Anda di halaman 1dari 282

12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.

html

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Pilih Siapa
Satu
Cinta sering kali menyusahkan. Iya, kalimat itu cocok untuk dipakai
menggambarkan situasi yang sedang aku hadapi sekarang.
Penampilanku yang cerah maksimal saat keluar dari rumah pasti sudah
berubah masam saat memandang sebal pada cinta dalam hidupku di
hadapanku ini sekarang.

Mengapa... mengapa dia harus memilih saat ini untuk merajuk? Demi
Tuhan, ini baru pukul 8 pagi. Semua makhluk di dunia seharusnya
senang menyambut pagi. Ayam berkokok, burung berkicau, daun-daun
berpelukan manja dengan embun, angin berembus sepoi-sepoi, aroma
ma—

Aku menggeleng kuat-kuat. Bukan saat untuk melantur. Sekarang aku


harus berada di kantor untuk menyiapkan banyak hal sebelum calon
investor yang akan menanamkan modal dalam usaha furnitur yang aku
bangun 5 tahun lalu bersama dua orang sahabatku datang.

Bisnis idealis yang didirikan tidak mengikuti selera pasar butuh waktu
untuk berkembang. Dan begitu berkembang, kami butuh dana yang
tidak sedikit untuk membeli bahan baku kelas premium yang menjadi
sasaran pasar kami. Karena itu kesempatan mendapatkan investor
tidak bisa disia-siakan. Sayang sekali belahan jiwaku tampaknya
berniat menyabotase kesempatanku untuk maju.

Aku menekan nomor Salwa. "John Wick ngambek," kataku tanpa


basa-basi. "Aku bakalan telat sampai kantor. Tolong handle dulu kalau
Bu Joyo datang sebelum aku sampai ya."

"Nggak bisa gitu dong, Mbar!" Salwa langsung berteriak. "Pembagian


tugas kita kan udah jelas banget. Kamu menangani klien karena kamu
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

memang jagonya memersuasi orang. Aku dan Widi kan lebih banyak
kerja di belakang meja dan mengawasi tukang. Karena itu kamu yang
kebagian tugas dandan maksimal untuk bikin investor kayak Bu Joyo
mau menghamburkan uang untuk kita. Aku sudah bilang jutaan kali,
putusin si John Wick. Terus bareng dia lebih banyak mudarat daripada
manfaatnya untuk usaha kita."

Aku menatap John Wick yang diam seribu bahasa. Ah, dia benar-benar
tampan. Setiap kali melihatnya, aku langsung tahu alasanku jatuh
cinta.

"Aku nggak bisa putus sama dia, Sal. Kamu tahu gimana sejarah kami.
Aku nangis beneran selama seminggu, dan terus pura-pura nangis
selama 3 minggu berikutnya supaya almarhum ayahku merestui
hubungan kami."

"Kalau gitu jangan ngeluh. Aku nggak mau tahu gimana caranya, tapi
kamu harus sudah ada di kantor sebelum Bu Joyo datang. Aku telanjur
pakai jin belel yang sobek-sobek. Bu Joyo pasti langsung balik badan
kalau aku yang sambut. Dan kamu juga pasti nggak mau Widi yang
berhadapan dengan Bu Joyo. Desainnya luar biasa, sama persis dengan
lemotnya yang nauzubillah. Brand kita langsung kelihatan nggak
kompeten kalau dia yang maju." Hubungan telepon ditutup begitu saja.

Aku mendesah dan mengalihkan tatapan sebal pada John Wick. "Cinta
itu seharusnya memberi dan menerima. Kenapa kamu sulit sekali
mengadopsi konsep sesederhana itu sih? Kurang sayang apa lagi aku
sama kamu, coba? Aku udah hidup seperti gembel saking iritnya
karena harus ngalah sama maintenance kamu yang bikin dompetku
bocor banget. Apa aku pernah ngeluh? Nggak pernah! Harusnya kamu
lihat-lihat waktu dan tempat sebelum memutuskan ngambek kayak
gini dong. Masa depan kita berdua ditentukan pagi ini. Kalau usaha
kami bisa melesat seperti prediksi, kamu juga yang bakal aku poles
biar tambah ganteng."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

John Wick diam saja. Dasar cowok matre! Aku menendang bannya
kuat-kuat sebelum membuka pintu untuk melempar blazer.
Penampilanku pasti berantakan setelah membuka kap untuk mengutak-
atik mesin. Seharusnya aku tidak menjalin cinta dengan mobil
bermesin tua, bagaimanapun keren penampilan luarnya.

Aku menamai Ford Mustang Shelby G.T 500 ini dengan nama John
Wick karena itulah mobil yang dikemudikan Keanu Reeves di film
John Wick. Tapi jangan bayangkan Mustang Shelby milik Andre
Taulany atau Sean Gelael.

Penampilan luar John Wick-ku mungkin tidak kalah kinclong, tetapi


jeroannya di dalam jelas jauh dari performa maksimal. Ayah dulu
mendapatkan John Wick dengan harga murah. Rongsokan. Ada
kolektor yang mau membayar luar biasa mahal untuk biaya modifikasi
dengan mendatangkan semua onderdil asli dari Amerika, tetapi untung
besar itu raib karena air mata buayaku.

"Punya anak tunggal perempuan yang gila sama mobil tua ternyata
bisa merusak mata pencaharian," omel Ayah waktu itu. "Seharusnya
Ayah nggak terlalu sering ngajak kamu ikut main ke bengkel nemenin
Ayah kerja."

Jadi, John Wick-ku memang ngos-ngosan karena mengganti onderdil


ala kadarnya tidak bisa memperbaiki performa, tetapi aku jelas tidak
sanggup melakukan modifkasi total. Ralat, bukan TIDAK sanggup,
tetapi BELUM sanggup. Bila saatnya tiba, ketika uangku sudah bisa
dihambur-hamburkan, John Wick akan membuatku bangga karena bisa
langsung meraung tanpa harus ngambek di tengah jalan.

Setelah mengutak-atik jeroan John Wick selama hampir setengah jam,


mobil itu akhirnya mau berbaik hati dan mengantarku ke kantor yang
sekaligus berfungsi sebagai bengkel tempat tukang mengeksekusi hasil
gambar kami menjadi furnitur asli.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Jangan tanya!" Aku mengangkat telunjuk untuk membungkam Salwa


yang menganga melihat tanganku yang kotor berlepotan oli. Tisu
basah tidak cukup untuk membersihkannya.

"Kamu menyusahkan hidup sendiri. Jual John Wick, ganti dengan Jazz
aja." Salwa mengikutiku ke wastafel. "Dengar-dengar, kalau udah
dimodif, John Wick bisa laku miliaran lho."

Aku mendelik. "Kamu pikir aku tipe orang yang mau menukar cinta
dengan uang?"

"Cintamu bukan hanya ngabisin duit, Mbar. Dia juga sering bikin malu
kamu di jalan raya." Salwa menuang sabun banyak-banyak di
tanganku. "Sekarang aja dia hampir membuat kita kehilangan investor
kalau kamu telat datang. Bagian dalam kuku kamu masih item tuh."

Aku berusaha membersihkan bagian dalam kukuku, tetapi sulit. Sialan.


Semoga Bu Joyo tidak menganggap kuku yang kotor karena oli adalah
gambaran ketidakmampuanku menjalankan usaha. "Cintaku tanpa
pamrih." Aku menatap kukuku pasrah. "Dulu Ayah sering
membersihkan oli pakai sabun colek. Sabun cuci tangan kayak gini
kurang mempan."

"Tunggu, aku suruh tukang beli sabun colek dulu. Penampilan kamu
adalah gambaran brand kita." Persis ketika Salwa berteriak, Dua buah
mobil berhenti di depan kantor. Pasti Bu Joyo. Tidak semua orang
Surabaya berkeliaran dengan Mercedes Benz tipe terbaru. "Setelah
salaman, tangan kamu dikepal aja terus." Salwa menyengir setelah
melempar ide konyol itu.

Sekali lagi aku menatap kukuku yang kotor sebelum bergegas ke


pintu. Aku mengubah setelan sebal dengan senyum paling manis yang
bisa kutampilkan saat membuka pintu kaca untuk menyambut Bu Joyo
yang ternyata datang bersama beberapa orang.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Selamat datang, Bu," sapaku ramah. Aku sudah beberapa kali


bertemu Bu Joyo untuk menjajaki kerja sama ini, tetapi baru kali ini
dia datang langsung untuk melihat kantor dan bengkel tempat kerja
kami.

"Halo, Ambar." Bu Joyo tersenyum menyambut uluran tanganku.


Syukurlah dia tidak melihat ke arah kukuku. "Kenalin, ini Abimana."
Dia menunjuk seorang laki-laki muda di sampingnya. "Dia yang
nantinya akan lebih sering berhubungan dengan kalian."

Kali ini aku kurang beruntung. Abimana jelas melihat kukuku yang
hitam. Bukan itu saja, dia otomatis membolak-balik tangannya untuk
menyakinkan noda oli di kukuku tidak menular di telapak tangannya
yang mulus. Sialan!

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua
Bu Joyo dan rombongannya tidak tinggal lama. Syukurlah kukuku
yang hitam tidak memengaruhi rencana investasi beliau. Bu Joyo
tampak gembira saat melihat desain, brosur, dan barang yang
dipamerkan di showroom mungil kami. Beliau juga antusias berdialog
dengan para tukang.

"Abi akan menghubungi kalian kalau berkas MOU-nya sudah siap.


Jadi kalian bisa ke kantor kami untuk tanda tangan. Pengucuran dana
akan dilakukan kalau tetek bengek administrasi yang menandai
legalitas kerja sama sudah selesai."

"Terima kasih, Bu." Aku menjabat tangan Bu Joyo takzim, berusaha


mengabaikan Abimana yang langsung berjalan keluar. Mungkin dia
khawatir tangan halus mulusnya akan benar-benar terkena noda kalau
harus bersentuhan dengan tanganku sekali lagi.

Aku dan Salwa menunggu sampai mobil Bu Joyo dan rombongannya


pergi sebelum kompak berteriak seperti anak kecil, "Yesssss!" kami
berpelukan sambil tertawa.

"Kita berhasil!" seru Salwa. "Selamat datang masa depan cemerlang!"

"Semoga 2 tahun depan John Wick bisa punya mesin baru yang
garang!" aku mengucap doa keras-keras.

Tawa Salwa langsung menghilang. "Berhentilah buang-buang uang


untuk rongsokan itu."

"Kamu nggak lihat body-nya mengilap gitu?" Aku langsung defensif.


Tidak ada yang boleh menghina John Wick.

"Percuma body mengilap kalau mesinnya uzur, Mbar. Sama aja dengan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

laki-laki ganteng tapi kere. Biaya hidupnya kita yang nanggung. Aku
sih ogah."

"Aku juga ogah menanggung biaya hidup laki-laki. John Wick beda."

"Whatever!" Salwa mengibas. "Aku tadi nggak sempat sarapan karena


grogi. Sekarang aku mau brunch dulu." Dia mulai sibuk dengan
ponsel. "Kamu mau makan apa? Biar aku pesen sekalian."

"Bukannya kue yang kamu bawa untuk disuguhin pada rombongan Bu


Joyo masih banyak?" Tadi Salwa membawa berbagai macam kue.

"Aku mau brunch yang berat. Kuenya nanti dioper ke tukang aja. Aku
nggak mau diabetes di usia muda. Kamu juga harus menjaga konsumsi
gula. Ayah kamu dulu DM, kan?"

"Kita harus jaga konsumsi gula, tapi tukang kita nggak masalah kalau
diabetes?" Cara berpikir sahabatku ini memang aneh.

Salwa terkekeh. "Nggak gitu juga kali, Mbar. Gado-gado atau rawon?"

"Gado-gado deh. Aku tadi sempat makan brownies 2 potong." Kalau


Salwa tidak bisa makan karena grogi, aku tadi makan untuk
menghilangkan kecanggungan.

Tawa Salwa meledak lagi. "Kamu sadar nggak sih kalau tadi si
Abimana Ganteng terus lihatin kuku kamu waktu kamu menyuap
brownies. Dia pasti mikir kalau kamu itu jorok banget. Wajah sih
mulus, cantik, eh, jari-jarinya najisun banget."

Aku langsung cemberut. "Untung yang punya duit itu Bu Joyo, bukan
dia. Kalau dia, aku yakin si Abimana langsung menolak berinventasi.
Tipe laki-laki kayak gitu kan kebaca banget. Untuk inves pun harus
cari partner yang kinclong-kinclong. Yang kukunya semeter dengan
nail art yang aneh-aneh."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Belum tentu juga gitu sih, Mbar. Dan jangan nyalahin dia karena
kekacauan yang dibikin John Wick. Aku bilang juga apa, jual aja. Beli
mobil baru, sisanya bisa buat inves di kantor kita biar usaha kita makin
gede."

"Isi kepala kamu itu duit semua," omelku. "Ada hal-hal yang nggak
bisa ditukar dengan duit, tahu!"

"Jelas bukan John Wick. Dia bisa banget ditukar jadi duit. Kalau kamu
beneran cinta dia, foto dia, Mbar. Bikinin bingkai yang keren untuk
kamu pandangin saat kangen. Setelah itu lego sama penawar tertinggi.
Mobil baru bikin jari-jari kamu kelihatan menakjubkan. Abimana tadi
pasti mikir kamu masak pakai kayu bakar dan harus menggosok panci
sebelum ke kantor."

"Aku nggak peduli apa yang dia pikirin!" dengusku sebal.

"Kalau aku belum punya tunangan, aku pasti peduli." Salwa


mendesah. "Dia cakep dan mulus banget. Kalau tinggal di Jakarta, dia
pasti sudah jadi artis."

"Kamu pikir jadi artis itu modal tampang doang?" Ada-ada saja.

"Komposisi jadi artis itu adalah 99 persen tampang, Mbar," ujar Salwa
yakin. "Bakat hanya perlu 1 persen aja. Bisa diusahain. Aktor kita
yang beneran natural itu bisa dihitung dengan jari. Sisanya dipaksakan
dengan rumus 99 banding1 persen tadi."

"Siapa yang bisa jadi artis?" Widi yang baru datang, membanting tas
besarnya di atas meja.

"Staf Bu Joyo," jawab Salwa.

"Bu Joyo siapa?" tanya Widi lagi.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku berdecak. "Investor baru kita, Widi. Kamu pasti lupa ada jadwal
kunjungan investor sampai baru datang kantor jam segini."

Widi terkikik. "Ooh... Bu Joyo yang itu toh. Aku nggak lupa, Mbar.
Memang sengaja nggak datang, takutnya aku merusak suasana kalau
tiba-tiba nge-joke, dan joke-nya nggak masuk. Selera humor orang kan
beda-beda."

"Selera humor kamu sendiri tuh yang beda," sambut Salwa. "Ambar
dan aku mau pesan makanan. Kamu mau makan apa, biar sekalian?"

"Aku mau sate, eh jangan sate deh. Masa pagi-pagi udah mau makan
sate aja. Soto kayaknya enak. Eh, tapi tadi aku udah sarapan nasi
goreng sih. Masih kenyang. Ehm... salad aja kali ya?" Widi balik
bertanya.

"Mana aku tahu kamu mau makan apa, Wid!" Salwa langsung
berteriak. "Kalau tahu, ngapain nanya. Nanya sama kamu itu bikin urat
leher makin gede."

Widi tertawa lagi. "Ah, aku tahu mau makan apa!" Dia mengacungkan
telunjuk. "Pisang goreng! Eh, tapi kan lemaknya tinggi ya? Nggak jadi
deh. Aku bikin teh tawar aja di pantri." Widi melenggang ke bagian
belakang kantor.

Aku mengusap punggung Salwa yang tampak hendak mengamuk.


"Widi itu dilahirkan untuk menyadarkan kita kalau hidup itu
cobaannya macam-macam dan bisa datang dari mana saja."

"Aku curiga ada kabel yang putus di kepalanya. Untung desainnya


bagus banget, kalau nggak, aku pasti sudah mutusin hubungan dengan
dia."

Aku pura-pura menguap. Salwa tidak akan pernah memutus hubungan


dengan Widi. Meskipun selalu bertengkar, mereka sangat dekat.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Salwa benar tentang bakat gambar Widi. Pelajaran menggambar


adalah satu-satunya pelajaran yang bisa membuat Widi mendapatkan
nilai lebih tinggi daripada aku dan Salwa sejak SD. Widi tidak bodoh.
Dia hanya malas berpikir. Dan selera humornya tidak wajar. Aku yakin
dia satu-satunya orang yang menganggap bahwa memotong ekor cicak
itu lucu.

"Cicaknya nggak akan mati kok," katanya membela diri saat diomeli
Salwa. "Nanti juga tumbuh ekor yang baru."

Aku baru saja hendak meninggalkan Salwa dan menuju meja kerjaku,
ketika melihat mobil Pandu berhenti tepat di sebelah John Wick. Aku
tadi menghubunginya saat John Wick ngadat di jalan.

"Dua laki-laki ganteng sebelum makan siang." Salwa berkacak


pinggang di dekatku. Dia ikut mengawasi Pandu keluar dari mobilnya
dan langsung membuka kap John Wick. "Pagimu beneran sibuk."

"Dua laki-laki ganteng yang nggak tertarik padaku," gumamku


meralat. "Satunya ketakutan saat menatap kukuku yang hitam,
sedangkan yang lain nggak pernah melihat aku sebagai perempuan.
Kalau Pandu juga jatuh cinta padaku seperti aku tergila-gila padanya
saat berumur 15 tahun, kami mungkin sudah menikah begitu aku
selesai wisuda dan sekarang sudah punya paling nggak 2 anak. Hidup
beneran nggak adil. Aku dipandang jijik karena kukuku hitam. Kuku si
Pandu lebih hitam, tapi dikejar-kejar beberapa crazy rich Surabayan
yang cantiknya nyaingin bidadari."

Salwa ganti menepuk punggungku. "Cinta monyet itu hadir untuk


mengajarkan kita mengatasi patah hati. Syukurlah Pandu nggak
tertarik padamu, karena waktu itu aku juga naksir berat padanya. Kita
nggak harus musuhan karena laki-laki."

Aku tertawa. "Kayaknya hanya Widi yang nggak pernah tertarik sama

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Pandu."

"Seleranya kan aneh."

Aku meninggalkan Salwa untuk menemui Pandu yang sudah


mengutak-atik mesin John Wick.

"Kamu nggak harus datang sekarang. Tadi aku kan sudah bilang kalau
John Wick udah bisa nyala lagi."

"Aku bawa dia ke bengkel dulu ya," Pandu menjawab tanpa menoleh.
"Hari ini kamu keliling pakai mobilku saja."

Pandu adalah pengelola bengkel ayahku. Dia yang bertanggung jawab


di sana setelah ayahku meninggal tiga tahun lalu. Waktu masih sekolah
di STM, Pandu praktik di bengkel ayah. Setelah jadwal praktik selesai,
dia keterusan nongkrong di sana. Selama kuliah pun dia tidak pernah
meninggalkan bengkel. Waktu-waktu dia tidak di kampus,
dihabiskannya di bengkel. Dan setelah wisuda, dia tidak mencari
tempat kerja bonafid seperti lulusan teknik mesin yang lain. Dia
memilih menjadi tangan kanan Ayah.

"Aku suka membongkar mobil," katanya saat aku bertanya mengapa


dia tidak memilih melamar pekerjaan di Pertamina atau Chevron. Aku
tahu Pandu cerdas. Nilainya pasti bagus dan sangat memadai untuk
dipakai melamar pekerjaan di perusahaan besar. "Kerja di bengkel
ayahmu sesuai dengan hobiku. Nggak semua orang bisa kerja sesuai
hobi mereka."

"Bengkel Ayah lumayan besar, tapi gajinya tetap saja nggak sebesar
kalau kamu kerja di perusahaan asing, atau BUMN."

"Uang banyak kalau nggak enjoy juga nggak ada gunanya kan, Mbar?"
jawabnya enteng.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Gimana bisa enjoy kalau nggak punya uang?" gerutuku. "Untuk


enjoy, kita harus punya cukup uang."

"Sedikit atau banyak itu tergantung cara kita melihat dan


memanfaatkannya sih."

Sejak itu aku tidak pernah lagi membahas soal pekerjaan bonafid
dengan Pandu. Dia toh memang terlihat senang-senang saja mengelola
bengkel. Apalagi hubungannya dengan almarhum Ayah sangat dekat.
Dia sudah dianggap sebagai anak laki-laki yang tidak dimiliki Ayah.

Dua tahun sebelum Ayah berpulang, Pandu sudah memegang bengkel


secara penuh karena kesehatan Ayah tidak memungkinkannya bekerja
secara normal. Ayah menderita diabetes dan penyakit itu sudah
merusak ginjalnya juga.

Aku tidak heran dan tak menolak saat Ayah memberitahu jika dia
mewariskan bengkel itu kepada Pandu dan aku. Pembagiannya 50:50,
dengan Pandu sebagai pengelola. Kalau ada yang bisa memajukan
bengkel, tentu saja Pandu lah orangnya. Aku lumayan mengerti mesin
karena sejak kecil selalu bermain di bengkel, tetapi tidak berniat
mengurus bengkel sekaligus toko onderdil kendaraan itu.

Pandu akhirnya menutup kap John Wick. "Kunci mobilku ada di


dalam." Dia menunjuk mobilnya. Keningnya berkerut saat melihat
jariku. "Biar cantik, kalau kuku kamu kotor gitu, laki-laki yang lihat
mundur sebelum PDKT, Mbar. Pakai sarung tangan atau apa kek saat
pegang-pegang mesin. Atau tinggalin aja mobil kamu di jalan biar aku
atau anak-anak di bengkel yang ngurusin. Kalau kamu cari jodohnya
beneran niat, penampilan tangan dijaga dong." Seringainya lebar.

Aku memutar bola mata. Bahkan Pandu pun ikut-ikutan membahas


kuku. Menyebalkan. "Kuku kamu tuh lebih hitam!"

"Standar laki-laki dan perempuan untuk urusan kuku kan beda, Mbar.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Laki-laki kalau tangannya kotor dan kasar itu pertanda dia pekerja
keras. Kalau perempuan, itu artinya dia nggak bisa merawat diri."

"Nggak usah bahas kuku lagi!" Aku buru-buru meninggalkan Pandu


yang tertawa melihat reaksiku.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga
Kelemahanku sebagai perempuan adalah aku sulit melupakan kesan
jelek seseorang terhadap diriku. Meskipun lumayan bisa mengatasi
mesin mobil yang ngadat dan cinta mati pada John Wick, aku bukan
perempuan yang berkeliling memamerkan kuku bernoda oli. Aku
merawat diri. Abimana hanya salah waktu saja saat berkenalan
denganku.

Jadi ya, aku sudah bersiap ketika akhirnya laki-laki halus, mulus,
kinclong, keset, ganteng, trendi, dan pemuja kesempurnaan fisik itu
(aku belum kenal dia, tapi kalau menilai caranya melihat kuku
hitamku, seharusnya dia memang mengagungkan fisik, kan?)
menghubungi untuk menandatangani MoU.

Aku sengaja ke salon untuk manicure dong. Persiapanku matang kali


ini. Kalau ada pemilihan jari-jari indah sedunia, aku percaya diri jari-
jari dan kukuku versi ini akan masuk sebagai finalis.

Setelah ke salon tadi malam, aku mengistirahatkan jari-jari dan


meminimalisir kontaknya dengan benda-benda yang bisa
menimbulkan noda sekecil apa pun. Akan kita lihat apakah si Tuan
Abimana Pembenci Noda itu masih tetap menatap jijik padaku.

"Silakan masuk," sambut Abimana membuka pintu ruang kerjanya


yang lumayan besar. Sepertinya dia punya kedudukan penting di
kantor ini.

Sebagai pemimpin rombongan, aku menyodorkan tangan lebih dulu


untuk bersalaman. Aku mengabaikan Salwa yang memutar bola mata
saat melihat caraku mengulurkan tangan. Tidak ada cara lain untuk
memamerkan hasil manicure kecuali dengan menghadapkan punggung
tangan di depan hidung Abimana, kan? Kesannya memang sedikit

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

berlebihan, tetapi caranya menatap kukuku beberapa hari lalu juga


berlebihan. Anggap saja kami sedang saling berbalas sikap berlebihan.

Abimana mengerutkan kening dan menatap jari-jariku sejenak


sebelum menyalaminya. "Ibu Trunojoyo sedang keluar kota, jadi
prosesnya saya dan pengacara kami yang menangani," katanya.
"Silakan duduk dulu. Pengacara sedang di jalan. Tadi ada klien yang
nggak bisa ditolak, jadi beliau memang agak terlambat."

"Tidak masalah, kami akan menunggu." Demi tumpukan uang


investasi sebagai tiket untuk meraih kejayaan usaha, aku punya waktu
seharian untuk memamerkan jari di depan Abimana.

Abimana mengarahkan kami ke sofa di ruangannya. Tidak lama duduk,


sekretarisnya masuk membawa minuman. "Silakan diminum."

Ini kesempatan untuk kembali memperlihatkan jari-jari dan kuku yang


cemerlang. Aku pura-pura tidak mengerti isyarat Salwa yang
menyikutku ketika melihat caraku meraih dan memegang cangkir. Saat
memutuskan untuk bersikap lebay di hadapan Abimana, aku akan
melakukannya semaksimal mungkin.

"Cincin kamu nggak baru kan, Mbar?" celutuk Widi. "Kok masih
dipamer aja?"

Aku mendelik. Dasar tidak peka! Tapi sulit mengharapkan kepekaan


dari Widi, apalagi dia tidak ada ketika Abimana datang ke kantor
kami.

Untunglah pengacara yang menyusun dan membawa berkas perjanjian


kerja sama yang akan kami tanda tangani akhirnya datang sehingga
aku terbebas dari kecanggungan akibat komentar Widi yang tidak pada
tempatnya.

"Sesuai perjanjian, kami menginginkan laporan secara berkala dari


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

perusahaan kalian," kata Abimana setelah kami menandatangani


perjanjian kerja sama. "Laporan produksi, dan tentu saja keuangan.
Kami harus yakin menanamkan uang di tempat yang tepat."

"Tentu saja, Pak," sambutku cepat. "Kami pasti akan mengirimkan


laporan secara teratur."

"Kami juga akan mengunjungi kantor kalian lagi untuk melihat


perkembangan kemajuan usaha secara langsung."

Mereka mau datang setiap hari juga aku tidak masalah. Uang yang
ditanamkan Bu Joyo sangat besar, tentu saja pihak mereka harus yakin
kami bisa mengelolanya dengan baik demi keuntungan bersama.
"Bapak atau staf Bapak bisa datang kapan saja." Aku langsung
melupakan rencana bersikap lebay to the max. Kalau Abimana adalah
orang kepercayaan Bu Joyo, laki-laki ini pasti lebih suka berurusan
dengan perempuan rasional yang tidak baperan soal kuku.

Salwa dan Pandu benar, aku tidak mungkin berharap semua orang tahu
dan maklum mengapa kukuku terlihat menyeramkan. Konyol sekali
mengharapkan penghargaan dari seseorang yang belum mengenalku.
Orang seperti Abimana pasti butuh waktu untuk mengakui kalau
kemampuanku menjalankan usaha tidak bisa dinilai dari kuku yang
bernoda oli. Kesan pertamanya padaku tidak bagus, sama seperti kesan
pertamaku kepadanya. Anggap saja kami impas.

"Terima kasih, Pak." Aku mengulurkan tangan untuk bersalaman


sekali lagi kepada Abimana saat berpamitan pulang. Kali ini posisi
tanganku sudah normal, tidak lagi berusaha memamerkan jari-jari dan
kukuku.

"Sama-sama." Tarikan bibir Abimana sangat minim, sangat berbeda


dengan nilai investasi yang ditanamkan Bu Joyo pada kami. "Sampai
ketemu lagi."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku, Widi, dan Salwa menuju lift yang tidak jauh dari ruangan
Abimana.

"Kamu kekanakan banget, tahu!" Salwa langsung mengomel begitu


kami masuk lift dan hanya bertiga di dalam.

"Sorry deh." Aku tidak membela diri karena tahu salah telah bersikap
tidak profesional di saat-saat paling krusial.

"Cincin kamu beneran udah lama kan, Mbar?" Widi ikut dalam
percakapan.

"Untung saja kita datang untuk tanda tangan, bukan penjajakan,"


Salwa mengabaikan Widi. "Aku juga bakal dongkol kalau ada di posisi
kamu, tapi lihat-lihat tempat dan siapa yang ingin kamu balas dong,
Mbar. Iya, Abimana bukan Ibu Joyo, tapi karena dia yang mewakili
Ibu Joyo, kita harus nunjukin rasa hormat. Ibu Joyo kayaknya percaya
banget sama dia, jadi Bu Joyo bukan satu-satunya orang yang harus
dibuat terkesan dengan usaha kita."

"Iya, aku kan sudah minta maaf. Nggak usah dibahas lagi deh. Aku
pasti bisa memperbaiki hubungan dengan Abimana. Kamu kan yang
bilang kalau aku bisa memersuasi orang? Hanya butuh waktu, dia pasti
tahu kita kompeten. Aku nggak akan bersikap seperti tadi lagi."

Salwa terkadang menyeramkan kalau dalam mode serius. Dia


cenderung blakblakan, karena itulah proses negosiasi dengan klien
jatuh ke pundakku. Biasanya aku tidak terpancing untuk bersikap
berlebihan seperti yang aku lakukan di ruangan Abimana tadi.
Mungkin karena penampilannya yang superkinclong itulah yang
membuatku terintimidasi dan terhina ketika dia menatap kukuku pada
pertemuan pertama kami. Aku perempuan, seharusnya aku yang
menilai penampilan laki-laki, bukan sebaliknya.

"Aku yakin Abimana nggak akan tertarik dengan cincin kamu, Mbar,"
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kata Widi yakin. "Modelnya cewek banget, kan?"

"Ini nggak ada hubungannya dengan cincin, Wid!" sentak Salwa yang
masih jengkel padaku.

"Nggak ada hubungannya gimana? Jelas-jelas Ambar mamerin


cincinnya ke Abimana. Aku lihat jelas kok!!"

"Ya Tuhan, kenapa aku harus terjebak di antara perempuan lemot dan
lebay sih?"

Aku hanya meringis dan menggeleng saat Widi menatapku dengan


pandangan bertanya.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat

Cara paling jitu untuk mengenalkan produk furnitur kami adalah


dengan mengikuti pameran. Dan karena pangsa pasar kami sudah
dipetakan sejak awal, kami cukup selektif dalam memilih pameran.
Kami menggunakan bahan-bahan premium sebagai bahan baku, jadi
menyasar konsumen menengah ke atas.

Pameran adalah ajang untuk menemukan pelanggan dan investor.


Kami bertemu Bu Joyo juga pada acara pameran. Beliau tertarik
dengan desain kami yang tidak pasaran.

Investasi yang ditanamkan Bu Joyo kami harapkan bisa menggenjot


produksi karena kami akan bisa membeli bahan baku lebih banyak,
dan menambah tukang. Kalau kami bisa memenuhi semua permintaan
yang masuk, prospek usaha kami jelas sangat menjanjikan.

Hari ini adalah hari ke-2 dari pameran yang kami ikuti. Pamerannya
diselenggarakan oleh kementrian perindustrian dan berskala
internasional. Kami sudah membagi cukup banyak brosur pada para
calon pembeli potensial. Kami tidak punya cukup ruang untuk
membawa banyak contoh furnitur jadi, jadi memang mengandalkan
brosur. Kami akan mengarahkan calon pembeli ke kantor kalau
mereka ingin melihat contoh barang dalam brosur yang tidak kami
pamerkan.

"Baru datang dari percetakan nih!" Salwa meletakkan tumpukan


brosur di atas meja di depanku. "Untung saja sudah selesai dicetak
sebelum kita kehabisan brosur."

Aku meraih salah satu brosur. "Kalau brosur yang sudah kita bagikan
bisa dijadikan patokan untuk menghitung jumlah calon pelanggan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

baru, kita bakalan sibuk banget."

Salwa mengangguk. "Semoga saja renovasi bengkel kerja dan


showroom bisa selesai dalam waktu dekat, jadi kita bisa punya ruang
pamer yang luas."

Kami memang sedang merenovasi kantor. Tidak afdal saja


menentukan target pasar kalangan tertentu sementara penampilan
kantor kami ala kadarnya.

Sebenarnya kami sudah lama merencanakan renovasi karena masih


ada sisa tanah kosong yang lumayan luas. Rencana itu terus tertunda
karena renovasi butuh biaya banyak, sedangkan kami harus memutar
modal untuk meningkatkan produksi. Investasi yang ditanamkan Bu
Joyo membuat rencana-rencana kami mulai terealisasi satu per satu.

Kami adalah generasi milenial merencanakan semua hal dengan detail.


Terkonsep. Iya, hasil akhir jualan kami adalah furnitur, tetapi jualan di
era digital tidak bisa lagi bergantung pada produk semata. Tempat
jualan adalah bagian terpenting untuk menarik minat pelanggan.

Showroom yang tertata apik dan instagrammable penting untuk


branding. Jadi ketika pelanggan datang dan ber-selfie, mereka tidak
akan ragu-ragu menulis #cozyhome di media sosial mereka. Peran
media sosial dalam memajukan usaha tak terbantahkan lagi. Jadi ya,
penataan showroom yang maksimal penting untuk kelanggengan
usaha.

"Kali ini kamu harus bersikap normal, layaknya orang waras lain di
muka bumi. Nggak boleh ada adegan pamer jari dan kuku lagi."

"Apa?" Aku mengalihkan perhatian dari brosur yang sedang aku


periksa. Foto-foto dalam brosur yang dibawa Salwa adalah foto baru,
berbeda dengan brosur kami yang lama. Tampilannya juga lebih
eksklusif. Cocok untuk pameran yang levelnya internasional seperti ini.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Bu Joyo dan Abimana datang tuh!"

Aku segera berdiri begitu menangkap sosok elegan Bu Joyo yang


diiringi Abimana memasuki booth kami. "Jangan khawatir,"
gumamku. "Hari ini aku waras banget. Kutikulaku mulai tumbuh lagi,
jadi nggak layak untuk dipamer.

"Terima kasih, Tuhan!" Salwa ikut bergumam.

Aku menghampiri Bu Joyo dan memberikan senyum paling manis.


Investor terbaik harus disambut dengan penuh cinta. "Selamat datang,
Bu," sapaku.

"Halo, Ambar, Salwa." Bu Joyo balas tersenyum. Sorotnya tampak


puas saat mengawasi booth kami. "Coffee table yang itu cantik
banget." Beliau menunjuk meja tempat brosur-brosur yang baru
dibawa Salwa tadi. "Desainnya unik."

Meja itu didesain Widi. "Kami sudah menerima banyak pesanan untuk
coffee table ini, Bu." Aku melebarkan tangan ke arah kursi. "Oh ya,
silakan duduk, Bu."

Salwa mengulurkan salah satu brosur yang baru dicetak kepada Bu


Joyo yang lantas membolak-baliknya.

"Kelihatannya usaha kalian ada kemajuan nih," kata Bu Joyo.


"Brosurnya aja beda dengan yang kemarin. Saya beneran nggak salah
pilih tempat investasi nih. Senang banget lihat anak muda yang
semangat berwirausaha, dan nggak tergantung pada orang lain untuk
kerja."

"Terima kasih juga untuk kepercayaan Ibu." Aku bersungguh-sungguh.


Mendapatkan investor bukan perkara mudah.

"Saya senang bisa membantu. Dan uangnya juga nggak cuma-cuma


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kok. Pembagian hasilnya juga menguntungkan yayasan kami."

Salwa menyikutku. Melalui lirikan, dia memberi isyarat supaya aku


menghampiri Abimana yang sedang melihat-lihat barang yang kami
pamerkan. Yap, saat untuk rekonsiliasi. Aku tidak mungkin
menghindar. Aku lantas membiarkan Salwa bercakap-cakap dengan Bu
Joyo.

"Kursi itu lumayan banyak yang suka," kataku pada Abimana yang
mengamati kursi teras.

"Ini harganya nggak terlalu murah?" Abimana membaca label harga


pada kursi itu.

"Diskon 20% untuk penjualan selama pameran, Pak. Harga normalnya


ada di brosur."

"Menurut saya masih terlalu murah sih. Orang-orang nggak akan


keberatan membayar lebih untuk barang yang berkualitas. Apalagi
pangsa pasar kalian jelas banget."

"Terima kasih masukannya, Pak." Kami memang tidak mengambil


margin keuntungan yang besar. Kami pikir yang penting adalah keluar-
masuk barang lancar. Mungkin kami memang harus memperlebar
margin itu dengan imej kami yang baru setelah renovasi kantor selesai.

"Website kalian gimana? Situs yang bagus akan menarik pelanggan,


terutama dari luar negeri."

"Sedang diperbarui, Pak." Tentu saja kami sudah memikirkan website.


Kami sudah merekrut web desainer yang akan bertanggung jawab
pada tampilan situs kami.

Sekarang aku bisa mengerti mengapa Bu Joyo kelihatan sangat


memercayai Abimana. Meskipun senyumnya mahal, dia terlihat sangat
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kompeten dan cerdas.

"Stool ini juga terlalu murah." Abimana beralih ke barang lain. "Di
tempat lain jauh lebih mahal, padahal desain dan kualitas barangnya
nggak sebagus produk kalian. Memang sih brand mereka sudah lebih
terkenal. Tapi saya yakin, dengan promosi yang tepat, kalian bisa
mengejar ketinggalan soal branding itu dengan cepat. Kualitas kalau
nggak dibarengi dengan promosi, nggak akan mencapai hasil yang
diinginkan dengan cepat. Sudah punya rekanan yang meng-handle
promosi?"

Aku menggeleng. Promosi yang kami pikirkan baru sebatas brosur,


website dan media sosial. "Belum, Pak."

"Nanti bisa kami fasilitasi dengan biro iklan. Jangan kaget dengan
budget-nya ya. Biaya promosi memang akan menghabiskan lumayan
banyak uang, tapi nggak bisa dihindari untuk membangun brand.
Karena itulah kalian harus membuat penyesuaian harga. Perhitungkan
biaya promosinya."

"Baik, Pak." Sekarang aku sedikit malu sudah bersikap lebay di


pertemuan sebelumnya. Aku pasti terkesan seperti tong kosong yang
bunyinya sangat nyaring. Punya bakat untuk menjalankan usaha, tetapi
belum menguasai seluk-beluk dunia pemasaran modern.

"Sudah selesai diskusinya, Bi?" Bu Joyo yang diiringi Salwa


menghampiri kami. "Kita harus melihat booth lain yang kita support
juga."

"Sudah, Bu," jawab Abimana.

Keduanya kemudian meninggalkan booth kami.

"Aku senang karena kamu akhirnya beneran waras." Salwa menepuk


punggungku. "Tadi Abimana kelihatannya lebih banyak bicara
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

daripada sebelumnya."

Aku meringis. "Setelah obrolan tadi, aku akan melupakan pernah sakit
hati padanya karena masalah kuku."

"Dia bilang apa?" Salwa memang tidak akan menangkap obrolan kami
karena fokus dengan Bu Joyo.

"Banyak. Intinya soal promo untuk membangun brand kita biar lebih
cepat dikenal. Otaknya ternyata lebih besar daripada yang aku pikir."

"Ukuran otak orang ganteng itu nggak harus minimalis, Mbar." Salwa
mengedip. "Dia belum pakai cincin."

Aku berdecak. "Aku hanya bilang dia pintar. Itu pujian tulus, bukan
karena aku tertarik. Aku nggak mungkin tertarik pada laki-laki yang
baru beberapa kali aku temui."

"Kalian akan sering bertemu. Bu Joyo memercayakan Abimana untuk


mengurus inventasi di usaha kita, kan?"

Ada-ada saja. Aku mengedik, malas membahasnya lebih lanjut.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Lima
Pandu muncul tidak lama setelah Bu Joyo dan Abimana pergi.

"Tahu aja aku lapar banget." Aku mengendus kantung yang dibawa
Pandu. "Kok ada 3 sih?" Aku mengeluarkan dan meletakkan kotak-
kotak makanan itu di atas meja.

"Bukannya kalian tiga serangkai? Ntar kalau aku cuman bawa satu,
buat kamu saja, aku bakal dikatain pelit sama Salwa dan Widi." Pandu
menoleh kepada Salwa. "Iya kan, Sal?"

"Widi lagi jaga kantor." Salwa menarik kursi. Dia membuka kotak
makanan. "Wah, kwetiau. Tenang aja, aku bisa makan 2 porsi kok.
Jatah Widi biar aku yang habisin."

Aku ikut duduk. "Kalau porsinya kecil gini, aku juga bisa habis 2 porsi
sih." Aku mengaduk-aduk isi kotak sebelum menyuap. "Dari bengkel
langsung ke sini?" tanyaku pada Pandu.

"Aku ninggalin bengkel dari siang sih. Tadi ketemu sama pemilik
mobil klasik. Dia mau modif mobilnya."

"Mobil apa?" Aku selalu bersemangat saat diajak bicara soal mobil
klasik

"Ferrari 275 GTB, 1966."

"Busyet!" seruku takjub. "Pasti crazy rich Surabayan. Budget-nya


pasti unlimited, kan?"

Pandu hanya tertawa.

"Lain kali nggak usah cerita soal modif mobil klasik sama Ambar,"
kata Salwa di sela-sela suapan. "Dia hanya akan makin semangat kerja
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

untuk dihambur-hamburin ke John Wick yang sudah uzur itu."

"Uzur-uzur tapi ganteng banget," jawabku sewot.

"Percuma ganteng kalau performa nol besar. Gantengnya jadi nggak


bermakna kalau keseringan mogok."

"John Wick hanya butuh nyawa baru. Kalau mesinnya udah diganti,
dia nggak akan mogok lagi."Aku siap berdebat dengan siapa saja kalau
menyangkut John Wick.

"Daripada fokus sama John Wick, lebih baik kamu cari cara untuk
untuk deketin Abimana tuh. Dia lebih cocok jadi cinta sejati daripada
si John Wick karatan itu."

"Abimana siapa?" tanya Pandu. "Gebetan baru kamu, Mbar?"

Salwa mengangkat jempol untuk Pandu. "Yang ini bukan kaleng-


kaleng. Ganteng itu mungkin debatable, tapi pintar itu pasti. Bantuin
bujukin Ambar supaya bisa fokus pada laki-laki beneran, bukannya
berurusan dengan mobil tua tiap hari seperti sekarang."

Pandu menyeringai. "Ganteng dan pintar ya? Itu perpaduan yang


bagus lho, Mbar."

"Memang ganteng dan pintar," aku mengakui. "Tapi bukan tipeku, dan
aku yakin dia juga nggak suka perempuan seperti aku."

"Tipe-tipean itu kerjaan logika, Mbar," sanggah Salwa. "Hati nggak


kenal tipe atau kriteria. Coba deketin aja dulu. Kalau cocok ya lanjut.
Kalau nggak, ya cari yang lain lagi."

"Kamu pikir cari pasangan itu kayak pilih-pilih sepatu?" gerutuku.


Ada-ada saja.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Eh, jangan salah, pasangan itu memang seperti sepatu. Harus cari
yang nyaman. Sepatu yang nggak nyaman dan nggak pas ukurannya
meskipun bagus, bisa bikin betis tegang, atau malah tumit lecet. Kaki
yang sakit berpengaruh pada mood, dan bikin senewen. Ujung-
ujungnya pasti nggak bahagia."

"Itu analogi yang bagus," kata Pandu. "Aku suka sepatu yang
nyaman."

Aku mendelik menatapnya. "Tentu saja kamu suka sepatu yang


nyaman. Semua pilihan yang ada di depan hidung bikin mata dan jiwa
adem. Aku yakin, siapa pun yang kamu pilih, kamu nggak akan
berurusan dengan mood yang jelek." Aku beralih pada Salwa. "Dan
aku pantang deketin laki-laki lebih dulu. Agresif nggak ada dalam
daftar sifatku."

"Laki-laki menghargai hasil perjuangannya," timpal Pandu. "Saranku,


jangan terlalu kelihatan ngebet, Mbar."

"Deketin nggak mesti agresif kok, Mbar," sambar Salwa lagi. "Pakai
cara halus yang elegan dong."

Aku menggeleng. "Aku suka tipe yang easy going. Abimana kelihatan
serius gitu. Senyumnya aja mahal banget. Dia pasti nggak tahu kalau
senyum itu lumbung pahala."

"Bukannya itu malah bagus daripada laki-laki yang cengengesan


melulu tiap ketemu cewek cantik?" Salwa selalu punya jawaban untuk
sanggahanku.

"Ya, nggak cengengesan juga sih. Tapi bersikap ramah nggak ada
salahnya, kan?"

"Tadi dia lumayan ramah, kan?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku berdecak. "Obrolan kami tadi lumayan panjang, tapi aku nggak
ingat lihat dia senyum."

"Kesimpulannya, dia menyimpan koleksi senyumnya untuk orang


yang istimewa. Bayangin aja kalau orang itu kamu, Mbar." Salwa terus
mendoktrinku untuk menyetujui pendapatnya tentang Abimana. Dia
lantas menoleh ke arah Pandu. "Gimana sikap kamu pada perempuan
yang kamu sukai?"

"Hem...." Pandu tampak berpikir. Telunjuk dan ibu jarinya mengusap-


usap dagu. "Tentu saja aku akan berusaha membuat dia nyaman."

"Salah satunya dengan lebih banyak tersenyum, kan?"

Pandu mengangguk. "Kalau lebih banyak tersenyum bikin dia senang,


mengapa tidak?"

Aku menggeleng-geleng melihat Salwa dan Pandu yang kompak.


Lebih baik menghabiskan makanan daripada harus terlibat percakapan
absurd tentang Abimana. Kasihan laki-laki itu. Dia mungkin sedang
tersedak minumannya karena kami sedang membicarakan dirinya.

Pandu tidak tinggal lama di booth kami. Dia segera pamit setelah
menerima telepon.

"Lebih baik lupakan dia dan fokus pada Abimana," kata Salwa begitu
Pandu pergi.

Aku menoleh cepat untuk menatap Salwa. "Kamu ngomong apaan


sih?"

"Akui saja kalau Pandu bukan sekadar cinta monyet untuk kamu,
Mbar. Dalam hati kamu masih mengharapkannya. Itu sebabnya kisah
cinta yang berusaha kamu bangun nggak pernah ada yang berhasil.
Karena kamu selalu membandingkan mantan-mantan kamu dengan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Pandu. Dan dalam pikiran kamu, mereka nggak ada yang bisa
mengalahkan Pandu."

Aku terdiam. Benarkan aku seperti itu? Rasanya tidak. Sudah lama
aku menerima kenyataan kalau Pandu memang tidak tertarik padaku.
Baginya, aku hanyalah anak dari bosnya. Atau sahabat. Atau malah
adik. Tidak lebih daripada itu.

Aku pacaran dengan orang lain karena aku juga tertarik pada orang itu,
bukan semata sebagai pelarian. Iya, kalau mau jujur, perasaan tertarik
itu memang tidak sebesar yang aku rasakan pada Pandu, tetapi tertarik
ya tetap saja adalah perasaan suka yang aku pikir harus aku tindak
lanjuti. Perkara hubungan itu akhirnya gagal, itu karena
ketidakcocokan yang kami temukan di tengah jalan, bukan karena
Pandu.

"Kamu lihat reaksi Pandu saat aku nyebut-nyebut Abimana tadi, kan?"
Salwa melanjutkan saat aku masih diam. "Nggak ada tanda-tanda
kalau dia cemburu karena kamu akan mendekati orang lain. Itu artinya
jelas banget kalau dia sama sekali nggak tertarik sama kamu, Mbar.
Tadi itu aku udah usaha banget lho untuk manas-manasin dia."

"Aku sudah tahu sejak dulu kalau dia nggak tertarik padaku," aku
akhirnya menemukan suara lagi. "Nggak usah bahas itu lagi sekarang."

"Mengharapkan hal yang nggak pasti itu bikin sakit hati sih." Salwa
mengusap lenganku. "Aku memang sengaja menyebut-nyebut
Abimana untuk melihat reaksi Pandu, tapi nggak ada salahnya kalau
kamu beneran deketin Abimana. Karakternya jelas beda dengan
Pandu, tapi itu bikin dia jadi orang yang tepat supaya kamu terbebas
dari pengaruh Pandu. Aku nggak tahu apa kamu sadar atau enggak,
tapi mantan kamu kan mirip-mirip Pandu yang easy going."

Percakapan dengan Salwa itu lumayan mengganguku. Dia membuatku

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

memikirkan Pandu dengan cara yang sudah lama tidak kulakukan.


Aku jatuh cinta pada Pandu saat dia masih menjadi anak STM yang
magang di bengkel ayah. Cinta pertamaku. Aku melakukan banyak hal
konyol untuk menarik perhatiannya, tetapi tidak membuahkan hasil
apa pun. Alih-alih membalas perasaanku, Pandu kemudian
mengenalkan aku pada pacarnya yang ketika itu menyusulnya ke
bengkel.

Peristiwa itu membuatku patah hati, tetapi juga menyadarkan bahwa


perasaan tidak bisa dipaksakan. Dan aku berusaha move on dari Pandu
dengan menjalin hubungan dengan orang lain. Kalau dia hanya
menganggapku sahabat atau adik, aku seharusnya bisa melakukan hal
sama, kan? Sejauh ini rasanya aku berhasil.

Atau aku salah? Apakah Salwa benar bahwa dalam hati terdalam aku
sebenarnya masih mengharapkan Pandu? Astaga, jangan sampai dia
menyadarinya. Itu akan sangat memalukan!

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Enam

Terkadang, kesempatan pembuktian diri itu datang di saat yang tidak


terduga. Dan percayalah, membuktikan diri kepada seseorang yang
tepat rasanya seperti melakukan pembalasan dendam yang tuntas.
Memuaskan. Mungkin seperti menemukan oase setelah tersesat dan
kehausan di tengah padang pasir. Mungkin, karena aku belum pernah
ke padang pasir mana pun, apalagi tersesat di sana. Itu hanya analogi
yang langsung teringat saat membuat perbandingan.

Aku tidak sengaja bertemu Abimana di tempat parkir Ciputra World.


Seorang teman kuliah yang cukup dekat mengundangku dan beberapa
teman lain makan siang sekalian memberikan undangan
pernikahannya. Tentu saja aku sudah menduga maksud pertemuan itu
setelah melihat dia memajang foto jari dan cincin cantiknya yang aku
ikutan like di Instagram. Menerima undangan pernikahan seperti
penegasan pada status jomloku yang tiada akhir sejak putus beberapa
tahun lalu dengan pacar terakhirku, tetapi rasanya tidak enak saja
kalau menolak ajakannya. Aku hanya perlu terlihat bahagia dengan
status tanpa gandengan (meskipun diam-diam iri) dalam pertemuan
itu.

Rasanya manuawi sih merasa sedikit iri saat melihat satu per satu
teman-temanku akhirnya menemukan belahan jiwa, sedangkan aku
belum menemukan lagi orang yang bisa membuatku memikirkan
padu-padan pakaian atau makeup yang menampilkan hasil akhir no
makeup look yang membuatku terlihat cantik. Kebanyakan perempuan
seperti itu kan? Ingin tampak menawan seperti tak berdandan, padahal
proses untuk mendapatkan tampilan seperti itu lumayan makan waktu.

Aku melihat Abimana berkacak pinggang di sebelah mobil yang


berhadapan dengan John Wick. Tampangnya kesal.

Tidak etis kalau aku pura-pura tidak mengenalnya, jadi aku


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menghampiri Abimana, si penghubung antara usaha kami dengan uang


Ibu Joyo, investor kami yang tersayang.

"Apa kabar, Pak?" menilik wajahnya sih, sudah pasti kabarnya tidak
baik-baik saja, tapi aku harus berbasa-basi, kan? Aku memamerkan
senyum lebar (semoga terlihat manis dan tulus) saat pandangan kami
bertemu.

"Oh... halo." Abimana tampak sedikit kaget melihatku. "Baik kok...


baik. Hanya saja...." Dia kembali memandangi mobilnya sebal.

"Mobil Bapak bermasalah?" Tidak perlu punya IQ 200 untuk


mengetahuinya.

"Mobil adik saya. Tadi sih baik-baik aja. Sekarang malah nggak mau
bunyi."

"Sudah diperiksa?" Mobil yang mendadak tidak bisa menyala sih


biasanya masalah utamanya ada di aki, busi, atau brush dynamo.

"Maksudnya?" Abimana menatapku kebingungan.

Aku menunjuk kap mobilnya. "Su-dah di-pe-rik-sa?" aku mengeja


kata-kataku. Mungkin saja Abimana tadi tidak mendengarnya dengan
baik. Tidak semua orang ganteng punya pendengaran yang bagus,
kan?

"Saya yang periksa?" Abimana menunjuk dadanya sendiri.

Bukan, jin! Aku meringis. Mungkin karena ayahku adalah pemilik


bengkel, dan sejak kecil dikelilingi oleh pegawai ayah yang mengerti
mesin, aku selalu beranggapan bahwa laki-laki yang kompeten adalah
laki-laki yang tahu mesin kendaraan. Mobil atau motor. Aku jadi
melupakan fakta bahwa tangan Abimana yang superhalus mulus itu
tidak mungkin bersahabat dengan mesin.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Boleh saya lihat?" aku mengganti pertanyaan. Dengan percaya diri


aku mendekati kap mobil Abimana.

"Kamu ngerti mesin?" Abimana terdengar tidak yakin. "Saya bisa


menelepon bengkel kok."

"Nggak apa-apa saya coba lihat dulu kan, Pak?" Ho...ho...ho...


langkahi dulu mayatku. Bengkel baru akan terlibat urusan mesin yang
tidak mau bunyi ini setelah aku menyerah. Kalau beneran sampai
mengangkat bendera putih, aku sendiri yang akan menghubungi Pandu
supaya mengirim salah seorang pegawainya ke sini.

Abimana berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk. Dari


tampangnya, dia terlihat pesimis aku bisa berurusan dengan mesin.
Aku jadi semakin tertantang untuk membuktikan diri.

Seperti dugaanku, masalahnya terletak di busi. Setelah kubuka,


kubersihkan, dan kupasang kembali, mesin mobil itu akhirnya
menyala.

"Sebaiknya businya diganti," kataku sambil mengumpulkan kunci-


kunci dan sikat busi yang aku ambil dari John Wick. "Supaya nggak
ngadat lagi."

"Pantas saja adikku tadi minta tukar mobil," gerutu Abimana. "Ini
pasti bukan pertama kali mobilnya ngadat. Saya pikir dia hanya butuh
mobil yang performanya lebih bagus karena harus keluar kota. Oh ya,
terima kasih untuk bantuannya ya."

"Nggak masalah kok, Pak. Setelah terbiasa dengan John Wick yang
suka ngadat di sembarang tempat, saya selalu menawarkan bantuan
kalau lihat orang yang bermasalah dengan mobilnya." Aku mengedik.
"Solidaritas sesama korban mobil kesayangan."

Untuk pertama kalinya aku melihat tarikan bibir Abimana lebih lebar
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

daripada biasanya. "Mobil kamu keren. Sesuai namanya."

Aku ikut tersenyum. "Jangan tertipu sama penampilan. Bodinya sih


memang keren. Jeroannya beneran uzur. Tapi sudah telanjur cinta.
Saya nggak bisa ke lain hati lagi."

Akhirnya aku bisa melihat deretan gigi Abimana untuk pertama


kalinya saat dia tertawa. Dia seharusnya tertawa lebih sering. Aku
yakin dengan gigi seperti itu, dia bisa menjadi bintang iklan produk
perawatan gigi.

"Tinggal ganti mesin aja, kan?"

Seandainya saja mesin mobil Ford yang aku incar semurah itu, aku
pasti sudah melakukannya sejak dulu. "Masih harus ngumpulin
budget-nya sih." Aku menunjuk John Wick. "Saya harus balik ke
kantor sekarang."

"Maaf, tangan kamu jadi kotor gitu."

Aku melihat tanganku yang berlepotan oli. Nodanya ikut masuk ke


kukuku. Aku meringis. "Untung saja saya nggak ada meeting dengan
investor setelah ini. Investor yang saya temui setelah berkutat dengan
John Wick yang ngambek pagi-pagi di jalan, nggak terlalu terkesan
dengan kuku hitam saya. Untung saja investasinya nggak batal."

Abimana menggaruk dahi. Dia pasti mengerti maksudku. "Ehm... soal


itu. "

"Nggak apa-apa kok, Pak," potongku cepat. "Saya juga bersikap


menyebalkan saat meeting di kantor Bapak. Jadi kita impas."

"Maaf ya. Biasanya saya nggak menilai orang sedangkal itu. Tapi
perempuan biasanya nggak diasosiasikan dengan mesin." Abimana
tampak tidak enak hati.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Beneran nggak apa-apa, Pak." Aku jadi ingin segera pergi untuk
menghindari kecanggungan yang mungkin akan muncul. "Kalau
melihat perempuan dewasa lain yang kukunya kotor, saya juga pasti
mikir kalau dia jorok kok. Permisi, Pak." Aku melangkah mundur
menuju John Wick.

"Sekali lagi, terima kasih ya."

"Sama-sama, Pak." Aku segera berbalik dan mendahului Abimana


meninggalkan tempat parkir mal. Mungkin seperti inilah perasaan
Captain America setelah memenangkan perang melawan para teroris.
Yihaaaa....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tujuh
Renovasi kantor kami akhirnya selesai. Hasilnya sangat memuaskan.
Terutama bagian showroom yang sangat memanjakan mata. Jiwa
desain Salwa tersalurkan untuk mendadaninya. Perpaduan warna, letak
ornamen, dan barang-barang yang kami pamerkan benar-benar pas.

Ada sudut khusus yang kami sediakan untuk konsultasi dengan


pelanggan, terutama kalau mereka memesan furnitur yang didesain
khusus. Sekarang ini banyak pelanggan yang seperti itu. Mereka tidak
mau memiliki benda yang sama dengan orang lain. Tidak masalah,
selama dompet mereka terisi kartu-kartu yang menandakan bahwa
mereka memang mampu membiayai keinginan itu, kami akan
memfasilitasi hasrat memiliki furnitur impian itu.

Sekarang kami juga punya ruang kerja sendiri-sendiri. Lebih kecil


daripada ruangan yang dulu kami pakai bertiga, tetapi intinya kami
tidak bergabung lagi saat bekerja. Pertimbangan awal untuk
memisahkan ruang kerja tentu saja bukan karena privasi. Kami tidak
pernah merasa perlu punya privasi, saking sudah terbiasa dengan
kehadiran masing-masing.

Ruang kerja yang terpisah akan memudahkan kami fokus dalam


bekerja. Tidak ada lagi rumpian dadakan yang akan mendistraksi dan
kemudian akan membuang banyak waktu. Pelanggan-pelanggan
premium yang menginginkan privasi saat berkonsultasi karena tidak
nyaman melakukannya di showroom, bisa kami arahkan ke ruang kerja
kami. Pemisahan ruang kerja benar-benar bertujuan untuk
meningkatkan kinerja, yang akhirnya akan berpengaruh positif pada
pundi-pundi keuangan kami.

Pintuku yang mendadak terbuka membuat aku mengalihkan perhatian


dari laptop. Widi berdiri kebingungan di sana.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Ada apa?" tanyaku setelah Widi hanya melongo beberapa detik.

"Inspeksi mendadak tuh, Mbar. Kamu sudah ngirim laporan ke kantor


Bu Joyo, kan?"

"Sudah kok." Beberapa hari lalu aku mengirim berkas fisik untuk
menyusul surel yang sudah kukirim lebih dulu. Tentu saja aku tidak
main-main soal laporan kepada investor. Kami ingin kerja sama yang
langgeng dengan pemilik modal. Dan investasi jangka panjang hanya
akan terjadi kalau uang mereka kami jaga serta kembangkan dengan
baik. "Bu Joyo sendiri yang datang inspeksi?" Aku bangkit dari kursi.

"Bukan. Abimana yang datang. Dia lagi lihat-lihat showroom tuh."

"Kok ditinggal sih?" Kami memang sudah punya beberapa pegawai


untuk menangani pelanggan di showroom, tetapi orang-orang Bu joyo
tentu saja tidak datang untuk bertemu pegawai kami. "Harusnya kamu
temenin dia. Suruh anak-anak aja yang panggil aku."

Widi terkikik. "Aku malas berhadapan dengan investor, Mbar. Aku


kan nggak nguasain data. Kerjaan aku kebanyakan desain aja. Ntar
malah kita kelihatan nggak kompeten kalau dia nanyain data, dan aku
bengong aja."

Aku bergegas menuju tempat Abimana sedang mengamati barang-


barang yang dipamerkan. Widi mengikutiku.

"Selamat siang, Pak," sapaku dengan level keramahan yang kusetel


maksimal. Bagaimanapun, Abimana adalah perwakilan tumpukan
uang Bu Joyo.

"Selamat siang." Abimana menoleh padaku. "Showroom ini jauh lebih


bagus daripada yang saya bayangkan setelah kalian menyebutkan soal
renovasi," pujinya. "Akan lebih bagus lagi kalau kalian menempelkan
logo dan nama brand di beberapa tempat, jadi kalau ada pelanggan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

yang mengambil foto, logo kalian akan terlihat juga. Jangan hanya
memasang loga dan nama brand di depan saja."

"Kami sudah memesan logo-logo itu kok, Pak." Tentu saja Salwa
sudah memikirkan hal itu. Dia lumayan detail soal interior kantor.
"Semoga bisa selesai dan dipasang dalam minggu ini." Aku
melebarkan tangan, mengarahkan Abimana ke ruang kerjaku. "Kalau
Bapak sudah selesai melihat-lihat, kita bisa bicara di dalam." Semua
data yang mungkin ingin Abimana lihat, setelah terlihat puas
mengamati fisik kantor ada di sana.

Abimana mengikuti isyaratku. Bersama Widi, kami menuju ruang


kerjaku. Berbeda dengan ruangan Salwa dan Widi, kantorku memiliki
satu set sofa karena kami sepakat untuk menerima tamu penting di
sini. Sebagai penanggung jawab semua data kantor, akulah yang akan
berhadapan dengan tamu sepenting investor.

"Ada yang kurang jelas dalam dokumen laporan yang kami kirim,
Pak?" tanyaku was-was setelah mempersilakan Abimana duduk di
sofa. Biasanya inspeksi diadakan untuk mengonfirmasi data yang
diterima.

"Oh... kedatangan saya nggak ada hubungannya dengan laporan kalian


kok," Abimana merespons cepat. "Kunjungan saya sifatnya pribadi.

Saya mencari beberapa barang untuk mengisi rumah. Kebetulan saya


tertarik dengan furnitur yang ada di katalog kalian. Barusan saya lihat-
lihat di barang yang di showroom. Stool-nya cocok dengan konsep
meja bar saya. Saya juga suka partisinya, hanya mungkin saya harus
memesan yang baru untuk menyesuaikan dengan ruangan di rumah."

"Kami pasti bisa mengerjakannya," sambutku yakin.

"Saya juga mau memesan sofa untuk ruang tamu, ruang tengah, dan
ruang kerja di rumah."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Siap, Pak." Mengisi rumah Abimana dengan produk kami adalah


bukti kepercayaan investor. Memang bukan uangnya yang membantu
mengggerakkan usaha kami, tetapi dia adalah tim Bu Joyo, jadi dia
termasuk bagian dari investor.

"Rumah baru ya, Pak?" celutuk Widi.

Abimana mengangguk. "Iya, masih kosong."

"Kok nggak sekalian dikerjain desainer atau dekorator interior? Bapak


hanya perlu ngasih konsep, biar dia yang eksekusi aja, biar nggak
repot."

Kalau Widi sedang melihatku, aku pasti akan memelototinya.


Ucapannya barusan sama saja dengan membujuk Abimana untuk
mempertimbangkan menggunakan produk kami. Belum tentu desainer
interior yang bekerja sama dengan Abimana mau memakai produk
kami sebanyak yang baru saja disebutkan laki-laki itu.

"Sebenarnya ada sih desainer interior yang sudah kerja sama dengan
arsitek dan kontraktor bangunannya. Tapi dia mengundurkan diri
karena sedang sakit. Karena tinggal memilih furnitur untuk rumah
saja, saya pikir bisa melakukannya sendiri, nggak perlu desainer
interior atau dekorator baru lagi." Abimana menoleh padaku. "Karena
partisi dan sofa-sofanya custom made, kalian bisa datang ke rumah
saya untuk mengukur, jadi hasilnya akan cocok dengan ruangan yang
ada, sehingga kesannya nggak dipaksakan masuk karena kekecilan
atau malah kebesaran, kan?"

"Tentu saja bisa, Pak," jawabku bersemangat. Aku selalu antusias saat
berhadapan dengan pelanggan yang bersiap menghamburkan banyak
uang. Kelihatannya Bu Joyo royal dalam menggaji karyawan, karena
dari cara Abimana bicara, aku bisa menangkap kalau rumah yang
sedang dia bicarakan ini cukup besar. Apalagi harga produk kami tidak

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

murah. Kualitas dan harga itu kembar siam. Tak terpisahkan.

"Oke, nanti bisa hubungi saya untuk bikin janji ke rumah saya ya.
Detail konsepnya akan kita bicarakan di sana, sekalian menyesuaikan
dengan model ruangan."

"Rumahnya untuk persiapan nikah ya, Pak?" Widi kembali menyela.

"Widi!" aku mengingatkan. Abimana tidak terlihat seperti orang yang


suka membahas masalah pribadi dengan orang asing. Senyumnya saja
jarang. Aku baru mendapatkan senyum tulus setelah berhasil membuat
mesin mobilnya menyala lagi.

"Kan cuman nanya doang, Mbar," Widi membela diri. "Pak Abimana
kan belum memakai cincin. Lagian, kalau untuk persiapan nikah,
biasanya calon istri pasti lebih suka dilibatkan untuk mendesain rumah
dan memilih perabot."

Aku mendelik. Widi memang harus dijauhkan dari pelanggan,


terutama yang potensial menghamburkan banyak uang. Salwa lebih
cocok untuk tugas itu. Sayangnya dia sedang ada urusan di luar kantor.

"Saya pamit ya," Abimana tidak menanggapi Widi. "Hubungi saya


untuk mencocokkan jadwal kunjungan ke rumah. Kalau bisa sore,
karena saya biasanya sibuk pagi-pagi."

Aku langsung mengomeli Widi setelah Abimana pergi. "Jangan


membahas masalah pribadi dengan pelanggan, kecuali kalau mereka
yang mulai!"

"Nanya kan nggak salah, Mbar. Lagian, dia juga nggak jawab kok.
Kalau beneran untuk persiapan nikah, aku beneran kasihan sama calon
istrinya. Masa nggak dimintain pendapat soal isi rumah? Kan
rumahnya bakal ditempatin sama-sama, jadi harus sesuai selera berdua
dong. Jadi laki-laki kok otoriter gitu sih? Kalau aku yang jadi calon
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

istrinya, aku pasti udah minta putus."

Aku berdecak. "Kalau beneran untuk nikah, istrinya harusnya senang


dapat calon suami yang mapan, jadi nggak harus berjuang bersama
dari nol, Widi. Asal ada uang, perabot mah gampang. Tinggal ganti aja
lagi. Kalau Abimana beneran cinta sama istrinya, dia pasti nggak
masalah semua perabotnya diganti setelah mereka menikah."

Widi tercenung, lalu mengangguk-angguk. "Iya juga ya. Mungkin


rumahnya malah untuk kejutan gitu." Dia tersenyum. "Oooh... so
sweet. Romantis banget. Calon istrinya beruntung tuh dapat Abimana."

Aku menggeleng-geleng. Khas Widi yang plinplan. Dia bisa berubah


pikiran dalam hitungan detik.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Delapan
"Dimakan sekarang ya, mumpung masih panas." Mama meletakkan
mangkuk di atas nakas. Aroma bubur ayam yang wangi menguar
memenuhi udara. Mama lantas duduk di tepi ranjang. "Lain kali
jangan hujan-hujanan lagi. Kayak anak kecil aja!" lanjutnya
menggerutu.

"Ini memang mau sakit aja sih, Ma, bukan karena hujan-hujanan," aku
membela diri. Biasanya aku tidak pernah bermasalah dengan hujan.
Sejak kecil aku suka bermain hujan. Meskipun Mama dulu selalu
mengomel saat aku melakukannya, dia terpaksa harus menelan
kedongkolan karena aku melakukannya bersama ayah.

Ayah berpendapat bahwa anak yang terlalu steril malah akan gampang
sakit, jadi dia membiarkanku bermain kotor-kotoran di dekatnya, saat
dia sedang mengerjakan mobil pelanggan di bengkel.

Jika Mama suka mendadaniku, Ayah malah mengajakku ikut merayap


di bawah mobil yang sedang dia perbaiki. Hadiah ulang tahun dari
Mama adalah benda-benda yang sangat girly untuk mengimbangi kado
Ayah yang tidak pernah jauh dari hal yang berbau mobil. Saat aku
kecil, dia memberiku mobil-mobilan remote control, dan setelah aku
beranjak remaja, hadiah itu berubah menjadi miniatur mobil klasik.
Kurasa itu menjelaskan kecintaanku pada John Wick. Dia menjadi
semacam penghubung antara aku dan Ayah.

Pola asuh yang sangat berbeda dari kedua orangtua membuatku


tumbuh jadi anak mandiri. Aku akrab dengan mesin, tetapi juga
merawat diri dan lumayan menikmati berdandan agar terlihat cantik
seperti perempuan lain pada umumnya.

"Kayaknya sudah waktunya kamu membeli mobil baru," Mama


melanjutkan omelannya. "Kalau kamu terlalu sayang untuk menjual

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

mobil tua itu, taruh aja di garasi. Mobil itu udah nggak sanggup diajak
jalan jauh. Pakai saat weekend aja biar bebannya nggak berat."

"Jangan salahin John Wick karena aku sakit, Ma. Imunku aja yang
sedang jelek." Kemarin John Wick lagi-lagi mogok di jalan. Aku tidak
mungkin menunggu sampai hujan reda untuk memeriksa mesinnya.
Alhasil aku harus hujan-hujanan memperbaikinya.

"Kalau kamu sayang uang, Mama bisa beliin kok kalau cuma MPV,"
Mama masih belum menyerah untuk menyingkirkan John Wick. "Asal
jangan minta mobil mewah aja."

"Sama anak semata wayang kok hitung-hitungan sih?" Aku pura-pura


menggerutu.

"Memangnya tabungan ASN kayak Mama bisa buat beli mobil


mewah?" Mama balas mengomel. "Banyakan juga tabungan kamu."

Aku terkekeh. "Salah sendiri Mama nggak mau pegang uang bengkel."

"Itu kan peninggalan Ayah buat kamu, Mbar. Untuk modal usaha kamu
juga, kan? Gaji Mama masih cukup kok untuk biaya hidup kita. Ntar
kalau Mama udah pensiun, baru deh numpang hidup sama kamu kalau
gaji pensiunan nggak cukup untuk kebutuhan rumah."

Tentu saja Mama bergurau. Walaupun ASN, tetapi gajinya lumayan


karena dia adalah kepala bagian di kantornya. Gaji dan tunjangan ASN
memang tidak bisa dibandingkan dengan pengusaha yang mapan, tapi
karena Mama tipe wanita karir dan ibu rumah tangga sederhana yang
rajin berhemat, tabungannya pasti lumayan banyak. Apalagi Mama
baru benar-benar membiayai hidup kami setelah Ayah meninggal.

"Kamu lihat-lihat mobil yang cocok untuk kamu deh," lanjut Mama.
"Atau minta Pandu yang nyariin. Dia kan punya banyak relasi dealer.
Mungkin aja dia bisa dapat diskon bagus."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Ujung-ujungnya tetap ke diskon ya, Ma?" godaku.

Mama tersenyum. "Kalau bisa dapat yang murah, kenapa harus yang
mahal? Kalau mau hambur-hamburin duit, tunggu kamu nikah sama
konglomerat dulu." Dia kembali menyodorkan mangkuk. "Makan dan
habisin sebelum dingin. Mama harus siap-siap ke kantor. Kalau mau
makan sesuatu, bilang sama si Mbok saja. Jangan pesan makanan dari
luar dulu."

Aku menuruti perintah Mama. Aku juga tidak suka bubur dingin.
Bubur itu hakikatnya dimakan saat sedang mengepul. Setelah minum
obat, aku tidur lagi.

Aku mengecek jam di nakas saat mendengar pintuku diketuk. Sudah


hampir tengah hari. Ternyata aku tertidur lumayan lama.

"Masuk aja, Mbok." Tumben si Mbok sopan banget sampai mengetuk


pintu berkali-kali. Biasanya sekali saja dan langsung masuk. Saat aku
mengomel karena sedang pakaian, si Mbok akan ngeles dengan kalem,
"Si Mbok udah hafal semua bentuk tubuh kamu, Mbar. Kan si Mbok
yang bantuin ngurus kamu sejak lahir. Udah telat kalau baru mau malu
sekarang."

"Ini aku, Mbar," suara Pandu terdengar. "Si Mbok suruh aku ngecek
sendiri kamu udah bangun atau belum."

"Tunggu di bawah saja!" Suaraku terdengar sengau saat berteriak. Aku


bangkit dan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi serta mencuci
muka. Demamku belum sepenuhnya hilang, jadi belum berniat mandi.

Pandu duduk di depan meja makan, menghadapi secangkir teh saat aku
turun. Dia sudah dianggap anggota keluarga. Yang steril dari
sentuhannya di rumah ini hanyalah kamar tidurku dan kamar si Mbok.
Dia sudah terbiasa keluar masuk kamar orangtuaku sejak Ayah sakit.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Meskipun badan Ayah semakin kurus saat sakit, tetapi dia masih
terlalu berat untuk aku atau Mama papah ke kamar mandi. Ayah juga
tidak mau memakai popok kalau tidak benar-benar terpaksa. Di waktu-
waktu itulah Pandu sering tinggal dan bahkan menginap di sini untuk
membantu merawat Ayah. Dia punya kamar sendiri yang hampir tidak
pernah ditempatinya lagi sejak Ayah meninggal.

"CEO bengkel kok berkeliaran di jam kerja sih?" Aku mengambil


tempat di samping Pandu.

"Semua orang di bengkel kan udah tahu job description-nya. Nggak


perlu dipelototin tiap saat. Ntar mereka malah merasa nggak
dipercaya." Pandu menyodorkan cangkirnya. "Baru aja diantarin si
Mbok, belum aku minum. Kok bisa tumbang sih?"

Aku mengedik. "Mungkin capek aja sih. Setelah kantor disulap kayak
sekarang, pesanan jadi banyak. Pengaruh pameran juga sih. Tahu dari
mana aku tumbang?"

"Tadi ketemu customer di dekat kantor kamu, jadi aku sekalian


mampir bawain kue. Salwa bilang kamu sakit. Terus aku telpon ponsel
kamu nggak aktif. Aku pikir sakitnya parah, jadi aku langsung ke
sini."

Aku menyesap teh yang disodorkan Pandu. Panasnya terasa nyaman di


tenggorokan. Di kondisi normal pun aku lebih suka teh panas daripada
yang suam-suam kuku. Bagiku, kalau tidak panas, teh itu sekalian
disuguhkan dengan es batu saja.

"Kuenya mana?"

Pandu tertawa. "Masa kuenya aku bawa ke sini lagi setelah kelihatan
Salwa dan Widi sih? Lagian, orang sakit kan nggak punya selera
makan. Ibu dan si Mbok nggak terlalu suka camilan yang gurih, ntar
malah dibuang karena nggak ada yang makan. Mubazir, kan?"
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Iya juga sih. Aku kembali menyesap teh. Duduk berdua dengan Pandu
seperti ini membuatku kembali memikirkan kata-kata Salwa. Sialan.
Padahal setelah menganggap periode cinta monyetku usai, entah sudah
berapa ribu kali aku duduk atau jalan bersama Pandu tanpa
memikirkan perasaan tertarik lagi. Hanya sebagai kakak atau sahabat,
seperti anggapannya terhadapku. Aneh bagaimana kalimat-kalimat
Salwa membuatku mendadak merasa tidak nyaman.

Aku sontak menatap Pandu saat tepukannya mendarat di punggung


tanganku. "Ya...?"

"Tadi si Mbok bilang kamu demam dan pilek aja. Kok jadi komplikasi
sama bengong sih?"

Aku meringis. "Aku lagi mikir," kataku ngeles.

"Mikir apa yang bisa bikin bengong sampai aku ngomong


dianggurin?"

"Mama nyuruh aku beli mobil baru." Aku tidak mungkin mengatakan
apa yang sebenarnya aku pikirkan, jadi memilih mengalihkan
percakapan. "Tapi aku pikir, daripada mobil baru, mending aku beli
jeroan asli untuk John Wick aja. Harganya masih sama dengan yang
terakhir kita lihat, kan?" Aku mengedik. "Iya, aku bakalan bokek habis
sih, tapi nggak mungkin punya 2 mobil juga, kan? Garasi cuman bisa
muat 2 mobil. Kalau aku beli baru, jadi 3 dengan mobil Mama.
Perawatannya juga ribet. John Wick pasti ngiri kalau dimadu.
Biasanya aku kan cuman ngelus-ngelus dia aja."

Pandu meneleng menatapku. "Tempo hari aku kan udah nawarin untuk
nambahin budget kamu untuk beli mesin baru, tapi kamu tolak.
Padahal kamu kan tahu bisa balikin duitnya kapan-kapan aja."

"Tempo hari aku masih mikir soal kantor sih. Takut butuh dana segar
siap pakai saat harus membeli bahan baku untuk menambah produksi.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sekarang udah lega karena investasi yang masuk jauh lebih besar dari
yang kami pikir. Jadi tabunganku bisa untuk mendadani belahan
jiwaku aja."

Pandu berdecak. "Segitu cintanya sama benda mati."

"John Wick bukan benda mati!" kataku sewot.

"Nggak ada makhluk hidup yang harus dikasih minum bensin dulu
baru mau bergerak, Mbar. Makanya cari pacar supaya perhatian kamu
nggak hanya ke kantor dan mobil aja."

"Kemarin sudah coba jelalatan di mal, tapi nggak ketemu yang cocok,"
kataku asal.

Pandu tertawa. Dia menyikut lenganku. "Bukannya banyak yang ileran


kalau kamu kedipin?"

"Makanya nggak cocok karena aku nyari yang nggak nggak ileran saat
aku main mata." Aku mengamati Pandu, dan aku harus mengakui jika
Salwa benar tentang satu hal. Pandu peduli dan sayang padaku, tapi
hanya sebatas sahabat atau adik. Tidak lebih. Konyol sekali kalau
berharap suatu saat dia akan melihatku sebagai perempuan yang
membuatnya jatuh cinta.

Aku berharap Salwa salah tentang pengamatannya bahwa aku masih


mengharapkan Pandu. Bahwa benih cinta monyetku belum benar-
benar mati. Aku tidak mau patah hati berkali-kali karena perasaan tak
berbalas pada orang yang sama.

***

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sembilan
"Ini beneran rumah Abimana?" Aku melihat ponselku untuk
menyakinkan kalau aku memang berhenti di lokasi yang benar.

"Kayaknya aku bakal ninggalin usaha furnitur kita dan melamar kerja
di tempat Bu Joyo aja." Salwa mendahului aku keluar dari mobil.
Tidak seperti aku, dia tampaknya yakin kami memang berada di
tempat yang tepat.

Aku mematikan mesin John Wick dan menyusul Salwa yang sudah
berdiri di depan pagar. Pintu terbuka sebelum kami memencet bel.
Kami memang tidak salah alamat karena Abimana sendiri yang
membuka pagar.

"Mobilnya bisa diparkir di dalam aja," katanya.

"Nggak usah, Pak," tolakku. Jumlah satpam di gerbang kompleks yang


kami lewati tadi menjanjikan keamanan. Lagi pula, John Wick bukan
jenis mobil yang diincar maling. Kalaupun benar ada maling mobil
yang tertarik pada penampilan luar John Wick yang mulus, aku
kasihan pada nasibnya yang akan babak belur dihakimi massa saat
John Wick mendadak mogok ketika dibawa kabur. Hanya aku dan
Pandu yang bisa mengerti John Wick dengan baik. Ya, walaupun
pengertian itu terjadi karena alasan berbeda. Aku memahami John
Wick karena dia adalah cinta dalam hidupku, sedangkan Pandu lebih
karena alasan terpaksa. Dia yang akhirnya selalu aku repotkan kalau
kebandelan John Wick sudah di luar kemampuanku mengatasinya.

Aku dan Salwa kemudian mengikuti Abimana menuju rumahnya.


Pekarangannya di bagian depan lumayan luas. Dari luar saja aroma
"mahal" sudah bisa terendus. Buset, berapa gaji yang didapatnya dari
Bu Joyo? Otaknya pasti sangat besar sehingga dihargai dengan uang
yang sangat banyak.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Taman di depan rumah jelas dirancang oleh ahlinya, bukan hanya


tukang kebun biasa. Garasinya juga besar, bisa memuat beberapa
mobil. Kelihatannya Abimana memang seorang yang visioner. Dia
sangat yakin bisa membuat garasi sebesar itu penuh.

Abimana kelihatan masih terlalu muda untuk pencapaian yang


ditunjukkannya. Kecuali kalau dia memang bekerja keras seperti kuda
perah dan hidup hemat layaknya petapa yang puas makan nasi dan
garam saja. Tapi tidak ada petapa yang memakai barang-barang
bermerek dan mengendarai mobil Eropa. Bu Joyo pasti benar-benar
menganggap Abimana investasi yang harus diikat dan dijaga dengan
imbalan luas biasa supaya tidak kabur ke perusahaan lain.

"Silakan masuk." Abimana membuka pintu rumahnya untuk kami.


"Masih kosong. Saya harap kita bisa mendiskusikan jenis, model, dan
warna furnitur yang saya inginkan untuk mengisi rumah ini sesuai
dengan konsep dan luas ruangan yang ada."

"Kita pasti bisa, Pak," jawab Salwa penuh semangat. Saat nadanya
terdengar riang seperti itu, aku yakin dia sementara menghitung-hitung
berapa keuntungan yang kami dapatkan dari mengisi rumah Abimana
dengan produk kami. Kalau dalam anime, bola mata Salwa pasti sudah
dipenuhi ikon dolar, dan di kepalanya berhamburan uang kertas.

"Satu-satunya ruangan yang nggak butuh banyak sentuhan hanya


dapur karena kitchen set-nya sudah dipasang. Tinggal menyiapkan
stool untuk meja bar saja."

Aku membiarkan Salwa yang menanggapi Abimana karena


kehadiranku sebenarnya hanya menemani Salwa saja. Meskipun bisa
mendesain, tapi kemampuanku jauh berada di bawah Salwa dan Widi.
Aku dibutuhkan karena lebih pintar me-manage usaha dan lebih supel
saat berhubungan dengan orang lain.

Salwa dan Abimana menghabiskan waktu cukup lama berdiskusi di


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

setiap ruangan yang kami masuki. Sambil berdiskusi, Salwa membuat


desain kasar 3 dimensi di iPad-nya untuk ditunjukkan kepada
Abimana. Laki-laki itu mengoreksi di sana-sini sebelum akhirnya
menyetujui gambar Salwa. Untunglah teknologi semakin
mempermudah pekerjaan desainer furnitur dalam menuangkan
imajinasi. Sulit membayangkan melakukannya dengan cepat
menggunakan kertas gambar sambal berkeliling rumah seperti sekarang.

"Ini proyek besar," kata Salwa padaku saat Abimana menjauh dari
kami untuk menerima telepon. "Biasanya kan pelanggan cuman nyari
barang di showroom aja. Kalau custom, paling juga satu atau dua
barang. Baru kali ini kita dipercaya ngisi rumah sebesar ini dengan
barang-barang kita. Dan hebatnya, Abimana kayaknya nggak khawatir
soal bujet. Dia beneran pelanggan impian untuk pengusaha, apalagi
kayak kita yang lagi membangun imej."

"Tapi akan makan waktu untuk ngerjain semua pesanannya. Mudah-


mudahan aja dia sabar."

"Dia pasti sabar," jawab Salwa yakin. "Dia tahu persis sumber daya
kita, jadi sudah bisa mengira-ngira waktu yang dibutuhkan untuk
mengerjakan semua barang yang dia pesan. Tapi kita udah nambah 3
tukang, jadi kita pasti bisa menyelesaikan pesanannya lebih cepat."

"Semoga." Meskipun keoptimisan Salwa menulariku, kekhawatiranku


tidak sepenuhnya hilang. Mengisi satu rumah adalah pengalaman baru,
dan tekanannya lumayan besar karena Abimana adalah orang yang
menangani investasi untuk kami. Kredibilitas kami menjadi
taruhannya. Penilaiannya akan berpengaruh pada kelanjutan kerja
sama kami. Kami tidak punya pilihan selain memuaskan
keinginannya.

"Menurutmu, berapa gaji Abimana sebulan?" Salwa mengucapkan


kalimatnya setengah menggumam.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Bukan urusan kita, kan?" Aku menjawab dengan nada yang sama.
Bahaya kalau tertangkap basah menggosipkan pelanggan di sarangnya
sendiri. Kerlinganku dibalas senyum jail Salwa. Ternyata bukan aku
saja yang memikirkan soal keroyalan Bu Joyo dalam menggaji
karyawan.

"Memang bukan urusan kita. Tapi aku suka caranya menghabiskan


uang di tempat kita. Pilihan yang bijak. Terpujilah Ibu Joyo yang boros
pada pegawainya."

Aku ikut menyengir. "Kalau Bu Joyo banting setir masuk dunia politik
dan maju dalam bursa pemilihan walikota, aku pasti nggak mikir dua
kali untuk jadi tim hore-hore beliau."

Salwa menggeleng. "Oh No, Bu Joyo nggak cocok untuk jadi


walikota. Aku nggak bisa ngebayangin Bu Joyo ngomelin orang-orang
di muka umum. Beliau terlalu anggun untuk melakukannya. Padahal
Surabaya butuh sosok yang ceplas-ceplos dan nggak jaim untuk
memimpin."

"Anggun nggak berarti nggak bisa tegas, kan? Aku yakin Bu Joyo bisa
berhasil dengan bisnisnya karena tahu cara memimpin dan
mengendalikan karyawan. Jangan tertipu penampilan luar."

Salwa mengedik dan terkekeh. Dia merogoh tas dan memperlihatkan


layar teleponnya yang berdering. Delon, tunangannya. "Absen sore.
Aku merasa sangat dicintai." Dia bergerak menuju ruang depan, arah
yang berlawanan dengan tempat Abimana yang juga sedang berbicara
di telepon.

Daripada bengong sendiri, aku ikut-ikutan membuka ponsel, iseng


mengecek media sosial Cozy Home. Pertambahan jumlah pengikutnya
sangat signifikan setelah kami mendapatkan pelanggan seorang
selebgram dan sepasang youtuber bulan lalu. Mereka memasukkan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kegiatan belanja di tempat kami sebagai konten, dan hal itu ternyata
lumayan mengangkat nama Cozy Home.

Ada selebgram lain yang juga datang ke showroom. Dia tertarik


dengan salah satu sofa set, tetapi alih-alih membeli, dia menawarkan
barter jasa endorse dengan sofa itu. Salwa langsung menolak. Katanya
harga sofa itu tidak sebanding dengan jumlah pengikut selebgram
tersebut. Iya sih, sofa itu memang termasuk salah satu barang termahal
yang kami jual.

"Selebgram atau artis yang namanya udah jaminan mutu tuh nggak
berkeliling minta di-endorse. Manajemen mereka duduk manis aja,
tapi tawaran endorse ngalir kayak air terjun Niagara," omel Salwa
setelah selebgram itu pergi. "Hanya selebgram abal-abal yang mondar-
mandir nawarin jasa endorse saat lihat barang bagus. Pengin punya
barang mewah, tapi nggak modal!" Salwa memang selalu sefrontal
itu.

Usaha kami benar-benar menunjukkan peningkatan yang cukup pesat.


Walaupun kami mengeluarkan banyak uang untuk revonasi dan
penambahan pegawai, hasil positifnya sangat terasa. Kalau kami bisa
mempertahankan atau malah meningkatkan tren itu, beberapa tahun ke
depan brand kami pasti bisa diperhitungkan untuk tingkat nasional.
Mungkin kedengarannya muluk, tapi bermimpi adalah salah satu
motivasi pengusaha untuk mencapai tujuan.

"Sudah sehat?"

Aku mengangkat kepala dan melihat Abimana sudah berdiri di


depanku. Aku tidak menyadari kehadirannya di dekatku. Mungkin
karena terlalu asyik mengamati foto-foto instagram Cozy Home yang
entah sudah berapa puluh kali aku lihat. Rasanya memang sedikit
narsis mengagumi media sosial usaha sendiri, tapi mau gimana lagi,
sulit menekan kebanggaan yang muncul saat menyadari usaha kami

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

perlahan tapi pasti mulai bersinar. Aku yakin semua orang yang
memiliki usaha akan merasakan hal seperti itu.

"Sudah sehat banget kok, Pak." Beberapa hari lalu Abimana


menghubungiku untuk menjadwalkan kunjungan ke rumah ini, tapi
karena waktu itu aku belum masuk kantor, aku mengusulkan Salwa
dan Widi saja yang melakukannya. Toh mereka juga yang lebih
banyak mendesain. Tapi Abimana mengatakan kalau dia tidak buru-
buru mengisi rumahnya, dan memintaku menghubunginya setelah
masuk kantor lagi. Kemarin aku menghubunginya, dan sepakat
bertemu sore ini. "Hanya pilek saja sih."

"Pilek itu kedengarannya memang remeh, tapi demam dan sakit


kepalanya lumayan menyiksa sih."

Aku mengangguk dan mengulas senyum basa-basi. "Karena Bapak


memesan banyak barang, pengerjaannya pasti akan makan waktu,
meskipun kami akan berusaha mengerjakannya secepat mungkin," aku
mengembalikan topik ke soal pekerjaan dengan mengutarakan
kekhawatiran yang sempat aku bahas dengan Salwa tadi.

"Nggak masalah kok. Rumah ini nggak buru-buru mau ditempati. Oh


ya, pengerjaannya bisa diselesaikan per ruangan, kan? Saya ingin
kamar tidur dan ruang tengah didahulukan karena tempat itu yang
akan lebih banyak saya gunakan kalau datang ke sini. Sekarang saya
hanya sekadar nengok sebentar saja karena rumahnya masih kosong
melompong gini. Kalau kamar dan ruang tengah udah ada perabotnya,
saya bisa tinggal lebih lama."

"Baik, Pak. Kamar tidur utama dan ruang tengah akan kami
utamakan."

Salwa yang sudah menutup teleponnya akhirnya ikut bergabung


dengan kami. Percakapan soal furnitur dilanjutkan kembali. Karena

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

diskusi yang lumayan panjang di setiap ruangan, azan magrib sudah


terdengar saat kami baru keluar ruangan ketiga yang sudah disepakati
furniturnya.

"Wah, sudah sore banget. Kita lanjutkan lain kali ya," kata Abimana
sambil melirik pergelangan tangannya. "Yang tadi saja pasti lumayan
lama dikerjakan."

"Contoh desain tadi akan kami rapikan dan email-kan pada Bapak,"
Salwa memasukkan iPad ke tas. "Begitu Bapak setuju, pengerjaannya
akan langsung kami proses."

"Maaf karena membuat kalian tertahan lama di sini di luar jam kerja,"
ujar Abimana saat mengantar kami keluar.

"Untuk proyek sebesar ini kami sama sekali nggak keberatan, Pak,"
sambutku cepat. "Kami pemilik, bukan hanya pekerja jadi nggak
masalah kalau bekerja di luar jam kerja. Apalagi Bapak anggota tim
Bu Joyo."

Salwa langsung terkikik seperti kuntilanak begitu John Wick


meninggalkan rumah Abimana. "Embusan aroma duitnya kencang
banget di sana. Aku hampir mabuk tadi."

Aku berdecak. "Aku tahu. Kelihatan banget dari muka kamu."

"Tapi apa kamu nggak merasa aneh Abimana memesan furniturnya


eksklusif dari kita aja? Biasanya, sefanatik apa pun seseorang pada
brand, barangnya tetap aja ada campuran dari merek lain. Aku jadi
curiga dia ada motif lain deh."

"Motifnya ya untuk memajukan usaha kita karena majikannya udah


inves ke kita." Aku mengerling Salwa dengan tatapan mencela. Dia
bukan Widi. Otaknya seharusnya bisa mencerna hal sesederhana itu.
"Wajar, kan?"
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Salwa mengedik. "Tentu saja nggak wajar. Dia nggak harus all out gitu
nolongnya, Mbar. Dia mau nunggu lama untuk kita nyiapin barangnya
lho. Biasanya pemilik rumah baru malah nggak sabar untuk segera
mengisi rumah. Lihat dia santai gitu, aku jadi curiga ada yang
menarik perhatiannya di tempat kita."

"Barang kita memang bagus kok. Layak banget ditunggu dengan


sabar."

Salwa menggeleng. "Yang aku maksud itu bukan barang, tapi orang."

Aku memutar bola mata. "Jangan mulai lagi!"

Salwa kembali tertawa. "Kesan pertama kan biasanya menggoda.


Mungkin saja dia beneran tergoda sama kuku hitam kamu, Mbar."

"Sialan!" Dasar teman sinting!

***

Sekadar info, buat yang ikutan PO TAMBATAN HATI, novelnya


sementara dalam proses cetak ya. Progres pengerjaan dan
pengirimannya nanti bisa diikutin di Instagram @titisanaria karena
akan di update di IGS. Karena dicetak self publish, jadi hanya bisa
didapetin di olshop yang biasa jual novelku ya, nggak masuk toko.
Oh ya jumlah yang ikutan PO beneran lebih banyak dari yang aku
pikir lho, soalnya TAMBATAN HATI kan udah berbayar di Storial.
Ternyata tetap pada pengin buku cetak yang buanyaaakkk ekstra
part-nya. Hehehe.... Tengkiu soberimac ya. lope-lope yu ol.....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sepuluh
Kami mengerahkan hampir semua tukang untuk mengerjakan furnitur
rumah Abimana setelah dia menyetujui desain yang sudah dirapikan
dan ditambahkan detail oleh Salwa dan Widi. Tetapi karena barangnya
banyak, dan pabrik furnitur bukanlah dapur restoran yang bisa
menyiapkan pesanan pelanggan dalam waktu kurang dari
setengahjam, barang-barang tersebut belum semua selesai ketika
Abimana berkunjung ke kantor kami.

"Santai saja, saya kan sudah berkali-kali bilang kalau nggak buru-
buru," katanya saat aku minta maaf sekali lagi ketika menemaninya
melihat langsung progres pengerjaan furnitur yang dipesannya.
Ranjang, sofa, beberapa meja, dan cermin sudah dalam tahap
penyelesaian akhir. Yang rumit dan lumayan makan waktu adalah
pengerjaan built in wardrobes.

Penampilan ruangan itu dalam desain yang dikerjakan berdua oleh


Salwa dan Widi tampak luar biasa, tetapi jujur, aku agak khawatir
kalau tukang kami melakukan kesalahan pengukuran karena untuk
built in wardrobes serumit itu. Salah ukur sedikit saja bisa fatal ketika
dipasang. Salwa yang beberapa kali aku suruh ukur ulang untuk
mengepaskan ukuran yang dibuatnya di ruangan yang disiapkan
Abimana untuk benda itu dengan ukuran tukang sampai mengomel
karena merasa aku meragukan kemampuan tukang kami yang sudah
terbukti mumpuni.

Jadi jujur, aku sedikit dongkol saat mendengar Abimana dengan


enteng bilang, "santai saja". Kalau dia memang santai dan tidak
terburu-buru, kenapa minggu lalu dia menghubungiku untuk
menanyakan progres pengerjaan barang pesanannya? Dan sekarang dia
malah datang sendiri untuk mengecek seolah tidak percaya kami
memprioritaskan dirinya sebagai pelanggan. Kami pengusaha, jadi ke
mana pun aroma uang berembus kuat, kami tentu akan mengejarnya ke
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sana. Dan sekarang ini Abimana adalah pelanggan yang paling


menguarkan aroma rupiah yang memabukkan. Semakin cepat kami
menyelesaikan pesanan, semakin cepat pula dia membereskan sisa
pembayaran yang sudah dipanjarnya.

Karena aku bukan Salwa, aku menelan kedongkolan dan


menggantinya dengan senyum. Bagaimanapun, pelanggan adalah raja,
jadi biarkan mereka tetap merasa di singgasana. Senangkan hati
mereka.

"Begitu barangnya siap, kami akan menghubungi Bapak. Built in


wardobes-nya akan makan waktu untuk dipasang karena akan dirakit
di ruangan yang sudah Bapak siapkan. Jadi harus ada orang yang yang
mengawasi tukang kami saat mereka mengerjakannya di rumah
Bapak." Aku percaya tukang kami jujur, tetapi tetap saja lebih nyaman
bekerja kalau ada pihak pelanggan yang ada di rumah itu, bukan dari
pihak kami saja.

"Nanti kasih tahu saja kapan siap, saya akan mengawasi sendiri
pemasangan dan pengaturan barang di rumah."

"Tapi kami melakukannya di hari kerja, Pak." Orang sesibuk Abimana


pasti tidak akan menghabiskan waktu dan menjadi tidak produktif di
hari kerja hanya untuk mengawasi tukang.

"Nggak masalah kok. Kalau sudah tahu waktunya, saya bisa membuat
penyesuaian jadwal."

"Baik, Pak." Memangnya aku bisa bilang apa lagi? Peraturan pertama
dalam dunia usaha adalah tidak boleh mendebat pelanggan. Fungsi
kami sebagai produsen adalah memberikan informasi sesopan dan
sejelas mungkin, bukan beradu argumen.

Setelah melihat langsung proses pengerjaan furnitur pesanannya di


pabrik, aku mengajak Abimana kembali ke ruanganku. Salwa yang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tadi keluar saat Abimana datang baru saja mengirim pesan kalau dia
sudah kembali ke kantor. Dia bisa bertemu Abimana dan membahas
furnitur pesanan laki-laki itu lebih lanjut. Seharusnya Salwa yang
menemani Abimana tur di pabrik karena dia lebih mengerti furnitur
yang didesainnya sehingga bisa memberikan penjelasan detail. Widi
ada di kantor, tetapi aku tidak berani membiarkannya bersama
Abimana. Bisa-bisa dia salah fokus dan membangun percakapan yang
melenceng dari profesionalitasnya sebagai produsen, dan lupa jika
Abimana adalah pelanggan yang tidak boleh dikorek wilayah
pribadinya.

"Sudah makan siang?" pertanyaan Abimana saat kami menapak


undakan yang menghubungkan pabrik dan gedung kantor
mengejutkanku.

"Ehm... belum, Pak," jawabku ragu-ragu. Aku tadi baru hendak


membuka aplikasi untuk memesan makan siang saat Abimana tiba-tiba
muncul tanpa pemberitahuan sebelumnya.

"Saya juga belum. Tadi ada meeting di dekat sini, jadi sempatin
mampir untuk lihat progres pengerjaan barang pesanan saya. Mau
makan siang bareng?"

Aku menggaruk dahi yang tidak gatal. Abimana bukan orang asing.
Dengan statusnya sebagai investor dan pelanggan, beberapa bulan
terakhir kami lumayan sering bertemu. Frekuensi komunikasi kami
melalui telepon malah lebih sering lagi. Tapi pertemuan dan
komunikasi itu sifatnya formal karena berhubungan dengan pekerjaan.
Hanya sekali kami bertemu secara kebetulan ketika mobilnya mogok.

Jujur saja, menurutku, Abimana bukan tipe easy going yang membuat
seseorang merasa nyaman dan gampang akrab. Dia terkesan serius,
tidak banyak bicara hal yang tidak penting sehingga menimbulkan
perasaan sungkan saat berinteraksi dengannya. Percakapan kami yang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

lumayan lepas hanya saat aku membantu memperbaiki mobilnya


waktu itu. Itupun karena aku yang memulainya.

Aku tidak yakin bisa menikmati makan siang bersama Abimana


karena isi percakapan kami pasti tentang pekerjaan semua. Bukannya
aku keberatan, karena aku bisa belajar dari seseorang yang lebih
banyak tahu, tapi sejak kemarin aku sibuk dengan laporan dan angka-
angka jadi lumayan mumet. Rencana awal kalau Abimana tidak
berkunjung tadi adalah mendinginkan otak dengan memesan makanan
dan ngobrol ngalor-ngidul bersama teman-temanku yang juga lumayan
sibuk seiring dengan kemajuan usaha kami.

"Sudah punya janji lain ya?" Abimana kembali bertanya ketika aku
tidak langsung merespons ajakannya.

Aku buru-buru menggeleng. "Enggak ada janji lain, Pak. Cuma belum
kepikiran soal makan siang saja." Aku pura-pura melihat pergelangan
tangan untuk mengecek jam, seolah benar-benar tidak tahu sekarang
pukul berapa. "Wah, memang sudah waktunya makan siang." Semoga
aktingku tidak terlalu buruk karena nada suaraku tidak terdengar
meyakinkan.

"Kita bisa makan di restoran dekat sini saja kalau kamu lagi sibuk, jadi
nggak butuh waktu lama di perjalanan."

"Bersama Salwa dan Widi juga kan, Pak?" Aku tidak mau Abimana
berpikir kalau aku menganggap ajakannya eksklusif hanya berlaku
untukku, karena ini toh usaha bersama. Kalau dia berniat mengajak
pemiliknya makan siang bersama, itu berarti dia mengajak kami
semua.

"Ooh...," Abimana mengernyit mendengar jawabanku. "Tentu saja.


Kita bisa makan siang berempat." Dia terlihat ragu sendiri dengan ide
itu. Aneh. "Saya tunggu di depan saja ya."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku buru-buru masuk untuk menemui Widi dan Salwa. Keduanya


sedang cekikikan sambil mendesis kepedasan. Aku langsung cemberut
saat melihat rujak yang sedang mereka hadapi. Bisa-bisanya mereka
makan rujak tanpa menungguku. Rujak berada di urutan pertama
jajanan favoritku.

"Punyamu ada di kulkas," kata Salwa sebelum aku mengomel. "Kami


makan duluan karena Widi udah ngiler."

"Rujak kan enaknya dimakan bareng-bareng," balasku sebal. "Makan


rujak dan kepedasan sendiri itu nggak seru!"

"Sorry deh." Tidak ada penyesalan sama sekali pada tampang dua
orang sahabat durhaka ini.

"Abimana ngajak makan siang tuh!" Aku menyampaikan tujuanku


menemui mereka. Tidak enak membiarkan Abimana menunggu lama.

"Kamu yakin dia ngajak kita bertiga, bukan kamu aja?" tanya Salwa.

"Ngajak kita juga dong, Wa," sambut Widi. "Kalau nggak, ngapain
Ambar ngasih tahu kita?"

Salwa mengibas. "Paling juga si Ambar yang ngusulin. Dia kan selalu
buta hati sama orang yang lagi PDKT sama dia. Nggak heran
jodohnya jauh."

Widi cekikikan. "Kirain yang jauh itu Timbuktu aja. Ternyata jodoh
Ambar juga ya?"

Aku berdecak sambil memutar bola mata. "Kayak kamu udah punya
pacar aja. Cepetan, nggak enak ditungguin!"

"Kamu aja yang kencan, nggak usah ngajak-ngajak." Salwa


mengusirku dengan gerakan tangannya.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Jangan lupa bungkus buat kita ya, Mbar. Mumpung dibayarin," imbuh
Widi.

Aku berbalik meninggalkan kedua orang gila itu. Aku memang sedang
tidak dalam suasana hati yang bagus untuk melakukan percakapan
basa-basi, tetapi tidak punya pilihan. Jadi, mari hadapi dan bersikap
profesional.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sebelas

Restoran tempat aku dan Abimana makan siang memang tidak jauh
dari kantorku. Tempat yang belum pernah sekali pun aku dan teman-
temanku kunjungi. Entah mengapa. Mungkin karena tampak luarnya
tidak terlihat menarik. Alih-alih instagramable, restoran itu malah
terlihat seperti rumah joglo tua. Atau mungkin juga karena kaum
milenial seperti kami akan memilih makan di mal kalau sedang tidak
mengandalkan aplikasi untuk memesan makanan. Mal berarti sekalian
belanja atau sekadar cuci mata.

Ternyata restoran rumah joglo berparkiran luas itu jauh dari


bayanganku saat menilainya dari penampilan luar. Bagian luar yang
aku anggap kuno hanya sebagai gerbang saja. Di dalam sangat luas.
Selain ruangan seperti halnya restoran lainnya yang terdiri dari meja-
meja yang dikelilingi kursi-kursi, ada juga beberapa saung jati yang
tampak kokoh dengan berbagai ukuran untuk pelanggan yang
menginginkan privasi. Taman di antara saung-saung dan ruangan
utama restoran ditata apik. Ada kolam ikan dan air mancur mini juga.
Aku mendadak merasa kuper. Bisa-bisanya aku tidak tahu ada tempat
seperti ini di dekat kantorku.

"Kita duduk di sana saja." Abimana menunjuk salah satu saung


berukuran kecil. Melihat dari cara pelayan menyambutnya, dia pasti
salah seorang pelanggan tetap.

Aku mengikuti langkah Abimana. Irama gending mengalun memenuhi


udara. Seperti usaha kami yang memetakan pelanggan, restoran ini
jelas punya pangsa pasar sendiri yang disasar. Dari kursi dan saung
yang banyak terisi, terlihat jelas kalau restoran ini punya pelanggan
setia.

"Makanan rumahan," kata Abimana lagi saat aku mengamati buku


menu yang disodorkan pelayan.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Makanan rumahan dengan harga restoran hotel bintang lima, gerutuku


dalam hati ketika aku melihat harga makanan. Bahan-bahan yang
dipakai di sini pasti bahan organik kualitas premium. Pelanggan tidak
perlu khawatir dengan pestisida ataupun konsumsi lemak jenuh karena
harga tahu dan tempe goreng semahal ini tidak mungkin digoreng
menggunakan minyak sawit. Makanannya jelas sehat, tetapi kondisi
dompet saat keluar dari sini yang sekarat.

Kalau mau menabung, ini jelas bukan restoran yang bisa dikunjungi
setiap hari untuk makan siang. Setidaknya untukku. Bisa-bisa John
Wick gagal mendapat jantung baru dalam dua tahun ke depan, seperti
targetku. Aku tidak mungkin setega itu pada cinta dalam hidupku.
Perempuan romantis habis sepertiku lebih memilih makan nasi, garam,
kecap, dan kerupuk demi menyelamatkan belahan jiwaku. Ya mau
bagaimana lagi, aku tidak pernah setengah-setengah dalam urusan
cinta. John Wick benar-benar beruntung mendapatkan pasangan
seperti aku, yang rela kere demi dirinya.

Karena Abimana lebih dulu memesan, dan pesanannya tampaknya


cukup untuk memberi makan satu keluarga kecil yang bahagia, aku
tidak menambah menu lain. Mubazir dan kasihan sama uang yang
dipakai untuk membayar. Aku tidak mungkin minta makanannya
dibungkus kalau tidak habis. Memutuskan kere demi kelangsungan
hidup John Wick tidak berarti aku tidak punya gengsi juga sih.

"Beneran nggak mau pesan yang lain?" tawar Abimana saat aku
menyerahkan buku menu pada pelayan yang mencatat pesanannya.
"Empalnya enak, tapi nggak saya pesan karena lagi nggak pengin
makan daging."

"Sudah cukup, Pak." Aku mengulas senyum sopan. Abimana tadi


memesan 5 macam lauk. Itu saja mustahil dihabiskan, apalagi kalau
aku menambah menu lain.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Panggil Abi saja," katanya ketika pelayan sudah pergi. "Bapak


kesannya terlalu formal. Kita juga nggak sedang di kantor dan
membahas pekerjaan."

Senyumku perlahan memudar. Sebenarnya apa yang dikatakannya


tidak terlalu aneh sih. Abimana mungkin risi dipanggil "Bapak" di
tempat umum seperti ini karena kesannya dia sedang makan bersama
stafnya. Tetapi melihat dari pembawaannya yang tampak serius dan
formal, aku pikir dia tidak peduli hal seperti itu. Panggilan "Bapak"
memberi jarak. Menurutku Abimana memang tipe orang yang
menciptakan batasan. Terlihat jelas dari tanggapannya saat dia
menghindar dan memilih tidak menanggapi interaksi dengan Widi
yang ceplas-ceplos membuka obrolan yang sifatnya pribadi.

"Nggak apa-apa saya panggil dengan sebutan nama saja, kan?"


Abimana melanjutkan sebelum aku merespons.

Aku kembali menarik sudut bibir. "Nggak apa-apa, Mas." Aku tidak
mungkin memanggilnya dengan nama saja kalau dia tidak mau
dipanggil "Bapak". Kesannya tidak sopan dan sok akrab. Akrab
dengan penghubung uang Bu Joyo tidak masalah sih, perlu malah
untuk kelangsungan investasi, tapi tidak perlu berlebihan. Apalagi aku
belum kenal Abimana secara pribadi.

"Tren neraca keuangan kalian bagus peningkatannya."

Seperti yang sudah aku duga, topik percakapan makan siang ini tidak
akan melenceng dari urusan pekerjaan.

"Investasi Bu Joyo membuat kami leluasa melakukan inovasi dan


menambah jumlah tukang untuk meningkatkan produksi, Pak, eh...
Mas." Mengubah kebiasaan memang tidak semudah memutar bola
mata seperti ketika omongan Salwa dan Widi mulai ngelantur.

"Itu karena rencana kalian dipetakan dengan baik dan realistis. Tidak
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

semua usaha yang kami bantu berhasil. Ada yang malah gulung tikar
nggak lama setelah kami suntik dana. Kebanyakan karena rencana wah
yang tidak realistis. Mereka hanya fokus pada output, tetapi sumber
daya untuk mencapai itu nggak direncanakan dengan baik. Ide,
secemerlang apa pun, nggak akan berhasil diwujudkan kalau
perencanaannya nggak matang."

Kami. Aku menangkap kata itu dengan jelas di antara kata-kata lain
dalam kalimat panjang Abimana. Dia benar-benar orang kepercayaan
Bu Joyo. Untung saja dia tidak mual dan muak dengan kelakuan
konyolku untuk membalaskan kekesalan karena pertemuan pertama
kami yang membuatku dongkol.

"Kami berusaha supaya tidak mengecewakan investor," sambutku


normatif, lalu melanjutkan dengan kalimat ringan, "Sekalian
mewujudkan mimpi jadi pengusaha sukses."

"Kalau kalian bisa terus mempertahankan tren seperti sekarang, kalian


pasti sukses kok. Hanya masalah waktu."

Abimana terlihat rileks, jadi aku merasa tidak masalah bercanda


supaya percakapan kami tidak kering seperti kanebo yang sudah
setahun dipanggang matahari. "Syukurlah. Soalnya saya bekerja tidak
hanya untuk membiayai diri sendiri, tapi juga pasangan. Semua orang
bilang saya terlibat dalam hubungan yang nggak sehat, tapi saya nggak
bisa keluar begitu saja. Cinta memang perlu pengorbanan."

"Pasangan?" Dahi Abimana berkerut. Pandangannya turun dari wajah


ke jari-jari di tangan kananku. "Saya pikir kamu belum menikah."

"John Wick," sambungku cepat. Gurauanku terrnyata tidak lucu


untuknya. Selera humor orang memang beda-beda.

"Ooh... mobil kamu?" Abimana menyugar, sudut bibirnya sedikit


tertarik, membentuk senyum samar. "Masih sering mogok?"
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kadang-kadang. Dan itu menyusahkan. Jadi saya harus kerja keras


supaya dia bisa punya mesin original yang bandel. Saya sudah bilang
kalau hubungan kami sepihak dan nggak sehat. Tapi mau gimana lagi,
cinta ini."

Tarikan sudut bibir Abimana makin lebar. Seharusnya dia melihat


bayangannya sendiri di cermin saat tersenyum, karena dia terlihat
lebih ramah dan tidak seserius biasa dengan ekspresi seperti itu.

"Biasanya perempuan tidak terobsesi pada mobil klasik."

"Seharusnya seperti itu." Aku mendesah pasrah. "Menjadi perempuan


yang tidak biasa itu bisa merusak dompet karena mendapat pasangan
yang matre. Saya nggak menyarankan perempuan lain untuk terlibat
cinta rumit seperti saya."

"Setidaknya hubungan kamu nggak diwarnai pertengkaran dan


perbedaan pendapat." Untuk pertama kalinya sejak bertemu tadi,
Abimana tertawa kecil.

"Siapa bilang? Saat sedang kesal, saya bisa melakukan kekerasan pada
John Wick. Syukurlah dia mati rasa jadi nggak bisa balik ngamuk
kalau saya tendang." Aku mendadak tersadar kalau sudah menggiring
percakapan terlalu jauh dari zona nyaman Abimana, jadi aku
berdeham dan mengalihkan topik. "Gimana kabar Bu Joyo?"

"Bu Joyo baik kok. Beliau sedang liburan."

Aku juga akan liburan setiap saat kalau punya gudang uang dan orang
kepercayaan untuk menjaga usaha tetap berjalan seperti Bu Joyo.

Aku ingin tahu sudah berapa lama Abimana bekerja untuk Bu Joyo
sehingga mendapatkan kepercayaan begitu besar, tetapi pertanyaan itu
terlalu pribadi untuk diajukan, jadi aku menelan keingintahuanku.
Lebih baik menjaga lidah supaya obrolan kami tidak berubah menjadi
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

investigasi personal. Hening beberapa saat. Aku berusaha memikirkan


topik aman, tetapi tidak bisa langsung menemukannya. Syukurlah
pelayan akhirnya datang membawa bakul nasi dan mulai mengatur lauk
di atas meja.

Kami makan dalam diam. Makanannya enak, walaupun aku tetap saja
menganggap harganya terlalu mahal. Aku belum menerapkan konsep
clean eating, jadi toleransiku untuk harga makanan mahal masih
sangat rendah. Enak dan murah lebih aku terima daripada sehat tapi
mahal.

Setelah makan, Abimana mengantarku kembali ke kantor. Dia menolak


dengan sopan saat aku berbasa-basi menawarinya mampir.

"Lain kali saja. Makasih ya sudah mau menemani saya makan."

"Saya yang harus bilang terima kasih karena sudah ditraktir, Mas."
Tadi aku menawarkan untuk membayar makan siang kami (tentu saja
dengan setengah hati setelah mengalkulasi tagihan di kepala), tetapi
seperti yang sudah kuduga, Abimana menolak dibayari. "Saya akan
mengabari kalau barang-barang pesanan Mas siap diantar."

"Oke, saya tunggu."

Aku mengawasi sampai mobil Abimana menjauh sebelum masuk ke


dalam gedung kantor. Makan siangnya tidak seburuk dan sekaku yang
kupikir.

"Jadi, sudah netapin jadwal untuk kencan berikutnya?" tanya Salwa


yang bersedekap dan bersandar di depan pintu ruangannya.

"Ha...ha...ha...!" aku mengeja kata itu sambil memelotot. "Nggak


lucu!"

"Iya sih, dia mungkin nggak lucu, tapi ganteng, pintar, dan kaya.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Humor itu nggak bisa dipakai untuk membiayai hidup kalau kamu
bukan komedian, Mbar." Salwa mengikutiku masuk ruang kerjaku.

"Bisa nggak sih kamu nggak selalu mikir soal hubungan asmara saat
melihat aku berinteraksi dengan laki-laki? Hubungan dengan Abimana
itu profesional."

"Untuk kamu memang profesional, tapi aku yakin deh dia sedang
PDKT." Salwa duduk di sofa. "Peka sedikit kenapa sih?"

Aku berdecak. "Merasa Abimana sedang PDKT itu jatuhnya bukan


peka, tapi GR, Buk!"

Salwa langsung cemberut. "Gini nih kalau yang terlalu lama pelukan
sama rongsokan!"

Aku otomatis mendelik. Dasar cenayang gagal!

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Belas
Setelah berpikir matang-matang, aku akhirnya memindahkan isi
tabunganku ke rekening Pandu. Aku memintanya memesan jantung
baru untuk John Wick. Pandu lebih kompeten mengurus hal-hal seperti
itu daripada aku. Aku beruntung punya sahabat, atau kakak jadi-jadian
seperti dia. Pandu tidak pernah menolak apa pun yang aku minta
darinya. Semua hal yang tidak bisa aku selesaikan bisa dia bereskan
dengan baik. Aku sudah mengandalkannya sejak SMA untuk
mengerjakan tugas matematika dan fisikaku. Pandu jago mengerjakan
soal logika dan hitung-hitungan.

Jadi, ya, setelah memberikan nyaris semua isi rekeningku kepada


Pandu, secara resmi aku bangkrut. Tapi tak mengapa, cinta tak kenal
pamrih dan hitung-hitungan. Aku bisa mulai menabung lagi. Aku toh
tidak punya wishlist mahal lagi yang harus dibeli. Aku tidak terobesi
mengikuti tren fesyen sehingga tidak perlu memperbarui isi lemari
secara berkala. Tas dan sepatu yang kupakai dibeli atas pertimbangan
kenyamanan, bukan merek.

Aku tidak akan kere dalam waktu lama karena progres usaha kami
sangat menjanjikan. Bengkel yang dikelola Pandu juga memberikan
penghasilan yang sangat bagus. Jujur saja, uang yang kudapat dari
bengkel setiap bulan masih lebih banyak daripada bisnis utamaku.
Pandu sangat transparan dengan laporan keuangan bengkel. Aku yakin
kejujurannya itu menjadi salah satu dari banyak hal yang membuatnya
mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang Papa.

"Uangnya sebenarnya nggak perlu kamu transfer ke aku," Pandu


langsung menghubungiku begitu mendapatkan notifikasi dari dana
yang masuk ke rekeningnya. "Kita bisa transaksi pakai akun kamu."

"Sudah telanjur. Aku lebih suka kamu yang ribet," kataku jujur. "Aku
terima bersih aja. Urusan jual beli mesin dan onderdil mobil kan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kerjaan kamu sehari-hari. Kalau pakai akunku, aku yang malah harus
berurusan dengan penjualnya di Amerika sana."

"Ya sudah, kalau begitu, nanti aku kirimin spesifikasi pilihannya ya."

"Kamu saja yang nentuin," tolakku. "Kamu yang jago mesin, bukan
aku. Pesanku hanya satu, John Wick harus dapat jantung yang
terbaik."

"Tapi harus tetap kita diskusikan dong, Mbar. Ya sudah, aku ke


kantormu deh, jadi kita bisa bahas pilihannya sebelum aku pesan
barangnya. Kamu mau dibawain makanan atau camilan apa?"

Mendengar kata makanan, kelenjar air liurku langsung berproduksi


ekstra. "Rawon deh," kataku bersemangat. "Minta sambal yang banyak
ya! Rawon tuh makin setan makin enak."

"Iya, besok pagi kamu juga bakal kesetanan sendiri di kamar mandiri,"
gerutu Pandu. "Heran, suka banget cari masalah untuk diri sendiri."
Sambungan telepon diputus begitu saja.

Aku menatap layar ponselku sebal. Dasar perusak kesenangan orang!

"Bibir kenapa dower gitu?" Salwa yang mendadak muncul di depan


pintu ruanganku yang terbuka menunjuk wajahku yang cemberut.

"Nggak apa-apa." Aku malas mendengar ocehannya kalau aku


mengatakan sebal pada Pandu. Bisa-bisa aku dibilang baperan dan
lagi-lagi dicap belum move on. "Isi iklan yang lewat di TL aku
nyebelin semua," kataku bohong. Aku melepas ponsel untuk
mengalihkan perhatian Salwa.

"Aplikasi medsos kan dapat duit banyak dari iklan. Mereka nggak
akan peduli kamu suka atau tidak. Makanya kurang-kurangin tuh nge-
medsos. Oh ya, mau makan di luar atau pesan di aplikasi aja?"
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Aku sudah pesan rawon sama Pandu."

"Untuk kita bertiga?" Salwa langsung bersemangat. "Mantan gebetan


aku memang T.O.P banget."

Aku berdecak. "Untuk aku sudah pasti. Kamu dan Widi nggak tahu
deh dibeliin atau tidak."

"Nggak usah manyun gitu, Mbar. Aku bukan saingan lagi. Aku sudah
move on sejak doeloe, pas kenal Delon." Salwa melambaikan jarinya
yang mengenakan cincin. "Tapi kalau mau dengar pendapatku, kamu
lebih baik memilih yang udah ketahuan PDKT deh daripada yang
sama-sama buta hati dan buta kode kayak kamu."

Aku memutar bola mata. "Kamu nggak bosan mengulang-ulang itu


terus?"

"Enggaklah. Topik ini akan ditutup kalau kamu sudah taken." Salwa
menarik kursi dan duduk di depanku. "Oh ya, Pandu ke sini dalam
rangka apa?"

Senyumku mengembang lebar. "Kami akan memesan jantung baru


untuk John Wick. Nggak lama lagi, dia akan ganteng luar-dalam."

"Astaga, kamu beneran mau buang uang banyak untuk rongsokan itu?"
Nada Salwa langsung sengit, seolah aku memakai uangnya untuk
memperganteng John Wick.

"Memangnya kenapa?" aku langsung defensif. Lebih baik menghinaku


daripada mengatai John Wick. "Aku memang kerja keras banting
tulang untuk John Wick."

"Jangan salah, yang kerja keras banting tulang supaya rekening kamu
bisa gendut itu Pandu. Usaha kita belum semaju bengkel kalian."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku mencibir. "Daripada ngomel tentang bagaimana sebaiknya aku


membelanjakan uangku, lebih baik ke ruangan Widi deh. Tanya dia
mau makan apa biar kalian pesan di aplikasi. Belum tentu Pandu
membawa makanan untuk kalian."

"Aku nggak ngomel tentang cara kamu menghabiskan uang, Mbar.


Aku hanya mengingatkan kalau obsesi dengan benda mati itu sama
nggak sehatnya dengan makan jeroan tiap hari. Sama-sama bisa bikin
mati muda!"

"Jangan nyumpahin!" omelku.

Salwa hanya tertawa melihat pelototanku. "Kamu sih yang mulai. Aku
lagi sensi sama orang yang menghamburkan uang untuk hal konyol
nggak jelas kayak kamu. Padahal aku dan Delon mati-matian
ngumpulin uang untuk persiapan nikah dan DP rumah. Tinggal di
rumah orangtua setelah menikah itu kan nggak banget."

Aku paham maksud Salwa. Dia memang ingin mewujudkan


pernikahan impiannya tanpa bantuan orangtua. Jadi dia giat menabung
untuk itu.

"Tapi John Wick bukan hal konyol nggak jelas," aku menurunkan nada
suara. "Dia adalah peninggalan paling berharga dari Papa. Kadang-
kadang aku memang jengkel saat John Wick ngambek di saat-saat
penting, tapi waktu itu kejadian, aku langsung teringat kenangan saat
aku dan Papa menghabiskan banyak waktu di bawah kap John Wick.
Itu kenangan manis yang nggak bisa ditukar dengan apa pun.
Mengabaikan dia sama saja dengan mengubur kenangan dengan
Papa."

Salwa bangkit dari duduknya. "Jangan bikin aku jadi simpati dengan
rongsokan itu. Bisa-bisa dia makin bertingkah karena tahu
diistimewakan. Aku lanjut kerja dulu. Kalau Pandu beneran nggak

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

bawa makanan untuk aku dan Widi, baru deh kami pesan makanan.
Kalau pesan sekarang takut mubazir."

"Ala, bilang saja ngarep!"

Salwa hanya meringis dan meninggalkan ruanganku.

Sambil menunggu Pandu, aku memeriksa laporan keuangan bulan ini.


Peningkatan omzet kami lumayan signifikan. Terima kasih kepada
Abimana yang membayar DP lebih dari setengah harga barang yang
dipesannya. Semoga ke depannya kami akan mendapatkan lebih
banyak lagi pelanggan seperti dia. Harapan yang muluk memang, tapi
namanya juga harapan, sah-sah saja digantung setinggi tiang sutet.

Pandu muncul persis ketika aku menutup laporan di laptop. Dia


meletakkan plastik berisi makanan yang dibawanya di atas meja.
Melihat ukuran kantong itu, Pandu jelas membeli lebih dari satu porsi.
Salwa pasti tertawa lebar saat aku memberikan makanan ini.

"Rawon semua?" tanyaku.

"Kamu kan pesannya rawon, jadi aku beli rawon semua," Pandu
menjawab santai. "Mana aku tahu teman-teman kamu mau makan apa.
Mereka ikut pesanan kamu saja. Biasanya juga begitu, kan?"

"Kalau aku pesan makanan, itu berarti aku yang pengin. Kamu nggak
harus selalu beli 3 porsi."

"Kok mendadak pelit sih? Biasanya kamu kan ngingetin untuk beli 3
porsi setiap kali pesan makanan ke aku."

"Aku baru sadar kalau kebiasaan itu ternyata lumayan memorotin


kamu. Total jumlah uang yang kamu keluarin untuk beli makanan buat
kita sebulan itu pasti lumayan juga." Aku memang baru memikirkan
hal itu sekarang. Biasanya aku tidak peduli berapa uang yang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

dikeluarkan Pandu untuk membeli makanan bagi kami.

Pandu tertawa. "Begitu tabungan kamu menipis, kamu auto


perhitungan ya? Uang jajan sampai ditotal-total segala."

Aku menatapnya sebal.

"Aku kan belum punya tanggungan yang boleh protes kalau aku
jajanin kamu, Mbar. Jadi tenang aja, aku bisa pesanin makan siang tiap
hari sampai kondisi rekening kamu nggak sekarat lagi."

"Hei, aku nggak semiskin itu juga kali!" protesku. Aku mengangkat
kantong yang dibawa Pandu. "Mau dipanasin di microwave dulu. Mau
ikut ke pantri atau mau menunggu di sini sampai aku selesai makan?"

Pandu mengangkat laptopku. "Kita bahas mesin John Wick di pantri


sambil makan deh."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Belas

Aku mengangkat mangkuk rawon yang baru kupanaskan mendekati


Pandu yang sudah fokus dengan laptop.

"Beneran nggak mau makan?" aku mengulangi tawaranku kepada


Pandu.

"Tadi sudah brunch," Pandu menjawab tanpa mengangkat kepala.


"Belum lapar. Nanti sore saja sekalian dengan makan malam."

"Nggak usah sok diet gitu. Orang yang suka olahraga kayak kamu
nggak mungkin gendut. Makanannya nggak sempat jadi daging udah
dibakar."

"Beda dengan kamu yang olahraganya naik-turun tangga di rumah saja


ya?" sindir Pandu.

"Hei, jangan salah, Om, naik turun-tangga 20 kali sehari itu


hitungannya termasuk olahraga sedang lho," aku membela diri. Pandu
paling benci kalau aku memanggilnya Om seperti yang dilakukan
anak-anak tetanggaku, atau tetangganya.

Pandu mendengus. Pandangannya masih terarah pada layar laptop.


"Halah, kamu naik-turun tangga sehari itu kan paling banter 5 kali aja.
Kamu kalau sudah telanjur masuk kamar pasti malas turun lagi. Begitu
juga kalau sudah mager di sofa, bisa menempel sampai subuh. Kalau
disuruh naik ke kamar alasannya takut ngantuknya hilang."

"Ambar kan olahraganya sekadar wacana, biar dianggap keren sama


yang dengerin," Widi yang menyusul membawa piring rawonnya
bersama Salwa ikut dalam percakapan. "Tiap tahun jadi resolusi, tapi
nggak pernah dikerjain."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Berniat saja kan memang lebih gampang daripada beneran olahraga,"


timpal Salwa. "Resolusi Ambar mana pernah ada yang jadi kenyataan
selain yang berhubungan dengan rongsokan?"

Aku berdecak. Tiga lawan satu. Aku tidak akan memenangi


perdebatan tentang olahraga. Lebih baik menikmati rawonku selagi
panas.

Pandu menyingkirkan piring kecil berisi plastik sambal yang baru


diletakkan Salwa. "Jangan cari penyakit. Kuah rawon kamu sudah
kayak mata iblis gitu masih mau ditambah sambal lagi. Lambung
kamu mau dibikin jadi gunung berapi?"

Aku langsung cemberut. Aku pikir Pandu terlalu fokus browsing


mesin sesuai spesifikasi John Wick. Bisa-bisanya dia sempat
mengintip isi mangkukku.

Widi terkikik. "Kirain aku aja yang berpikir kalau isi perut Ambar itu
kayak neraka. Setiap kali dia habis makan, aku selalu nunggu dia
sendawa, karena yakin yang keluar bukan udara, tapi api."

Aku mendelik. "Kamu ngomong gitu karena nggak kuat makan pedas
aja. Level iri memang beda-beda. Ada yang dipendam aja, dan ada
yang baru bisa puas kalau mencela orang lain."

"Untung aja aku orangnya nggak suka iri," sambut Widi mantap. "Iri
kan tanda tak mampu. Aku selalu kasihan sama orang kayak gitu."

Salwa nyaris menyemburkan makanan yang sedang dikunyahnya.


Pandu hanya menggeleng-geleng. Aku memutuskan fokus pada
makananku sebelum dingin. Aku tidak akan membiarkan Widy
merusak selera makanku.

Saat melirik Pandu dan melihatnya serius mengamati layar laptop,


pelan-pelan aku mengulurkan tangan untuk menjangkau piring sambal
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

yang tadi dia pindahkan supaya jauh dari depanku.

Punggung tanganku ditepuk sebelum aku berhasil menarik piring itu


mendekat. Mata Pandu tidak bergeser bergeser dari layar. Apakah dia
punya mata cadangan yang tersembunyi?

"Biarin aja," ujar Salwa. "Kalau sakit perut, Ambar pasti tobat sendiri.
Orang lebih percaya pada pengalaman buruk sendiri daripada nasihat
orang lain. Dia kan tipe yang suka menyiksa diri sendiri. Lihat saja,
dia rela makan nasi dan kerupuk hanya untuk mendandani rongsokan."

"Masalahnya, Ambar kan nggak pernah tobat. Rekor tobatnya untuk


urusan sambal paling banter juga sebulan. Itupun setelah dibawa ke
IGD. Kalau sudah begitu, semua orang dibikin sibuk sama dia."

Aku melepaskan sendok dengan kasar. "Terakhir masuk IGD itu aku
nggak menghubungi kamu lho!" karena aku tahu yang pertama kali
Pandu lakukan setelah kondisiku membaik adalah mengomel.

"Iya, kamu nggak menghubungi aku, tapi Tante yang panik langsung
menyuruh aku datang ke IGD. Tante hanya punya satu anak, harusnya
kamu jangan sering-sering bikin dia khawatir."

Aku memutar bola mata. Mulai deh ceramahnya. Mama juga sih
terlalu tergantung sama Pandu. Sedikit-sedikit harus tanya Pandu dulu.
Pendapatku selalu jadi second opinion yang akan diperhitungkan
setelah mendengar apa kata Pandu.

"Nanti kalau aku sudah punya pasangan, Mama pasti berhenti bikin
kamu ikutan repot," kataku sewot.

"Makanya, Abimana diprospek, Mbar," sambar Salwa. "Kode-kodenya


udah jelas banget tuh. Kamu cukup kedipin sekali, pasti langsung
ditembak. Aku yakin 1000 persen!"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Pak Abimana yang sering ke sini?" Widi melongo. "Yang kerja sama
Bu Joyo investor kita itu? Dia naksir Ambar? Kok aku nggak tahu
sih?" pertanyaannya beruntun.

"Apa sih yang kamu tahu?" gerutu Salwa. "Ngapain dia bolak-balik
dan sampai pesan semua furnitur rumahnya ke kita kalau dia nggak
naksir Ambar?"

"Beneran naksir Ambar?" ulang Widi sekali lagi. Kali ini dia tampak
lega. "Akhir-akhir ini aku malah mikir kalau dia naksir aku lho.
Soalnya dia biasanya kan sok cuek sama aku. Kalau aku tanyain
kadang nggak jawab. Sok cuek sama aja naksir, kan? Malu-malu tapi
mau gitu? Aku kan selalu gitu saat naksir sama orang. Syukurlah kalau
dia naksir Ambar, karena meskipun dia kayaknya tajir, tapi dia bukan
tipeku. Dia serius banget, kayak kanebo lupa direndam air sebulan
gitu. Kalau digoreng bisa jadi kerupuk."

Aku menatap Widi dan Salwa bergantian. Keduanya benar-benar


menyebalkan. Menggosip di depanku seolah aku tidak ada di situ.
Percuma mendebat karena hanya akan membuat Salwa makin
bersemangat. Aku kembali meraih sendok dan menghabiskan
rawonku.

Persis ketika aku mendorong mangkuk yang sudah kosong ke tengah


meja. Ponselku berdering.

"Panjang umur, enteng jodoh," kata Salwa yang iseng melihat layar
ponselku dan melihat nama Abimana. "Baru juga diomongin sudah
menelepon. Cepetan diangkat!"

Aku pura-pura tidak mendengar antusiasmenya. Setelah berdeham


untuk mengubah nada suara ke setelan formal, aku mengangkat
telepon dan mengucap salam.

"Barangnya bisa diantar besok siang?" tanya Abimana setelah


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menjawab salamku. "Saya sudah menjadwal ulang kegiatan untuk


besok supaya bisa ada di rumah siang hari."

"Bisa, Mas." Tadi pagi aku memang mengirimkan pesan untuk


mengabarkan kalau sebagian barang yang dipesannya sudah bisa kami
antarkan. Abimana bilang akan menghubungiku lagi untuk
menetapkan waktunya. Aku pikir dia butuh waktu untuk menjadwal
ulang kegiatannya. Ternyata responsnya lebih cepat daripada
dugaanku. "Setelah makan siang, kami akan mengantarkan
barangnya."

"Oh ya, beberapa hari lalu saya sempat masuk dalam website kalian,
dan melihat ada beberapa barang baru yang ditawarkan. Sudah ada
dalam katalog cetak?"

"Sudah, Mas." Apakah dia hendak memesan barang lagi? Itu bagus
sih, hanya saja aku pikir dia sudah punya semua yang dia butuhkan
untuk mengisi rumah barunya.

"Kalau begitu, tolong besok kamu bawa katalognya sekalian ya.


Kebetulan ada teman yang tertarik pada produk kalian."

Padahal besok aku tidak berniat ikut mengantar barang. Salwa saja
sudah cukup untuk menemani tukang. Masalahnya, Salwa selalu
melemparkan negoisasi klien kepadaku.

"Baik, Mas. Besok katalognya akan saya bawa." Tidak mungkin


menolak calon klien yang mungkin saja membawa uang banyak, kan?

Setelah berbasa-basi sedikit lagi, percakapan pun aku akhiri.

"Abimana minta barangnya diantar besok siang," aku mengulang


informasi itu kepada Salwa dan Widi, walaupun aku tahu mereka ikut
mendengarkan percakapanku di telepon. "Dia juga minta dibawain
katalog baru karena ada temannya yang tertarik dengan produk kita."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Salwa menjentikkan jari. "Dia beneran jatuh cinta sama kamu, Mbar.
Sampai rela jadi humas dan staf marketing tanpa dibayar gitu."

Aku menggeleng-geleng mendengar analisis absurdnya.

"Sebelum diprospek, kenalin sama aku dulu, Mbar," kata Pandu. Dia
mendorong laptop ke arahku. Sepertinya dia sudah menemukan
jantung baru untuk John Wick. "Kamu kan biasanya nggak pintar
menilai laki-laki. Ingat anak band, pacar kamu yang terakhir itu?"

Aku mendengus sebal. Anak band yang dimaksudnya adalah pacarku


saat masih kuliah. Ganteng, easy going, jago memainkan beberapa alat
musik, pintar menulis lagu, dan memiliki suara merdu membius.
Sayangnya dia ternyata tidak hanya membiusku. Aku memang jadi
pacar resminya, tetapi dia juga punya groupies yang akan jadi teman,
tapi kelewat mesra di belakangku.

Kami putus setelah Pandu menangkap basah pacarku itu make out
dengan perempuan lain di kafe milik pacar playboy-ku. Untung saja
waktu itu ada banyak orang di sana, sehingga dia tidak perlu
merasakan kepalan tangan Pandu. Wajah tampannya yang lebam pasti
akan buruk untuk publikasi band yang saat itu baru debut di label
mayor setelah sekian lama bermain di indie.

"Ini pilihannya masih ada dua," aku malas membahas masa lalu, dan
menunjuk layar laptop. "John Wick mau ditansplantasi dengan yang
mana?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat Belas
Pagar Abimana terbuka lebar ketika kami tiba di sana. Tadi aku
mengirim pesan saat akan berangkat dari kantor. Rupayanya dia sudah
mengantisipasi kedatangan kami.

Aku dan Salwa tidak langsung masuk karena menunggu truk


pengangkut barang tiba.

"Kalau aku jadi Abimana, aku akan mengusulkan perjanjian pranikah


pada calon istriku, jadi harta yang aku miliki sebelum pernikahan
nggak akan masuk dalam daftar harta gono-gini," kata Salwa yang
bersandar di mobil sambil mengamati rumah Abimana yang tampak
megah dari luar.

Aku mengedikkan bahu, mencibir mendengar pendapat Salwa.


"Menurutku, laki-laki yang mengusulkan perjanjian pranikah itu, kalau
nggak pelit banget, dia pasti nggak yakin bisa menjaga komitmen,
sehingga dia harus berjaga-jaga supaya nggak kehilangan aset. Aku sih
ogah menikah dengan orang seperti itu."

"Dilihat dari sudut pandang orang seperti kita memang seperti itu,
Mbar, karena kita nggak membawa harta yang banyak dalam
pernikahan. Misalnya kamu, kalau menikah, selain membawa diri dan
koper pakaian, kamu hanya akan menambahkan rongsokan kamu itu
dalam garasi. Bedalah kasusnya dengan orang seperti Abimana yang
kelihatannya sudah mapan banget. Lihat saja rumahnya yang besar di
lokasi premium seperti ini. Mobilnya juga pasti bikin rongsokan kamu
jadi pengin bunuh diri karena minder. Wajar dong kalau dia berniat
melindungi asetnya. Jangan sampai dia kehilangan banyak harta kalau
beneran sampai bercerai. Lebih miskin setelah bercerai daripada
sebelum menikah kan nggak banget."

"Orang yang menikah seharusnya nggak berpikir tentang perceraian!"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Jangan naif, Mbar. Idealnya memang begitu, tapi masa depan itu
penuh dengan misteri dan ketidakpastian. Semua orang memang
berharap mendapat yang terbaik, tetapi juga harus bersiap-siap untuk
menghadapi yang terburuk."

Aku baru hendak membantah saat melihat Abimana muncul dari


rumahnya.

"Kok nggak langsung masuk?" tanyanya setelah berdiri di depan kami.

Aku dan Salwa spontan memperbaiki posisi tubuh. Dari yang tadinya
bersandar santai di badan mobil menjadi tegap seperti anak paskibraka
yang menyambut pelatih tentaranya saat ketahuan bersantai di waktu
latihan. Namanya juga menghadapi pelanggan, jadi sikap hormat dan
santun tetap harus diutamakan.

"Lagi menunggu truknya datang, Mas," jawabku.

"Kan bisa menunggu di dalam. Masuk yuk," ajaknya.

"Itu truknya sudah datang kok," kata Salwa. Truk pengangkut barang
itu memang sudah mendekat. Salwa beranjak untuk memberi isyarat
kepada sopir supaya langsung masuk ke pekarangan rumah Abimana.

"Kok nggak bawa mobil kamu yang biasa?" Abimana menunjuk mobil
Pandu yang semalam kusandera saat dia ke rumah untuk
mengantarkan barang pesanan Mama. Mama lebih suka memesan
barang pada Pandu yang responsnya cepat daripada aku, anak semata
wayangnya yang keseringan lupa.

John Wick akhir-akhir ini semakin sering ngambek, jadi aku tidak mau
mengambil risiko dia ngadat di tengah jalan saat harus menemani
tukang dan pengantar barang ke sini. Itu juga alasan mengapa aku
mempercepat operasi transplantasi jantungnya. Padahal targetku untuk
ganti jantung itu sebenarnya masih dua tahun lagi, atau paling cepat
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tahun depan. Apa boleh buat, kekasih hati harus mendapat yang
terbaik. Haram hukumnya membuatnya sekarat karena harus
menunggu. "John Wick sedang istirahat."

"Kamu koleksi mobil klasik ya?" Abimana menepuk mobil Pandu. "Ini
juga bagus banget."

Mobil Pandu memang bagus, tapi jelas kalah ganteng dibandingkan


John Wick. "Ini bukan mobil saya, Mas. Pinjam karena John Wick lagi
malas-malasan. Selain John Wick, saya nggak tertarik pada mobil
klasik lain. Nggak ada modal. Juga nggak bisa berbagi hati." Aku
mengawasi truk yang sudah mematikan mesin. Beberapa orang tukang
melompat dari bak truk. "Furniturnya sudah siap turun, Mas.
Sebaiknya ditunjukin tempatnya supaya bisa ditata sesuai keinginan
Mas."

Abimana mengajakku masuk. Salwa yang sudah lebih dulu berada di


pekarangan memberi isyarat supaya aku mengikuti Abimana ke dalam
rumah. Dia pasti ingin meyakinkan jika tukang melakukan tugasnya
menurunkan barang dengan baik untuk mencegah terjadinya lecet pada
permukaan barang. Salwa lebih luwes dalam soal mengomeli tukang
daripada aku.

Pengaturan furnitur tidak makan waktu, tetapi pemasangan built in


wardrobes-nya jauh lebih lama daripada perkiraanku. Setelah
melihatnya terpasang, aku melongo sendiri. Buset, sebanyak apa
pakaian, sepatu, dan aksesori yang akan diletakkan Abimana di
ruangan superbesar itu? Saat melihatnya dalam desain Salwa, aku
sudah mengaguminya, tetapi tidak menyangka bentuk nyata setelah
terpasang akan tampak seperti sekarang. Aku memang tidak aktif
memantau bengkel karena tahu Salwa lebih kompeten soal itu daripada
aku.

Ah, aku lupa kalau Abimana itu visioner. Dia pasti menyiapkan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

wardrobes ini untuk calon istrinya juga. Perempuan biasanya kan


punya banyak koleksi fesyen. Kalau melihat penampilan Abimana,
aku yakin tipe perempuan yang disukainya pasti tidak beda dengan
dirinya sendiri yang dendi.

"Mbar, aku balik duluan ya," Salwa menghampiriku dan berbisik saat
aku masih mengawasi tukang memasang mur dan baut untuk
menyatukan bagian-bagian wardrobes. "Ponakan Delon ulang tahun.
Aku pikir pemasangan wardrobes nggak selama ini, jadi aku bisa
berangkat dari kantor aja, ternyata aku salah perhitungan. Tukang
sudah mau selesai kok. Kamu tinggal mengawasi dikit lagi. Delon
kebetulan ada di sekitar sini, jadi dia bisa sekalian jemput ke sini."

Aku kembali mengawasi tukang. Salwa benar, bagian yang belum


terpasang memang tinggal sedikit. Aku tidak akan tertahan lama di
rumah Abimana setelah dia pergi. "Oke, aku akan tinggal sampai
tukang selesai."

Setelah Salwa pergi, aku menggantikan tugasnya memelototi tukang


dengan lebih cermat.

"Sudah mau selesai ya?" Abimana sudah berdiri di sampingku. Tadi


dia sibuk ngobrol dengan temannya yang datang untuk mengambil
katalog yang kubawa. Aku sempat nimbrung untuk menjelaskan
spesfikasi barang dalam katalog, tetapi kemudian minta izin
mengawasi tukang ketika percakapan sudah beralih dari urusan
furnitur. Aku tidak ingin ikut campur dalam pembicaraan yang tidak
ada hubungannya denganku. Tampaknya temannya itu sudah pulang.

"Iya, tinggal sedikit lagi. Maaf karena ternyata lebih lama daripada
yang saya perkirakan." Aku memang memberi kisaran waktu saat
Abimana menanyakan kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk pemasangan wardrobes. Kalau dia punya kegiatan lain malam
ini, jadwalnya pasti berantakan karena perhitungan waktu yang aku

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

buat tidak akurat.

"Nggak apa-apa. Ini kan rumahku. Saya malah nggak enak sama kamu
karena sudah malam, tapi masih tertahan di sini."

Untuk aku sih ini sudah risiko pekerjaan, tetapi aku hanya menanggapi
dengan senyum. Abimana pasti sudah bosan mendengarku berceloteh
jualan sejak tadi. Semoga suara yang kuhambur tadi bisa membuat
teman Abimana tertarik membeli produk kami, supaya senyum sales
yang kuumbar tidak sia-sia.

"Asal barang di kamar dan ruang tengah sudah jadi, yang lain nggak
usah dikebut. Saya nggak buru-buru mau pindahan kok," Abimana
mengulang informasi yang sudah pernah dia sampaikan sebelumnya
sekali lagi.

"Sebagaian besar tinggal finishing kok, Mas." Menunda penyelesaian


barang berarti menunda pembayaran juga. Kami tidak mungkin
meminta Abimana membayar penuh sebelum barangnya siap. Semakin
baik kondisi keuangan kantor, akan semakin baik pula keadaan
rekeningku yang sekarang sedang koma. "Saya kabarin kalau sudah
siap antar."

"Wah, cepat juga ya?"

"Diusahakan supaya cepat, Mas. Nggak enak membuat investor


menunggu," jawabku basa-basi. Padahal maksudku tidak mau uang
sisa DP pencairannya tertunda lama.

Aku lega saat melihat tukang mulai mengumpulkan peralatan, dan


sebagian yang lain membersihkan ruangan. Kami selalu menekankan
pada para tukang untuk tidak meninggalkan bekas apa pun setelah
melakukan pekerjaan. Kalau tidak bisa membuatnya lebih bersih,
mereka harus membuat semuanya mengilap seperti semula sebelum
pulang.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku tinggal menunggu mereka selesai dan pamit pada Abimana. Aku
sudah membayangkan betapa enaknya mandi air hangat sebelum
bergelung di dalam selimut. Tentu saja setelah makan malam. Aku
bukan Pandu yang bisa makan sore dan tidak terbangun karena
kelaparan tengah malam.

"Saya sudah pesan makanan untuk kita," kata Abimana ketika aku
pamit setelah para tukang pulang lebih dulu. "Nggak apa-apa nunggu
sebentar, kan?"

"Harusnya nggak usah repot-repot, Mas," kataku tidak enak. Rasanya


juga tidak nyaman berada hanya berdua di rumah ini, walaupun aku
percaya Abimana tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh padaku.
Pembawaannya selama aku mengenalnya jauh dari gambaran seorang
penjahat seksual. Dia terlalu sopan untuk masuk kategori itu. "Saya
bisa makan di rumah."

"Sudah telanjur dipesan. Beberapa menit lagi pasti sudah tiba. Setelah
makan kamu boleh pulang. Kamu nggak takut karena hanya tinggal
berdua denganku, kan?" Abimana seperti bisa membaca pikiranku.

Aku buru-buru menggeleng. "Tentu saja tidak, Mas." Menolak lebih


lanjut hanya akan membuat Abimana meragukan jawabanku.

Baiklah, makan malam tidak akan lama. Aku toh tidak harus
mengunyah 32 kali untuk satu kali suapan. Makan dengan pelanggan
juga bukan hal baru. Yang berbeda hanya tempatnya saja. Aku belum
pernah makan di rumah mereka.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

LIMA BELAS
Abimana memesan risotto dan ossobuco. Wah, menu Italia untuk
makan malam. Jarang-jarang aku mendapat kemewahan seperti ini.
Aku pikir Abimana pengagum ayam dan tahu-tempe, karena itulah
yang kami makan di restoran tempo hari.

Aku membantu Abimana memindahkan makanan tersebut dalam


piring yang dikeluarkannya dari rak dapur bagian atas. Peralatan
dapurnya ternyata lumayan lengkap untuk ukuran orang yang belum
menempati rumah barunya.

"Ibu saya yang mengisinya," kata Abimana saat aku menyatakan


keheranan. "Katanya buat jaga-jaga kalau saya makan di sini. Ternyata
memang berguna. Mau dipanasin dulu?" dia menunjuk microwave.

Ibunya benar-benar ibu teladan, tapi apa sih yang tidak bisa dilakukan
dengan uang saat menyangkut benda? Lagi pula, di zaman digital
seperti sekarang, belanja barang apa pun bisa dilakukan dari rumah.
Atau kalau benar-benar kelebihan uang dan tidak mau repot, ada jasa
personal shopper. Tinggal kasih saja spesifikasi barang yang akan
dibeli, dan voila! Barangnya langsung muncul di depan mata. Uang
sama ampuhnya dengan mantra sim salabim dan abrakadabra. Siapa
yang membutuhkan jin dalam botol kalau punya rekening yang angka
nolnya bikin tersesat untuk dihitung?

"Masih hangat kok." Misiku adalah makan secepat mungkin sehingga


bisa segera kabur dari sini. Menghangatkan makanan hanya
membuang waktu dan menunda kepergianku.

Abimana mengambil dua botol air mineral dan dua buah gelas
sebelum menyusulku duduk di meja bar. Meja makannya tidak
termasuk dalam barang yang kami antar hari ini, jadi pilihannya
memang hanya meja bar di dapurnya yang supermodern dan besar.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Ini adalah dapur impian semua perempuan yang hobi memasak. Tidak
seperti Mama yang suka menghabiskan waktu untuk mencoba resep
baru di akhir pekan, aku lebih sering bercengkerama dengan cinta
dalam hidupku. Aku tidak membenci dapur. Aku bisa memasak
masakan simpel dan tahu jenis bumbu sehingga tidak akan bingung
saat disuruh memilih jahe di antara bumbu rimpang lain seperti
lengkuas, kunyit, dan kencur. Aku juga tahu beda antara merica dan
ketumbar. Hanya saja, memilih antara memasak dan mengutak-atik
John Wick adalah perbandingan yang sangat tidak imbang. Semua
yang mengenalku tahu kalau John Wick adalah prioritas hidupku.

"Seharusnya saya tanya dulu kamu mau makan apa sebelum memesan
makanan," kata Abimana.. Pandangannya tertuju pada piringku. Aku
memang hanya mengisi piringku setengahnya.

"Risotto-nya enak banget," aku buru-buru menjelaskan. "Saya tipe


yang lebih suka nambah daripada menyisakan makanan." Aku kan
tidak mungkin mengisi piringku sampai penuh. Bisa merusak imejku
sebagai perempuan manis dan sopan, meskipun tidak ada imut-
imutnya.

"Syukurlah kamu suka." Abimana tampak lega.

"Saya suka semua makanan enak, Mas. Apalagi kalau gratisan."

Abimana tersenyum mendengar candaan garingku. Melihatnya


tersenyum dan ramah seperti sekarang, sulit membayangkan jika dia
orang yang sama dengan laki-laki yang menghindari salaman pada
pertemuan kami yang pertama.

"Senang bertemu perempuan yang menunya bukan salad untuk makan


malam."

"Can't relate." Aku menggeleng. Gaya hidupku belum sesehat itu.


"Perempuan-perempuan yang Mas kenal pasti tidak butuh tenaga
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

esktra untuk mendorong mobilnya yang mogok di tengah jalan."

Senyum Abimana makin lebar. "Mungkin saya saja yang tidak punya
banyak teman perempuan. Oh ya mobil kamu beneran istirahat atau
sedang bermasalah?"

Perhatian Abimana pada John Wick membuatku tersentuh. Tidak


banyak orang yang tulus pada John Wick. Hampir semua orang
melihatnya sebagai racun dalam hidupku. Tukang porot nomor wahid.
Mama ingin menyingkirkan John Wick dan menggantinya dengan
mobil mainstream. Salwa dan Widi menjadikannya olok-olok yang
nista. Sedangkan Pandu hanya menganggap John Wick sebagai benda
yang konsisten harus diperbaiki.

"Hanya diistirahatkan karena takut mogok saat ke sini kok. Tapi John
Wick akan segera punya jantung baru," aku merasa lebih leluasa
bercerita tentang John Wick saat melihat respons Abimana.

"Wah, akhirnya. John Wick kamu pasti senang banget."

"Pastinya!" Kalau John Wick tahu arti uang, dia memang seharusnya
berterima kasih padaku. Tapi kembali lagi pada pasal pertama dan
utama dalam hubungan, cinta itu tanpa pamrih. Cinta yang menuntut
balas itu tidak tulus.

"Mesinnya langsung dipesan dari Ford?" tanya Abimana.

Aku mengangguk. "Iya, supaya dijamin original. Kalau beli di tempat


lain takutnya malah dikirim mesin abal-abal yang nggak sesuai dengan
spesifikasi. Sulit komplainnya." Walaupun Abimana tidak mengerti
mesin, dia tampaknya familier dengan merek mobil. Dia tahu
perusahaan yang memproduksi John Wick. Obrolan kami tentang
otomotif tidak berjalan satu arah. "Hanya yang terbaik untuk John
Wick."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"John Wick beneran sangat beruntung."

"Memang." John Wick memang tidak salah memilih aku yang jadi
bucinnya.

Saat makanan di piringku habis, aku baru menyadari kalau aku


ternyata tinggal lebih lama daripada yang aku rencanakan. Aku
menunggu sampai Abimana menghabiskan makanannya. Setidaknya
aku harus menawarkan diri untuk mencuci piring. Aku tidak sedang
makan gratisan di restoran, yang kalau sudah makan bisa ditinggalkan
begitu saja.

"Tidak usah," Abimana langsung menolak tawaranku untuk mencuci


piring yang kami pakai. "Saya bisa mencuci piring sendiri kok. Saya
juga pernah tinggal jauh dari rumah, jadi sudah terbiasa mandiri."

Aku malah tidak pernah merasakan jadi anak kos. Pengalamanku


tinggal jauh dari rumah sebatas hanya waktu KKN dan liburan saja.

Aku lalu menghabiskan minumanku dan berdiri canggung karena tidak


enak meninggalkan meja bar yang berantakan.

"Mau minum kopi?" Abimana menawarkan sambil menyusun piring


kotor.

Aku lantas mengumpulkan kotak makanan yang tadi hanya disisihkan


agak jauh setelah isinya dipindahkan ke piring, dan membuangnya ke
tempat sampah. Berdiri mematung mengawasi Abimana bekerja
rasanya seperti nyonya besar.

"Terima kasih, tapi nggak usah. Saya harus pulang sekarang." Aku
melihat pergelangan tangan dengan sengaja, dan pura-pura terkejut.
"Sudah malam."

Abimana mengiringiku menuju ke depan setelah meletakkan piring


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kotor ke dalam bak cuci piring. Dia mengantarku sampai ke depan


pagar, tempat aku memarkir mobil Pandu. Aku menekan remote.

"Maaf karena kamu malah jadi lembur di rumahku." Abimana


membuka pintu mobil untukku.

"Saya yang harus berterima kasih karena sudah disuguhin makan


malam," aku balas berbasa-basi."

"Hanya makan ala kadarnya yang dipesan online. Kapan-kapan kita


makan malam sungguhan ya?"

Aku menelengkan kepala menatap Abimana. Apakah itu kode PDKT


seperti yang sering disebutkan Salwa? Benarkah Abimana tertarik
padaku?

Salwa sialan. Dia sudah meracuni pikiranku!

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Enam Belas
Aku jadi benci isi kepalaku gara-gara Salwa. Sekarang aku mulai
memikirkan kemungkinan bahwa Abimana memang sedang
mendekatiku setiap kali dia menghubungiku. Apalagi frekuensinya
jadi lebih sering daripada biasanya.

Walaupun terkesan ge-er (Salwa berengsek!), aku berada dalam dilema


kalau Abimana benar-benar tertarik padaku, apalagi kalau dia sampai
mengutarakan perasaannya.

Pertama, aku bingung cara menolaknya tanpa harus merusak hubungan


kerja sama kami yang sedemikian baik. Maksudku, aku tidak punya
perasaan istimewa padanya, dan itu berarti bahwa aku harus
menolaknya, kan?

Aku bukan tipe orang yang akan menjual cinta atas nama investasi. Ya,
meskipun investasi usaha kami berasal dari Ibu Joyo, tetapi karena
Abimana yang lebih banyak mengurusnya, aku tetap saja merasa
berutang budi. Apalagi dia sangat berperan dalam kemajuan usaha
kami. Ide-idenya tentang strategi pemasaran, terutama promosi sangat
membantu kami menggaet pelanggan baru. Tapi berhubungan
dengannya atas dasar terima kasih sangat tidak ideal. Itu berlawanan
dengan prinsip hidupku tentang cara memilih pasangan. Konyol sekali
kalau setuju menjalin hubungan saat tidak ada cinta dan perasaan
terikat.

Iya, Abimana tampan. Dia juga terlihat sudah sangat mapan. Bagi
Sebagian orang, dua hal itu mungkin sudah cukup untuk dijadikan
syarat menjalin komitmen, tapi tidak bagiku. Salahkan saja Disney
yang telah meracuniku dengan dongeng putri-putrinya yang romantis.
Aku juga tumbuh bersama manga Jepang yang kemudian
mempengaruhi perspektifku tentang cinta dan pasangan sejati.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sekarang aku mungkin sudah terlalu tua untuk dibohongi dongeng dan
komik, tetapi apa yang sudah telanjur menempel dan berkerak di otak
sangat sulit untuk dihilangkan. Dalam pikiranku, orang-orang yang
beruntung dan diberkati adalah orang-orang yang setia dan akhirnya
akan bersatu dengan cinta pertamanya.

Aku tidak seberuntung putri Disney karena cinta pertamaku bertepuk


sebelah tangan. Pacar pertamaku juga tidak memorable. Tapi aku tetap
yakin dan percaya sepenuh hati kalau pada akhirnya, aku akan
memilih seseorang yang aku cintai untuk menghabiskan sisa hidup
bersama.

Di umur seperti sekarang, sistem trial and error sudah kekanakan.


Memiliki pacar hanya karena tidak mau dikatakan jomlo bukan opsi
dewasa, terutama untukku. Aku bukan lagi remaja tanggung seperti
dulu, yang langsung mengiyakan ajakan pacaran seseorang hanya
karena patah hati akibat cinta yang terpendam dan patah sebelum
tersampaikan.

"Melamun saja!" tepukan Salwa di bahu mengagetkanku. "Tidak usah


mikirin kerja sampai segitunya. Semuanya berjalan mulus, seperti kulit
Song Hye Kyo saat baru keluar dari salon. Nyamuk yang lihat saja
langsung kabur, karena tahu bakal tergelincir kalau nekad hinggap."

Aku menyingkirkan laptop dan fokus pada Salwa yang duduk di


depanku. "Bagaimana cara menolak seseorang tanpa merusak
hubungan baik?" tembakku langsung. Salwa sangat kompeten soal
asmara. Di antara kami bertiga, dia yang punya cukup banyak kisah
asmara. Sebelum settle dengan Delon, aku dan Widi adalah tim hore-
hore yang akan membantu Salwa memutuskan harus menerima dan
menolak siapa dari beberapa orang kandidat yang menaksirnya. Salwa
sudah kenyang mencicipi asam, garam, gula, sampai racun pahit yang
disuguhkan oleh cinta.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kamu mau menolak Abimana?" Alih-alih menjawab, Salwa malah


balik bertanya. Sebelum aku sempat merespons, dia sudah
melanjutkan, "Jangan buru-buru memutuskan. Pikirkan dulu baik-baik.
Resapi. Cari tahu bagaimana perasaanmu yang sesungguhnya. Jangan
sampai menyesal. Dua bulan terakhir kalian sudah lumayan dekat,
kan? Masa sih nggak ada setruman-setrumannya? Kalau kamu baru
sadar bahwa sebenarnya memang ada aliran listrik di antara kalian
setelah kamu menolak dia, kan konyol. Apalagi kamu tipe yang nggak
punya kemampuan mendekati orang lebih dulu. Kamu tidak mungkin
datang ke Abimana untuk mencabut penolakanmu pas sadar kamu juga
suka dia." Salwa mengangkat tangan untuk mencegahku menjawab. "
Jangan membantah. Kalau kamu dulu punya nyali untuk nembak
Pandu duluan, mungkin kalian bisa jadian sebelum dia keburu
disambar pacarnya tempo hari."

"Aku nggak mungkin nembak Pandu!" Kali ini aku langsung


menjawab lantang.

"Kenapa nggak? Kalau lihat kansnya, kemungkinan diterima jauh


lebih besar daripada ditolak. Apa dia pernah menolak permintaan atau
perintah kamu? Tidak pernah! Kalau dia dihadapkan pada dua pilihan
antara mengikuti perintah kamu atau pacarnya, dia pasti
mendahulukan kamu. Masih ingat waktu kamu masuk rumah sakit
waktu nabrak pohon saat belajar naik motor? Pandu lebih memilih
nungguin kamu di rumah sakit daripada pergi ke ulang tahun pacarnya.
Habis itu mereka putus, kan?"

"Pandu hanya menganggap aku sebagai adiknya. Dia pasti mengira


aku sinting kalau sampai bilang cinta. Dan hubungan kami pasti akan
jadi aneh setelahnya."

"Pandu tadi hanya contoh kasus kalau kamu pengecut jika itu
menyangkut soal mendekati dan menyatakan perasaan, Mbar. Kita
tidak akan membahas Pandu lagi sekarang karena dia sudah jadi masa
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

lalu, dan kamu juga sudah mengaku move on. Aku hanya tidak mau
kamu terus terjebak dalam kebodohan dan perspektif yang sama.
Kamu toh bukan remaja lagi. Intinya, jangan buru-buru menolak
Abimana."

"Abimana nggak nembak aku!" Aku mencoba menghentikan pikiran


liar Salwa.

"Kamu tidak mungkin menanyakan cara menolak seseorang kalau


tidak ada yang nembak kamu. Dan kemungkinan yang melakukan hal
itu sekarang cuma Abimana."

"Abimana beneran tidak nembak aku," aku menegaskan sekali lagi.


"Ini gara-gara kamu membuatku berpikir kalau dia suka padaku. Dan
aku jadi memikirkan cara untuk menolaknya kalau dia benar-benar
menyatakan perasaan."

"Dia memang suka sama kamu," Salwa terdengar yakin saat


mengatakannya. "Tapi melihat sikap dan pembawaan dia, aku yakin
Abimana bukan orang yang suka coba-coba dalam menjalin hubungan.
Dia pasti harus merasa yakin dulu kalau kamu memang benar-benar
cocok. Jadi dia butuh waktu untuk melakukannya. Saranku, jangan
mengambil keputusan terlalu cepat untuk orang yang sudah
menginvestasikan waktu untuk mengenalmu. Tidak semua laki-laki
mau menjalani kerepotan seperti itu. Biasanya mereka pakai prinsip,
'kenapa harus ditunda kalau bisa dipercepat'. Akibatnya, banyak
hubungan yang umurnya singkat karena waktu pengenalan karakternya
memang sangat kurang."

Salwa memang jago dalam memersuasi dan membuatku plinplan. Aku


jadi bingung dan tidak bisa langsung membalas pesan Abimana yang
mengajak makan malam. Kalau pesannya masuk sebelum aku ngobrol
dengan Salwa, aku pasti bisa mengarang bebas alasan untuk
menolaknya. Tapi sekarang aku tidak bisa melakukannya.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Bagaimana kalau Salwa benar bahwa jauh di alam bawah sadarku,


sebenarnya aku juga tertarik pada Abimana? Ketertarikan yang belum
kusadari karena selalu berusaha menjaga hubungan kami formal dan
profesional. Bagaimana kalau Abimana memang bukan cinta pertama,
tapi adalah cinta terakhir yang akan melengkapiku? Di dalam manga,
ada kisah seperti itu. Prince charming yang muncul belakangan, tetapi
menjadi cinta sejati. Bukankah pada akhirnya cinta sejatilah yang akan
menguasai hati daripada cinta pertama yang masih kekanakan?

Aku tidak bisa menunda jawaban lebih lama lagi ketika Abimana
akhirnya menelepon.

"Saya berutang makan malam yang sebenarnya," kata Abimana.


"Kapan kamu punya waktu?"

Mungkin pendapat Salwa tidak terlalu salah. Mungkin aku harus


mengenal Abimana lebih baik sebelum menduga-duga terlalu jauh
tentang niatnya menghubungiku lebih sering daripada yang seharusnya
dilakukan oleh seorang investor atau pelanggan. Mungkin aku harus
memberikan kesempatan pada diri sendiri untuk menggali perasaanku
saat bersamanya sebelum memutuskan untuk menolaknya kalau dia
akhirnya benar-benar menyukaiku dan menyatakan perasaan.
Melakukan hal itu toh tidak merugikan siapa pun.

Tapi jangan malam ini karena Abimana bisa berpikir kalau aku juga
tidak sabar ingin bertemu dengannya. "Besok malam saya belum ada
acara."

"Oke. Besok malam saya jemput di mana?"

"Kita ketemu di restoran saja." Dijemput terkesan terlalu resmi. Malah


akan tampak seperti kencan betulan.

"Biar saya jemput. Mobil kamu belum ganti mesin, kan? Takutnya dia

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

malah ngambek di jalan, dan kita nggak jadi makan malam."

Jantung John Wick sedang dalam perjalanan. Pandu bilang mungkin


akan tiba minggu depan. Aku tidak sabar melihat operasi pergantian
jantung itu. Dan tentu saja akan ikut membantu Pandu membedah John
Wick. Itu akan menjadi operasi yang sangat emosional.
Menyelamatkan cinta dalam hidupku.

"Jadi, saya jemput di kantor atau rumah kamu?" Suara Abimana


menyadarkanku dari khayalan proses pembedahan John Wick. Aku
pasti terkesan sedang berpikir karena tidak langsung menjawab
pertanyaannya.

"Di kantor saja," putusku. Aku tidak mau berhadapan dengan


pertanyaan Mama tentang Abimana saat melihatnya datang ke
rumahku.

"Oke, sampai besok ya."

Setelah menutup telepon, aku berdoa semoga tidak mengambil


keputusan keliru karena pengaruh obrolan dengan Salwa.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tujuh Belas
Pandu sedang duduk santai di di depan meja makan saat aku turun. Di
depannya ada secangkir kopi yang masih mengepul. Dia meneleng dan
mengernyit menatapku dari atas ke bawah.

"Ada acara nanti siang?" Pandu menunjuk sepatu berhak rendah yang
aku tenteng.

"Nanti malam," jawabku sambil tersenyum.

Aku memang jarang memakai sepatu berhak kalau ke kantor. Biasanya


hanya sepatu teplek atau sneakers. Aku pencinta kenyamanan. Aku
baru akan sedikit menyiksa tumit dan betis saat ada acara khusus, yang
membuat teplekku terlihat tidak menghargai si empunya acara. Atau
pertemuan dengan klien penting yang membutuhkan penampilan
seperti pengusaha profesional yang sedang menyongsong kesuksesan.

Untuk acara seperti itu, sepatu berhak wajib masuk dalam paket
penampilan. Aku sengaja menyimpan 2 pasang high heels di kantor
untuk pertemuan mendadak sehingga aku tidak perlu pulang ke rumah.
Hanya saja, sepatu yang ada di kantor terlalu resmi untuk sekadar
makan malam nonkencan bersama Abimana. Aku tidak ingin dia
merasa aku menyiapkan diri secara maksimal untuk makan malam ini.
Gengsi dong. Namanya juga perempuan. Kami selalu berusaha supaya
tidak terlihat berusaha. Kalian pasti mengerti apa maksudku, kan?

"Acaranya nanti malam, tapi siapnya dari pagi buta?" Pandu bertepuk
tangan. "Wow!"

"Biar nggak perlu pulang ke rumah lagi. Repot kalau harus bolak-balik
hanya untuk urusan sepatu. " Aku menarik kursi dan duduk di sebelah
Pandu. "Kamu kok pagi-pagi sudah ke sini?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Mau ke Malang."

"Kamu yang nemenin Mama?" Beberapa hari lalu Mama memang


sempat mengatakan soal undangan pernikahan anak laki-laki teman
kantornya. Acaranya dihelat di Malang, tempat mempelai perempuan
tinggal. Aku pikir Mama akan minta tolong Pak Ahmad, keluarga jauh
kami untuk menyopiri, karena biasanya memang seperti itu. Pak
Ahmad akan libur menarik angkot setiap kali Mama butuh sopir untuk
bepergian keluar kota. "Biasanya kan sama Pak Ahmad."

"Kata Ibu, Pak Ahmad sedang ke Bangkalan. Aku juga nggak ada
kerjaan mendesak kok. Bisalah jadi sopir Ibu hari ini."

Mama terlalu tergantung pada Pandu. Dia benar-benar sudah


menganggap Pandu sebagai anak sendiri yang bisa diberdayakan
seenaknya setiap saat.

"Acaranya siang, kan? Kok sudah siap pagi-pagi gini?"

"Kata Ibu, dia mau mampir ke beberapa tempat pembibitan bunga."


Pandu tertawa saat melihatku memutar bola mata. "Memang masih ada
space untuk bunga baru, kan? Halaman samping dan belakang masih
bisa menampung banyak pot. Apalagi kalau di atur vertikal. Saat Ibu
pensiun, dia sudah punya pekerjaan baru untuk menghabiskan waktu."

"Mama tidak akan pernah membuka bisnis bunga karena dia pasti
nggak akan tega menjual bunga yang sudah dia tanam dan rawat
sepenuh hati. Cinta Mama pada bunga-bunganya sama dengan cintaku
ke John Wick."

Gelak Pandu makin menjadi. "Sepertinya kamu mewarisi


kecenderungan terlibat cinta platonik dari Ibu."

"Cinta platonik itu hiburan menyenangkan setelah capek bekerja.


Mama sudah tidak punya Papa untuk diurus, jadi bunga adalah
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

pengalihan yang bagus."

Pandu mengedikkan bahu menggodaku. "Aku mengerti untuk kasus


Ibu. Dia memang butuh pengalihan karena anaknya terlalu sibuk
dengan bisnis. Aku hanya merasa kamu terlalu berlebihan soal mobil
kamu. Kamu beneran harus segera menemukan hal lain untuk
diperhatikan. Sesuatu yang maintenance-nya nggak bikin dompet
kamu bocor."

Aku menumpukan siku di atas meja dan menggunakan telapak tangan


untuk menopang wajah. "Maksud kamu pasti seseorang, bukan
sesuatu." Aku memiringkan tubuh supaya bisa melihat ekspresi Pandu
dengan saksama.

Kalau aku memutuskan memberi kesempatan pada diriku sendiri


untuk menjalin hubungan dengan seseorang, aku harus benar-benar
meyakinkan diri jika kelak Pandu tidak akan menjadi batu sandungan
karena aku masih memiliki sisa perasaan padanya, seperti yang
diyakini Salwa. Aku juga perlu yakin jika Pandu pun tidak punya
perasaan yang berhubungan dengan asmara padaku. Tidak adil jika
melibatkan orang lain di antara kami sebelum membereskan hal
tersebut.

"Yap. Seseorang yang tidak akan morotin kamu seperti mobil itu."
Pandu ikut memiringkan tubuh sehingga kami berhadapan.

Tatapan kami beradu beberapa saat sebelum aku mengalihkan


pandangan lebih dulu. Tidak ada yang bisa kutangkap dari sorot mata
Pandu yang jail seperti biasa. Terus menatapnya hanya akan
membuatnya merasa curiga.

Pandu memang tidak punya perasaan romantis padaku. Aku tidak


ingin menipu diri dan membangun harapan palsu hanya karena
beberapa kalimat yang diucapkan Salwa berdasarkan hasil analisis

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Kalau beruntung, aku mungkin bisa menemukan orang itu dalam


waktu dekat." Aku menunjuk sepatu yang kuletakkan di dekat kaki
kursi.

"Itu untuk kencan?" Pandangan Pandu mengikuti telunjukku.


Senyumnya mengembang "Kemajuan yang bagus. Sudah beberapa
tahun ini kamu hanya sibuk mengurusi mobil tua itu."

"Masih terlalu dini untuk disebut kencan." Aku mendesak lebih jauh
untuk melihat kelanjutan reaksi Pandu. Mungkin saja tadi aku
melewatkan sesuatu. "Tapi kalau perkembangannya bagus, kami
mungkin akan kencan beneran."

"Apakah dia orang yang sama dengan yang disebut-sebut Salwa?"


tanya Pandu lagi. Dia tampak penasaran, tapi tidak ada yang bisa
kutangkap selain kesan itu. Aku jelas tidak salah. Kami tidak akan
pernah punya hubungan yang lebih daripada sekaradar sahabat atau
saudara beda rahim.

Ini saatnya untuk melanjutkan hidupku ke tahapan lain, tanpa


terbebani oleh cinta monyet dari masa lalu. Aku tidak akan
membiarkan Salwa mengacaukan pikiranku lagi. Dia tidak mungkin
lebih mengenal diriku daripada aku mengenal diri sendiri.

"Iya, investor kami." Aku kedengaran ge-er saat menjawab dengan


tegas seperti itu, tapi untuk melihat reaksi Pandu, aku memang harus
terdengar dan terlihat meyakinkan.

"Karena dia seorang investor, dia lulus dalam persyaratan pertama


untuk tidak jadi tukang porot."

Aku berdecak mendengar Pandu membuat perbandingan antara


Abimana dan John Wick. Semua orang berpendapat John Wick adalah
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

parasit. Menyebalkan. Aku lalu meraih cangkir Pandu, menghabiskan


kopi yang aku yakin belum dia sentuh, dan bangkit dari kursi. Rasa
penasaranku sudah terjawab, tidak perlu memperpanjang percakapan.
"Nanti kamu bikin yang baru. Aku buru-buru!"

"Dasar!"

Aku meraih sepatuku dan kabur sebelum Pandu sempat mengomel.

**

Seperti yang sudah aku duga, makan malam sebenarnya menurut versi
Abimana adalah memesan meja di fine dining restoran. Melihat
tempatnya, aku yakin Abimana jelas tidak menganggap makan malam
kami adalah pertemuan bisnis. Kemampuan Salwa menerawang isi
pikiran Abimana sepertinya mulai mendekati kebenaran.

Bu Joyo benar-benar menggaji Abimana dengan layak, karena gaya


hidup seperti ini –jangan lupakan rumah barunya yang superbesar—
jelas tidak akan bisa didapat dari gaji normal seorang manajer atau
direktur.

"Saya nggak minum, tapi kalau kamu mau wine, silakan pesan," kata
Abimana saat aku sedang meneliti buku menu.

Mama bisa mengamuk kalau tahu aku mencicipi minuman beralkohol.


Wine tidak termasuk pengecualian. Aku pernah kena damprat saat
Mama melihat kaleng bir Bintang di kamarku. Penjelasanku bahwa
minuman itu nonalkohol sama sekali tidak mempengaruhi omelan
Mama. "Mana ada bir yang nggak ada alkoholnya," sergah Mama
waktu itu. "Namanya saja bir. Kamu pikir Mama bodoh?"

Pendidikan Mama tidak perlu diragukan. Jabatannya di kantor juga


lumayan. Tapi pengetahuannya tentang merek dan strategi dagang
sangat minim. Percuma menjelaskan mengapa perusahaan yang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

awalnya mengkhususkan diri memproduksi minuman beralkohol


malah mengeluarkan produk nonalkohol.

"Saya juga tidak minum minuman yang beralkohol kok."

"Syukurlah, saya jadi nggak kelihatan aneh." Abimana tampak lega.

Aku menutup buku menu setelah menetapkan pilihan untuk appetizer,


main course, dan dessert. Lebih tepatnya lagi, aku menyerahkan soal
pilihan itu kepada Abimana. Dia yang lebih familier dengan menu di
tempat ini. Seleranya benar-benar acak. Mulai dari tahu-tempe sampai
pada menu Eropa.

"Sisa barang Mas akan kami bawa akhir pekan ini," kataku untuk
mencairkan keheningan setelah pelayan yang mencatat pesanan kami
dengan hikmat mengundurkan diri.

Abimana tersenyum. "Terima kasih, tapi untuk malam ini, bisa kita
nggak usah ngomongin soal pekerjaan, kan?"

Oooh... jadi kami tidak akan membicarakan pekerjaan di restoran yang


romantis ini. Hmm... menarik. Sangaaattt menarik....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Delapan Belas
Seperti apa definisi makan malam yang sempurna bersama seorang
laki-laki? Jujur, aku belum pernah memikirkan hal itu sebelum malam
ini. Makan malam dengan pacarku sebelumnya paling banter
nongkrong di kafenya sambil mendengarkan dia membanggakan
pencapaiannya masuk dalam label mayor industri musik, seolah band-
nya sudah sekelas Noah, Dewa, atau Padi Reborn. Belum lagi acara
makan kami disela oleh sekumpulan cewek menor yang berkedip-
kedip manja seperti baru kelilipan, yang meminta berfoto bersama si
kunyuk itu.

Makan malam dengan Pandu lebih random lagi. Memang tidak ada sesi
foto bersama, walaupun meja kami sering jadi sasaran lirikan cewek-
cewek dari meja lain. Tetapi kami hampir tidak pernah makan di
tempat yang benar-benar tenang. Pandu bukan orang yang rewel soal
makanan, jadi dia akan makan di tempat terdekat yang dia temukan
saat merasa lapar.

Dia pernah menepikan mobil di pinggir jalan saat hujan deras. Catat:
hujan deras yang lengkap dengan guntur dan petirnya, hanya karena
warung tenda yang kami lewati tampak mengundang. Dia tiba-tiba
ingin makan bakso yang panas karena cuaca dan dingin AC mobil
membuatnya mendadak lapar. Alhasil kami harus basah-basahan
karena tidak punya pilihan selain berlari dari mobil ke warung itu.
Demikian pula setelah makan. Iya, baksonya enak, tapi aku harus
kedinginan sampai di rumah. Dan Pandu kurang ajar itu hanya tertawa
saat aku mengomel dan memakinya. Dia punya perkakas bengkel yang
lengkap di mobilnya, tetapi tidak berpikir untuk menyimpan sebuah
payung di situ. Dasar!

Makan malam kali ini berbeda dengan semua pengalaman itu.


Restoran ini tempatnya tenang. Cahaya lampunya tidak bikin silau.
Nyaris tidak ada denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Percakapan pun dilakukan dengan suara rendah. Karena jarak meja


yang satu dan yang lainnya cukup jauh, privasi pengunjung sangat
terjaga. Makanan yang disajikan juga sangat lezat.

Dan yang paling penting, teman makanku kali ini adalah seorang
gentleman yang jelas tahu bagaimana caranya membawa diri. Sopan,
tenang, karismatik, tidak ada cengiran dan kalimat konyol, serta
penampilan dan wajah yang enak dilihat.

Kombinasi dari tempat dan teman makan itulah yang mungkin


membuatku tiba-tiba memikirkan tentang makan malam yang
sempurna bersama seorang laki-laki.

"Kamu nggak keberatan kalau saya lebih sering mengajak kamu


keluar, kan?" Abimana melontarkan pertanyaan itu sesaat setelah kopi
kami dihidangkan pelayan yang tampak hikmat melayani. "Tentu saja
bukan untuk urusan pekerjaan," dia mengulang kalimat yang sudah
diucapkannya di awal kedatangan kami di tempat ini.

Salwa pasti akan bertepuk tangan dan salto bolak-balik seandainya


tahu hasil penerawangannya kian mendekati kebenaran.

"Mas Abi kelihatannya sibuk banget." Aku menjawab formal dan


pura-pura tidak tahu arah pembicaraannya. Kisah cintaku mungkin
tidak panjang, tapi tentu saja aku mengerti muara kalimat yang
diucapkan Abimana. Aku pasti tidak sekadar ge-er lagi. Ini jelas
modus PDKT. "Memangnya masih ada waktu untuk mengajak saya
keluar?" Aku yakin hampir semua perempuan terlahir dengan
kemampuan untuk menampilkan ekspresi "Aku tidak tahu maksud
kamu apa", padahal kami tahu persis tujuan kalimat seorang laki-laki.
Permainan tarik-ulur adalah spesialisasi perempuan. Kami bukan laki-
laki yang tidak sabaran. Mengeker lalu dor! Selesai.

"Semua hal yang kalau diniatkan untuk dilakukan, pasti sempat.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Pertanyaannya kembali ke kamu lagi. Keberatan atau tidak lebih


sering bertemu saya?"

Aku menatap wajah di depanku dengan saksama. Abimana terlihat


serius dengan apa yang dia ucapkan. Pertanyaannya memang kembali
kepadaku. Apakah aku sudah siap memulai penjajakan dengan
seseorang? Abimana menarik. Meskipun dia bukan orang yang
superkasual, dia bisa jadi teman diskusi yang menyenangkan. Itu
sudah terbukti.

Aku memang belum mempunyai perasaan apa-apa kepadanya, selain


kagum dan respek atas pengetahuannya tentang bisnis yang mumpuni,
tetapi menumbuhkan perasaan itu pasti tidak terlalu sulit kalau kami
sering menghabiskan waktu bersama. Bukankah perempuan cenderung
gampang jatuh cinta pada orang-orang yang berada di dekatnya?

Abimana balas menatapku. Sorot matanya menanti jawaban.

"Kesannya mungkin terburu-buru karena saya menanyakan hal ini


pada makan malam pertama kita," Abimana melanjutkan ketika aku
belum merespons. "Saya hanya tidak mau kamu merasa jika saya
mengajakmu keluar seperti ini karena iseng saja. Saya tahu kok kalau
kamu belum tertarik pada saya seperti saya tertarik sama kamu. Jadi
saya pikir penjajakan penting untuk melihat apakah hubungan kita bisa
lebih daripada sekadar hubungan bisnis seperti sekarang. Kalau kamu
mau memberi saya kesempatan, kamu akan bisa menilai apakah saya
memenuhi kriteria kamu atau tidak."

Pernyataan itu lebih blakblakan daripada yang kuduga. Jujur, aku tidak
menyangka akan mendengarnya dari seorang Abimana. Sekarang
semakin jelas kalau dia memang visioner. Dia tahu apa yang dia
lakukan, dan tentu saja tahapan yang harus dilaluinya untuk mencapai
tujuan.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Penjajakan adalah cara untuk saling mengenal. Tentu saja kita tidak
bisa memaksakan kalau nanti kita ternyata tidak cocok. Bagaimana?"
Abimana sekali lagi menanyakan pendapatku.

Apa yang dikatakan Abimana masuk akal. Masa penjajakan belum


masuk tahap komitmen, kan?

Kalau aku menolak sekarang, mungkin saja aku akan menyesali


keputusanku. Maksudku, walaupun aku menolak Abimana, kerja sama
kami tetap akan berlanjut. Bagaimana kalau dalam perjalanan nanti
aku malah benar-benar tertarik padanya? Aku tidak mau takabur.
Perasaan toh bisa berubah. Lagi pula, seperti kata Salwa, tidak butuh
usaha terlalu keras untuk jatuh cinta kepada orang seperti Abimana.

"Penjajakan," ulangku. Kali ini aku merasa lebih yakin. "Kita bisa
mencobanya. Tapi ada kemungkinan Mas Abi yang nantinya akan
merasa tidak cocok denganku."

Abimana tersenyum. "Penilaian saya hampir tidak pernah meleset.


Saya pernah salah persepsi tentang kamu, dan itu tidak mungkin
terjadi untuk kedua kalinya."

Aku spontan meneliti jari-jariku. Bersih. John Wick seperti tahu akan
segera menjalani transplantasi jantung, jadi suasana hatinya sangat
bagus. Akhir-akhir ini dia jarang ngambek.

"Ini baru pertama kalinya ada orang yang mengaku tertarik karena
melihat kuku saya yang berlepotan oli kotor."

Senyum Abimana makin lebar mendengar gurauanku. "Memang agak


mengejutkan bertemu dengan seseorang yang bisa memperbaiki mobil

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

mogok. Jujur, waktu itu saya tidak tahu apakah harus merasa senang
sudah dibantu atau malah malu, karena sebagai laki-laki, pengetahuan
saya tentang mesin nol besar."

Ternyata kami membicarakan momen yang berbeda, tetapi masih


sama-sama berhubungan dengan kuku yang kotor karena oli mesin. Ya
kali, orang seperti Abimana bisa instan suka pada perempuan yang
kukunya kotor di pertemuan pertama. Dia kan masih kelihatan illfeel
padaku pada beberapa pertemuan kami berikutnya.

"Almarhum Papa adalah seorang montir andal, jadi minat kami


terhadap mesin sama besarnya," aku menjelaskan asal mula
ketertarikanku pada mesin mobil. "Apalagi saya lantas jatuh cinta pada
John Wick yang memerlukan perawatan khusus."

"John Wick beruntung mendapatkan pemilik seperti kamu."

"Memang. Dia hanya tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih.


Tapi saya tidak bisa protes karena cinta sejati tak kenal pamrih."

Abimana tertawa pelan. Manis. Aku benar-benar bisa jatuh cinta kalau
sering melihatnya seperti itu.

"Ini juga yang pertama kali saya bertemu dengan seseorang yang
mengakui sebuah mobil antik sebagai belahan jiwa."

"Untuk saat ini, John Wick masih cinta sejati saya," kataku terus-
terang. "Kalau Mas Abi keberatan punya saingan, proses
penjajakannya kita batalkan saja." Aku tidak akan membiarkan siapa
pun berada di antara aku dan John Wick.

"Tidak ada masalah dengan John Wick," jawab Abimana cepat.


"Mungkin tidak terlihat dari penampilan saya, tapi saya orang yang
kompetitif. Persaingan adalah tantangan, bukan sesuatu yang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menakutkan. Kemungkinan besar, saya dan John Wick malah akur dan
bisa bersahabat."

Pernyataan itu membuatku senang. Sebelumnya, tidak pernah ada


orang yang ingin bersahabat dengan John Wick. Pandu yang sering
berurusan dengan John Wick pun hanya menganggapnya sebagai
benda mati.

Aku menatap Abimana penuh rasa haru. "Terima kasih sudah


menganggap John Wick penting."

"Terima kasih juga sudah memberiku kesempatan, Ambar. Aku akan


berusaha supaya kamu tidak menyesalinya."

Tentu saja aku tidak akan menyesali orang yang juga respek sama John
Wick.

**

Mau fast update? Bagi vote dan komen ya. Next part akan tayang
kalau vote udah tembus 3,2K sebelum minggu depan. Kalau udah
tembus lusa, akan di-update lusa juga. Tengkiuuu....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sembilan Belas
Kurir yang membawa gorengan yang dipesan Salwa mengalami
masalah dengan motornya. Akibatnya, dia baru sampai di kantor
ketika kami sudah bersiap pulang.

"Kalian berdua jangan pulang sebelum gorengannya habis!" Salwa


meletakkan kotak berisi berisi gorengan dan sambal itu di atas mejaku.

Aku memelotot melihat kotak sebesar itu. Gila saja kami disuruh
makan gorengan sebanyak itu sore hari begini.

"Ini sih makan malam, bukan ngemil," Widi ikut berdecak. "Harusnya
kamu pesannya lebih awal, biar anak-anak di showroom dan tukang
yang di bengkel juga kebagian."

Pegawai di showroom dan bengkel memang sudah lebih dulu pulang


setelah jam kerja berakhir. Kami bertiga tinggal lebih lama karena
masih harus mendiskusikan barang yang akan kami bawa ke pameran
yang akan kami ikuti. Booth kami tidak terlalu besar, jadi kami benar-
benar harus memilih barang yang akan dipamerkan.

Salwa menatap Widi seolah ingin mengunyah anak itu hidup-hidup.


"Ini memang dipesan dari tadi. Kan aku sudah bilang kalau motor
kurirnya mogok! Memori kamu tuh pendek banget." Dia langsung
mengomel.

"Ooh...." Widi cekikikan tanpa salah bersalah. Dia mencomot sepotong


pisang cokelat sebelum menggerutu, "Sudah dingin."

"Ya, iyalah dingin. Kan sudah lama di jalan!"

"Ooh. .. "

Aku menggeleng-geleng lalu mengangkat kotak itu menuju ke pantri.


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Lebih baik memanaskan beberapa potong gorengan di air fyer


daripada ikut dalam perang Salwa-Widi.

"Aku mau bakwan dan singkong goreng, Mbar," kata Salwa yang
ternyata mengekoriku.

"Aku mau pisang cokelat," sambung Widi. Dia malah lebih dulu
duduk di depan meja bar.

Ini sih hanya memindahkan tempat perangnya kalau keduanya ikut ke


pantri.

Aku memasukkan beberapa potong gorengan pesanan teman-temanku,


dan 2 buah risoles untuk diriku sendiri ke dalam air fyer, lalu menyetel
timer selama 7 menit.

Salwa mengeluarkan 3 botol air mineral dari kulkas sebelum duduk di


dekat Widi. Perdebatan soal gorengan dingin beberapa detik lalu sudah
terlupa. Syukurlah. Keduanya mulai sibuk mengomentari video dari
saluran You Tube yang diputar Widi di tabletnya.

"Tampang kayak gitu kok folower-nya bisa jutaan sih?" kata Salwa
sinis.

"Yang menarik kan kontennya, Wa." Widi terus mengamati layar lalu
tertawa.

"Konten prank itu basi. Nggak ada menariknya sama sekali. Ngakunya
content creator, tapi isi vlog-nya nggak kreatif sama sekali!"

"Tapi nge-prank kan lucu, Wa." Widi lagi-lagi tertawa melihat ulah si
content creator. "Bisa bikin video yang lucu itu kan artinya kreatif."

Aku ikut duduk di dekat mereka. "Selera humor orang kan beda-beda,"
kataku menghibur Salwa. "Kalau kamu nggak suka, jangan ikut
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

nonton."

"Aku nggak nonton, aku hanya terpaksa lihat, karena anak ini naruh
tabletnya di depan hidungku!" Salwa membela diri.

Dering ponsel mengalihkan perhatianku. Aku mengabaikan kedipan


Salwa yang sempat mengintip layar. Dasar Miss Kepo!

"Masih di kantor?" tanya Abimana setelah membalas salamku.

"Iya nih. Agak telat karena harus membahas pameran besok." Aku
mencolek Salwa dan memberi isyarat pada air fyer yang berdenting.
Gorengan kami sudah siap.

Salwa mencebik, menggodaku. Entah apa yang akan dikatakannya


kalau sampai tahu aku sudah menyetujui ajakan penjajakan dari
Abimana. Aku belum memberitahunya. Heboh soal penjajakan yang
belum tentu sampai pada tahap komitmen rasanya terlalu lebay.

"Aku jemput di kantor ya? Sekarang aku sudah di jalan nih."

Aku mengawasi Salwa dan Widi bergantian. Mereka akan tahu apa
yang kusembunyikan kalau sampai Abimana muncul di kantor di
waktu seperti ini. Tidak ada investor atau pelanggan yang dengan
menjemput produsen barang untuk melakukan pertemuan bisnis
menjelang malam.

"Atau meeting-nya masih lama?" tanya Abimana lagi saat aku tidak
segera menjawab. "Aku bisa menunggu kok."

Aku mendesah pasrah. Ternyata menyembunyikan hubungan tidak


semudah yang kukira. "Rapatnya sudah selesai kok. Sekarang lagi
ngobrol saja. Siap-siap mau pulang."

"Kalau begitu, tunggu ya. Palingan juga 10 menit lagi aku sampai."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Kalau tinggal 10 menit lagi Abimana sampai, dia memang mengambil


arah ke kantorku. Dia hanya menelepon untuk mengonfirmasi apakah
aku masih ada atau sudah pulang.

"Oke." Memangnya aku bisa bilang tidak? Baru juga setuju memulai
penjajakan, masa sudah bermain petak umpet karena ketahuan teman-
temanku. Seperti orang selingkuh saja.

"Apanya yang oke?" tanya Salwa begitu aku menutup telepon.

Aku pura-pura tidak mendengar. Tanganku bergerak cepat mengambil


tisu dan mencomot sebuah risoles. "Panas banget!"

"Kamu okein ajakan kencan dari Abimana?" kejar Salwa.

Widi melepaskan pandangan dari layar tablet. "Kalau dia ngajak kencan,
itu artinya dia benar-benar tertarik sama kamu, Mbar."

Ini dilema. Aku mengunyah risolesku sambil memikirkan jawaban


untuk teman-temanku. Mungkin aku sebaiknya jujur saja.

"I smell a rat!" seru Salwa yang sebal aku abaikan.

"Hidung kamu yang aneh tuh." Widi mencibir. "Gorengan wangi


begini masa yang kamu cium malah bangkai tikus sih?"

"Spill the tea, Mbar! Sekarang!" Salwa tidak menghiraukan Widi.

Aku menatap kedua temanku. "Aku dan Abi sepakat untuk


penjajakan," kataku pasrah. Mau bagaimana lagi?

"Wow!" Salwa menendang kakiku. "Bisa-bisanya kamu menyimpan


berita sebesar itu sendiri!"

"Baru penjajakan," aku buru-buru membela diri.


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Apa bedanya penjajakan dan jadian?" tanya Widi sambil berpikir.

"Tidak ada bedanya!" bentak Salwa. "Penjajakan itu di bibir saja, tapi
di hati sudah resmi."

"Berarti Ambar dan Abimana sudah pacaran dong?"

"Belum resmi," aku segera meralat. "Penjajakan itu baru tahap


pengenalan. Belum tentu ujungnya nanti pacaran."

Widi mematikan tabletnya dan fokus kepadaku. "Kamu beneran suka


sama Abimana? Dia kan kelihatan agak pendiam dan sombong gitu,
Mbar. Kenapa nggak sama Pandu saja sih? Kamu memang nggak
pernah bilang terus terang, tapi aku tahu kalau kamu naksir dia sejak
dulu. Pandu baik banget lho. Dia rajin banget bawain makanan untuk
kita, kan? Kalau Abimana, boro-boro makanan, ditanya saja kadang
nggak dijawab."

"Jangan bawa-bawa Pandu!" hardik Salwa lagi. "Dia sudah jadi masa
lalu. Ambar memang pernah suka sama dia, tapi sekarang nggak lagi.
Masa depan Ambar itu Abimana. Titik. Jangan bikin Ambar malah
bingung lagi."

Widi langsung cemberut. "Aku kan hanya menyatakan pendapat.


Kalau Pandu sampai tahu Ambar jadian sama Abimana, dan patah
hati, kita nggak akan dapat makanan gratis lagi."

Aku memutar bola mata mendengar perdebatan Salwa dan Widi.

"Pandu nggak akan patah hati karena dia nggak pernah suka sama aku,
Widi! Dia hanya menganggap aku sebagai adiknya. Kamu jangan
khawatir soal makanan gratis karena aku yakin Pandu akan tetap
memberi kita makan meskipun aku sudah pacaran atau menikah
dengan orang lain."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Aku jadi nggak selera makan." Widi mendorong piring gorengan


yang diletakkan Salwa di depannya. "Aku beneran kasihan sama
Pandu kalau dia patah hati."

"Kalau kasihan, kamu saja yang pacaran sama Pandu," sambar Salwa
bengis.

"Enak saja!" omel Widi. "Memangnya aku tong sampah si Ambar?


Aku juga punya harga diri dan kriteria laki-laki idaman, dan tipeku
beda dari Pandu!"

Astaga! Kenapa jadi Salwa dan Widi yang ribut?

Aku buru-buru menghabiskan risolesku. Lebih baik mengambil tas dan


menunggu Abimana di depan.

**

Kayaknya kemarin aku terlalu menganggap remeh kekuatan jempol


pembaca Ambar deh. Vote 3,2K dilibas kurang dari 24 jam. Baiklah,
mari kita lihat, butuh berapa hari untuk bisa mencapai 4K vote.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh
Apa yang dilakukan pasangan yang sedang penjajakan untuk
mengetahui tingkat kecocokan? Iya, pilihannya memang tidak banyak.
Apalagi kalau salah seorang dari dua pihak yang sepakat melakukan
penjajakan itu supersibuk dan hanya punya waktu setelah jam kerja.
Paling-paling juga nongkrong di kafe, restoran, atau kalau perginya
lebih awal, bisalah mampir ke bioskop.

Karena hari ini Abimana masuk dalam kategori lowong, kami


sekarang sedang mengamati poster-poster film yang akan kami pilih
untuk tonton. Saatnya untuk mengecek bagaimana cara Abimana
meng-handle situasi saat bersama pasangan. Apakah dia sama
dominannya dengan saat bekerja? Laki-laki dominan yang cenderung
tidak mau mengalah pada pasangan adalah a big NO NO untukku.

"Mas Abi mau nonton film apa?" tanyaku manis. Laki-laki itu sangat
gampang dibaca kalau menyangkut tontonan. Tentu saja mereka
menyukai film yang memacu adrenalin. Film yang melibatkan suara
tembakan nyaring, darah dan potongan tubuh yang berhamburan, dan
tentu saja mobil yang kebut-kebutan sebelum akhirnya ringsek dan
meledak dramatis.

Aku pernah memaksa Pandu menemaniku nonton film komedi


romantis karena Salwa dan Widi yang sudah menonton film itu lebih
dulu memaksaku supaya ikut menonton. Mereka mengingatkan supaya
aku membawa tisu. Karena tidak mau pergi sendiri ke bioskop, aku
membajak Pandu.

Hasilnya? Pandu antusias selama 15 menit pertama. Lima belas menit


berikutnya dia mulai bosan dan lebih senang memakan popcorn.
Setelah camilan dan minumanku habis diembatnya, dia lalu tertidur
nyenyak. Untung saja dia tidak ngorok sehingga tidak mengganggu
penonton lain.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kita nonton film yang mau kamu tonton," jawab Abimana. "Kamu
saja yang pilih filmnya."

Manis. Baiklah, dia lolos dalam percobaan pertama.

"Mungkin saja seleraku nggak sesuai dengan selera Mas Abi," aku
lebih mendesak. Mungkin saja jawabannya yang pertama adalah basa-
basi dan dia hendak menggantinya ketika diberi kesempatan. "Aku
nggak apa-apa kok nonton film yang Mas Abi pilih. Aku suka semua
genre film kok." Aku memang bisa menonton semua genre film,
meskipun kalau boleh memilih, aku akan melewatkan komedi slaptick
yang sekaligus menjual tubuh seksi dengan busana minim pemeran
utama wanita dan nyaris semua figuran wanitanya. Selera humorku
tidak sereceh itu. Aku benci melihat kaumku dijadikan jualan,
walaupun si pemeran sama sekali tidak keberatan memamerkan
asetnya.

"Aku juga harus menyesuaikan diri dengan selera kamu, Ambar. Ini
bukan tentang aku dan apa yang aku suka saja. Aku sangat bisa
berkompromi kok. Kamu pilih filmnya, supaya aku antre tiketnya."

Niceeee. Abimana sama sekali tidak termakan umpanku. Aku


kemudian menjatuhkan pilihan pada salah film Disney. Akan kita lihat
apakah kerelaannya membiarkan aku memilih film tidak membuatnya
berakhir di alam mimpi satu jam ke depan.

Mungkin aku terdengar keterlaluan, tapi menguji di awal penjajakan


penting untuk mengetahui apakah kami bisa menapaki level
selanjutnya. Bukan hanya untukku saja, tetapi hal yang sama berlaku
untuk Abimana juga. Kalau sudah illfeel di awal, tidak mungkin
diteruskan, kan?

Ketertarikan pada penampilan fisik, atau kemampuan khusus yang kita


lihat pada seseorang sangat sering terjadi. Biasanya, sama seperti rasa

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tertarik yang datangnya bisa tiba-tiba itu, rasa itu dapat lenyap pula
dalam waktu sekejap saat menyadari bahwa kita sebenarnya tertarik
pada bungkusan yang ditampilkan, atau pada ide yang ada di kepala
kita tentang orang itu. Jadi ketika kita mulai mengenal kepribadian
sebenarnya dan kita tidak merasa cocok, wussss... rasa yang kita pikir
cinta itu lantas menguap. Habis tak bersisa.

Film yang kami tonton berdurasi cukup panjang, dan Abimana


kembali lolos dalam ujian. Dia sama sekali tidak menguap bosan,
apalagi sampai tertidur. Sesekali, dia malah ikut tertawa. Tawa itu
sangat penting, karena hanya orang yang mengikuti dengan saksama
yang bisa menangkap apa yang sedang tayang di layar. Dia juga
membiarkanku memonopoli camilan.

"Sudah lama banget aku nggak nonton film animasi," kata Abimana
ketika kami akhirnya keluar dari bioskop. "Aku jadi ingat alasan
mengapa waktu kecil dulu aku betah duduk di depan televisi sepanjang
akhir pekan."

"Film tadi berbeda dengan Naruto, Dragon ball, atau bahkan Captain
Tsubasa," aku mengingatkan. Anime anak lelaki tidak jauh-jauh dari
sana, kan? Semua hal yang berbau persaingan dan upaya untuk
menjadi yang terbaik.

"Aku juga nonton kartun Nickelodeon yang temanya bukan laga dan
olahraga kok," Abimana spontan merespons. "Aku suka Rugrats, Hey
Arnorld!, Chalkzone, dan tentu saja Spongebob."

"Beneran?" Aku takjub. Semua kartun yang disebutkan Abimana


adalah kartun yang juga selalu aku tonton dulu. Plus, The Magic
School Bus. Aku sangat suka tayangan itu.

"Kenapa? Selera kamu lebih ke Princess Disney?" tanya Abimana.


"Adikku juga jatuh cinta pada putri-putri Disney. Untung saja dia

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sekarang sudah lebih dewasa, jadi kamarnya sudah tidak tampak


seperti museum tempat penyimpanan koleksi putri Disney dan segala
macam perintilannya lagi."

Aku tertawa. "Aku bertanya bukan karena selera kartun kita berbeda,
tapi karena semua kartun yang Mas Abi sebut tadi adalah tontonan
favoritku juga. Aku suka Tommy, dan punya love and hate
relationship dengan Angelica. Persis seperti apa yang aku rasakan
pada Squidward. Aku benci mereka, tetapi selalu menunggu adegan
yang melibatkan mereka."

"Kartun atau film tidak pernah lengkap kalau nggak ada pemeran
antagonisnya, kan?" Abimana menyentuh sikuku dan mengarahkan
langkahku menuju lift. "Ternyata tidak terlalu sulit menemukan
kesamaan di antara kita."

Apa yang dikatakannya benar. Kesamaan itu malah mengemuka tanpa


kami harus cari dan gali dalam-dalam.

**

Pandu sedang duduk santai di sofa sambil nonton televisi ketika aku
sampai di rumah. Aku mengempaskan tubuh di sebelahnya.

"Mama sudah tidur?" Tidak biasanya Mama membiarkan anak


kesayangannya ini nganggur sendiri. Biasanya pasti ditemani.

"Ya iyalah, sudah jam segini. Ibu kan selalu tidur cepat. Kok kamu
baru pulang?"

"Kok kamu masih nongkrong di sini juga di jam segini?" aku


menyeringai dan balas bertanya.

Pandu menyikutku. "Aku nggak akan ada di sini kalau telepon kamu
aktif."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kamu menelepon?" Aku merogoh tas untuk mengeluarkan ponsel.


Aku memang sengaja mematikan ponsel saat masuk bioskop, dan
ternyata bablas sampai sekarang. "Ada apa?" Pasti penting karena
Pandu harus menungguiku pulang.

"Mesin mobil kamu sudah datang tadi. Aku ke sini untuk mengambil
mobil kamu, jadi bisa mengerjakannya pagi-pagi besok. Kalau
menunggu kamu yang mengantarnya, pasti sampai di bengkel sudah
siang. Penyakit malas kamu kan biasanya kumat saat weekend."

"Beneran sudah datang?" Aku mengguncang lengan Pandu antusias.

"Kalau ponsel kamu aktif, kamu pasti tahu dari tadi. Kalau pergi,
biasakan bawa power bank dong."

"Aku akan membawa John Wick ke bengkel pagi-pagi," kataku penuh


semangat, mengabaikan omelan Pandu. "Aku akan membantumu
mengerjakannya. Aku tidak mungkin menonton saja saat John Wick
ditransplantasi. Khusus besok, aku tidak akan bermalas-malasan. Aku
akan menabung kemalasan untuk minggu depan saja, saat John Wick
sudah bugar banget."

"Beneran harus pagi ya?" Pandu tampak meragukan kemampuanku


menghilangkan kemalasan di akhir pekan. Dia memang benar soal
kemalasan itu, tapi kami sedang bicara tentang John Wick. Belahan
jiwaku. Kalau aku bisa mengosongkan tabungan untuknya, masa aku
tidak bisa ke bengkel pagi-pagi?

"Jadi mobilmu nggak jadi aku bawa sekarang?" Pandu bangkit dari
duduknya.

"Aku yang bawa sendiri besok," kataku mantap. Kalau aku


membiarkan Pandu membawanya, bisa saja dia tergoda untuk mulai
membongkar John Wick sebelum aku tiba. Mesin mobil adalah
kelemahan Pandu. Apalagi mesin John Wick benar-benar istimewa.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kalau begitu, aku pulang ya," pamit Pandu. Aku mengikutinya


sampai ke depan. "Jangan biasakan ponsel kamu nggak aktif sampai
lama seperti tadi. Aku kan jadi khawatir dan mikir yang tidak-tidak.
Kamu kan bisa mengisi baterai di mobil, tidak perlu menunggu sampai
di rumah."

"Iya... iya," aku malas menjelaskan penyebab aku mematikan ponsel.


Tidak ada gunanya juga Pandu tahu.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Satu

Tenggorokanku terasa tercekat saat menatap John Wick. Akhirnya...


akhirnya belahan jiwaku itu dilahirkan kembali dengan kondisi segar
bugar setelah ngos-ngosan sekian lama. Suara mesin John Wick yang
sekarang sedang diuji coba Pandu terdengar sangat merdu. Benar-
benar sangat layak dengan tabunganku yang sekarang setipis tubuh
model VS sebelum mereka berganti imej dengan keragaman postur
perempuaan normal pada umumnya.

"Gantian!" Aku membuka pintu dan menyuruh Pandu beranjak dari


balik kemudi John Wick.

Pandu berdecak sambil menggeleng-geleng, tapi segera melompat


keluar. "Terima kasih kembali, Mbar."

Aku meringis saat menyadari kalau aku memang belum mengucapkan


kata-kata apa pun yang menyatakan penghargaan untuk kerja keras
Pandu dan seorang asistennya yang telah membedah John Wick pagi
ini. Alih-alih membantu seperti yang aku niatkan, aku lebih banyak
berteriak memberi perintah. Untung saja aku bukan pelanggan yang
bisa balik dijutekin Pandu karena merasa terganggu diomeli. Aku
bertingkah seperti orang yang lebih mengerti mesin daripada dia yang
mempelajarinya secara formal selama bertahun-tahun.

Bekas oli yang ditinggalkan oleh Pandu di kemudi ikut menempel di


tanganku. Tetapi aku terlalu bahagia untuk peduli hal sekecil itu. Tidak
ada yang lebih penting daripada kesehatan John Wick. Konyol sekali
mengeluhkan hal seremeh itu.

"Cuci tangan deh, aku traktir kopi." Aku menunjuk kursi penumpang
di sebelahku. "Kamu orang pertama yang mendapat kehormatan
menikmati jantung baru John Wick."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Aku orang yang memasang jantungnya," ralat Pandu. "Dan kamu


hanya menghargai jasaku dengan secangkir kopi?" Dia pura-pura
tersinggung. "Kok aku merasa murahan ya?"

"Nggak usah sok ngambek begitu," sambutku cemberut. "Kayak kamu


mau ngambil saja kalau aku pengin bayar jasa kamu secara
profesional."

Pandu tergelak. "Sekalian makan siang ya. Aku tadi belum sempat
sarapan. Aku beneran takjub kamu bisa meninggalkan ranjang sepagi
tadi di hari Sabtu."

Aku memang datang terlalu pagi. Tadi aku sengaja menjemput Pandu
ke rumahnya karena tahu aku terlalu awal dari waktu yang kami
sepakati. Pandu bukan penganut aliran jam karet, tetapi juga bukan
orang yang akan datang terlalu cepat pada janji temu.

"Apa pun demi John Wick." Sudah aku bilang kalau cinta itu perlu
pengorbanan, kan? Dan cintaku pada John Wick tidak separuh hati.
Aku tulus, setulus-tulusnya. "Cepetan, aku juga sudah lapar. Bukan
hanya kamu yang nggak sempat sarapan."

Kami menuju ke restoran yang tidak jauh dari bengkel setelah Pandu
membersihkan tangan dan mengganti baju kerjanya dengan kaus yang
tadi dipakainya saat ke bengkel.

"Kalau bisa bicara, John Wick pasti akan bilang kalau dia senang
karena akhirnya dapat jantung baru." Aku menepuk kemudi dengan
bangga.

"Terima saja kalau sesayang apa pun kamu pada mobil ini, dia tetap
saja benda mati yang tidak tahu terima kasih. Dia tidak akan
menghargai usahamu mengosongkan tabungan untuk membuat
jantungnya berdenyut lagi."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kamu bilang apa?" Aku pura-pura tuli. "Kok tidak kedengaran?"

"Dasar!" Pandu menyikut lenganku. "Tapi sebaiknya kamu nggak


buang-buang uang lagi hanya untuk mempercantik mobil kamu.
Aksesori orisinal itu nggak murah. Menabung saja lagi biar rekening
kamu nggak menjerit kelaparan. Mobil itu yang penting mesinnya
nggak bermasalah saja. Tidak perlu mempereteli onderdil lain hanya
supaya lebih enak dilihat saja."

"Tetap nggak kedengaran," sambutku keras kepala. Aku tidak akan


mendengarkan kata-kata apa pun dan siapa pun yang menyuruhku
mengabaikan John Wick. Hanya yang terbaik untuk pujaan hatiku.

"Ponsel kamu bunyi tuh." Pandu berbalik untuk meraih tas yang tadi
aku lempar ke belakang. Dia merogoh untuk mengeluarkan ponselku.
"Abimana. Gebetan kamu itu?"

Aku menoleh dan menyeringai saat melihat eskpresi penasaran Pandu.


"Tingkatannya sudah naik. Sekarang nggak sekadar gebetan lagi."

"Oh ya?" Alis Pandu terangkat. Dia meneleng menatapku. "Aku


speaker saja? Kamu kan lagi nyetir."

"Oke." Aku selalu mengomel saat melihat ada orang yang mengemudi
sambil menelepon, dan tidak akan melakukan kebodohan seperti itu.

Aku segera memberi salam kepada Abimana setelah pandu menerima


panggilan itu dan mendekatkan ponsel ke wajahku. "Aku lagi di jalan
nih," sambungku. "Aku hubungi kembali kalau sudah sampai di
restoran ya."

"Kamu makan di luar?" tanya Abimana.

"Iya. Tadi nggak sempat sarapan karena pagi-pagi sudah ke bengkel


untuk transplantasi jantung John Wick."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Mesinnya sudah datang?" Abimana terdengar antusias.

"Malah sudah selesai dipasang." Aku melirik Pandu jail. "Ini ke


restoran untuk traktir montirnya yang sudah rela aku seret untuk
mengoperasi John Wick tadi pagi." Tawaku pecah saat Pandu
mendengus.

"Di restoran mana?" suara Abimana kembali terdengar.

Aku menyebutkan restoran di dekat bengkel. Tempatnya jauh dari


rumah baru Abimana. Entah kalau rumah orangtuanya. Kami belum
pernah membicarakan tempat tinggalnya selain rumah itu. Masih
terlalu dini untuk ukuran orang yang sedang PDKT. Aku tidak ingin
terkesan menggebu-gebu. Seperti kata Abimana, santai saja.

"Wah, tempatnya jauh dari rumah. Nggak akan keburu kalau aku
menyusul ke sana." Abimana mengeluarkan apa yang baru saja aku
pikirkan. "Tapi kita bisa makan malam bersama, kan?"

Aku tidak punya kegiatan apa-apa nanti malam. "Tentu saja bisa."

"Oke, hubungi aku kalau sudah sampai di restoran ya. Jangan


menelepon lama-lama sambil menyetir. Bahaya." Abimana menutup
telepon setelah mengucap salam.

Pandu kembali memasukkan ponselku ke tas. "Dia beneran investor


kalian, dan bukan penyanyi band lagi, kan? Kamu seharusnya belajar
dari pengalaman, Mbar."

"Tidak semua orang yang suaranya enak didengar saat ngomong itu
harus jadi vokalis band!" jawabku defensif. "Dia bekerja di
Trunojoyo." Aku tidak bisa membayangkan Abimana berdiri di depan
keramaian sebagai penyanyi. Speaking voice-nya memang empuk,
tetapi pembawaannya sedikit kaku untuk menjadi seorang entertainer.
Abimana bukan tipe ekspresif yang bisa berganti-ganti mimik dalam
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

waktu singkat.

"Aku kan cuma mengingatkan. Ini pertama kalinya kamu mulai dekat
dengan seseorang lagi setelah lama banget hanya sibuk dengan
pekerjaan."

"Bukan karena pekerjaan," bantahku cepat. "Memang baru ketemu


yang beneran menarik dan enak diajak ngobrol saja. Di umur seperti
sekarang, tujuan dekat dengan seseorang itu kan bukan sekadar
senang-senang saja lagi seperti waktu masih remaja dulu. Aku sudah
butuh hubungan yang serius dan stabil."

Pandu terdiam cukup lama sebelum merespons, "Omongan kamu


kayak umur kamu sudah 30 tahun saja."

Aku berdecak. Enak sekali dia bicara. Kalau Mama mendengar Pandu
menyebut angka 30 sebagai umur yang sesuai untuk berburu jodoh,
anak sableng ini pasti langsung kena semprot. Saat Mama berumur 30
tahun, dia sudah sibuk memarahiku karena ikut merangkak di bawah
mobil bersama suami tercintanya.

"Tiga puluh itu untuk perempuan bukan lagi injury time, tapi sudah
masuk babak adu pinalti! Kamu sih laki-laki, jadi nggak perlu takut
berkejaran dengan umur yang ideal untuk reproduksi. Hitungan untuk
perempuan itu berbeda. Dan aku sama seperti sebagian besar
perempuan lain yang ingin settle dan punya anak sendiri. Iya, jodoh
memang takdir Tuhan. Tapi untuk mencapai takdir itu perlu ada usaha,
kan?"

"Tapi umur bukan satu-satunya alasan untuk terburu-buru menjalin


hubungan dengan seseorang. Menikah itu bukan tujuan akhir
kehidupan, Mbar. Itu hanya awal dari fase kehidupan yang berbeda
dengan apa yang kamu jalani saat masih lajang. Kamu benar-benar
harus yakin kalau orangnya tepat. "

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Bukannya biasanya kamu yang sering menyuruh aku supaya cepat-


cepat cari pasangan biar nggak termasuk dalam golongan jomlo
ngenes yang terkutuk itu?" tanyaku. "Lagi pula, untuk tahu apakah
orangnya tepat atau tidak, memang harus PDKT, kan? Aku juga paham
rumus itu kok. Makanya sekarang aku mencobanya dengan Abimana.
Untuk tahu apakah dia memenuhi kriteriaku, demikian juga
sebaliknya. Bisa saja aku nggak sesuai dengan ekspektasi awal dia."

"Dia tidak akan mendekati kamu kalau kamu nggak sesuai dengan
ekspektasi dia."

"Kamu mau bilang kalau laki-laki tidak pernah mengambil keputusan


impulsif karena perasaan tertarik sesaat?" Ada-ada saja. Level
rasionalitas laki-laki bisa saja berada di atas perempuan, tetapi pasti
tetap ada ruang untuk impulsivitas.

"Aku tidak bilang begitu," ujar Pandu. "Tentu saja ada laki-laki yang
bertindak impulsif. Banyak malah. Tapi kalau lihat sikap kamu, orang
yang akan bertindak impulsif pasti akan berpikir dua kali untuk
menawarkan hubungan."

"Memangnya aku kenapa?" cecarku. Bisa-bisanya Pandu menganggap


kalau untuk tertarik padaku seorang laki-laki harus memikirkan ulang
spontanitasnya. "Apa yang salah denganku?"

"Tidak ada yang salah dengan kamu, Mbar. Tapi kamu juga pasti sadar
kalau sikap mandiri kamu tergambar jelas. Kamu ramah, tapi menjaga
jarak dengan orang yang baru kamu kenal. Kamu bukan tipe orang
yang memancing dan mengundang laki-laki menawarkan hubungan
secara impulsif."

"Itu pujian?" tanyaku bingung.

"Itu fakta. Jadi aku yakin si Abimana itu bukan seorang yang impulsif.
Aku tidak melarang kamu menjalin hubungan dengan siapa pun. Aku
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tidak punya hak untuk itu. Aku hanya tidak mau kamu patah hati lagi."

"Patah hati sudah jadi risiko yang tidak bisa dihindari saat jatuh cinta
atau menjalin hubungan dengan seseorang, kan?" Aku mengedikkan
bahu. "Aku berhasil melalui patah hatiku dengan selamat dulu, jadi
aku yakin aku akan baik-baik saja kalau memang PDKT dengan
Abimana tidak berjalan sesuai harapanku."

Pandu meringis. "Memangnya kamu beneran patah hati waktu putus


dengan anak band berengsek itu? Seingatku, kamu malah lebih
kelihatan marah dan sebal ketimbang sedih. Semua makanan yang aku
bawain juga kamu habiskkan. Bukannya patah hati itu berbanding
lurus dengan kehilangan selera makan?"

Pandu tidak perlu tahu kisah patah hatiku. Masa lalu itu toh sudah aku
kubur.

"Waktu patah hati dulu, aku malah terhibur dengan segala macam
camilan. Mungkin kamu tuh yang kehilangan nafsu makan saat patah
hati." Aku melirik Pandu jail. "Waktu putus dengan si Crazy Rich itu,
kamu pasti patah hati banget, kan?"

"Baru juga pendekatan, mana sempat patah hati," gerutu Pandu.

Pendekatan yang intensif. Aku ingat bagaimana posesifnya mantan


Pandu. Perempuan itu jelas-jelas menunjukkan perasaan tidak suka
setiap kali melihatku, seolah aku adalah pesaing yang harus
disingkirkan.

Aku sebenarnya tidak terlalu heran ketika melihat Pandu akhirnya


kehilangan ekor yang setia mengikutinya ke mana pun itu, karena pada
dasarnya Pandu memang bukan orang yang suka dikekang. Meskipun
sudah tahu pacarnya itu tidak suka padaku (aku bahkan yakin
perempuan itu meminta Pandu menjaga jarak denganku), Pandu tetap
saja santai menghadapinya. Pandu tetap nongkrong di rumahku setiap
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

ada waktu senggang, atau sekadar mampir membawakan makanan dan


camilan. Dia juga setia menjadi sopir dadakan Mama. Tidak ada yang
berubah sebelum dan setelah si Crazy Rich itu dekat dengannya.

"Masa sih aku diatur sama orang yang belum lama aku kenal," jawab
Pandu saat aku mengutarakan kecurigaanku tentang ketidaksukaan
pacarnya padaku. "Orang yang berhubungan denganku harus
menerima semua orang yang dekat denganku. Dan itu termasuk kamu.
Aku pernah berjanji pada Bapak supaya tetap berada di sini untuk
menjaga kamu dan Ibu, seandainya dia memang ditakdirkan berpulang
lebih dulu. Aku tidak pernah berpikir untuk mengingkari janji.
Hubungan kita bisa putus kalau kamu dan Ibu tidak menginginkan aku
lagi dalam hidup kalian, bukan karena aku yang pergi. Menjaga janji
kepada orang yang sudah tidak ada itu berat, Mbar. Karena aku tidak
bisa meminta maaf seandainya aku tidak bisa memenuhi apa yang
sudah aku janjikan."

Entah apa yang Pandu pernah janjikan kepada Ayah, tapi yang pasti,
dia memang orang yang sangat menepati janji. Tidak ada keraguan
tentang hal itu.

**

Sebenarnya aku pengin nunggu vote-nya nyampe 3,8K atau 4K


sebelum update, tapi karena udah 2 minggu dan belum nyampe, ya
udah aku update aja. Aku akan update cepet, kalau respons
pembacanya bagus. Kalau nggak ya, sekali seminggu atau 2 minggu
sekali aja seperti biasa. Tergantung pembaca aja. :)

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Dua


Apa yang lebih dibutuhkan oleh seorang perempuan dalam sebuah
hubungan selain kenyamanan? Cinta mungkin akan menjadi jawaban
yang penting, tapi bukankah cinta bisa tumbuh dari rasa nyaman itu?

Aku tidak ingin serakah, jadi ketika menyadari bahwa aku merasa
nyaman berada di dekat Abimana, aku tahu kalau aku tidak keberatan
meningkatkan status hubungan kami dari PDKT ke arah komitmen
yang lebih serius. Kalau kata anak alay, 'Aku dan kamu yang menjadi
kita.' Iya, cieeee...

Setelah menjomlo lumayan lama, prospek perubahan status


membuatku antusias. Aku sudah menyiapkan jawaban "iya" yang
terdengar tegas dan yakin ketika ditembak Abimana. Seorang laki-laki
tidak mungkin menyukai jawaban yang terkesan ragu-ragu dan
setengah hati, kan?

Tetapi Abimana tampaknya santai saja. Sikap yang membuatku


dilema. Apakah menurutnya kami masih butuh waktu untuk saling
mengenal sebelum meminta kesediaanku menjadi pacarnya? ataukah
menurutnya kedekatan kami sudah otomatis menaikkan level
hubungan, tanpa perlu pernyataan dan main tembak-tembakan lagi?

Sekali lagi, karena sudah terlalu lama tidak punya hubungan asmara,
aku seperti butuh peta supaya tidak tersesat saat masuk area itu lagi.
Mungkin saja hubungan orang dewasa sudah lebih mengutamakan
sikap daripada sekadar kata-kata. Tapi sebagai perempuan, aku tetap
saja merasa butuh penegasan. Hubungan terakhirku dengan si vokalis
berengsek itu terjadi saat aku masih dalam fase young adult.

"Hubungan kamu dan Abimana sudah nggak masuk dalam level


PDKT lagi," kata Salwa yang kujadikan tempat curhat. "Pertemuan
kalian lebih dari sekali seminggu."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Memangnya ada landasan teori yang mematok waktu pertemuan lebih


dari sekali seminggu untuk masuk dalam kategori pacaran?" tanyaku
ragu. Jangan-jangan itu teori ngawur Salwa saja. Dia adalah tipe
sahabat yang bisa mendadak punya definisi operasional tentang
pacaran hanya untuk membuatku merasa mantap dengan Abimana.

"Selain frekuensi pertemuan, skinship juga bisa jadi indikator."


Rautnya mendadak jail. "Tentu saja hal itu tidak berlaku untuk orang
yang sudah menyetujui hubungan teman tapi mesra. Mereka akan
melakukan interaksi fisik, tanpa perlu komitmen. Dan aku yakin
hubungan kalian tidak mengarah ke sana."

"Hubungan TTM itu hanya untuk orang yang tidak menghargai dirinya
sendiri," omelku. Bisa-bisanya Salwa sampai membuat perbandingan
seperti itu.

Daripada punya hubungan teman tapi mesra, aku lebih baik menjomlo
saja. Bodoh sekali menyetujui hubungan seperti itu. Aku tidak
mengerti pertimbangan perempuan yang mau main fisik, tapi tidak
melibatkan hati untuk berkomitmen dalam hubungan serius.

"Tidak juga," bantah Salwa. "Jangan menghakimi pilihan orang dalam


menjalani hubungan yang dia inginkan dong. Setiap orang punya
alasan sendiri untuk keputusan yang diambilnya. Bisa jadi komitmen
terlalu memberatkan, tetapi mereka tetap merasa butuh interaksi fisik.
Kebutuhan orang kan beda-beda, Mbar."

Aku hanya mengedikkan bahu tidak setuju. Kalau menyangkut


hubungan asmara, aku tipe konservatif. Komitmen dulu sebelum aku
mulai menginvestasikan waktu dan perhatian. Mungkin karena itulah
aku menunggu Abimana membuka percakapan tentang hubungan kami
setelah kesepakatan untuk penjajakan. Aku perlu tahu apakah
menurutnya kami masih berada di tahap itu, ataukah sudah menapak
level yang lebih tinggi, sehingga aku bisa mengambil keputusan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

bagaimana harus bersikap menghadapinya. Sikap sebagai gebetan dan


pacar resmi tentu saja berbeda, kan?

"Menurutku, Abimana itu tipe orang serius yang nggak akan


membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting," sambung
Salwa sambil menunjuk dinding kaca showroom. Aku bisa melihat
mobil Abimana memasuki pelataran parkir. "Dia nggak akan datang ke
sini untuk mengajak kamu makan siang kalau kamu nggak sepenting
itu untuknya. Kamu saja tuh yang kebanyakan mikir dan
berprasangka."

"Aku kan tipe orang yang lebih suka warna terang kalau menyangkut
hubungan. Hitam atau putih, Aku tidak mau terjebak di area abu-abu,
dan bikin aku bertanya-tanya sendiri seperti sekarang."

"Area abu-abu itu hanya ada dalam pikiran kamu," sambut Salwa
enteng. "Kalau nggak percaya, tanya langsung sama Abimana deh."

Aku spontan memelotot. "Masa aku yang tanya sih? Kedengarannya


pasti agresif banget."

"Daripada kamu penasaran sendiri, kan? Aku sih yakin dengan


intensitas pertemuan seperti sekarang, Abimana tidak lagi
menganggap kalian masih dalam tahap PDKT." Salwa mendorong
bahuku. "Sambut tuh pujaan hati kamu!" Dia berbalik menuju bagian
dalam gedung, tempat ruangan kantor kami berada.

Aku mencibir menatap punggung Salwa. Penasaran sih memang tidak


enak, tetapi mendahului membuka percakapan soal status hubungan
kan gengsi juga. Menjadi perempuan memang susah, apalagi yang
gengsian seperti aku.

Kalau tidak gengsian, cinta monyetku mungkin tidak akan layu


sebelum berkembang. Aku akan menembak Pandu saat sadar aku
naksir dia. Dulu. Belum tentu ditolak, kan? Bisa saja Pandu memang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

belum punya rasa untukku, tapi dia mau memberi kesempatan untuk
hubungan kami, dan dia akhirnya benar-benar mencintaiku. Namun,
karena aku tipe gengsian yang lebih suka menyimpan rasa dalam diam,
akhirnya Pandu malah pacaran dengan orang lain.

Kenapa aku harus terus membandingkan Pandu dengan Abimana sih?


Aku menggeleng kuat-kuat, mencoba menepis pikiran itu.

"Tadi menelepon ya?" Aku menyongsong Abimana yang mendorong


pintu showroom. Ponselku ada di ruang kerja, dan aku tadi sudah
cukup lama berada di showroom untuk menemani salah seorang
pelanggan tetap yang royal. Setelah dia pergi, Salwa datang, dan aku
belum sempat kembali ke ruanganku.

"Belum sempat menelepon. Kebetulan ada meeting di dekat sini, jadi


sekalian mampir ngajak kamu makan siang." Abimana melihat
pergelangan tangan. "Kebetulan waktunya cocok. Kamu belum pesan
makanan, kan?" Dia mulai menghafal kebiasaanku lebih memilih
makan di kantor daripada di luar.

"Belum. Tadi ada pelanggan yang harus aku temani di sini. Aku ambil
tas dulu ya."

"Kita hanya makan di dekat sini, nggak bawa tas juga nggak apa-apa
sih." Abimana mengekoriku meninggalkan showroom menuju
ruanganku. "Eh, tapi perempuan kayaknya memang harus menenteng
sesuatu kalau bepergian ya?"

Aku tertawa mendengar kalimatnya yang terakhir. "Karena tas itu


adalah kantong Doraemon untuk perempuan. Ada banyak benda kecil
yang mungkin remeh, tapi superpenting untuk perempuan. Nggak usah
tanya benda apa, karena laki-laki can't relate."

"Aku memang nggak berniat tanya." Nada Abimana mengandung


senyum. Setelah dekat dengannya, aku menyadari kalau Abimana
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tidak sependiam dan seserius yang semula aku pikir saat melihat
pembawaannya di awal-awal pertemuan kami. "Khawatir malah makin
bingung setelah dijelaskan."

Salwa bersedekap dan bersandar di kusen pintu ruangannya. Aku


memelototinya, memberi peringatan lewat tatapan supaya tidak
mengeluarkan kalimat apa pun yang berhubungan dengan percakapan
kami tadi.

"Aura pasangan baru memang beda ya?" Salwa memilih mengabaikan


isyaratku. Dia menatap dan tersenyum pada Abimana. "Sebagai
sahabat, Ambar kadang-kadang nyebelin karena dia punya masalah
dengan temperamen kalau dikejar deadline pesanan pelanggan. Saya
jadi penasaran bagaimana sikap dia sebagai pacar. Soalnya, ini untuk
pertama kalinya setelah sekian abad, dia akhirnya punya hubungan
dengan seseorang yang punya darah, daging, dan otak. Bukan
rongsokan yang harus dikasih minum bensin dulu sebelum mau
bergerak."

Aku memutar bola mata mendengar kalimat lebay Salwa. Aneh


bagaimana ungkapan segaring itu bisa disambut senyum Abimana.

"Wah, saya malah belum pernah melihat Ambar mengomel atau


marah-marah."

"Kan umur pacarannya belum lama, Mas. Sabar saja, seiring waktu,
semua borok si Ambar pasti akan kelihatan juga. Saran saya, siapin
mental saja." Salwa mendesah, memberi kesan kalau dia prihatin akan
apa yang dihadapi Abimana saat aku berada dalam mode
menyebalkan. "Ya, tapi apa sih yang nggak bisa diterima oleh cinta?"

Aku buru-buru masuk ke ruanganku, menyambar tas dan ponsel,


sebelum Salwa semakin menggila. Seperti aku tidak tahu ke mana dia
menggiring percakapan arah percakapan dengan Abimana. Dia pasti
berniat membuat Abimana mengakui kalau hubungan kami memang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sudah naik level. Dasar sinting!

"Yuk, Mas. Kita pergi sekarang, takutnya restorannya penuh." Aku


memutus percakapan Abimana dengan Salwa.

"Melihat cara kamu dan Salwa berinteraksi, aku yakin kalian pasti
sudah lama banget bersahabat," ujar Abimana yang berjalan di
sebelahku, menuju ke tempat parkir.

"Cukup lama, sehingga aku sudah bisa menolerir semua


keabsurdannya."

Abimana tertawa melihat tampang cemberutku. "Tenang saja, kamu


nggak sendiri. Aku juga punya sahabat yang lebih absurd. Kadang-
kadang aku sendiri heran kenapa persahabatan kami bisa langgeng
padahal sifat kami sangat bertolak belakang."

Aku tidak menolak saat Abimana mengarahkan langkahku ke


mobilnya dan menjauhi John Wick. Laki-laki pasti lebih suka jadi
sopir daripada duduk di kursi penumpang. Aku dan John Wick toh
selalu bersama-sama di waktu lain.

"Oh ya, kursi taman yang Mas Abi pesan 2 minggu lalu sudah jadi,
dan siap diantarkan," aku mengalihkan percakapan ketika sudah
berada di dalam mobil yang meluncur meninggalkan kantorku.

"Cepat banget ya?" Abimana menoleh sekilas. "Itu pasti pakai jalur
nepotisme karena aku pacaran sama owner-nya."

Sambar, tidak... sambar, tidak? Ah, masa bodoh, mumpung ada


kesempatan dikasih umpan seperti ini, aku lahap saja. Kapan lagi aku
bisa mengetahui level hubungan kami tanpa harus bersikap agresif?

"Memangnya kita sudah pacaran ya?" Aku berusaha membuat suaraku


terdengar ringan, seolah pertanyaan itu belum menggangguku akhir-
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

akhir ini. "Bukannya kita masih penjajakan?"

"Usul penjajakan itu kan hanya supaya kamu nggak langsung kabur
saja kalau langsung diajak berkomitmen. Aku nggak tahu kamu sadar
atau tidak, tapi sikap kamu formal banget, jadi kesannya seperti jaga
jarak saat didekati."

Ehm... itu artinya aku sudah resmi punya komitmen dengan seseorang.
Apakah ini berarti... yihaaa?

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Tiga


Masuk rimba komitmen setelah sekian lama nyaman dengan status
jomlo ternyata butuh penyesuaian. Ada tambahan jumlah panggilan
telepon dan notifikasi pesan di ponsel yang harus dijawab. Ada waktu
khusus yang harus disiapkan untuk we time yang dihabiskan sekadar
makan bersama ataupun nonton.

Bukannya aku keberatan, karena aku juga senang bersama Abimana.


Ada saja hal baru tentang cara mengelola usaha yang kudapatkan saat
obrolan kami menyempet bisnis. Hal yang paling menguntungkan dari
memiliki pacar pintar itu adalah membuatku ikut kecipratan ilmunya,
sehingga aku tidak perlu membayar dan menyediakan waktu khusus
untuk mengikuti kelas-kelas entrepeneur. Menghemat uang, tenaga,
dan waktu, tetapi bisa belajar dari ahlinya. Seperti menembak jatuh 2
ekor burung sekaligus hanya dengan menggunakan satu butir peluru,
atau melakukan lemparan strike saat bermain boling. Kemampuan
yang akan membuatmu takjub dan bangga sesaat pada diri sendiri, lalu
spontan berseru, "yessss!"

Perumpamaannya terlalu berlebihan? Mungkin juga sih. Tapi aku


memang puas dengan keputusanku memilih Abimana untuk
mengakhiri masa jomlo. So far so good. Sama sekali tidak ada keluhan
tentang Abimana. Dia bukan tipe yang memborbardir dengan telepon
untuk hal-hal sepele seperti menanyakan di mana aku berada, tetapi
pasti menyempatkan memberi kabar. Intensitasnya tidak membuatku
merasa menjadi wajib lapor. Saat ngobrol tentang usaha, dia tidak
terkesan menggurui. Dia selalu mendengarkan, dan tidak memotong
saat aku bicara. Abimana membuatku merasa bahwa hubungan kami
memang "kita" dan tidak berfokus pada dirinya saja. Setelah punya
hubungan buruk dengan vokalis band yang sangat "aku", Abimana
membuatku merasa memiliki hubungan dewasa yang tidak
mengekang, tetapi tetap terhubung.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Kalaupun ada yang sedikit mengganjal, itu hanya tentang John Wick,
karena biasanya dia hanya kuparkir di kantor ketika Abimana datang
menjemputku saat kami akan keluar bersama. Kadang-kadang aku
merasa sedikit bersalah karena mengabaikannya. Biasanya John Wick
yang selalu menemaniku ke mana pun. Seperti selingkuh tipis-tipis,
tetapi dia hanya pasrah karena tidak berdaya untuk melarangku
melakukannya.

Aku baru keluar dari kamar mandi saat ponselku berdering. Bunyinya
berhenti tepat saat hendak aku angkat. Abimana ternyata sudah
menghubungiku sampai 6 kali. Tidak biasanya dia menelepon
beruntun seperti itu. Biasanya dia memberi jeda cukup lama saat 2
panggilan pertamanya tidak aku angkat karena ponselku ketinggalan di
ruang kantor, sementara aku berada di showroom atau mengecek
tukang yang sedang bekerja. Mungkin karena dia tahu aku sedang
sibuk, dan dia tidak ingin mengganggu. Itu hal lain yang aku sukai dari
Abimana. Dia tidak terkesan memaksakan diri berada di daftar paling
atas dari prioritasku.

Aku segera menghubunginya kembali. Hari ini kami memang janjian


bertemu. Pasangan pekerja yang seperti kami memang hanya punya
banyak waktu di akhir pekan, saat kami tidak dikejar waktu untuk
segera mengakhiri pertemuan.

"Sori, tadi aku di kamar mandi," kataku setelah menjawab salam


Abimana. "Ada apa?" Telepon tanpa jeda bukan gayanya, jadi pasti
ada yang sangat penting. Janji temu kami masih sekitar 2 jam lagi, jadi
kemungkinannya Abimana membatalkan pertemuan karena ada
kegiatan penting yang tidak bisa ditinggalkan.

"Aku ada di depan rumah kamu," jawaban Abimana di luar dugaanku.

Aku membeku sejenak. Abimana tahu rumahku, tetapi dia belum


pernah mampir. Biasanya dia menjemputku di kantor, dan setelah

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

selesai jalan bersama dia mengantarku kembali ke sana, lalu aku akan
pulang dengan John Wick. Beberapa minggu lalu, kami nonton film
dan pulang cukup larut. Waktu itu hujan lebat sehingga jarak pandang
sangat pendek. Meskipun aku sudah melarang, Abimana berkeras
mengiringiku dan John Wick dari belakang sampai ke rumah, jadi dia
tahu alamatku.

Kami sudah jadian resmi lebih dari sebulan, tetapi waktu itu masih
terlalu singkat untuk membawanya ke rumah dan memperkenalkannya
dengan Mama. Di umur seperti sekarang, aku merasa butuh hubungan
yang stabil dulu sebelum membawa seorang laki-laki menemui Mama.
Aku harus benar-benar yakin. Aku tidak mau membuat kebahagiaan
Mama berumur singkat karena hubungan yang aku jalin ternyata hanya
sesaat.

Jadi biasanya, saat Abimana mengatakan akan menjemputku di rumah


saat akhir pekan, aku akan mencari alasan supaya kami bertemu di luar
saja. Tampaknya kali ini aku kecolongan karena dia sudah berada di
depan rumahku. Aku tidak punya pilihan selain mengajaknya masuk.
Masa iya aku menyuruhnya menunggu di mobil sementara aku
bersiap-siap?

"Tunggu, aku turun sekarang." Aku buru-buru menyisir rambut yang


berantakan.

Gerakanku rupanya tidak cukup cepat, karena Mama sudah membuka


pintu depan saat aku baru menginjak anak tangga yang pertama.
Samar-samar, aku bisa menangkap percakapan perkenalan Mama dan
Abimana.

"Silakan masuk, Ambar masih di atas."

"Aku sudah di sini kok." Aku buru-buru menginterupsi percakapan


Mama dan Abimana.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Abimana mengulurkan parsel buah yang dibawanya kepadaku.

"Terima kasih, seharusnya nggak usah repot-repot." Aku meraih parsel


itu, sengaja mengabaikan pandangan Mama yang bertanya-tanya. Aku
tahu kami akan melakukan percakapan berbau interogasi setelah
Abimana pergi. Rencanaku memberi jarak lebih lama sebelum
memperkenalkan mereka sudah gagal. "Masuk yuk!"

Mama ikut duduk dan berbasa-basi sebentar sebelum pamit ke dalam.


Aku bisa membaca tatapan sebalnya padaku. Dia pasti sudah menduga
hubunganku dengan Abimana. Seorang laki-laki yang datang
berkunjung dengan membawa buah tangan di akhir pekan tidak
mungkin hanya teman biasa. Mama pasti jengkel karena aku tidak
pernah mengatakan dekat dengan siapa pun, dan tiba-tiba saja
seseorang datang menyambangi rumah kami.

**

"Ibu kamu suka apa?" tanya Abimana saat kami sudah meninggalkan
rumahku. Seperti biasa, kami memakai mobilnya. Aku tidak mungkin
memintanya meninggalkan mobilnya di rumahku dan mengajak John
Wick yang menemani kami. Menyodorkan John Wick supaya
dikemudikan Abimana juga berlebihan. Lagi pula, selama ini, selain
aku, hanya Pandu yang yang mengemudikan John Wick. "Seharusnya
aku menanyakannya dulu sama kamu supaya bisa membawakan
sesuatu yang istimewa untuk beliau."

"Kamu nggak perlu membawa apa-apa saat datang ke rumahku."

"Kesannya kan nggak sopan, Ambar. Sebagai pasangan kamu, aku


ingin menampilkan kesan yang baik. Aku pengin ibumu merasa
nyaman saat melepasmu keluar bersama aku, karena dia tahu aku bisa
dipercaya."

"Kamu tadi datang membawa buah." Aku tertawa kecil mendengar


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

pemikiran Abimana yang terlalu jauh.

"Buah kan bukan sesuatu yang istimewa. Hobi ibu kamu apa?"

"Ngumpulin berlian. Kebetulan Mama lagi nyari-nyari berlian pink


dari Afrika. Dia pasti senang banget kalau kamu bawain itu." Tawaku
makin menjadi melihat ekspresi Abimana. "Bercanda. Mama nggak
suka perhiasan kok. Apalagi yang mahal-mahal. Mama suka tanaman.
Kalau kamu perhatikan, pasti tadi lihat banyak banget tanaman hias di
rumah. Mama punya kebun kecil di belakang rumah. Untuk cari
kelakuan baik sama Mama, kamu cukup bawa anakan anggrek atau
aglonema saja, pasti nilai kamu langsung A++."

"Tanaman hias ya?" Abimana mengangguk-angguk. "Kebetulan, ibuku


juga suka tanaman. Tanaman hias, maupun tanaman buah. Halaman
belakang rumah kami sudah mirip hutan karena sejak dulu dijejali
dengan berbagai jenis tanaman." Abimana ikut tertawa kecil. "Mereka
pasti cocok."

Halaman belakang yang mirip hutan. Entah mengapa aku merasa


halaman belakang rumahnya pasti luas.

"Kita mau makan di mana?" aku mengalihkan percakapan dari


tanaman. Tentu saja aku suka melihat rimbun tanaman yang ditata asri,
tapi bukan tipe yang betah bermain tanah berlama-lama seperti Mama.
Aku tidak sesabar itu. Hobi berkebun atau menanam bunga
memerlukan komitmen yang melibatkan hati, dan hasilnya tidak
instan. Butuh waktu untuk menyemai benih, atau menumbuhkan
sehelai daun dari tanaman yang baru ditanam. Aku lebih suka
melakukan sesuatu yang langsung kelihatan hasilnya saat dikerjakan.

"Terserah kamu saja," jawab Abimana.

"Jangan terserah aku dong. Mungkin saja tempat yang aku pilih nggak
sesuai dengan selera kamu."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Aku nggak rewel soal makanan kok. Apalagi kalau makannya sama
kamu."

Aku langsung tertawa mendengar ucapan Abimana.

Abimana menoleh. "Kenapa, kok ketawa?"

"Kalau ingat ekspresi kamu saat pertama kali kita ketemu, aku beneran
nggak menyangka kamu bisa mengeluarkan rayuan garing seperti itu."
Aku masih ingat bagaimana dia membolak-balik tangannya setelah
kami bersalaman.

"Nggak usah diingatkan lagi!" Meskipun nadanya menggerutu, tapi


Abimana tersenyum. Manis. Bikin berdebar-debar. Untung berdebar-
debarnya setelah jadian sehingga aku tidak dibayangi kemungkinan
terjebak dalam kisah kasih tak sampai lagi. Bikin capek hati.

Sudah menjelang sore saat Abimana mengantarku kembali ke rumah.


Dia langsung pulang setelah pamit pada Mama.

Mama langsung menyeretku ke ruang tengah begitu mobil Abimana


hilang dari pandangan.

"Sudah berapa lama kalian dekat?" tampang Mama tampak masam.


Senyumnya saat melepas Abimana tadi sudah raib. "Kok kamu nggak
bilang-bilang sama Mama kalau sudah punya teman dekat?"

"Belum lama. Makanya aku belum sempat bilang sama Mama."

"Seberapa serius?" nada Mama terdengar mendesak. Sindrom keponya


jelas terlihat.

Aneh juga. Padahal biasanya Mama tidak pernah terlalu ambil pusing
dengan urusan asmaraku yang kering kerontang. Ini mungkin karena
Mama takjub karena aku akhirnya menemukan pasangan yang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

berkualitas. Sopan, mapan, dan ... ehm... tampan.

"Ya, seriuslah, Ma. Masa di umur segini aku mau cari pasangan
sekadar main-main saja sih?"

Bukannya semringah, dahi Mama malah makin berkerut. "Terus Pandu


gimana?"

Mataku sontak membelalak. Mulutku pasti bisa menampung bola tenis


karena menganga lebar. "Apa hubungannya dengan Pandu?" Ada-ada
saja.

Bahu Mama melorot. "Mama tidak meragukan kemampuanmu menilai


orang yang akan menjadi pasanganmu, Mbar. Tapi Mama lebih suka
Pandu yang menjadi menantu Mama. Kamu lihat sendiri kan
baagaimana dia mau terlibat merawat Ayah dulu? Dia menolak masuk
kamar dan rela tidur di sofa supaya bisa mendengar kalau-kalau Ayah
terbangun tengah malam dan harus ke kamar mandi." Mama mengusap
air mata yang turun membasahi pipinya. "Ketika Ayah benar-benar
sudah tidak berdaya, Pandu yang lebih sering mengganti popoknya
daripada Mama. Padahal kita sama sekali nggak punya hubungan
darah, tapi dia begitu menyayangi kita. Kalau sama ayahmu saja dia
bersikap seperti itu, apalagi sama pasangannya. Mama akan tenang
kalau melepasmu pada Pandu, karena yakin dia tidak akan pernah
menyakitimu."

**

Untukku, apresiasi pembaca penting banget. Itu kayak take and


give. Aku ngasih bacaan, pembaca ngasih bintang, supaya aku bisa
tahu berapa pembaca aktif novel ini (ehem... jadi bisa ngitung
berapa yang akan beli setelah cetak nanti. hehehe...)

Jadi biasanya, setelah babnya masuk belasan, dan aku sedang


nggak sibuk, aku akan update berdasarkan jumlah bintang yang
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

masuk. Makin bagus respons pembaca, makin sering di-update.


Sekarang aku sedang lowong, jadi aku pikir bisalah update tiap hari
atau paling nggak, 2 hari sekali. Tapi ternyata bintangnya seret
banget. Jadi ya, balik ke regulary update per minggu aja.

Oh ya, buat grammar nazi yang baru main di lapakku, aku ingetin
ini masih naskah mentah banget ya. Belum melewati proses
swasunting yang memadai, jadi kalau ada typo atau pengulangan
kata yang nggak seharusnya, dan bikin mata dan jempol kalian
gatal, harap dimaklumi. Dikomplain pun nggak akan dibenerin.
Proses swasunting dan penyuntingan oleh editor akan dilakukan
setelah naskahnya selesai ditulis dan siap untuk diterbitkan.

Trus satu lagi, buat yang ngikutin The Runaway Princess di Storial,
maaf karena slow update. Aku udah uninstall aplikasi Storial
karena lebih sering error daripada lancarnya. Dan karena udah
nggak punya aplikasinya di ponsel, jadi rada males bukanya di
browser. Aku akan omongin dulu dengan petinggi Storial soal nasib
naskah itu, karena udah telanjur kontrak. Cuman jujur, sebel sih
dengan aplikasi yang lelet, walaupun royaltinya sangat menjanjikan.

Tengkiiiiuuuu soberimac. lope-lope yuol....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Empat


Tanpa perlu Mama uraikan panjang lebar, aku sudah tahu sebaik dan
seloyal apa Pandu pada keluarga kami. Mungkin karena itu pulalah
aku butuh waktu cukup lama untuk mengatasi kisah kasih tak
sampaiku. Susah juga kan, move on sementara orang yang menjadi
alasan patah hati terus berkeliaran tanpa prasangka di sekitar kita?
Yang ada malah sedih campur dongkol terus-terusan bertatap muka
dengan orang yang buta hati itu!

Aku juga tidak menyalahkan Mama karena memiliki harapan untuk


melihat aku dan Pandu bersatu. Aku yakin semua ibu yang
menyayangi anaknya pasti menginginkan calon menantu yang sudah
mereka kenal kepribadiannya. Dan orang seperti Pandu yang tidak
pernah keberatan direpotkan untuk urusan seremeh apa apa pun akan
menjadi calon menantu favorit semua ibu.

"Ma," kataku pelan sambil meraih tangan Mama yang tampak


emosional saat mengingat semua yang sudah Pandu lakukan selama
mendiang Ayah sakit. Mungkin juga Mama teringat betapa kuat
ikatannya dengan Ayah. Mereka bersama benar-benar sampai maut
memisahkan. Cinta yang bahkan tidak lantas luntur setelah terpisah
alam. "Hubunganku dan Pandu hanya sebatas sahabat. Aku malah
yakin dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri. Hubungan itu
tidak akan berubah arah menjadi hubungan asmara. Mama pasti tahu
kalau perasaan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Harapan dan
kenyataan seringnya nggak sejalan."

Mama mengempaskan tubuh di sofa. "Mama tahu," desahnya pasrah.


"Tapi Mama pikir kebersamaan kalian itu hanya masalah waktu saja.
Kamu tidak pernah punya punya pacar selama beberapa tahun ini.
Umur hubungan Pandu dengan pacarnya yang terakhir juga singkat
banget, dan dari cara dia menjalaninya, kelihatan banget kalau dia
hanya setengah hati. Mama kira, kalian akhirnya menyadari kalau
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kalian benar-benar cocok. Dan Mama tidak perlu melalui proses


adaptasi dengan orang yang benar-benar baru sebagai calon menantu."

"Kami memang cocok, Ma." Aku ikut duduk di sisi Mama. Wajah
yang muram itu membuatku ikut sedih. Masalahnya, Mama
mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. "Kami cocok
sebagai sahabat. Sebagai saudara. Tapi tidak lebih. Pandu tidak pernah
melihatku sebagai perempuan. Apalagi jatuh cinta padaku!"

"Kata siapa?" bantahan Mama spontan terlontar. Kali ini dia terdengar
bersemangat. "Mama yakin Pandu suka sama kamu! Mama bisa lihat
dari cara dia memperlakukan kamu. Cara dia menatap kamu. Kamu
saja yang tidak peka."

Aku nyaris memutar bola mata mendengar halusinasi Mama. "Pandu


pasti akan menyatakan perasaannya kalau dia benar-benar jatuh cinta
padaku, Ma. Pengecut itu bukan karakter Pandu." Aku yakin Pandu
tidak akan mencintai seseorang dalam diam, seperti yang dulu pernah
kulakukan. Memilih patah hati daripada mengungkapkan perasaan
bertentangan dengan kepribadian Pandu yang aku kenal. Dia juga
bukan tipe yang takut penolakan. Jadi alasan mengapa hubungan kami
tidak pernah bergeser dari posisi yang sekarang adalah karena dia
memang tidak pernah melihatku sebagai perempuan yang
menggetarkan hatinya.

"Dia pasti punya alasan mengapa belum mengutarakan perasaannya,"


Mama tetap bertahan pada pendapatnya.

Kali ini aku benar-benar memutar bola mata. "Kalau begitu, apa pun
alasannya, itu salah besar. Perempuan butuh pernyataan. Kepastian.
Aku yakin hampir semua perempuan lebih suka menjalani hubungan
yang pasti daripada menunggu sesuatu yang belum tentu akan
terwujud." Aku segera melanjutkan, sebelum Mama salah paham dan
mengira aku mengharapkan Pandu. "Lagian, aku sudah bersama

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Abimana. Mama nggak punya pilihan selain beradaptasi dan mencoba


mengenalnya. Dia mungkin tidak bisa menjadi sopir dadakan Mama,
tetapi dia baik banget."

Mama masih merenung, seolah tidak mendengar kata-kataku. "Apa


Pandu terbebani dengan apa yang dikatakan Ayah saat mereka dulu
membicarakan kamu?"

"Mengapa Ayah dan Pandu harus bicara tentang aku?" aku balik
bertanya, bingung. Apakah yang baru saja dikatakan Mama
berhubungan dengan janji yang pernah disebut-sebut Pandu tempo
hari? Waktu itu aku sama sekali tidak menangkap kesan bahwa janji
itu spesifik tentang diriku. Aku pikir itu adalah janji supaya Pandu
tidak memutus hubungan dengan kami sepeninggal Ayah yang dia
kagumi. Pandu dibesarkan oleh ibunya sebagai orangtua tunggal, jadi
aku mengerti mengapa dia merasa terikat pada Ayah. Dia pasti
menemukan sosok yang selama ini dicarinya dalam diri ayahku.

"Mungkin Mama harus bicara dengannya."

Aku langsung menggeleng-geleng. "Mama tidak boleh membicarakan


prospek hubungan denganku pada Pandu! Itu sama saja dengan
membebaninya dan membuatnya memikirkan terikat denganku karena
harapan Mama. Aku sudah punya Abimana. Dan aku juga tidak akan
mempertimbangkan Pandu hanya untuk menyenangkan Mama. Maaf,
Ma. Tapi ini hidupku. Aku akan berkompromi tentang apa saja dengan
Mama, kecuali urusan pasangan."

Mama mencibir padaku. "Mama hanya mau bicara tentang apa yang
Pandu dan ayah kamu dulu bahas, Mbar. Bukan nyodorin kamu ke
Pandu. Nggak mungkin juga Mama memaksakan kehendak untuk
menjodohkan kalian kalau Pandu memang tidak punya perasaan apa-
apa sama kamu. Mama juga nggak sebodoh itu sampai mau
mengorbankan kebahagiaan anak sendiri."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Untuk apa membahas apa yang mungkin sudah nggak Pandu ingat
lagi, Ma? Lebih baik nggak usah diungkit-ungkit lagi," aku mencoba
membujuk Mama untuk mengurungkan niat bicara dengan Pandu.
Mama bisa saja bilang dia tidak akan menyodorkan aku, tapi melihat
betapa sayangnya Mama pada Pandu, apa saja bisa terjadi, kan? Lebih
baik mencegah sebelum hal itu terjadi.

**

"Semoga ibumu suka tanaman ini."

Dahiku berkerut begitu melihat pot yang ada di bagasi mobil Abimana.
Bentuknya aneh. Tanaman itu hanya berupa daun tak utuh sehingga
tampak seperti jari-jari. Sebelah sisinya berwarna kekuningan, dan
sebelahnya lagi berwarna hijau. Aku yakin Mama belum punya
tanaman unik seperti ini.

"Ini namanya apa?" Aku tetap bertanya meskipun tahu jika aku tidak
familier dengan berbagai nama tanaman.

"Kata ibuku, namanya philodendron minima." Abimana meringis.


"Jangan tanya lebih detail. Aku menghabiskan banyak waktu di kantor,
bukan mengurus tanaman."

Aku menatapnya awas. "Ini pasti mahal ya?" Biasanya, semakin aneh
dan konyol bentuk tanaman, semakin kurang aja pula harganya.
Mungkin itu yang jadi alasan mengapa kebun kecil Mama belum
kedatangan tanaman seperti ini.

Kali ini Abimana tertawa. "Ini gratis kok. Ibuku nunjukin tanaman ini
saat aku bilang mau ngasih tanaman untuk ibu kamu. Tadinya mau
sekalian bawa dengan yang pink princess, tapi Ibu bilang mau diganti
potnya dulu biar layak jadi oleh-oleh. Nanti aku bawa kalau potnya
sudah diganti."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Ucapan Abimana menyadarkanku akan sesuatu. "Ehm... ibumu tahu


kalau kamu sudah... ehm... punya pacar?"

Abimana mengedikkan bahu. "Aku nggak pernah tertarik sama


tanaman sih, jadi Ibu langsung tahu aku punya pacar saat aku bilang
mau ngasih tanaman untuk ibu temanku."

Melihat tanggapan Abimana, aku yakin dia tidak mengalami


pertentangan dengan ibunya saat membicarakan hubungan kami.

"Masuk yuk," ajakku. "Hari libur gini biasanya Mama lebih sering
menghabiskan waktu mengurus tanamannya." Tadi pagi aku
melanjutkan tidur setelah makan setangkup roti, dan baru terbangun
saat mendengar telepon dari Abimana. Aku hanya mencuci muka dan
menggosok gigi sebelum turun menyambutnya.

Abimana mengangkat pot yang dibawanya dan mengikutiku yang


mengarahkan langkah menuju halaman belakang, tempat Mama
menanam merawat sebagian besar koleksi tanaman hiasnya.

Mama memang ada di sana, tetapi dia tidak sendiri. Dia sedang
bermain tanah dengan Pandu. Rajin sekali. Hari kerja jadi bos bengkel
yang sesekali ikut bermain oli, sekalinya libur, bukannya tidur seharian
seperti aku, dia masih menemani Mama main tanah dan pupuk
kandang yang bau.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Lima

Setelah mengetahui bahwa Mama mengharapkan Pandu menjadi


pasanganku, rasanya jadi agak aneh melihat Abimana dan Pandu
berada di tempat yang sama seperti sekarang. Iya, aku tahu jika Pandu
tidak punya perasaan apa pun padaku, tetapi harapan Mama
membuatku merasa tidak nyaman.

Untunglah kecanggungan yang aku khawatirkan karena sikap Mama


yang berada di pihak Pandu sama sekali tidak terbukti. Senyum Mama
selebar tarikan bibir Pandu saat melihat kedatangan kami. Walaupun
kadang-kadang berlebihan, Mama memang bukan ratu drama. Dia
menghargai pendapatku sebagai anak. Aku mengaguminya itu hal itu.

"Wah... Minima!" Mama menerima pot yang diulurkan Abimana.


Pengetahuannya tentang tanaman hias jelas berada jauh di atasku.
"Kamu nggak perlu membawa oleh-oleh seperti ini. Philodendron
jenis ini kan mahal banget. Rasanya jadi seperti merampok kamu."

"Ini nggak dibeli kok, Bu," Abimana mengulang penjelasan yang tadi
dikatakannya kepadaku. "Kebetulan ibu saya juga suka tanaman, dan
dia berhasil membudidayakan beberapa jenis tanaman. Ini salah
satunya."

"Hai," Pandu ikut menyambut Abimana. Dia memperlihatkan


tangannya yang kotor dengan pandangan menyesal ketika Abimana
mengajak bersalaman. "Sori," katanya sambil tertawa kecil.
"Salamannya nanti saja ya. Pandu," dia menyebut namanya.

"Ngobrol di dalam saja, Mbar," sela Mama. "Di sini kotor. Mama dan
Pandu nyusul setelah selesai membenahi semuanya." Mama menunjuk
tumpukan tanah yang sudah dicampur pupuk kandang, arang sekam,
akar-akaran yang sudah mati, dan pot-pot kosong yang harus diisi
dengan tanaman yang masih berjajar dalam polybag.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku lantas mengajak Abimana masuk ke ruang tengah sebelum dia


menawarkan diri membantu Mama di kebunnya. Penampilannya hari
ini tidak cocok untuk ikut bermain pupuk kandang. Bisa-bisa celana
dan kemejanya terkena kotoran. Kami harus mengunjungi acara di
tempat temannya. Aku yakin Abimana tidak pernah berada di tempat
umum dengan pakaian berlepotan pupuk kandang yang bau. Aku tidak
mau jadi pacar pertama yang membuat penampilannya ternoda.

"Pandu itu sepupu kamu?" tanya Abimana setelah kami duduk di


ruang tengah.

Tentu saja aku sudah menyebutkan statusku sebagai anak tunggal


kepada Abimana di awal-awal proses pendekatan. Jadi pertanyaannya
terdengar wajar. Kalau bukan sepupuku, siapa lagi orang yang
berdedikasi nongkrong di kebun bersama Mama pagi-pagi?

Aku hanya belum pernah bercerita tentang Pandu. Hubunganku


dengan Pandu memang dekat, tapi aku belum merasa perlu
menyebutkannya kepada Abimana. Tidak terlalu penting juga kan
ujug-ujug menyebutkan nama Pandu yang tidak ada hubungan darah
denganku. Aku pikir, seiring waktu, mereka toh akan bertemu juga.

"Pandu bukan sepupuku," jawabku terus-terang. "Dia itu...," Aku diam


sejenak untuk mencari kata yang cocok, "... kakak angkatku." Kami
berbagi warisan dari Ayah. Bukankah hanya saudara yang menerima
warisan dari ayah mereka? Karena kami tidak punya ikatan darah, jadi
saudara angkat pasti lebih cocok untuk menggambarkannya. Aku
yakin Ayah memang sudah menganggap Pandu sebagai anaknya.

Abimana tersenyum. "Aku pikir ibumu adalah satu-satunya orang


yang harus aku dekati untuk mendapatkan restu. Ternyata kamu malah
punya kakak laki-laki."

Aku mengibas. "Jangan khawatir tentang Pandu. Dia bukan kakak

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sungguhan, jadi dia nggak akan ikut campur dalam kehidupan


pribadiku." Secara singkat, aku menjelaskan proses masuknya Pandu
dalam keluargaku.

"Pandu sudah menikah?"

Pertanyaan itu membuatku tertawa. Pernikahan sepertinya masih


terlalu jauh untuk seorang Pandu. Dia bahkan tidak tahu bagaimana
cara memelihara sebuah hubungan. Dia lebih menikmati perannya
menjadi sopir Mama daripada menjaga perasaan perempuan yang
sedang dekat dengannya. "Belum. Tapi semoga dia akan segera
menemukan seseorang yang akan membuatnya memikirkan
pernikahan."

Abimana mengangguk setuju. "Iya, semua orang memang akan


memikirkan pernikahan di saat yang tepat, dan bertemu orang yang
tepat."

Topik pernikahan terlalu berat untuk ukuran hubungan kami yang


seumur kecambah, jadi sku buru-buru mengalihkan arah percakapan
sebelum Abimana berpikir aku menggiring obrolan ke arah sana untuk
minta dilamar. Laki-laki biasanya takut pada perempuan yang terkesan
terburu-buru dan agresif, kan?

"Ibumu beneran nggak apa-apa tanamannya kamu ambil?" Reaksi


Mama saat menerima si dendron-dendron minima yang dibawa
Abimana tadi membuatku yakin jika tanaman itu memang benar-benar
mahal. Padahal Mama biasanya cuukup royal untuk hobi berkebunnya.

"Itu malah Ibu yang menunjukkan tanaman mana yang harus aku bawa
ke sini. Aku kan beneran buta soal tanaman."

Pandu muncul sekitar setengah jam kemudian. Seragam kebunnya


sudah dilepas. Dia meletakkan cangkir kopi yang dibawanya dari
belakang di atas meja sebelum mengulurkan tangan kepada Abimana.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Mereka bersalaman.

"Akhirnya aku yakin pacar Ambar itu nyata, bukan imaginary


boyfriend yang dia ciptakan karena kelamaan jomlo," katanya sambal
menyeringai lebar. "Soalnya dia sudah heboh sejak beberapa bulan
lalu, tapi yang diceritain tidak pernah kelihatan wujudnya."

Aku menatapnya sebal.

Abimana ikut tersenyum. "Soalnya baru dapat lampu hijau untuk


berkunjung ke sini, Mas."

"Kamu nggak harus mengantar Mama ke pasar atau ke mana gitu?"


Walaupun dimulai dengan sangat halus, aku mulai merasakan aroma
investigasi. Lebih baik menyingkirkan Pandu daripada membuat
Abimana merasa tidak nyaman.

"Hari ini Ibu mendedikasikan waktunya untuk tanaman." Pandu


bersandar santai di punggung sofa. Kelihatannya dia akan melekat
lama di sana. Dia kembali menatap Abimana. "Orang yang bisa
mengalihkan perhatian Ambar dari mobilnya pasti istimewa."

"Jangan bawa-bawa John Wick dong!" selaku sengit. Porsi Abimana


dan John Wick tentu saja beda. Meskipun cinta setengah mati pada
John Wick, aku menyadari kalau aku tetap saja perempuan yang penuh
dengan berbagai emosi, yang membutuhkan pasangan untuk berbagi.
Kebutuhan yang mustahil dipenuhi oleh John Wick.

Anehnya, Abimana dan Pandu kompak tertawa mendengar


pembelaanku yang spontan pada John Wick. Dengan ekspresi seperti
itu, mereka tidak tampak seperti orang yang baru saja berkenalan.

Pandu menunjukku. "Lihat kan, dia langsung defensif begitu mobilnya


disebut. Orang yang menjadi pasangan Ambar harus sangat toleran,
karena sebagus apa pun mobilnya, sulit membujuknya duduk di kursi
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

penumpang dan meninggalkan kemudi mobil antiknya."

"Tidak masalah. Saya bisa kompromi kok, Mas," sahut Abimana


dengan nada bercanda. Tampaknya dia lebih memihak Pandu yang
berniat mengejekku.

"Ambar juga bisa ngambek untuk hal-hal remeh," lanjut Pandu.


"Seperti sekarang. Kamu harus membiasakan diri."

"Saya juga punya adik perempuan, Mas. Jadi sudah biasa berhadapan
dengan mood yang jelek."

Sepertinya tidak ada masalah kalau aku meninggalkan Abimana untuk


ngobrol bersama Pandu, karena dalam pengamatan sekilas pada
interaksi mereka, aku yakin Abimana akan bisa mengatasi investigasi
Pandu, kalau dia memang bermaksud melakukannya. Abimana tidak
butuh bantuanku untuk menyelamatkannya. Jadi, aku pamit ke kamar
untuk mandi.

Siang ini, aku dan Abimana akan ke Sidoarjo untuk menghadiri


pembukaan cabang restoran milik temannya. Ajakan itu dia sampaikan
kemarin. Ini untuk pertama kalinya kami bepergian keluar kota
bersama. Biasanya kami hanya berputar-putar di dalam kota, meskipun
masuk ke tempat hiburan atau restoran yang berbeda.

Saat turun kembali, aku melihat Mama sudah bergabung dengan


Abimana dan Pandu. Seandainya aku belum pernah bicara soal
harapan Mama tentang Pandu, situasi itu akan membuatku gembira,
karena keterlibatan Mama dengan pasanganku menandakan
penerimaan. Sekarang aku hanya bisa melihatnya sebagai sopan-
santun tuan rumah. Semoga saja Mama akan segera melupakan
harapannya setelah menyadari bahwa aku dan Pandu memang hanya
ditakdirkan menjadi saudara.

"Tadi ngobrol apa saja dengan Mama dan Pandu?" tanyaku saat mobil
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

yang dikemudikan Abimana sudah cukup jauh meninggalkan


rumahku.

"Hanya basa-basi saja. Nggak ada yang penting. Ibu dan kakakmu
ramah banget."

Iya, Mama dan Pandu memang ramah. Semua orang yang mengenal
mereka akan sependapat. Karena itu, Mama yang aku yakin belum
ikhlas menerima Abimana pun dapat bersikap adil dengan tidak
menunjukkan isi hatinya terang-terangan.

"Aku lega karena disambut dengan tangan terbuka di keluargamu."


Abimana mengulurkan sebelah tangannya untuk menggenggam
tanganku sejenak. "Diterima itu rasanya menyenangkan."

Aku hanya bisa meringis dan berdoa dalam hati. Semoga saja Mama
segera move on dari Pandu. Abimana tidak kalah berkualitas. Dan
yang penting, dia mencintaiku.

**

Dua minggu yang lalu aku nunggu vote-nya tembus 4K untuk


update. Tapi nggak tembus-tembus. Minggu lalu, pas aku mau
update, ternyata aku nggak bisa masuk Watty karena lupa password
setelah mengganti PW email. Baru semalam berhasil masuk setelah
ngutak-atik lama.

Fast update masih pake goal vote ya. Kalau nggak, emang bakal
slow. semoga aja naskahnya bisa kelar di Watty sebelum malah
keduluan terbit gegara nunggu vote pembaca. lopyu, Gengs.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Enam


Karangan bunga berisikan ucapan selamat memenuhi bagian luar
gedung restoran milik teman Abimana yang kami datangi. Tempatnya
luas. Saat memasuki bagian dalam restoran, aku langsung menyadari
kalau suasananya sangat mirip dengan restoran yang sering kami
kunjungi. Irama gending, meja dan kursi kayu, ornamen khas Jawa,
dan gazebo-gazebo di halaman belakang yang terbuka. Lengkap
dengan taman dan kolam ikan.

"Ini cabang restoran di dekat kantorku, kan?" bisikku pada Abimana


yang menggandeng tanganku.

"Kok tahu?"

"Suasananya mirip banget." Kelihatannya acara pembukaan sudah


lumayan lama dimulai karena piring-piring di atas meja yang terisi
tamu sudah banyak yang kosong, walaupun ada juga tamu yang
sedang menikmati makanannya. "Kok Mas Abi nggak pernah bilang
kalau itu restoran teman kamu sih, Mas?" protesku.

"Kalau aku bilang pemiliknya adalah sahabatku, kamu nggak akan


berani protes seandainya masakannya nggak sesuai dengan selera
kamu, kan?"

Iya juga sih. Tapi aku tidak pernah bermasalah dengan ccita rasa
masakan di restoran itu. Yang jadi masalahku adalah harganya, tetapi
aku juga tidak bisa komplain karena Abimana yang membayarnya.

"Yuk, kita cari Rizky dulu sebelum duduk." Abimana mengajakku


mendekat ke bagian tempat para pegawai restoran hilir mudik
membawa makanan atau piring kotor. Pasti dapur. Kelihatannya
Abimana lumayan familier dengan tempat yang baru dibuka untuk
umum ini. Aku yakin dia sudah pernah ke sini sebelumnya.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Rizky owner merangkap chef?" tanyaku kagum. Laki-laki yang jago


memasak, apalagi menjadikan memasak sebagai profesi selalu
mendapatkan respekku.

Abimana tersenyum sambil menggeleng. "Dia owner yang control


freak. Jadi biasanya dia berkeliling sampai ke dapur, tidak hanya
tinggal di ruang kerjanya."

"Pemilik bisnis restoran memang harus begitu, kan? Kualitas makanan


yang disajikan dan pelayanan harus sempurna karena tamu restoran
adalah pelanggan yang paling rewel di antara semua jenis pelanggan.
Orang sangat sensitif saat berhubungan dengan makanan, karena
makanan sifatnya personal."

"Kamu kedengaran seperti Rizky," ujar Abimana. "Kalian pasti


cocok."

Aku memang ingin cocok dan diterima teman Abimana, sebagaimana


dia diterima oleh teman-temanku. Widy memang masih menganggap
Abimana kurang supel, tapi seperti sahabat yang baik, dia menghargai
pilihanku. Meskipun ya, dia masih kerap mengomel di belakang
Abimana.

Seseorang muncul dari lorong yang menghubungkan bagian depan


restoran dengan dapur. Senyumnya tampak lebar.

"Itu Rizky," kata Abimana.

Dia... Rizky? Jujur, aku terkejut. Abimana memang tidak pernah


membahas temannya ini secara spesifik, tapi dari namanya, aku
berasumsi jika Rizky adalah seorang laki-laki, bukan perempuan yang
sangat cantik.

Rambutnya yang di-ombre cokelat di-blow ikal dan dibiarkan tergerai


di depan dada. Dandanannya natural. Itulah yang kusebut dengan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

makeup no makeup look. Dia terlihat menakjubkan. Tampilannya


mencerminkan pengusaha muda yang sangat sukses.

"Kok telat sih?" Rizky berhenti di depan kami.

"Bukannya kamu yang terlalu cepat memulai acaranya?" sambut


Abimana. Dia menoleh padaku. "Kenalkan, ini Ambar."

"Hai." Rizky mengulurkan tangannya padaku. Pantas saja Abimana


ketakutan saat pertama kali melihat kukuku, karena jari-jari dan kuku
temannya tampak sangat terawat. "Terima kasih sudah datang ya.
Balik ke depan, yuk," ajak Rizky ramah. "Di sini bukan untuk tamu."

Bukan hanya jari-jari dan kukunya yang indah, telapak tangan Rizky
pun sangat lembut. Kalau dia memang bisa memasak dan menikmati
menghabiskan waktu di dapur, dia pasti memakai sarung tangan
khusus sehingga telapak tangannya tidak terkontaminasi dengan warna
bumbu dan spons cuci piring yang bisa membuat telapak tangannya
menjadi kasar, atau bahkan kapalan. Krim tangannya pasti
menggunakan formula terbaik untuk melembutkan. Semoga saja
kulitnya tidak iritasi karena bersentuhan dengan telapak tanganku yang
lebih tebal.

Rizky menggiring aku dan Abimana menuju salah satu meja yang
kosong. "Yang lain nggak bisa datang karena ada acara sendiri-sendiri.
Kesetiakawanan makin mahal nih."

"Nggak bisa hadir dalam pembukaan cabang restoran kamu yang


kesekian tidak bisa dibilang nggak setia kawan juga sih. Biasanya hype
pembukaan cabang itu pas cabang kedua saja, kan? Setelah itu sudah
biasa karena cabang-cabang selanjutnya hanya penegasan kalau kamu
makin sukses."

Rizky tertawa. "Serius banget, Bi. Aku kan hanya bercanda." Dia
mengulurkan buku menu yang baru dibawa oleh pegawainya
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kepadaku. "Silakan pesan, Ambar. Kami memakai bahan makanan


organik, jadi bebas pestisida. Kami juga hanya memakai minyak
zaitun dan minyak canola, jadi pelanggan nggak perlu khawatir
dengan konsumsi lemak jenuh."

Pantas saja harga makanannya mahal. "Terima kasih," aku berusaha


terdengar sama ramahnya. Masa sudah dikasih makanan enak yang
sehat secara gratis masih berani pasang ekspresi ngeri karena melihat
harga yang tercantum dalam buku menu?

"Aku menyambut tamu yang baru datang dulu ya. Kalian bebas
memesan apa saja. Jangan sungkan ya, Ambar." Rizky menyentuh
bahuku sebelum bergegas menuju pintu depan saat melihat ada
rombongan yang baru datang.

"Ini cabang restorannya yang keberapa?" tanyaku pada Abimana


setelah Rizky menjauh, menyambut tamu-tamunya dengan antusiasme
yang sama saat melihatku. Dia benar-benar paham makna pelanggan
dalam menjalankan usaha.

"Keempat. Dua di Surabaya, satu di malang, dan yang ini. Dia


memang ulet."

Rumus usaha yang sukses memang adalah keuletan, kejelian melihat


peluang, dan tentu saja modal. Ketiganya saling menunjang. Usaha
furnitur kami contohnya. Sebelum mendapatkan investor, kami selalu
kelimpungan menyiapkan bahan baku saat ada pesanan khusus.
Pemasaran pun hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut dan
pameran skala kecil karena belum maksimal menggunakan internet
sebagai media untuk memperkenalkan produk.

"Dia sudah menikah?" Entah mengapa, aku malah mengeluarkan


pertanyaan tidak penting seperti itu.

"Belum. Beberapa bulan lalu Rizky baru putus dari tunangannya."


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Ooh...." Apakah perempuan lain juga punya perasaan tidak nyaman


seperti yang mendadak kurasakan saat melihat sahabat dari
pasangannya ternyata luar biasa cantik?

Bukan minder. Aku bukan tipe minderan. Aku percaya diri kok. Aku
tidak pernah merasa terintimidasi oleh penampilan seseorang.

Menemukan perempuan cantik dengan keunikan masing-masing


gampang banget di Surabaya. Aku tidak pernah membandingkan diri
dengan mereka. Aku tidak akan mengamati Rizky dengan saksama
kalau sekadar berpapasan dengannya di salah satu mal.

Perasaan kurang nyaman yang menghinggapiku mungkin karena


Rizky adalah sahabat Abimana, dan dia masih lajang. Bersahabat
dengan perempuan seperti itu pastilah membuat Abimana punya
standar sendiri tentang perempuan yang menurutnya menarik.
Seharusnya aku merasa senang karena dengan memilihku sebagai
pasangan, berarti aku telah memenuhi standarnya yang tinggi itu. Tapi
entahlah, alih-alih gembira, aku malah tidak nyaman dengan apa yang
sekarang kupikirkan.

Tunggu dulu, apakah aku sedang merasa cemburu pada sahabat


Abimana? Gagasan itu membuatku semakin gelisah. Aku menerima
Abimana sebagai pasangan tentu saja karena aku menyukai dan
merasa nyaman bersamanya, bukan karena perasaan cinta yang
menggebu-gebu. Abimana adalah zona aman. Jadi aku tidak mengira
akan merasa terganggu saat bertemu dengan sahabat perempuannya
yang bahkan tampak menyambutku dengan tangan terbuka. Aku
merasa jahat karena berbagai pikiran tentang Abimana dan Rizky.
Seharusnya aku tidak menganalisis persahabatan mereka padahal aku
baru saja bertemu Rizky. Apalagi hanya melihat interaksi mereka
beberapa menit.

"Mau makan apa, Mbar?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku mengalihkan perhatian pada Abimana yang tampak serius


menekuri buku menu seakan-akan sedang membaca laporan yang
rumit. Dia memang selalu fokus saat melakukan sesuatu.

"Soto saja." Aku sudah tidak selapar tadi.

Abimana mengangkat kepala dan menatapku. "Tadi kamu bilang belum


sarapan, kan? Kamu lagi diet?"

Aku buru-buru menggeleng. "Aku nggak berniat diet dalam waktu


dekat kok. Hanya nggak terlalu lapar saja. Kalau makan berat dan
terlalu kenyang, aku malah bisa ketiduran. Kamu pasti bosan nyetir
kalau nggak ditemani ngobrol." Untung saja aku bisa menemukan
alasan yang kedengarannya cukup bagus.

Abimana tersenyum. Dekik pipinya tampak jelas. Sesuatu yang tidak


pernah benar-benar kuperhatikan sebelumnya. Mungkin karena tarikan
bibirnya jarang tampak selebar sekarang. Hatiku terasa mencelus.
Damn, I think I'm in love!

**

Udah siap perang tim? Konflik udah di depan mata nih.

Oh ya, untuk yang punya akun di Karyakarsa, silakan follow


akunku di sana ya. Untuk teman-teman yang sudah baca dan
ngasih dukungan, tengkiuuu soberimac. lopyu ol....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Tujuh


"Apakah laki-laki dan perempuan bisa bersahabat?" Salwa mengulang
pertanyaanku. "Jawabannya bisa berbeda untuk setiap orang, Mbar.
Memang ada sih hubungan antara perempuan dan laki-laki yang
konteksnya murni hanya bersahabat, tetapi banyak juga yang akhirnya
malah saling jatuh cinta, atau salah seorang dari keduanya yang jatuh
cinta. Kamu pernah berada di fase itu, kan?"

Karena aku pernah berada di fase itu, makanya aku bertanya. Dulu aku
jatuh cinta kepada Pandu. Berarti ada kemungkinan kalau Abi atau
Rizky juga bisa jatuh cinta, kan? Tidak peduli siapa yang jatuh cinta
kepada siapa, dan walaupun perasaan itu tak berbalas, tetapi
kemungkinannya tetap terbuka, dan aku berada dalam lingkaran itu.

Atau, mereka pernah bersama sebelum Rizky bertunangan, dan ketika


hubungan mereka tidak berhasil, mereka memutuskan untuk kembali
bersahabat saja. Bisa begitu, kan? Kemungkinan itu juga tetap tidak
menyenangkan untuk dipikirkan.

Kompetisi memacu adrenalin. Sering kali kita malah


membutuhkannya untuk mengeluarkan sisi terbaik dari diri kita. Tetapi
aku tidak pernah memikirkan akan berkompetisi dengan perempuan
lain untuk merebut perhatian laki-laki. Tidak dulu, tidak sekarang.
Ketika bicara tentang cinta, aku akan sangat konservatif. Memang
bukan sikap yang membanggakan di tengah dengungan kesetaraan
gender di masa kini, tetapi entahlah... bagiku cinta adalah sesuatu yang
sangat pribadi, yang enggan kubicarakan dengan sembarang orang.

"Kenapa kamu harus ribet memikirkan hal-hal yang belum pasti, tetapi
jelas bikin galau sih?" tanya Salwa lagi. "Kalau kamu meragukan
Abimana, coba bayangkan bagaimana perasaannya saat tahu kamu
juga pernah jatuh cinta pada Pandu, dan hubungan kalian masih sangat
dekat sekarang."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Itu berbeda!" protesku. Bisa-bisanya Salwa membandingkan Rizky


dan Abimana!

"Sama saja, kalau Abimana juga pernah jatuh cinta pada Rizky." Salwa
mengangkat telunjuknya padaku. "Ingat, ini kalau lho ya, karena
belum tentu seperti itu. Bisa jadi mereka memang hanya bersahabat.
Please deh, Mbar. Kamu terlalu pintar untuk membiarkan masa lalu
merintangi hubunganmu yang sekarang."

Aku tahu jika masa lalu pasangan adalah hal yang tidak seharusnya
dipermasalahkan, karena hal itu sudah menjadi sejarah. Dan sejarah
pasangan adalah urusannya sendiri, bukan urusan kita, karena kita
tidak ada di sana ketika peristiwa itu terjadi.

Teorinya seperti itu. Tapi kita semua tahu kalau teori dan praktik
tentang perasaan sering kali tidak seiring sejalan. Tidak ada rumus
atau hipotesis yang benar-benar valid ketika berurusan dengan emosi.
Dan cinta adalah emosi yang paling dasar. Di sana ada kebahagiaan,
kekecewaan, kesedihan, dan tentu saja kecemburuan.

Aku menarik napas panjang berulang-ulang, berharap bisa


menjernihkan kepala dari sergapan emosi yang menyesatkan. Ini pasti
gara-gara PMS. Hormon membuatku membesar-besarkan hal yang
sebenarnya remeh. Galau untuk sesuatu yang bahkan belum pasti.

Salwa benar. Masa lalu adalah masa lalu. Sekadar tempat bercermin,
karena orang tidak akan pernah bisa kembali ke sana. Kenapa harus
menyiksa diri dengan memikirkan sesuatu yang belum tentu benar?
Toh apa pun yang terjadi di masa lalu Abi, di masa sekarang, akulah
pasangannya. Lebih baik tidak membuang waktu untuk meragukan
Abimana.

Kegagalan sebuah hubungan biasanya berawal dari keraguan, karena


ragu akan membuat kita mempertanyakan banyak hal yang sebenarnya

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tidak perlu. Menguras energi, dan pada akhirnya kita akan kehilangan
kegembiraan dalam menjalani hubungan.

Pikiran itu membuatku lega. Aku telah bereaksi berlebihan setelah


menyadari kalau perasaanku pada Abimana lebih dalam daripada apa
yang selama ini aku sangka. Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta
pada pasangan, kan? Seharusnya malah lebih bagus karena perasaan
timbal-balik membuat hubungan tidak timpang, karena antuasiasme
menjalaninya akan datang dari kedua belah pihak.

Aku mencoba mengalihkan perhatian dari urusan asmara dengan


memeriksa laporan yang seharusnya kukerjakan beberapa jam lalu,
sebelum akhirnya malah curhat pada Salwa dan bercerita tentang
sahabat Abimana yang cantiknya di luar nalar. Kedua orang tua Rizky
mungkin pernah memenangkan kontes raja dan ratu-ratuan.

"Serius banget!" Suara itu terdengar saat aku sudah fokus dengan
angka-angka yang ada di laporan. Pandu masuk ke ruanganku. Daun
pintuku memang hanya formalitas karena nyaris tidak pernah tertutup.
Dia duduk di depan mejaku. "Makan siang yuk," ajaknya.

Aku spontan melirik pergelangan tangan, meskipun hal itu sebenarnya


tidak perlu. Kemewahan sebagai salah seorang pemilik usaha adalah
aku bisa keluar kapan saja tanpa harus meminta izin kepada siapa pun.
"Makan siang jam sebelas? Yang benar saja!"

Pandu memang jarang sarapan dengan menu yang berat, tetapi


biasanya tidak cepat lapar karena di dekat bengkel ada toko kue dan
roti. Pastrinya juara. Hampir setiap hari dia membeli kue di sana untuk
dinikmati bersama pegawai di bengkel, sehingga jam makan siangnya
bisa mundur sampai jam dua.

"Sekalian ngobrol, Mbar. Ada yang mau aku omongin." Tidak seperti
biasa, Pandu tampak serius.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Ada masalah dengan bengkel?" Itu yang pertama tercetus di benakku.


Bengkel warisan ayah adalah segalanya untuk Pandu. Pasti
masalahnya serius kalau Pandu sudah memutuskan untuk
membicarakannya denganku, karena dia adalah tipe orang yang lebih
suka menyelesaikan masalah sendiri daripada harus melibatkan aku.
"Sertifikat tanah bengkel ada di rumah kok. Pasti diterima sama bank.
Aku yakin nilainya pasti tinggi. Lokasinya kan bagus banget."

Seperti halnya kepemilikan bengkel, tanah tempat bengkel itu


didirikan seharusnya kami bagi dua juga. Tetapi Pandu menolak, dan
membiarkan aku yang memegang sertifikatnya. Aku dan Mama tidak
memaksa. Toh kalau Pandu berubah pikiran, dia bisa meminta haknya
kapan saja, dan kami akan memberikannya.

"Bukan... bukan masalah bengkel kok. Bengkel baik-baik saja.


Keuntungan meningkat. Akhir tahun kamu pasti dapat bonus lumayan
banyak."

"Tante?" aku menebak lagi. Kemarin Mama memasak soto Banjar


andalannya untuk dibawa ke rumah Pandu karena katanya ibu Pandu
sakit. Hubungan Mama dan ibu Pandu sangat dekat. Seperti Pandu,
ibunya juga sudah termasuk keluarga.

"Mama hanya flu saja. Sudah sembuh kok. Tadi sudah masuk kantor."

"Jadi mau ngomongin apa dong?" tanyaku lagi.

Pandu menyeringai lebar. Dia bangkit dari duduknya. "Ngobrolnya


nanti saja di restoran. Yuk, pergi sekarang."

Aku menyambar tas cemberut. "Aku paling benci dibikin penasaran


seperti ini."

Pandu hanya tertawa. Dasar laki-laki! Serabut urat penasaran mereka


pasti pendek dan tipis.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Telepon Abimana masuk saat aku dan Pandu sudah menuju restoran.
Aku langsung mengangkatnya.

"Makan siang?" Aku mengulang pertanyaan Abimana dan menoleh


pada Pandu yang juga spontan melihatku. Dia menggeleng. "Aku
sudah telanjur keluar dengan Pandu nih," jawabku jujur. "Makan
malam saja ya?" tawarku.

Gelengan Pandu pasti menandakan jika dia tidak ingin percakapan


kami diikuti orang lain. Itu sebenarnya juga aneh sih. Biasanya Pandu
tidak punya rahasia. Dia juga sudah tiga kali bertemu Abimana di
rumahku, dan kelihatannya mereka cocok. Mereka terlihat akrab dan
santai saat mengobrol.

"Oke, sebentar aku tunggu di kantor ya." Aku menutup telepon setelah
menyepakati makan malam bersama Abimana. Aku kembali menatap
Pandu. "Sebaiknya apa yang akan kita omongin ini penting, karena
aku baru saja menolak sayur organik yang ditumis dengan minyak
zaitun untuk makan kulit atau ceker ayam yang digoreng pakai minyak
jelantah."

Pandu tertawa. "Tubuh kita sudah didesain untuk menaklukkan


makanan, Mbar. Asal rajin olahraga, lemak nggak akan numpuk kok."

"Kamu kuliah teknik, jadi nggak usah ngomongin anatomi tubuh


manusia dan caranya mencerna makanan," sergahku jengkel.

"Di zaman digital seperti sekarang, nggak perlu jadi dokter untuk tahu
hal-hal dasar tentang anatomi saluran cerna, Mbar. Ilmunya
berhamburan di internet asal mau baca. Gampang banget dipahami
orang awam. Kalau sudah mendalam, itu baru berhubungan dengan
profesi. Kasihan banget para dokter kalau sesi konsultasinya untuk
satu pasien bisa berjam-jam karena pasiennya terlalu malas untuk cari
informasi sendiri megenai penyakitnya."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kok jadi ngomongin dokter sih?" Aku tertawa menyadari kami sudah
melenceng dari topik semula.

Pandu berdecak. "Kan kamu yang mulai menyebut anatomi dan


saluran cerna."

"Kayak kamu nggak lompat-lompat aja bahasannya kalau ngobrol."


Dahiku berkerut saat Pandu memasuki pelataran parkir sebuah
restoran Jepang. "Serius kita nggak makan sebakul nasi dan ceker
setan atau rawon yang isinya lebih banyak tetelan daripada daging?
Yang bisa bikin pembuluh darah kita tersumbat dan harus masuk IGD
10 tahun depan?"

"Aku menyesuaikan dengan pola makan kamu yang mulai aneh


beberapa bulan ini." Pandu memarkir mobil dengan ahli di sela dua
mobil. "Jadi pembuluh darah kamu akan baik-baik saja 10 tahun
mendatang. Apalagi kalau kamu makin rajin olahraga."

Aku mencibir. "Aku berolahraga sesuai kebutuhan."

"Olahraga itu rutinitas, Mbar. Nggak hanya dilakukan saat celana atau
rok kamu sulit dikancingkan saja, dan balik malas lagi setelahnya."

Aku turun dari mobil, menyusul Pandu yang berjalan lebih dulu. "Iya,
Pak Guru. Terima kasih untuk ceramahnya."

Pandu menggeleng-geleng, tidak lagi menjawabku. Aku menyikut


lengannya ketika mendengarnya memesan ruangan. Anak ini kenapa
sih? Aku tahu persis kalau Pandu adalah tipe warteg yang bisa makan
dengan santai tanpa peduli terjangan debu dan asap knalpot. Dia lebih
mementingkan cita rasa dan sensasi kenyang daripada kenyamanan
yang dijual oleh suatu tempat.

"Kita hanya makan berdua, jadi nggak perlu ruangan khusus." Aku
berjinjit supaya bisa berbisik di telinga Pandu. Tidak enak meributkan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tempat di depan pegawai restoran. Bisa-bisa aku dianggap pelit karena


melarang Pandu memesan ruangan khusus untuk kami. "Mau makan di
luar atau di dalam ruangan toh rasa makanannya sama saja."

"Ini bukan soal rasa makanannya, Mbar." Pandu baru menjawab


setelah kami mengikuti pegawai restoran yang mengantar kami ke
ruangan. "Kita butuh tempat yang leluasa untuk bicara."

Saat melihat ekspresi Pandu yang kembali serius, nyaliku tiba-tiba


ciut. Jantungku berdebar lebih cepat. Ya Tuhan, jangan bilang Mama
sudah bicara dengan dia! Mama memang selalu tampak ramah saat
bertemu Abimana, tetapi aku tahu dia masih berharap pada Pandu,
karena dia sangat yakin jika aku akan bahagia bersama Pandu yang
menurutnya sudah sangat mengenal dan pasti bisa menerima semua
kelebihan dan kekuranganku.

Tidak, aku tidak mau membicarakan hal itu sekarang! Aku belum siap.

**

Semoga bintangnya cepet sampai ya. Jangan seperti part kemaren


yang sudah sebulan tapi belum nyampe-nyampe. Atau... kalau
minggu depan nggak nyampe, part lanjutan aku post di Karyakarsa
dulu, sambil menunggu di Watty cukup jumlah bintangnya? (tetap
akan di-update di sini kok).

Kok kesannya aku terobsesi bintang sih? Sebenarnya nggak juga.


Ini hanya masalah hubungan timbal balik dengan pembaca. Aku
ngasih bacaan gratis, dan berharap pembaca ngasih bintang. Beda
kalau aku upload di aplikasi berbayar. Aku nggak menuntut apa pun
dari pembaca karena tahu kalian sudah keluar duit untuk membaca,
jadi wajar untuk nagih dan protes kalau aku telat update dari
jadwal. Keterlaluan banget kalau aku masih minta macam-macam.

Dan... Tengkiuuu soberimac untuk yang udah ikutan PO Menanti


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Hari Berganti ya. Jujur, Risyad alias Bang Icad adalah karakter
favoritku dari semua yang sudah aku tulis. Dia manusiawi banget.
Tengil dan nyebelinnya ada, narsisnya pol habis, tahu apa yang dia
inginkan, konsisten dengan pilihannya, dan tentu saja, humornya
suka garing. Hehehe...

Lopyu, Gengs....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Delapan

Untuk pertama kalinya aku sulit menelan makanan yang biasanya


membuatku kalap. Antisipasi terhadap topik yang akan dibicarakan
Pandu telah menghilangkan selera makanku.

Aku penasaran setengah mati dengan apa yang akan kami bahas, tetapi
juga tidak ingin membicarakannya kalau apa yang aku duga benar.
Aku tahu Mama bermaksud baik, tetapi menyodorkan Pandu padaku
sedikit menyinggung harga diri. Itu seperti menggunakan kekuasaan
seorang ratu kepada hamba sahaya yang sudah dipastikan tunduk
kepadanya.

Secara fisik, Pandu adalah laki-laki yang nyaris sempurna. Posturnya


ideal. Tinggi, tegap, dan tampak kuat. Tetapi ketika berhubungan
dengan Mama, kekuatan fisiknya sama sekali tidak mencerminkan
kepribadian yang teguh. Di tangan Mama, Pandu mirip plastisin yang
bisa dibentuk sesuka hati. Aku tidak pernah mendengar Pandu
mendebat Mama kalau konteksnya bukan guyonan. Tidak ada
pekerjaan yang tidak bisa ditunda kalau Mama butuh bantuan Pandu.
Dan aku yakin, saat Mama membicarakan kemungkinan untuk
menyatukan kami, Pandu pasti akan mempertimbangkannya dengan
sepenuh hati.

Keadaannya tentu saja berbeda kalau aku belum punya Abimana, atau
ketika aku masih punya perasaan kepada Pandu. Walaupun lebih suka
Pandu yang mendekatiku lebih dulu, tapi aku tidak akan seberang ini
dengan campur tangan Mama. Saat jatuh cinta, kita pasti akan
menyambar kesempatan untuk bersama seseorang yang kita sukai,
tidak peduli seberapa kecil peluang itu. Dan intervensi Mama untuk
mendekatkan kami akan terasa seperti anugerah. Tetapi sekarang
keadaannya berbeda, dan upaya Mama terkesan sebagai pelanggaran
privasi.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kamu nggak lapar?" pertanyaan Pandu membuatku mengangkat


kepala dari mangkukku yang masih berisi. "Kuahnya pasti sudah
nggak terlalu panas. Ganti aja."

Tadi Pandu memesan shabu-shabu saat aku menyerahkan pilihan


padanya. Pilihan yang sebenarnya membuatku lega karena itu berarti
kami akan memasak makanan sendiri sehingga perhatian kami akan
teralihkan ke proses itu. Sekalian bisa mengulur waktu sambil
mempersiapkan mental kalau percakapan kami memang seperti yang
aku duga.

"Masih hangat kok." Aku buru-buru menyuap udon yang tadi sudah
kusiram dengan kuah shabu-shabu. "Tadi Widi bawa kue, jadi memang
belum terlalu lapar." Widi memang membawa kue, tapi bukan itu yang
menghilangkan nafsu makanku.

"Makan protein, jangan karbo saja." Pandu meletakkan irisan daging


yang dia angkat dari panci rebusan ke dalam mangkukku. "Supaya
kamu nggak ngomel-ngomel kalau mendadak tumbuh ke samping."

Tidak ada yang istimewa dengan gestur itu. Saat makan, aku sudah
terbiasa merampok isi piring Pandu, atau sebaliknya, Pandu kebagian
lauk yang tidak aku sukai. Sekarang terasa canggung karena aku
mengaitkan gestur itu dengan dugaan tentang percakapan kami.

Ketika peralatan makan di depan kami sudah diangkat dan digantikan


dengan es krim, tingkat antisipasiku semakin membuncah. Percakapan
inti yang diitunda Pandu sampai kami selesai makan akan segera
digelar.

Selain menyembunyikan semua hal yang berhubungan dengan


perasaanku dulu, aku selalu jujur tentang apa pun kepada Pandu.
Mungkin itu juga yang membuat kami sangat dekat. Pandu
mendapatkan jawaban apa adanya untuk semua pertanyaan yang
diajukan padaku. Aku tidak memberi jawaban dengan maksud untuk
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

membuatnya senang.

Hal yang sama juga Pandu lakukan untukku. Meskipun kadang-kadang


sudut pandang laki-lakinya terasa menyebalkan, tetapi itu juga bisa
membuatku melihat segala sesuatu dari perspektif yang berbeda, dan
pada akhirnya membuka wawasan. Membuatku lebih terbuka terhadap
berbagai sudut pandang. Aku telah tumbuh bersama Pandu sejak masa
remaja, sehingga dia termasuk salah seorang yang paling berpengaruh
terhadap pembentukkan karakterku yang seperti sekarang.

"Mikirin apa?" Pandu menepuk punggung tanganku, membuat


lamunanku terhenti. "Es krim kamu mulai mencair tuh!"

Seperti orang bodoh, aku spontan menyuap es krimku yang memang


sudah tidak sepadat saat diantarkan tadi. Aku bukan penggemar es
krim yang mulai melelah, jadi aku lalu mendorong mangkukku ke
depan Pandu yang sudah menghabiskan bagiannya. "Untuk kamu
saja."

Pandu mengernyit, tetapi lantas mengangkat bahu dan menandaskan es


krimku. Setelah itu dia mendorong mangkuk itu menjauh.

"Sebelum Bapak meninggal, kami sempat ngobrol panjang," kata


Pandu tanpa intro apa pun saat memulai pembicaraan kami. "Itu
sebenarnya obrolan yang selalu berulang, tapi yang terakhir terasa
lebih dalam. Mungkin karena itu seperti meneguhkan apa yang selama
ini Bapak inginkan dariku."

Ayah Pandu juga sudah berpulang, tetapi aku tahu yang dia maksud
sebagai 'Bapak" adalah ayahku, karena ayahnya meninggal saat dia
masih balita. Tidak mungkin obrolan mereka diisi dengan percakapan
bermakna yang masih diingat Pandu sampai saat ini.

Meskipun kalimat pembuka itu mengejutkanku karena aku pikir Pandu


akan memulai dengan, "Aku sudah bicara dengan Ibu,", aku tidak
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

mengatakan apa pun, menunggu Pandu melanjutkan ucapannya yang


sengaja dia gantung untuk mengundang reaksiku.

Aku sudah berulang kali memintanya menceritakan tentang obrolan


keramat itu, tetapi Pandu tidak pernah mau membahasnya secara
mendetail, kecuali bahwa dia sudah berjanji untuk menjagaku dan
Mama. Bahwa dia tidak akan lantas pergi dari sisi kami sepeninggal
Ayah. Tetapi kali ini aku tidak mengejar Pandu seperti biasanya,
karena aku tahu untuk pertama kalinya dia akan membagi kisah itu
tanpa kuminta. Sekarang yang lebih membuatku penasaran adalah
alasan dia mau mengungkapkan percakapan pribadinya dengan Ayah
setelah menyimpannya sekian lama.

"Bapak bilang dia sudah menganggapku seperti anaknya sendiri."

Itu bukan informasi baru. Aku tahu bagaimana sayangnya Ayah pada
Pandu. Beberapa tahun terakhir hidupnya, Ayah lebih banyak
menghabiskan waktu bersama Pandu daripada denganku karena
mereka bekerja bersama. Saat Ayah sudah terlalu sakit untuk bekerja,
Pandu akan datang ke rumahku di malam hari. Kalau tidak menginap,
dia akan menemani Ayah ngobrol sampai tertidur. Obrolan
membosankan tentang bengkel yang tampaknya sangat menarik bagi
mereka.

Walapun hubungan mereka sangat dekat, aku tidak pernah iri pada
ikatan itu. Aku malah bersyukur Ayah memiliki Pandu yang
membuatnya merasa memiliki anak laki-laki. Ketika melihat cara Ayah
dan Pandu berinteraksi, kadang-kadang aku merasa konyol sendiri
karena jatuh cinta padanya. Rasanya seperti jatuh cinta kepada kakak
sendiri. Semacam terjebak cinta terlarang, meskipun kami tidak punya
hubungan darah.

"Bengkel itu Bapak wariskan kepada kita berdua supaya ikatanku


dengan kamu dan Ibu nggak lantas putus setelah beliau meninggal.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Bapak bilang bahwa mengikatku seperti itu adalah keputusan egois


untuk membuatku tetap berada di dekat kalian, tapi itu satu-satunya
cara untuk memastikan bahwa hubungan kita nggak hanya direkatkan
oleh keberadaan Bapak." Pandu tampak menerawang. Mungkin
mencoba mengingat kembali percakapan itu. Atau mungkin hanya
terkenang wajah Ayah. "Tapi Bapak salah. Itu bukan keputusan egois.
Aku suka menjalankan bengkel. Itu sesuai dengan keahlian dan
hobiku. Memang benar kalau aku mungkin akan mencari pekerjaan
lain yang nggak berhubungan dengan bengkel setelah selesai kuliah
kalau tidak terus bersama-sama Bapak, tetapi punya bengkel sendiri
adalah obsesi untukku. Kalaupun benar aku bekerja di perusahaan lain,
setelah pensiun, aku pasti akan membuka bengkel kecil untuk
menyalurkan hobi, karena aku nggak mungkin tinggal diam saja
meskipun nanti sudah dimakan umur."

"Aku tahu," potongku tidak sabar. Pembahasan tentang bengkel


memakan waktu terlalu panjang. "Kamu terobsesi pada mesin yang
ngadat. Kamu nggak bisa menahan diri saat mendengar suara mesin
yang terbatuk-batuk."

Pandu tersenyum tipis. "Intinya, Bapak sebenarnya tidak perlu


mewariskan bengkel itu pada kita berdua, karena aku nggak masalah
mengelola bengkel itu untuk kamu dan Ibu."

"Itu nggak perlu dibahas lagi," sambutku cepat. "Bengkel itu milik kita
berdua seperti wasiat Ayah. Kita harus menghargai itu."

"Sebenarnya bukan bengkel itu yang ingin kubicarakan," ujar Pandu.


"Itu hanya pembuka untuk mengingatkan apa yang pernah Bapak
katakan padaku." Dia menghela napas panjang dan dalam. "Itu
pembuka paling mudah, karena apa yang kukatakan selanjutnya
mungkin akan membuat kamu kaget."

"Kaget?" Menilik ekspresi dan isi kalimat Pandu, sepertinya apa yang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

akan dibicarakannya berbeda dari apa yang kubayangkan. Aku jadi


merasa bersalah telah mencurigai Mama berperan sebagai Cupid.
"Kenapa aku harus kaget?"

"Saat Bapak bicara tentang kamu, beliau selalu bilang kalau Ambar
harus mendapatkan semua yang terbaik. Setidaknya, seperti yang
selalu diterimanya dari keluarga. Tidak boleh kurang dari itu. Hidup
Ambar harus layak. Yang terpenting adalah, Ambar harus
mendapatkan pasangan yang mencintainya. Laki-laki yang tidak akan
menyakiti hatinya karena Bapak sudah nggak akan ada untuk
menghibur Ambar kalau dia sampai terluka."

Penjelasan Pandu terlalu bertele-tele untuk pertanyaanku yang


sederhana. "Itu harapan semua orang tua. Normatif banget. Kamu
belum menjawab pertanyaanku, kenapa aku harus kaget?"

"Meskipun Bapak nggak bilang terus-terang tentang siapa yang beliau


maksud dengan pasangan itu, aku paham maksudnya. Bapak pasti tahu
kalau aku suka sama kamu, jadi dia sering mengulang kata-kata itu
padaku. Bapak pasti tidak mau hubungan kita akan canggung kalau
misalnya aku menyatakan perasaanku ke kamu, dan kamu menerima,
tetapi hubungan kita kemudian nggak berjalan seperti yang kita
harapkan padahal aku sudah berjanji untuk menjaga kamu. Mengubah
bentuk hubungan dari persahabatan menjadi pasangan itu lebih mudah
daripada mengembalikannya ke bentuk persahabatan ketika ikatan
sebagai pasangan sudah terlepas. Jadi ak—"

"Tunggu dulu!" potongku cepat saat otakku yang tadi beroperasi


seperti siput berhasil menyerap inti kalimat Pandu. "Dulu kamu pernah
suka sama aku?" Aku menunjuk dada sendiri. "Suka yang konteksnya
cinta?" Rasanya masih tidak masuk akal. Aku tidak pernah menangkap
sinyal-sinyal itu. Kalau aku bisa merasakannya, aku tidak mungkin
berusaha menyembunyikan perasaanku dengan begitu rapatnya. Ya
kali, sudah dikasih sinyal masih jual mahal padahal mau juga. Konyol,

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kan?

Pandu mengedikkan bahu. "Dulu... sekarang, nggak ada yang berubah.


Karena itu aku mengajak kamu bicara sekarang."

**

Beberapa bab lanjutan akan aku posting di Karyakarsa sekaligus


kalau sudah aku edit ya. Agak susah nemu waktu nulis dan ngedit
karena sedang sibuk dengan dunia nyata.

Di Watty akan tetap lanjut kok. Cuman posting-nya per bab seperti
ini kalau bintangnya udah cukup. Semoga terkejar sampai kelar
sebelum terbit. Semua tergantung pembaca sih. Lopyu, Gengs....

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dua Puluh Sembilan


Pengakuan Pandu membuatku terpana. Aku masih sulit memproses
apa yang sedang kami bahas. "Kamu sudah bicara dengan Mama?"
Kecurigaan awalku kembali lagi. Tidak mungkin Pandu mendadak
membicarakan hal ini tanpa campur tangan Mama. Dosis motivasi
yang disuntikkan Mama padanya pasti lumayan tinggi. Mama sudah
terbiasa mengatur stafnya, dan memengaruhi Pandu yang sudah
dipastikan patuh padanya pasti semudah membalik telapak tangan.

"Bicara soal apa?" Pandu balik bertanya. "Apa yang perlu Ibu
bicarakan denganku?" Ekspresi bingungnya sangat wajar sehingga aku
yakin dia memang belum bicara dengan Mama.

Perasaan bersalah karena sudah meragukan janji Mama yang sudah


mengatakan tidak akan ikut campur masalah asmaraku muncul lagi.
Rasanya aku jadi meragukan kinerja otakku yang kini berisi keraguan
dan praduga. "Lupakan saja." Aku spontan menggeleng. Lebih baik
fokus pada percakapan kami. "Jadi kenapa harus dibicarakan
sekarang? Tidak ada gunanya lagi, kan? Sudah sangat terlambat.
Kamu tahu aku sudah sama-sama Abimana." Nada suaraku mulai
meninggi. Kurasa inilah yang diantisipasi Pandu dengan memesan
ruangan khusus untuk kami. Dia sudah hafal karakterku. Dia hanya
tolol karena tidak bisa membaca perasaanku dulu. Atau aku yang
terlalu pintar menyembunyikannya? Entahlah. Sulit untuk yakin
tentang apa pun sekarang.

"Mungkin karena itu jadi aku memutuskan untuk membicarakannya


sekarang. Kelihatannya hubungan kalian serius. Ak—"

"Tentu saja hubungan kami serius!" potongku sebal. Aku tidak ingin
mendengar penjelasan apa pun mengenai keterlambatan pengakuan
itu. "Aku sudah pernah bilang sama kamu waktu kita ngobrolin
Abimana! Akan aku ulang lagi sekarang supaya kamu lebih yakin.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku sudah terlalu tua untuk menjalani hubungan iseng, Pandu!


Seharusnya kita nggak perlu membicarakan ini," keluhku. Volume
suaraku menurun, tetapi tekanan nadanya tetap tajam. Pandu benar-
benar keterlaluan. Meskipun aku sudah bersama Abimana, percakapan
ini tetap akan membuatku merasa terganggu. Tidak mungkin
melupakannya begitu saja. "Apa kamu nggak bisa ikut bahagia saja
untukku?"

"Aku selalu mencoba mendukung dan berbahagia untukmu, Mbar.


Alasan mengapa aku nggak pernah mengungkapkan perasaanku sama
kamu karena aku nggak mau jadi alasan kamu terluka kalau hubungan
kita nggak berhasil, karena itu berarti mengkhianati janjiku pada
Bapak. Aku pikir, apa yang aku rasakan sama kamu akan luntur seiring
waktu. Atau, kalau aku akhirnya melihatmu menemukan orang lain,
aku akan bisa menerima hal itu. Dan hubungan kita nggak akan
berubah. Tapi ternyata perasaan nggak bisa diatur seperti itu. Aku
sudah mencoba menerima kamu bersama Abimana, tapi sulit. Aku
tidak bisa. Aku sudah memikirkan semuanya sebelum mengajak kamu
bicara, Mbar. Aku sudah jauh lebih dewasa daripada beberapa tahun
lalu saat bicara dengan Bapak. Aku yakin kalau aku bisa menjadi
pasangan yang baik untuk kamu. Tidak mungkin sempurna, tapi aku
akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi pasangan yang kamu
inginkan. Aku tidak akan menjadi alasan kamu sakit hati seperti yang
selama ini aku khawatirkan."

Aku tertawa miris. Itu mungkin alasan yang bagus, tapi tidak valid
lagi. Waktunya sudah tidak relevan. Kedaluwarsa. Basi. "Kamu
memikirkan ini setelah aku bersama Abimana? Hebat sekali. Jadi
kalau aku belum berkomitmen dengan siapa pun, kamu akan terus
diam saja sampai aku ubanan? Atau, kita memang tidak akan
membicarakannya ketika perasaanmu memang benar-benar luntur saat
akhirnya menemukan orang lain dan hidup bahagia bersamanya!"

Pandu diam saja, jadi aku melanjutkan dengan lebih lantang, "Kamu

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sadar nggak sih kalau setelah ini hubungan kita tetap akan berubah?
Aku tidak akan bisa berpura-pura melupakan apa yang sudah kita
bicarakan ini." Kecanggungan itu memang belum terasa karena aku
masih dikuasai kemarahan, tapi keadaan akan berbeda setelah proses
cooling down selesai. Pasti butuh waktu untuk mengembalikan
interaksi kami seperti sebelum percakapan ini dilakukan.

"Aku nggak mau kamu berpura-pura melupakan percakapan ini, Mbar.


Aku mau kamu memikirkannya. Itu tujuanku mengajak kamu bicara.
Aku tahu kamu orang yang memegang teguh komitmen, dan kesannya
aku mungkin egois karena mengungkapkan perasaanku saat kamu
sudah bersama seseorang. Aku ha—"

"Bukan mungkin, kamu memang egois!" sentakku tajam. Kesabaranku


sudah hilang sejak tadi, dan aku semakin jengkel melihat cara Pandu
meresponsku. Bisa-bisanya dia terlihat setenang itu setelah
menjatuhkan bom di depanku.

"Aku tahu, Mbar. Tapi orang memang terkadang harus bertindak egois
untuk memperjuangkan kebahagiaannya."

Aku menarik napas panjang berulang-ulang untuk mengendapkan


kejengkelan. Sulit. Aku jadi mengerti mengapa orang bisa kehilangan
kendali diri saat dikuasai emosi. "Apa yang kamu harapkan dari
pengkuanmu? Aku meninggalkan Abimana, begitu?"

"Kamu tahu kalau bukan aku yang bisa membuat keputusan seperti itu,
Mbar. Aku menyatakan perasaanku untuk memberi tahu kamu kalau
selain Abimana, ada aku yang juga mencintai kamu dengan tulus. Aku
yang sudah kamu kenal dengan baik. Bersama, kita bisa melangkahi
banyak tahap karena tidak harus memulainya dari awal."

Percakapan ini masih terasa tidak nyata untukku. Sejujurnya, aku


berharap ini mimpi. Jadi ketika aku terbangun, semua akan kembali

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

seperti sebelum Pandu menohokku dengan pengakuannya.

Aku rasa tidak ada orang yang ingin berada di posisiku. Patah hati
karena memendam cinta selama bertahun-tahun kepada seseorang, dan
ketika sudah berpindah ke lain hati, orang yang membuat patah hati itu
lantas menyatakan perasaan cinta yang sama. Ironi.

Aku pasti akan menghasilkan banyak uang seandainya berprofesi


sebagai komposer lagu-lagu cinta cengeng. Aku bisa menciptakan
banyak lagu tentang cinta yang hadir di waktu yang salah. Fiersa
Besari, siapa dia? Aku akan mengalahkannya. Aku akan menjadi ratu
dari segala ratu pencipta lagu galau.

"Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi." Aku memantapkan tekad
saat menatap Pandu lekat, untuk menyampaikan bahwa aku sungguh-
sungguh dengan pernyataanku. Dia harus yakin kalau pintu yang
hendak diketuknya sudah tertutup rapat. "Aku sudah mendengar
pengkuanmu, tapi itu nggak akan mengubah apa pun. Aku sudah
bersama orang lain. Semuanya mungkin berbeda kalau kita
membicarakan ini sebelum Abimana hadir. Sayangnya pemilihan
waktu kamu benar-benar keliru. Tapi ini akan jadi pelajaran untuk
kamu. Lain kali, jangan tunggu sampai teritorial kamu terinvasi
sebelum bertindak." Aku mengulurkan tangan pada Pandu. "Kasih aku
kunci mobil kamu. Aku mau balik duluan ke kantor. Sebaiknya kita
jangan bicara dulu karena aku masih sangat jengkel sama kamu!" Aku
menyambar kunci yang diulurkan Pandu. "Jadi kamu nggak usah
masuk ke kantor kalau datang ngambil mobil. Kuncinya akan aku
tinggal di mobil."

Biar saja dia naik taksi daring. Salahnya sendiri sudah membuatku
sebal.

**

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh
Sampai di kantor aku mencoba fokus melanjutkan memeriksa laporan
yang tadi kutinggalkan untuk pergi makan dengan Pandu, tetapi sulit
melakukannya dengan berbagai pikiran yang bertabrakan di dalam
benak. Si kampret Pandu sudah membuat konsentrasiku berantakan.
Benar-benar menjengkelkan! Entah sudah berapa puluh kali siang ini
Pandu kumaki-maki dan kuhujat dalam hati. Untung saja dia bukan
anakku. Kalau iya, dia pasti sudah jadi batu karena kutukanku yang
sadis. Biar jadi atraksi turis sekalian! Lumayan untuk menambah
retribusi kota Surabaya.

"Ada apa?" Salwa tiba-tiba sudah berdiri di dekat mejaku. Aku sama
sekali tidak mendengar langkahnya. "Pulang makan siang bukannya
senang karena kenyang, tapi malah urut-urut dahi. Menu makanannya
daging-dagingan semua, terus keasinan, jadi kamu sekarang terkena
gejala hipertensi di usia muda?"

Aku hanya meringis. Rasanya masih enggan membicarakan kejadian


di restoran tadi

"Kok mobil Pandu masih ada di depan sih?" lanjut Salwa tanpa
menunggu jawabanku untuk tebakan ngawurnya. "Kalian nggak
pulang bareng?"

Aku menggeleng. "Aku pulang duluan. Mobilnya aku bawa. Nanti dia
datang ambil."

"Kamu nggak mau cerita?" Salwa duduk di depanku.

"Cerita apa?" Aku pura-pura bodoh, tapi mulai menimbang-nimbang.


Apakah aku harus menumpahkan unek-unek pada Salwa? Tapi berbagi
masalah saat emosiku belum surut bukan cara bijak juga. Ketika
menginginkan sudut pandang Salwa, aku seharusnya sudah lebih

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tenang sehingga bisa menelaah semuanya dengan objektif. Hah! Aku


jadi makin pusing.

"Kamu kelihatan suntuk banget. Muka-muka emosi gitu. Kamu kalau


ada masalah kan ketahuan banget. Ceritain aja biar lebih lega. Masalah
itu kalau dipendam bisa bikin kamu insomsia, Mbar. Kalau kamu
insomnia, kinerja kamu bakalan jelek karena kurang tidur bikin orang
cenderung lebih emosional dan tidak fokus. Sudah gitu, mata kamu
bakal ada lingkaran hitamnya. Ntar kamu repot lagi karena harus
nutupinnya pakai foundation dan concealer tebal, padahal kamu nggak
suka dandan berat. Apa nggak malu jalan sama Abimana yang
kinclong dengan muka kusam gitu?" cara Salwa menakut-nakutiku
benar-benar keterlaluan.

"Kenapa muka Ambar kusam?" Widy yang baru masuk ruanganku ikut
nimbrung. Dia duduk di sofa.

"Intinya bukan di muka kusam," jawab Salwa. "Ambar kayaknya lagi


ada masalah. Lihat saja ekspresinya yang bete gitu."

"Kok bisa?" Widy mengernyit bingung. "Bukannya kamu baru selesai


makan siang ya, Mbar?"

"Memangnya kalau orang baru selesai makan nggak bisa punya


masalah?" nada Salwa langsung meninggi, mengisyaratkan
peperangan. Dia memang orang paling tidak sabaran di antara kami
bertiga.

Widy terkikik. "Soalnya aku moody-annya saat lapar. Begitu kenyang,


suasana hatiku pasti langsung bagus lagi. Inspirasi bermunculan dan
gambar otomatis lancar jaya. Aku bisa lupa waktu dan baru blank
begitu lapar lagi."

"Kadang-kadang aku iri banget dengan kerja otak kamu yang simpel
itu." Salwa ikut tersenyum. Dia sudah melupakan kesebalannya pada
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Widy beberapa detik lalu.

Masa bodoh. Lebih baik memang bercerita kepada teman-temanku


daripada dongkol sendiri. Aku toh tidak mungkin curhat soal ini
kepada Mama yang jelas-jelas berada di pihak Pandu. Yang ada Mama
malah diam-diam akan menyemangati Pandu setelah tahu dia punya
perasaan padaku. Iya, aku memang rada jahat karena terus saja
mencurigai Mama. Tetapi melihat bagaimana sayangnya Mama kepada
Pandu, perasaan curiga itu akan terasa wajar.

"Pandu bilang dia mencintaiku," kataku tanpa basa-basi sebelum


berubah pikiran.

Salwa dan Widy kompak melongo. Mulut mereka menganga lebar.


Mata mereka memelotot, aku sampai khawatir bola mata mereka akan
melompat keluar dari rongganya. Keduanya tampak bodoh dengan
ekspresi itu.

"Itu pengakuan yang sudah sangat... sangaaaat terlambat, kan?" Salwa


menemukan suara lebih dulu. Dari mode terkejut, dia lantas
mendengus sebal.

"Tidak ada istilah terlambat selama janur kuning belum melengkung


dan Pak Penghulu belum datang," protes Widy. Berbeda dengan Salwa,
rasa kaget Widy berganti senyuman. Dia tampak bersemangat. "Progres
hubungan Ambar dan Abimana masih jauh dari situ, kan?"

"Apa yang bisa diharapkan dari laki-laki yang langkahnya mirip siput
dan baru mau bergerak setelah gebetannya sudah berkomitmen dengan
orang lain?" Dengusan Salwa konsisten, mengingatkan aku pada
lokomotif kereta uap zaman dulu yang biasanya aku lihat di film-film
tua.

"Aku yakin Pandu pasti punya alasan untuk keputusannya yang nggak
gercep itu." Widy lagi-lagi membantah Salwa. "Jangan menghakimi
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

dulu sebelum mendengar alasannya."

Aku jadi seperti wasit tenis yang mengawasi bola dipukul ke sana
kemari oleh atlet amatiran yang sekarang diperankan oleh Salwa dan
Widy.

"Guys...." Aku berusaha menengahi perdebatan itu.

"Kenapa sih kamu antipati sama Pandu?" Widy menatap Salwa


cemberut. "Dia selalu ada untuk Ambar. Apa kamu pernah lihat dia
mengecewakan Ambar?"

"Dia mengecewakan Ambar dengan nggak bilang cinta sejak dulu.


Jadi laki-laki kok cemen banget!"

"Guys...!" ulangku lebih keras. Mungkin kali ini aku bisa mendapatkan
perhatian keduanya. Seharusnya mereka memberikan masukan dengan
cara beradab, bukan berdebat di depanku seperti ini. Yang ada, aku
malah jadi semakin stres.

"Pandu bukan tipe cemen. Dia pasti punya alasan." Widy tampaknya
tidak tertarik untuk mengakhiri pertikaian dengan Salwa. Dia menoleh
padaku untuk mencari dukungan. "Iya kan, Mbar?"

"Entahlah." Aku tidak tahu apakah pendapat pribadi Pandu terhadap isi
percakapannya dengan Ayah bisa dijadikan alasan valid untuk
menunda pernyataan perasaannya sekian lama. "Ka—"

"Jangan terpengaruh sama apa pun yang dikatakan Pandu, Mbar,"


potong Salwa, tidak memberi kesempatan untuk aku menyelesaikan
kalimat. "Abimana sudah membuktikan dirinya pantas untuk kamu."

"Pandu sudah ada dalam hidup Ambar sejak lama," sentak Widy, tidak
kalah berapi-api. "Dia juga sudah membuktikan kalau dirinya pantas.
Keluarga mereka sudah sangat dekat. Tidak perlu ada penyesuaian lagi.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Memangnya Ambar sudah kenal dengan keluarga Abimana?"

Ucapan Widy kali ini mengingatkanku pada perkataan Pandu tadi. Ada
perbedaan diksi, tetapi maknanya sama. Widy mengingatkan jika aku
memang belum mengenal keluarga Abimana. Dua minggu lalu
Abimana sempat mengajakku ke rumah orang tuanya untuk makan
malam. Tapi acara itu batal karena kakek Abimana yang tinggal di
Semarang masuk IGD sehingga orang tuanya mendadak harus terbang
ke sana.

Abimana tidak banyak bercerita tentang keluarganya. Dia selalu


bilang, "Lebih baik kenalan langsung daripada harus aku ceritakan,
Ambar. Takutnya bias. Anak-anak biasanya suka membanggakan
orang tua mereka. Aku khawatir kesan kamu terhadap mereka berbeda
dengan apa yang aku ceritakan. Lebih baik kamu menilai sendiri saat
bertemu."

Nada notifikasi mengalihkan perhatianku dari perang debat antara


Salwa dan Widy. Dari Pandu.

Mobil sudah aku ambil.

Pesan yang tidak perlu dibalas.

**

Bulan lalu ibuku berpulang jadi beneran nggak nulis dan


membuka aplikasi menulis sama sekali. Beberapa hari ini baru
mencoba aktif lagi, walaupun agak tertatih-tatih. Biasanya kalau
libur nulis agak lama memang butuh pemanasan lagi biar lancar.

Respons pembaca Ambar di WP ini nggak sebagus harapanku sih,


jadi emang update-nya seret, padahal goal vote yang aku tetapin
beneran nggak muluk-muluk. Mungkin memang temanya nggak
menarik seperti cerita-cerita sebelum ini.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tapi buat pembaca yang pinisirin dan pengin baca lebih cepat,
bisa ke Karyakarsa ya. Di sana sudah bab 37, dan semoga akan
segera tamat sebelum tahun baru. Tapi di sana berbayar ya,
Gengs. Kalau mau gratis, bisa tungguin di sini. Cuman kalau
respons pembaca tetep nggak bagus, kayaknya bakal keduluan
terbit deh. :)

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Satu


Abimana minta maaf karena harus membatalkan makan malam kami.
Dia harus mengikuti rapat dadakan.

"Kalau rapatnya lama, kamu pasti bosan dan kelaparan karena


nungguin aku. Kasihan juga kalau kamu sendirian di kantor. Lebih
baik kamu pulang saja. Selesai rapat, aku ke rumah kamu. Kabarin
saja kalau kamu mau dibawain sesuatu."

Aiihh, manisnya. Apa lagi yang lebih menyenangkan daripada


diperhatikan oleh pasangan?

Lebih baik fokus pada Abimana daripada memikirkan percakapan


dengan Pandu tadi siang. Teori idealnya sih begitu, tetapi sulit
menghapus jejak kalimat-kalimat Pandu yang terasa melekat di
otakku.

Aku tahu jika aku sudah menutup kisah cinta sepihakku yang
menyedihkan pada Pandu karena sudah punya Abimana. Seperti kata
Pandu, aku tipe yang setia pada komitmen. Tetapi, aku tidak bisa
munafik. Ada bagian kecil dari hatiku yang membuat pengandaian.

Keadaan pasti berbeda jika Pandu tidak menunggu pemicu yang


membuatnya sadar akan kehilangan aku jika tidak mengakui
perasaannya. Seperti kata Widy, hubungan kami pasti berjalan mulus
karena mendapat dukungan dari kedua keluarga yang sudah saling
mengenal dengan baik.

Bukan berarti bahwa keluarga Abimana tidak akan menerimaku. Aku


yakin keluarga Abi baik. Anak yang baik biasanya adalah produk dari
keluarga yang harmonis. Aku tidak bilang bahwa seseorang yang
berasal dari keluarga berantakan tidak bisa memiliki kepribadian yang
baik, karena mentalitas biasanya akan terpulang pada setiap individu.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Keputusan yang sifatnya personal. Tapi aku mendapat kesan jika


Abimana dibesarkan oleh orang tua yang saling menyayangi. Persis
seperti kedua orang tuaku.

"Nunggu dijemput Abimana?" Suara Salwa mengejutkanku. Dia sudah


mencangklong tas, siap pulang. "Kalian mau makan malam, kan?"

"Abi ada meeting dadakan." Aku ikut meraih tas dan memasukkan
iPad serta ponsel. "Aku kencan dengan John Wick saja."

Salwa terkekeh. "Akhirnya si Rongsok itu menempati posisi yang


seharusnya sebagai figuran, bukan pemeran utama dalam hidup
kamu."

Aku memutar bola mata. "Abi dan John wick nggak bisa
diperbandingkan dong. Porsinya dalam hati aku tentu saja beda."

"Iya, tentu saja beda. Satunya belahan jiwa, sedangkan yang lain
hanya sekadar sarana transportasi."

Aku malas mendebat Salwa yang entah mengapa seperti punya dendam
kesumat pada John Wick yang tidak pernah melakukan kejahatan apa
pun padanya. Sesekali, saat sedang dalam mode sial, dia memang
kadang terjebak denganku ketika John Wick ngambek. Tapi itu bukan
salah John Wick, kan? Waktu itu organ dalamnya sedang sakit-sakitan.
Setelah menjalani operasi transplantasi jantung, John Wick belum
sekalipun ngambek. Dia berada dalam kondisi prima.

"Kamu mau buru-buru pulang?" Aku mengiringi langkah Salwa. Widy


sudah pulang sejak tadi karena harus menemani ibunya ke acara
keluarga.

"Nggak juga. Tunanganku yang tercinta sedang keluar kota, jadi aku
bebas. Mau ngajak jalan?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Nongkrong di kafe sebelah, yuk!" Persis di sebelah gedung kami ada


kafe yang sering kami kunjungi ketika butuh istirahat sejenak dan
sedang malas menyeduh kopi instan sendiri di pantri. Tempat itu juga
menjual beberapa jenis makanan yang tidak terlalu berat.

Aku sedang tidak ingin pulang tepat waktu. Beberapa hari terakhir ini
Pandu biasanya langsung ke rumahku setelah pulang dari bengkel.
Mama sedang ada proyek di kantornya, dan stafnya yang bertanggung
jawab mengolah data yang sudah terkumpul tiba-tiba sakit. Terpaksa
pekerjaan itu diambil alih Mama sebagai kepala bidang. Dan untuk
menyelesaikannya, Mama menggunakan jalan pintas, yaitu dengan
meminta bantuan Pandu menyelesaikan rekapan data dan membuat uji
statistiknya. Mama minta bantuan Pandu karena dia memang lebih
teliti daripada aku. Mungkin karena Pandu sudah terbiasa berurusan
dengan mur dan sekrup kecil yang sangat berbahaya kalau lupa
dipasang pada onderdil mobil atau motor yang dikerjakannya.

Aku enggan bertemu Pandu setelah percakapan tadi siang. Tadi aku
sudah bilang kalau tidak mau bertemu dengan dia dulu untuk
sementara waktu. Pandu mungkin tidak keberatan menjauh dariku, tapi
dia jelas tidak akan meninggalkan pekerjaan Mama yang belum dia
selesaikan. Aku yakin sore ini dia tetap akan ke rumahku seperti biasa,
dan baru pulang setelah cukup larut. Dua hari lalu dia malah menginap
karena ditahan Mama yang khawatir Pandu menyetir dalam kondisi
mengantuk.

Kafe yang kami datangi tampak sepi. Hanya ada beberapa orang
penghunjung yang tersebar di meja di dalam ruangan kafe. Waktu
seperti ini memang tanggung untuk nongkrong. Cocok untuk didatangi
saat menginginkan privasi di tempat publik. Setelah memesan
minuman dan kue, aku dan Salwa memilih meja di dekat pintu, persis
di sisi dinding kaca.

"Kamu nggak berniat memberi Pandu kesempatan, kan?" Salwa

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

melanjutkan percakapan di ruanganku, yang tadi terpenggal karena


aku keburu mengusirnya bersama Widy. Kepalaku semakin pusing
mendengar perdebatan mereka. Keduanya seperti mendirikan fandom
dan mempertahankan jagoan masing-masing. Salwa di sisi Abi, dan
Widy kokoh mempromosikan Pandu. "Jangan biarkan orang plin-plan
seperti Widy mempengaruhi pikiran kamu."

"Aku bukan orang yang gampang dipengaruhi. Dan aku nggak akan
berselingkuh, kalau itu yang kamu takutkan." Aku tidak pernah
membayangkan diri menjadi seseorang yang berkhianat pada
komitmen.

"Aku tahu kamu nggak akan selingkuh, Mbar. Yang aku takutkan itu
adalah kamu akan membandingkan Pandu dan Abimana karena itu
nggak akan adil untuk Abimana. Widy benar tentang satu hal, bahwa
Pandu itu baik banget. Selain sifat pengecutnya, sulit menemukan
kekurangannya. Dan Pandu konsisten menunjukkan sifat tanggung
jawabnya dalam waktu yang sangat lama. Abimana nggak akan bisa
menandingi itu karena dia belum lama hadir dalam hidup kamu. Tapi
itu tidak berarti bahwa dia nggak akan lebih baik dan konsisten
dibandingkan Pandu, kan? Itu yang aku maksud dengan nggak adil
membandingkan mereka." Salwa mengangkat telunjuk, memintaku
tetap diam dan mendengarkan. "Jangan membantah. Sudah sifat alami
kita sebagai perempuan untuk membandingkan dan membuat
pengandaian, Mbar. Aku yakin kamu akan melakukannya. Bisa saja,
hasil perbandingan itu akan membuatmu condong pada Pandu setelah
memikirkan semua sisi, termasuk mama kamu yang lebih menyukai
dia ketimbang Abimana. Aku bilang ini hanya untuk mengingatkan
bahwa yang seharusnya kamu pertimbangkan itu adalah bukanlah
tentang siapa yang lebih baik di antara Pandu dan Abimana, tapi siapa
yang kamu cintai. Sekarang, Mbar. Bukan di masa lalu. Jangan bias
sama perasaan sendiri."

Ini percakapan yang aku butuhkan. Penguatan akan komitmen yang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sudah aku buat. Atau, aku memang sengaja melakukan percakapan ini
berdua dengan Salwa dan mengesampingkan Widy karena tahu Widy
tidak berdiri di sisi komitmenku seperti Salwa. Entahlah, tetapi
rasanya melegakan ada yang mendukungku.

Aku tidak ingin berprasangka pada Pandu karena dia belum pernah
melanggar kepercayaanku, tetapi kalau dia benar-benar cinta padaku
seperti yang diakuinya, dia bisa saja mencari dukungan pada Mama.
Dan kali ini, aku yakin Mama akan bertindak berbeda ketika tahu laki-
laki yang diinginkannya sebagai calon menantu juga menginginkanku.
Jadi, penting rasanya memiliki sekutu untuk membuatku kokoh di
jalur komitmen.

Persis ketika aku dan Salwa berpisah, saat aku kembali ke tempat
parkir kantor untuk menjemput John Wick, telepon Abimana masuk.

"Sudah di rumah?" tanyanya. "Mau makan sesuatu, biar aku mampir


beliin?"

"Masih di kantor," jawabku lega. Untung saja obrolanku dan Salwa


tadi panjang. Kalau aku sudah pulang, dan Abimana mampir ke
rumahku, dia bisa saja bertemu Pandu. Entahlah, rasanya canggung
membayangkan pertemuan itu sekarang. Aku bisa menghindari Pandu
dengan diam di dalam kamar selama dia ada di rumahku, tetapi aku
kan tidak mungkin mengajak Abimana ikut masuk ke kamarku juga.
Bisa-bisa aku dibakar hidup-hidup sama Mama kalau terang-terangan
melakukan hal itu di depan hidungnya. Mau bagaimana lagi, konotasi
masuk kamar di budaya kita selalu jelek, walaupun tidak melakukan
apa pun yang melanggar norma. "Kita jadi makan malam, kan? Aku
tunggu di sini ya."

Kalau aku meninggalkan John Wick di sini, aku bisa membujuk


Abimana untuk mengantarku kembali ke kantor lagi setelah kami
makan malam. Itu berarti dia tidak perlu mengantarku pulang sampai

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

di rumah. Pikiran itu membuatku lega. Rasanya memang seperti


menyingkirkan Abi dari Mama, padahal aku seharusnya mendekatkan
mereka. Tapi ini hanya sementara. Setelah masalah dengan Pandu
benar-benar beres, aku yakin Mama akan menerima Abi dengan
tangan terbuka. Ini hanya masalah waktu. Pasti. Kalau aku tidak
optimis, siapa lagi yang akan memperjuangkan kisah cintaku, kan?

"Oke. Tunggu ya."

Tentu saja aku akan menunggu Abimana. Di saat galau seperti


sekarang, bersamanya adalah pilihan terbaik, karena dengan dekat
dengannya aku akan semakin yakin bahwa memilihnya adalah
keputusan yang paling tepat, karena aku sudah move on. Pandu adalah
cinta masa lalu yang sudah pendarnya sudah benar-benar padam. Tak
ada sisa percikan lagi.

**
Versi lengkap untuk online ada di Karyakarsa ya. Dan... stay tune di
Instagram @titisanaria untuk pooling pemilihan tim besok. Kali ini
aku akan ikut tim suara terbanyak untuk ending cerita. Selain hasil
pooling di Instagram, aku ngitung yang masuk di komen part akhir
Karyakarsa ya, Gengs. Jadi pastikan ikut memilih kalau kamu
bukan tim netral. :)

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Dua


Sebenarnya aku sudah kehilangan selera untuk makan malam.
Benakku yang penuh membuat perutku tak dihinggapi rasa lapar.
Apalagi aku sudah minum secangkir kopi dan mengudap sepotong
bolu saat ngobrol dengan Salwa di kafe.

Tetapi karena tidak ingin membuat Abi bertanya-tanya kenapa aku


tampak tak bersemangat saat bersamanya, aku lantas memesan steik
salmon saat pegawai restoran menyodorkan buku menu. Berbanding
terbalik dengan steik daging, porsi steik salmon di restoran ini ala
kadarnya. Jadi tidak akan sulit menghabiskannya walaupun sedang
tidak nafsu makan.

"Tadi lembur periksa laporan?" tanya Abi setelah pegawai restoran


pergi membawa catatan pesanan kami. Tadi kami tidak sempat ngobrol
di mobil karena Abi sibuk bicara di telepon. Dia menyalakan speaker
sehingga aku ikut mendengar percakapannya. Urusan kantor.
Sepertinya Abi terburu-buru meninggalkan tempat pertemuan
sehingga dia tidak sempat berkoordinasi dengan stafnya. Akibatnya
dia memberikan perintah melalui telepon. Walaupun Abi tidak
mengatakan bahwa dia bergegas untuk menemuiku, tetapi aku merasa
seperti itu. Dan rasanya menyenangkan dijadikan prioritas.

"Maunya sih begitu, tapi aku tadi malah kebanyakan ngobrol sama
Salwa," jawabku jujur. Semoga saja Abi tidak menanyakan isi
percakapan kami, karena aku tidak suka kalau harus berbohong. Aku
tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya, kan? Itu mengundang
masalah baru. Menumpuk masalah tidak ada dalam urutan teratas
daftar hal yang ingin kulakukan sekarang. "Jadi laporannya belum
beres."

Tarikan bibir Abi tampak lebar. "Perempuan itu multi tasking, tapi
gampang juga terdistraksi."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Dan yang ngomong begitu dengan percaya diri adalah laki-laki tulen
yang nggak pernah punya pengalaman jadi perempuan."

Senyum Abi menjelma menjadi tawa kecil. "Ibuku, adikku, dan Rizky
sudah cukup untuk dijadikan sampel untuk menyadari soal muti
tasking dan fokus yang gampang pecah itu."

Aku ikut tertawa karena tahu kalau apa yang dikatakan Abi benar.
Kebanyakan perempuan memang gampang terdistraksi. Aku salah
seorang di antaranya. Itulah salah satu alasan mengapa aku, Salwa, dan
Widy harus pisah ruangan supaya bisa semakin produktif seiring
dengan kemajuan usaha kami. Berkumpul di satu ruangan akan
membuat banyak waktu terbuang untuk membahas hal sepele yang
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.

"Meskipun gampang terdistraksi, kami tetap bisa bekerja dengan baik


kok," aku membela diri.

"Hei, jangan defensif gitu dong. Aku nggak mengindentikkan


gampang terdistraksi dengan kemampuan kerja. Ada banyak
perempuan hebat yang sukses menjadi pemimpin perusahaan, bahkan
pemimpin negara. Gampang terdistraksi nggak berbanding lurus
dengan kecerdasan." Abi menyatukan telapak tangan dan
menggeseknya dengan penuh semangat. Binar matanya mencerminkan
kegembiraan yang membuncah. "Oh ya, sebelum semakin ngelantur
dan lupa, aku mau ngasih kabar bagus nih. Sabtu nanti Ibu bikin acara
makan siang di rumahku. Sekalian syukuran karena rumahnya mau
aku tempatin. Semoga kali ini nggak ada halangan kayak dua minggu
lalu, jadi kamu bisa ketemu sama keluargaku."

Aku bisa merasakan senyumku perlahan memudar. Meskipun


pertemuan itu membuatku antusias karena itu berarti hubunganku
dengan Abi semakin meningkat keseriusannya, rasa was-was juga ikut
menyergap. Bagaimana kalau keluarga Abi tidak menyukaiku?

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Setelah beberapa bulan bersama Abi, aku semakin menyadari jika


meskipun dia tidak banyak bicara soal keluarganya, aku yakin dia
berasal dari keluarga yang sangat berada. Gaya hidupnya jelas tidak
hanya ditunjang oleh penghasilannya sebagai orang kepercayaan Bu
Joyo, bagaimanapun royalnya si Bu Bos.

Kalau aku selalu menyombongkan John Wick sebagai kuda


tunggangan kesayangan, Abi mengendarai kuda produksi Jerman.
Jelas bukan kuda sejuta umat. Aku tidak pernah membahasnya karena
membicarakan kendaraannya seperti membuat perbandingan dengan
John Wick, dan aku tidak ingin membuat John Wick merasa uzur
karena harus disandingkan dengan mobil yang baru keluar pabrik tahun
lalu. Itu topik sensitif untuk John Wick.

Abi juga sudah memiliki rumah sendiri di penghujung umur 20-an.


Bukan rumah biasa yang diperoleh dengan fasilitas KPR, tetapi rumah
mewah yang dirancang secara mendetail, dengan halaman belakang
superluas.

Abi bukan tipe orang yang suka berganti-ganti aksesori. Terkadang dia
memakai jam tangan yang sama selama beberapa minggu, tetapi harga
satu buah jam tangan paling murah dari merek yang dipakainya bisa
dipakai untuk membeli selusin jam tangan bermerek yang lain.

Jadi meskipun Abi tidak pernah membahas keluarganya, aku cukup


yakin dia dibesarkan oleh keluarga yang masuk dalam kategori crazy
rich. Orang kaya lama biasanya sudah terbiasa dengan semua hal
berbau materi, sehingga tidak merasa penting lagi untuk
membicarakan dan memamerkannya. Berbeda dengan orang kaya baru
yang masih membutuhkan pengakuan.

Di awal hubungan kami, aku malah pernah menanyakan (dengan nada


bercanda, tentu saja) apakah Abi adalah anak Bu Joyo. Karena kalau
iya, tentu saja semuanya jadi masuk akal. Bu Joyo adalah pengusaha

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

besar yang terkenal sangat peduli dan suka membantu dengan


berinvestasi pada UMKM. Aku, Salwa, dan Widy juga pernah
membahas kecurigaan itu. Salwa bahkan sampai bertualang di rumah
Om Google untuk mencari tahu tentang keluarga Bu Joyo. Tapi tidak
ada foto Bu Joyo dengan anak-anaknya. Yang ada hanya foto Bu Joyo
dengan suaminya, yang juga adalah seorang pengusaha. Hanya saja dia
bergerak di bidang pertambangan yang lahan olahannya berada di
Kalimantan dan Sulawesi. Tidak banyak kehidupan pribadi Bu Joyo
yang bisa ditelusuri di internet. Kelihatannya Bu Joyo sangat menjaga
privasi keluarganya.

Jawaban Abi saat beberapa kali kutanya? Dia hanya berdecak dan
tertawa geli. Asumsi itu pupus ketika kami kebetulan makan malam di
tempat yang sama dengan Bu Joyo dan keluarganya. Saat melihat Bu
Joyo, aku menanyakan apakah Abi akan menemuinya sebagai sopan-
santun. Abi menolak dan bilang, "Bu Joyo pasti nggak suka diganggu
saat sedang bersama keluarganya. Quality time pasti penting untuk
mereka."

Dan ketika Bu Joyo dan keluarganya selesai makan, suami dan kedua
anak Bu Joyo melewati meja kami begitu saja. Hanya Bu Joyo yang
mampir untuk menegur dan berbasa-basi sebentar dengan kami,
layaknya seorang bos kepada pegawainya.

"Hei, kok malah bengong?" telapak tangan Abi yang hangat


membungkus punggung tanganku, membuyarkan lamunanku. "Hari
Sabtu nanti, aku jemput agak cepat ya. Kamu kan termasuk tuan
rumah, bukan tamu."

Aku masih memikirkan penerimaan keluarga Abi. Kalau latar


belakangnya persis seperti yang aku pikir (dan keyakinanku mencapai
99,99%), aku yakin keluarganya punya kriteria khusus tentang
pasangan anaknya. Semoga saja sesama crazy rich tidak termasuk
dalam kriteria itu, karena aku akan sukses terdepak dari daftar

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

nominasi.

"Apa yang bisa aku bantu?" tawarku. Aku mencoba menepis berbagai
pikiran yang melintas di benak.

"Nggak ada. Semua sudah diurus kok. Ini hanya acara kecil. Nggak
terlalu banyak orang, jadi kamu nggak perlu canggung. Hanya
keluarga dan beberapa orang teman dekat."

Keluarga dan teman dekat yang belum aku kenal, ulangku dalam hati.
"Nggak mungkin nggak canggung. Ini kan pertama kali aku mau
ketemu keluarga kamu. Sekarang saja sudah deg-degan," kataku jujur.
"Keluarga kamu pasti punya ekspektasi tentang pasangan kamu, dan
aku khawatir nggak bisa memenuhi ekspektasi itu."

"Keluargaku, terutama orang tuaku open minded banget kok. Soal


pasangan selalu dikembalikan pada anak-anak mereka. Cukup jadi diri
sendiri, Ambar. Kamu nggak harus memenuhi ekspektasi siapa pun."
Senyum Abi berusaha menenangkanku. "Aku jatuh cinta sama diri
kamu yang ini, jadi nggak peduli dengan ekspektasi orang lain. Kalau
mereka berekspektasi, itu urusan mereka. Tapi kita kan nggak wajib
memenuhi ekspektasi mereka."

Aku nyaris berdecak mendengar tanggapan Abimana. "Mereka yang


sedang kita bicarakan ini adalah keluarga kamu lho, Tuan Abimana!"

Abimana mengedikkan bahu, masih tersenyum. "Keluarga yang baik


adalah keluarga yang menghargai pilihan anak-anaknya. Tidak akan
membebankan ekspektasi mereka pada anak-anak dan pasangan
mereka. Aku yakin kalau keluargaku seperti itu, jadi kamu nggak perlu
deg-degan ketemu mereka."

"Cara laki-laki dan perempuan menghadapi hal seperti ini kan beda,
Bi." Aku mengamati tautan tangan kami. Tone kulit kami sedikit
berbeda. Sejak awal aku tahu hal itu, tapi baru kali ini benar-benar
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

memperhatikannya. Abi lebih putih daripada aku. Pasti pengaruh gen.


Apalagi Abi memang lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam
ruangan. Ini adalah bukti bahwa cinta tidak mengenal warna kulit.

"Karena perempuan lebih fokus memikirkan kemungkinan terburuk,


padahal peluang terjadinya kecil banget? Itu sama saja dengan
menyiksa diri sendiri, kan?"

Sulit menjelaskan hal seperti itu kepada laki-laki yang percaya diri
seperti Abi. Aku juga percaya diri. Jarang sekali mengalami episode
insecure. Kali ini aku merasakannya karena terpicu keinginan untuk
diterima di tempat yang tantangannya terasa besar. Tantangan yang
besar itu memang baru pradugaku, tetapi bukankah perempuan
memang sepaket dengan praduga-praduga?

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Tiga


Ketika pertama kencan dengan Abi setelah jadian, aku tidak sempat
memikirkan padu padan pakaian karena Abi menjemputku di kantor.
Aku hanya sempat memperbaiki riasan supaya terlihat segar dan enak
dilihat oleh pacar baru. Kencan itu benar-benar minim persiapan dari
aspek fesyen.

Keadaannya tentu saja berbeda ketika aku bersiap untuk bertemu


keluarga Abi. Apalagi aku akan langsung bertemu dengan keluarganya
besarnya, bukan sekadar keluarga inti. Jujur, aku tidak benar-benar
siap dengan apa yang akan kuhadapi nanti, jadi aku memilih imej
perempuan manis, feminin, dan sopan. Itu penampilan paling aman
untuk bertemu dengan keluarga pasangan, kan? Seandainya keluarga
Abi termasuk konservatif, mereka pasti akan terkejut kalau Abi yang
tenang dan kalem itu menggandeng seseorang yang penampilannya
provokatif. Yang pemilihan gaya fesyennya berani dan makeup-nya
menggunakan warna mencolok. Bukan berarti aku tipe yang seperti itu
sih.

Pilihan pakaianku sehari-hari untuk ke kantor biasanya adalah two


pieces yang semiformal, karena penampilan seperti itu terlihat
profesional dan kompeten saat berhadapan yang pelanggan royal yang
bersedia mentransfer dalam jumlah besar untuk furnitur yang mereka
pesan khusus. Kedatangan mereka tidak bisa diprediksi, karena
mereka tidak selalu membuat janji terlebih dahulu, jadi aku harus siap
setiap saat. Aku juga selalu menyiapkan blazer untuk kondisi khusus
yang lain yang akan mempertegas kesan formal.

Penampilan seperti itu memang tidak senyaman memakai jeans dan


kaus seperti seragam nasional ala Widy, tapi mau bagaimana lagi?
Pembagian tugas kami sudah jelas. Ada harga yang harus dibayar
untuk setiap tujuan yang hendak dicapai.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Jadi, untuk ke rumah baru Abi, aku memilih blus putih beraksen
truffles yang kupadukan dengan rok sebetis bermotif bunga-bunga
kecil. Aku memilih wedges yang tidak terlalu tinggi. Kalau kami akan
menghabiskan banyak waktu di luar ruangan, seperti yang kuprediksi,
betisku tidak akan kelelahan. Aku harus selalu bersiap untuk semua
kondisi.

Gaya makeup minimalis. Hanya cushion, blush on tipis dan bedak


tabur di atas rangkaian skincare. Saat memandang cermin, aku yakin
sudah terlihat segar dan manis. Tidak akan memalukan untuk
digandeng bertemu keluarga pasangan. Penampilan oke. Tinggal
memantapkan mental saja.

Mama sedang keluar saat Abi menjemputku. Katanya sih mau pergi
cari kompos bersama Pandu. Tadi, saat mendengar Mama menyebut
nama Pandu, aku segera membawa teh panasku masuk ke kamar untuk
menghindari pertemuan. Ya, kami belum pernah terlibat percakapan
sejak berpisah di restoran Jepang beberapa hari lalu. Pandu sepertinya
memberiku ruang seperti yang aku minta karena dia juga menghindar.

Senyum yang menghias bibir Abi saat melihatku mengonfirmasi


keyakinanku bahwa penampilanku sesuai dengan harapannya.

"Cantik banget," pujinya. "Aku jadi iri sama keluargaku. Biasanya


penampilan kamu nggak semaksimal ini kalau kita keluar berdua."

"Kamu kan gampang dibikin terkesan," kataku membela diri. Aku


mengerling, mengoda Abi. "Aku tahu kok kamu lebih suka lihat aku
pegang kunci pas dan kunci ring daripada pegang lipstik.
Kemampuanku jadi montir itu kan yang bikin kamu tertarik sama
aku?"

Abi meringis diingatkan pada pertemuan kami saat mobilnya mogok.


"Sudah hukum alam kalau kita gampang tertarik pada seseorang yang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

ahli dalam melakukan sesuatu yang kita nggak bisa. Menurutku,


perempuan dan mesin mobil itu kombinasi yang seksi."

"Untung kamu bilang mesin mobil, bukan perempuan dan mobil,


karena aku akan merasa jadi umbrella girl. Mereka memang sangat
seksi, tapi aku nggak bisa bergabung dalam kelompok itu, karena
memayungi laki-laki sangat merusak egoku."

Abi tertawa kecil. "Jangan tertarik sama kakakku ya. Dia jauh lebih
menarik karena lebih supel daripada aku yang nggak pintar basa-basi.
Dia juga masih single, dan aku yakin kamu termasuk dalam kategori
tipe dia. Dia terlalu banyak dikelilingi perempuan, jadi bingung mau
pilih yang mana."

Baru kali ini Abi mendeskripsikan kakaknya panjang lebar seperti itu.
Dan aku lega karena tidak harus berhadapan dengan seseorang yang
sekaku Abi saat pertemuan-pertemuan awal kami. "Apakah dia lebih
ganteng daripada kamu?" Aku terus menggodanya. Aku pura-pura
berpikir dan mendesah pasrah. "Soalnya aku lemah pada laki-laki
ganteng dan mapan. Aku nggak bisa janji apa-apa kalau nanti kakak
kamu ternyata pakai kaus slim fit dan otot-otot perutnya tercetak jelas.
Laki-laki dengan sixpack dan otot biseps-triseps menawan itu
menyegarkan mata. Bikin melek dan ileran."

Tarikan bibir Abi yang lebar membuat dekik pipinya tampak jelas.
Laki-laki yang menggemaskan ini kelihatan sangat tampan.

"Kalau disuruh memilih, aku lebih suka dengar gurauan kamu kayak
gini daripada lihat kamu pegang dongkrak. Soalnya kalau aku yang
bercanda pasti kedengaran nggak lucu. Aku sudah menerima
kenyataan itu sejak masih SMP."

Aku memang bisa membayangkan canggungnya suasana ketika


candaan Abi disambut pandangan bertanya-tanya oleh audiensnya

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

karena mereka tidak bisa menangkap aura dan makna komedi yang
disampaikannya.

"Kita nggak mampir dulu beli sesuatu, Bi?" tanyaku saat kami sudah
di perjalanan menuju rumahnya.

"Nggak usah bawa apa-apa. Kan sudah aku bilang kalau semuanya
sudah diurus Ibu."

"Masa aku datang dengan tangan kosong sih?" Aku masih tidak enak
hati. Aku tahu kok kalau Abi dan keluarganya tidak butuh apa-apa,
tapi buah tangan pada kunjungan pertama menandakan sopan-santun.
Bukan harga barang yang dibawa, tapi maknanya. "Buah atau kue
gitu?"

"Konsumsi dipegang sama Rizky. Ngambil dari restorannya. Dia


perfeksionis, jadi nggak mungkin ada yang ketinggalan."

Entah mengapa, perasaan tidak nyaman mendadak menyelimutiku


mendengar nama Rizky disebut-sebut. Aku tahu dia sahabat Abi, dan
mereka sudah dekat sejak aku belum kenal Abi, jadi seharusnya aku
tidak perlu berprasangka. Tapi perasaan cemburu bukan hal mudah
dikendalikan. Rizky terasa lebih banyak berperan dalam acara Abi
daripada aku, pasangannya.

Aku mencoba menepis perasaan itu. Ini hari yang seharusnya


menyenangkan, dan aku tidak boleh merusaknya sebelum dimulai.
Apalagi hanya bermodal prasangka. Aku perempuan dewasa yang
tidak seharusnya dikuasai emosi negatif dengan sangat mudah.
Bukankah aku biasanya rasional dan bukan tipe picik yang mengamuk
dulu dan menyesal belakangan? Aku yakin Abi tertarik padaku karena
aku bukan tipe menye-menye yang suka menangis dan mencakar sana-
sini, lalu bersikap sebagai korban saat tahu jika ternyata diriku yang
salah. Berhadapan dengan pasangan penuh drama seperti itu pasti

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menguras energi laki-laki.

"Kasihan Rizky. Dia jadi ikut repot." Aku kagum sendiri mendengar
ketulusan nada prihatin dalam suaraku. Ya, apa sih yang tidak bisa
dilakukan perempuan saat mengamuflasekan perasaan? Kami bisa
melakukan semuanya. Bersandiwara? Sangat mudah!

"Nggak masalah. Dia sudah biasa kok jadi seksi konsumsi saat ada
acara di rumah. Ibu cocok dengan seleranya, jadi dia selalu
memercayakan pilihan makanan pada Rizky."

"Sekarang dia pasti sudah ada di rumah kamu, kan?" tebakku.


"Seharusnya aku datang lebih cepat untuk membantunya. Kamu nggak
perlu menjemputku. Aku bisa datang sama John Wick."

"Sudah nggak terlalu banyak yang dikerjakan hari ini. Rizky dan
timnya sudah menyiapkan semuanya kemarin. Hari ini tinggal
membawa makanannya saja."

Sekarang rasanya malah semakin tidak enak. Kemarin-kemarin aku


sempat tersanjung saat didaulat sebagai salah seorang tuan rumah oleh
Abi. Sekarang perasaan tersanjung itu sudah nyungsep ke dasar. Siapa
juga yang senang menjadi tuan rumah rasa tamu?

Aku tahu Abi tidak bisa disalahkan untuk hal yang aku rasakan. Dia
pasti bersikap seperti ini untuk membuatku nyaman. Terkadang laki-
laki berpikir jika pasangannya suka diperlakukan sebagai ratu, yang
menerima semua hal secara bersih, tanpa perlu dilibatkan dalam proses
pekerjaan karena takut merepotkan. Sayangnya aku bukan tipe seperti
itu. Aku suka terlibat langsung. Kalau tidak suka repot, aku tidak akan
mendirikan usaha dengan teman-temanku. Aku akan duduk-duduk saja
di dalam kamar sambil mengikir kuku dan nonton Netflix karena
pendapatan dari bengkel yang masuk dalam rekeningku setiap bulan
sudah cukup untuk membiayai hidupku secara layak.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kita tetap mampir untuk beli buah dan kue ya, Bi," kataku, kali ini
dengan nada tegas. "Aku beneran nggak mau muncul dengan tangan
kosong. Nggak enak."

Abi menoleh untuk menatapku sejenak sebelum menjawab, "Oke.


Jangan terlalu khawatir gitu dong. Bertemu dengan keluargaku nggak
akan semenegangkan yang kamu pikirkan sekarang." Dia mengulurkan
tangan untuk menggenggam tanganku sejenak. "Santai saja."

Bukan itu yang aku pikirkan. Tadi, untuk beberapa saat, aku malah
sempat melupakan keluarga Abi yang akan kuhadapi. Sekarang karena
dia sudah menyebutkannya, perasaan tidak nyamanku bertambah jadi
dua kali lipat. Kemampuanku memanipulasi ekspresi benar-benar diuji
hari ini.

**

Kalau mau baca tamat untuk versi online, bisa ke Karyakarsa ya.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Empat


Perasaan sebagai tuan rumah rasa tamu semakin menguat ketika kami
sampai di rumah Abi. Tuan rumah sebenarnya akan berada di tempat
ini sebelum orang lain datang, bukan ketika garasi dan halaman depan
yang lapang nyaris sudah dipenuhi oleh mobil-mobil kinclong.

Syukurlah aku tidak perlu membawa John Wick ke sini, karena dia
pasti akan merasa sebagai veteran perang dunia pertama yang sudah
kelelahan saat berhadapan dengan mobil generasi Alpha yang gaya
serta penuh vitalitas, karena aku yakin mobil-mobil yang terpakir di
rumah Abi tidak ada yang berumur lebih dari 5 tahun. Saking
mengilapnya, body mobil itu bisa digunakan untuk bercermin. Pori-
pori kulit wajahku pasti bisa terlihat jelas di sana.

"Yuk...." Abi memegang sikuku, mengajak masuk rumah. Sebelah


tangannya menenteng keranjang buah, sedangkan aku memegang erat
kotak tart buah yang tadi kami beli. "Acara makan-makannya dibikin
di halaman belakang, dekat kolam. Tapi orang-orang kayaknya masih
nyebar di mana-mana. Tante-tanteku pasti masih pada berkeliling
lihat-lihat rumah. Ini kesempatan untuk nambah pelanggan, karena aku
yakin mereka akan tertarik sama furnitur yang kalian buat untuk
rumah ini."

Sayangnya, jiwa entrepeneurku tidak sedang on fire hari ini.


Dikalahkan oleh berbagai pikiran yang sedang berkecamuk.

Ruang tamu dan ruang tengah superluas yang kami masuki tampak
kosong, tetapi suara-suara perempuan terdengar bersahut-sahutan dari
lantai atas. Abi benar, tante-tantenya sedang house tour.

"Kita langsung ke belakang yuk!" Abi mengarahkan langkahku


menuju pintu geser kaca yang terbuka. "Rizky dan pegawainya sudah
ada di sana."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Memang benar, berbeda dengan bagian rumah di lantai bawah yang


sepi, halaman belakang tampak lebih ramai. Beberapa meja yang
dikelilingi kursi tampak sudah terisi oleh orang-orang yang ngobrol
santai. Butuh usaha ekstra untuk mengatur halaman belakang menjadi
tempat perjamuan seperti ini. Dekornya sederhana, tapi elegan.
Pemilihan bunga-bunga pemanis sangat cocok. Rizky benar-benar
hebat. Aku tidak akan kaget seandainya dia punya bisnis EO juga,
selain restoran sehat dan mahalnya yang mulai menggurita.

Aku sangat mudah mengenali Rizky. Dia satu-satunya orang yang


pernah berinteraksi denganku. Dia sedang sibuk memberi instruksi
pada beberapa orang yang sedang mengatur hidangan. Saat
pandangannya terarah kepada kami, senyumnya tampak lebar. Dia
bergegas menghampiri kami. Persis seperti tuan rumah yang
menyambut kedatangan tamu.

"Halo, Ambar," sapanya ramah. "Selamat datang di rumah Abi. Eh,


tapi ini bukan yang pertama kali, kan? Abi bilang, hampir semua
furniturnya kamu yang desain."

"Bukan aku saja," jawabku cepat. Rasanya tidak enak menerima pujian
untuk hasil kerja Widy dan Salwa. "Lebih banyak dikerjakan oleh
teman-temanku."

Pernyataanku tampaknya hanya dianggap basa-basi oleh Rizky.


Perhatiannya langsung teralih pada keranjang yang dibawa Abi.
"Syukurlah kalian bawa buah!" Dia langsung mengambil keranjang itu
dari tangan Abi. "Sebagian buah yang aku bawa tadi terjatuh saat
dikeluarkan dari mobil. Baru saja aku mau pesan buah yang baru."
Rizky menatapku lega. "Ini pasti ide kamu kan? Karena Abi paling
nggak perhatian sama hal-hal kecil kayak gini."

Melihat Rizky yang kelihatan tulus seperti itu, sikap plin-planku


dengan cepat mengambil alih. Sepertinya aku memang terlalu dimakan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

prasangka. Cemburu untuk hal yang tidak perlu. Persahabatan Abi dan
Rizky yang sudah ditempa waktu seharusnya tidak perlu berubah
karena kehadiranku. Toh porsi kami berbeda di hati Abi.

"Ada yang bisa aku bantu?" Sekarang suasana hatiku terasa jauh lebih
baik.

Rizky menunjuk kotak di tanganku. "Buah dan kuenya kita taruh di


meja dessert aja." Dia menunjuk meja yang ukurannya lebih kecil
daripada meja hidangan.

Aku mengikuti langkah Rizky yang tampak pasti dan percaya diri.
Persis seperti aku ketika berada di zona nyaman. Tapi rumah Abi,
untuk saat ini bukan zona nyamanku. Jadi aku memilih mengikuti
arus. Pegawai Rizky yang berjaga di meja dessert mengambil alih kue
di tanganku. Dengan cekatan dia memindahkan kue itu ke piring ceper
berukuran besar yang seolah memang sudah disiapkan untuk model
kue yang aku bawa. Benar-benar penuh persiapan.

"Tamunya banyak ya?" tanyaku pada Rizky. Melihat jumlah hidangan


yang disiapkan Rizky, aku mulai meragukan kata-kata Abi tentang
jumlah keluarganya yang menghadiri acara ini.

"Hanya keluarga Abi. Tapi memang ramai karena Ibu, maksudku, ibu
Abi merangkaikan acara syukuran rumah Abi dengan arisan keluarga.
Oh ya, sudah kenalan sama ibu Abi?" Rizky balik bertanya.

Aku spontan menggeleng. "Belum."

"Tadi Ibu memang menemani tante-tante Abi home tour. Mungkin


masih di atas. Ayah Abi dan Virzha akan ke sini setelah main golf.
Acara rutin mingguan mereka."

Aku menduga jika Virzha adalah kakak Abi, tetapi memilih tidak
menegaskan hal itu kepada Rizky.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Wah... ada apple pie!" seruan antusias itu terdengar di sampingku.


Aku mengawasi gadis cantik yang baru datang itu. Kulitnya putih
bersih. Penampilannya kasual. Hanya memakai jeans dan kaus putih.
Rambut indahnya yang diwarnai cokelat dan di-highlight pirang
tergerai panjang di depan dada. Posturnya seperti model. Entah
mengapa, aku merasa pernah melihatnya, tetapi tidak ingat di mana.
"Ini bikinan Mbak Kiky, kan? Susah banget lho cari apple pie seenak
bikinan Mbak Kiky di Surabaya. Minggu lalu aku minta dibuatin sama
si Mbok, tapi rasanya beneran beda jauh. Si Mbok itu spesialis
makanan tradisional. Seleranya nggak nyampe kalau resepnya
kekinian."

Rizky tertawa. "Iya, ini bikinanku kok. Kan kamu yang request minta
dibikinin apple pie untuk acara hari ini."

"Aku beneran kangen kue bikinan Mbak Kiky. Sekarang kan udah
jarang nyicipin kue Mbak Kiky karena Mbak Kiky udah makin sibuk.
Udah jarang banget main di rumah. Kok apple pie-nya nggak
dimasukin dalam menu restoran Mbak Kiky saja sih? Biar kalau
pengin tinggal delivery aja."

Aku diam saja mengikuti percakapan itu.

"Pernah dicoba, tapi nggak selaku dessert yang lain, Del. Kebanyakan
pelanggan lebih suka kue yang rasa cokelatnya kental kayak brownies.
Jadi dihapus lagi deh dari menu. Di Surabaya ini, mungkin kamu saja
deh yang tergila-gila sama apple pie." Rizky mengalihkan perhatian
cewek yang dia panggil "Del" itu padaku. "Belum kenalan sama pacar
Abi, kan?"

Cewek itu spontan menoleh dan tersenyum padaku. Lesung pipinya


sangat dalam, menambah kecantikannya. Dia menarik tangannya yang
sudah terulur pada piring apple pie dan mengulurkannya padaku.
"Halo, Mbak, aku Adel, adik Mas Abi."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku benar-benar pernah melihatnya. Aku berusaha keras mengingat-


ingat. "Ambar." Aku menjabat tangan Adel.

"Sudah tahu, Mbak." Adel tertawa. "Udah dikasih lihat fotonya sama
Mas Abi waktu dia bikin pengumuman mau kenalin Mbak Ambar
sama keluarga sejak beberapa minggu lalu, tapi nggak jadi karena
kakek keburu sakit. Oh ya, Mas Abi-nya mana?"

"Kayaknya lagi nyari Ibu di atas," jawab Rizky.

"Mau dikenalin sama calon menantu nih!" Adel mengedipkan sebelah


mata padaku.

Aku ikut tersenyum melihat ekspresinya. Perkenalan dengan adik Abi


berjalan lancar. Dia tampak ramah, walaupun sepertinya lebih tertarik
pada apple pie buatan Rizky daripada denganku, karena dia segera
beralih ke piring kue itu.

"Cuci tangan dulu!" punggung tangannya ditepuk Rizky. "Aku yakin


dari mobil, kamu langsung ke sini, dan belum cuci tangan. Jorok tuh
jangan dijadikan kebiasaan."

Adel langsung cemberut, tapi lantas mengedikkan bahu dengan


tampang pasrah. "Iya deh, aku cuci tangan." Dia beranjak menuju
wastafel yang letaknya tidak jauh dari pintu geser.

Aku mengikuti gerakan Adel dengan pandangan, dan saat itu mataku
lantas menangkap sosok Abi yang sedang bicara dengan seorang
perempuan setengah baya di balik dinding kaca. Keduanya bergerak
bersama menuju pintu, jelas hendak keluar. Apakah itu ibunya? Aku
tidak bisa menangkap rautnya dengan jelas karena dihalangi oleh Abi
yang berada di sisi kanannya.

Wajah ibu itu baru terlihat jelas setelah mereka melewati pintu geser.
Aku spontan membelalak dan melongo. Pantas saja wajah Adel
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

terlihat familier. Sekarang aku ingat persis di mana aku pernah


melihatnya. Dia termasuk dalam anggota keluarga Bu Joyo yang aku
dan Abi temui ketika makan malam di restoran yang sama. Kalau Adel
adalah anak Bu Joyo, itu berarti bahwa Abi....

Apa-apaan ini?

**

Apakah aku senang saat mengetahui jika Bu Joyo, investor yang sering
kami sanjung setinggi langit ternyata benar-benar adalah ibu Abi?
Entahlah. Terlalu banyak hal yang berbenturan di dalam benakku pada
saat yang bersamaan sehingga sulit memprosesnya.

Mengapa Abi harus menyembunyikan hal itu? Dia memang tidak


pernah tegas mengatakan kalau Bu Joyo bukan ibunya ketika aku
menanyakan hal itu, tapi dia jelas membiarkan aku berasumsi kalau
anggapanku salah.

"Halo, Ambar...," sapa Bu Joyo. Seperti biasa, senyumnya tampak


ramah dan hangat. Ekspresi kagetku pasti sangat jelas sehingga dia
menepuk-nepuk punggung tanganku yang masih berada dalam
genggamannya setelah kami bersalaman. "Abi pasti belum bilang
kalau saya ibunya ya? Anak-anak saya sepertinya punya
kecenderungan untuk durhaka, karena nggak mau dikenali sebagai
anak saya. Saya baru diakui sebagai ibu saat hubungan mereka dengan
pacarnya sudah serius."

Aku tidak tahu cara menanggapi candaan seperti itu. Senyumku pasti
kecut. Semoga saja aku tidak terlihat bodoh.

"Jangan marah," bisik Abi. "Nanti aku jelaskan."

Bagaimanapun jengkelnya aku pada Abi, aku tidak mungkin


mengomel di rumahnya, apalagi di depan ibunya dan Rizky. Tapi dia
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

memang berutang penjelasan padaku.

Aku dan Bu Joyo belum sempat berbasa-basi ketika seseorang


memanggilnya.

"Nanti kita ngobrol kalau acara arisannya sudah selesai ya, Ambar."
Bu Joyo lantas menoleh pada Rizky. "Ky, minta staf kamu nyiapin
meja di atas juga ya, Nak. Sebagian makanan di sini dibawa ke atas.
Tante-tante Abi udah pada males turun tuh. Lutut yang uzur memang
nggak bersahabat dengan tangga yang lumayan tinggi. Sudah nggak
sanggup dibawa naik-turun."

Setelah Bu Joyo kembali ke dalam rumah, Abi menarik tanganku,


mengajakku ke salah satu meja kosong. Dia pasti ingin menjelaskan
mengapa tidak lantas mengakui secara gamblang jika Bu Joyo adalah
ibunya ketika kutanyakan.

Tapi kami belum sempat bicara saat seseorang tiba-tiba ikut duduk di
salah satu kursi kosong yang ada di meja kami. Kali ini aku tidak perlu
berpikir lagi karena langsung mengenalinya sebagai kakak Abi. Dia
laki-laki yang ada di meja makan Bu Joyo waktu itu.

"Halo, aku Virzha." Dia mengulurkan tangan padaku. Seperti Adel dan
Bu Joyo, senyumnya ramah. Sorot matanya hangat dan bersahabat.
Aku segera mengenali perbedaan karakter yang dimaksud Abi saat
menceritakan kakaknya. Penampilan fisik mereka juga berbeda. Tidak
seperti Abi dan Adel yang berkulit putih, tone kulit Virzha lebih gelap.
"Aku memperkenalkan diri sendiri karena Abi pasti nggak pernah
bercerita tentang aku. Dia takut bersaing, karena tahu diri nggak akan
pernah bisa mengalahkan kakaknya kalau urusan menarik perhatian
perempuan. Iya kan, Bi?" tawa Virzha yang menggoda Abi terdengar
empuk.

Virzha itu adalah gambaran dari seorang laki-laki percaya diri yang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tahu persis jika dirinya menarik. Dia menguarkan aura hangat dan
terbuka sehingga orang yang baru mengenalnya pun tidak merasa
sungkan ketika berinteraksi. Setidaknya, begitulah kesan yang
kutangkap saat ini.

"Sebenarnya kita sudah pernah ketemu," kata Virzha lagi setelah aku
menyambut uluran tangannya. "Beberapa bulan lalu di restoran, saat
kita kebetulan makan di tempat yang sama." Tawanya kembali
terdengar. "Adel sudah pengin nyamperin, tapi pesan Abi yang minta
nggak diganggu keburu masuk. Abi itu terlalu penuh perhitungan. Dia
nggak suka kejutan, dan nggak suka ngasih kejutan kalau belum yakin
sama reaksi orang yang pengin dia kejutin. Jadi walaupun kesannya
konyol, kami terpaksa pura-pura cuek aja waktu lewat di dekat meja
kalian. Karena aku orangnya ramah banget, permintaan absurd Abi itu
adalah salah satu cobaan terberat dalam hidupku."

Mau tidak mau aku tersenyum mendengar kata-kata konyol Virzha.


Dia tampak total mengerjai adiknya.

Abi menggenggam tanganku. "Aku mau kamu kenalan dengan


keluargaku saat aku mengajakmu ke rumah, jadi kesannya lebih resmi.
Bukan kenalan karena kebetulan berada di tempat yang sama seperti
tempo hari."

Jawaban Abi menyapu habis semua rasa penasaran juga kedongkolan


yang sempat kurasakan saat mengenali Adel dan Virzha. Itu jawaban
masuk akal dan memang sesuai dengan karakter Abi yang penuh
perhitungan dan cenderung formal. Kenyataan bahwa dia adalah anak
Bu Joyo memang masih sedikit mengganggu. Mengapa dia harus
menyembunyikan hal itu? Apakah dia ingin membuktikan jika aku
bukan tipe perempuan materialis sebelum mengajakku pacaran? Untuk
memastikan jika aku tidak akan membuat lubang yang sangat dalam di
rekeningnya? Kalau itu alasannya, jujur, egoku lumayan tersentil.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku perempuan mandiri yang bangga dengan pencapaian dan uang


yang kuhasilkan dari kerja kerasku sendiri. Ada kepuasan yang
berbeda mendapatkan uang dari usaha yang aku rintis dari nol dengan
menerima tranferan bagi hasil bengkel. Karena itu aku memisahkan
rekening penghasilan dari bengkel dan uang gaji dari usaha furnitur.
Bukan untuk membuat perbandingan, tetapi untuk mengetahui progres
pencapaianku. Tidak bisa kupungkiri jika bengkel adalah passive
income yang sangat menjanjikan karena Pandu bukan hanya mekanik
unggul, tetapi juga punya jiwa pengusaha sehingga inovasi yang
dilakukannya telah membuat bengkel kami jauh lebih maju daripada
ketika masih dipegang Ayah yang waktu itu hanya fokus pada bengkel
dan penjualan sparepart kendaraan saja. Pandu sudah melebarkan
usaha dengan membuka salon mobil dan auto detailing. Tanah kosong
yang dulunya digunakan sebagai tempat memarkir mobil pelanggan
yang belum dikerjakan sudah dia sulap menjadi bangunan baru.

"Abi bilang kalau hampir semua furnitur yang ada di rumah ini
dipesan dari tempatmu." Virzha tampaknya sudah puas menggoda Abi
sehingga mengalihkan percakapan ke topik lain. "Aku suka banget
sama coffee table-nya. Itu bisa pesan warna, kan? Warna itu nggak
cocok dengan konsep interior rumahku."

"Tentu saja bisa." Aku suka topik yang ini. Bicara tentang pekerjaan
yang kita sukai memang lebih nyaman untuk dilakukan saat bertemu
dengan orang yang baru dikenal. Aku mengeluarkan kartu nama dari
dompet. "Silakan datang ke toko kami. Ada beberapa coffee table lain
yang mungkin cocok dengan konsep rumah Mas Virzha."

Widy memang jago mendesain coffee table. Ide-idenya yang unik


selalu berhasil membuat pelanggan yang datang ke showroom kami
menyempatkan diri mengagumi coffee table apa pun yang sedang
dipamerkan di sana.

Virzha meraih kartu nama yang kuulurkan. "Aku pasti datang.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Kebetulan memang butuh beberapa perabot untuk rumah."

Sepertinya anak-anak Bu Joyo adalah tipe laki-laki yang sudah


menyiapkan rumah idaman mereka sebelum mereka menikah. Bukan
hal aneh untuk ukuran laki-laki yang memang sudah mapan, yang jelas
tidak akan memakai jargon SPBU ketika memulai rumah tangga.
Tidak ada istilah: Kita mulai dari nol bersama ya, Sayang.

"Kalau mau ke tempat Ambar, telepon aku dulu, biar kita pergi sama-
sama," Abi ikut dalam percakapan kami.

Virzha tertawa. "Aku beneran mau cari furnitur, Bro, bukan mau
godain Ambar. Tenang aja."

Aku hanya tersenyum mendengar candaan itu. Kalaupun Virzha adalah


tipe buaya yang main seruduk saja tanpa peduli rambu-rambu ikatan
persaudaraan, toh aku tidak berminat meladeninya. Aku tidak tertarik
terbelit cinta rumit yang melibatkan lebih dari dua orang. Drama cinta
bersegi banyak itu lebih bagus dinikmati dalam bentuk tontonan,
bukan terjadi dalam kehidupan pribadi.

Ya, itu pemikiran ge-er sih karena candaan Virzha tidak lantas berarti
kalau dia tertarik padaku. Aku tidak kelihatan semenakjubkan Rizky
yang bisa membuat perempuan sekalipun akan terpesona saat
memandangnya. Aku tidak akan merasa cemburu tanpa alasan yang
jelas. Cemburu karena alasan kecantikan mungkin akan terdengar
dangkal, tapi perempuan terkadang memang dangkal ketika merasa
cemburu. Sulit memaksakan logika ketika bicara tentang perasaan.

Ngomong-ngomong tentang Rizky, beberapa kali aku melihatnya


mengawasi meja kami. Posisi tempatku duduk memang berhadapan
langsung dengan tempatnya berdiri sehingga gerakannya otomatis
masuk dalam jangkauan pandanganku. Karena aku duduk bersama Abi
dan Virzha, aku tidak tahu siapa yang menarik perhatiannya, tetapi aku

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

berharap semoga saja orang itu bukan Abi.

Aku benci menjadi orang plinplan, yang terus berubah pendapat


tentang Rizky, tetapi aku tidak lantas bisa bisa menghilangkan
prasangka meskipun ingin. Seandainya saja otak bisa dikendalikan,
semua hal pasti akan terasa lebih mudah dan sederhana.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Lima


Apakah aku senang saat mengetahui jika Bu Joyo, investor yang sering
kami sanjung setinggi langit ternyata benar-benar adalah ibu Abi?
Entahlah. Terlalu banyak hal yang berbenturan di dalam benakku pada
saat yang bersamaan sehingga sulit memprosesnya.

Mengapa Abi harus menyembunyikan hal itu? Dia memang tidak


pernah tegas mengatakan kalau Bu Joyo bukan ibunya ketika aku
menanyakan hal itu, tapi dia jelas membiarkan aku berasumsi kalau
anggapanku salah.

"Halo, Ambar...," sapa Bu Joyo. Seperti biasa, senyumnya tampak


ramah dan hangat. Ekspresi kagetku pasti sangat jelas sehingga dia
menepuk-nepuk punggung tanganku yang masih berada dalam
genggamannya setelah kami bersalaman. "Abi pasti belum bilang
kalau saya ibunya ya? Anak-anak saya sepertinya punya
kecenderungan untuk durhaka, karena nggak mau dikenali sebagai
anak saya. Saya baru diakui sebagai ibu saat hubungan mereka dengan
pacarnya sudah serius."

Aku tidak tahu cara menanggapi candaan seperti itu. Senyumku pasti
kecut. Semoga saja aku tidak terlihat bodoh.

"Jangan marah," bisik Abi. "Nanti aku jelaskan."

Bagaimanapun jengkelnya aku pada Abi, aku tidak mungkin


mengomel di rumahnya, apalagi di depan ibunya dan Rizky. Tapi dia
memang berutang penjelasan padaku.

Aku dan Bu Joyo belum sempat berbasa-basi ketika seseorang


memanggilnya.

"Nanti kita ngobrol kalau acara arisannya sudah selesai ya, Ambar."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Bu Joyo lantas menoleh pada Rizky. "Ky, minta staf kamu nyiapin
meja di atas juga ya, Nak. Sebagian makanan di sini dibawa ke atas.
Tante-tante Abi udah pada males turun tuh. Lutut yang uzur memang
nggak bersahabat dengan tangga yang lumayan tinggi. Sudah nggak
sanggup dibawa naik-turun."

Setelah Bu Joyo kembali ke dalam rumah, Abi menarik tanganku,


mengajakku ke salah satu meja kosong. Dia pasti ingin menjelaskan
mengapa tidak lantas mengakui secara gamblang jika Bu Joyo adalah
ibunya ketika kutanyakan.

Tapi kami belum sempat bicara saat seseorang tiba-tiba ikut duduk di
salah satu kursi kosong yang ada di meja kami. Kali ini aku tidak perlu
berpikir lagi karena langsung mengenalinya sebagai kakak Abi. Dia
laki-laki yang ada di meja makan Bu Joyo waktu itu.

"Halo, aku Virzha." Dia mengulurkan tangan padaku. Seperti Adel dan
Bu Joyo, senyumnya ramah. Sorot matanya hangat dan bersahabat.
Aku segera mengenali perbedaan karakter yang dimaksud Abi saat
menceritakan kakaknya. Penampilan fisik mereka juga berbeda. Tidak
seperti Abi dan Adel yang berkulit putih, tone kulit Virzha lebih gelap.
"Aku memperkenalkan diri sendiri karena Abi pasti nggak pernah
bercerita tentang aku. Dia takut bersaing, karena tahu diri nggak akan
pernah bisa mengalahkan kakaknya kalau urusan menarik perhatian
perempuan. Iya kan, Bi?" tawa Virzha yang menggoda Abi terdengar
empuk.

Virzha itu adalah gambaran dari seorang laki-laki percaya diri yang
tahu persis jika dirinya menarik. Dia menguarkan aura hangat dan
terbuka sehingga orang yang baru mengenalnya pun tidak merasa
sungkan ketika berinteraksi. Setidaknya, begitulah kesan yang
kutangkap saat ini.

"Sebenarnya kita sudah pernah ketemu," kata Virzha lagi setelah aku

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menyambut uluran tangannya. "Beberapa bulan lalu di restoran, saat


kita kebetulan makan di tempat yang sama." Tawanya kembali
terdengar. "Adel sudah pengin nyamperin, tapi pesan Abi yang minta
nggak diganggu keburu masuk. Abi itu terlalu penuh perhitungan. Dia
nggak suka kejutan, dan nggak suka ngasih kejutan kalau belum yakin
sama reaksi orang yang pengin dia kejutin. Jadi walaupun kesannya
konyol, kami terpaksa pura-pura cuek aja waktu lewat di dekat meja
kalian. Karena aku orangnya ramah banget, permintaan absurd Abi itu
adalah salah satu cobaan terberat dalam hidupku."

Mau tidak mau aku tersenyum mendengar kata-kata konyol Virzha.


Dia tampak total mengerjai adiknya.

Abi menggenggam tanganku. "Aku mau kamu kenalan dengan


keluargaku saat aku mengajakmu ke rumah, jadi kesannya lebih resmi.
Bukan kenalan karena kebetulan berada di tempat yang sama seperti
tempo hari."

Jawaban Abi menyapu habis semua rasa penasaran juga kedongkolan


yang sempat kurasakan saat mengenali Adel dan Virzha. Itu jawaban
masuk akal dan memang sesuai dengan karakter Abi yang penuh
perhitungan dan cenderung formal. Kenyataan bahwa dia adalah anak
Bu Joyo memang masih sedikit mengganggu. Mengapa dia harus
menyembunyikan hal itu? Apakah dia ingin membuktikan jika aku
bukan tipe perempuan materialis sebelum mengajakku pacaran? Untuk
memastikan jika aku tidak akan membuat lubang yang sangat dalam di
rekeningnya? Kalau itu alasannya, jujur, egoku lumayan tersentil.

Aku perempuan mandiri yang bangga dengan pencapaian dan uang


yang kuhasilkan dari kerja kerasku sendiri. Ada kepuasan yang
berbeda mendapatkan uang dari usaha yang aku rintis dari nol dengan
menerima tranferan bagi hasil bengkel. Karena itu aku memisahkan
rekening penghasilan dari bengkel dan uang gaji dari usaha furnitur.
Bukan untuk membuat perbandingan, tetapi untuk mengetahui progres

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

pencapaianku. Tidak bisa kupungkiri jika bengkel adalah passive


income yang sangat menjanjikan karena Pandu bukan hanya mekanik
unggul, tetapi juga punya jiwa pengusaha sehingga inovasi yang
dilakukannya telah membuat bengkel kami jauh lebih maju daripada
ketika masih dipegang Ayah yang waktu itu hanya fokus pada bengkel
dan penjualan sparepart kendaraan saja. Pandu sudah melebarkan
usaha dengan membuka salon mobil dan auto detailing. Tanah kosong
yang dulunya digunakan sebagai tempat memarkir mobil pelanggan
yang belum dikerjakan sudah dia sulap menjadi bangunan baru.

"Abi bilang kalau hampir semua furnitur yang ada di rumah ini
dipesan dari tempatmu." Virzha tampaknya sudah puas menggoda Abi
sehingga mengalihkan percakapan ke topik lain. "Aku suka banget
sama coffee table-nya. Itu bisa pesan warna, kan? Warna itu nggak
cocok dengan konsep interior rumahku."

"Tentu saja bisa." Aku suka topik yang ini. Bicara tentang pekerjaan
yang kita sukai memang lebih nyaman untuk dilakukan saat bertemu
dengan orang yang baru dikenal. Aku mengeluarkan kartu nama dari
dompet. "Silakan datang ke toko kami. Ada beberapa coffee table lain
yang mungkin cocok dengan konsep rumah Mas Virzha."

Widy memang jago mendesain coffee table. Ide-idenya yang unik


selalu berhasil membuat pelanggan yang datang ke showroom kami
menyempatkan diri mengagumi coffee table apa pun yang sedang
dipamerkan di sana.

Virzha meraih kartu nama yang kuulurkan. "Aku pasti datang.


Kebetulan memang butuh beberapa perabot untuk rumah."

Sepertinya anak-anak Bu Joyo adalah tipe laki-laki yang sudah


menyiapkan rumah idaman mereka sebelum mereka menikah. Bukan
hal aneh untuk ukuran laki-laki yang memang sudah mapan, yang jelas
tidak akan memakai jargon SPBU ketika memulai rumah tangga.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tidak ada istilah: Kita mulai dari nol bersama ya, Sayang.

"Kalau mau ke tempat Ambar, telepon aku dulu, biar kita pergi sama-
sama," Abi ikut dalam percakapan kami.

Virzha tertawa. "Aku beneran mau cari furnitur, Bro, bukan mau
godain Ambar. Tenang aja."

Aku hanya tersenyum mendengar candaan itu. Kalaupun Virzha adalah


tipe buaya yang main seruduk saja tanpa peduli rambu-rambu ikatan
persaudaraan, toh aku tidak berminat meladeninya. Aku tidak tertarik
terbelit cinta rumit yang melibatkan lebih dari dua orang. Drama cinta
bersegi banyak itu lebih bagus dinikmati dalam bentuk tontonan,
bukan terjadi dalam kehidupan pribadi.

Ya, itu pemikiran ge-er sih karena candaan Virzha tidak lantas berarti
kalau dia tertarik padaku. Aku tidak kelihatan semenakjubkan Rizky
yang bisa membuat perempuan sekalipun akan terpesona saat
memandangnya. Aku tidak akan merasa cemburu tanpa alasan yang
jelas. Cemburu karena alasan kecantikan mungkin akan terdengar
dangkal, tapi perempuan terkadang memang dangkal ketika merasa
cemburu. Sulit memaksakan logika ketika bicara tentang perasaan.

Ngomong-ngomong tentang Rizky, beberapa kali aku melihatnya


mengawasi meja kami. Posisi tempatku duduk memang berhadapan
langsung dengan tempatnya berdiri sehingga gerakannya otomatis
masuk dalam jangkauan pandanganku. Karena aku duduk bersama Abi
dan Virzha, aku tidak tahu siapa yang menarik perhatiannya, tetapi aku
berharap semoga saja orang itu bukan Abi.

Aku benci menjadi orang plinplan, yang terus berubah pendapat


tentang Rizky, tetapi aku tidak lantas bisa bisa menghilangkan
prasangka meskipun ingin. Seandainya saja otak bisa dikendalikan,
semua hal pasti akan terasa lebih mudah dan sederhana.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Enam


Aku update ulang ya.

**

Malam sudah turun saat Abi mengantarku pulang. Aku menghabiskan


banyak waktu di rumahnya, tetapi tidak sempat terlibat interaksi yang
intens dengan keluarga intinya karena ada banyak orang di sana.
Virzha adalah satu-satunya anggota keluarga Abi yang lumayan lama
menemaniku ngobrol. Kedua orang tua Abi sibuk dengan anggota
keluarga lain yang seumuran, sedangkan Adel jelas lebih tertarik pada
makanan daripada ngobrol denganku. Dia seperti orang yang sudah
terlalu lama puasa dan baru diizinkan berbuka.

"Nanti datang ke rumah ya, Ambar," kata Bu Joyo saat kami berpisah
tadi. "Biar ngobrolnya enak. Suasana hari ini nggak ideal banget untuk
berkenalan dengan keluarga Abi. Maaf kalau kesannya kamu nggak
disambut."

Selama tidak menyangkut hubungan asmara, aku bukan tipe baperan.


Jadi, aku mengerti acara hari ini fokusnya adalah rumah baru Abi dan
arisan keluarga, bukan diriku. Keluarga besar Abi pastilah orang-orang
sibuk yang jarang saling mengunjungi, sehingga acara arisan menjadi
spesial sebagai ajang silaturahmi yang terjadwal. Tidak penting siapa
yang undiannya jatuh dan mendapatkan uang arisan, yang utama
adalah menjaga ikatan kekeluargaan tetap terjalin erat.

"Apa yang Ibu bilang tadi benar," Abi mengutip kata-kata ibunya
dalam perjalanan menuju rumahku. "Acara hari ini beneran nggak
ideal untuk memperkenalkan kamu pada keluargaku. Seharusnya aku
sudah memperkirakan kalau suasananya akan seramai tadi karena
acara arisan di rumah orang tuaku juga biasanya memang mirip acara
hajatan."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Nggak usah dibahas lagi. Aku ngerti kok. Daripada ngomongin


situasi yang nggak ideal tadi, aku lebih penasaran tentang alasan kamu
nggak mengakui Bu Joyo sebagai ibu kamu waktu aku menanyakan
hal itu."

Abi meringis dan mengerling sejenak. Seharusnya kami mungkin tidak


membahas masalah itu di dalam mobil yang sedang melaju, tapi
pertanyaan itu sudah telanjur terlontar. Batas kesabaranku menahan
rasa penasaran memang tipis untuk hal-hal yang mengusik rasa ingin
tahuku. Apalagi aku sudah menekan pertanyaan itu dalam-dalam sejak
beberapa jam lalu, saat mengetahui hubungan antara Abi dan Bu Joyo.

"Sebenarnya aku nggak bermaksud menyembunyikannya," jawab Abi.


"Untuk urusan pekerjaan, aku dan Ibu berusaha menjalaninya
seprofesional mungkin. Tidak semua ide yang aku ajukan diterima Ibu
karena pertimbangan aku adalah anaknya. Banyak perusahaan
keluarga akhirnya mengalami kebangkrutan karena manajemen
kekeluargaan yang pengelolaannya nggak profesional."

"Bukan itu yang aku tanyakan!" aku buru-buru menyela penjelasan


Abi. Jawabannya melenceng jauh dari pertanyaanku. Aku juga
mengerti tentang profesionalisme dan manajemen usaha. Meskipun
skalanya jauh lebih kecil dari perusahaan keluarga Abi, aku juga
seorang pengusaha. Aku tidak akan mendirikan usaha bersama Salwa
dan Widi kalau tidak paham cara mengelola bisnis. Itu sama saja
dengan membuang uang percuma. "Nggak hanya sekali lho aku
bertanya tentang hubungan kamu dengan Bu Joyo."

"Aku paham pertanyaan kamu, Mbar. Aku mau menjelaskan alasannya


secara runut saja, karena aku yakin kamu nggak menangkap kesan
kalau aku dan Ibu punya hubungan di luar pekerjaan di awal-awal
perkenalan kita."

Abi benar. Aku tidak akan mencurigai dia adalah anak Bu Joyo kalau

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

tidak jadian dengan dia dan melihat rumah mewahnya yang kami
kerjakan furniturnya, juga gaya hidupnya yang terasa akan dipaksakan
kalau dia hanya sekadar tangan kanan Bu Joyo.

"Aku memang nggak pernah bilang 'iya' setiap kali kamu menanyakan
hubunganku dengan Ibu, tapi juga nggak pernah bilang 'tidak', kan?
Waktu itu aku pikir akan seru kalau kamu tahu hubunganku dengan
Ibu saat aku memperkenalkan kalian secara resmi."

"Kamu nggak suka kejutan!" gerutuku, mengulang apa yang dikatakan


Virzha tentang Abi. "Orang yang nggak suka kejutan pasti berpikir
berkali-kali untuk memberi kejutan pada orang lain."

"Aku memang berpikir berkali-kali sebelum memutuskan untuk tidak


memberi tahu siapa Ibu sebelum memperkenalkan kalian. Aku
memang bukan pengagum kejutan, tapi aku suka melihat sikap kamu
yang ekspresif saat bercerita atau menanggapi sesuatu. Jadi aku
excited membayangkan ekspresi kamu saat akhirnya bertemu Ibu."
Abi kembali menoleh padaku. "Itu bukan masalah besar. Jangan
ngambek soal itu dong."

Aku pura-pura melengos. "Kamu yakin alasan kamu beneran hanya


ingin melihat reaksiku saja, bukan untuk menyakinkan diri kalau aku
bukan perempuan matre yang akan ngejar kamu mati-matian saat tahu
kamu anak Bu Joyo?"

"Aku yang ngejar kamu, bukan sebaliknya. Aku bisa menilai karakter
orang kok, Mbar. Aku tahu kamu nggak matre. Kalaupun kamu matre,
itu bukan masalah. Aku nggak keberatan kalau pasanganku bergantung
padaku untuk urusan finansial selama aku sanggup memenuhi
kebutuhannya. Hal itu baru jadi masalah kalau keinginannya sudah di
luar batas kemampuanku, karena keinginan berbeda dengan
kebutuhan."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sama seperti Abi yang sudah memahami karakterku, aku juga sudah
cukup mengenalnya. Dia lebih suka menjadi pihak yang mengeluarkan
uang saat kami jalan bersama. Awalnya aku berusaha membuatnya
mengerti tentang ketidaknyamananku terus-terusan dibayari, tetapi
setelah mendengar penjelasannya tentang perasaan tanggung jawab
sebagai pasangan, dan karena dia yang mengajakku keluar, aku
berusaha menekan perasaan tidak nyaman itu. Meskipun belum benar-
benar terbiasa tergantung pada orang lain, aku mencoba menyesuaikan
diri dengan prinsipnya. Bukankah keberhasilan suatu hubungan
tergantung pada kemampuan saling menyesuaikan?

Aku tidak tahu bagaimana gaya penampilan perempuan yang disukai


Abi karena kami tidak pernah membahasnya, dan dia juga tidak pernah
komplain dengan dandanan dan model pakaian apa pun yang aku
kenakan. Aku memaknai hal itu sebagai penerimaan terhadap pilihanku
tentang penampilanku. Jadi aku juga harus menghargai prinsipnya yang
lebih memilih menjadi juru bayar ketika kami bersama. Toh, hal itu
tidak merugikan aku. Malah sehat untuk kondisi keuanganku mengingat
tempat yang biasanya aku datangi bersama Abi lumayan menguras
dompet karena dia bukan tipe orang yang akan memilih makan di
sembarang tempat secara impulsif saat kelaparan. Aku hanya perlu
menyingkirkan sedikit ego karena tidak terbiasa tagihanku dibayarkan
oleh orang lain yang bukan sahabat dan anggota keluarga.

"Hei, kok diam saja sih? Kamu beneran marah?" suara Abi terdengar
lagi saat aku tidak langsung meresponsnya. "Aku minta maaf deh. Aku
sama sekali nggak bermaksud membohongi kamu. Kalau tahu reaksi
kamu bakal seperti ini, aku nggak akan melakukannya. Seharusnya
aku memang percaya insting bahwa kejutan itu sering kali
menyebalkan."

Kali ini aku spontan menggeleng. "Tadi aku memang sempat sebal,
tapi nggak marah kok," jawabku jujur. "Menurutmu aku beneran
ekspresif?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tawa kecil Abi langsung pecah. "In a good way. Itu salah satu alasan
aku tertarik sama kamu, karena aku nggak bisa seperti itu. Kamu
sangat bersemangat saat membahas sesuatu yang kamu sukai. Seperti
ketika ngomongin John Wick atau pekerjaan."

Tawa Abi menulariku. Suasana di dalam mobil benar-benar sudah


rileks. "John Wick memang bukan cinta pertamaku, tapi dia benar-
benar cinta dalam hidupku."

"Syukurlah aku bukan tipe pencemburu, jadi aku nggak masalah kalau
kamu menghabiskan banyak waktu bersama John Wick. Ngomong-
ngomong, kapan pertama kali kamu jatuh cinta, SMA atau malah
SMP? Berapa lama pacarannya?"

"Nggak usah dibahas," aku mengelak dari topik itu. "Cinta pertamaku
bukan kenangan manis." Bahaya kalau sampai Abi menanyakan
orangnya. Aku tidak ingin membohonginya, tetapi juga tidak mungkin
menyebutkan nama Pandu karena tidak mau menimbulkan perasaan
tidak nyaman ketika mereka bertemu.

"Kalau dia lihat kamu sekarang, aku yakin dia pasti menyesal
hubungan kalian putus di tengah jalan," nada Abi menghibur, tetapi
seringainya tampak lebar.

"Aku bilang nggak usah dibahas." Aku menyikut pinggangnya.

"Tapi aku senang hubungan kalian nggak berhasil. Kalau langgeng,


kita nggak akan sama-sama sekarang."

"Menurutmu, keluargamu menyukaiku?" Aku terus mencoba


mengalihkan percakapan.

"Tentu saja. Kamu sudah bertemu Virzha dan Adel. Ibu yang
memilihkan tanaman saat aku bilang mau ngasih oleh-oleh untuk
ibumu. Dia nggak akan melakukannya kalau nggak suka sama kamu.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Ayahku memang kurang ekspresif. Kalau dia nggak banyak bicara, itu
bukan karena dia nggak suka sama kamu. Karakternya memang seperti
itu."

"Mirip seperti kamu, kan?" godaku.

Abi mengedikkan bahu. "Aku memang lebih mirip Ayah daripada Ibu.
Mungkin itu yang membuatku lebih dekat dengan Ibu yang lebih blak-
blakan dan cerewet. Sama seperti Virzha yang lebih mudah
berkomunikasi dengan Ayah. Oh ya, apa yang tempo hari membuatmu
curiga aku punya hubungan dengan Ibu? Jujur, aku kaget saat kamu
bertanya tentang hubunganku dengan Ibu. Soalnya aku merasa tidak
menunjukkan kedekatan personal selain hubungan profesional dengan
Ibu."

Aku lega karena Abi sudah melupakan pembahasan tentang cinta


pertamaku. Kenapa juga aku keceplosan menyebutkan hal itu saat
membuat perbandingan untuk John Wick? Tolol sekali.

"Analisisnya gampang banget sih. Rumah mewah kamu dibangun di


tempat yang NJOP-nya paling tinggi di Surabya. Mobil kamu mungkin
nggak seantik dan seeksotis John Wick, tapi bukan mobil sejuta umat
yang diproduksi massal di dalam negeri dan pinjam merek Jepang.
Nggak banyak orang yang sanggup beli mobil Eropa. Kamu juga
nggak pernah mempermasalahkan bujet saat kami mengerjakan
furnitur di rumah kamu. Rasanya mustahil kami bisa mendapatkan
semuanya di umur segini meskipun jadi COO di perusahaan Bu Joyo.
Tebakan paling gampang ya kamu anak Bu Joyo sendiri."

Abi kembali terkekeh. "Kadang-kadang aku lupa kalau pacarku hebat


dalam menganalisis."

Juga jago dalam mengalihkan percakapan, sambungku. Dalam hati,


tentu saja.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Tujuh


Aku menemukan Pandu sedang duduk di tangga saat masuk di ruang
tengah. Ini pertemuan kami yang pertama setelah percakapan di
restoran Jepang tempo hari. Keberhasilan menghindari Pandu tentu
saja bukan semata-mata karena usahaku, tetapi juga andilnya
memberiku ruang dan waktu untuk aku merenung sendiri. Sepertinya
dia berniat untuk mengakhiri perang dingin yang aku kobarkan, karena
dia tidak akan duduk di situ kalau tidak bermaksud menungguku.

"Kita bisa bicara kan, Mbar?" Tatapan Pandu tampak serius. Tidak ada
gestur menggoda yang berbau candaan seperti kebiasaannya.

Aku menghela napas panjang. Kami sudah sama-sama dewasa. Tidak


mungkin membiarkan masalah di antara kami terus berlarut-larut.
Memutuskan hubungan secara permanen dengan Pandu setelah
menolak pernyataan cintanya rasanya terlalu berlebihan. Hubungan
kami tidak hanya melibatkan kami berdua, tetapi juga orang tua kami.
Mama sudah menganggap Pandu sebagai anak sendiri, dan aku tidak
ingin menjadi penyebab renggangnya hubungan mereka. Mama dan
ibu Pandu juga sangat dekat. Cara paling bijak adalah menyelesaikan
masalah kami berdua saja sebelum diketahui orang tua. Aku yakin
Pandu juga sudah berpikir dan sadar bahwa perasaan tidak mungkin
bisa dipaksakan.

Aku ikut duduk di tangga, di sebelah Pandu. "Mama ada di


kamarnya?" Aku tidak ingin percakapan kami punya pendengar lain.
Kalau sampai itu terjadi, bukannya selesai, masalah akan semakin
melebar.

"Tadi Ibu dijemput sama tetangga. Katanya mau sama-sama


menjenguk Pak RT yang lagi sakit. Aku nggak mungkin ngajak kamu
bicara di sini kalau ada Ibu."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Kedengarannya memang khas Pandu yang bertanggung jawab. Aku


memainkan tali panjang tas yang kuletakkan di tangga bagian bawah,
tempat kakiku bertumpu.

"Ini tentang percakapan kita tempo hari, kan?" tanyaku berbasa-basi.


Meskipun mencoba bersikap biasa, suasananya tetap saja canggung.

"Seharusnya waktu itu aku nggak usah mengatakan apa-apa karena


sebenarnya sudah bisa menduga reaksimu akan seperti apa," jawaban
Pandu langsung ke inti masalah. "Tapi karena sudah telanjur, jadi kita
harus membicarakannya lagi karena kita nggak bisa terus seperti ini.
Lama-lama Ibu akan curiga kalau kita terus-terusan saling
menghindar." Pandu menghela napas panjang. "Aku juga nggak bisa
keluar begitu saja dari hidup kamu dan Ibu karena sudah berjanji pada
Bapak untuk selalu berada di sisi kalian. Kalaupun kamu sudah nggak
butuh aku, Ibu mungkin masih perlu bantuanku. Aku bukan orang
pintar mencari pembenaran untuk mengingkari janji, Mbar. Jadi aku
nggak punya pilihan selain harus menyelesaikan masalah ini dengan
kamu."

"Iya, seharusnya kamu memang tidak mengakui perasaanmu!" Aku


tahu ini bukan saatnya lagi untuk menyalahkan Pandu karena kami
sedang berusaha mengatasi masalah komunikasi kami. Kalimat itu
terlepas di luar kendaliku. Kurasa aku memang tidak sedewasa Pandu.

"Iya, aku memang egois." Pandu menerima omelanku mentah-mentah.


"Aku bukan malaikat yang selalu benar, Mbar. Aku nggak bermaksud
membela diri karena tahu keputusanku untuk mengakui perasaanku
padamu itu keliru. Kurasa itu karena aku takut kehilangan kamu saat
menyadari jika hubunganmu dengan Abimana ternyata jauh lebih
serius daripada yang aku sangka." Pandu tersenyum saat pandangan
kami bertemu. Bukan senyum lepas seperti biasa, tetapi setidaknya dia
berusaha mencairkan suasana. "Tapi setelah kupikir-pikir lagi dengan
kepala yang lebih dingin, aku tidak akan pernah kehilangan kamu.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Sampai kapan pun, kamu tetap akan menjadi sahabatku. Adikku.


Perasaan cinta antara perempuan dan laki-laki bisa, atau malah
gampang banget hilang dalam perjalanan waktu, tapi ikatan
persaudaraan itu kekal."

Entah mengapa mataku terasa menghangat mendengar kata-kata


Pandu. Aku juga sudah terbiasa dengannya, sehingga meskipun
jengkel setengah mati karena pernyataan cintanya yang semberono,
aku tidak bisa membayangkan dia mendadak menghilang dari
hidupku. Aku membutuhkannya untuk menyelesaikan berbagai
masalah yang tidak bisa kubereskan sendiri, seperti Mama yang juga
tergantung padanya.

"Aku yakin perasaan takut kehilangan itu yang membuatmu salah


mengartikan perasaanmu padaku. Kalau kamu benar-benar
mencintaiku, kamu nggak akan menunggu begitu lama untuk
mengakuinya."

Pandu membuka mulut seperti hendak membantah, tetapi kemudian


hanya mengangguk-angguk. "Iya, sepertinya memang begitu."

"Bukan sepertinya, tapi memang begitu!" tegasku. "Setiap kali kita


membahas soal asmara dengan Salwa, kamu selalu bilang kalau laki-
laki akan memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun untuk
mendapatkan perempuan yang dicintainya. Jadi penundaan untuk
mengakuinya adalah bukti tentang keraguanmu. Kamu tidak benar-
benar mencintaiku."

Pandu kembali mengangguk-angguk. "Maaf sudah membuatmu


jengkel dan kepikiran ya?"

Aku ikut mengangguk, tidak ingin memperpanjang pembahasan saat


mendengar suara Mama yang mengucap salam. Sepertinya dia sudah
pulang dari menjenguk Pak RT.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Janji kita tidak akan membicarakan hal ini lagi?" aku mengulurkan
tangan mengajak Pandu bersalaman untuk mengesahkan janji itu.
"Tidak ada pengakuan cinta aneh-aneh lagi yang akan membuatku
bingung dan sebal, kan?

Pandu menatap tanganku sejenak sebelum menjabatnya. "Janji."

"Kok salam-salaman gitu?" Mama sudah berdiri di tengah ruangan


sebelum genggaman tanganku dan Pandu terlepas. "Ada apa?" Alis
Mama bertemu di tengah.

Aku buru-buru menarik tanganku.

Pandu bangkit dari duduknya dan menghampiri Mama. "Tanda


persetujuan Ambar untuk pembukaan cabang bengkel yang baru, Bu.
Aku baru sempat membicarakannya dengan Ambar."

Kami belum pernah bicara soal cabang bengkel, tetapi aku tidak bisa
menanyakan soal itu di depan Mama. Kebohongan Pandu tentang
percakapan kami yang sebenarnya bisa terbongkar.

"Aneh sih kalau Ambar nggak setuju," sambut Mama. "Tanah untuk
bengkel baru itu murah banget. Sayang sih kalau nggak dibeli.
Orangnya kayaknya beneran kepepet butuh uang. Apalagi kamu juga
sudah dapat investor."

Sepertinya Mama dan Pandu sudah membicarakan hal itu sebelumnya.


Aku terpaksa ikut mengangguk setuju supaya terlihat seperti orang
yang sudah paham isi percakapan mereka.

Pandu menoleh padaku. Dia menggerakkan telunjuk, memberi isyarat


supaya aku tetap diam. "Nanti kita bicarakan detailnya ya, Mbar. Aku
pulang dulu."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Nggak makan dulu?" tawar Mama. Dia tampaknya tidak rela melepas
Pandu begitu saja.

"Tadi sore sempat ngemil berat, Bu. Belum lapar. Nanti aku makan di
rumah saja. Setelah mandi, pasti lapar lagi."

"Mandi terlalu malam jangan dijadikan kebiasaan," omel Mama.

Pandu hanya tertawa. Omelan Mama pasti sudah terdengar seperti lagu
wajib untuknya.

Aku mengawasi punggung Pandu sampai akhirnya menghilang di


balik tembok. Seharusnya aku merasa lega karena sudah
menyelesaikan masalah dengan Pandu. Tapi kenapa masih ada yang
terasa mengganjal ya?

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Delapan


Aku mengawasi Salwa yang tampak cantik dalam balutan kebaya akad
nikahnya. Siang ini dia membajakku untuk menemaninya fitting.
Delon sedang ke Selangor untuk mengikuti konferensi, sedangkan
ibunya tidak enak badan. Widy sedang on fire menggambar sehingga
kami membiarkannya duduk nyaman di kantor. Lagi pula, Widy tidak
tertarik dengan fesyen. Dia sebisa mungkin menghindari acara yang
mengharuskannya memakai gaun atau kebaya. Kejadian langka
melihat Widy lepas dari kaus dan celana jin bisa dihitung dengan jari.
Pakaian yang paling ekstrem (untuk ukurannya) adalah kebaya ketika
wisuda dan acara pertunangan Salwa.

"Kamu pasti cantik banget setelah dandan." Kebaya dengan sejuta


payet ini benar-benar akan menguarkan sisi feminin Salwa yang jarang
terlihat di kesehariannya. Aku bisa membayangkan bagaimana anggun
dan menakjubkannya Salwa dengan makeup natural di hari H akad
nikahnya. Lehernya yang jenjang akan terekspos maksimal saat
rambutnya disanggul. "Pasti dong!" Salwa mengangkat kepala pongah,
tidak berusaha merendah. "Aku akan menghujat makeup artist-ku
sampai 7 turunan kalau aku sampai kelihatan lebih cantik dandan
sendiri saat ke kawinan orang daripada didandanin dia di hari
bersejarahku. Awas saja kalau hasilnya jelek padahal aku sudah bayar
mahal!"

Aku mencibir mendengar omelannya. Kedengarannya memang seperti


bercanda, tetapi karena Salwa adalah tipe blak-blakan, jadi tidak
mustahil dia benar-benar akan menghujat si MUA kalau hasil
dandanannya tidak sesuai ekspektasinya.

Aku menyelipkan sejumput rambut Salwa yang lepas di balik


telinganya. "Aku memang sudah menduga jika di antara kita bertiga,
kamulah yang akan menikah lebih dulu."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Salwa mengarahkan bola mata ke atas sebelum menatapku skeptis.


"Tentu saja. Karena hanya aku yang benar-benar punya hubungan
serius dengan laki-laki. Kamu kesulitan move on dari si Pandu
sebelum akhirnya ketemu Abimana. Sedangkan Widy...," Salwa
berdecak sambil menggeleng-geleng. "Aku malas ngomongin dia.
Seleranya aneh. Semua laki-laki normal yang PDKT sama dia ditolak
mentah-mentah. Sekalinya tertarik sama laki-laki, pilihannya jatuh
pada anak punk yang terobsesi pada body piercing dan tato dengan
rambut merah-kuning-ijo kayak pelangi. Kayaknya dia harus dirukiah
dan dimandiin air kembang 11 warna biar otaknya yang geser bisa
kembali ke tempat semula."

Aku meringis membayangkan cowok punk yang menurut Widy imut


banget itu. Imut dari mana? Yang ada juga mengintimidasi. Tapi selera
setiap orang memang berbeda. Aku tidak mau menghakimi Widy
hanya karena selera kami dalam menilai laki-laki berbeda. Aku tidak
sefrontal Salwa yang langsung protes ketika Widy memperkenalkan
gebetannya. Untung saja protes itu dilayangkan setelah cowok punk
yang ditaksir Widy sudah pergi.

"Urusan kue pengantin dan menu pesta sudah beres?" Lebih baik
membahas persiapan acara besar Salwa daripada membicarakan kisah
cinta Widy yang kering kerontang seperti gurun.

"Beres dong. Pilihan yang disodorkan WO bagus semua, jadi tinggal


menyesuaikan jenis menunya saja supaya nggak tabrakan di leher. Itu
tanggung jawab ibuku dan ibu Delon sih. Mereka lebih kompeten
ngurusin menu."

"Syukurlah." Kelihatannya Salwa berbeda dengan para sepupuku yang


tampak stres saat menyiapkan pernikahan. Salwa kelihatan lebih
santai. "Aku beneran ikut senang kamu dan Delon akhirnya sampai di
titik ini," kataku tulus. "Nanti, kita mungkin nggak akan terlalu sering
lagi nongkrong di luar jam kerja, tapi itu memang konsekuensi kalau

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sahabat kita sudah menikah."

"Kamu juga buruan nikah gih!"

Aku membelalak mendengar tembakan Salwa yang asal saja itu.


"Masa baru pacaran beberapa bulan sudah mau nikah saja sih?" Dasar
sinting.

"Waktu pacaran nggak ada hubungannya dengan keputusan untuk


nikah, Mbar. Kalau kamu sudah merasa siap, bisa langsung daftar di
KUA. Pacaran lama pun kalau nggak pernah merasa siap, ya nggak
akan menikah juga."

"Aku dan Abi belum pernah bicara tentang hubungan yang lebih
daripada sekadar pacaran." Terlepas dari penyataan Salwa tentang
korelasi antara waktu pacaran dan kesiapan menikah, aku pribadi
merasa terlalu dini untuk membicarakan pernikahan dengan Abi. Aku
baru sekali bertemu dengan keluarganya. Perkenalan yang boleh
dibilang sambil lalu. Belum ada kedekatan apalagi ikatan emosional.
Bicara tentang pernikahan dengan kondisi seperti itu rasanya sangat
tidak ideal. Menurutku, untuk naik level dari pacaran itu bisa
dilakukan setelah proses adaptasi untuk menghilangkan kecanggungan
saat berhubungan dengan keluarga pasangan sudah berhasil dilakukan.
Dalam kasusku, kondisi ideal itu masih sangat jauh.

"Ya, kalau begitu, dibicarakan dong," sambut Salwa enteng.

"Aku mengajak Abi bicara tentang pernikahan?" Kalau tadi aku hanya
membelalak, sekarang mulutku ikut membentuk huruf O yang besar.
Salwa ada-ada saja.

"Kenapa, kamu gengsi? Hubungan asmara itu sifatnya setara dan


timbal balik, kan? Seharusnya tidak masalah siapa yang lebih dulu
bicara tentang pernikahan. Nggak harus menunggu laki-laki yang
memulai. Hari gini kok masih menganut sistem patriarki sih? Kasihan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Kartini yang sudah capek-capek menulis surat dan curhat tentang


ketidakadilan yang dia terima karena terlahir sebagai perempuan.
Hargai perjuangannya untuk emansipasi perempuan se-Indonesia Raya
dong."

Tidak ada hubungannya dengan kesetaraan gender. Aku hanya tidak


bisa membayangkan diriku menodong Abi untuk membahas
pernikahan di umur hubungan yang masih prematur ini. "Bukan
gengsi, tapi kesannya agresif. Kayak yang sudah kebelet nikah. Aku
sih masih santai saja."

"Abi tuh tangkapan bagus, Mbar. Cakep, mapan, dan kelihatan banget
bukan tipe playboy. Buruan dikandangin sebelum kamu ketemu
saingan yang berpeluang bikin dia berpindah hati."

Aku mencibir mendengar kata-kata Salwa yang tidak konsisten.


"Kalau dia beneran bukan tipe playboy seperti kata kamu, dia nggak
akan gampang ke lain hati, kan?"

"Kalau ketemu perempuan agresif yang konsisten nguber, laki-laki


yang nggak playboy sekalipun bisa tergoda. Lihat realita deh. Yang
punya riwayat selingkuh bukan hanya tipe playboy saja, tetapi juga
orang yang pembawaannya tenang banget. Penampilan luar itu tidak
bisa jadi patokan untuk menilai isi hati dan karakter seseorang."

"Kamu sebenarnya memuji Abi atau malah menakut-nakuti aku


dengan kemungkinan dia tergoda perempuan lain kalau tidak buru-
buru diajak nikah sih?" Kata-kata Salwa benar-benar kontradiktif.

Mata Salwa menyipit saat tertawa. "Aku kedengaran plinplan banget


ya? Tapi sebenarnya pernikahan pun bukan jaminan bagi laki-laki
untuk tidak berpindah ke lain hati sih, Mbar. Bisa jadi orang yang
bucin banget saat masih pacaran malah tergoda perempuan lain setelah
menikah."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Sekarang kamu mau bilang kalau Delon pun punya kemungkinan


tergoda perempuan lain setelah kalian menikah?" Aku menjadi saksi
bagaimana bucinnya Delon pada Salwa. Delon adalah tipe, "Ya,
Sayang.", "Tentu saja boleh, Cinta." Yang belum mengenal kosa kata
'tidak' untuk menjawab semua permintaan Salwa. Kadang-kadang aku
merasa hubungan mereka lebih mirip majikan dan budaknya. Salwa
jelas lebih superior dibandingkan Delon yang supersabar.

"Meskipun amit-amit kalau itu sampai kejadian, tapi kita nggak pernah
tahu apa yang akan terjadi dengan kehidupan kita di masa depan kan,
Mbar? Tapi kalau kepikiran dan takut sesuatu yang belum pasti, itu
bodoh sih. Lebih baik jalanin saja apa yang sudah kita rencanakan.
Seperti aku yang sekarang udah mantap menikah dengan Delon, kamu
juga seharusnya mulai berpikir soal itu."

Aku hanya mengangkat bahu, malas mendebat Salwa lagi. Hubungan


asmara tidak untuk diperbandingkan. Setiap kisah punya jalan
takdirnya sendiri-sendiri. Toh aku tidak akan bisa memenangkan
perdebatan dengan Salwa yang mengklaim dirinya adalah eksper
dalam urusan cinta dibandingkan aku dan Widy.

Aku akan memikirkan pernikahan dalam waktu dekat kalau Abi


memang mengajakku bicara tentang hal itu, bukan karena aku yang
mulai. Tapi menilik karakter Abi yang melakukan semua hal secara
terencana, aku yakin pernikahan belum ada dalam rencana jangka
pendeknya.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiga Puluh Sembilan


Abi menjemputku di kantor. Dia mengajakku makan malam di
restoran Rizky. Sejak berkenalan dengan sahabat Abi itu, nama dan
sosoknya semakin akrab dengan telinga dan mataku. Setiap kali
bertemu dengannya, aku merasa dia semakin cantik.

Gaya busana dan makeup-nya sempurna. Tidak ada setitik noda pun di
blusnya, padahal, meskipun tidak terjun langsung, dia berurusan
dengan makanan yang gampang mengontaminasi pakaian karena sifat
bahan serta teksturnya yang cair dan lengket. Tidak ada rok kusut
bekas diduduki. Tidak ada pulasan wajah yang retak karena fundation
atau cushion yang tidak sesuai dengan jenis kulitnya, atau terlalu lama
menempel di pipi. Dan yang paling penting, tidak ada ekspresi lelah
atau muram karena suasana hati yang jelek. Untuk yang terakhir,
mungkin karena aku menilainya sebagai orang luar yang tidak punya
ikatan emosi. Kami tidak cukup dekat untuk membuatnya nyaman
berbagi perasaan. Hubunganku dengan Rizky hanya sebatas kenalan
karena dia adalah teman dekat dari Abi.

Malam ini, Rizky terlihat seprima biasanya saat menyambangi meja


kami. Bertemu dengannya di pagi atau malam hari ternyata sama saja.
Aku yakin jika embel-embel waterproof yang tertera di kemasan
lipstiknya bukan hanya tipuan untuk menarik minat perempuan yang
ingin bibir merona sepanjang hari tanpa harus dipulas berulang kali.

Seperti biasa juga, makanannya enak. Tidak butuh waktu lama untuk
menandaskan isi piring. Apalagi perutku memang sedang lapar-
laparnya. Tadi aku hanya sempat brunch dan melewatkan makan siang
karena ada urusan di kantor Dinas Perindustrian. Sepulangnya dari
sana aku harus menemani klien yang berkonsultasi dengan Widy.

Salwa bisa ditinggal sendiri dengan klien, berbeda dengan Widy yang
sering salah fokus sehingga keluar dari jalur formal saat berbicara
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

dengan klien. Tugasku saat mendampinginya adalah meyakinkan Widy


untuk tetap di jalur, dan tidak membahas hal di luar desain furnitur
yang diinginkan pelanggan. Terutama pelanggan eksklusif yang lebih
peduli pada perabot impian tanpa khawatir dengan jumlah uang yang
harus dikeluarkan untuk mendapatkannya.

"Aku ke kantor Rizky dulu ya," pamit Abi saat aku sudah mendorong
piringku ke tengah meja dan menyesap minuman. Dia sudah
mengosongkan piringnya lebih dulu. Kelihatannya kami berdua sama-
sama kelaparan.

Aku mengangguk. Aku juga perlu ke toilet. Lipstik glossy yang aku
pakai hari ini tidak tahan air, jadi memang harus dipulas ulang setelah
makan kalau tidak ingin terlihat pucat. Aku membeli lipstik ini karena
benar-benar suka warnanya yang cocok dengan tone kulitku dan
formulanya yang ringan, jadi tetap memakainya meskipun tidak
waterproof.

Bukan Abi yang aku khawatirkan protes kalau bibirku kehilangan


warna, tetapi pandangan menilai Rizky. Iya, aku tahu kalau dia belum
tentu membandingkan penampilannya yang sempurna dengan bibirku
yang mungkin terlihat seperti pasien anemia kalau tidak dipulas ulang.
Tapi saat pasanganmu memiliki sahabat yang wujudnya seperti
bidadari, sulit untuk tidak terintimidasi. Terutama karena aku dan
Rizky belum akrab. Kedekatan emosional membuat perempuan lebih
secure karena tidak lagi berpikir tentang penilaian dan penghakiman
dari seseorang.

Abi belum ada di meja kami saat aku kembali dari toilet untuk touch
up. Sambil menunggunya, aku berbalas pesan dengan Salwa dan Widy
di grup. Isi percakapan kami masih seputar persiapan pernikahan
Salwa. Aku tidak bisa menahan senyum saat Widy menampilkan GIF
menangis ketika melihat foto kebaya untuk pengiring pengantin yang
akan kami kenakan.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Dering telepon mengalihkan perhatianku pada ponsel Abi yang


tergeletak di atas meja. Kata 'Ayah' muncul di layar. Aku tidak
mungkin mengangkatnya, jadi hanya mengamati saja sampai nada
dering itu hilang. Masalahnya, panggilan itu berulang sampai 3 kali.
Sepertinya penting.

Rasanya tidak enak saja membiarkan ayah Abi menunggu teleponnya


dijawab. Saat panggilan yang berulang tidak mendapat respons dari
keluarga dekat, kita biasanya langsung bertanya-tanya apa yang
membuat telepon itu tidak diangkat. Terkadang, kita malah berpikiran
buruk bahwa anggota keluarga yang kita hubungi itu sedang tertimpa
masalah.

Jadi, aku segera menenteng ponsel Abi yang sudah berhenti berdering
menuju ruang kantor Rizky. Aku sudah pernah ke ruangan itu
sebelumnya, jadi tahu tempatnya.

Walaupun pintu ruangannya tidak tertutup rapat, demi sopan-santun,


aku memutuskan mengetuk sebelum masuk. Tanganku yang sudah
terangkat berhenti di udara ketika menangkap suara Abi. Nadanya
mengesankan kekesalan yang kental. Ini pertama kalinya aku
mendengar Abi gusar dan nadanya tinggi. Sama sekali bukan Abi yang
terkontrol, yang aku kenal.

"... Tadi aku sudah bilang, Ky. Ini sudah terlambat untuk kita
bicarakan sekarang!"

Aku menurunkan tangan. Menguping memang tidak sopan, tapi


kakiku seperti terpaku di lantai. Rasa penasaran mengalahkanku. Masa
bodoh, aku akan mengatasi salah bersalah itu nanti.

"Orang melakukan kesalahan, Bi. Aku juga seperti itu. Tapi akhirnya
aku menyadari kesalahanku dan berniat memperbaikinya. Kasih aku
kesempatan," permohonan Rizky terdengar tulus.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tapi kedengarannya
sangat pribadi. Itu sebenarnya adalah alasan tambahan mengapa aku
harus segera menyingkir dari dekat pintu, tapi salahkan kakiku yang
menolak terangkat. Kurasa perempuan memang dikutuk dengan
diberikan tambahan dosis rasa penasaran lebih daripada yang
dibutuhkan.

"Aku sudah memberikan kesempatan itu saat kamu bilang benar-benar


jatuh cinta dan mau bertunangan dengan Richard. Aku memberimu
pilihan, Ky. Dan kamu memilih Richard yang belum lama kamu
kenal."

Aku buru-buru menutup mulut supaya tidak memekik atau


mengeluarkan suara apa pun. Sekarang aku bisa memahami perasaan
tidak nyamanku setiap kali bertemu Rizky. Meskipun dia selalu
tampak ramah, aku tahu dia seperti menyembunyikan sesuatu. Seperti
rasa penasaran, perempuan juga dilengkapi dengan firasat untuk
mengenali sesuatu yang janggal saat berhubungan dengan pasangan
dan orang-orang di sekitarnya. Perempuan familier dengan perasaan
off yang terasa mengganggu walaupun tidak bisa dijelaskan secara
gamblang ketika berinteraksi dengan perempuan seperti Rizky. Aku
yakin dia juga memiliki perasaan yang sama mengenai diriku. Kami
hanya memilih bersembunyi di balik tampilan sikap yang manis.

"Itu pilihan yang salah, Bi. Aku akui itu. Kamu benar, aku belum lama
mengenal Richard untuk mengambil keputusan ekstrem bertunangan
itu. Ada banyak sifatnya yang tidak sesuai dengan ekspektasiku
tentang pasangan. Yang aku rasakan padanya waktu itu hanya
exitement berlebihan karena dia berbeda. Euforia. Dia humoris, easy
going, dan tahu bagaimana membuat perempuan merasa dipuja.
Perempuan menyukai hal-hal yang sifatnya verbal, Bi. Dan Richard
mengakomodir itu. Tapi ternyata itu tidak cukup. Akhirnya aku
menyadari kalau aku membutuhkan orang yang sudah mengenalku.
Orang yang memberikan ketenangan. Orang yang aku tahu akan
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

bertahan di sisiku karena aku tidak perlu khawatir dia akan menggoda
perempuan lain di belakangku."

Itu pembelaan diri yang sangat bagus. Kalau aku jadi Abi yang berdiri
di depan Rizky yang secantik Aphrodite, yang menatap dengan sorot
memohon, kecil kemungkinan untuk tidak tergugah.

"Dan kamu menyadari itu setelah aku sudah bersama orang lain?"
Butuh beberapa detik sebelum jawaban Abi terdengar. Nadanya kering
dan pahit di telingaku.

Ambar, aku menambahkan dalam hati. Aku lebih suka dia menyebut
namaku ketimbang menggunakan kata orang lain, seolah aku tidak
sepenting itu.

"Mungkin karena kita sudah terlalu lama bersahabat, Bi. Kita sudah
telanjur terbiasa dan nyaman. Kamu tahu pasti kalau aku selalu sayang
sama kamu. Aku hanya berpikir kalau itu bukan cinta. Dan aku salah.
Aku minta maaf."

Dejavu. Itu yang aku rasakan sekarang. Ini mirip dengan percakapan
yang aku lakukan dengan Pandu.

"Jujur, Ky, aku nggak tahu bagaimana harus merespons semua ini.
Lagi pula, ini bukan saat yang tepat untuk membicarakannya. Ada
Ambar di luar, dan aku sudah meninggalkannya cukup lama. Ak—"

"Aku beneran nggak mau merusak hubunganmu dengan Ambar.


Kelihatannya dia baik. Tapi aku nggak mau kehilangan kamu, Bi. Aku
harus memperjuangkan kebahagiaanku. Kita sahabat yang kompak,
jadi kita pasti bisa menjadi pasangan yang luar biasa."

Rizky adalah Pandu versi perempuan. Aku benar-benar tercengang


dengan kemiripan situasi Abi-Rizky dengan aku dan Pandu. Kisah
cintaku yang beberapa jam lalu terkesan sederhana mendadak rumit.
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Itu kata-kata yang aku ucapkan saat mencoba mencegahmu


bertunangan dengan Richard, Ky. Kamu masih ingat jawabanmu?
Kamu bilang kalau kita sudah ditakdirkan hanya bersahabat saja.
Kamu bilang hubungan kita akan rusak kalau mengubah bentuknya.
Itulah mengapa kamu selalu menolak setiap kali aku menyatakan cinta
dan memintamu jadi pacarku."

"Aku minta maaf," Rizky kembali mengulang kata-kata penyesalan


itu. "Tapi apa yang kamu bilang itu benar, Bi. Kita ditakdirkan untuk
bersama. Kamu belum lama mengenal Ambar. Dia mungkin hanyalah
orang yang hadir di antara kita untuk menyadarkan kalau kita saling
mencintai."

"Itu hanya pendapatmu, Ky."

"Kamu mencintaiku, Bi. Kamu tidak bisa memungkiri itu. Kalau kamu
tidak mencintaiku, kamu akan menjauh, sejauh mungkin saat aku
menolakmu dan memilih bertunangan dengan Richard. Tapi kamu
tidak melakukan itu. Kamu masih selalu ada untuk aku, meskipun itu
atas nama persahabatan."

"Aku mungkin akan menjauh kalau kita nggak kenal sejak kecil, Ky.
Aku tidak pintar mencari teman. Aku sakit hati karena kamu lebih
memilih Richard, tapi aku juga mencoba realistis. Aku tahu, pada satu
titik, aku akan kehilangan perasaan cinta itu. Hidup seperti itu, kan?
Aku akan bertemu dengan orang lain yang membuatku tertarik dan
jatuh cinta lagi. Ketika saat itu terjadi, aku tidak akan kehilangan kamu
sebagai teman baik. Karena itulah yang akan terjadi ketika aku
memutus ikatan dengan kamu saat kamu menolakku. Apalagi keluarga
kita sangat dekat. Suasananya pasti canggung kalau kita bertemu
ketika hubungan kita sudah renggang."

Rizky tidak lantas merespons kalimat-kalimat Abi, sehingga


keheningan terpeta cukup lama. Aku merasa ini saat yang tepat untuk

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kembali ke meja. Aku sudah bisa menangkap apa yang terjadi di masa
lalu antara Abi dan Rizky.

"Lihat aku, Bi. Lihat aku dan bilang kalau aku memintamu memilih
antara aku dan Ambar, kamu nggak akan ragu-ragu menyebut
namanya. Bahwa kamu nggak keberatan kehilangan aku dalam
hidupmu untuk bersama dia. Karena aku yakin Ambar akan
memintamu untuk menjaga jarak denganku saat tahu aku mencintaimu
dan menginginkanmu."

Aku menahan langkahku yang sudah terayun. Aku butuh mendengar


jawaban itu. Aku butuh menangkap suara lantang Abi menjawab
sesegera mungkin, "Ya, tentu saja aku memilih Ambar."

Aku menunggu dan menghitung... 3, 4, 5. Cukup. Waktu yang lebih


lama daripada 5 detik untuk menjawab pertanyaan semudah itu jelas
melambangkan keraguan. Aku mengayun langkah untuk kembali ke
meja. Ada minuman yang harus kuhabiskan. Sial, esnya pasti sudah
mencair. Aku benci minuman dingin yang sudah tidak dingin lagi.

**

Untuk yang ngikutin di Karyakarsa dan merasa endingnya gantung,


aku membaca semua protes kalian kok. Jadi beberapa hari ke
depan, akan ada bagian terakhir ya. Sesuai judul, nggak semua
kubu akan terpuaskan. Tapi itulah hidup. Ekspektasi sering kali
terpatahkan oleh realita. Hasseeeekkkk... hehehe...

Tim Ambar, sampai ketemu di Karyakarsa ya.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat Puluh
Abi kembali ke meja kami setelah aku berhasil menandaskan
minumanku yang rasanya sudah tidak keruan. Atau mungkin
minumannya tetap enak, tapi perasaankulah yang kacau. Entahlah.

Ekspresi Abi? Kalau aku tidak sempat nguping, aku mungkin tidak bisa
menangkap sedikit pun perubahan di sana. Aku akan menganggap dia
setenang biasa. Tapi karena memasang telinga lebar-lebar untuk
percakapan pribadi yang seharusnya tidak boleh kudengar, aku bisa
melihat jika wajah Abi sedikit merona.

Perubahan warna kulit di wajah jelas mengindikasikan peningkatan


emosi. Ini bukan saat yang tepat untuk menuangkan bensin pada api
unggun yang sedang menyala. Bukannya menghasilkan api unggun
yang menyala terang, bisa bisa aku malah menghanguskan seluruh area
kemping.

Syukurlah aku tidak seblak-blakan Salwa, meskipun juga tidak selemot


Widy. Tentu saja ada harga diri yang terkoyak saat tahu Abi meragu
saat dihadapkan antara pilihan antara aku dan Rizky. Bukan hanya
meragu, mungkin saja dia malah memilih Rizky, karena aku terlalu
takut untuk tinggal lebih lama supaya bisa mendengar jawaban Abi.

Aku tidak ingin mengungkitnya sekarang karena tidak membutuhkan


drama tambahan di restoran Rizky. Drama mengkonfrontasi pasangan
untuk kasusku pasti akan laku keras dan bisa viral di Tik Tok, tapi aku
tidak punya akun Tik Tok pribadi. Adanya akun bisnis. Masa sih aku
mencampur unggahan drama di antara pameran furnitur? Dan yang
terpenting, aku tidak mau jadi artis karbitan media sosial yang mencari
simpati dari komen netizen. Bagus kalau semua mendukungku. Bisa
jadi, setelah melihat tampang Rizky, mereka akan berkomentar, "Pantas
saja Mbak-nya ditinggal, sahabat Mas Ganteng-nya cantik banget sih.
Siapa yang bisa nolak kalau disodorin bidadari?" Amit amit. Jadi untuk
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sekarang, lebih baik menahan diri. Mama selalu berceramah tentang


pentingnya menahan diri supaya menumpahkan emosi saat sedang
marah, karena kemarahan sering membuat ucapan tidak terkontrol, dan
kita cenderung menyesalinya kemudian. Kurasa saat ini adalah waktu
yang paling tepat untuk menerapkan nasihat itu.

"Tadi ayah kamu menelepon beberapa kali." Aku menunjuk ponsel Abi
yang sudah aku letakkan kembali di atas meja. "Sebaiknya kamu
hubungi. Mungkin penting."

Abi menurut. Dia langsung meraih ponsel untuk menghubungi


ayahnya. Meskipun pura-pura sibuk dengan ponsel sendiri, ya, aku lagi-
lagi menguping. Telingaku sepertinya menjadi sangat sensitif setelah
percobaan pertama yang sangat berhasil di kantor Rizky tadi.

"Iya, Ayah, tentu saja bisa," Abi menjawab ayahnya setelah diam untuk
mendengarkan. "Aku akan segera menyusul ke Semarang."

Sepertinya masalah. Kali ini Abi terlihat lebih gelisah daripada tadi.
Aku benar-benar merasa kagum dengan kemampuanku menahan diri
yang tumben, luar biasa hari ini. Aku tidak langsung bertanya, tetapi
menunggu sampai Abi memberitahu.

"Kakekku kembali masuk rumah sakit," katanya. "Serangan jantung


lagi. Aku harus ke Semarang. Aku antar pulang sekarang ya, Mbar?"

Tampaknya keputusanku untuk tidak menambah beban Abi dengan


masalah pasangan yang murka karena egonya tersentil adalah
keputusan yang tepat.

"Antar aku balik ke kantor saja," sambutku. "Lebih dekat. Ada John
Wick di sana. Biar aku pulang sama dia. Kasihan kalau dia dibiarkan
nginap di kantor lagi malam ini."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Tiba-tiba aku merindukan John Wick. Akhir-akhir ini aku sering


menelantarkannya, padahal aku selalu mengklaim jika dia adalah cinta
dalam hidupku. Ternyata aku hanya omong besar saja. Pembual. Salwa
benar, benda mati tetaplah benda mati. Aku akan berpaling saat
menemukan sesuatu yang bernyawa, yang membuat perasaanku hangat.
Dan ketika aku merasa tersakiti, aku baru teringat kembali pada John
Wick. Kalau bisa bicara, dia pasti sudah memakiku saat aku curhat
padanya saat perjalanan pulang menuju rumah nanti.

**

Mama sedang duduk menikmati salad buah sambil nonton film di TV


kabel saat aku sampai di rumah. Aku lantas melempar tas sebelum
berbaring di atas pahanya. Tidak ada tempat yang lebih hangat daripada
pangkuan ibu, terlebih lagi saat suasana hati sedang buruk.

"Mama nonton film apa?" Aku memejamkan mata, menghadap perut


Mama, dan memeluk erat pinggangnya. Mama pasti belum lama mandi
karena aroma losionnya yang segar lantas terhidu. Menenteramkan.
Tidak seperti aku yang kalau sudah kelelahan bisa langsung tepar dan
melewatkan mandi, Mama adalah tipikal pencinta kebersihan yang
harus mandi 2 kali sehari, tidak peduli dia pulang malam sekalipun saat
lembur. "Ngulang film lawas Tom Hanks lagi?"

Mama tertawa tanpa merasa malu karena tertangkap basah menonton


film yang sama untuk kesekian kalinya. "Kebetulan tayang saat Mama
milih channel," katanya membela diri. "Bukan Mama yang sengaja
nyari."

Aku mengubah posisiku menjadi telentang. "Untuk apa mengulang film


yang sudah Mama tahu ending nya, padahal banyak banget film yang
belum Mama tonton?"

Mama mengedikkan bahu. Dia menyodorkan garpu salad ke mulutku.


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku menerima potongan melon itu. Rasanya sehambar perasaanku.

"Mungkin karena Mama suka Tom Hanks. Atau mungkin karena film
ini bisa Mama tinggal kapan saja kalau ngantuk, tanpa penasaran
ending-nya akan seperti apa. Oh ya, kamu belum makan?"

Mama mengganti topik. "Tadi Pandu bawa soto. Tinggal kamu


masukin microwave aja. Mama sudah makan sama Pandu tadi." "Aku
juga sudah makan, Ma."

"Sama Abi?" tanya Mama. Nadanya biasa saja. Tidak ada rasa tidak
suka, menyelidik, atau sebal. Murni hanya sebatas pertanyaan.

"Iya, sama Abi." Keputusan yang salah. Seandainya aku tidak makan
bersamanya, kejadian malam ini mungkin bisa terhindarkan. Tapi itu
hanya masalah waktu, kan?

Aku tidak tahu apakah harus bersyukur atau malah menyesali


mendengarkan potongan percakapan Abi dan Rizky. Sebagian hatiku
membenarkan tindakanku menguping karena aku akhirnya tahu bahwa
firasatku tentang Rizky bukan hanya praduga yang disebabkan oleh
kecemburuan membabi-buta semata.

Kemungkinan lain tentang perasaan Abi juga mencuat. Selama ini aku
selalu berpikir jika aku beruntung dicintai oleh orang yang nyaris
sempurna seperti Abi. Jenis laki-laki impian yang too good to be true.
Ternyata dia mungkin saja tidak setulus itu. Mungkin dia masih
mencintai Rizky. Dari percakapan tadi aku bisa menangkap kalau Abi
sudah mencintai Rizky cukup lama. Mungkinkah cinta yang sudah
berakar seperti itu bisa hilang karena kehadiran orang yang baru?
Kedengarannya nyaris mustahil.

Apakah aku adalah kelinci percobaan yang dipilih Abi untuk


membantunya menghilangkan rasa cinta setelah ditinggal bertunangan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

oleh Rizky? Sial, itu kemungkinan yang menyebalkan untuk dipikir.


Aku tidak suka jadi kelinci percobaan. Terutama dalam urusan cinta.

"Mbar, Mama minta maaf ya," kata-kata Mama menerbangkan semua


pikiran yang berseliweran di kepalaku.

"Untuk apa?" Aku bangkit dan duduk di sisi Mama ketika melihat
ekspresinya tampak serius. Piring salad di tangannya sudah berpindah
ke atas meja.

"Karena sudah mencampuri urusan cinta kamu. Karena sudah mencoba


menjodohkanmu dengan Pandu. Setelah Mama pikir-pikir lagi, kamu
benar. Kehidupanmu, kamulah yang akan menjalani, bukan Mama.
Mama hanya memikirkan kenyamanan Mama saja seandainya kamu
menikah sama Pandu. Karena Mama sudah mengenalnya, Mama
merasa menyerahkanmu untuk menjadi tanggung jawabnya adalah hal
paling benar. Mama lupa melihatnya dari sudut pandangmu. Ini
tentang kamu, bukan tentang perasaan aman dan nyaman Mama."

Seandainya kami membicarakan hal ini kemarin, perasaan dan


tanggapanku terhadap pernyataan Mama pasti berbeda.

"Mama nggak perlu minta maaf. Aku tahu maksud Mama baik. Semua
ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya." Memangnya aku bisa
bilang apa lagi?

Mama tersenyum dan menggenggam tanganku. "Abi kelihatan


baik juga. Lama-lama Mama akan terbiasa dengan dia. Mungkin butuh
waktu sedikit lebih lama untuk menyayangi dia seperti Mama sayang
sama Pandu. Tapi Mama pasti bisa. Masa sih Mama tidak bisa
menyayangi orang yang mencintai dan membuat anak Mama bahagia?"

Aku menghambur dalam pelukan Mama. Hangat dan menenangkan.


Persis seperti yang aku butuhkan sekarang. Aku mencoba ahan mataku

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

yang memanas supaya tidak jeuol. Aku tidak boleh cengeng. Toh aku
belum tahu bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Abi sebelum
kami membicarakannya.

Mama membalas pelukan dan mengusap punggungku. "Kok kamu


nggak pernah bilang kalau Pandu sudah punya pacar sih? Kalian dekat
banget, jadi nggak mungkin kamu nggak tahu. Dia pasti cerita ke
kamu."

Aku merenggangkan pelukan dan menatap Mama bingung. "Dari mana


Mama tahu kalau Pandu sudah punya pacar? Mama bicara dengan dia?"

Mama spontan menggeleng. "Jangan ngamuk dulu. Mama menepati


janji untuk nggak merecoki Pandu dengan keinginan Mama untuk
menjodohkan kalian. Mama hanya cerita sama ibunya Pandu kalau
kamu sudah punya pacar. Dan ternyata dia juga punya pikiran yang
sama dengan Mama tentang perjodohan itu. Karena hubungan kamu
dan Abi baru sekadar pacaran, ibu Pandu merasa kalau Pandu
mendekati kamu, mungkin kamu akan mempertimbangkan dia. Kalian
kan dekat banget, jadi mengubah bentuk hubungan dari persaudaraan
menjadi cinta pasti tidak sulit. Tapi kata Pandu, dia sudah punya pacar,
hanya belum dikenalkan ke ibunya. Katanya nanti saja, kalau benar-
benar sudah serius."

Aku tidak tahu bagaimana harus merespons kabar itu. Terlalu banyak
informasi yang aku terima hari ini.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat Puluh Satu


Pandu mengajakku bertemu dengan investor yang akan menanamkan
modalnya untuk cabang bengkel.

"Kamu kan ownerjuga meskipun nggak aktif, Mbar," katanya. "Penting


untuk tahu perkembangan usaha.

Perlu kenal sama investor. Aneh saja kalau ada pengusaha yang nggak
kenal dengan investornya, kan?"

Mau tidak mau aku teringat riwayat hubunganku dengan Abi.


Semuanya berawal dari investasi. Dari uang jatuh ke hati. Mirip
penggambaran cewek matre ya? Bedanya uang investasi itu tidak
masuk ke kantung pribadiku melainkan untuk pengembangan usaha.

Ngomong-ngomong soal Abi, dia sudah 3 hari di Semarang.


Komunikasi kami lancar. Tidak ada yang berubah selain berbagai
praduga dan kemungkinan yang tumpang tindih dalam benakku setelah
mendengar percakapannya dengan Rizky.

Aku tahu tidak sehat menyimpan dugaan yang berpotensi merusak


hubungan. Aku sudah yakin akan membicarakannya dengan Abi.
Terlepas bagaimanapun hasilnya nanti, setidaknya aku akan
mendapatkan kejelasan untuk menentukan arah hubungan kami.

Bohong kalau aku tidak kalut. Tentu saja aku galau. Siapa yang tidak
senewen memikirkan kisah asmara yang tadinya tenang mendadak
dibayangi kemungkinan putus? Pada akhirnya, Abi harus memilih salah
seorang di antara aku dan Rizky. Peluangku untuk tersingkir dari bursa
terbuka lebar.

Dan masalah tidak hanya akan selesai begitu saja seandainya Abi

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

memilihku.

Rizky benar saat mengatakan bahwa aku akan menerapkan batasan


yang jelas pada Abi kalau hubungan kami bertahan. Aku bisa toleran
untuk banyak hal, tapi membiarkan perempuan yang nyata-nyata
mengakui menginginkan pasanganku bukan salah satu poin yang bisa
kutolerir. Itu sama saja dengan mengundang virus penyakit untuk
masuk dalam tubuh yang sehat.

"Investor kita adalah pengusaha yang mantan pembalap nasional, Mbar.


Pernah ikut reli Paris-Dakkar waktu masih muda. Bapak itu keren
banget."

Aku menoleh dan mengamati profil wajah Pandu yang sedang


menyetir. Rahangnya tampak lebih gelap. Beberapa hari ini dia pasti
tidak bercukur. Pandu memang bukan tipe yang tampil klimis setiap
saat. Katanya yang penting bersih. Terkadang dia membiarkan
rambutnya sampai menyentuh kerah baju dengan alasan sepele: lagi
malas potong rambut. Dia baru akan ke salon saat diomeli Mama yang
memang sangat sensitif terhadap pertumbuhan rambut Pandu. Setelah
tidak ada Ayah yang bisa disuruh cukur ketika rambutnya sudah
panjang, Mama mengalihkan perhatiannya pada Pandu.

"Kenapa dia nggak buka bengkel sendiri?" Aku mengalihkan


pandangan ke jalan raya yang lumayan padat. "Biasanya pembalap kan
ngerti mesin, jadi pasti menikmati membuka usaha yang sesuai passion-
nya."

"Dia sudah punya usaha lain yang besar. Dan, nggak gampang cari
orang yang bisa dipercaya dan sanggup mengurus bengkel. Kebetulan
dia pelanggan tetap di bengkel, dan sering ngobrol juga. Jadi saat aku
bilang punya rencana bikin cabang, tapi masih terkendala biaya untuk
pembebasan tanah dan pengadaan peralatan bengkel, dia langsung
menawarkan diri untuk jadi investor."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku tertawa kecil. "Segampang itu?" Sebelum bertemu Bu Joyo, aku


dulu kesulitan mencari investor untuk mengembangkan usaha. Tidak
banyak orang yang mau mempertaruhkan uang untuk bisnis yang belum
tentu berkembang.

Senyum Pandu ikut mengembang. "Iya, segampang itu. Orang yang


memiliki minat yang sama gampang terikat secara semosi, Mbar.
Terutama sesama pencinta mobil. Lagi pula, aku dan Bapak itu sudah
lama kenal. Dia yakin kalau di tanganku, uangnya. pasti kembali, tidak
akan raib begitu saja."

Tanggung jawab Pandu terhadap semua hal yang dikerjakannya


memang tidak perlu diragukan. Kalau tidak bertanggung jawab, dia
pasti sudah kabur ketika aku mengamuk saat menolak pernyataan
cintanya. Tapi dia tetap tinggal. Sekarang, saat ngobrol seperti ini, dia
bersikap seolah kami tidak pernah membahas masalah itu.

Panggilan telepon dari Abi memutus percakapanku dan Pandu.

"Keadaan kakek kamu gimana?" tanyaku setelah menjawab salam Abi.

"Sudah mendingan kok. Tadi pagi sudah dipindahkan ke ruang


perawatan. Kamu di kantor?"

"Lagi di jalan sama Pandu," jawabku jujur. "Mau makan siang bersama
calon investor cabang bengkel. Kamu sudah makan siang?" aku balik
bertanya.

"Ini baru mau makan siang sama Virzha dan Rizky."

"Rizky?" ulangku, walaupun aku yakin tidak mungkin salah dengar.

"Iya. Dia menyusul ke Semarang. Dia dekat dengan Kakek, jadi


nyempetin jenguk."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Nyempetin dan meniatkan itu berbeda. Inilah mengapa orang dilarang


menguping. Seandainya aku tidak melakukannya, aku tidak akan
mencurigai motif Rizky ke Semarang. Aku akan menganggap jika
sahabat saling support itu memang sudah seharusnya. Tapi sekarang
pikiranku kembali membuat semakin banyak praduga dan pengandaian.
Penasaran itu ternyata seperti bumerang, karena informasi yang didapat
bisa menyerang balik. Bukan ke fisik, tapi mental.

"Kakek Abimana sakit?" tanya Pandu setelah aku menutup telepon.

"Iya, di Semarang, jadi Abi ke sana." Aku menaikkan nada supaya


terkesan riang. "Tapi katanya sudah dipindah ke ruang perawatan.
Kemarin di ICU."

"Syukurlah. Kamu nggak ikutan jenguk?"

Abi tidak menawarkanku untuk ikut. Semarang lumayan jauh dari


Surabaya, dan meskipun hubunganku dan Abi sudah diketahui
keluarganya, kami belum sampai pada tahap akrab. Rasanya aku masih
sungkan menawarkan diri untuk ikut, apalagi masih sungkan
menawarkan diri untuk ikut, apalagi kalau sampai harus menginap di
sana. Abi juga malah tidak bisa fokus sama kakeknya karena harus
memikirkan akomodasi dan kenyamananku. Lain halnya kalau
kakeknya dirawat di Surabaya. Aku pasti akan menjenguknya.

"Kalau jenguknya di Semarang, kejauhan sih."

"Iya juga sih. Tapi walaupun sebenarnya yang dibutuhkan orang sakit
itu adalah kiriman doa, terkadang kehadiran kita secara fisik penting
sebagai dukungan psikis untuk yang sakit dan keluarganya. Tanda
bahwa kita peduli."

"Kalau itu semua orang juga tahu!" gerutuku. Pandu terdengar seperti
Mama kalau sedang dalam mode ceramah seperti ini. "Yang jadi

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

masalah adalah tempatnya."

"Mau aku temenin?" tawar Pandu. "Kalau besok kita berangkatnya


pagi- pagi banget, jam 10-an kita sudah sampai di Semarang. Pasti
dapatlah jam besuk. Aku punya Tante di Semarang, jadi sementara
kamu membesuk dan makan siang sama Abimana, aku bisa istirahat di
sana. Sorenya kita bisa balik ke Surabaya. Gimana?"

Kalau tawaran itu datang sebelum pernyataan cinta Pandu, mungkin


aku tidak akan berpikir dua kali untuk menerimanya. Tapi sekarang
rasanya tidak untuk menerimanya. Tapi sekarang rasanya tidak enak
saja melakukannya. Aku juga punya hati. Meskipun dari luar Pandu
terlihat normal seperti biasa, kalau dia benar-benar menyukaiku,
pastilah ada perasaan tidak nyaman saat melihatku bersama Abi. Sama
seperti aku yang tidak menyukai kedekatan Abi dan Rizky.

"Enggak usah. Abi bilang kakeknya sudah baikan. Semoga saja cepat
sembuh."

"Jangan langsung nolak. Pikir-pikir dulu. Abimana pasti senang kalau


kamu datang. Kamu juga nggak akan merepotkan dia karena nggak
nginap."

"Beneran nggak usah," kali ini jawabanku lebih mantap. Saat ke


Semarang dan melihat ada Rizky yang selalu berada di sisi Abi, aku
tidak bisa menjamin bisa menahan diri lebih lama. Bisa-bisa aku
memulai perang di tempat yang tidak seharusnya. Perang yang akan
kusesali akhirnya. Entah karena keputusan yang kuambil ketika
emosiku sedang memuncak, atau karena sudah bersikap seperti orang
barbar yang belum mengenal tata krama. Bagaimanapun ujung kisah
cintaku dengan Abi, aku ingin semua keputusan dibicarakan dengan
cara beradab.

"Terserah kamu saja, Mbar. Kamu cukup kasih tahu aku kalau
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

mendadak berubah pikiran."

"Oke." Tapi aku tahu aku tidak akan berubah pikiran. "Oh ya, Mama
bilang kamu sudah punya pacar ya?" Aku sengaja mengalihkan
percakapan.

Pandu berdecak panjang lalu tertawa. "Para ibu memang target yang
sempurna untuk menjamin berita beredar lebih cepat. Cocok banget
untuk dijadikan buzzer. Dengan sifat penasaran yang nggak berujung
dan pengetahuan ber-media sosial, aku yakin kumpulan ibu-ibu ini akan
mengalahkan kemampuan buzzer profesional yang sudah di training
bertahun-tahun."

Senyumku ikut menyembul. "Wajar sih kalau Mama dan ibumu berbagi
gosip. Anak mereka kan cuma kita saja. Siapa lagi coba yang mau
diomongin kalau bukan kita?"

"Dan saking bersemangatnya ngomongin kita, mereka sampai berniat


menjodohkan kita. Ibu sudah bilang sama kamu, kan?"

Usul tentang perjodohan itu sudah dibahas saat Mama pertama kali tahu
aku pacaran dengan Abi. "Sudah."

"Minggu lalu ibuku ngomongin itu. Aku nggak punya pilihan selain
bilang sudah punya pacar supaya kamu nggak perlu ikut direcokin
dengan ide itu.

Kalau tahu kita sama-sama sudah punya pasangan, mereka perlahan


akan membunuh harapannya. Mereka sudah cukup tua untuk paham
bahwa harapan itu lebih sering kandas daripada tercapai."

Meskipun samar karena mengucapkannyaitu sambil bercanda, nada


pahit yang terlontar di ujung kalimat itu tetap kutangkap. Apakah
Pandu benar-benar membicarakan orang tua kami saja, ataukah dirinya

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

termasuk di dalamnya?

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat Puluh Dua


Surabaya sedang memasuki musim penghujan yang muram. Dari
jendela kaca superlebar di ruang kerjaku, aku bisa melihat titik-titik air
berbulir besar itu turun membentuk garis lurus, saling mengejar rapat
sebelum akhirnya berpelukan dengan rumput taman di bawah jendela.

Biasanya hujan tidak memengaruhi suasana hatiku. Bagiku,


perbedaan musim hujan dan musim kemarau lebih pada pemilihan
bahan dan warna pakaian. Cuaca yang lebih dingin membuatku
menyingkirkan katun-katun tipis dan menghindari warna putih yang
gampang terkontaminasi bercak karena percikan air hujan saat berada
di luar ruangan.

Sekarang aku sedang melamun sambil menunggu Abi. Siang ini aku
memilih mengakhiri berbagai praduga di benak. Salwa dan Widy
sedang keluar sehingga aku dan Abi bisa leluasa bicara tanpa khawatir
akan didengarkan oleh kedua sahabatku itu. Kalau mereka menguping,
aku akan menghadapi drama tambahan setelah menyelesaikan
pembicaraan dengan Abi. Seandainya percakapan itu tidak berakhirl
baik, aku tidak yakin punya tenaga ekstra untuk menghadapi dua
sahabat yang memiliki rasa penasaran yang dosisnya berlebihan.

Aku belum curhat tentang Abi dan Rizky pada Salwa dan Widy. Salwa
sedang sibuk-sibuknya menyiapkan pernikahan. Aku tidak mau
mencuri spotlight darinya. Aku tidak ingin menjadi sahabat yang egois.
Persahabatan kami tidak dibentuk untuk mendengarkan keluh kesahku
tentang hubungan asmaraku saja.

Abi muncul kurang beberapa menit dari waktu yang disebutkannya.


Manajemen waktunya benar-benar luar biasa. Tidak heran jika dia bisa
sukses di usia muda. Dia pintar, terencana, dan tahu pasti bagaiman
mewujudkan rencana-rencananya. Kejadian yang melenceng dari
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

harapannya pasti hanyalah ketika Rizky menolak cintanya dan memilih


bertunangan dengan orang lain. Ralat, bukan melenceng. Tertunda
adalah kata yang lebih tepat.

Sekarang Rizky akhirnya menyadari jika Abi adalah satu-satunya laki-


laki yang dia inginkan.

"Kamu sudah makan siang, kan?"

Abi melirik pergelangan tangan setelah duduk di sofa, seperti hendak


meyakinkan kalau dia tidak salah membaca waktu. "Sudah jam 2 lewat
nih. Tadi aku sekalian makan siang dengan klien, makanya agak telat
ke sini."

"Iya, tadi kamu sudah bilang." Abi menceritakan tentang makan siang
itu saat aku menghubunginya. "Tadi aku brunch, jadi belum terlalu
lapar." Aku berusaha menyungging senyum. Aku menyusul Abi duduk
di sofa. Aku sengaja memilih sofa tunggal. Untuk fokus, aku butuh
sedikit jarak. "Aku minta kamu ke sini bukan untuk ngajak makan siang
kok."

"Ada hal penting yang harus kita bicarakan?" tatapan Abi tampak awas.
Ini memang untuk pertama kalinya aku memintanya datang secara
khusus untuk membicarakan sesuatu. Biasanya pertemuan kami adalah
rutinitas yang kami lakukan untuk mempererat ikatan kami sebagai
sepasang kekasih, bukan untuk membahas sesuatu yang sangat serius.

"Aku mendengar percakapan kamu dengan Rizky," aku menembak


langsung, tanpa intro. Lebih baik begitu. Kebanyakan pembuka malah
membuatku semakin gugup.

"Ya...?" Dahi Abi berkerut. Alisnya bertemu di tengah.

"Di restoran, saat kita makan bersama sebelum kamu ke Semarang,"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

aku memperjelas untuk menepis kebingungan yang kini terpeta jelas di


wajah Abi "Aku nggak bermaksud nguping, Bi. Sumpah. Waktu itu
ponsel kamu terus berbunyi, dan karena itu ayah kamu, aku pikir itu
telepon penting, jadi aku menyusul kamu ke ruangan Rizky. Aku
memang tidak mendengar semuanya, tapi bisa menangkap inti
percakapan kalian."

Mata Abi melebar, mulutnya sedikit terbuka. Butuh beberapa saat untuk
menyesap kalimatku sebelum akhirnya dia menjawab, "Kenapa kamu
baru mengajakku bicara soal ini sekarang?"

"Kakek kamu masuk rumah sakit, Bi. Aku nggak mau ngasih kamu
beban tambahan. Meskipun aku penasaran, aku menunggu saat yang
tepat untuk membahasnya. Sekarang karena keadaan kakek kamu sudah
membaik, dan kamu juga sudah beraktivitas normal lagi, kita sudah
bisa membicarakannya."

"Apa saja yang kamu dengar?" tanya Abi. Kekagetannya sudah


memudar. Dia kembali pada mode tenangnya yang khas.

Aku mengedikkan bahu. "Rizky menolak cinta kamu dan memilih


bertunangan dengan laki-laki lain. Tapi dia akhirnya sadar kalau yang
sebenarnya dia inginkan itu kamu, bukan laki-laki itu, jadi dia
memutuskan pertunangan untuk memintamu kembali padanya." Aku
merangkum semua yang kudengar dalam 2 kalimat yang efisien. "Tapi
aku tidak mendengar jawabanmu saat Rizky memintamu memilih
antara aku atau dirinya. Aku sudah kembali ke meja. Padahal itu yang
membuatku penasaran. Apa jawabanmu, Bi? Aku bisa mendengarnya
sekarang, kan?" Walaupun suaraku terdengar tegas, dalam hati aku
tetap ketar-ketir karena jawaban Abi belum tentu seperti yang
kuharapkan. Apalagi aku tahu jika Abi bukan tipe orang yang suka
berbohong untuk menyelamatkan diri. Mana ada sih perempuan yang
tidak akan sakit hati saat tahu jika dirinya bukan pilihan? Karena
jawaban itu ada dalam opsi Abi. Hanya ada 2 kemungkinan. Rizky atau
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

aku. Atau, bukan dan. Tiga orang terlalu banyak untuk satu hubungan
asmara.

Seperti tadi, Abi tidak langsung menanggapi. Dia mungkin menyiapkan


jawaban diplomatis yang akan menenteramkan hatiku. Tapi aku melihat
hal itu sebagai lampu kuning. Keraguan. Tidak ada perempuan yang
menyukai keraguan ketika terlibat dalam urusan asmara, karena cinta
itu identik dengan kepastian. Hatiku terasa mencelus. Jatuh ke dalam
lubang yang tidak berdasar. Meskipun sudah menduganya, tetapi hanya
mengira-ngira dan mengalaminya secara langsung tetap saja memiliki
efek perih yang sangat berbeda.

"Aku mengajakkamu membicarakannya karena sudah siap


mendengar semua yang terburuk, Bi," aku melanjutkan untuk mengisi
jeda karena Abi ternyata butuh waktu lebih untuk merespons. "Putus
termasuk di dalamnya. Jadi tidak perlu ragu menjawab pertanyaanku.
Aku bahkan memilih tempat ini untuk membahasnya secara dewasa,
jadi kamu tidak perlu khawatir kalau aku akan menakutimu dengan
episode tantrum dan menjadikan kita tontonan seandainya kita
melakukannya di tempat umum."

"Waktu itu aku tidak menjawab pertanyaan Rizky," Abi akhirnya


bicara. Dari ekspresi gamangnya, aku tahu dia jujur.

"Padahal seharusnya nggak sulit, kan?" Sulit menahan diri untuk tidak
menyindir. Ternyata aku tidak sedewasa seperti yang kuakui. "Apa lagi
yang lebih membahagiakan daripada saat tahu kalau orang yang kamu
inginkan ternyata mencintaimu juga?"

"Waktunya tidak tepat," respons Abi kali ini spontan.

"Aku pernah mengharapkannya, tapi dia memilih orang lain. Jadi dia
tidak bisa kembali seenaknya saat aku juga sudah bersama orang lain."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku tersenyum miris. "Kedengarannya seperti pembalasan


dendam. Berapa lama kamu akan membuatnya cemburu dengan
hubungan kita sebelum memutuskan untuk menerimanya kembali?"

"Aku tidak bilang akan menerimanya kembali, Ambar. Jangan


memelintir kata-kataku."

"Kalau hati kecil kamu tidak memikirkan kemungkinan untuk


menerima Rizky, kamu akan spontan memilih aku saat dia
menyuruhmu menjatuhkan pilihan, Bi!" aku tidak bisa menahan
suaraku yang meninggi. "Kamu tidak melakukannya karena ragu akan
salah pilih dan menyesali keputusan itu, kan?"

Abi terdiam. Keraguannya tampak lebih jelas daripada sebelumnya. Ini


sisi Abi yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Biasanya dia
sangat percaya diri dalam mengambil keputusan. Ternyata orang bisa
begitu kontradikstif saat dihadapkan pada persoalan pekerjaan dan
asmara.

"Kita bisa membicarakan ini kembali saat kamu lebih tenang, kan?
Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk membahasnya."

Pernyataan Abi itu menyulut emosiku. "Aku sangat tenang sekarang,


Bi. Aku jauh lebih tenang daripada saat mendengar percakapanmu
dengan Rizky. Aku mengajakmu bicara setelah berhasil meredam
emosi karena merasa menjadi pelarian kamu dari rasa patah hati. Aku
sudah sangat tenang. Aku tidak bisa lebih tenang daripada sekarang!"
Aku memejamkan mata dan menarik napas panjang berulang-ulang.
"Oke, mungkin aku sedikit emosi. Tapi itu karena kamu menganggapku
histerikal padahal sudah menunda percakapan ini supaya tidak
membuat pikiranmu bercabang- cabang. Kamu sudah cukup pusing
karena khawatir dengan kondisi kakek kamu dan pekerjaan yang kamu
tinggalkan karena harus bertahan di Semarang selama hampir
seminggu."
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Abi menggeser posisi duduknya ke ujung sofa untuk mendekatiku. Dia


menggapai tanganku dan menggenggamnya. "Maafkan aku, Ambar.
Seharusnya aku melihatnya dari sudut pandangmu. Pasti sulit menunda
percakapan ini, tetapi kamu tetap melakukannya karena memikirkan
kenyamananku."

Aku menatap tangan kami yang bertaut. Sulit untuk menggambarkan


apa yang kurasakan saat ini. Terlalu banyak jenis emosi di waktu yang
bersamaan. "Seharusnya kamu memintaku menunda percakapan ini
karena kamu butuh waktu untuk mencerna semuanya. Untuk
memikirkan keputusanmu, karena kamu bukan orang yang impulsif.
Jangan malah menjadikan aku sebagai alasan."

"Aku minta maaf. Tapi ini memang bukan sesuatu yang bisa diputuskan
secara impulsif, kan? Ini menyangkut masa depan kita."

Ketika Abi meminta waktu untuk berpikir, aku sebenarnya sudah bisa
menduga seperti apa keputusan yang akan diambilnya. Tetapi aku tidak
mau terlibat perdebatan panjang, jadi menyetujui permintaannya untuk
menunda pembahasan persoalan di antara kami.

**

Bengkel tampak ramai saat aku memarkir John Wick. Dengan antrean
seperti ini, memang sudah saatnya untuk membuka cabang.

"Bos ada di ruangannya, Mbak," sapa salah seorang montir begitu aku
turun dari mobil. Mereka sudah tahu kalau John Wick hanya akan
dikerjakan oleh Pandu.

"Oke, makasih, Mas." Aku masuk dalam gedung kantor yang ber-AC.
Beberapa pelanggan sedang duduk menunggu di ruangan yang didesain
seperti kafe dengan meja-meja bundar dan kursi yang mengelilinginya.
Ini adalah inovasi Pandu, yang tidak ada ketika bisnis masih dipegang

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Ayah.

Resepsionis yang menyambutku mengatakan hal yang sama tentang


keberadaan Pandu sebelum aku bertanya. Di sini aku lebih merasa
seperti tamu daripada owner. Apalagi para pegawai bersikap sangat
sopan padaku, sementara mereka bisa bercanda seenaknya dengan
Pandu. Nyaris tidak ada batasan antara bos dengan karyawannya.
Mungkin karena aku hanya muncul sesekali dengan durasi kunjungan
yang singkat sehingga tidak cukup untuk mengikis rasa sungkan
pegawai.

Aku mengetuk pintu kantor Pandu dan masuk sebelum dia


mempersilakan. Pandu yang sedang menekuri laptop mengangkat
kepala begitu pintu terkuak. Senyumnya menyembul.

"John Wick mau ganti oli," kataku lebih dulu. Aku mengambil tempat
di depan mejanya. "Sekalian dipoles biar makin cakep."

"Kamu buru-buru?" tanya Pandu. "Kalau buru-buru, pakai mobilku


dulu, nanti mobilmu aku antar ke kantormu kalau sudah selesai. Ada
pelanggan yang sudah menunggu, nggak enak main potong antrean
begitu saja. Nggak bagus juga untuk promosi bengkel. Zaman sekarang,
pelanggan yang nggak puas itu nggak hanya ngomel sama orang rumah
dan teman- temannya, tetapi juga curhat di media sosial. Viral karena
review jelek itu bisa bikin bisnis sepi."

"Aku nggak sibuk-sibuk banget sih." Fokus Salwa sedang tertuju pada
pernikahan sehingga dia tidak terlalu aktif di kantor, walaupun tetap
menolak saat aku menyuruhnya mengambil cuti. Widy juga sibuk
dengan desain eksklusif pelanggan sehingga aku membiarkan dia
memeram diri di ruang kerjanya.

"Nggak makan siang sama Abimana?"

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Aku sedang memberi Abi waktu yang dibutuhkannya sebelum


membicarakan persoalan di antara kami. Hanya saja, aku sudah
kehilangan optimisme pada masa depan hubungan kami. Mungkin
terlalu dini, tapi aku mulai mempersiapkan diri menghadapi kehilangan.
Kalau itu benar terjadi, bagaimana pun beratnya, aku tahu kalau aku
bisa menghadapinya. Mungkin akan ada air mata, tapi akhirnya, kisah
kami akan menjadi masa lalu. Sama seperti kisah cintaku yang
sebelumnya. Patah hati pasti membuatku sedih, apalagi Abi adalah tipe
lelaki idaman. Tapi kesedihan tidak akan menghancurkanku.
Pasti. Afirmasi. Aku membutuhkannya untuk merasa kuat.

"Abi sedang ada meeting," jawabku asal saja. Pekerjaan Abi memang
lebih banyak yang sifatnya koordinasi, jadi mungkin saja dia memang
sedang rapat. Entah dengan siapa.

Memberi Abi ruang berarti adalah menahan diri untuk tidak


menghubunginya lebih dulu. Aku juga memintanya supaya tidak
mengontakku sebelum siap untuk bicara dan memutuskan. Sejauh ini,
Abi menuruti permintaanku. Yang artinya memang semakin kecil
kemungkinan dia akan memilihku ketimbang Rizky yang sudah
dikenalnya sejak kecil.

Mungkin aku sudah termakan doktrinan Salwa yang pernah


mengatakan bahwa salah satu tanda jika seorang laki-laki
menginginkan kita adalah tidak menghiraukan permintaan untuk
menjaga jarak. Dia akan konsisten membujuk sampai kita akhirnya
luluh dan memaafkan kesalahan apa pun yang telah dilakukannya yang
membuat kita sebal. Apa pun itu, aku sudah telanjur pesimis pada Abi.

"Mau makan mi ayam?" tawar Pandu. Dia menutup laptopnya lalu


melihat pergelangan tangan. "Aku masih punya waktu 2 jam sebelum
bertemu dengan Yulia."

Yulia adalah anak Pak Subroto yang berinvestasi pada cabang bengkel
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

kami. Aku sudah pernah bertemu dengannya saat Pandu mengajakku


bertemu Pak Subroto tempo hari. Pak Subroto memang menunjuk Yulia
sebagai wakilnya dalam mengurus investasi karena dia sibuk dengan
bisnisnya yang lain.

"Dia masih single?" tanyaku menggoda Pandu. "Bisa digebet dong."

Pandu berdecak, lalu tertawa. "Kamu mau menularkan ilmumu sama


aku? Ilmu menggebet investor yang menanamkan modal ke usahamu?"

Mau tidak mau aku ikut tertawa karena diingatkan awal kedekatanku
dengan Abi. "Nggak ada salahnya dicoba. Crazy rich lho. Dengan
campur tangan Yulia, kita mungkin bisa buka cabang di Sidoarjo,
Malang, Gresik, dan Mojokerto. Lima tahun ke depan, saat bisnis kita
berkembang pesat, kita mungkin bisa ikutan jadi crazy rich di
Surabaya. Aku pengin tahu rasanya beli tas Birkin-nya Hermes
langsung tunjuk aja, nggak perlu lihat price tag-nya trus gemeteran."

Pandu menggeleng-geleng mendengar kata-kata absurdku. "Aku yakin


Abimana bisa beliin kamu tas itu tanpa harus gemeteran pas bayar.
Hanya saja, aku beneran nggak mengerti mengapa perempuan harus
membayar gengsi semahal itu untuk sebuah tas yang fungsinya sama
saja dengan tas lain yang harganya 2-3 jutaan."

Pandu mana paham kebanggaan yang bisa diberikan oleh sebuah merek
bagi perempuan. Aku juga bukan brand oriented, tapi itu mungkin
karena sumber danaku belum mencukupi untuk membeli gengsi. Kalau
aku sudah sangat berlebihan meskipun sudah bersedekah di mana-
mana, aku mungkin akan berubah pikiran dan akan mulai memenuhi
kebutuhan tersierku dengan mengoleksi barang barang bermerek
dengan harga selangit.

"Menenteng tas branded yang dibeli pakai kartu sendiri, nggak nodong
pasangan itu kebanggaannya pasti beda." Aku bangkit dari kursi sambil
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menggeleng geli. Kenapa juga pembahannya sampai pada tas bermerek


sih? "Daripada membahas mimpi yang nggak jelas, kita makan
sekarang yuk. Udah kebayang mi ayam panas dan pedas nih."

Pandu mengiringi langkahku keluar dari ruangannya. "Kalau beneran


lowong, kamu bisa ikut aku ketemu Yulia untuk membahas MOU."

Lebih baik membiarkan Pandu yang menyelesaikan urusan bengkel


karena dia lebih tahu. "Aku harus balik ke kantor. Salwa sedang sibuk
mengurus pernikahannya. Widy nggak bisa dibiarkan sendirian dengan
klien. Bahaya kalau sikap kepo dan sok tahunya kambuh."

Pandu terkekeh mendengar kata- kataku. Dia sudah hafal dengan sifat
sahabat-sahabatku.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat Puluh Tiga


Mengapa aku memberikan Abi waktu untuk berpikir sebelum
membicarakan kembali persoalan di antara kami? Bukankah
sebenarnya keraguannyan dalam menentukan pilihan sudah cukup
bagiku untuk mengakhiri hubungan? Apa yang diharapkan dari laki-
laki yang tidak bisa secara tegas memutuskan di mana seharusnya
hatinya berlabuh?

Jawaban jujur untuk semua pertanyaan itu? Aku juga tidak tahu.
Mungkin karena aku punya harapan terpendam padanya. Jadi kupikir
dengan memberinya waktu, setelah menelaah hatinya, dia akan
menyadari bahwa Rizky adalah masa lalu, sedangkan aku adalah masa
kini dan masa depannya. Mungkin karena aku takut kehilangan jalinan
asmara yang aku pikir serius dan akan mengarah pada hubungan
seumur hidup. Atau, mungkin karena aku ingin membuktikan pada
Mama bahwa aku tidak salah menentukan pilihan. Entahlah, aku tidak
tahu persis, alasan mana yang lebih mendekati.

Tepat seminggu setelah pertemuan terakhir dengan Abi, dia


menghubungiku. Tampaknya dia sudah memutuskan. Aku kembali
mengusulkan kantorku sebagai tempat untuk bertemu. Kali ini Salwa
sudah cuti, dan Widy berada di rumah Salwa.

Aku mencoba membaca ekspresi Abi saat dia akhirnya duduk di sofa,
di ruanganku. Tempat yang sama dengan yang dia duduki minggu lalu.
Sayangnya, karena Abi bukan tipe orang yang ekspresif, aku tidak bisa
membuat kesimpulan dalam sekali pandang.

"Aku bawain makanan, barangkali kamu belum makan siang." Abi


menunjuk tote bag yang sudah dia letakkan di atas meja.

Sungguh penuh perhatian. Mungkin itulah yang membuatku tertarik


file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

padanya. "Terima kasih." Aku tidak ingin berbasa-basi terlalu lama.


Tidak ada gunanya menunda-nunda, toh hasilnya tetap sama. "Jadi...?"

"Aku minta maaf karena bersikap kurang tegas saat bicara tentang
hubungan kita minggu lalu, Mbar. Mungkin karena aku terlalu kaget
karena sama sekali tidak menduga akan membicarakan hal seperti itu."

Aku tidak suka pembicaraan yang diawali dengan permintaan maaf


karena biasanya berakhir buruk ketika itu menyangkut hubungan
asmara. "Memang mengejutkan. Aku juga terkejut saat mendengar
percakapanmu dengan Rizky. Jadi...?" ulangku.

"Aku orang yang menghargai komitmen, Mbar. Aku selalu berusaha


menepati janji yang pernah aku buat. Dan aku nggak akan mengubah
kebiasaan itu sekarang." Tatapan Abi setulus kata-katanya.

Itu artinya dia memilih bersamaku. Tanpa kuinginkan mataku


memanas. Penyataannya mengundang air mata yang tidak kuinginkan
ikut campur saat ini. Aku benci menjadi perempuan romantis, rumit,
serakah, dan egois, tapi apa yang dikatakannya tidak sesuai harapanku.
Aku tidak ingin mendengar Abi bicara tentang tanggung jawab
terhadap komitmen dan janji yang sudah dia buat untukku. Aku ingin
dia mengatakan bahwa dia mencintaiku. Dia memilih tinggal di sisiku
karena tidak bisa berpisah denganku. Kehilangan aku adalah hal yang
tidak terbayangkan untuk dia alami.

Aku menatap Abi sedih. Air mata yang berusaha kuhalau jatuh tanpa
berhasil kucegah. "Kamu tidak harus memilih aku karena telanjur
berkomitmen, Bi. Itu memang alasan yang kuat, dan aku percaya kamu
orang yang memegang janji, tapi yang kita bicarakan ini bukanlah
perjanjian kerja. Kita bicara tentang perasaan. Dasar hubungan kita
berasal dari sana. Aku tidak mau memaksa kamu bertahan di sisiku atas
nama komitmen. Aku mau kamu tinggal karena kamu mencintaiku."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Aku mencintaimu," sergah Abi. "Aku nggak akan mendekati dan


mengajakmu pacaran kalau tidak mencintaimu, Mbar. Aku bukan orang
yang akan membuang waktu untuk sesuatu yang nggak penting. Dan
kamu penting untukku."

Sambil memaksakan senyum, aku mengusap air mata. "Apakah


perasaanmu padaku masih sama setelah mendengar pengakuan Rizky
yang memintamu menerimanya?"

Abi terdiam.

"Kamu berani bilang kalau kamu sama sekali tidak memikirkan


ucapannya itu?" aku melanjutkan menuangkan isi hati. Sekali ini aku
tidak ingin memendam apa pun. "Kamu berani bilang tidak sedikit pun
memikirkan kemungkinan untuk menerimanya?"

Abi tetap diam.

"Aku tahu kamu tidak bisa, Bi. Kamu masih punya perasaan pada
Rizky. Aku malah yakin kalau perasaan itu jauh lebih kuat daripada
yang kamu rasakan padaku."

"Rizky sudah menjadi bagian dari hidupku sejak lama, Mbar. Aku
mungkin masih punya sisa perasaan padanya, tapi perasaan itu bisa
hilang seiring waktu. Aku nyaman banget bersamamu. Tidak benar
kalau apa yang aku rasakan pada Rizky lebih kuat. Aku sayang kamu,
Ambar."

"Kamu tidak apa-apa kalau aku melarangmu berhubungan dengan


Rizky?" aku terus mendesak. "Aku tidak mau pasanganku dekat-dekat
dengan perempuan yang jelas-jelas mengaku mencintainya."

Abi kembali terdiam. Itu sudah cukup untuk menjadi jawaban.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Untukku, cinta itu serakah, Bi. Aku menginginkannya secara utuh,


bukan dalam bentuk potongan atau remahan. Semuanya, atau tidak
sama sekali."

"Kamu tidak percaya kalau aku tidak akan selingkuh, meskipun aku
berjanji?"

Aku menggeleng lemah. "Aku bisa saja bilang percaya karena karakter
kamu kuat. Tapi aku akan tetap berprasangka setiap kali kamu bertemu
Rizky. Dan itu akan menjadi racun untuk kita. Kamu pasti tidak suka
dicurigai, dan aku akan tersiksa oleh pradugaku sendiri. Itu melelahkan,
Bi."

Jeda yang tercipta kali ini lebih menyiksa karena aku sudah membuat
kesimpulan, meskipun pemilihan kataku tidak tegas. Aku yakin Abi
bisa membaca maksudku.

"Mungkin kita butuh waktu lebih lama untuk memikirkannya kembali,


Mbar. Rasanya aneh kalau kita putus pada perbedaan pendapat kita
yang pertama kali." Abi memang benar- benar bisa membaca
maksudku.

"Mengapa kita harus mengulur waktu untuk sesuatu yang sudah bisa
kita putuskan sekarang, Bi? Kamu tidak bisa berjanji untuk memutus
hubungan dengan Rizky, dan aku tidak mau dia berada di antara kita."
Aku tersenyum miris. "Aku sebenarnya memberi kamu kesempatan
untuk memperbaiki hubunganmu dengan Rizky. Aku yakin prosesnya
pasti instan. Ini lebih sulit untuk aku daripada kamu."

"Begitu saja?" Abi tampak tidak puas dengan penyataanku. "Kamu


benar-benar tidak mau berjuang untuk mempertahankan hubungan kita,
Ambar? Kita menyerah pada sandungan pertama?"

Aku tidak akan menyerah semudah itu kalau Rizky bukan sahabat dan

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

juga kolega dekat keluarga Abi yang akan terus berada di sekitarnya.
Aku akan berjuang kalau Abi mengatakan secara tegas bahwa dia sudah
tidak punya perasaan apa- apa lagi pada Rizky, dan langsung
memutuskan hubungan dengannya saat aku memintanya.

Kalau keraguan Abi kental seperti sekarang, dan aku tetap bertahan, apa
ada jaminan keputusan Abi memegang teguh komitmen tidak akan
goyah? Tidak ada. Kalau itu terjadi, aku akan menyesal telah
membuang begitu banyak waktu, padahal sudah menduga hubungan
kami akan kandas karena orang menduga hubungan kami akan kandas
karena orang ketiga di antara kami sangat istimewa, bukan hanya untuk
Abi, tetapi juga keluarganya.

"Aku percaya jodoh, Bi. Seandainya garis takdir kita memang bertemu,
kita tetap akan bersama meskipun memutuskan berpisah sekarang.
Untuk saat ini, aku rasa putus adalah jalan terbaik."

Seperti yang sudah aku duga sebelumnya, Abi tidak memaksa lebih
lanjut supaya kami tetap bersama. Akhirnya, bukan hanya aku yang
kehilangan semangat juang untuk mempertahankan hubungan. Abi juga
mengendorkan tekadnya. Aku percaya dia sayang dan nyaman
denganku, tapi aku juga yakin cintanya pada Rizky jauh lebih besar.

Perpisahan kami lebih mulus daripada pertemuan pertama kali kami


yang diwarnai oleh insiden kuku hitam. Hanya saja, semulus-mulusnya
perpisahan, tetap saja ada rasa mencelus yang mengiriskan rasa pedih.

Aku tidak menampik jika awalnya menerima Abi hanya bermodal rasa
tertarik yang cukup, bukan cinta menggebu. Tapi seiring kebersamaan
kami, rasa cinta perlahan tumbuh. Abi adalah perwujudan impian
semua perempuan tentang pasangan.

Ternyata benar jika tidak ada laki- laki atau pasangan yang sempurna,
karena wujud impian tanpa cela itu memiliki ceruk dalam di hatinya,
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

yang diisi penuh oleh cinta untuk perempuan lain.

Setelah kepergian Abi, aku menunggu air mataku mengalir lebih deras,
tetapi ternyata tidak. Perasaan kehilangan kali ini tidak terlalu sinkron
dengan kelenjar air mata. Aku hanya menatap nanar pada daun pintu
yang ditinggalkan Abi dalam keadaan tertutup, seperti kisah cintaku
yang berada di penghujung bab yang berakhir sedih. I hate sad ending.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Empat Puluh Empat


Seperti yang sudah kuduga, Salwa tampak menawan dalam balutan
kebaya putihnya. Aku yakin dia tidak akan mengutuk makeup artist-
nya, karena dia belum pernah terlihat secantik ini. Aura kebahagiaan
menguar dari wajahnya. Dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya
saat menyambut para tamu yang bergiliran memberi ucapan selamat,
Salwa tampak seperti ratu di atas pelaminan yang juga didekor indah.

Akhirnya dia sampai pada tahap akhir masa lajang. Setelah akad nikah
tadi pagi, dia telah memulai babak baru kehidupan pernikahan. Aku
mendoakan yang terbaik untuknya.

"Aku harap kamu dan Abi nggak akan menikah dalam waktu dekat jadi
aku tidak harus tersiksa pakai kebaya ketat gini di waktu berdekatan,"
omel Widy yang duduk di sampingku. Dia tampak sangat tidak nyaman
dengan seragam kembar kami.

Aku memang belum menceritakan perihal putus dengan Abi pada siapa
pun. Aku tidak ingin mengganggu Salwa dengan berita buruk, dan
belum siap menjawab berjuta "mengapa" dari Mama. Entahlah, tapi
kegagalan dengan Abi membuatku merasa malu karena kesannya aku
tidak bisa menjaga komitmen yang kubela mati- matian di depannya.
Perpisahan itu memang bukan karena kesalahanku, tapi rasanya belum
nyaman saja untuk mengakuinya.

"Tenang saja, aku akan menunggu sampai kamu juga punya pacar
sebelum merencanakan pernikahan. Nanti kita ngadain akad nikah dan
resepsi bareng, jadi bisa patungan. Jatuhnya pasti lebih murah."

Widy mencibir mendengar jawabanku yang lebay. "Bohong banget!


Menghadiri pernikahan sahabat itu malah membuat orang yang sudah
pacar malah semakin terinspirasi untuk ikutan buru-buru buka maps
file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

untuk cari lokasi KUA terdekat dengan alamat rumah. Lagian, mana
mau orang seperti Bu Joyo ngadain pesta kembar. Kayak orang nggak
mampu aja!"

Aku hanya tertawa mendengar kata-kata Widy. Pandangan kembali


kuarahkan ke pelaminan. Salwa sedang tertawa bersama salah seorang
tamu. Suaranya tentu saja tidak terdengar sampai ke meja kami karena
tenggelam oleh suara musik, tapi aku bisa membayangkan kekehan
khasnya. Dia benar benar bahagia. Tanpa sadar aku ikut tersenyum.

"Aku bukannya mau mencampuri urusanmu sih, Mbar." Widy menjawil


lenganku dan menunjuk pintu masuk dengan dagunya. Mama baru saja
datang. Tangannya memegang erat lengan Pandu. Kami tidak datang
bersama karena aku dan Widy seharian berada di rumah Salwa. Kami
tidak pulang lagi ke rumah masing-masing setelah akad nikah. Kami
datang ke hotel ini mengikuti iring-iringan pengantin. "Kamu beneran
nggak punya rasa lagi sama Pandu? Aku yakin mama kamu pasti lebih
menyukai Pandu yang jadi menantunya daripada Abi."

Aku terus mengawasi Mama dan Pandu. Mama seperti sedang


mengatakan sesuatu karena Pandu menunduk untuk mendengarkan.
Keduanya lantas saling memandang lalu tersenyum lebar. Pasti sesuatu
yang lucu. Dengan gestur seperti itu, orang orang yang melihat dan
tidak mengenal mereka pasti mengira jika mereka adalah pasangan ibu
dan anak. Mama dan Pandu langsung mengikuti antrean menuju
pelaminan.

Aku mengalihkan pandangan pada gelas air putih di depanku. Ucapan


Widy mengingatkan aku pada kisah cintaku yang rumit. Aku menolak
Pandu untuk memperjuangkan Abi yang ternyata masih mencintai
Rizky. Kalau di FTV, judul filmnya adalah: Sahabatku Mencintaiku,
tapi Aku Mencintai Pacarku yang Mencintai Sahabatnya. Iya, sinetron
banget.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

Mama dan Pandu bergabung di meja kami setelah turun dari pelaminan.

"Abimana nggak datang?" Pandu mendekatkan kepala untuk berbisik


padaku.

Aku berusaha mengulas senyum manis. "Ada kerjaan yang nggak bisa
ditinggal di luar kota," aku mengulang jawaban yang tadi sudah
kuberikan pada Salwa dan Widy ketika menanyakan Abi.

"Ya, mau gimana lagi, harga tas Birkin-Birkin itu memang nggak
murah, jadi mau nggak mau dia tetap harus kerja saat weekend gini."

Aku hanya bisa mendelik sebal mendengar candaan Pandu yang garing.

**

John Wick tertimpa musibah. Spionnya hilang tanpa jejak! Bisa-


bisanya, padahal aku hanya meninggalkan sejenak saat masuk di
sebuah toko kecil untuk membeli kertas kado. Mama minta tolong
supaya aku membawakan bingkisan untuk temannya yang memasuki
masa pensiun, yang ketinggalan di rumah. Masalahnya, bingkisan itu
ternyata belum dibungkus. Aku terpaksa mampir untuk membeli kertas
kado itu. Parkir di pinggir jalan benar-benar tidak aman. Untung saja
kejadiannya siang hari, sehingga aku bisa langsung membawa belahan
jiwaku itu ke bengkel.

"Bos ada di ruangannya, Mbak. Tapi sedang ada tamu tuh," kata Ochie,
resepsionis bengkel yang menyambutku.

"Biar aku tunggu saja di sini." Aku menunjuk meja di dekat dinding
kaca.

"Atau Mbak Ambar masuk saja. Kayaknya bakalan lama kalau mau
nunggu. Soalnya saya lihat tadi Mbak Yulia bawa makanan tuh."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Mbak Yulia?" ulangku.

"Iya, Mbak. Investor bengkel itu," Ochie merendahkan suara dan


menatapku dengan sorot bersekongkol.

"Akhir-akhir ini Mbak Yulia sering ke sini, Mbak. Kayaknya lagi


PDKT sama si Bos deh." Dia melirik ke kiri dan ke kanan sebelum
berbisik melanjutkan, "Atau mungkin malah sudah jadian." Setelah itu
dia lantas terkikik. "Kok saya malah ngajakin Mbak Ambar ngegosip
sih? Padahal Mbak Ambar pasti lebih tahu daripada saya."

Aku sama sekali tidak tahu soal PDKT atau jadian itu. Pandu tidak
pernah cerita, dan aku juga tidak pernah menanyakannya. Dengan
status jomlo seperti sekarang, rasanya gengsi membicarakan kisah
asmaranya setelah menolaknya.

"Kalau begitu, biar John Wick dikerjain sama Rudy saja." Aku tidak
mau mengganggu Pandu.

Aku lantas keluar dari gedung kantor untuk mencari Rudy, montir
senior tangan kanan Pandu yang sedang berada di dalam bengkel
sebenarnya. Ditemani Rudy, aku kemudian memilih spion baru untuk
John Wick di toko spare part, bagian lain dari bengkel.

Aku sudah berada di balik kemudi untuk memastikan jika Rudy


memasang spion dengan benar saat Pandu muncul.

"Mobil kamu kenapa?" Pandu menunduk ke jendela John Wick.

"Ganti spion," jawabku singkat. Rudy melakukan pekerjaannya dengan


baik.

Sebenarnya semua pegawai bengkel sangat kompeten. Aku saja yang


selalu lebih memilih Pandu untuk memegang John Wick.

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Kenapa diganti?" tanya Pandu lagi. "Itu kan mahal." Tentu saja mahal.
Benda itu dipesan Pandu dari Amerika bersamaan dengan mesin John
Wick.

"Dipereteli orang."

Kepala Pandu masuk lebih dalam. "Kamu nggak kenapa-kenapa?"

Aku mendorong kepalanya keluar dari jendela. "Spionnya dipereteli


saat aku sedang di dalam toko. Dia beruntung karena nggak aku
pergoki. Kalau gerakannya nggak cepat, orangnya pasti sudah aku bikin
babak belur."

"Kalau beneran ketemu begalnya, lebih baik jangan melawan. Biasanya


mereka sudah siap dengan senjata tajam, atau malah senjata api saat
beraksi. Spion semahal apa pun nggak seimbang dengan nyawa kamu."

Aku hanya berdecak mendengar omongan Pandu yang berbau ceramah


itu.

"Sudah, Mbak?" Rudy menyela percakapanku dengan Pandu. Aku


turun dari mobil dan mengangkat kedua jempol. "Mantap, Rud.
Makasih ya."

"Sama-sama, Mbak." Rudy berbalik menuju mobil yang tadi


ditinggalkannya untuk mengerjakan John Wick.

"Tumben banget kamu minta orang lain untuk ngerjain mobil kamu."
Pandu mengelap kaca spion John Wick dengan lap yang entah dia
ambil dari mana.

"Aku buru-buru karena mau ngantar barang pesanan Mama." Aku


teringat bingkisan yang belum dibungkus itu dan langsung membuka
pintu John Wick untuk mengambilnya. Aku akan membungkusnya di

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

sini saja, biar bisa langsung ke kantor Mama. "Ochie bilang kamu ada
tamu."

"Yulia." Pandu mengambi dus yang lumayan besar, meskipun ringan


itu dari tanganku sehingga aku hanya memegang kertas kado
pembungkusnya saja. "Kasih Ochie saja yang bungkus biar lebih estetik
modelnya. Kalau kamu yang bungkus, jadinya hanya kotak segi empat
yang monoton."

Aku menatap Pandu sebal. Aku memang tidak tertarik menekuni seni
membungkus kado, tetapi tetap bisa membungkus benda yang
berbentuk kotak supaya tampak cantik. Tinggal tambah pita pitaan,
kan? Aku juga sudah membeli pita merah dan selotip.

"Yulia-nya mana? Investor penting kok ditinggal?"

"Sudah balik ke kantornya. Tadi hanya mampir diskusi dan bawa


makanan. Kalau kamu lapar, makanannya ada di ruanganku. Tadi aku
sudah telanjur makan saat dia datang."

Aku nyaris mendengkus. Enak saja aku disuruh memakan makanan


yang dibawa gebetannya. "Aku juga sudah makan!"

"Mungkin saja kamu butuh energi lebih, Mbar. Patah hati itu berat lho.
Memang ada yang nggak bisa makan saking sedihnya, tapi ada juga
yang porsi makannya berubah jadi porsi kuli. Mungkin saja kamu tipe
yang kedua."

Hampir sebulan setelah pernikahan Salwa, aku terpaksa menceritakan


kandasnya hubunganku dengan Abi. Tidak mungkin
menyembunyikannya lebih lama, terutama karena Abi yang sering
menjemputku mendadak hilang sama sekali. Reaksi Salwa dan Widy
sama dramanya. Salwa menyesali keputusannya menyemangatiku
menerima Abi, sedangkan Widy malah tampak senang (dan tidak

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

merasa perlu menyembunyikan ekspresi girangnya) karena mendadak


merasa memiliki kemampuan meramal. Katanya, sejak awal dia tahu
jika hubunganku dengan Abi tidak akan berhasil. Cenayang sinting!

Reaksi Mama? Biasa saja. Tidak terlihat kegirangan, tetapi juga tidak
tampak menyesalkan. Tidak ada pembahasan panjang seperti yang
awalnya aku khawatirkan.

Awalnya, semua orang memang menghindari membahas soal putusnya


hubunganku dengan Abi. Hanya di awal, karena mereka kemudian
lebih santai. Seperti Pandu yang mulai menjadikan peristiwa putus itu
sebagai bahan candaan. Mungkin karena mereka melihat aku tetap
aktif, makan dengan baik, dan tidak terlihat sedih. Ya kali, kesedihan
harus ditunjukkan di depan semua orang untuk mendulang simpati.
Tidak tampak merana di permukaan tidak berarti perpisahan dengan
Abi itu mudah. Kali ini aku hanya memilih menghadapinya sendiri.
Tanpa drama.

"Kalau nanti kamu patah hati, aku juga akan jadiin itu lelucon. Aku
nggak akan bersimpati sama sekali. Tunggu saja tanggal mainnya!"
Aku mempercepat langkah, mengejar Pandu yang kabur sambil tertawa
menuju gedung kantornya.

Dasar!

**

Aku dan Salwa sedang berada di showroom saat mobil Pandu


memasuki pelataran parkir.

Salwa menyikutku. "Cinta memang bisa bertualang sampai ke mana-


mana, tetapi jodoh itu akhirnya malah orang yang paling dekat."

"Pandu kayaknya sedang PDKT dengan Yulia." Aku sudah

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

menceritakan soal Yulia dan hubungannya dengan cabang bengkel.

"Yulia kali yang coba-coba PDKT. Nggak mungkinlah Pandu mau


ngecengin perempuan lain setelah tahu kamu jomlo. Dia pasti lagi
menunggu waktu yang tepat untuk nembak ulang. Atau kamu aja yang
nembak duluan!" usul Salwa.

"Hormon kehamilan bikin kamu tambah gila ya?"

Salwa mengusap perutnya yang masih rata,a meskipun katanya sudah


positif hamil. "Cinta datang dan pergi, Mbar. Setelah episode dan sisa
perasaan kamu untuk Abi beneran hilang, kamu bisa mulai dengan
Pandu. Aku memang sempat sebel banget dengan keleletannya, tapi dia
adalah orang terakhir yang akan menyakiti hatimu."

"Omongan kamu sudah seperti Widy."

Salwa tertawa. "Aku harus mengakui kalau Widy, walaupun sering kali
nyebelin dan salah fokus, tapi walaupun sering kali nyebelin dan salah
fokus, tapi dalam beberapa hal dia ternyata benar."

Aku mengawasi Pandu melalui dinding kaca. Dia sudah keluar dari
mobil dan menekan remote untuk mengunci. Dia tidak pernah
membicarakan perasaannya lagi setelah tahu aku sudah putus dengan
Abi. Mungkin saja dia malah sudah move on. Tipe perempuan seperti
Yulia pasti gampang menarik perhatian laki- laki, termasuk Pandu.

Apakah dia benar-benar jodohku? Jujur, aku masih jeri dalam urusan
percintaan. Kalaupun Pandu mengungkapkan bahwa perasaannyaa
belum berubah, aku masih ragu untuk menyambutnya.

"Jangan terlalu lama mikir, Mbar. Kalau kamu sampai ketularan


leletnya si Pandu, ujung-ujungnya bisa nyesal lho."

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html
12/1/22, 9:17 AM Pilih Siapa.html

"Apaan sih!" Aku memelototi Salwa.

Salwa pura-pura mendesah. "Tapi kamu selalu bisa memakai trik


Rizky. Confess di waktu yang tepat. Pengalaman adalah guru terbaik.
Pandu pasti akan meninggalkan siapa pun untuk kamu."

Aku buru-buru menjauhi Salwa yang berusaha menyuntikkan racunnya.


Saat ini aku benar-benar belum siap untuk masuk dalam roller coaster
hubungan yang baru. Aku harus membersihkan ruang hati dari sisa
kenangan sebelum mempersilakan seseorang masuk. Apakah orang itu
Pandu atau bukan, biar waktu yang menjawabnya.

TAMAT

file:///D:/WattpadScript-main/Pilih Siapa.html

Anda mungkin juga menyukai