Anda di halaman 1dari 4

Sampah di Masa Depan

Aku Clara, remaja absurd yang hidup penuh kebebasan. Tak ada yang istimewa, kecuali rasa
bebas. Tak seperti gadis-gadis lain yang selalu diatur jam pulang dan jam tidurnya. Hidup
terpisah dari orangtua dan merantau di usia yang masih belasan membuatku selalu merasa
bebas, kecuali kebebasan untuk membeli barang-barang yang kuinginkan. Menunggu
datangnya uang ditanggal tertentu setiap bulannya membuatku merasa terbebani, terlebih lagi
keinginan untuk selalu ‘kekinian’ yang memaksa setiap orang untuk mengikuti trend terbaru.

Sore ini, aku bersantai dengan memegang smartphone keluaran dua tahun lalu, ngestalk
instagram orang dengan kuota yang sekarat, lalu kutemukan berita yang sungguh menyayat
hati. “Oh Tuhan, mengapa manusia begitu pintar, belum sempat kubeli Iphone 5 dan kini
mereka keluarkan Iphone 7”. Terlebih lagi melihat video yang mempromosikan smartphone
tersebut. Sungguh, plastik berbentuk persegi panjang itu terlihat begitu sempurna dibanding
smartphoneku ini.

Kemudian, entah mengapa saat kubuka mataku aku telah berada di dunia lain, dunia yang
begitu canggih layaknya dalam kartun ‘Stand By Me Doraemon’, seperti berada puluhan
tahun kemudian. Tak ada pemukiman kumuh, mobil tak lagi beroda melainkan melayang
layang. Tak ada manusia yang mengemudi, robot yang kerjakan semuanya. Setiap sudut kota
penuh gedung menjulang, hanya satu pohon yang kulihat. “Gue bakalan rugi kalau gak
nikmatin suasana kota secanggih ini”, pikirku.

Lalu, aku mencoba menyusuri jalan di kota itu, kulihat beberapa orang sibuk dengan cahaya
yang melayang layang, bukan, itu sepertinya gadget, hanya saja lebih canggih dan sudah
berbentuk hologram. “Semuanya sudah sangat praktis di masa ini”. Kulanjutkan perjalanan
ke belakang gedung tertinggi di kota ini. Kulihat tumpukan benda-benda, “Kelihatannya ini
tempat pembuangan sampah”, pikirku, Akan tetapi, di sana tak tercium bau busuk sama
sekali sehingga kuberanikan diri untuk mendekat. Aku hanya penasaran mengapa sampah-
sampah ini tak berbau busuk. “Ya ampun, mereka membuang Iphone di sini”. Kuperhatikan
tulisan di kardusnya, ada Iphone 21 yang jauh lebih canggih dari Iphone 7. Beberapa waktu
kemudian, aku mulai merasa mual, kulihat semuanya gelap.

Kubuka mataku, kini aku ada di atas sofa, memegang smartphoneku yang masih
memutar video promosi itu. Kemudian aku sadar, semuanya hanya mimpi, kota
canggih itu hanya mimpi. Akan tetapi, aku mulai menyadari, sebagai manusia kita tak
boleh terlalu larut dengan perkembangan teknologi hanya karena ingin mendapat
predikat hebat, bagaimanapun juga itu hanya menghabiskan uang, menguras waktu
kita untuk hal yang tidak bermanfaat, serta menyusahkan orang-orang terdekat kita.

Rintihan Sebutir Nasi


2 Desember 2011 13:27 Diperbarui: 3 Juli 2016 19:31 34519 1 3

"Naomi... Habiskan dulu sarapanmu...." Terdengar teriakan Mami dari ruang makan, saat
dilihatnya nasi uduk di piring Naomi masih tersisa banyak.
"Naomi udah kenyang, Mam...," balas Naomi dari ruang tamu sambil mengenakan sepatu
sekolahnya.

"Tapi nasi uduk kamu belum habis, nih. Ayo, habiskan dulu!" teriak Mami lagi.

"Naomi udah telat nih, Mam. Pergi dulu, ya. Assalamu'alaikuuum...." Dengan setengah
berlari, Naomi bergegas menuju ke mobil. Di dalam mobil telah menunggu Pak Aji, sopir
pribadi keluarganya.

"Sarapannya nggak habis lagi ya, Non?" sambut Pak Aji saat Naomi sudah duduk di dalam
mobil.

"Ah, Pak Aji usil deh," ujar Naomi sambil cemberut. Tak dihiraukan pertanyaan supirnya itu.

Pak Aji hanya tersenyum mendengarnya. Segera, ia pun menstater mobil dan perlahan
meninggalkan rumah majikannya menuju sekolah Naomi.

Di tengah perjalanan, terjadi obrolan ringan antara Pak Aji dan Naomi. "Maaf, Non Naomi.
Bukan maksud Bapak ikut campur, tapi Bapak kasihan aja pada nasinya."

Naomi tampak bingung. Kemudian bertanya, "Kok kasihan pada nasinya, Pak?"

"Iya dong, Non. Nasi juga kan bisa nangis."

"Nangis?" ulang Naomi tak percaya.

"Eh, masa Non Naomi nggak tahu sih?" Pak Aji semakin semangat saja menanggapi rasa
penasaran putri semata wayang majikannya itu.

Naomi menggeleng. Baru kali ini ia mendengar cerita tentang nasi menangis. Dia jadi
penasaran.

"Pak Aji cerita dong ke Naomi, kenapa nasi itu bisa nangis?" desak Naomi ke Pak Aji.
Namun sayang, gerbang sekolah Naomi keburu terlihat. Dan itu artinya, Naomi harus turun
dari mobilnya.

"Ceritanya sepulang Naomi sekolah aja ya, Pak...,"0" teriak Naomi sambil berlari saat
dilihatnya gerbang sekolah nyaris ditutup oleh satpam sekolah.

Pak Aji hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Naomi itu.

-0o0-

Saat istirahat sekolah. Naomi dan Sarah - sahabatnya, bergegas menuju kantin sekolah.
Sesampai mereka di kantin, tempat duduk yang tersisa hanya di tengah-tengah ruangan.
Terpaksa Naomi dan Sarah duduk di situ. Segera, Naomi memesan nasi goreng sea food
dan milk shake cokelat kesukaannya. Sedang Sarah memilih bakso dan es teh manis.

Setelah pesanan datang, mereka pun terlihat asyik dengan menu makan siang masing-masing.
Naomi si penggemar sea food tampak menikmati nasi goreng pesanannya. Demikian pula
halnya Sarah. Mulutnya pegap-pegap karena sambal yang dimasukkan ke dalam mangkoknya
terlalu banyak.

Namun sayang, baru beberapa suap Naomi menikmati nasi gorengnya, ia telah meletakkan
kembali sendok dan garpu di atas piringnya. Sarah hanya menatapnya kasihan.

"Kenapa, Mi? Udah kenyang?"

Naomi mengangguk.

"Hm... kebiasaan Naomi deh," sahut Sarah datar. Dia tak asing lagi dengan kebiasaan
sahabatnya itu. Kemudian lanjutnya, “Eh Mi, tahu nggak? Nasi itu bisa nangis lho, kalo kamu
gituin terus," Sarah pura-pura asyik dengan baksonya, tapi matanya melirik tajam ke arah
sahabatnya itu. Dan Naomi, saat mendengar 'nasi menangis' langsung melotot.

"Apa? Nasi menangis? Bercanda kamu, Sar!" Hari ini sudah dua orang yang bicara padanya
tentang ‘nasi menangis’.

"Buat apa juga aku bohong ke kamu, Mi? Lihat aja nanti kalo nggak percaya."

Deg! Jantung Naomi berhenti sejenak. Dia benang-benar kaget mendengar ancaman Sarah
tadi.

-0o0-

"Huhuhu.... Kenapa kau begitu kejam, manusia? Apa salahku padamu hingga kau tega
membuang-buangku? Tak sadarkah kau, bagaimana susahnya petani menanamku?
Sedangkan kau, seenak aja membuangku? Menghambur-hamburkanku? Dasar manusia tak
tahu berterima kasih!"

Naomi tersentak. Badannya gemetar. Itu... itu suara siapa? Dari mana asalnya? Naomi
memandang ke sekelilingnya. Namun tak dijumpai siapa pun.

"Hai manusia! Lihat sekelilingmu! Masih banyak orang yang membutuhkanku. Kalau
memang kau tak suka denganku, jangan perlakukan aku seperti ini! Aku sedih, aku terluka.
Kau jahat! Hiks hiks...."

"Tidaaakkk.... Stop, stop! Mamiii.... Naomi takuuuttt...." Naomi menjerit-jerit tak karuan.
Kepalanya menggeleng-geleng dengan kuat. Kedua telinganya ditutup rapat. Matanya
terpejam. Naomi benar-benar ketakutan.

"Kenapa kau takut padaku, hai manusia mubadzir?"

"Kau... kau siapa? Tampakkan wujudmu padaku!" Naomi kembali menjerit. Kepalaya
berputar-putar mencari sumber suara.

"Hihihi...."

Kali ini terdengar suara tertawa cekikikan. Naomi semakin ketakutan.


"Aku ada di depanmu, Manusia. Lihatlah!"

Naomi kaget sekali. Jantungnya hampir copot. Dia benar-benar tak percaya dengan
penglihatannya sendiri. Mimpikah dirinya? Ditepuk-tepuknya kedua pipinya, berharap ini
hanya mimpi. Tapi benarkah?

"Kau tidak sedang bermimpi, hai manusia. Ini nyata. Akulah nasi yang selama ini kau buang
dan hambur-hamburkan."

Jadi... jadi benar cerita tentang Nasi Menangis itu? Mami, tolong Naomi!

"Ma... maafkan aku ya, Nasi. Sungguh, aku tak tahu kau akan mendatangiku seperti ini.
Aku... aku menyesal sekali. Aku... aku takkan mengulangi perbuatanku ini. Tolong, maafkan
aku!" Terbata-bata Naomi meminta maaf kepada Si Nasi. Tetapi tak semudah itu bagi Nasi.

"Aku tak percaya kau akan melaksanakan janjimu itu."

"Sungguh, Nasi! Percayalah padaku! Aku benar-benar akan melaksanakan janjiku ini
padamu."

"Oke. Akan kupegang janjimu itu. Ingat, kalau sampai kau melanggarnya, lihatlah azab
Tuhanmu yang akan datang padamu, hai manusia sombong!"

Naomi kini yang meraung-raung. Dia amat ketakutan. Dia takut diazab. Dia benar-benar
menyesal. Dalam hatinya tertanam sebuah janji, kalau ia tak kan membuang dan
menghambur-hamburkan nasi lagi.

Anda mungkin juga menyukai