Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TENTANG SOSIALISASI BERDASARKAN KEBUTUHAN

DI SUSUN OLEH :

1. I KOMANG BAGUS YADI YADNYA (DS012

2. I PUTU EKA PRATAMA (DS0120010)

3. NILUH MITA WIJAYANTI (DS0120011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA


SENTANA SULAWESI TENGAH

2020/2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur tidak lupa kami panjatkan terhadap kehadiran tuhan yang maha
esa, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah ”sosiologi
pendidikan” dalam proses pengumpulan data-data dan juga proses pembuatan
makalah ini tidak lepas dari kerjasama kelompok kami
Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman kita tentang seberapa pentingnya sosialisasi berdasarkan kebutuhan.
Kami sadar dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat beberapa
kekurangan.Akan tetapi kami yakin makalah ini dapat bermanfaat buat kita semua.

Om shanti shanti shanti om


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Sosialisasi sebagai suatu proses dimana warga masyarakat dididik
untuk mengenal, memahami, mentaati dan menghargai norma-norma dan nilainilai
yang berlaku dalam masyarakat. Secara khusus, sosialisasi mencakup suatu proses
dimana warga masyarakat mempelajari kebudayaannya, belajar mengendalikan diri
dan mempelajari peranan-peranan dalam masyarakat itu walaupun demikian dengan
adanya proses sosialisasi semacam itu bukan berarti anggota masyarakat akan
kehilangan kebebasan dan jati dirinya sebagai individu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Dapat mengetahui apa pengertian sosialisasi ?

2. dapat mengetahui apa saja jenis-jenis sosialisasi ?

3. Dapat mengetahui bagaimana pola sosialisasi ?

4. Dapat mengetahui apa saja tahap sosialisasi ?

5. Dapat mengetahui apa saja agen-agen sosialisasi ?

6. Dapat mengetahui apa peran sosialisasi ?

1.3 tujuan Sosialisasi

1. Memberikan keterampilan kepada seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat.


Dengan memberikan sosialisasi kepada individu, maka individu tersebut pada
akhirnya dapat dengan mudah belajar untuk bersosialisasi pada masyarakat, sehingga
individu tersebut dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi secara efektif.
Dengan sosialisasi, individu dapat dengan terbiasa untuk berkomunikasi dengan
dunia luar dan masyarakat.

3. Mengembangkan fungsi-fungsi organik seseorang melalui introspeksi yang tepat.


Dengan bersosialisasi, fungsi organik dalam tubuh/jiwa seseorang akan dapat terlatih
dengan baik, sehingga individu tersebut dapat dengan mudah untuk berkumpul pada
masyarakat. Serta, dengan komunikasi yang baik, maka individu tersebut dapat
dengan mudah untuk hidup berdampingan di masyarakat.

4. Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai tugas


pokok dalam masyarakat. Dengan sosialisasi, individu dapat dengan mudah untuk
mendapatkan kepercayaan diri karena mereka memiliki komunikasi yang baik di
masyarakat. Dengan adanya kepercayaan dan komunikasi tersebut maka individu
dapat dengan mudah untuk bersosialisasi pada masyarakat.

1.4 Manfaat

Agar kita dapat mengetahui dan memahami apa itu sosialisasi berdasarkan
kebutuhan sehingga kita dapat berfikir yang lebih luas, dan sangat bermanfaat bagi
kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sosialisasi


Sosialisasi secara etiomologi berarti upaya memasyarakatkan sesuatu
sehingga menjadi dikenal, dipahami, dan dihayati oleh masyarakat.
SosialisasiBAZNAS berarti proses/ usaha untuk menyebarluaskan informasi
tentang BAZNAS kepada masyarakat supaya masyarakat bisa lebih tahu dan
mengenal semua tentang peran BAZNAS.

Mengenai definisi dari sosialisasi, ada beberapa pengertian sosialisasi yang


dibuat oleh berbagai pakar, diantaranya:
 Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt sosialisasi merupakan suatu
proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma
dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk
kepribadiannya.
 David B. Brinkerholf dan Lynn K. White mengartikan bahwa sosialisasi
adalah suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan untuk
keikutsertaan (partisipasi) dalam institusi sosial.
 Menurut Peter Berger Sosialisasi merupakan suatu proses dimana
seseorang belajar menjadi seorang anggota yang mampu berpartisipasi
dalam masyarakat.
 James W. Vander Zanden mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses
interaksi sosial dimana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai, dan
perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam
masyarakat.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri sosialisasi
mempunya arti suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal
dan menghayati kebudayaan masyarakat di lingkungannya.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua hal penting dalam
kegiatan sosialisasi, yaitu tentang proses dan tujuan. Dimana proses yaitu suatu
transmisi pengetahuan, sikap, nilai, norma, dan perilaku esensial. Dan tujuan
adalah sesuatu yang diperlukan agar mampu berpartisipasi efektif dalam
masyarakat.
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi beberapa sisi diantaranya
adalah sosialisasi berdasarkan kebutuhan, dan cara yang digunakan. Sosialisasi
berdasarkan kebutuhannya diklasifikasikan atas sosialisasi primer dan sekunder.
Sosialisasi primer adalah suatu proses dimana seorang anak manusia mempelajari
atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma, perilaku esensial, dan harapan
agar mampu berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat dan/atau menjadi
anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah setiap proses
selanjutnya yang mengimbas individu yang telah disosialisasikan itu ke dalam
sektor-sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya.
Sedangkan Sosialisasi berdasarkan cara yang digunakan dapat berlangsung
dalam dua bentuk, yaitu sosialisasi represif dan partisipatif. Sosialisasi represif
ialah sosialisasi yang menekankan pada kepatuhan anak dan penghukuman
terhadap perilaku yang keliru. Sedangkan sosialisasi partisipatif ialah sosialisasi
yang menekankan pada otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap
perilaku anak yang baik.
2.2 Jenis Sosialisasi

Berdasarkan penjelasan di atas, jenis-jenis sosialisasi yang dapat dikaji dari


media sosialisasi tersebut di atas terbagi menjadi empat jenis sosialisasi:
1. Formal. Sosialisasi ini melalui lembaga atau institusi yang dibentuk oleh pemerintah
dan masyarakat dan memiliki tugas khusus dalam mensosialisasikan peraturan,
kebijakan, nilai dan norma sosial, dan sejumlah peranan yang harus dipelajari oleh
masyarakat. Jenis sosialisasi ini dapat terlihat di sekolah, kantor kelurahan/kabupaten,
dewan adat, dan lainnya.
2. Informal. Sosialisasi ini dapat dijumpai dalam pergaulan sehari-hari dan lebih
bersifat kekeluargaan, misalnya arisan keluarga, rapat keluarga, dan lain sebagainya.
3. Sosialisasi primer. Sosialisasi ini merupakan sosialisasi pertama yang dijalani oleh
individu pada waktu kecil untuk belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Individu yang melakukan sosialisasi primer ini berumur antara 1 hingga 5 tahun atau
pada saat mereka belum mulai masuk sekolah. Pada sosialisasi primer ini, peran
orang tua dan saudara sangat berpengaruh besar dan penting dalam pembentukan
kepribadian seorang anak.
4. Sosialisasi sekunder. Sosialisasi yang merupakan lanjutan dari sosialisasi primer
dimana proses ini mulai memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu di
suatu masyarakat. Proses ini meliputi dua bentuk yaitu resosialisasi dan desosialisasi.
Pada resosialisasi, seorang individu diberikan identitas diri yang baru, dan pada
desosialisasi, seorang individu akan mengalami peniadaan identitas diri yang lama.

Contoh Sosialisasi

Secara rinci, dari penjelasan tipe sosialisasi di atas maka beberapa contoh
yang dapat sditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

 Contoh sosialisasi fomal meliputi antara lain: sosialisasi tentang bahaya Narkoba dan
Terorisme dalam rapat RT, organisasi karang taruna, dan sekolah; Sosialisasi tentang
Budaya Keselamatan di Jalan dalam seminar di sekolah, rapat Muspida dan Muspika;
Sosialisasi SEA Games ke-18 yang dikampanyekan di beberapa lembaga dan instansi
pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat melalui seminar, rapat, dan workshop;
Sosialisasi Gerakan Masyarakat Sehat dan Imunisasi Nasional; Sosialisasi Bahaya
Letusan Gunung Berapi dan Tsunami; dan Sosialisasi Nyamuk Demam Berdarah
 Contoh sosialisasi informal mencakup: sosialisasi budaya membuang sampah pada
tempatnya, sosialisasi tidak merokok di sembarang tempat, sosialisasi kerja bakti, dan
lainnya
 Contoh sosialisasi primer misalnya memperkenalkan anggota keluarga pada seorang
bayi; mengajari bayi cara makan, buang air besar, dan berjalan; membiasakan seorang
bayi untuk melakukan sesuatu dengan berdoa terlebih dahulu; mengajarkan bayi
untuk berterima kasih dan memohon; mengajarkan seorang anak baik dan buruk atau
benar dan salah; memberikan teladan yang baik.
 Contoh sosialisasi sekunder misalnya memperkenalkan seorang anak ke keluarga lain
atau lingkungan sekitar; mengajarkan anak untuk berkenalan dengan anak yang lain;
melatih kemandirian dan keberanian anak dengan melepaskannya di lingkungan
sekitar; memberikan kesempatan kepada seorang anak untuk mengaktualisasikan
dirinya di lingkungan baru; menasehati anak jika melakukan kesalahan.

Dari penjelasan mengenai tipe sosialisasi beserta contohnya tersebut di atas, ada
sejumlah proses sosialisasi yang perlu diperhatikan supaya tujuan dari suatu
sosialisasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Proses tersebut meliputi tahap
persiapan, tahap peniruan, tahap bermain peran, tahap penerimaan norma kolektif.
Menurut proses tersebut, sosialisasi memiliki tujuan antara lain sebagai berikut:

 memberikan keterampilan kepada seorang individu untuk dapat hidup dalam


masyarakat;
 mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif;
 membantu mengendalikan fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan
pengembangan diri yang tepat; dan
 membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan yang ada
dalam masyarakat.
Dengan memahami jenis sosialisasi beserta media dan tujuan daripadanya, maka
suatu kebijakan, peraturan, atau program dapat berjalan efektif jika kegiatan
sosialisasi dilakukan sejak awal atau sedini mungkin kepada individu yang ada dalam
masyarakat.

2.3 Pola Sosialisasi

Gertrudge Jaeger dengan mengutip Uri Bronfenbrenner dan Melvin L.


Kohn,,sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola, yakni; sosialisasi represif dan
sosialisasi partisipatoris.

 Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan


hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan
pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada
kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu
arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua
dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
 Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana
anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam
 pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah
anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
2.4 Tahap Sosialisasi

George Herbert Mead memaparkan pemikiranya melalui buku Mind, Self, and
Society yang terbit pada 1972. Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan diri
manusia, mulai dari ketika individu manusia baru lahir dan belum memiliki
kepribadian, hingga individu tersebut mulai menjadi anggota masyarakat. Menurut
Mead pengembangan diri ini terdiri dari tiga tahap. George Herbert Mead
berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-
tahap sebagai berikut:

 Tahap persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang
diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak
sempurna.

 Tahap meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-
peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran
tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak
mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan
seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada
posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial
manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut
merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya
diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-
orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)

 Tahap siap bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang
secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lain meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Seseorang mulai menyadari adanya
tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada
tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks.
Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-
peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami.
Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku
di luar keluarganya.

 Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang
rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tetapi juga dengan
masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerja sama bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat
dalam arti sepenuhnya.

Charles H. Cooley menuangkan konsep sosialisasi yang dikenal dengan


isitilah self-concept (konsep diri) seseorang melalui interaksinya dengan individu dan
kelompok manusia lainnya. Pemikirannya itu yang kemudian berkembang lagi
dengan istilah looking glass-self, istilah ini muncul karena Cooley melihat analogi
antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku seseorang yang sedang
bercermin. Analogi ini muncul berdasarkan pemahaman Cooley bahwa jika cermin
memantulkan objek yang ada di depannya, maka dengan demikian manusia juga
sama - manusia akan memantulkan apa yang dirasakannya sebagai reaksi dari
tanggapan masyarakat terhadap dirinya.

Pemikiran Cooley terkenal dengan looking glass-self (cermin diri) yang juga
menekankan pentingnya peranan interaksi dalam sosialisasi. Seorang individu
berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Dalam hal ini, seorang individu
berkembang melalui tiga tahap, yaitu:

1. Persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya.


2. Persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya.
3. Seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai
penilaian orang lain terhadapnya.
2.5 Agen Sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan


sosialisasi. Bentuk agen sosialisasi yaitu keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya,
media massa, agama, lingkungan tempat tinggal, dan tempat kerja. Peran agen
sosialisasi adalah untuk meningkatkan partisipasi individu di dalam masyarakat
melalui pembentukan pengetahuan sikap, nilai, norma, dan perilaku yang bermakna.

Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya


sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa
jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di
sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.

Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan


oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam
situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.

Steve Fuller dan Jerry Jacobs menjelaskan bahwa agen sosiologi terdiri dari
empat unsur utama, yakni keluarga, kelompok teman, lembaga pendidikan formal dan
media massa. Keduanya mendefinisikan keempat agen tersebut berdasarkan
pengamatan mereka terhadap kondisi sosial masyarakat Amerika Serikat, tetapi hal
ini tidak menutup kemungkinan bahwa di negara lain juga dapat diterapkan dengan
agen-agen yang sama.

Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama
dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu
rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman,
dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah
padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada di luar
anggota kerabat biologis seorang anak. Kadang kala terdapat agen sosialisasi yang
merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge
Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat
besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang
tuanya sendiri.

Teman pergaulan

Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali


didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman
bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula
memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh
teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan
dalam membentuk kepribadian seorang individu.

Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak
sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok
bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.

Lingkungan tempat tinggal


Lingkungan tempat tinggal dapat dibagi menjadi perumahan dan
perkampungan. Perumahan merupakan lingkungan tempat tinggal yang terencana
sehingga memiliki tata ruang yang rapi. Sedangkan lingkungan perkampungan
merupakan lingkungan tempat tinggal yang terbentuk secara alamiah dan
penghuninya relatif memiliki kehidupan sosial dan budaya yang serupa. Interaksi
sosial di dalam perumahan lebih sedikit dibandingkan dengan perkampungan. Pada
perumahan elit, pengurangan interaksi sosial bertujuan untuk mengurangi pengaruh
negatif dari lingkungan tempat tinggal. Selain itu, berkurangnya interaksi sosial dapat
mengurangi risiko timbulnya masalah akibat sosialisasi. Sedangkan bagi lingkungan
perkampungan, sebagian besar masyarakat masih memiliki hubungan kekeluargaan
dan hubungan kekerabatan.

Agama

Agama mejadi agen sosialisasi melalui lembaga keagamaan. Pertanyaa-


pertanyaan tentang makna kehidupan dapat dijawab melalui pemahaman tentang
agama. Agama memberikan tuntunan tentang nilai kebenaran sehingga mampu
menuntun manusia dalam kepercayaan masing-masing.

Sekolah

Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar


membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-
aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme,
dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan
bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah
sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung
jawab.

Media massa

Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya
pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan.

Contoh:

 Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan


penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
 Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau
bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
 Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau
tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen
tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya)
diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan,
menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.

Organisasi

Organisasi adalah sekelompok individu yang berkumpul dalam suatu wadah


untuk mencapai tujuan yang sama, organisasi itu sebuah wadah yang menampung
aspirasi, cita cita, harapan orang-orang. Organisasi memiliki karakter tersendiri, jati
diri, sejarah, kisah, suka, sedih, cita-cita, aspiras harapan orang banyak. Organisasi
adalah sebuah sebuah sarana sosialisasi dan sebagai wadah yang dibuat untuk
menampung aspirasi masyarakat serta untuk mencapai tujuan bersama.

Mengapa organisasi dalam masyarakat sangatlah penting? Organisasi


didirikan oleh sekelompok orang tentu memiliki alasan.

 Sarana Sosial, sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk yang hidup


secara berkelompok, manusia akan merasa membutuhkan dan penting
untuk berorganisasi demi pergaulan.
 Sarana Pemenuhan Kebutuhan, melalui bantuan organisasi manusia dapat
melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri.
Organisasi merupakan suatu wadah untuk mencapai tujuan yang
sama,organisasi mempunya tujuan, visi dan misi yang jelas, organisasi memegang
pernanan penting dalam suatu masyarakat, karena organisasi dapat
membantu/mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam lingkungan &
kehidupannya,organisasi bisa sebagai pendukung proses sosialisasi yang berjalan di
sebuah lingkungan bermasyrakat.Organisasi bisa juga disebut kumpulan orang-orang
yang memiliki kesamaan.

Tempat kerja

Tempat kerja merupakan agen sosialisasi yang bersifat melengkapi agen


sosialisasi lainnya. Sifat keagenan dari tempat kerja adalah adanya partisipasi
langsung dari individu terhadap peranan sosialnya di dalam suatu kelompok sosial.
Tempat kerja menjadi salah satu agen sosialisasi yang memberikan identitas individu
dengan mengaitkannya dengan pekejaan dari konsep diri kita. Pada akhirnya kita
akan melihat diri kita dalam kerangka pekerjaan tersebut, sehingga jika seseorang
meminta kita mendiskripsikan diri kita, kita akan cenderung memasukkan pekerjaan
dalam deskripsi diri kita.

Agen-agen lain

Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga
dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan
lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang
pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-
agen ini sangat besar.

2.6 peran

Sosialisasi meliputi proses mengetahui dan memahami nilai sosial dan


tindakan sosial yang berkaitan dengan kebudayaan di dalam masyarakat. Selain itu,
sosialiasi juga merupakan proses memperoleh pengetahuan dan berbagai
keterampilan yang berkaitan dengan kebudayaan. Dalam sosialisasi, terdapat lembaga
sosial yang menerapkan suatu sistem norma sosial. Melalui sosialisasi, kepribadian
manusia akan terbentuk dalam individu sejak masa kanak-kanak. Sosialisasi
menyerupai pendidikan pada beberapa aspek dan berbeda pada aspek lainnya.
Sosialisasi merupakan bentuk proses belajar, tetapi tidak menyeluruh dan tidak
terencana. Kesamaan antara sosialisasi dan pendidikan adalah pada kesamaan tujuan
yang diharapkan oleh masyarakat dapat terwujud, sehingga sosialisasi merupakan
lembaga pendidikan di luar lingkungan keluarga. Sosialisasi melibatkan proses
individu dalam mengenali dan menanggapi suatu identitas kebudayaan tertentu. Sifat
biologis pada individu diubah ke dalam suatu bentuk kebudayaan tertentu, sehingga
terjadi pengendalian diri yang rumit. Dampak yang ditimbulkan ialah timbulnya
kesadaran moral, kognitif, dan afektif pada individu yeng sesuai dengan tuntutan
masyarakat terhadap peran sosial individu.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Jadi sosialisasi adalah sebuah proses belajar seumur hidup di mana seorang
individu mempelajari bebiasaan dan kultur masyarakat yang meliputi cara hidup,
nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat di
terima dan berpartisipasi aktif di dalamnya.

Dalam arti sempit, sosialisasi merupakan proses memperkenalkan sebuah


system pada seseorang menentukan tanggapan serta reaksinya. Sosialisasi di
pengaruhi oleh lingkungan sosil, ekonomi dan kebudayaan di mana individu berada,
selain itu juga di tentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta
kepribadiannya.

3.2 Saran

Yaitu bagi individu, sosialisasi berfungsi sebagai pedoman dalam belajar


mengenal an menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik nilai, norma dn struktur
social yang ada pada masyarakat di lingkungan tersebut.

Bagi masyarakat, sosialisasi berfungsi sebagai alat untuk melestarikan,


penyebaran, dan mewariskannilai, norma, serta kepercayaan yang ada pada
masyarakat.

Daftar pustaka

1. Damsar (2010). Pengantar Sosiologi Pendidikan (PDF). Jakarta: Kencana,


Prenada Media Group. ISBN 978-602-8730-49-5.
2. Septiarti, dkk. (2017). Sosiologi dan Antropologi Pendidikan (PDF).
Yogyakarta: UNY Press. ISBN 978-602-6338-47-1.

Anda mungkin juga menyukai