topik kesukaannya.

Maka pada kunjungan ketiga, Bagas memastikan


calon ayah mertuanya ada di rumah. Tentu saja dengan
Deo sebagai sumber informasi.

Kenapa lo nggak kapok-kapok sih dateng ke sini?!


dengus Prisil bahkan sebelum Bagas mengucap salam.

Sampai lo bersedia nikah sama gue, katanya sambil


mengulurkan kotak martabak telor, makanan kesukaan
ayah Prisil. Salah satu kesukaan Prisil juga.

Ah, memang apa yang tak Prisil suka? Dia tipe


pemakan segala.

Sayangnya, Prisil menolak menerima. Bagas yang


sudah bertekad, tanpa dipersilakan langsung

GC Orang Iseng 162


menyelonong masuk dan duduk di sofa tempatnya biasa
duduk. Ia meletakkan kotak tadi di atas meja.

Prisil yang sepertinya ingin Bagas cepat pulang


seperti kunjungan sebelumnya, memberi tahu sang ayah
tentang tamu yang datang. Seolah mengode agar beliau
kembali mengawasi mereka.

Sayangnya, kali ini Bagas tidak akan terintimidasi.


Tepat saat ayah Prisil duduk di sofa tunggal di ujung
terjauh, Bagas pura-pura mendesah. Jangan galak-galak
sama gue hari ini, Pris. Suasana hati gue lagi buruk,
katanya memulai.

Itu bukan urusan gue.

Seakan tak mendengar balasan sengit itu, Bagas


melanjutkan, Tim sepak bola kesukaan gue kalah tanding
tadi malem, keluhnya, berhasil menarik minat ayah Prisil.

Bagas nyaris bersorak saat dari ujung mata ia


mendapati ayah Prisil mendongak dari balik ponsel yang
sejak tadi dipelototinya entah melakukan apa. Mungkin
hanya keluar masuk menu.

Bagas menambahkan dengan nada lebih nelangsa.


Mereka kalah penalti! Bayangin aja!

GC Orang Iseng 163


Pancingan berhasil. Ayah Prisil sudah sepenuhnya
menurunkan ponsel dan ikut menimbrung. Kamu menonton
pertandingan bola semalam? tanya beliau. Bagas nyaris
tertawa melihat wajah syok Prisil saat mendengar
ayahnya bertanya pada Bagas dengan nada tak sekaku
biasanya.

Sedikit menyerongkan posisi duduk, Bagas


mengangguk dengan tampang lesu ke arah ayah Prisila,
berusaha menunjukkan kesedihan lantaran tim
kesayangannya kalah.

Sebenarnya Bagas tidak terlalu suka bola, tapi dia


juga tak keberatan menonton saat sedang ada liga. Dan
kebetulan, tim yang kalah kemarin memang lebih ia sukai
ketimbang tim lawan yang menang.

Iya, Om. Tapi, tim saya kalah!

Air muka ayah Prisil berubah muram. Beliau


memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Iya, saya juga
nonton. Itu wasitnya yang nggak becus. Bagaimana bisa
dia kasih kartu pelanggaran padahal mereka tidak
melakukan pelanggaran yang fatal!

GC Orang Iseng 164


Dan bla bla bla. Dan blabla bla. Omongan yang tak
Prisil pahami pun mengalir, sukses membuat gadis itu
menganga. Tak percaya semudah itu ayahnya diluluhkan.

Saking luluhnya, beliau bahkan malarang saat


Bagas pamit pulang lantaran magrib akan segera datang.
Ayah Prisil justru mengajak Bagas salat di mesjid rumah
mereka dan ikut berjamaah, lanjut sampai isya. Bahkan
makan malam.

Papa memuji Bagas lantaran membawakan


martabak telor dari pedagang kaki lima kesukaannya. Dan
kebersamaan itu berlanjut sampai hampir tengah malam
gara-gara lupa waktu saking serunya bermain catur.

Ah, permainan yang satu ini memang kesukaan


Bagas. Terlebih, ayah Prisil ternyata merupakan lawan
yang tangguh.

Bagas anak yang baik, komentar beliau esok pagi


saat sedang sarapan, membuat Prisil yang hendak
menyuapkan nasi ke mulutnya, menghentikan gerak
tangan tepat di depan mulut.

Prisil langsung kehilangan selera. Damar lebih baik


dari dia.

GC Orang Iseng 165


Tapi, Damar sudah nggak ada kabar, kan? Mungkin
dia ngerasa kalian nggak cocok.

Bukan itu, Pa. Bagas mengacaukan pertemuan


terakhir aku sama Damar. Sejak itu Damar nggak kasih
kabar lagi dan menjauh.

Papa manggut-manggut sambil mengunyah. Sama


sekali tak merasa kesal. Meminum seteguk air, beliau
justru berkata, Nak Bagas sepertinya benar-benar suka
sama kamu. Dia nggak akan melakukan itu kalau
perasaannya tidak sungguh-sungguh. Papa setuju kamu
sama dia.

Prisil ternganga, kehilangan kata-kata. Tak


percaya ayahnya semudah itu memberikan restu pada ...
Bagas? Hanya karena mereka memiliki minat yang sama
dan sekotak martabak!

"Mama juga setuju," imbuh ibunya. "Dia manis dan


sopan sekali."

Bagas dengan kata manis dan sopan sama sekali


tidak cocok. Andai Mama tahu betapa kurang ajar dan
nyinyirnya lelaki itu!

"Deo juga." Deo ikut menimbrung disela-sela


kegiatannya mengunyah. Ia mengangkat jempol ke udara.

GC Orang Iseng 166


"Kak Sisil beruntung dapetin Kak Bagas," tambahnya
setelah selesai mengunyah. "Dia yang nggak beruntung
karena harus berurusan sama Kakak. Pasti seleranya
buruk soal perempuan."

Dasar menyebalkan. Prisil mengangkat tulang


ayamnya yang sudah bersih setelah ia gigit habis-habisan
untuk dilemparkan pada Deo yang duduk di seberang
meja, andai tak kena tegur Mama.

Kembali menggigit tulang itu kesal, Prisil menggigit


bagian tulang rawan yang tersisa dan mengunyahnya
keras-keras.

Deo salah besar mengatakan Bagas punya selera


yang buruk. Selera lelaki itu terlalu bagus sampai
menyangkal perasaannya mati-matian. Entah apa yang
terjadi hingga kini lelaki itu berbalik dan sungguh
mengerjarnya.

Mungkin hanya takdirnya yang jelek. Bukan selera.

Lagi pula, ayolah ... apa Prisil memang seburuk itu?!

GC Orang Iseng 167


BAB 10

Jadi, sampai kapan lo mau gantung hubungan lo


sama Bagas?

Menggantung hubungan dengan Bagas? Hidung


Prisil mengernyit mendengar kalimat tersebut yang
entah mengapa terasa keliru di telinganya.
Sepengetahuannya, ia tidak pernah melakukan itu. Prisil
sudah terang-terangan menolak, Bagas saja yang bebal
dan terus datang ke rumah. Dari seminggu sekali menjadi
hampir setip hari! Seakan tak ingin memberi Prisil
kesempatan bernapas.

Dia serius sama lo, Pris, ujar Binar dari seberang


saluran saat tak mendapati jawaban dari lawan bicaranya
di telepon. Mendesah, Prisil berguling dan kini berbaring
miring menghadap tembok.

Bukan hal aneh kalau dalam masalah ini Binar


bertindak sebagai penengah untuk memastikan posisi
Bagas dalam hidup Prisil. Bagaimanapun Bagas adalah adik
Binar. Dan kalau boleh jujur, Prisil tak ingin memiliki
masalah dengan Bagas karena tak mau merusak
persahabatannya.

GC Orang Iseng 168


Ah, andai Prisil memikirkan ini sebelum dulu
mengiyakan lelaki itu saat berkata ingin mendekatinya.

Coba lo yang ada di posisi gue, apa yang bakal lo


lakuin? Bukan menjawb, Prisil balik bertanya. Tatapannya
nyalang. Jarinya menekuri tekstur dinding kamar yang
agak kasar dan mulai kusam lantaran sudah terlalu lama
tidak dicat ulang.

Binar tak langsung menyahut. Desah napas


beratnya terdengar samar. Sayangnya, gue nggak pernah
ada di posisi itu. Gue nggak pernah punya kesempatan
didekati seseorang. Gue bahkan nggak punya pilihan, Pris.

Benar, Binar dijodohkan. Cobaan yang terjadi pada


wanita yang kini sudah bisa tersenyum tanpa beban itu
juga bukan hal kecil. Mulai dari kehilangan kakeknya,
kekayaan keluarga, bahkan calon anaknya. Bila saja ada di
posisi Binar, Prisil mungkin tak akan kuat.

Benar, Tuhan tak akan memberikan cobaan di luar


batas kemampuan seorang hamba. Tetapi, lihat juga
kehidupan Binar sekarang. Luar biasa habagia. Agra
terbukti sebagai jodoh pilihan terbaik dari sang kakek.

Gue suka sama Bagas, tapi, suara Prisil tercekat,


ia menarik tangannya dari dinding dan kembali telentang,

GC Orang Iseng 169


gue ragu. Seperti yang lo tahu, gue bukan sosok yang dia
inginkan, Bin. Dan gue takut, kalau gue nerima dia
sekarang, bisa jadi di masa depan Bagas akan menyesal
saat waktu mempertemukannya dengan orang baru yang
benar-benar sesuai dengan yang dia harapkan. Dan saat
itu mungkin sudah terlambat. Gue nggak mau.

Gue ngerti, kata Binar akhirnya. Prisil seolah bisa


melihat sahabatnya tersenyum simpul. Apa pun
keputusan lo, gue dukung. Nggak akan ada yang berubah
dalam persahabatan kita. Walau kalau boleh jujur, gue
sangat berharap kita benar-benar bisa menjadi keluarga.

Dan ini bukan karena gue ngedukung atau ngebela


Bagas ya, tapi ... gue ngerasa lo harus tahu. Bagas tipe
orang yang setia, Pris. Dia sayang Banget sama Bunda
Santi dan nggak mau bikin wanita mana pun berada di
posisi ibunya. Jadi, tolong pikirkan baik-baik sebelum
membuat keputusan. Juga, gue sempet denger obrolan
Papa sama Bunda Santi kemarin. Katanya mereka mau
kenalin Bagas sama anak temen Bunda.

Prisil menggigit bibir. Seharian itu suasana hatinya


menjadi sangat buruk setelah berteleponan dengan
Binar. Usai mendengar kabar tentang Bagas yang akan
dikenalkan dengan gadis lain.

GC Orang Iseng 170


Ah, apa urusan Prisil? Dia tak mau peduli. Sungguh!

Namun, bagaimana kalau gadis itu sesuai dengan


tipe yang Bagas sukai? Bagaimana kalau Bagas langsung
jatuh hati? Bagaimana kalau ....

Terserah. Terserah. Terserah. Untuk apa Prisil


memikirkan kisah asmara lelaki menyebalkan itu?
Urusannya sendiri saja sudah bikin pusing.

Berusaha mencari kesibukan, Prisil memilah-milah


kain perca dalam keranjang dekat meja jahit. Saat
menemukan kain polos berwarna cokelat dengan tekstur
halus dan agak tebal, ia mengambilnya, membuat pola
persegi sebelum kemudian meneci setiap sisi. Ia
membentuk sapu tangan dan menambah sulaman bunga di
salah satu sudut. Kemudian menambahkan dengan inisial
namanya sendiri. PH.

Begitu selesai, ternyata waktu sudah beranjak


sore tanpa ia sadari, jarum jam pendek di dinding sudah
menunjuk angka lima, sedang jarum yang lebih panjang
melewati enam.

Seketika Prisila dicengkeram perasaan tak


menyenangkan menyadari Bagas absen datang hari ini.

GC Orang Iseng 171


Mungkin dia sibuk, pikirnya. Atau sedang dikenalkan
dengan anak teman ibunya?

Prisil menelan ludah dan lebih memilih menyetrika


sapu tangan barunya sebelumnya bersiap-siap salat
magrib.

Keesokan harinya, waktu berjalan sehambar dan


selambat kemarin. Dan Bagas tidak datang lagi. Prisil
makin kepikiran. Pun tak ada kabar apa pun dari Binar.

Apa benar dia sudah diketemukan dengan wanita


lain? Apa Bagas merasa cocok dengannya? Apa Bagas
secepat itu melupakannya?

Kalau iya, Prisil seharusnya merasa lega. Bagas


kemungkinan tidak akan mengganggunya lagi. Bukan
gelisah seperti ini dan terus-terusan menatap nomor
kontak Bagas dengan bimbang. Antara hendak membuka
blokir atau membiarkannya saja.

Dasar Bagas menyebalkan!

Memilih mematikan ponsel, Prisil lempar benda itu


ke atas ranjang dan memilih keluar rumah. Ia butuh
jajan. Butuh banyak camilan. Stress bisa membuatnyan
kurus. Prisil tidak suka menjadi kurus. Masalah diet yang
sempat ia singgung pada Damar hanya untuk menyindir

GC Orang Iseng 172


Bagas saat itu. Nyatanya, Prisil lebih suka memiliki badan
yang montok. Lebih enak dipandang dan dipeluk. Entah
siapa yang mau memeluknya. Suami saja tidak punya. Yang
penting, berharap saja dulu. Kenyataan biar menyusul
kemudian.

Hari ketiga, Bagas lagi-lagi absen. Mama bahkan


sampai bertanya apa mereka bertengkar. Tentu saja
tidak. Terakhir kali mereka bertemu, Bagas pamit pulang
seperti biasa. Dia bahkan masih sempat menggoda Prisil.

Katanya, Jangan sok jual mahal lah, Pris, kalau lo


gini terus, gue bisa kecantol sama cewek lain. Nanti
nyesel loh.

Menyadari itu, Prisil makin gelisah. Jangan-jangan,


cewek lain yang Bagas maksud adalah anak teman ibunya?
Dan jangan-jangan, Bagas memang sudah kecantol?

Tak tahan, Prisil mengambil ponselnya yang sedang


diisi daya dan segera membuka blokir. Tapi bahkan
sampai tengah malam, Bagas tidak ada menghubunginya.

Bisa jadi dia belum tahu Prisil sudah membuka


blokirannya. Atau memang hanya sekadar tidak tertarik
menghubungi Prisila lagi. Opsi kedua sepertinya lebih

GC Orang Iseng 173


mungkin. Kalau dia sudah bertemu yang lain dan sesuai
dengan tipe ideal, untuk apa masih mencari Prisil?

Yah, laki-laki memang seperti itu. Perjuangannya


tidak seberapa. Setelah bosan, mereka akan pergi.
Semudah itu. Padahal andai Bagas bertahan sedikit lagi,
mungkin Prisila akan memaafkan dan memberi dia
kesempatan.

Mungkin.

Satu minggu berlalu selambat siput. Bagas tak lagi


datang ataupun menghubunginya. Dan Prisil memutuskan
untuk menghapus nomor lelaki itu. Percuma saja
menyimpan kontak kalau hanya untuk saling melihat
status satu sama lain tanpa menyapa.

Nyatanya, Bagas sudah tahu blokirannya dibuka.


Prisil sempat memeriksa siapa saja yang melihat status
terakhirnya—sapu tangan yang ia foto dan bagikan
dengan semua kontak yang tersimpan. Saat menemukan
nama Bagas di salah satu daftar pemirsa, jantung Prisil
serasa diremas.

Dia tahu, tapi dia diam.

GC Orang Iseng 174


Baiklah, mulai sekarang mari move on. Hidup terus
berlanjut. Barangkali jodoh Prisil masih menjaga hati
yang lain.

Menarik napas panjang, ia merasa sedikit lega


setelah menghapus semua riwayat obrolan sekaligus
kontak Bagas dari ponselnya. Pagi itu, untuk memulai hari,
pun berusaha tak memikirkan Bagas, Prisil menjadi rajin
dengan membersihkan seisi rumah. Ia bahkan mengelap
sepeda motor Deo yang Praktis membuat seluruh
keluarga terheran-heran.

Kesurupan setan mana lo? tanya adiknya yang tak


tahu terima kasih.

Nggak suka motor lo gue bersihin? tanyanya ketus,


masih sambil mengelap bagian samping yang sebenarya
sudah bersih. Deo bahkan berpikir mungkin ia bisa
becermin di sana.

Nyengir, bocah nakal itu berkata, Seneng banget.


Apalagi kalau tiap hari.

Adiknya memang tak tak tahu diuntung. Diberi


hati mintanya jantung. Tapi karena hari ini Prisil ingin
melakukan banyak kebaikan agar hatinya lapang, ia
berusaha menahan diri untuk tak melempar kanebo

GC Orang Iseng 175


lembap ke kepala adiknya yang luar biasa manis. Saking
manisnya, Prisil rela kalau Deo habis dimakan semut.

Kalau setelah ini Kak Sisil lowong, sekalian lah


bantu gue ganti oli.

Asal ada uang sama ongkos jalan aja.

Ongkos jalan kalau cuma buat beli cilok sih ada,


tapi uang buat ganti olinya yang nggak ada.

Kalau gitu gue nggak mau.

Itu nggak perlu bayar, kok.

Berdiri, Prisil meletakkan kanebo dengan kasar di


atas jok motor adiknya. Emang lo ganti oli di mana yang
gratis? Mertua?

Mengedip penuh maksud, Deo menjawab, Bengkel


kakak ipar.

Sejenak, tubuh Prisil menjadi kaku. Ia tahu siapa


yang Deo maksud. Bagas. Sapa lagi? Tetapi Prisil pura-
pura bodoh dengan berkata, Yang mana? Kita nggak
punya ipar pemilik bengkel.

Yaelah, calon lo, kak. Bang Bagas bilang, gue bisa


dapet service gratis di bengkel dia. Tapi, gue malu kalo
dateng sendiri. Lo ya, yang ke sana. Plisss ...!

GC Orang Iseng 176


Satu sisi, Prisil merasa enggan. Tetapi di sisi lain,
ia merasa ini kesempatannya untuk mencari tahu.

Sekali ini saja. Sekali ini. Kalau benar Bagas sudah


acuh tak acuh dan tak tertarik lagi padanya, Prisil bisa
sungguhan move on. Setidaknya, beri Bagas satu
kesempatan. Hanya satu kesempatan. Ini bukan hal yang
terlalu besar. Bisik suara hatinya yang lemah.

Menelan ludah, Prisil menarik napas bimbang


sebelum kemudian mengangguk. Deo yang kesenangan,
langsung memeluk gemas kakaknya, sengaja meletakkan
wajah gadis itu di dekat ketiaknya agar bisa mencium
aroma surga.

Cowok tengil it langsung kabur sambil tertawa-


tawa begitu Prisil hendak menggeplaknya dengan sapu.

Setelah seisi rumah bersih, Prisil bergegas mandi


dan bersiap. Dia sempat bingung memilih pakaian yang
mana sebelum kemudian memutuskan mengenakan kaus
putih lengan panjang kebesaran yang dipadu dengan
overall gombrong. Akan mencurigakan kalau ia tampil rapi
hanya untuk pergi ke bengkel. Pashminanya ia pasang
sederhana dan ditalikan ke belakang leher. Dompet
ponselnya ia letakkan dalam saku besar di bagian depan
overall denimnya. Lalu siap berangkat.

GC Orang Iseng 177


Cukup pakai skincare tanpa make up. Prisil salah
satu perempuan yang sama sekali tak pandai merias diri.
Alih-alih tambah cantik saat mengenakan maskara, yang
ada matanya perih lantaran kena tusuk aplikatornya. Ia
juga pernah mengukir alis, tapi malah tampak
menyeramkan dan tidak simetris. Satu-satunya yang ia
bisa hanya mengenakan lipstik.

Hampir tengah hari saat Prisil tiba di bengkel


Bagas. Seperti biasa, di sana cukup ramai. Prisil
mendapat nomor antrean dan harus menunggu. Untunglah
sepertinya pegawai Bagas tak mengenalinya, jadi ia bisa
duduk di kursi tunggu dengan tenang.

Oh, tidak tenang kalau boleh jujur. Jantungnya


berdebar-debar, mengantisipasi pertemuan dengan
Bagas setelah satu minggu tak saling bertatap muka atau
bicara. Prisil juga tidak bisa menahan diri untuk tak
celangak celinguk mencari.

Perlukah ia mengirim pesan pada lelaki itu dan


mengatakan dirinya ada di sini untuk menagih janji?

Janji untuk membebaskan basa ganti oli motor


Deo tentu saja. Ah, tapi Prisil gengsi. Biaya ganti oli
memang tidak murah, tapi juga tak semahal itu sampai

GC Orang Iseng 178


Prisil harus menggadaikan harga diri. Ditambah lagi,
kontak Bagas sudah ia hapus tadi pagi.

Ugh, kalau sampai penggantian oli selesai dan


Bagas tidak kelihatan, Prisil memutuskan untuk
membayar sendiri.

Tepat tiga puluh menit kemudian, Prisil menangkap


suara yang familier, terdengar seperti sedang berbicara
dengan seseorang. Perempuan.

Seketika Prisil merasa jantungnya jatuh ke perut.


Penasaran, ia mengangkat sedikit kepala dan menoleh ke
balik punggungnya.

Benar saja. Di sana ada Bagas, sedang melangkah


santai memasuki area bengkel bersama gadis cantik di
sebelahnya.

Sangat cantik. Tinggi. Langsing. Putih. Dan terlihat


begitu cerdas.

Mencengkeram ponselnya lebih erat, Prisil kembali


menunduk untuk menyembunyikan diri, berharap Bagas
tidak akan menemukannya.

Barangkali, pikirnya muram, gadis itulah putri


teman ibu Bagas. Sangat-sangat sesuai dengan tipe ideal

GC Orang Iseng 179


lelaki itu. Pantas kalau Bagas langsung berpaling. Prisil
juga tidak akan menyalahkannya.

Namun, harapan Prisil untuk tak dikenali pupus


sekali lagi. Sepertinya Bagas hapal posturnya dari sisi
mana pun, sebab detik kemudian dia menyerukan nama
Prisil yang mau tak mau harus menoleh.

Prisil?

Tenggorokan Prisil terasa kering. Menurunkan


ponsel, ia memutar kepala ke samping dan memaksa
bibirnya yang kaku untuk tersenyum. Hei, sapanya sok
ceria, lo udah dateng. Gue cari lo dari tadi.

Lo nyari gue? tanya sang lawan bicara, ragu. Ia


sempat melirik tak nyaman ke arah wanita cantik di
sampingnya sebelum kembali bertanya pada Prisila, Ada
perlu apa?

Prisil membasahi bibir bawahnya yang kering.


Otaknya dipaksa bekerja dengan cepat. Sepertinya, ia
memang harus menggadaikan harga diri. Deo minta gue
bawa motornya ke sini buat ganti oli. Dia bilang, lo janji
sama dia bakal kasih service gratis.

Oh, tanggapnya pendek. Hanya oh.

GC Orang Iseng 180


Setengah berbisik, gadis di samping lelaki itu
bertanya, Siapa? pada Bagas yang langsung salah tingkah.

Ah ya, kenalin, Bagas berbicara pada gadis di


sampingnya, bukan Prisil, seolah takut terjadi
kesalahpahaman. Prisil menahan diri untuk tak menekan
dadanya yang terasa nyeri. Sejak awal, menjatuhkan hati
pada Bagas memang sebuah kesalahan. Dia Prisila, mmm
... temen gue.

Prisila berusaha menelan ludah yang terasa pahit.


Jadi, hanya teman, ya?

Dan, Pris, dia Dewi. Anak temen Mama.

Jadi Benar. Prisil mengalihkan pandangan pada


gadis di samping Bagas dan mengangguk kecil, yang
dibalas Dewi dengan keramahan yang sama.

Dewi, Prisil melafal dalam hati, benar-benar


secantik dewi. Sesuai spesifikasi yang Bagas cari.

Mmm, Pris, tunggu di sini bentar ya, gue anterin


Dewi ke atas dulu.

Prisil mengangguk kaku masih dengan senyum di


bibirnya. Perasaannya tak menentu. Perutnya seperti di
aduk-aduk. Dadanya panas. Dan dia seperti ingin

GC Orang Iseng 181


menangis. Juga merasa bodoh karena sudah datang ke
sini. Meminta service gratis pula.

Ini semua salah Deo. Awas saja nanti!

Menarik napas, Prisil mengangkat ponsel setinggi


dada. Dengan pandangan memburam, ia segera mendial
nomor Deo begitu Bagas dan Dewi menghilang dari
pandangan, yang untungnya langsung diangkat pada
dering pertama.

Tanpa mengucap salam, Prisil berkata dengan


suara serak setengah tercekat, Gue ada urusan, nggak
bisa nungguin antrean sampai giliran motor lo. Jadi, cepet
ke sini gantiin gue. Lalu langsung menutup panggilan
begitu saja dan cepat-cepat pergi dari sana sebelum
tangisnya pecah. Prisil tidak pandai berpura-pura baik-
baik saja saat hatinya hancur.

Kenapa lo pergi? Gue kan udah bilang, tunggu.

Sial. Prisil menahan diri untuk tidak mengumpat,


karena tepat saat ia hendak menyeberang, suara Bagas
menahannya. Kenapa dia sudah turun? Seharusnya Bagas
masih bercakap-cakap dengan wanita secantik dewi itu.

Berdeham untuk membersihkan suaranya yang


bisa jadi maaih serak lantaran tenggorokannya yang

GC Orang Iseng 182


perih, ia menoleh sambil mengerjap-ngerjal mengusir
ribuan semut yang seolah mengerubuni matanya. Deo
bakal gantiin gue. Dia cuma malu kalau harus nagih janji
itu sendiri.

Lo nggak mungkin ke sini cuma buat minta gratisan


kan, Pris.

Itu bukan pertanyaan. Prisil tahu. Dan sekali lagi


ia merasakan jantungnya jatuh ke perut dan berputar-
putar di sana, membuatnya mendadak mulas. Juga malu.

Mengangkat dagu, ia berusaha menampilkan


dirinya sebaik mungkin. Bagas tak boleh tahu betapa
kacau ia saat ini. Kenapa nggak mungkin?

Lo nggak suka merendahkan harga diri di depan


gue.

Benar juga. Prisila mengalihkan pandangan ke arah


jalan, berusaha mencari pembelaan. Tapi otaknya yang
memang tidak pintar, tak bisa memikirkan apa pun.

Lo kangen sama gue, kan? Dan tebakan Bagas


selanjutnya nyaris membuat Prisil terkena serangan
jantung.

GC Orang Iseng 183


Memaksakan tawa, Prisil tak berani membalas
tatapan mata lelaki itu, Nggak usah terlalu percaya diri,
Gas!

Kalau nggak kangen, lo juga nggak bakal buka


blokiran kontak gue.

Prisil menggeram tertahan. Rasanya memalukan


sekali. Ia jadi menyesal tidak membawa tas, jadi ia hanya
bisa mengepalkan tangan erat-erat sebagai upaya
menahan diri tanpa menemukan sesuatu yang bisa
dicengkeram saat satu-satunya yang ia inginkan adalah
mencekik Bagas.

Terus, kenapa pergi saat gue bilang tunggu?

Urusan gue udah selesai, ngapain gue nunggu lo


kayak orang bego?

Cemburu, ya, tukas Bagas ringan. Ia masih


menunduk menatap Prisil dengan wajah datar. Dua
tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.

Jalan di depan mereka ramai siang itu. Bunyi


klakson berpadu dengan deru mesin. Asap kotor
beterbangan di udara, perpaduan yang sempurna dengan
matahari yang bersinar terik di atas kepala mereka.

GC Orang Iseng 184


Kening Prisil basah, tapi bukan karena gerah,
melainkan luar biasa gugup. Malu. Dan gelisah yang
bercampur jadi satu. Siapa yang cemburu? sangkalnya,
masih tetap menghadap ke jalanan.

Dia cuma kenalan, kok. Anak temen Mama


tepatnya.

Sekalian aja lo anggap semua orang temen.

Mendengar nada ketus itu, Bagas menaikkan satu


alis sebelum memicing curiga. Jadi, lo marah karena gue
kenalin sebagai temen?

Prisil mendesis kesal, Gue nggak marah! Kita


emang temen.

Bener. Bagas mengangguk sok muram, meski ujung


bibirnya gatal ingin tersenyum. Atau menyeringai. Ia
senang mellihat betapa kaku punggung Prisil saat ini.
Wajahnya juga luar basa tegang. Jelas sekali ia marah.

Saat melihat Prisil tadi duduk di salah satu bangku


tunggu, ia nyaris tak percaya, juga sedikit khawatir
karena saat itu dirinya sedang bersama anak teman
ibunya yang datang ke bengkel untuk menanyakan suku
cadang. Dan Dewi tidak datang sendiri. Dia bersama
orangtuanya yang mengobrol dengan Santi di lantai atas.

GC Orang Iseng 185


Tepat seperti dugaan Bagas. Prisil marah. Pasti
otaknya sedang sibuk merancang berbagai skenario
sekarang. Tentang hubungan Bagas dan Dewi.

Kita masih temen, tambahnya usil, Lo belum


bersedia memperbarui hubungan kita ke jenjang yang
lebih serius. Andai lo mau, tadi pasti gue kenalin lo
sebagai calon istri.

Nggak lucu, Gas!

Gue emang nggak lagi ngelucu, Sisil. Gue ngerayu.


Jadi, Bagas mengambil langkah maju, ia berdiri tepat di
samping Prisil, ikut menatap lurus ke depan, terima gue
sekarang biar hubungan kita nggak cuma sebatas teman.

Prisil tak langsung menjawab. Perutnya semakin


bergolak. Rasanya sulit percaya bahwa Bagas sama sekali
tidak tertarik dengan si dewi-dewi itu. Dia cantik,
pancingnya, menolak menjawab permintaan Bagas untuk
menerima perubahan status mereka, sesuai sama tipe
idaman lo, kan? Dia melirik ke samping sekilas untuk
mengintip ekspresi wajah sang lawan bicara. Saat Bagas
masih tampak anteng, ia menambahkan, Atau mungkin dia
udah ada yang punya, makanya nggak lo deketin?

GC Orang Iseng 186


Lo ngeremehin perasan gue, geram Bagas mulai
kesal. Ia menyerongkan tubuhnya, menghujam Prisil
dengan tatapan jengkel. Gue nggak semudah itu jatuh
cinta, Pris.

Kenyatannya, Prisil membasahi bibir bawahnya


yang kembali kering, dua tangannya yang lembap oleh
keringat, ia lapkan ke kain overallnya, lo suka sama gue
semudah itu.

Itu misterinya. Jadi?

Kemana lo seminggu ini?

Giliran Bagas yang mengerang. Prisil benar-benar


mengujinya dengan menunda-nunda memberi Bagas
kepastian. Ada masalah sama Bengkel. Seminggu ini gue
kerja sampe lembur! jawab lelaki itu dengan nada tak
ramah. Demi ubun-ubunnya yang mulai berkeringat
karena panas, Bagas bukan orang sabar.

Lo udah tahu blokirannya gue buka, kenapa nggak


ngehubungin, gue?!

Mengangkat dua alis, Bagas menunduk sedikit dan


mendekatkan bibirnya ke sisi telinga Prisil. Sengaja,
katanya sambil menyeringai.

GC Orang Iseng 187


Sengaja?

Biar lo kangen. Itu taktik tarik ulur biar lo ngerasa


kehilangan setelah gue bombandir dengan pendekatan
setiap hari.

Tak bisa menahan diri, juga marah karena merasa


dipermainkan, Prisil tendang tulang kering lelaki itu,
berhasil membuat Bagas mengaduh dan melompat-lompat
kesakitan.

Pris!

Lo yang mulai!

Buat dapetin lo! Emang salah?

Prisil membuang muka dengan pipi merona. Mulut


Bagas memang tidak pernah bisa menyaring kata-kata.
Selalu terlalu terus terang. Gue nggak bilang salah!

Jadi gimana? Mengusap tulang keringnya yang


ngilu, Bagas kembali berusaha berdiri dengan benar.
Tendangan Prisil sungguh menyakitkan! Tepat di tulang
keringnya pula!

Gimana apanya?

Jadi istri gue, mau kan?

GC Orang Iseng 188


Prisil pura-pura berpikir keras untuk menggoda
lelaki tak sabaran itu. Terserah, katanya kemudian.

Terserah lo gue anggap iya!

Terserah!

Awas kalo lusa gue lamar ke rumah, lo nolak!

Lusa?! pekik Prisil. Ia menoleh pada Bagas dengan


mata melotot. Yang Bagas balas dengan anggukan
jemawa, tanda keputusannya sudah final dan tak bisa
diganggu gugat lagi.

Lo nggak mau?

Ya bukan gitu, tapi—

Tapi?

Apa nggak kecepatan?

Gue nggak mau nunggu lama-lama. Lo labil soalnya.


Takut keburu berubah pikiran lagi. Tepat saat Prisil
mengangkat tangan hendak menggeplaknya—calon istri
Bagas memang punya refleks menggeplak kalau sedang
marah atau tertawa—Bagas segera berbalik menghindar.

Bagaaasss ...!

GC Orang Iseng 189


Iya, Sayang? sahut Bagas sambil tertawa dan
berlari menjauh dari Prisil yang mulai mengejarnya
dengan satu sepatu teracung yang entah sejak kapan
gadis itu lepas.

TAMAT

GC Orang Iseng 190


Bagas & Prisil - Malam Pertama?

Ekstra Part Satu

Menyiapkan pernikahan itu ribet sekali ternyata.


Sungguh. Andai bisa, Bagas akan melewatkan bagian
tersebut. Langsung akad di KUA saja. Sudah. Sah tanpa
harus membuang banyak uang dan waktu.

Demi apa pun, Bagas sudah sangat ingin menikahi


Prisil di hari lamaran kalau bisa.

Namun, baik Prisila, calon mertuanya, bahkan


keluarga Bagas, menentang. Kata mereka, pernikahan
hanya sekali seumur hidup—ugh, memangnya siapa yang
mau menikah berkali-kali? Terlebih dengan proses
semenyebalkan ini? Bagas sih, ogah—Jadilah ia harus
mengalah dan mengikuti apa kata mereka.

Mulai dari menghubungi WO—ia dan Prisila


berdebat lagi tentang konsep yang mereka mau dan
ujung-ujungnya bertengkar. Petugas WO yang malang,
mereka harus pulang dengan tampang bingung, barangkali
karena tak sengaja kena bentak saat berusaha
menengahi dan memberikan mereka pilihan konsep
kombinasi.

GC Orang Iseng 191


Selesai berurusan dengan konsep yang akhirnya
ditentukan Binar setelah mendengar keluhan keduanya
dari berbagai sisi, masih ada fitting baju. Ini sama
melelahkannya dan memakan lumayan banyak waktu.
Walau Bagas akui, ia sangat menikmati melihat Prisila
dalam balutan gaun putih sederhana yang dipilihnya untuk
resepsi mereka. Dia jadi terlihat berbeda dan ... ah,
sangat cantik. Bagas bahkan sengaja memintanya
berputar beberapa kali dengan alasan ada yang salah
pada gaun itu. Gengsi mengakui bahwa ia hanya ... ingin
melihat Prisil mengenakannya lebih lama. Satu-satunya
hal dari sekian banyak proses yang Bagas nikmati.

Sampai akhirnya hari yang ditunggu-tunggu itu pun


tiba. Hari pernikahannya. Yang jujur saja, berhasil
membuat Bagas tidak tidur semalaman lantaran gugup. Ia
menghafal kalimat ijab kabul dan nama calon istrinya
dengan baik bahkan mencatat di kertas kalau-kalau ia
akan lupa besok. Rasa ingin menelepon Prisila begitu
menggebu, hanya saja ternyata mereka masih harus
mengikuti tradisi kuno. Pingitan. Tak tanggung-tanggung,
satu minggu! Ponsel bagas disita oleh Binar, sedang
urusan bengkel sementara dipegang oleh Bayu.

Dari sekian hal, Bagas sangat menentang bagian


ini, hanya saja Santi yang paling berkeras. Kata ibunya,

GC Orang Iseng 192


kalau ia sangat merindukan Prisila, lampiaskan saja nanti
saat malam pertama. Bah!

Tentu saja. Prisila tidak akan selamat darinya.

Saya terima nikah dan kawinnya, Prisila Hajib binti


Agus Purwono Hajib dengan mas kawin tersebut, tunai!

Akhirnya, setelah mengulang akad tiga kali


lantaran Bagas sering lupa nama mertuanya—catatan
yang ia buat semalam ketinggalan di kamar—prosesi
sakral itu pun selesai dengan kata sah dari para saksi.
Tangan Bagas sampai basah oleh keringat dingin dan
wajahnya sudah pasti pucat pasi. Tetapi semua terbayar
lunas begitu Prisila datang dan didudukkan di sampingnya.

Prisil sangat terlihat berbeda dalam balutan


kebaya kuno milik Santi, terutama dengan dempul riasan
setebal itu. Bagas lebih suka wajah Prisil yang polos
tanpa dempul dan bulu mata setebal kipas pengantin.

Dengan senyum malu yang membuat Bagas ikut


malu, Prisil mencium punggung tangan Bagas. Rasanya ...
seperti terbang. Perpaduan dari bahagia, deg-degan dan
antusias berlebih.

Hanya saja buncah perasaan tersebut dihancurkan


oleh Prisila. Saat gadis itu mengangkat kepala usai

GC Orang Iseng 193


mencium tangannya, ia berbisik pelan dengan setengah
menggerutu, Akad kok sampai harus ngulang tiga kali.
Untung yang ketiga bener, kalo nggak, bisa kacau!

Grrr...!

Prihasil berhasil menghancurkan momentum


menyenangkan itu dalam sekejap.

Resepsi dilanjut malam setelahnya, di salah satu


gedung milik keluarga Agra. Tamu undangan datang silih
berganti seolah tak ada habisnya. Prisil mengeluh lebih
dari sekali karena kakinya sudah terasa kesemutan
berdiri berjam-jam dengan hak tinggi. Bagas sudah
menyarankan agar gadis itu melepaskannya, tapi Prisil
menolak karena tanpa heels, ia hanya akan setinggi bahu
sang suami.

Salah siapa? Pasti waktu kecil lo males minum susu


sama olahraga, kan? ledek Bagas yang Prisil sambut
dengan lirikan sebal.

Dan akhirnya, Bagas serta Prisil sudah bisa


bernapas lega setelah para tamu undangan mulai pergi.

Siapa sangka ternyata pernikahan begitu


melelahkan! Satu-satunya hal yang Bagas inginkan adalah
mandi dan tidur. Namun begitu selesai membersihkan diri

GC Orang Iseng 194


dan siap menuju alam mimpi, kantuk Bagas seketika hilang
saat melihat Prisil keluar dari kamar mandi dalam balutan
kimono handuk. Rambutnya yang setengah basah jatuh
tergerai. Setebal, sehitam dan sepanjang yang Bagas
ingat.

Lalu sekali lagi, Bagas terpesona. Sama


terpesonanya seperti saat melihat Prisil di depan kamar
mandi rumah Binar hampir satu tahun yang lalu.

Bangkit berdiri dari ranjang, Bagas hampiri


gadis—sebentar lagi dia bukan gadis lagi—itu dan meraih
pinggangnya. Prisil yang sedang sibuk menalikan kimono
handuk sempat kaget. Apalagi tanpa aba-aba, Bagas
langsung menciumnya begitu saja. Membombardir tanpa
aba-aba dan mendorong Prisil ke dinding, memenjarakan
sang istri dalam kukungan tubuhnya yang tinggi dan
mungkin tiga kali badan kecil Prisila.

Semula Prisil sempat berusaha mengelak, tapi


akhirnya luluh juga oleh bujukan suaminya.

Ah, suami. Kenapa kata itu terasa pas?

Merengkuh leher Bagas, Prisil membalas ciuman


itu dengan gerakan ragu-ragu dan polos, sampai akhirnya
bisa mengimbangi Bagas.

GC Orang Iseng 195


Saling menjauhkan diri demi menghirup napas
panjang-panjang untuk mengisi paru-paru, Bagas
mengecup leher Prisil dan berbisik, Kamu nggak selelah
itu, kan? tanyanya, sama sekali tak sadar sudah
mengubah cara bicaranya. Jadi lebih lembut dan ... sejak
kapan Bagas menyebut Prisil dengan kamu?

Kenapa? Prisil balas bertanya, yang Bagas balas


dengan menggigit lehernya dan membuat tanda di sana,
kemudian tersenyum puas saat melihat hasil karyanya
yang tercetak jelas di pangkal leher sang istri.

Benar, istri. Bagas punya istri sekarang. Jadi, ia


tak lagi akan merasa iri pada kebahagiaan Agra.

Aku mau meminta hakku sekarang.

Prisil meringis. Ia mengangkat kepala Bagas agar


kembali menatapnya. Mmm .. begini— katanya ragu-ragu.

Apa lagi?

Kayaknya nggak bisa sekarang deh, Gas.

Kenapa? tanya Bagas setengah merengut. Ia


mengencangkan cengkeramannya pada pinggul Prisil yang
ternyata lumayan berisi dan menyenangkan saat

GC Orang Iseng 196


disentuh. Sangat menyenangkan hingga rasanya tangan
Bagas tak ingin beranjak.

Oh ya, mereka tidak pernah sedekat ini selama


masa pertunangan. Bagas menghormati Prisila dan
berusaha menjaganya. Terlebih, Prisil jarang mau
berduaan, kecuali di mobil. Salah satu kontak fisik yang
sering terjadi hanya ... saat Prisil marah atau luar biasa
senang, karena saat-saat itu istri Bagas akan dengan
senang hati menjadikannya sasaran geplak!

Kamu belum siap? tanyanya lagi saat melihat


ekspresi ngeri di wajah Prisil yang sudah bersih dari
riasan. Ada jerawat kecil di ujung pelipisnya yang tampak
baru tumbuh. Aku sempet baca di artikel, katanya emang
agak sakit saat pertama melakukannya, bahkan mungkin
bisa sampai berdarah, tapi nggak sesakit itu. Aku janji
bakal hati-hati.

Prisil meringis dan menggigit bibir. Ia menarik


leher Bagas lebih turun dan mengecupnya sebelum
berkata, Aku lagi datang bulan.

Apa? Bagas mengangkat pandangan dan menatap


Prisil horor.

GC Orang Iseng 197


Aku datang bulang. Menstruasi. Haid, jelas Prisil
seolah Bagas manusia bodoh yang perlu diberi
pemahaman tentang siklus bulanan wanita.

Sejak kapan? tanya Bagas nelangsa.

Aku baru tahu tadi pagi.

Ya ampun! Biasanya berapa hari? Suara Bagas


makin terdengar tersiksa.

Biasanya sembilan sampai dua belas hari.

Bagas menggeram rendah seperti hewan buas yang


terluka. Dan seakan tubuh Prisil mengandung aliran
listrik yang terlalu besar, Bagas langsung melepaskannya
sembari berbalik membelakangi wanita—dia masih gadis
dan mungkin akan terus begitu sampai sepuluh hari ke
depan—itu.

Sepuluh hari! Kalau Bagas beruntung. Kata Prisil


bisa sampai dua belas! Lantas, bagaimana cara Bagas
melewati malam-malam itu dengan Prisil di sampingnya,
menggerai rambut seperti malam ini dan terlihat begitu
menggoda?

Yah, kata Bagas dengan nada kalah, mungkin gue


harus mandi lagi.

GC Orang Iseng 198


Lo udah mandi, kenapa mau mandi lagi? dan dengan
polosnya Prisil masih bertanya!

Gue lagi tegang, Pris! Butuh air dingin buat


meredakannya!

Ragu-ragu, Prisil menarik lengan piyama Bagas, lalu


memeluknya dari belakang. Memeluk! Oh ya ampun,
betapa ini cobaan yang sungguh berat bagi Bagas.
Kepolosan Prisil benar-benar menguji imannya. Gue baca
juga di artikel, kata sang istri lirih, ada cara lain untuk
meredakan, Prisil berdeham seolah keberatan
mengatakan dengan gamblang, tanpa harus ke menu
utama, lanjutnya dengan nada lebih pelan.

Melepas pelukan dari pinggangnya, Bagas berputar


kembali menghadap Prisila. Kamu bersedian
melakukannya?

T-tapi, gue nggak ada pengalaman.

Aku juga nggak.

Terus gimana?

Kita sama-sama belajar, ujar Bagas sebelum


kembali mencium Prisil dengan penuh semangat.

GC Orang Iseng 199


Yah, meski harus menunda malam pertama sepuluh
hari, tak apalah. Setidaknya, Prisil tidak keberatan kalau
malam ini dihabiskan mereka untuk belajar.

Belajar anatomi masing-masing tubuh. Hmm, bukan


pilihan yang terlalu buruk. Dan sepertinya akan cukup
menyenangkan.

Keesokan paginya, saat mendengar suara jeritan


dari kamar mandi, Bagas buru-buru keluar kamar sambil
tertawa-tawa, berusaha menghindari omelan istrinya
yang pasti akan sepanjang rel kereta lantaran Bagas
membuat banyak sekali tanda di leher dan dada gadis itu.
Lagian, apa masalahnya? Toh, Prisil mengenakan hijab,
kan? Kecuali saat tiga hari kemudian mereka bertandang
ke rumah orangtua Prisil dan berencana menginap di sana.

Prisil yang biasanya tak menggunakan kerudung


saat di rumah, jadi harus tetap mamakainya. Membuat
sang ibu bertanya, Tumben nggak lepas hijab di rumah?
Dilarang suami?

Prisil melirik Bagas sebal, yang dibalas suaminya


dengan pura-pura fokus menonton teve dengan Deo.

Nggak apa-apa kok, Ma. Lagi pengen aja.

GC Orang Iseng 200


Sayangnya, Deo yang nakal tidak bisa semudah itu
ditipu. Sambil mengerling jail, si bocah menyebalkan
menyeletuk, Paling banyak cupangnya, Ma. Sukses
membuat Prisil berang dan melempari Deo dengan
kemoceng.

Andai aku tahu menikah semenyenangkan ini, aku


pasti udah ngelamar kamu begitu kita lulus kuliah, ujar
Bagas suatu malam sambil memain-mainkan rambut tebal
Prisil yang beraroma gingseng samar-samar.

Mereka sudah pindah ke rumah baru sejak pekan


lalu. Atas permintaan Prisil, lokasi yang mereka pilih tak
jauh dari rumah orangtua wanita itu. Setengah jam
perjalanan ke rumah Binar kalau sedang tidak macet dan
empat puluh lima menit ke rumah orangtua Bagas.

Akhirnya setelah penantian sebelas hari yang


panjang, Prisil mengabari bahwa ia sudah suci. Bagas yang
tidak mau menyia-nyiakan waktu, langsung menyerang
istrinya, lupa bahwa matahari di luar masih terang dan ia
pulang hanya untuk makan siang di rumah.

Jadilah, setengah hari kemudian Bagas memilih


tidak kembali ke bengkel dan mengurung Prisil untuk
dirinya sendiri.

GC Orang Iseng 201


Seperti janjinya, ia membuat Prisil yang benci
mandi bahkan harus keramas tiga kali! Empat kali kalau
waktu sebelum subuh ikut dihitung.

Yakin lo mau nikahin gue waktu itu? tanya Prisil


sangsi. Ia membenarkan letak selimutnya hingga menutup
sempurna hingga bagian dagu. Bagas tidak bisa diberi
pemandangan tulang selangkanya walau hanya sedikit
kalau tidak ingin mengulang lagi kegiatan malam pertama
yang tak ada habisnya. Padahal ini entah sudah malam ke
berapa.

Laki-laki dan nafsu mereka ternyata menakutkan.


Atau hanya suami Prisil saja?

Dengan yakin, Bagas mengangguk. Ia menarik


sejumput rambut sang istri dan menciuminya.

Prisil yang sama sekali tak mempercayai jawaban


sang suami, mendengus. Kalau waktu diulang, gue yakin
jawaban lo akan beda. Lo dulu nggak suka banget sama
gue dan sukanya sama Nara.

Mendengar nama Nara disebut, Bagas mengangkat


pandangan dan menatap Prisil dengan mata menyipit.
Kamu tahu dari mana kalau aku sempet suka sama Nara?

GC Orang Iseng 202


tanyanya, penasaran. Tidak pernah ada yang tahu tentang
ini. Bahkan Agra sekali pun.

Berdeham salah tingkah, Prisil berbalik badan dan


berpura-pura menguap, tapi Bagas yang terlanjur
penasaran tak akan membiarkan ia tidur dengan tenang.

Priss ..., desisnya sambil menarik pinggang Prisil di


balik selimut. Ugh, ingatkan Prisil bahwa ia bahkan belum
memakai baju. Karena bagas yang melarang, tentu saja.
Kata suaminya, dia suka saat kulit mereka saling
bersentuhan. Alasannya ... hangat. Padahal kalau memang
kedinginan, mereka cukup mematikan ac. Anehnya, ac di
kamar mereka malah selalu Bagas setel dengan suhu yang
sangat rendah. Prisil jadi curiga Bagas melakukan itu
agar ia merasa kedinginan dan tak keberatan mereka
tidur berpelukan agar tidak menggigil.

Bagas memang bisa jadi sangat licik untuk


mendapat banyak keuntungan dari Prisila.

Dari mana lo tahu tentang Nara? tanyanya lagi.


Jawab atau malam ini kita akan begadang.

Bergumam jengkel, Prisil mengubah posisi


berbaringnya menjadi telentang. Ia melirik teman
seranjangnya dengan sebal sebelum kemudian dengan

GC Orang Iseng 203


berat hati mengakui rahasia yang selama ini dirinya
simpan sendirian. Gue nggak sengaja denger waktu lo
nyatain perasaan ke Nara di belakang gedung aula waktu
kalian wisuda, jawabnya dengan nada acuh tak acuh.

Lo nguping? tuding Bagas.

Nggak sengaja! kilah Prisil.

Bagas makin menyipitkan mata. Pasti nguping,


katanya keras kepala. Gue inget kita nggak wisuda
bareng. Lo lulus satu semester setelah gue!

Lo wisuda bareng Noni!

Gimana ceritanya lo bisa sampe di belakang aula?

Gue lagi sakit perut dan cari kamar mandi.

Nggak ada kamar mandi di belakang aula kampus


kita, Pris.

Prisil meringis. Ia memang tidak pandai membuat


alasan. Menggeram, ia berbalik badan menghadap sang
suami dan berkata jujur sambil cemberut. Oke, gue jujur.
Gue ngikutin kalian waktu itu. Tapi gue emang lagi sakit
perut. Waktu mau ke kamar mandi, gue nggak sengaja
lihat lo sama Nara berjalan ke belakang aula. Karena
curiga dan penasaran, gue ikuti dan ternyata ... gue

GC Orang Iseng 204


disuguhi adegan romantis secara langsung. Tapi ... lo
ditolak! Di akhir kalimat, Prisil menahan diri untuk tidak
menertawakan kemalangan Bagas.

Kemalangan Bagas yang berakhir menjadi


keuntungan bagi Prisil.

Bagas berdeham, tampak agak malu. Dan sebagai


pengalihan, ia menggigit bahu istrinya. Benar-benar
menggigit seperti drakula yang haus darah, yang Prisil
balas dengan menendang tulang keringnya hingga Bagas
nyaris jatuh dari ranjang. Sebagai balasan, Bagas
memiting leher Prisil sampai wanita itu memohon ampun
dan meminta dilepaskan, membuat selimut malang yang
semula mereka pakai terlepas dan jatuh teronggok di
lantai.

Yah, begitulah pernikahan mereka yang menurut


Bagas sangat menyenangkan dan sama sekali tak ia sesali.
Justru ia bersyukur mendapatkan seorang Prisila sebagai
istri. Bukan Nara atau wanita lain. Sebab kalau bukan
Prisila, Bagas tidak yakin pernikahan akan semenyengkan
ini.

Dulu, Bagas memang merasa sedih dan terluka


setelah Nara tolak. Tapi kini tak lagi. Rasa sakitnya

GC Orang Iseng 205


sudah Tuhan ganti dengan yang jauh lebih sepadan. Dalam
sebentuk cinta untuk wanita lain yang sesuai untuknya.

Luar biasa sesuai.

Bagas sangat bahagia sekarang. Dan semoga


sampai nanti.

GC Orang Iseng 206


Bagas & Prisil - Bonus Terakhir

Ekstra Part 2

Namanya Ameera, si kecil yang ... 98% mirip


ibunya. Sama sekali tak ada jejak-jejak Bagas dalam diri
bocah itu, seolah Prisil membelah diri alih-alih mendapat
keturunan dari hasil perkawinan.

Sekarang dia sudah beranjak empat tahun, mulai


masuk sekolah untuk anak usia dini. Tidak ada kata
pendiam untuk Ameera. Dia suka mengoceh dan bertanya.
Rasa ingin tahunya luar biasa besar, berbanding terbalik
dengan daya pahamnya yang cukup rendah. Benar-benar
Prisil versi mini. Jadilah ia akan terus mengejar jawaban
yang orang-orang berikan sampai mereka kesal sendiri.
Terutama Bagas yang minim kesabaran.

Seperti, Papa, Kenapa Prisil jadi anak perempuan?


Kenapa bukan laki-laki?

Itu sudah takdir, Sayang, jawab Bagas kalem


sambil memainkan ponselnya. Sedang Ameera duduk di
undakan teras, tampak sibuk mengelus bunga mawar yang
baru menguncup.

Takdir itu apa?

GC Orang Iseng 207


Ketetapan Tuhan.

Kenapa Tuhan menetapkan Ameera sebagai anak


perempuan?

Oh, ya ampun! Ini mulai mengarah ke ranah yang


berbahaya. Bagas celingukan mencari sosok Prisila untuk
melimpahkan tanggung jawab ini pada sang istri. Sebab,
mau menjelaskan semudah apa pun, bukannya mengerti,
Ameera justru akan kian gagal paham. Benar, usianya
masih empat tahun, belum waktunya ia berpikir begitu
jauh, hanya saja entah bagaimana otak kecilnya selalu
bisa berpikir di luar perkiraan Bagas sebagai seorang tua.
Padahal seingat Bagas, Bahkan Dhamiri yang menuruni
kecerdasan ayahnya saja tak seperti ini.

Tak menemukan Prisil sejauh jarak pandangnya,


Bagas mendesah. Ia terpaksa harus memutar otak.
Mungkin itu yang terbaik untuk Ameera.

Kenapa masih mungkin?

Ameera nggak boleh bertanya kayak gitu, Sayang.


Ameera harus bersyukur.

Ameera bersyukur, kok. Tapi, Ameera bakal lebih


suka kalau jadi anak laki-laki.

GC Orang Iseng 208


Ameera nggak boleh gitu!

Berhenti mengelus kuncup bunga mawar, Ameera


cemberut. Ia melipat kaki dan memeluknya. Temen-
temen Ameera banyak anak laki-laki. Tapi karena Ameera
perempuan, Ameera sering nggak diajak main, Pa, adanya
dengan logat cadel yang lucu.

Kan bisa main sama temen perempuan.

Temen perempuan nggak asyik. Mereka suka main


boneka, Ameera kan sukanya mobil-mobilan.

Ugh, salahkan Bagas karena terlalu sering


membelikan mainan jenis itu untuk putrinya dan hampir
setiap hari membawa si sulung ke bengkel. Ameera jadi
memiliki ketertarikan yang aneh pada otomotif. Ya, mau
bagaimana? Bagas suka membawa bocah itu ke mana-
mana meski kebawelannya sering membuat ia kewalahan.
Bagas senang setiap kali ditanya, apa bocah ini putrinya?
Lalu dengan bangga Bagas akan mengiyakan.

Ameera tidak secantik Cesya atau anak-anak lain


yang memiliki wajah lucu dan temban seperti boneka,
sudah Bagas katakan. Dia benar-benar cetak biru ibunya.
Kendati demikian, bagi Bagas, tak ada yang bisa

GC Orang Iseng 209


menandingi senyum putrinya—kecuali sang istri. Juga
suara tawa yang menyenangkan.

Meski agak lamban dalam pelajaran—sampai kini


bocah itu bahkan belum bisa menghapal huruf, bahkan
hitungannya hanya sebatas puluhan—tapi dia kreatif dan
suka berkebun.

Jangan beri Ameera gadget karena dia akan


membuangnya. Cukup beri Ameera kardus dan lem, maka
bocah tersebut akan menyulapnya menjadi benda lain.
Atau benang dan manik untuk dijadikan gelang. Salah
satu hal dari Ameera yang sangat Bagas banggakan.

Oh, satu lagi. Jangan beri dia lego. Ameera tidak


akan tahu bagian-bagian yang harus disusun. Terlebih,
dia menuruni sifat tidak sabar sang ayah. Satu-satunya
hal dalam diri Bagas yang tak ingin diwariskan andai bisa.

Main boneka juga seru kok, Nak.

Nggak seseru pas pegang remot kontrol, Pa. Anak-


anak perempuan kenapa suka main boneka?

Karena cantik? tebak Bagas asal. Ia meletakkan


ponselnya di meja teras dan mengamati Ameera yang
masih cemberut. Rambut hitam tebalnya yang sepanjang
bahu diikat dua dan mulai longgar. Hasil karya Bagas.

GC Orang Iseng 210


Prisil sedang hamil tua, calon anak kedua mereka dan
mulai susah bergerak lantaran kakinya bengkak. Jadilah
Bagas yang harus lebih sering mengurus Ameera
termasuk memandikan dan menyiapkannya berangkat
sekolah. Jadi, tentu hasilnya tak akan sesempurna ikatan
Prisila.

Boneka jelek, Papa. Rambutnya palsu!

Ya kan boneka benda mati, Meer. Nggak mungkin


rambutnya asli.

Kalau gitu, kenapa nggak dibikin hidup? Kayak


mobil. Hidup dan bisa jalan.

Mobil juga benda mati, Nak.

Ameera menoleh pada ayahnya seolah Bagas


manusia paling tolol di bumi. Kerutan dalam tercetak
seiring dengan kerucut miring bibirnya. Mobil hidup, Pa.
Bisa jalan.

Nggak semua hal yang bisa jalan itu hidup. Dan


Bagas mulai lelah memberi penjelasan, sebab ia tahu
semua ini tak akan ada habisnya.

Terus kenapa Mama selalu suruh Papa hidupin


mobil sebelum anter Meera sekolah?

GC Orang Iseng 211


Ya, itu— Bagas kehilangan kata-kata. Mendadak ia
merasa benar-benar bodoh menghadapi putrinya yang
peringkat ketiga terakhir di sekolah.

Oh ya ampun, kadang-kadang Bagas jadi berpikir.


Sebenarnya, Ameera ini cerdas apa oon? Kenapa di satu
waktu ia bisa sangat lamban tapi di waktu yang lain
pemikirannya bahkan membuat Bagas terheran-heran.

Beruntungnya, saat itu Prisil datang dengan


membawa nampan berisi puding. Bagas jadi merasa
benar-benar telah berhasil diselamatkan entah dari apa.
Sebab Ameera langsung melupakan pertanyaannya dan
menghambur pada sang Mama meminta disuapi lantaran
tangannya kotor dan dia malas ke dapur untuk cuci
tangan.

Aku juga mau disuapi. Bagas membuka mulut lebar-


lebar seperti anak kecil, benar-benar tak ingin kalah dari
putrinya yang berusia empat tahun.

Nggak usah manja deh, Gas. Kamu udah tua. tukas


Prisila ketus, tapi ia tetap menyuapi lelaki yang tahun ini
berusia 32 itu.

Aku-kamu. Bagas dan Prisil mulai membiasakan diri


dan konsisten menggunakan sebutan tersebut untuk satu

GC Orang Iseng 212


sama lain sejak Ameera sudah bisa bicara. Itu pun
lantaran si sulung mencontohnya dan mengatakan, "Punya
weee!" saat berebut mobil-mobilan dengan Dhamiri.

Alhasil, Bagas dan Prisil kena teguran keras dari


Bayu lantaran memberi contoh yang tidak baik.

Hanya saja untuk panggilan sayang, mereka masih


gengsi. Paling, hanya digunakan saat sedang menggoda
satu sama lain, meski terkadang Bagas sering keceplosan.
Di depan orangtua, karena tidak enak kalau memanggil
Prisi dengan nama, Bagas akan memanggilnya 'Mama
Ameera' Atau 'mamanya Meera'. Begitu pun sebaliknya.

Entah bagaimana, lima tahun berlalu begitu cepat.


Bagas merasa baru kemarin mereka menikah, tapi kini
sudah akan punya anak dua. Kendati begitu, wajah Prisila
sama sekali tidak berubah. Masih tampak semuda dulu.

Prisila memang tidak cantik, namun wajahnya luar


biasa awet. Siapa yang akan menyangka kini dia sudah
setua Bagas? Memiliki tubuh dan wajah yang kecil
memang sangat menguntungkan.

Manja sama istri sendiri ini. Yang masalah tuh


kalau manja ke istri orang. Bagas nyengir sambil

GC Orang Iseng 213


mengunyah pudingnya sebentar sebelum menelan dan
membuka mulut lagi.

Selesai memberi Bagas suapan kedua, Prisila


meringis. Ia meletakkan piring puding yang dipegangnya
ke meja sambil memegangi perutnya yang membuncit
seolah akan meledak. Tangan yang bebas, ia tumpukan
pada bahu Bagas dan sedikit mencengkeramnya sebagai
pelampiasan rasa sakit.

Pris, kenapa? Bagas yang khawatir, mengambil


tangan Prisila di bahunya seraya bangkit berdiri. Mulai
panik mengingat kandungan Prisila sudah memasuki bulan
ke sembilan, tapi perkiraan lahir masih seminggu lagi.

Dengan dibantu sang suami, Prisila duduk di kursi


sebelah. Ameera yang tak mengerti kesakitan ibunya
hanya menatap dengan wajah polosnya.

Nggak apa-apa kok, cuma kontraksi aja.

Mau ke klinik?

Nggak usah, Gas. Belum waktunya juga.

Tapi, kamu sakit.

Prisil berdecak tak sabar. Dia menatap Bagas


jengkel. Kalau tiap aku ngerasa sakit kamu mau ajak ke

GC Orang Iseng 214


klinik, sekalian aja nginep di sana biar nggak usah bolak-
balik! gerutunya kesal.

Boleh kalau itu mau kamu. Biar aku siapin keperluan


kamu sekarang. Bagas sudah akan beranjak mengira kata-
kata Prisil sungguhan, yang kian membuat sang istri
makin dongkol alih-alih tersentuh. Hal terakhir yang
Prisil inginkan saat ini adalah kekhawatiran Bagas yang
berlebihan. Dia juga persis seperti ini saat mengandung
Ameera dulu. Malah bisa dikatakn lebih parah. Mereka
nyaris tiap minggu datang ke klinik.

Prisil mengalami bercak sedikit, Bagas heboh dan


langsung melarangnya turun dari ranjang. Bagas bahkan
membelikan kursi roda hanya agar Prisil tak banyak
bergerak mengingat istrinya kadang tak bisa diam. Prisil
muntah, suaminya yang tidak tenang. Bagas yang biasanya
selalu meminta jatah hampir setiap malam, malah
menahan diri dan tak sama sekali berani menyentuh Prisil
selama trimester pertama.

Untugnya, di kehamilan kedua, Bagas yang lebih


menderita. Dia yang mual-mual dan sangat sensitif, juga
mengalami morning sick. Salah satu keuntungan besar
bagi Prisil. Walau terkadang Prisila tak tega juga
melihatnya karena Bagas masih harus bekerja.

GC Orang Iseng 215


Ah, mengingat kembali masa lalu hanya membuat
Prisila ingin menangis karena terharu. Dia tidak pernah
menyangka Bagas akan mencintainya sebesar itu. Sangat
mencintainya meski Bagas jarang, nyaris tidak pernah,
mengungkapkan secara gamblang. Hanya saja sikapnya
sudah cukup membuktikan. Bahkan Bagas yang pertama
kali menyadari Prisila hamil tepat di tiga bulan
pernikahan mereka hanya karena sifat Prisil sedikit
berbeda dan gampang kelelahan. Sebab jadwal haid Prisil
memang tidak teratur, jadi tak bisa dijadikan patokan.

Alih-alih membelikan testpack, Bagas langsung


membawanya ke dokter kandungan. Lalu berseru
kegirangan saat dokter membenarkan bahwa istrinya
hamil. Bagas jug membangga-banggakan itu di depan
keluarga besar dan mengatakan ia tak kalah tokcer
dengan Agra, yang membuat mereka geleng-geleng
kepala, bahkan Binar terang-terangan memutar bola
mata menanggapi tingkah ajaib adiknya.

Bagas juga sangat protektif. Dia melarang Prisil


keluar rumah sendirian. Harus mengajak seseorang. Dan
kalau mereka jalan berdua, Bagas tidak akan pernah
melepaskan Prisil dari pandangannya. Binar bahkan
menjulukinya si bucin—budak cinta—yang kualat.

GC Orang Iseng 216


Saat hamil Ameera dulu, Prisil sangat ingin
melahirkan secara normal, tapi Bagas berkeras melarang.
Dia meminta Prisila bersedia melakukan caesar seperti
Binar hanya karena tak ingin melihat Prisil kesakitan saat
mengejan. Tapi bukan Prisil namanya kalau menurut
semudah itu. Mereka sempat berdebat karena masalah
tersebut sampai sering adu mulut selama berhari-hari
sampai kemudian Bagas mengalah setelah Santi
memberikan pengertian. Melahirkan normal tidak
semenakutkan itu. Walau Bagas benar-benar merasa
ngeri saat menunggu di luar ruang bersalin. Dia tidak
berani masuk ke dalam ruangan. Mendengar suara Prisil
yang kesakitan saja sudah membuatnya mual dan pucat
pasi.

Barulah begitu suara tangis terdengar, Bagas


langsung berhambur masuk, melangkah setengah berlari
dan langsung menuju ranjang tempat Prisil berbaring
kelelahan dengan titik-titik keringat di keningnya, sama
sekali mengabaikan dokter yang menyodorkan putrinya
untuk diperlihatkan demi memastikan keadaan Prisil dan
menyerbunya dengan banyak ciuman bertubi-tubi dengan
tubuh yang gemetar. Kamu baik-baik aja, kan? Adalah
pertanyaan pertama Bagas. Matanya merah dan
keningnya dihiasi banyak kerutan. Ekspresinya

GC Orang Iseng 217


menunjukkan betapa khawatir lelaki itu. Sesuatu yang
berhasil membuat lelah dan sakit Prisil menghilang,
lenyap seketika seolah tak pernah ada.

Menggigit bibir menahan tangis, Prisil


mengangguk. Bagas mendesah lega dan memeluknya
sambil mengucapkan banyak syukur. "Terima kasih.
Terima kasih sudah mau berjuang sekeras itu untuk
melahirkan anak aku."

"Anak kita," koreksi Prisil yang Bagas setuju


dengan anggukan.

"Tapi, gue nggak mau lo hamil lagi," katanya di atas


puncak hidung wanita itu. "Gue nggak sanggup
menghadapi hal semengerikan ini untuk kedua kalinya,"
lanjut Bagas, lima menit sebelum dia melihat Ameera
untuk kali pertama dan langsung jatuh cinta sejatuh-
jatuhnya.

Usai mengadzani sang putri, Bagas menghampiri


Prisil yang sudah dibersihkan sambil menggendong bayi
kecil Ameera dengan hati-hati dan berucap serangan
bulu ayam, "Dia cantik. Gue nggak bakal tega biarin dia
jadi anak tunggal dan tumbuh kesepian. Kita harus kasih
dia banyak adik. Minimal tiga, ya."

GC Orang Iseng 218


Mata Prisil nyaris melompat mendengarnya.
Padahal, baru beberapa menit lalu dia berkata
sebaliknya! Mendelik, Prisil membalas ketus, "Lo aja yang
hamil. Lo nggak tahu aja rasanya dijahit. Sakit!"

"Caesar. Kata Binar nggak terlalu sakit."

"Tetep aja sakit!"

Bagas merengut, tapi dia tidak mendekat lagi


karena tahu kondisi sang istri masih sangat lemah. Tetapi
ia bertekad minimal mereka harus punya anak tiga.

Andai kamu mau dengerin aku buat caesar, kamu


nggak bakal kesakitan kayak gini. Gerutuan Bagas
berhasil membuyarkan kenangan Prisil tentang masa lalu.
Dia menunduk dan mendapati lelaki itu berjongkok di
depan dan mengelus perut buncitnya, tempat putra
mereka berada.

Benar, kali ini anak mereka berjenis kelamin laki-


laki—dari hasil USG. Setiap malam Bagas selalu berdoa,
semoga kali ini anaknya menuruninya. Rasanya tidak adil
kalau dia hanya menjadi penyumbang sperma, sedang
anak-anaknya menuruni Prisila semua.

Dan kalau sampai yang ini masih mirip mama


mereka, Bagas bertekad ia harus segera memproses anak

GC Orang Iseng 219


ketiga. Persetan dengan Prisil yang hanya mau memiliki
dua anak.

Prisil memutar bola mata mendengar keluhan


suaminya. Aku yang lahiran kok kamu yang sewot, sih?

Bagas memberengut. Kamu nggak tahu gimana


rasanya menunggu dalam ketidakpastian, Pris!

Mendengarnya, wajah Prisila melembut, ia menarik


napas dan mengelus rahang Bagas yang agak kasar
lantaran sudah tidak dicukur selama satu minggu. Ia
tahu, bagas hanya khawatir dirinya akan terluka. Sambil
tersenyum, Prisil berkata pelan, Aku baik-baik aja.

Kamu emang nggak bisa nggak ngebantah, kan?

Prisila mendengus geli. Sejak awal milih aku,


seharusnya kamu udah tahu.

Aku memang sudah tahu kalau kamu sangat keras


kepala, tukas Bagas sambil menarik kepala Prisila dan
mencium sudut bibirnya.

Ameera yang melihat itu tak terima diabaikan dan


menghambur ke tengah-tengah mereka, menuntut satu
ciuman yang sama. Sambil tertawa, Bagas mengabulkan

GC Orang Iseng 220


permintaan sang putri dan mengecup keras-keras hidung
kecil si bocah.

Bersamaan dengan itu, Prisil merasa air


ketubannya pecah. Bagas yang melihat kaki istrinya
basah, langsung menghentikan tawa dan bergerak panik.

Melupakan barang-barang persiapan, segera Bagas


memasukkan Prisil ke mobil. Juga Ameera—ia tak
mungkin meninggalkan putrinya sendirian di rumah.

Maka, pada sore di hari yang sama, putra Bagas


lahir dengan bobot 3,5 kg dan panjang hampir 50 cm. Pun
doa yang setiap malam Bagas panjatkan ternyata
terkabul. Si bungsu mirip sekali dengannya. Kecuali
bentuk dagu yang mengikuti Prisila. Ah, bagian itu masih
bisa dimaklumi.

Dengan bahagia, Bagas memberinya nama Ameer.

GC Orang Iseng 221


GC Orang Iseng 222

Anda mungkin juga menyukai