Anda di halaman 1dari 162

PENGEMBANGAN MODEL FORMULASI PASTA GIGI EKSTRAK KULIT

APEL MANALAGI (Malus Sylvetris) DENGAN KONSENTRASI BERBEDA


TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STREPTOCOCCUS
MUTANS SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

TESIS
Disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Strata 2
Magister Terapan Kesehatan Terapis Gigi dan Mulut

Oleh :

RISMAN ABDI RAPIUDDIN

NIM : P1337425319026

MAGISTER TERAPAN KESEHATAN TERAPIS GIGI DAN


MULUT PROGRAM PASCASARJAN POLTEKKES KEMENKES
SEMARANG

TAHUN 2022
HALAMAN PENGESAHAN

Seminar Hasil dengan Judul :

PENGEMBANGAN MODEL FORMULASI PASTA GIGI EKSTRAK KULIT


APEL MANALAGI (Malus Sylvetris) DENGAN KONSENTRASI BERBEDA
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STREPTOCOCCUS
MUTANS SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

Oleh :

RISMAN ABDI RAPIUDDIN


NIM. P1337425319026

Telah dilakukan pembimbingan hasil penelitian, dan dinyatakan layak untuk mengikuti
seminar hasil

Semarang, Agustus 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. drg. Diyah Fatmasari, MDSc Dr. Arwani, SKM, BN. Hons, MN
NIP. 196709101993022001 NIP. 196512181995011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi


Magister Terapis Gigi dan Mulut

Dr. Bedjo Santoso, S.SiT., M. Kes


NIP. 197001311990031002

ii
DEKLARASI ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Risman Abdi Rapiuddin

NIM : P1337425319026

E-mail : riissmmaann@gmail.com
Alamat Lengkap : Desa Paitana, Kecamatan Turatea Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Jeneponto Provinsi
Sulawasi Selatan

Dengan ini menyatakan bahwa :


1. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (magister), baik di Poltekkes Kemenkes Semarang maupun di
perguruan tinggi lainnya
2. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan orang lain, kecuali tim pembimbing dan para narasumber
3. Tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan judul buku
aslinya serta dicantumkan dalam daftar pustaka
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya
peroleh, dan sanksi lain sesuai dengan norma yang berlaku di Poltekkes
Kemenkes Semarang.
Semarang, Agustus 2022

Risman Abdi Rapiuddin


NIM. P1337425319026

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
HASIL KARYA TESIS UNTUK KEPENTINGAN ADEMIS
(ACADEMIC PROPERTY)
Sebagai civitas akademik Poltekkes Kemenkes Semarang, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :

Nama : Risman Abdi Rapiuddin


NIM : P1337425319026
Program Studi : Magister Terapan Gigi dan Mulut
Jurusuan : Pascasarjana Poltekkes Kemenkes Semarang
Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada


Poltekkes Kemenkes Semarang Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini. Magister Terapan
Kesehatan Pascasarjana Poltekkes Kemenkes Semarang berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) merawat, dan
mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Dibuat di : Semarang
Pada Tanggal : 16 Agustus 2022
Yang menyatakan

Risman Abdi Rapiuddin


NIM.P1337425319026

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk memperoleh sebuah hasil yang baik, maksimal dan berkualitas tentunya tidak

lepas dari perjuangan, dukungan dan motivasi dari orang-orang di sekitar kita. Oleh

sebab itu, saya persembahkan tesis ini untuk :

1. Orang tua tercinta (Jawiah., Sp.d dan Rapiuddin., S.Pd) yang telah memberikan

dukungan baik secara moril maupun materiil

2. Dr. Bedjo Santoso, S.SiT., M.Kes Tauladan dengan dedikasi yang tinggi di bidang

ilmu pengetahuan

3. Prof. Dr. drg. Diyah Fatmasari, MDSc Dosen teladan dengan dedikasi tinggi

yang selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak bimbingannya

4. Dr. Arwani, SKM, BN. Hons, MN Guru serta panutan yang mengajarkan

pentingnya menjalani sebuah proses untuk mendapatkan hasil yang terbaik

5. Lisma Juratmy S. Gz, S.E , saudara kandung dan editor tata tulis tesis

6. Nurafni Suid, S.Tr. Kep. Ns., M.Tr. Kep yang selalu memberikan dukungan

moril dan membantu jalannya proses penelitian.

Motto :

Angin tidak berhembus untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji

kekuatan akarnya.

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas
Nama Lengkap : Risman Abdi Rapiuddin
Tempat/ Tanggal lahir : Paitana, 30 Okotober 1997
Bangsa/Suku : Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat Lengkap
:Desa Paitana, Kecamatan Turatea Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Jeneponto Provinsi
Sulawasi Selatan
Nomor Handphone : 0812-5822-7953
Alamat e-mail : riissmmaann@gmail.com

Riwayat Pendidikan
Sekolah Dasar : SDI 115 Ta’buakang (Tahun 2004-2010)
Sekolah Menengah Pertama : SMPN 1 Turatea (Tahun 2010-2012)
Sekolah Menengah Atas : SMAN 1 Kelara (Tahun 2012-2015)
Perguruan Tinggi : DIV Poltekkes Kemenkes Makassar (2015-
2019)
: Prodi Keperawatan Magister Terapan
Kesehatan Program Pascasarjan Poltekkes
Kemenkes Semarang (Tahun 2019- Sekarang)

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena Berkat, Rahmat,

Taufik, Hidayah dan Karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan

tesis ini yang berjudul “ Pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel

manalagi (malus sylvetris) dengan konsentrasi berbeda terhadap pertumbuhan bakteri

streptococcus mutans secara in vitro dan in vivo” pada Prodi Terapis Gigi dan Mulut

Poltekkes Kemenkes Semarang.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar strata-2

Magister Terapan Gigi dan Mulut Program Pascasarjana di Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Semarang.

Terima kasih pada keluarga tercinta yang telah memberikan banyak dukungan,

dorongan baik materi maupun spiritual serta doa yang selama ini selalu mendukung

demi keberhasilan dan kesuksesan peneliti.

Dalam penyusunan Tesis ini, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa peneliti

banyak mendapatkan arahan, bimbingan, dorongan, serta saran-saran dari berbagai

pihak. Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terima

kasih kepada Yth :

1. Dr. Marsum, BE, S.Pd., MHP, Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang

2. Prof. Dr. dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD KPTI, Ketua Program Pascasarjana

Poltekkes Kemenkes Semarang sekaligus sekaligus penguji satu.

3. Dr. Bedjo Santoso, S.SiT,M.Kes, Ketua Prodi Terapis Gigi dan Mulut Poltekkes

Kemenkes Semarang

vii
4. Prof. Dr. Drg. Diyah Fatmasari, MD, pembimbing pertama tesis, Pascasarjana

Poltekkes Kemenkes Semarang atas bimbingan yang diberikan

5. Dr.Arwani, SKM, BN.Hons, MN, pembimbing kedua tesis,Pascasarjana Poltekkes

Kemenkes Semarang atas bimbingan yang diberikan

6. Bapak dan ibu dosen program Pascasarjana Poltekkes Kemenkes Semarang yang

tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas segala bantuannya

7. Staf tata usaha program Pascasarjana Poltekkes Kemenkes Semarang yang telah

banyak membantu mulai dari administrasi penelitian

8. Orang tua yang senangtiasa membimbing saya dan juga mengingatkan saya supaya

tetap semangat dalam hal apapun.

9. Teman – teman yang telah memberikan dukungan dan masukan sehingga saya dapat

mengerjakan tesis

Peneliti menyadari sepenuhnya penyusunan Tesis ini masih terdapat

kekurangan, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik atau saran dari pembaca

yang sifatnya membangun guna penyempurnaan Tesis ini. Semoga Tesis ini dapat

bermanfaat dan memberikan wawasan bagi pembaca khususnya di bidang terapis

gigi dan mulut dan penelitian selanjutnya.

Semarang, 16 Agustus 2022


Peneliti

Risman Abdi Rapiuddin

viii
ABSTRAK
PENGEMBANGAN MODEL FORMULASI PASTA GIGI EKSTRAK KULIT
APEL MANALAGI (Malus Sylvetris) DENGAN KONSENTRASI
BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
STREPTOCOCCUS MUTANS SECARA
IN VITRO DAN IN VIVO

Risman Abdi Rapiuddin 1 , Diyah Fatmasari 2 , Arwani 3


123
Poltekkes Kemenkes Semarang

Korespondensi : riissmmaann@gmail.com

Latar Belakang : Karies merupakan penyakit yang disebabkan kerusakan lapisan email
yang bisa meluas sampai bagian saraf gigi. Salah satu cara mencegah terjadinya karies
adalah dengan menggosok gigi secara teratur menggunakan pasta gigi herbal antibakteri
yang dapat mengurangi jumlah koloni bakteri streptococcus mutans. Kulit buah apel
merupakan bahan herbal berguna sebagai antibakteri, antioksidan, antifungi dan
antiproliferatif, dan senyawa polifenol.
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pengembangan model formulasi pasta gigi
ekstrak kulit apel manalagi (malus sylvetris) dengan konsentrasi berbeda terhadap
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutan secara in vitro dan in vivo.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian true experimental mengunakan pendekatan
pre test and post test with control group design. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik simple random sampling dan didapatkan 15 responden. Penelitian ini
dilaksanakan selama 3 hari, dimana pada hari pertama dilakukan pengukuran (pretest)
dengan mengambil sampel saliva pada responden sebelum menyikat gigi pada pagi hari,
dan pada hari ketiga (posttest) dilakukan pengukuran saliva responden untuk menguji
koloni bakteri yang terkandung didalamnya. Analisa statistik Uji beda Pre-Test Post-
Test menggunakan uji beda Paired T – Test dan Uji One-Way Annova serta Analisis
Komparasi dengan uji Post Hoc Tukey.
Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa dosis pasta gigi pada pengujian in vitro
didapatakan dosis optimal yaitu pada konsentrasi ekstrak kulit apel manalagi 25%,
kemudian pada uji in vivo model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel Manalagi (Malus
Sylvetris) dengan dosis optimal (25%) efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
streptococcus mutans secara in vivo dengan rerata penurunan -3.30 x 106 CFU/ml,
dengan nilai p value (0.005 < 0.05). kelompok kontrol + adalah -0.38 x 106 CFU/ml,
dan pasta gigi non herbal pada kelompok kontrol - adalah -0.68 x 106 CFU/ml, tetapi
hasil Analisa statistic tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap hasil
sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol + (p value = 0.553 > 0.05) dan
kontrol – (p value = 0.403 > 0.05).
Simpulan : Model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi (malus sylvetris)
dengan konsentrasi 25% efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutan secara in vitro dan in vivo

Kata Kunci : Pasta, Apel, Manalagi, Karies, Streptococcus, Mutans

ix
ABSTRACT

DEVELOPMENT OF MANALAGI (Malus Sylvetris) APPLE SKIN EXTRACT


FORMULATION WITH DIFFERENT CONCENTRATIONS ON THE
GROWTH OF STREPTOCCUS BACTERIA MUTANTS
IN VITRO AND IN VIVO

Risman Abdi Rapiuddin1, Diyah Fatmasari2, Arwani3


123
Poltekkes Ministry of Health Semarang

Correspondence :riissmmaann@gmail.com

Background : Caries is a disease caused by damage to the enamel layer that can extend
to the nerves of the teeth.One way to prevent caries is to brush your teeth regularly using
an antibacterial herbal toothpaste that can reduce the number of colonies of
Streptococcus mutans bacteria. Apple peel is an herbal ingredient that is useful as
antibacterial, antioxidant, antifungal and antiproliferative, and polyphenolic
compounds.
Destination :The purpose of this study was to determine the effect of developing a
toothpaste formulation model of Manalagi apple peel extract (Malus sylvestris) with
different concentrations on the growth of mutant Streptococcus bacteria in vitro and in
vivo.
Method :This research is a true experimental research using pre test and post test
approach with control group design. Sampling was carried out using simple random
sampling technique and obtained 15 respondents. Statistical analysis. This research was
carried out for 3 days, where on the first day measurements (pretest) were taken by
taking saliva samples from respondents before brushing their teeth in the morning, and
on the third day (posttest) measurements of respondents' saliva were carried out to test
the bacterial colonies contained therein. Pre-Test Post-Test difference test using Paired
T - Test and One-Way Annova test and Comparative Analysis with Post Hoc Tukey test.
Result s:This research shows thatThe optimal dose of toothpaste in the in vitro test was
found at 25% concentration of Manalagi apple peel extract, then in the in vivo test the
formulation model of Manalagi apple peel extract toothpaste (Malus Sylvetris) with the
optimal dose (25%) was effective in inhibiting growth of streptococcus mutans bacteria
in vivo with a mean decrease of -3.30 x 106 CFU/ml, with p value (0.005 < 0.05). the
control group + was -0.38 x 106 CFU/ml, and non-herbal toothpaste in the control
group - was -0.68 x 106 CFU/ml, but the results of statistical analysis did not show a
significant difference to the results before and after treatment in the control group + (p
value = 0.553 > 0.05) and control – (p value = 0.403 > 0.05).
Conclusion:The model formulation of Manalagi apple peel extract toothpaste (Malus
sylvestris) with 25% concentrations was effective in inhibiting the growth of mutant
Streptococcus bacteria in vitro and in vivo.

Keywords : Pasta, Apple, Manalagi, Caries, Streptococcus, Mutans

x
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii
DEKLARASI ORISINALITAS ................................................................................ iii
ACADEMIC PROPERTY ............................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………...................xvi
DAFTAR ISTILAH……………………………………………………….............. xvii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………............. xxii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………............... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1


A.Latar belakang ............................................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................................. 5
C.Rumusan Masalah...................................................................................................... 7
1. Rumusan Masalah Umum .............................................................................. 7
2. Rumusan Masalah Khusus ............................................................................. 7
D.Tujuan penelitian ....................................................................................................... 8
1. Tujuan Umum .............................................................................................. 8
2. Tujuan khusus .............................................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 9
F. Keaslian penelitian ..................................................................................................... 9
G. Ruang Lingkup Penelitian..................................................................................... 13
1. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 13
2. Ruang Lingkup Tempat .............................................................................. 13

xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 14
A.Bakteri Streptococcus Mutans................................................................................ 14
1. Definisi Streptococcus Mutans ..................................................................... 14
2. Taksonomi .................................................................................................... 15
3. Morfologi ...................................................................................................... 15
4. Mekanisme Streptococcus mutans terhadap pertumbuhan karies gigi ......... 16
5. Pengaruh Streptococcus mutans Terhadap Kesehatan Rongga Mulut ......... 17
B. Karies .......................................................................................................................... 18
1. Pengertian Karies Gigi.................................................................................. 18
2. Etiologi Karies Gigi ...................................................................................... 19
3. Mekanisme Terjadinya Karies Gigi .............................................................. 21
4. Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi .......................................................... 22
C.Buah Apel ................................................................................................................... 25
1. Taksonomi Buah Apel .................................................................................. 25
2. Morfologi Buah Apel ................................................................................... 25
3. Kandungan Kimia Buah Apel....................................................................... 26
4. Ekstrak Kulit Apel ........................................................................................ 28
D.Tinjauan Tentang Ekstraksi .................................................................................. 29
1. Pengertian Ekstrak ........................................................................................ 29
2. Pengertian Ekstraksi ..................................................................................... 29
3. Metode Ekstrasi ............................................................................................ 30
E. Pasta Gigi ................................................................................................................... 31
1. Pengertian Pasta Gigi .................................................................................... 31
2. Kandungan Pasta Gigi .................................................................................. 32
3. Komponen Pasta Gigi................................................................................... 33
4. Syarat Pasta Gigi ......................................................................................... 36
F. Kerangka Teori................................................................................................ 38
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................... 40
A.Kerangka Konsep ..................................................................................................... 40
B. Hipotesis ..................................................................................................................... 40
1. Hipotesis Mayor .................................................................................. 40

xii
2. Hipotesis Minor................................................................................... 40
C. Jenis dan rancangan penelitian .............................................................. 41
D.Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................ 44
E. Kriteria Sampel ........................................................................................ 45
1. Kriteria Inklusi....................................................................................... 45
2. Kriteria eksklusi..................................................................................... 45
E. Definisi operasional variabel penelitian dan skala pengukuran ................... 46
F. Instrumen Penelitian ............................................................................................... 47
1. Alat ........................................................................................................ 47
2. Bahan ..................................................................................................... 47
G. Prosedur penelitian ................................................................................................. 47
1. Persiapan Bahan .................................................................................... 47
2. Tahapan Penelitian ................................................................................ 47
3. Ekstraksi Bahan ..................................................................................... 48
4. Formulasi Sediaan Pasta Gigi ................................................................ 50
5. Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel (Malus sylveatris Mill.) ....... 51
6. Uji Kestabilan Fisik ................................................................................ 51
7. Prosedur Pembuatan Media NA (Nutrient Agar) .................................. 52
8. Uji Daya Hambat Bakteri ...................................................................... 53
9. Pelaksanaan Penelitian In Vitro ............................................................. 54
H. Teknik pengolahan dan analisis data ................................................................ 56
1. Teknik pengolahan data ......................................................................... 56
2. Analisis Data ......................................................................................... 57
J. Etika Penelitian......................................................................................................... 58
K. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 61
A.Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................................... 61
B. Hasil ............................................................................................................................. 62
1. Hasil Uji Mutu Fisik Sediaan Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel
Manalagi (Organoleptis, Homogenitas, pH, Daya Sebar, Tinggi Busa) ...... 62

xiii
2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi
terhadap Bakteri Streptococcus mutans secara in vitro ................................ 63
C. Hasil Uji Angka Lempeng Total (ALT) Koloni Bakteri Streptococcus
Mutans ................................................................................................................... 67
1. Uji Beda Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (Pre-test dan Post-test) pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol ................................................. 70
2. Uji Beda pH Saliva (Pre-test dan Post-test) pada Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol ............................................................................................... 74
D. Uji Variabel Confounding .............................................................................. 78
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................................... 80
A.Mutu Fisik Sediaan Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi
(Organoleptis, Homogenitas, pH, Daya Sebar, Tinggi Busa) ........................ 80
1. Uji Organoleptis ........................................................................................... 80
2. Uji Homogenitas ........................................................................................... 81
3. Uji pH ........................................................................................................... 81
4. Uji Daya Sebar ............................................................................................. 82
5. Uji Tinggi Busa ............................................................................................ 83
B. Aktivitas Antibakteri Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi
terhadap Bakteri Streptococcus mutans secara in vitro.................................. 83
C. Pengaruh Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi dengan
Dosis Optimal terhadap Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) dalam
mengukur Koloni Bakteri Streptococcus mutans secara in vivo ................... 86
D. Pengaruh Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi terhadap
pH Saliva .......................................................................................................... 89
E. Pengaruh Debris Plak terhadap Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus
mutans dan pH Saliva ..................................................................................... 91
F. Implikasi Penelitian......................................................................................... 94
G. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 94
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 95
A. Simpulan .................................................................................................................... 95
B. Saran .......................................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 98

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................................10

Tabel 2.1 Syarat Mutu Pasta Gigi..................................................................................36

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian................................................46

Tabel 3.2 Rancangan Formula Pasta Gigi Ekstrak Kulit Ape.......................................50

Tabel 4.1 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi.........62

Tabel 4.2 Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi terhadap Bakteri
Streptococcus Mutans....................................................................................63
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi................64

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi......................65

Tabel 4.5 Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol...................................................................65

Tabel 4.6 Rerata Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol..................................................66

Tabel 4.7 Uji Homogenitas Koloni Bakteri Dan pH Saliva Kelompok Intervensi

Dan Kelompok Kontrol Sebelum Perlakuan................................................68

Tabel 4.8 Uji Normalitas Koloni Bakteri Streptococcus Mutans Dan Ph Saliva

Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok Intervensi Dan

Kelompok Kontrol.......................................................................................69

Tabel 4.9 Uji Beda Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (106 cfu/ml) Pretest dan

Posttest pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol.....................71

Tabel 4.10 Analisis Koloni Bakteri Streptococcus Mutans Antar Kelompok

Intervensi Dan Kelompok Kontrol............................................................72

Tabel 4.11 Analisis Multikomparasi Koloni Bakteri Streptococcus Mutans Antar

xv
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol........................................73
Tabel 4.12 Uji Beda pH Saliva Pretest dan Posttest pada Kelompok Intervensi
Dan Kelompok Kontrol..........................................................................74
Tabel 4.13 Analisis pH saliva Antar Kelompok Intervensi Dan Kelompok
Kontrol...................................................................................................76
Tabel 4.14 Analisis Multikomparasi pH Saliva Antar Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol.................................................................................77
Tabel 4.15 Variabel Confounding (Debris Plak) terhadap Variabel Koloni
bakteri Streptococcus mutans dan pH Saliva.......................................78

xvi
DAFTAR ISTILAH

Abrasif : Abrasi adalah suatu proses pengikisan pantai


yang diakibatkan oleh tenaga gelombang laut
dan arus laut atau pasang surut arus laut yang
bersifat merusak

Angka Lempeng Total : Angka yang menunjukkan jumlah


koloni bakteri aerob mesofilik yang terdapat
pada per gram ataupun per milliliter sampel uji

Antigen : Suatu zat yang dipercaya dapat merangsang


sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan
antibodi sebagai sebuah bentuk perlawanan
tubuh secara alami

Antiproliperatif : Suatu yang menyebabkan hambatan pada saat


terjadi pembelahan sel dalam pengulangan
siklus sel

Bakteri Komensal : Makhluk hidup kecil bersel satu yang hidup


bersama organisme lain, tetapi tidak bersifat
merugikan dan mungkin juga bisa
menguntungkan.

Bakteri Gram Negatif : Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak


mempertahankan zat warna kristal violet
sewaktu bagian pewarnaan Gram sehingga
akan berwarna merah bila diteliti dengan
mikroskop

Bakteri Gram Positif : Bakteri yang mempertahankan zat warna kristal


violet sewaktu proses pewarnaan Gram
sehingga akan berwarna biru atau ungu di
bawah mikroskop

Debris : Debris merupakan material lunak yang melekat


pada permukaan gigi dan kemudian akan
menjadi karang gigi dan gangguan gigi dan
mulut lainnya.

xviii
Dentin : Dentin adalah bagian tertebal dari jaringan gigi,
dan mempunyai sifat yang menyerupai tulang

Demineralisasi : Suatu keadaan dimana kristal-kristal


permukaan gigi mengalami kehilangan mineral

Disbiosis : Dysbiosis adalah suatu keadaan dimana terjadi


disfungsi usus yang diakibatkan oleh
organisme-organisme yang virulen yang
mengganggu metabolisme atau respon
imunologi dari host nya

Email : Lapisan terluar gigi yang keras yang


melindungi bagian terluar gigi

Evaporasi : Proses perubahan benda cair menjadi gas.


Dikarenakan perubahan molekul yang spontan
berubah menjadi gas

Fluktuatif : Keadaan atau kondisi yang tidak tetap atau


berubah-ubah

Fluorosis : Suatu kelainan struktur email bercak atau cacat


sebagai dampak asupan fluor berlebih pada
masa pembentukan gigi.

Homogen : antar komponennya tidak terdapat batas yang


tidak dapat dibedakan lagi sehingga
komponennya memiliki bagian yang sama pada
setiap bagiannya. atau perbandingan masing-
masing zat dalam campuran sama.

In-vitro : Pengujian “kandidat” obat diluar tubuh


makhluk hidup. Pengujian ini dilakukan pada
kultur bakteri, sel terisolasi atau organ
terisolasi.

In-vivo : Pengujian “kandidat” obat dalam tubuh


makhluk hidup.

Karies : suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan


lapisan email yang bisa meluas sampai ke
bagian saraf gigi yang disebabkan oleh aktifitas
bakteri di dalam mulut.
xix
Koloni Bakteri : Sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis
yang mengelompok menjadi satu dan
membentuk suatu koloni-koloni

Leukosit : Sel darah putih diproduksi oleh sumsum tulang


dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui aliran
darah.

Limfosit : Bagian dari sel darah putih yang diproduksi


oleh sumsum tulang yang berperan dalam
menjaga sistem imunitas tubuh dengan
memerangi bakteri, virus, dan racun-racun yang
masuk ke dalam tubuh

Maserasi : Proses perendaman sampel menggunakan


pelarut organik pada temperatur ruangan

Maloklusi : Menggambarkan posisi atau susunan gigi dan


rahang yang tidak normal

Mesofilik : Proses organisme yang tumbuh pada suhu


sedang, yaitu 20-45 °C

Morfologi : Proses pembentukan kata-kata dari satuan lain


yang merupakan bentuk dasarnya

Periodontal : Jaringan yang mengelilingi gigi dan


melekatkan pada tulang rahang, dengan
demikian dapat mendukung gigi sehingga tidak
terlepas dari soketnya

Peptidoglikan : Komponen utama dinding sel bakteri yang


bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk
menjaga integritas sel serta menentukan
bentuknya.

Plak : Lapisan bakteri yang lengket, terlihat jelas


(seringkali juga tak terlihat) yang terbentuk
pada gigi - baik di atas maupun di bawah garis
gusi.

Polifenol : Senyawa alami pada tumbuhan yang memiliki


banyak manfaat untuk kesehatan

xx
Polisakarida : Karbohidrat yang memiliki polimer yang
panjang dan tersusun dari ratusan hingga ribuan
monosakarida.

Residu : Segala sesuatu yang tertinggal, tersisa atau


berperan sebagai kontaminan dalam suatu
proses kimia tertentu.

Saliva : kelenjar yang terdapat di rongga mulut yang


berperan sebagai pertahanan mukosa rongga
mulut

Sementum : Lapisan jaringan mesenkim tipis avaskuler


terklasifikasi yang menutupi dentinnpada akar
anatomis.

Taksonomi : llmu yang memperlajari identifikasi, tatanama


dan klasifikasi suatu objek

Toksisitas : Tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan


terhadap organisme

xxi
DAFTAR SINGKATAN

ALT : Angka Lempeng Total

ATP : Adenosine Triphosphatase

DexA : Extracellular Dextranase

DNA : Deoxyribonucleic Acid

FruA : Fructanase

Ftf : Fructosy tranfarase

GBP : Glucan binding Protein

GTF : Glukositrafrase

KD : Koefisien Determinasi

KHM : Konsentrasi Hambat Minimum

NA : Nutrient Agar

Na CMC : Natrium Carboxymethyl Cellulose Sodium

OHI-S : Oral Hygiene Index Simplified

pH : Power of Hydrogen

PCA : Plate Count Agar

SDM : Sumber Daya Alam

SLS : Sodium Laurly Sulfat

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informasi Dan Kesedian Pada Responden


Lampiran 2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Kulit Apel Manalagi
Lampiran 3 Prosedur Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi
Lampiran 4 Prosedur Pengujian Angka Lempeng Total
Lampiran 5 SOP Penelitian
Lampiran 6 Lembar Observasi Penilaian OHI-S
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian
Lampiran 8 Permohonan Ethical Clearance (EC)
Lampiran 9 Surat Ethical Clearance
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Laboratorium Mikrobiologi FK Undip
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Undip
Lampiran 12 Surat Izin Penelitian Laboratorium FMIPA Unnes
Lampiran 13 Hasil Uji pH
Lampiran 14 Sertifikat Uji Angka Lempeng Total (ALT)/ Plate Count Agar
Lampiran 15 Surat Selesai Melaksanakan Pembuatan Ekstrak Kulit Apel
Manalagi
Lampiran 16 Surat Selesai Melaksanakan Uji Daya Hambat Bakteri
Lampiran 17 Hasil Output SPSS
Lampiran 18 Dokumentasi

xxiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang penting bagi kesehatan umum.

Kesehatan gigi dan mulut adalah kondisi mulut klien yang terdapat dalam satu

rentang (kontinum) yang dimulai dari kondisi kesehatan yang optimal sampai

kepada kondisi sakit. Kondisi tersebut bersifat fluktuatif sepanjang waktu yang

dipengaruhi oleh kondisi biologis, psikologis, spiritual, serta faktor-faktor

perkembangan. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor risiko penyakit lain

dikarenakan kesehatan gigi dan mulut adalah bagian tak terpisahkan dari kesehatan

secara umum, seseorang yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut akan
1
berpengaruh terhadap kesehatan secara umum. Kesehatan mulut dan kesehatan

umum merupakan kondisi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu

sama lain. Karies gigi dan penyakit periodontal masih menjadi suatu masalah bagi

kesehatan gigi dan mulut masyarakat secara umum. 2

Berdasarkan The Global Burden of Disease Study (2016), masalah kesehatan

gigi dan mulut khususnya karies gigi merupakan penyakit yang dialami hampir dari
3
setengah populasi penduduk dunia (3,58 milyar jiwa). Prevalensi karies di

Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar adalah sebanyak 25,9 % pada tahun

2013 dan meningkat menjadi 57.6% pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa

prevalensi kejadian karies gigi di Indonesia masih tinggi. Streptococcus mutans

1
2

menjadi paling banyak menyebabkan karies gigi dari semua Streptococcus oral

yang lain. 4

Kondisi kesehatan gigi dan mulut bersifat fluktuatif yang dipengaruhi oleh

kondisi bioliogis, psikologis, spiritual, dan faktor-faktor perkembangan kesehatan

mulut serta kesehatan secara umum. Kondisi ini saling berhubungan dan

salingmempengaruhi satu sama lain. Beberapa masalah yang terjadi pada mulut dan

gigi terjadi karena akibat kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Hal ini

berhubungan dengan terjadinya penumpukan plak pada permukaan gigi. Terjadinya

penumpukan plak merupakan awal dari beberapa penyakit pada rongga mulut

diantaramnya karies dan penyakit periodontal. 5

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan

sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat
6
yang dapat diragikan. Kondisi kesehatan gigi dan mulut yang tidak sehat yang

disebabkan oleh karies, dapat mengakibatkan keterbatasan fungsi-fungsi sehingga

aktivitas kerja dan menjadi menurun. Karies yang sudah parah nantinya akan

mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup yang menyebabkan rasa sakit, sulit

tidur dan makan, ketidaknyamamanan, profil wajah yang tidak harmonis,

menurunya indeks masa tubuh, tidak dapat melakukan rutinitas/aktivitas seperti

biasanya, infeksi akut serta kronis yang dapat menyebabkan biaya rawat inap serta

biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan karies yang sudah parah akan lebih tinggi

daripada kasus karies yang awal. 7

Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut

masyarakat Indonesia. Masyarakat umumnya cenderung beranggapan bahwa gigi


3

sulung tidak perlu dirawat karena akan diganti dengan gigi tetap. Mereka kurang

paham bahwa jika gigi sulung tidak dipelihara dengan baik, maka akan berlubang.

Adapun upaya untuk menunjang kesehatan yang optimal maka upaya dibidang

kesehatan gigi dan mulut perlu diperhatikan. 8

Dalam rongga mulut seseorang mengandung berbagai macam spesies bakteri

yang bersifat komensal diantara bakteri tersebut adalah Streptococcus mutans (S.

mutans) yang bersifat kariogenik dan merupakan penyebab utama karies gigi. Salah

satu ciri dari bakteri ini adalah mempunyai kemampuan menempel pada semua

lokasi permukaan habitatnya dalam rongga mulut. Jika tidak diobati penyakit ini
9
dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi dan infeksi.

Streptococcus mutans adalah bakteri gram-positif dalam rongga mulut yang

biasanya menyebabkan disbiosis dalam ekosistem, simbiosis ini tidak hanya

bertanggung jawab atas perkembangan penyakit, namun juga dianggap sebagai

bakteri paling relevan dalam transisi mikrobiota oral komensal non-patogen

terhadap biofilm yang berkontribusi pada proses karies gigi. Streptococcus mutans

telah mengembangkan berbagai mekanisme untuk merusak permukaan gigi dan

membentuk biofilm plak bakteri. Kemampuan bakteri ini untuk menghasilkan asam

organik melalui berbagai metabolisme karbohidrat proses (asidogenisitas) dan

bertahan di lingkungan pH rendah (aciduricity) adalah faktor virulensi utama dalam

biofilm dan menyebabkan karies gigi. 10

Salah satu cara mencegah terjadinya karies adalah dengan menggosok gigi

secara teratur menggunakan pasta gigi. Penggunaan pasta gigi sebagai bahan

abrasif berfungsi untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi. Bahan


4

antibakteri yang terdapat pada pasta gigi memberikan efek teraupetik sehingga

dapat menekan perkembangan Streptococcus mutans sebagai penyebab

terbentuknya karies. 11

Penambahan bahan antibakteri ke pasta gigi dapat mengurangi jumlah koloni

bakteri penyebab karies gigi. Pasta gigi komersial yang mengandung fluoride

berperan penting dalam mencegah kerusakan gigi namun dalam perkembangannya

gigi bila dipakai dalam konsentrasi yang tidak dianjurkan dapat menimbulkan risiko

fluorosis, toksisitas, demineralisasi gigi dan dapat menyebabkan perubahan warna

email, sehingga diperlukan pilihan alternatif bahan antibakteri yang lebih aman
12
yaitu menggunakan bahan herbal. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa

penggunaan fluorida dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan fluorosis

dan apabila tertelan menyebab-kan gangguan pencernaan. 13

Penggunaan bahan herbal dalam pasta gigi diperlukan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri penyebab karies tanpa mengurangi kualitasnya. Selain itu

bahan herbal memiliki beberapa keuntungan diantaranya mudah didapat, murah,

aman dan tidak membahayakan lingkungan sekitar. Salah satu alternatif yang dapat

dilakukan adalah dengan memanfaatkan bahan-bahan alam dari senyawa kimia.

Salah satu bahan herbal yang memiliki fungsi sebagai antibakteri adalah buah apel

dimana tidak hanya pada bagian daging pada buah apel yang bermanfaat, namun

kulit buah apel juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kulit buah apel berguna

sebagai antibakteri, antioksidan, antifungi dan antiproliferatif, bahkan senyawa

polifenol pada kulit buah apel nilainya lebih tinggi dibandingkan danging buah

apel.14
5

Penelitian oleh Jannata (2017) tentang “Daya Antibakteri Ekstrak Kulit

Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill.) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus

mutans” menunjukkan sediaan obat kumur dengan ekstrak kulit apel Manalagi pada

konsentrasi 100%, 50%, dan 25% mempunyai daya antibakteri terhadap

pertumbuhan S. mutans. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsentrasi 25%

masih dapat menghambat pertumbuhan S. mutans. 6

Dibutuhkan pengujian lanjutan sediaan ekstrak kulit apel manalagi yang

diubah menjadi sediaan pasta gigi kulit apel Manalagi dan digunakan dalam

pembuatan pasta gigi, yang diambil dengan cara penghitungan Konsentrasi Hambat

Minimum (KHM) yang pada penelitian sebelumya hanya menggunakan uji daya

hambat bakteri dan hanya dilakukan uji ke manusia dalam bentuk obat kumur

penghilang plak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk membuat

sediaan pasta gigi dengan menggunakan ekstrak kulit apel Manalagi yang dilakukan

secara in vitro-in vivo.

Selanjutnya dilakukan uji kemanusia terhadap streptococcus mutans

penyebab Karies gigi yang diperoleh dengan melakukan pengambilan saliva

sebelum dan sesudah menyikat gigi kemudian di uji ALT (Angka Lempeng Total)

untuk menghitung jumlah koloni bakteri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasi berbagai masalah sebagai

berikut :

a. Prevalensi karies di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar adalah

sebanyak 25,9 % pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 57.6% pada tahun
6

2018. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi kejadian karies gigi di Indonesia

masih tinggi

b. Karies mengakibatkan keterbatasan fungsi-fungsi tubuh yang menyebabkan

penurunan aktivitas kerja, ketika sudah parah akan mempengaruhi quality of life

seperti kenyamanan, rasa sakit, menurunnya IMT karena penurunan nafsu

makan, kesulitan tidur, serta high cost untuk perawatan dan penyembuhannya

jika dibiarkan dan tidak segera ditangani.

c. Bermacam – macam tanaman buah telah dimanfaatkan sebagai obat alternatif

alami dalam penyembuhan karies gigi dalam menghambat pertumbuhan

streptococcus mutans tetapi belum ada penelitian yang memanfaatkan ekstrak

kulit apel manalagi dalam sedian formula pasta gigi.

d. Kulit Apel yang sering dijadikan limbah, sebenarnya mengandung polifenol

lebih banyak daripada daging buahnya yang berarti kandungan senyawa aktif

flavonoid, pektin, tanin, dan saponin pada kulit apel lebih efektif sebagai

antibakteri dibandingkan dengan buah apel. Selain itu bahan aktif yang biasa

digunakan dalam pasta gigi umumnya yaitu silica, alkohol, hidrogen peroksida,

dan fluoride. Pasta gigi komersial yang mengandung fluoride berperan penting

dalam mencegah kerusakan gigi.

e. Pengembangan model formulasi pasta gigi dengan pemanfaatan kulit apel

manalagi sebagai salah satu obat alternatif alami dalam menurunkan angka

kejadian karies gigi dengan menghambat pertumbuhan streptococcus mutans.


7

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan

masalah dari penelitian adalah:

a. Rumusan Masalah Umum

Apakah pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel Manalagi

(Malus Sylvetris) dengan konsentrasi berbeda berpengaruh dalam menghambat

Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans secara in vitro dan in vivo?

b. Rumusan Masalah Khusus

a. Apakah ekstrak kulit apel Manalagi (Malus Sylvetris) dengan konsentrasi

5%, 10%, dan 25% berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans secara in vitro?

b. Apakah dosis pasta gigi esktrak kulit apel Manalagi (Malus sylvetris)

dengan dosis optimal berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococus Mutans?

c. Apakah pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel

Manalagi (Malus Sylvetris) dengan dosis optimal berpengaruh dalam

menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vivo?

d. Apakah ada perbedaan pemberian formula pasta gigi pengaruh pasta gigi

ekstrak ekstrak kulit apel Manalagi (Malus sylvetris) dengan pasta gigi

kontrol terhadap pertumbuhan bakteri Streptococus Mutans secara in vitro

dan in vivo ?
8

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak

kulit apel manalagi (malus sylvetris) dengan konsentrasi berbeda terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutan secara in vitro dan in vivo.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi Mutu Fisik Sediaan Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit

Apel Manalagi (Organoleptis, Homogenitas, pH, Daya Sebar, Tinggi Busa

b. Menganalisis efektifitas daya hambat ekstrak kulit apel Manalagi (Malus

Sylvetris) dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 25% dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara in vitro.

c. Menganalisis efektifitas pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak

kulit apel Manalagi (Malus Sylvetris) dengan dosis optimal dalam

menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vivo.

d. Menganalisis efektifitas pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak

kulit apel Manalagi (Malus Sylvetris) dengan dosis optimal dalam

memperbaiki nilai pH saliva.

e. Menganalisis perbedaan pengaruh pasta gigi ekstrak ekstrak kulit apel

Manalagi (Malus sylvetris) dengan pasta gigi kontrol positif dan negatif

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococus Mutans secara in vitro dan in

vivo.
9

f. Menganalisis perbedaan pengaruh pasta gigi ekstrak ekstrak kulit apel

Manalagi (Malus sylvetris) dengan pasta gigi kontrol positif dan negatif

terhadap pH saliva

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai pengaruh

ekstrak kulit apel terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara

secara in vivo dan in vitro.

2. Aplikatif

Perawat gigi dalam praktiknya dapat memberikan alternatif dalam bentuk terapi

herbal yaitu pasta gigi dengan ekstrak kulit apel manalagi khususnya untuk

pengurangan kejadian karies gigi.

3. Masyarakat

Diharapkan memberikan informasi dan edukasi yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan dan masukan dalam pemilihan sediaan pasta gigi oleh masyarakat.

F. Keaslian penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan ekstrak kulit apel telah banyak dilakukan

sebelumnya, tetapi sejauh penelusuran yang telah dilakukan peneliti belum ada

penelitian yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian yang

pernah dilakukan sebelumnya antara lain pada tabel berikut.


10

Tabel 1.1
Daftar Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Ekstrak Kulit Apel
No Judul Penelitian Desain Penelitian Variabel Penelitian Hasil

1 Efektivitas Daya Antibakteri Variabel Independen: Hasil penelitian


Berkumur Ekstrak Kulit menunjukan rata – rata
Ekstrak Kulit Apel Manalagi Berkumur Ekstrak Kulit indeks plak gigi
Apel Manalagi (Malus sylvestris Apel Manalagi (Malus sebelum dan sesudah
(Malus Mill) Terhadap sylvestris Mill) 12,5 % berkumur ekstrak kulit
sylvestris Mill) Pertumbuhan apel manalagi (Malus
12,5 % terhadap Streptococcus Variabel Dependen: sylvestris Mill) sebesar
Penurunan mutans 29,02% dan 16,18%.
Indeks Plak 15 Penurunan Indeks Plak Hasil analisis data
didapatkan nilai p<0,05
berarti terdapat
perbedaan yang
signifikan antara
kelompok yang
berkumur ekstrak kulit
apel manalagi (Malus
sylvestris Mill) 12,5%
dengan air mineral.
Simpulan dari
penelitian ini adalah
berkumur dengan
ekstrak kulit apel
manalagi (Malus
sylvestris Mill) 12,5%
dapat menurunkan
indeks plak gigi.
2 Uji Aktivitas Penelitian ini Variabel Independen: Hasil penelitian
Antibakteri termasuk Ekstrak Metanol Kulit menunjukkan bahwa
Ekstrak Metanol penelitian Buah Apel Manalagi ekstrak metanol kulit
Kulit Buah Apel kualitatif dan buah apel manalagi
Manalagi kuantitatif Variabel Dependen: mengandung senyawa
(Malus laboratorium Bakteri streptococcus aktif diantaranya
sylvestris Mill.) secara in-vitro. secara In Vitro flavonoid, terpenoid,
Terhadap Penelitian ini polifenol, tanin, dan
Bakteri menggunakan saponin. Konsentrasi
streptococcus rancangan Acak ekstrak metanol kulit
secara In Vitro 16 Lengkap (RAL) buah apel manalagi
dengan dua yang paling efektif
kontrol dan lima dalam menghambat dan
perlakuan dengan membunuh bakteri
empat ulangan Streptococcus pada
yaitu: kontrol konsentrasi 60.000
negatif tanpa ìg/ml dengan data
pemberian perhitungan jumlah
ekstrak, kontrol koloni bakteri dianalisis
positif dengan uji Kruskal-
menggunakan wallis menunjukkan
kloramfenikol 50 hasil signifikan
μg/ml, konsentrasi (p=0,001)
20.000 μg/ml,
11

40.000 μg/ml,
60.000 μg/ml,
80.000 μg/ml, dan
100.000 μg/ml.

3 Efektivitas pasta Jenis penelitian Variabel Independen: Uji t berpasangan


gigi herbal dan ialah digunakan untuk
non-herbal eksperimental Pasta gigi herbal dan non- mengetahui perbedaan
terhadap murni dengan herbal indeks plak gigi
penurunan plak pretest-postest sebelum dan sesudah
gigi anak usia group design. Variabel Dependen: perlakuan dengan
12-14 tahun 17 kemaknaan (0,001)
Penurunan plak gigi anak ≤0,05. Hasil penelitian
usia 12-14 tahun menunjukkan
penurunan indeks plak
pada penggunaan pasta
gigi herbal sebesar
76,9% dan pada
penggunaan pasta gigi
non-herbal 49,3%.
4 Perbedaan Penelitian Variabel Independen: Hasil penelitian
efektivitas menggunakan menunjukkan bahwa
ekstrak kulit desain penelitian Ekstrak kulit apel hijau tidak ada perbedaan
apel hijau (Pyrus eksperimental (Pyrus malus L) 25% signifikan pada
malus L) 25% secara in vitro dengan larutan xylitol 10% diameter zona hambat
dengan larutan denganranca-ngan ekstrak kulit apel
xylitol 10% penelitian yang Variabel Dependen : hijau (Pyrus malus L)
dalam dipakai adalah 25% yaitu
menghambat rancangan control Bakteri Streptococcus 10,042±0,3797 dengan
pertumbuhan group post test mutans secara in vitro larutan xylitol 10%
bakteri only yaitu 9,8±0,3594.
Streptococcus Berdasarkan hasil uji
mutans secara in yang dilakukan,maka
vitro 18 disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan
signifikan ekstrak kulit
apel hijau (Pyrus malus
L) 25% dalam
menghambat
pertumbuhan bakteri
streptococcus mutans
dengan larutan xylitol
10%. p: 0,09 (P>0,05)

5 Daya Jenis penelitian Variabel Independen: Analisis data


Antibakteri ini adalah menggunakan uji
Ekstrak Kulit penelitian Ekstrak Kulit Apel Kruskal-Wallis dan uji
Apel Manalagi eksperimental Manalagi (Malus sylvestris Mann-Whitney. Hasil
(Malus laboratoris Mill) penelitian ini
sylvestris Mill) dengan menunjukkan bahwa
Terhadap rancangan Variabel Dependen: ekstrak kulit apel
Pertumbuhan penelitian the manalagi pada semua
Streptococcus post-test only Pertumbuhan konsentrasi
mutans 6 control group Streptococcus mutans mempunyai daya
design antibakteri terhadap
pertumbuhan S.
12

mutans. Konsentrasi
terendah yang masih
dapat menghambat
pertumbuhan S. mutans
adalah 25%.
Kesimpulan dari
penelitian ini
membuktikan bahwa
ekstrak kulit apel
manalagi
mempunyaidaya
antibakteri terhadap
pertumbuhan S. mutans

6 Jus Apel Desain penelitian Variabel Independen : Hasil uji Kruskal-


Manalagi yang digunakan Wallis diperoleh nilai
(Malus adalah True Jus Apel Manalagi (Malus α<0,05 yang
Sylvestris Mill) Experimental Sylvestris Mill) berarti terdapat daya
menghambat dengan rancangan hambat terhadap
pertumbuhan post test only Variabel Dependen : Streptococcus mutans
Streptococcus control group Streptococcus mutans in pada kelompok kontrol
mutans in vitro design. vitro positif dan kelompok
perlakuan pada
konsentrasi 60%, 80%,
dan 100% serta terdapat
perbedaan
yang bermakna.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

1. Variabel Independen

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan yang digunakan yaitu pasta

gigi ekstrak kulit apel manalagi sedangkan pada penelitian terdahulu sediaan

yang ada dalam bentuk obat kumur.

2. Variabel Dependen

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu jumlah koloni bakteri streptococcus

mutans secara in vivo dan vitro, dengan perbedaan konsentrasi ekstrak kulit apel

yang diuji untuk dalam pasta gigi digunakan sebanyak 5%, 10%, 25% kemudian

dipilih daya hambat terbaik, kontrol positif berupa pasta gigi herbal dan kontrol

negatif berupa pasta gigi tanpa penambahan ekstrak kulit apel manalagi. Pada
13

penelitian sebelumnya daya hambat bakteri Streptococus Mutans tidak

dilakukan uji secara in vitro dan in vivo.

3. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian true eksperimen dengan desain

pre test-post test with control group dengan teknik sampling menggunakan

simple random sampling, sedangkan penelitian terdahulu juga menggunakan

true eksperimen tetapi tekniknya yaitu rancangan acak lengkap (RAL).

4. Subjek Penelitian

Subjek eksperimental in vitro pada penelitian ini adalah bakteri Streptococus

Mutans sedangkan in vivo adalah mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang.

Pada penelitian terdahulu subjek penelitian hanya bakteri Streptococus Mutans.

G. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Penlitian

Penelitian ini telah dilaksanakan bulan Februari – Juli 2022

2. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Negeri Semarang, Laboratorium Mikrobiologi Universitas Diponegoro,

Pascasarjana Poltekkes Kemenkes Semarang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakteri Streptococcus Mutans

1. Definisi Streptococcus Mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif yang dapat

melakukan metabolisme karbohidrat terutama sukrosa dan menciptakan suasana

asam di dalam rongga mulut. Streptococcus mutans adalah bakteri anaerob yang

dikenal memproduksi asam laktat sebagai bagian dari metabolismenya dan

mampu melekat pada permukaan gigi dengan adanya sukrosa. Habitat utama

untuk Streptococcus mutans adalah oral, faring, dan usus. Streptococcus mutans

banyak menempel pada permukaan gigi utuk memecahkan glukosa sebagai

sumber energi, menurunkan pH, membuat kondisi asam dalam rongga mulut dan

menyebabkan demineralisasi pada struktur enamel dan dentin. Selain itu, bakteri

Streptococcus mutans juga memiliki peran yang ganda sebagai bakteri dasar

yang terlibat dalam perkembangan plak gigi dan inisiator bakteri dalam proses

karies gigi. 19

Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus viridans, ciri khas

organisme ini bersifat α-hemolitik tetapi dapat juga non hemolitik dan komensal

oportunistik. Pertumbuhannya tidak dihambat oleh optokin dan koloninya tidak

larut dalam empedu (dioksikolat). Streptococcus mutans merupakan anggota

flora normal rongga mulut tetapi dapat berubah menjadi patogen jika

14
15

keseimbangan flora normalnya terganggu. Biasanya penyakit yang ditimbulkan

coccus mutans adalah karies gigi. 20

2. Taksonomi

Taksonomi Streptococcus mutans adalah sebagai berikut :

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Lactobacilalles

Family : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans

Berbagai unsur antigenik didapatkan didalam dinding sel bakteri S.

mutans. Antigen-antigen tersebut akan menentukan imunogenitas S. mutan,

seperti misalnya antigen protein, polisakarida spesifik, peptidoglikan, dan asam

lipoterikoat. Bakteri utama penyebab terjadinya proses karies ialah S. mutans. 21

3. Morfologi

Bakteri Streptococcus mutans memiliki komposisi kapsul yang terdiri dari

polisakarida dengan sub unit struktural glukosa (dextran). Streptococcus mutans

merupakan bakteri kokus berbentuk gam-positif. Kebanyakan anaerob fakultatif

biasanya ditemukan pada rongga mulut manusia, dan merupakan penyumbang

utama kerusakan gigi. Hasil pembusukan dapat sangat mempengaruhi kesehatan

secara keseluruhan individu. Streptococcus mutans dapat tumbuh pada suhu

antara 180C-400C disebut juga dengan mesofilik. Streptococcus mutans disebut


16

juga mikroorganisme kariogenik karena kemampuannya memecah gula untuk

dijadikan energi dan menghasilkan lingkungan asam, yang dapat


22
mendemineralisasi struktur gigi. Hasilnya lapisan gigi menjadi hancur.

Klasifikasi dari Streptococcus mutans termasuk bakteri Cocci anaerobs, dengan

bentuk rantai atau pasang. Bakteri ini termasuk dalam kelompok Streptococcus

alpha hemolitikus yaitu kelompok dari Streptococcus viridians. 23

4. Mekanisme Streptococcus mutans terhadap pertumbuhan karies gigi

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang memulai terjadinya

pertumbuhan plak pada permukaan gigi. Terjadinya hal itu disebabkan karena

kemampuan spesifik yang dimiliki oleh bakteri tersebut menggunakan sukrosa

untuk menghasilkan suatu produk ekstraseluler yang lengket yang disebut

dextran yang berbasis polisakarida dengan perantaraan enzim dextransucrase

(hexocyltransferase) yang memungkinkan bakteri-bakteri tersebut membentuk

plak, sedangkan untuk menghasilkan asam laktat, Streptococcus mutans

bersama-sama dengan Streptococcus sabrinus dan Lactobacillus, memainkan

peran yang sangat penting melalui enzim glucansucrase yang dihasilkan oleh

bakteri-bakteri tersebut. Asam yang dihasilkan terus menerus melalui

pemecahan substrat yang selalu tersedia, akan merubah lingkungan rongga

mulut menjadi lebih asam (pH 5,2 – 5,5), maka email mulai mengalami proses

demineralisasi sehingga terjadilah karies. 24

Mekanisme terbentuknya karies pada gigi dimulai dari perlekatan

Streptococcus mutans pada permukaan gigi. Adesin pada S. mutans yaitu antigen

I/II berinteraksi dengan α-galaktosida pada senyawa glikoprotein turunan saliva


17

pada partikel gigi. S. mutans yang terakumulasi pada permukaan gigi dapat

terbentuk apabila mendapat bantuan glukosa. Glukosa tadi diubah oleh enzim

glukosiltransferase (GTF) pada bakteri menjdi glukan ekstraselular. Glukan

yang tidak larut ini melekat pada permukaan gigi dan disebut dengan plak gigi.

S. mutans memiliki glucan binding protein (GBP) yang dapat berikatan dengan

glukan secara spesifik. Selain berikatan dengan GBP, glukan berikatan dengan

GFT yang memiliki glucan binding domain yang berfungsi sebagai reseptor

glukan. Dengan demikian bakteri ini dapat terakumulasi pada permukaan gigi.

Proses perubahan glukosa menjadi glukan menghasilkan asam laktat. Adanya

asam menurunkan pH saliva menjadi 5,5 sehingga dapat melarutkan jaringan

keras pada permukaan gigi. 24

5. Pengaruh Streptococcus mutans Terhadap Kesehatan Rongga Mulut

Koloni Streptococcus mutans pada permukaan gigi melalui mekanisme

adesi sucrose independent terhadap saliva menyebabkan proses perlekatan awal

dan adesi sucrose dependent dalam pembentukan kolonisasi di permukaan gigi.

Tugas utama adesi sucrose dependent dalam menciptakan ekologi plak yang

memicu karies gigi. Enzim glukotransferase pada Streptococcus mutans

membuat enzim fruktosiltransferase ikut berperan pada pembentukan polimer

ekstraseluler. Polimer fruktan yang dihasilkan oleh enzim fruktosiltransferase

akan digunakan sebagai persediaan nutrisi dan kolonisasi Streptococcus. Selain

enzim pada sucrosa dependent ada juga protein yang terlibat dalam virulensi dari

Streptococcus mutans yaitu fructosyltransferase (Ftf), fructanase (FruA),


18

extracellular dextranase (DexA), dan protein yang berperan pada akumulasi

polisakarida intraseluler. 25

Streptococcus mutans dapat menghasilkan asam hal ini berhubungan

dengan terjadinya karies. Streptococcus mutans mampu memfermentasikan

berbagai jenis karbohidrat menjadi asam, menghasilkan dan menyimpan

polisakarida intraselular dari berbagai jenis karbohidrat, membentuk dekstran

yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi

serta mampu untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaaan gigi

Karbohidrat seperti sukrosa dan glukosa dapat difermentasikan oleh bakteri dan

membentuk asam sehingga pH plak akan menurun. Penurunan pH plak yang

berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi

permukaan gigi sehingga proses karies dimulai. 26

B. Karies

1. Pengertian Karies Gigi

Karies dalam bahasa Latin disebut “rottenness” yang berarti pembusukan.

Karies disebabkan oleh interaksi dari berbagai faktor, seperti faktor host atau inang

(gigi dan saliva), mikroorganisme, substrat (makanan) serta waktu sebagai faktor

tambahan. karies gigi atau gigi berlubang terjadi akibat proses secara bertahap

larutnya email dan terus berkembang sampai ke bagian dalam gigi. Karies

merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi,yaitu email, dentin,dan sementum,

yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang

dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
19

kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi

bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks. 27

2. Etiologi Karies Gigi

Karies disebabkan karena terjadinya demineralisasi pada struktur gigi.

Proses demineralisasi mulai ketika bakteri spesifik melekat erat pada gigi dalam

lapisan yang disebut dental plak (biofilm) dan terhadap karbohidrat diet dalam

waktu yang cukup. Karbohidrat ini bereaksi dengan bakteri untuk membentuk asam

(asam laktat) berperan dalam struktur keras gigi yang mengakibatkan hilangnya

mineral. Akibat kandungan mineral hilang, struktur gigi yang terkena menjafi lunak

dan proses berlanjut dapat terbentuk lubang. Bakteri yang diketahui mendukung

terjadinya karies seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.

Beberapa faktor utama terjadinya karies yaitu host, agen substrat dan waktu.
27

a. Host

Faktor host meliputi gigi yang berpengaruh terhadap terhadap terjadinya karies

yaitu morfologi gigi (bentuk dan ukuran gigi), struktur gigi karena dapat rentan

terhadap terjadinya karies disebabkan perbedaan kandungan mineral (flouride).

Pada saliva secara mekanik dapat menghilangkan sisa makanan dan

mikroorganisme oral yang tidak terikat. Saliva dapat menghambat karies dengan

kapasitas buffer yang tinggi yang cenderung menetralkan asan yang dihasilakan

oleh plak bakteri pada permukaan gigi, ion kalsium dan fosfor penting dalam

remineralisasi lesi. Pit dan fissure pada gigi sangat rentan terhadap karies karena

sisa makanan mudah menumpuk pada daerah tersebut. Permukaan gigi yang
20

kasar juga dapat membantu perkembanagn karies gigi dan memudahkan plak

melekat pada permukaan gigi. 28

b. Agen

Mikroorganisme bakteri dalam mulut seperti Streptococcus mutans yang dapat

menghasilkan asam (acidogenic) serta mampu bertahan dan berkembang pada

Ph asam (aciduric). Asam yang dihasilkan dapat mempercepat pematangan plak

melalui interaksi antara protein permukaan Streptococcus mutans dengan glukan

yang berakibat pada permukaan gigi dengan turunnya pH. Apabila pH tersebut

menurun, maka email gigi akan mengalami demineralisasi dan dapat terjadinya

karies. 28

c. Substrat

Makanan yang dikonsumsi terutama gula (sukrosa) menambah pertumbuhan

plak. Substrat dapat dipengaruhi kebersihan mulut, frekuensi makanan

karbohidrat, dan stimulan saliva. Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi

pembentuakan plak karena membantu perkembangbiakan mikroorganisme pada

permukaan gigi. Diet berhubungan dengan asupan karbohidrat. Gula yang paling

kariogenik adalah sukrosa. Sukrosa mudah larut dan berdifusi ke dalam plak gigi

yang bertindak sebagai substrat untuk produksi ekstraselular polisakarida dan

asam. Kariogenik streptococci menghasilkan glycan (tidak larut air) dari

sukrosa, yang memfasilitasi initial adhesi organisme ke permukaan gigi yang

berfungsi sebagai sumber nutrisi dan matriks pengembangan plak lebih lanjut. 27

d. Waktu
21

Gigi yang terpapar dengan makanan kariogenik dapat mempengaruhi

perkembangan karies. Setelah mengonsumsi makanan yang mengandung gula,

bakteri memetabolisme gula menjadi asam dan pH dalam mulut menurun.

Beberapa jenis karbohidrat seperti sukrosa dan glukosa dapat difermentasikan

oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun

sampai di bawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Lama waktu bakteri yang

berkembang dalam mulut dapat mempengaruhi terjadinya karies sehingga dapat

terbentuk suatu kavitas. 29

3. Mekanisme Terjadinya Karies Gigi

Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi,

substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan

misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan

membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam

tempo 3-5 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu

mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi. Proses terjadinya karies dimulai

dengan adanya plak di permukaan gigi. Plak terbentuk dari campuran antara

bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit,

limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula-mula terbentuk, agar cair

yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat bertumbuhnya bakteri. 30

Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa

(gula) dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang

berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis
22

(5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi

karies gigi. 29

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan kearah dentin

melalui lubang focus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).

Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-

kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah

rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat

dilihat. 30

Pada karies dentin yang baru mulai, yang terlihat hanya lapisan keempat

(lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan

membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan

kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak

yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru

setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies

yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi,

suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan

lapisan lima. 6

4. Faktor Risiko Terjadinya Karies Gigi

Faktor risiko karies gigi adalah faktor yang berhubungan dengan kejadian

karies dengan individu dan populasi, terdapat beberapa faktor risiko terjadi

karies diantara lain. 31


23

a. Oral Hygiene

Salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insiden karies

dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari

permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.

Perilaku menyikat gigi meliputi rutin sikat gigi, frekuensi menyikat gigi,

waktu menyikat gigi, waktu menyikat gigi, teknik menyikat gigi dan jenis

pasta gigi. 32

b. Susunan Gigi

Kondisi maloklusi seperti gigi berjejal memiliki pengaruh terhadap kejadian

karies pada gigi permanen. Kondisi gigi geligi yang berjejal mengakibatkan

makanan terselip disela-sela gigi dan sulit untuk dibersihkan, hal ini akan

terus berlanjut hingga sisa makanan tersebut diakumulasikan oleh bakteri

membentuk kalkulus kemudin menjadi pemicu terjadinya karies atau gigi

berlubang, penyakit gusi (gingivitis), dan yang lebih parah dapat terjadi

kerusakan jaringan pendukung gigi (periodontitis). 32

c. pH Saliva

Penurunan pH saliva dapat menyebabkan demineralisasi elemen-elemen

gigi dengan cepat, sedangkan kenaikan pH dapat membentuk kolonisasi

bakteri yang menyimpan juga meningkatnya pembentukan kalkulus.

Derajat keasaam dan kapasistas buffer saliva salah satunya dipengaruhi oleh

makanan/minuman yang masuk ke dalam tubuh mulut melalui lulut yang

dapat menyebabkan ludah bersifat asam maupun basa. Ketika seseorang


24

telah mengkonsumsi makanan terutama makanan manis dan lengket seperti

coklat, maka pH saliva akan menurun dari pH saliva normal ke asam. 33

d. Skor Plak

Plak akan tumbuh dan melekat pada permukaan gigi bila kita mengabaikan

kebersihan gigi dan mulut. Plak merupakan media lunak non mineral yang

menempel erat pada gigi. Setelah 24 jam terbentuk koloni mikroorganisme

di pelikel akan terikat bahan lain misalnya karbohidrat dan unsur-unsur

yang ada dalam saliva lalu terbentuklah plak Substrat adalah campuran

makanan halus dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari. Substrat ini

berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut. Karbohidrat ini

menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa

polisakarida ekstra sel. 34

e. Komponen Konsumsi Glukosa

Jenis karbohidrat yang bersifat fermentasi (seperti glukosa, sukrosa,

fruktosa atau pati yang telah dimasak) dapat dimetabolisme oleh bakteria

yang bersifat asidogenik dan membuat asam organik sebagai produknya.

Asam menyebar melalui plak dan kedalam enamel bawah permukaan pori

(dentin, bila terpapar), terpisah untuk menghasilkan ion hydrogen ketika

proses sedang berlangsung. Ion hidrogen dengan mudah melarutkan

mineral, membebaskan kalsium, dan fosfat dalam larutan yang dapat

menyebar dari gigi. Asam laktat dengan lebih mudah memisahkan

dibandingkan asam lainnya, menghasilkan ion hydrogen dengan cepat


25

menurunkan pH dalam plak. Maka pH diturunkan, asam dengan cepat

menyebar kedalam enamel ataupun dentin. 35

f. Vitamin

Vitamin berpengaruh pada proses terjadinya karies gigi, terutama pada

periode pembentukan gigi seperti Vitamin A, B1, B2, B6, C, E dan K. 36

g. Unsur kimia

Unsur kimia yang paling mempengaruhi persentasi karies gigi adalah flour,

Cadmium, Platina, dan Selenium. 28

C. Buah Apel

1. Taksonomi Buah Apel

Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae

Genus : Malus

Sepcies : Malus Sylvestris. 37

2. Morfologi Buah Apel

Tanaman apel merupakan tanaman semak keluarga mawar-mawaran yang

memiliki akar tunggang dan umumnya memiliki tinggi 2-4 meter hingga 10

meter. Tanaman apel berdaun tunggal, berbulu kasar, dan tersebar melingkar di
26

sepanjang cabang. Bentuk daun lonjong dengan ujung meruncing dan warnanya

hijau muda . Pohon tanaman apel berkayu keras dan kuat, kulit kayunya cukup

tebal, warna kulit batang cokelat 10 muda sampai cokelat kekuning-kuningan

dan setelah tua berwarna hijau kekuning-kuningan sampai kuning keabu-abuan.


38

Bunga apel mempunyai putik, benang sari, mahkota, dan kelopak, Bunga

berbentuk tunggal atau berkelompok dengan penyerbukan silang, Bunga apel

berkelompok dalam satu tunas terdapat 3-7 kuntum bunga. Bunga apel

bertangkai pendek, menghadap ke atas, dan bertandan. Bunga tumbuh pada

ketiak daun dan mahkota bunga berwarna putih sampai merah jambu berjumlah

5 helai, Pada semua varietas, jumlah tangkai benangsari dan tangkai putik adalah

sama yaitu antara 15-20 dan 5, panjang tangkai benangsari dan panjang tangkai

putik bervariasi antara 0.5-1.2 cm, sedangkan panjang tangkai bunga antara 1.0-

4.0 cm. 39

Buah apel Manalagi berbentuk bulat dengan ujung dan pangkal berlekuk

dangkal, diameter 4-7 cm dan berat 75-160 gram/buah. Kulit apel Manalagi

berwarna hijau muda kekuningan, tebal dengan pori-pori buah kasar dan

renggang. Rasanya manis dan tidak asam walaupun belum matang. Daging buah

berwarna putih kekuningan, padat, renyah, bertekstur halus, dan beraroma kuat

dengan rasamanis. Bentuk bijinya bulat pendek dan berwarna coklat tua. 40

3. Kandungan Kimia Buah Apel

Kulit apel mengandung vitamin C, katekin, prosianidin, floridzin,

floretin glikosida, asam kafeat, asam klorogenat, dan kuersetin glikosida. Kulit
27

apel terdiri dari beberapa kandungan senyawa aktif flavonoid, pektin, tanin, dan

saponin dari apel manalagi yang diekstraksi menggunakan metanol. Kulit apel

juga mengandung senyawa fenolik yang lebih besar dari daging buah apel. 41

Flavonoid memiliki kemampuan antibakteri dengan cara merusak dinding

sel bakteri, karena berikatan dengan protein melisis sel bakteri sehingga bakteri
42
mati. Flavonoid juga dapat menggumpalkan protein, bersifat lipofilik,

sehingga lapisan lipid membran sel bakteri akan rusak. 43

Pektin adalah substansi alami yang dapat ditemukan pada sebagian besar

tanaman pangan. Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul

yang tinggi, pektin digunakan sebagai pengental dalam pembuatan jelly,

makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan sebagai

antimikroba. 44 Pektin merupakan senyawa dalam apel yang diketahui memiliki

kemampuan antiinflamasi dan antibakteri. Mekanisme pektin sebagai

aintibakteri adalah bekerja dengan cara mengikat dan mengganggu permeabilitas

permukaan sel bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 40

Saponin mempunyai kemampuan antibakteri yang bekerja dengan cara

meningkatkan permeabilitas membran sehigga menyebabkan hemolisis sel.

Mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang

mengganggu permeabilitas membran sel bakteri yang menyebabkan kerusakan

membran sel dan mengakibatkan sel bakteri lisis. 45

Tanin adalah senyawa aktif metabolik sekunder yang diketahui memiliki

manfaat yaitu sebagai pencegah pengerutan jaringan, antidiare, antibakteri, dan

antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang kompleks dan terdiri
28

dari senyawa fenolik yang sulit dipisahkan dan sulit mengkristal, mendapatkan
43
protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut. Tanin

merupakan senyawa fenol yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan

bakteri dengan memunculkan denaturasi protein dan menurunkan tegangan

permukaan, sehingga permeabilitas bakteri meningkat serta menurunkan

konsentrasi ion kalsium, menghambat enzim, dan mengganggu proses reaksi

enzimatis pada bakteri sehingga menghambat terjadinya koagulasi plasma yang

diperlukan oleh bakteri. 46

Vitamin C merupakan antioksidan yang berfungsi untuk meningkatkan

kekebalan tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan juga diketahui

berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme.

Mekanisme antioksidan vitamin C berdasarkan donor atom hidrogen pada

radikal lipid, inaktivasi singlet oksigen dan penghilang oksigen molekuler.

Vitamin C merupakan pendonor elektron yang sangat baik dikarenakan memiliki

potensial reduksi 1-elektron standart yang rendah (282 mV), serta dapat

memproduksi asam semidehidroaskorbat yang relatif stabil. 38

4. Ekstrak Kulit Apel

Kulit apel manalagi (malus Sylvestris) merupakan golongan dari flavonoid,

sedangkan flavonoid merupakan senyawa fenol yang paling penting. Golongan

fenol mampu merusak membran sel, menginaktifkan enzim, dan mendenaturasi


39
protein pada bakteri sehingga dinding sel bakteriakan mengalami kerusakan.

Kulit buah apel manalagi mengandung beberapa fitokimia turunan polifenol

antara lain phloridzin, katekin, kuersetin dan asam klorogenik, kandungan


29

41
polifenol yang ada dikulit apel berfungsi sebagai zat antibakteri. Nutrisi

penting dari apel sebagian besar berada dilapisan bawah kulit buahnya. Kulit

apel mengandung beberapa fitokimia turunan polifenol antara lain cathecin,

quercitin, phloridzin, dan asam klorogenik. Senyawa tersebut memiliki aktivitas

antibakteri dengan merusak membran sel, menghancurkan substrat, dan

mengganggu fungsi enzim bakteri. 18

D. Tinjauan Tentang Ekstraksi

1. Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai.

Kemudian semua pelarut diuapkan dan massa atau bahan yang tersisa diperlakukan

sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan 20.

2. Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai

kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam

sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan

penyaringan. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih

berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat

aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan. 20

Ekstraksi termasuk proses pemisahan melalui dasar operasi difusi. Secara

difusi proses pemisahan terjadi karena adanya perpindahan solut, searah dari fasa
30

diluen ke fasa solven sebagai akibat beda potensial diantara dua fasa yang saling

kontak sedemikian hingga pada suatu saat system berada dalam keseimbangan. 47

3. Metode Ekstrasi

Secara umum, berdasarkan bahan dan metodenya, ekstraksi dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Berikut

penjelasannya :

a. Ekstraksi Padat Cair (Leaching)

Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses pemisahan suatu zat terlarut yang

terdapat dalam suatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan

pelarut (solvent) sehingga padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat

terlarut terpisah dari padatan karena larut dalam pelarut. Pada ekstraksi padat

cair terdapat dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow

(rafinat/ampas). Metode yang digunakan untuk ekstraksi akan ditentukan oleh

banyaknya zat yang larut, penyebarannya dalam padatan, sifat padatan dan

besarnya partikel. Jika zat terlarut menyebar merata di dalam padatan, material

yang dekat permukaan akan pertama kali larut terlebih dahulu. Pelarut,

kemudian akan menangkap bagian pada lapisan luar sebelum mencapai zat

terlarut selanjutnya, dan proses akan menjadi lebih sulit dan laju ekstraksi

menjadi turun.

Biasanya proses leaching berlangsung dalam tiga tahap, yaitu 20 :

a. Pertama perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat zat pelarut

meresap masuk
31

b. Kedua terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menuju

keluar

c. Ketiga perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut

b. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi yang digunakan jika pemisahan campuran

dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan

azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. seperti

ekstraksi padatcair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap,

yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan

kedua fase cair itu sesempurna mungkin. 47

E. Pasta Gigi

1. Pengertian Pasta Gigi

Pasta gigi adalah campuran bahan penggosok, pembersih dan tambahan

yang digunakan untuk membantu membersihkan gigi tanpa merusak gigi

maupun membran mukosa mulut. Pasta gigi adalah sediaan untuk

membersihkan dan memoles permukaan gigi yang terdiri dari Kalsium

Karbonat yang halus, dicampur dengan gliserin ditambah ramuan untuk

menghambat tumbuhnya kuman kuman dan memberi rasa segar supaya

disukai pemakai, biasanya digunakan dengan sikat gigi. 21

Pasta gigi pada umumnya mengandung bahan abrasif, air, pelembab,

bahan perekat, bahan penambah rasa, bahan terapeutik, bahan desensitisasi,

bahan anti-tartar, bahan pemutih, bahan pengawet, serta bahan antimikroba

seperti triklosan dan klorheksidin yang berperan sebagai bahan aktif yang
32

dapat memberikan efek inhibisi secara langsung pada pembentukan plak.

Pasta gigi yang beredar di pasaran umumnya mengandung fluor yang efektif

dalam mencegah dan mengendalikan karies gigi. Fluor dapat menghambat

demineralisasi email dan meningkatkan remineralisasi. Fluor sangat berperan

penting terhadap peningkatan kesehatan gigi. Ion fluoride memiliki efek

stimulus gustatory yang dapat meningkatkan sekresi saliva yang akan

mencegah risiko pH saliva dalam keadaan kritis. 48

Bahan aktif yang digunakan dalam pasta gigi memiliki khasiat

antibakteri, agen penguat gigi dan agen pemutih gigi. Bahan aktif pada pasta

gigi terbagi menjadi dua, yaitu bahan kimia dan bahan herbal. Bahan kimia

yang banyak digunakan dalam pasta gigi salah satunya ialah Flouride, dan

bahan herbal yang digunakan dalam pasta gigi salah satunya ialah ekstrak

kulit apel manalagi menjadi penguat dan pembersih gigi juga memiliki

aktivitas antibakteri. 49

2. Kandungan Pasta Gigi

Umumnya pasta gigi mengandung bahan abrasif 20-40%, air 20-40%,

pelembab (humectant) 20-40% detergen 1-2%, bahan pengikat (binding

agent) 2%, bahan penyegar 2%, bahan pemanis ±2%, bahan terapeutik ±5%

dan pewarna <1% bahan abrasif yang digunakan juga silikon oksida,

alumunium oksida, bikarbonat dan kapur. Untuk detergen digunakan

biasanya kalsium karbonat dan kapur. Untuk detergent digunakan sodium

lauril sulfat (SLS) karena stabil dan mempunyai sifat antibakteri dan tegangan

permukaan yang rendah sehingga memudahkan pasta gigi mengalir


33

membasahi gigi. SLS aktif pada pH normal namun Barkvoll tidak dianjurkan

SLS untuk digunakan pada pasien yang menderita penyakit pada mukosa

oralnya. Spearmint, peppermint, wintergreen, cinnamon dan lainnya

digunakan sebagai bahan penyegar karena dapat memberikan rasa segar dan

menyegarkan. 50

3. Komponen Pasta Gigi

Pasta gigi biasanya mengandung bahan abrasif, pembersih, bahan penambah

rasa dan warna, serta pemanis, selain itu dapat juga ditambahkan bahan

pengikat, pelembab, pengawet, fluor, dan air.

a. Bahan abrasif

Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi umumnya berbentuk bubuk

pembersih yang dapat memolis dan menghilangkan stain dan plak. Bentuk

dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah

kekentalan pasta gigi. Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi tidak

sekeras email, tapi sekeras atau lebih keras dari dentin. Kandungan bahan

abrasif yang terdapat di dalam pasta gigi sebanyak 30-40%. Contoh bahan

abrasif ini antara lain natrium bikarbonat, kalsium karbonat, kalsium

sulfat, natrium klorida, partikel silika, dikalsium fosfat. Efek yang

diberikan oleh bahan ini antara lain membersihkan dan memoles

permukaan gigi tanpa merusak email, mempertahankan pelikel,

mencegah akumulasi stain. 51


34

b. Bahan pelembab atau humektan sebanyak 10-30%.

Bahan pelembab atau humectants ini dapat mencegah penguapan air dan

mempertahankan kelembaban pasta. Contoh bahan pelembab ini antara

lain gliserin, sorbitol, dan air. 52

c. Bahan pengikat

Bahan pengikat ini memberikan efek untuk mengikat semua bahan dan

membantu memberi tekstur pasta gigi, terdapat sebanyak 1-5% dalam

pasta gigi. Contoh bahan pengikat ini antara lain karboksimetil sellulose,

hidroksimetil, sellulose, carragaenan, dan cellulose gum. 53

d. Deterjen atau surfaktan

Deterjen dalam pasta gigi berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan

melonggarkan ikatan debris dengan gigi yang akan membantu gerakan

pembersihan sikat gigi. Persentasi deterjen dalam pasta gigi sebanyak 1-

2%. Contoh deterjen yang terdapat dalam pasta gigi antara lain Sodium

Laurly Sulfat (SLS) dan Sodium NLaurly Sarcosinate. 52

e. Bahan pengawet

Bahan pengawet dalam pasta gigi berfungsi mencegah kontaminasi bakteri

dan mempertahankan keaslian produk. Jumlah bahan pengawet dalam

pasta gigi diatas dari 1%. Contoh bahan pengawet yang digunakan dalam

pasta gigi antara lain formalin, alkohol, dan natrium benzoate. 54

f. Bahan pewarna atau bahan pemberi rasa

Persentase bahan ini dalam pasta gigi sebanyak 1-5%. Bahan pewarna dan

bahan pemberi rasa ini berfungsi untuk menutupi rasa bahan-bahan lain
35

yang kurang enak, terutama SLS, dan juga memenuhi selera pengguna

seperti rasa mint, stroberi, dan rasa permen karet pada pasta gigi anak-

anak. Contoh bahan ini antara lain peppermint atau spearmint, menthol,

eucalyptus, aniseed,dan sakharin. 55

g. Air

Kandungan air dalam pasta gigi sebanyak 20-40% dan berfungsi sebagai

bahan pelarut bagi sebagian bahan dan mempertahankan konsistensi.

Bahan terapeutik Bahan terapeutik yang terdapat dalam pasta gigi, antara

lain: Penambahan fluoride dalam pasta gigi dapat memperkuat enamel

dengan cara membuatnya resisten terhadap asam dan menghambat bakteri

untuk memproduksi asam. 24


36

4. Syarat Pasta Gigi

Syarat mutu pasta gigi sebagai berikut 56 :

Tabel 2.1
Syarat mutu pasta gigi
No Jenis Uji Satuan Syarat
Sukrosa atau
1 karbohidrat - Negatif
lain yang
terfermentasi
2 pH - 4,5-10,5
Cemaran logam
ppm Maksimal 5,0
3 a. Pb
ppm Maksimal 0,02
b. Hg
ppm Maksimal 2,0
c. As
Cemaran mikroba
4 a. Angka lempeng - <105
total - Negatif
b. E.coli
Sesuai dengan yang
5 Zat Pengawet
diijinkanDept Kes
Formaldehida maks
6 sebagai formaldehida % 0,1
bebas
7 Flour bebas Ppm 800-1500
Sesuai dengan yang
8 Zat warna - diijinkanDept
Kes
9 Organoleptik
Harus lembut, serba sama
a. Keadaan
(homogen) tidak terlihat
adanya gelembung udara,
gumpalan, danpartikel
b. Benda Asing yang terpisah.

Tidak tampak

Adapun persyaratan utama dari sediaan pasta gigi adalah 15 :

1. Bila digunakan dengan benar, dengan sikat gigi yang efisien, pasta gigi

harus membersihkan gigi dengan baik yaitu, menghilangkan sisa-sisa

makanan, plak dan noda


37

2. Pasta gigi harus memberikan sensasi segar dan bersih pada mulut.

3. Biayanya harus terjangkau agar mendorong penggunaannya rutin oleh

semua orang

4. Pasta gigi harus tidak berbahaya, dan nyaman digunakan.

5. Pasta gigi harus dapat dikemas secara ekonomis dan harus stabil dalam

penyimpanan selama masa penyimpanan

6. Pasta gigi harus sesuai dengan standar yang diterima dalam hal

abrasifitasnya terhadap email dan dentin

7. Klaim bisa dibuktikan dengan uji klinis yang dilakukan dengan benar
38

E. Kerangka Teori

Ekstrak Kulit Apel Manalagi Bakteri Streptoccus


Mutan
Pasta Gigi

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Melekat erat pada gigi


5% 10% 25% dalam lapisan dental
Uji Sifat Fisik plak (biofilm)

Menghasilkan asam laktat


Unsur Kimia Uji Sifat Fisik
Zat Gizi 1. Organoleptik
2. Homogenitas Demineralisasi Gigi
3. Viskositas
Flavonoid Vitamin C 4. Ph
5. Tinggi Busa Terjadi pelepasan ion Ca pada
Tanin jaringan keras gigi (email,
Mineral
dentin, sementum)
Pektin Formula dengan sifat fisik
Remineralisasi terbaik
Invasi bakteri
Saponin
Menghambat In Vivo
Kerusakan jaringan lokal gigi
Fenol proses
Demineralisasi
Saliva
Karies Gigi
Antibakteri

In Vitro Jumlah koloni bakteri


streptococcus mutans
Uji Anti Bakteri
Streptococcus Konsentrasi Zona Hambat
Mutans Hambat Maksimum Terbaik

Gambar 2.1
Kerangka Teori
39

Keterangan :

Salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses terjadinya karies adalah

Streptococcus mutans. Kulit apel manalagi yang mengandung flavonoid, pektin,

tanin, dan saponin yang berperan sebagai senyawa antibakteri yang dapat

mencegah perlekatan dan menurunkan tegangan permukaan bakteri sehingga

bakteri menjadi lisis dan mati. Konsentrasi senyawa aktif ekstrak kulit apel

manalagi yang diuji oleh peneliti adalah konsentrasi minimum yaitu 5%, 10% dan

25% yang diuji secara in-vitro dengan dilihat konsentrasi hambat maksimum

(KHM) dan dipilih konsentrasi dengan zona hambat terbaik. Selanjutnya

konsentrasi dengan zona hambat terbaik terpilih dan dibuat dalam sedian formula

pasta gigi, yang diuji sifat fisiknya terlebih dahulu, kemudian setelah didapatkan

formula dengan sifat terbaik, dilakukan pemberian pasta gigi pada responden

selama 3 hari, kemudian diambil saliva dari masing-masing responden untuk

dilakukan perhitungan colony counter dan dilihat sejauh mana efektifitas dari

pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi dalam

menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus mutans.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Antara Variabel Dependen

Pasta gigi ekstrak kulit


Jumlah koloni bakteri
Apel Manalagi pH Saliva
streptococcus mutans
konsentrasi 5%, 10%,
25%.
Variabel Confounding

Debris Plak

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

B. Hipotesis

1. Hipotesis Mayor

Pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi (Malus

sylvetris) dengan konsentrasi berbeda efektif terhadap menurunkan

pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vitro dan in vivo.

2. Hipotesis Minor

a. Ekstrak kulit apel Manalagi (Malus Sylvetris) dengan konsentrasi 5%, 10%,

dan 25% efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus

mutans secara in vitro

40
41

b. Dosis pasta gigi esktrak kulit apel Manalagi (Malus sylvetris) dengan dosis

optimal efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococus

Mutans?

c. Pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel Manalagi

(Malus Sylvetris) dengan dosis optimal efektif dalam menghambat

pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vivo

d. Ada perbedaan pemberian formula pasta gigi pengaruh pasta gigi ekstrak

ekstrak kulit apel Manalagi (Malus sylvetris) dengan pasta gigi kontrol

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococus Mutans secara in vitro dan in vivo

C. Jenis dan rancangan penelitian

1. Ekstrak kulit apel manalagi (Malus sylvetris) dengan konsentrasi berbeda efektif

terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vitro

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratoris, dimana

penelitian ini terdapat 3 kelompok eksperimen, dimana O1-O3 sebagai

observasi. Ekstrak kulit buah apel manalagi (Malus sylvetris) diberikan dalam

lima perlakuan sebagai kelompok eksperimen yaitu pemberian konsentrasi 5%

(sebagai P1), 10% (sebagai P2), 25% (sebagai P3), K+ (Sebagai P4) pasta gigi

yang mengandung herbal, K- (sebagai P5) pasta gigi yang tidak mengandung

herbal. Berikut skema rancangan penelitian, True Experimental Research

menggunakan rancangan penelitian Posttest-with Control Group Design :


42

Perlakuan Observasi
Kel. Eksperimen 1 : P1 O1

S–R– Kel. Eksperimen 2 : P2 O2

Kel. Eksperimen 3 : P3 O3

K+ : P4 O4

K- : P5 O5
Keterangan : 3
Gambar 3.2
S-R : Sampel yang dipilihRancangan
dengan Randomisasi.
Penelitian in vitro

P1 : Kelompok perlakuan atau eksperimen menggunakan ekstrak kulit apel

manalagi (Malus sylvetris) dengan konsentrasi 5%.

P2 : Kelompok perlakuan atau eksperimen menggunakan ekstrak kulit apel

manalagi (Malus sylvetris) dengan konsentrasi 10%.

P3 : Kelompok perlakuan atau eksperimen menggunakan ekstrak kulit apel

manalagi (Malus sylvetris) dengan konsentrasi 25%.

P4 : Kelompok kontrol dengan pemberian pasta gigi mengandung herbal

P3 : Kelompok kontrol dengan pemberian pasta gigi yang tidak

mengandung herbal

O1-O5 : Observasi diameter zona hambat pertumbuhan bakteri streptococcus

mutans pada setiap kelompok perlakuan atau eksperimen dan kontrol

dengan pemberian konsentrasi berbeda.

2. Pengembangan model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi (Malus

sylvetris) dengan konsentrasi berbeda efektif terhadap pertumbuhan bakteri

streptococcus mutans secara in vivo.


43

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen lapangan, desain

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu true experimental research dengan

rancangan pretest-posttest with control group design.

Pretest Posttest
X1
Kel. Eksperimen : O1 O2
C+
S–R– Kel. Kontrol (+) : O3 O4
C-
Kel. Kontrol (-) : O5 O6

Gambar 3.2
Rancangan Penelitian in vitro

Keterangan :

S-R : Sampel yang dipilih secara random dengan menggunakan

probability sampling yaitu simple random sampling.

O1.O3.O5 : Pretest pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

dimana dilakukan pengukuran saliva dengan colony counter.

X1 : Kelompok intervensi yang diberikan pasta gigi dengan ekstrak

kulit apel manalagi dengan dosis hambat terbaik.

C+ : Kelompok kontrol positif yang diberikan pasta gigi herbal.

C- : Kelompok kontrol negatif yang diberikan pasta gigi tanpa

ekstrak kulit apel (tidak mengandung herbal).

O2.O4.O6 : Post test hari ke tiga setelah perlakuan pada kelompok

intervensi dan kontrol.


44

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan adalah Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Semarang.

Sedangkan yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa usia 22 sampai

dengan maksimal 25 tahun yang memiliki gigi karies. Pada penelitian ini jumlah

sampel minimal diestimasi berdasarkan rumus Lameshow 1997 sebagai berikut:

N= 2σ2(Zα + Zβ)2
(µ1 - µ2)2

Keterangan :

N = Besar sampel setiap kelompok

σ = Standar deviasi kesudahan (Outcome)

Zα = Tingkat kemaknaan 95% (Untuk α=0,05 adalah 1,96)

Zβ = Power test 90% ( 90% (Untuk β=0,1 adalah 1,28)

µ1 = Mean outcome sebelum intervensi

µ1 = Mean outcome setelah intervensi

Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 95% atau α = 0,05 (1,96) dan power test

90% atau β = 0,10% (1.28), σ = 5.84 estimasi selisih antara mean outcome

= 12.84 maka estimasi besar sampel setiap kelompok :

N= 2σ2(Zα + Zβ)2

(µ1 - µ2) 2
N = 2(5.84) 2(1.96+1.28) 2
(12.84) 2
N = 2(5.84) 2(1.96+1.28) 2
(12.84) 2
10.49
N= 2(34.1)
164.86
45

N= 68.2 x 0.06

N= 4.90 = 5

Berdasarkan rumus perhitungan di atas maka sampel yang diperlukan setiap

kelompok adalah 5 sampel. Kelompok penelitian terdiri dari 1 kelompok perlakuan

dan 2 kelompok kontrol (kelompok intervensi dengan pemberian formula pasta gigi

ekstrak kulit apel dengan konsentrasi daya hambat maksimum, kelompok kontrol

dengan pemberian formula pasta gigi dengan herbal serta kelompok pasta gigi tanpa

penambahan ekstrak kulit apel Manalagi) sehingga seluruh jumlah sampel adalah

5x3=15 orang. 15

E. Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi

a. Berusia 20 - 25 tahun

b. Debris plak dari tingkatan sedang (0.7 – 1.8) – Berat (1.9 – 3.0)

c. pH Saliva (4.5 – 5.5)

d. Bersedia mengisi informed consent

e. Susunan gigi lengkap dan teratur sampai berjejal ringan

f. Mempunyai karies minimal skor 1

2. Kriteria eksklusi

a. Karies yang sudah mencapai pulpa

b. Tidak patuh terhadap prosedur perlakuan.

c. Sakit saat dilakukan penelitian.


46

E. Definisi operasional variabel penelitian dan skala pengukuran

Defenisi Operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan

ukuran dalam penlitian, berikut defenisi oprasional dalam rancangan penelitian ini.

Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
Variabel Definisi variabel Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
Pasta gigi Pasta gigi yang Mikropipet Jumlah ekstrak sesuai Rasio
yang mengandung dengan konsentrasi
mengandung ekstrak kulit setiap tabung
ekstrak kulit apel dengan
apel konsentrasi 5%,
10%, 25%

Diameter Ukuran zona Penggaris Diameter Zona Rasio


Zona hambat yag (Jangka hambat (mm)
Hambat terbentuk dalam Sorong) Sangat Kuat : > 21
satuan ukur mm
Kuat : 11- 20 mm
Sedang : 6 – 10 mm
Lemah : < 5 mm
Jumlah Jumlah koloni Colony Colony FormingUnit Rasio
koloni bakteri Counter per milliliter
bakteri Streptococus (CFU/m1)
penyebab Mutans pada
karies gigi karies gigi
pH saliva Kadar pH saliva pH meter Alat pH meter digital Rasio
pada responden dengan pH Rendah
dengan karies pH Sedang
gigi pH Tinggi
Debris plak Sisa-sisa Observasi Baik jika nilainya Rasio
makanan yang (OHI-S) antara 0 – 0.6
tertinggal dan Sedang jika nilainya
melekat pada antara 0.7 – 1.8
permukaan gigi Buruk jika nilainya
antara 1.9 – 3.0
47

F. Instrumen Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan adalah APD, alat oral diagnostic,beaker glass, bejana

maserasi, cawan porhedoselen, corong, gelas ukur, hot plate, jarum ose, kertas

saring, luminar air flow, lampu spirtus mikroskop, mortar, stamper, naraca

analitik (Sarltorius), objek gelas, penjepit kayu, tabung reaksbabi, pengaduk,

kaca, cawan petri, elenmeyer, pipet volume, batang pengaduk, timbangan,

tabung reaksi, tabung durham, rak tabung, autoclave, transpipet, pipet tetes,

inkas, incubator, oven, kertas perkamen, kapas, pH meter, pisau, pot plastic,

sendok aduk, vacuum rotary evaporator, viscometer Brookfield, waterbath dan

wadah pasta gigi. 3857

2. Bahan

Aquadest, ekstrak kulit apel manalagi (malus sylvestris), etanol 96%,

alcohol 70%, kalsium karbonat, metil paraben, menthol, natrium lauryl sulfat,

natrium carboxymethyl cellulose, natrium sakarin, nutrien agar (NA), pepeteon

cair 0,1% dan juga pasta gigi herbal

G. Prosedur penelitian

1. Persiapan Bahan

Apel manalagi (Malus sylvestris Mill) dibeli, Sampel diperoleh dari penjual buah

di Kota Semarang, sebanyak ±1kg.

2. Tahapan Penelitian

Tahapan Pra Penelitian:

a. Pengambilan limbah kulit apel Manalagi (Malus sylveatris Mill)


48

b. Pengeringan kulit apel Manalagi (Malus sylveatris Mill.) dibawah sinar

matahari.

c. Pemesanan kultur bakteri Streptococcus mutan dan pembuatan ekstrak kulit

Apel Manalagi (Malus sylveatris Mill.) di Laboratorium Mikrobiologi

Farmasi di Kota Semarang

3. Ekstraksi Bahan

Prosedur Pembuatan Ekstrak Kulit Apel Manalagi dengan metode maserasi 58:

a. Buah kulit apel yang berwarna hijau dan memiliki ukuran 5-7 cm dipetik

sebanyak ± 1 kg.

b. Melakukan perendaman kulit apel segar selama 1-2 hari hingga berwarna

kecoklatan.

c. Kemudian dilakukan proses penggaraman dan penjemuran selama beberapa

hari sehingga terlihat kering dan berwarna agak kehitaman

d. Lalu dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan pisau

kemudia dihitung kadar airnya (kadar air minimal 10%)

e. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan alat blender dan diayak agar

mendapatkan serbuk yang lebih halus, serbuk yang diperoleh selanjutnya

digunakan untuk ekstraksi

f. Serbuk kulit apel ditimbang sebanyak 100 gr, kemudian dimasukkan ke

dalam gelas beaker yang bersih dan ditutup dengan aluminium foil.

g. Ditambahkan etanol 96% 500 ml hingga serbuk ekstrak kulit apel terendam

sempurna kemudian maserasi selama tiga hari dengan diaduk menggunakan

magnetic stirrer selama 24 jam (8 jam berturut-turut selama 3 hari)


49

h. Hasil maserasi kulit apel disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung

ke dalam botol kaca bersih. Dilakukan remaserasi atau maserasi ulang

terhadap residu kulit apel tersebut

i. Kemudian filtrat dari hasil maserasi pertama dan kedua ditampung dalam

labu penampung pada alat evaporator

j. Setelah itu dimasukkan kedalam alat evaporator, kemudian dilakukan

proses evaporasi pada alat evaporator secara otomatis.

k. Hasil evaporasi buah kulit apel yang dihasilkan ditampung dalam botol vial

yang telah disiapkan.


50

4. Formulasi Sediaan Pasta Gigi


Tabel 3.2
Rancangan Formula Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel (Malus sylveatris Mill.)

NO. Komposisi Kegunaan Jumlah % Referensi

F1 F2 F3 F4
(%) (%) (%) (%)

1. Ekstrak Kulit Zat aktif 5% 10% 25% (-) 5%-40% *


Apel
2. Na. CMC Pengikat 4% 4% 4% 4% 3-6% **
3. Kalsium Abrasif 20% 20% 20% 20% 20-50%**
Karbonat

4. Gliserin Humektan 5% 5% 5% 5% ≤ 30%**


6. Natrium Pemanis 0,25% 0,25% 0,25% 0,25 0,075-
Sakarin
% 0,6%**
7. Metil Pengawet 0,2% 0,2 0,2% 0,2 0,015- 0,2%**
Paraben
% %
8. Natrium Pembusa 1% 1% 1% 1% 0,5- 2,5%**
Lauryl
Sulfat
9. Menthol Pengaroma 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,4%**
10. Aquadest Pembawa Ad Ad Ad Ad
100 100 100 100

F1 : Formula pasta gigi ekstrak kulit apel dengan konsentrasi 5%


F2 : Formula pasta gigi ekstrak kulit apel dengan konsentrasi 10%
F3 : Formula pasta gigi ekstrak kulit apel dengan konsentrasi 25%
F4 : Formula pasta gigi dengan herbal (+)
F5 : Formula tanpa pasta gigi ekstrak apel Manalagi (-)
*. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi di Kota Semarang
**. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th ed
51

5. Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel (Malus sylveatris Mill.)

Menimbang bahan aktif ekstrak kulit apel dengan konsentrasi 5%, 10%, dan

25% dan bahan tambahan kalsium karbonat, gliserin, natrium

karboksimetilselulosa (Na CMC), natrium lauryl sulfat, natrium metil paraben,

natrium sakarin, menthol dan aquadest. Melarutkan Na CMC dalam air panas

didiamkan selama 15 menit, setelah itu diaduk homogen sebagai massa 1,

Menggerus kalsium karbonat, dan menambahkan sodium lauryl sulfat gerus

homogen, kemudian menambahkannya pada massa 1 menjadi campuran sambil

digerus homogen sebagai massa 2. Melarutkan ekstrak kulit apel dengan gliserin

diaduk homogen dan menambahkan pada massa 2 sambil digerus sampai homogen.

Melarutkan metil paraben dan natrium sakarin kedalam sisa air dan diaduk sampai

larut sempurna. Kemudian ditambahkan pada massa 2 digerus homogen sampai

terbentuk massa pasta. Menambahkan menthol ke dalam massa pasta, digerus

sampai homogen, kemudian memasukkan pasta kedalam tube 59.

6. Uji Kestabilan Fisik

Uji mutu fisik sediaan pasta gigi ekstrak kulit apel (Malus sylveatris Mill)

dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan penyimpanan dipercepat dengan

menggunakan climatic chamber. Sediaan disimpan pada suhu 50C dan 350C

masing-masing selama 4 jam (1 siklus) dengan kelembapan dan pH tetap. Pengujian

ini dilakukan sebanyak 6 siklus. Adapun uji mutu fisik yang dilakukan meliputi :
52

a. Organoleptik

Pengamatan organoleptik basis pasta gigi meliputi bentuk (konsistensi), warna,

dan aroma yang diamati secara obyektif. 60

b. Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan pasta gigi pada objeck

glass. Struktur diamati apakah pasta gigi menunjukkan susunan yang homogen

atau tidak. 61

c. pH

Uji pH dilakukan dengan mengambil 2 gram pasta gigi, kemudian diukur

dengan pH-meter (pH 6,5-7,5). 62

d. Tinggi Busa

1 gram sediaan pasta gigi dengan ditambahkan air suling 100 ml lalu

dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml. Kemudian Kocok selama 20 detik

dengan cara membalikkan gelas ukur secara beraturan diamkan selama 5 menit.

Ukur tinggi busa menggunakan mistar. Tinggi busa yang memenuhi syarat

yaitu maksimal 15 mm. 63

7. Prosedur Pembuatan Media NA (Nutrient Agar)

Prosedur Pembuatan Media NA (Nutrient Agar) yaitu menyiapkan bahan

mediadengan komposisi 5 g, kemudian dilarutkan dengan aquades di dalam

erlenmeyer 500 mL. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil, kemudian

disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 2 atm selama 15

menit, setelah disterilisasi didiamkan media sampai dingin.


53

8. Uji Daya Hambat Bakteri

a. Media tanam bakteri (NA) ditabahkan suspensi bakteri sebanyak 100 μl,

setiap cawan petri kemudian diratakan dengan stik L glass

b. Dibuat lubang sumuran dengan melubangi media tanam (NA) dengan

menggunakan cork borer sebanyak satu lubang tiap cawan dengan diameter

5mm

c. Ditiap sumuran disuspensikan larutan ekstrak kulit apel Manalagi dengan

pelarut etanol sesuai perlakuan kedalam lubang sumuran pada media sebanyal

50 μl dengan mikropipet.

d. Diinkubasi media bakteri yang telah dibungkus plastik wrap pada suhu 370C

selama 24 jam.

e. Zona hambat atau zona bening yang menunjukkan daerah hambat

pertumbuhan bakteri, kemudian diukur dengan menggunakan jangka sorong

untuk menentukan efektifitas ekstrak kulit apel. Zona hambat diukur dengan

cara mengurangi diameter keseluruhan (lubang sumuran dan zona hambat)

dengan diameter lubang sumuran.

Berdasarkan perhitungan luas zona hambat yang diamati pada media, zona

hambat dapat dikategorikan sebagai berikut, untuk diameter >20 mm

dikategorikan sangat kuat, 10-20 mm dikategorikan kuat, 5-10 mm

dikategorikan sedang, dan 0-5 mm dikategorikan lemah.


54

9. Pelaksanaan Penelitian In Vitro

a. Ethical clearance untuk pengajuan ke poltekkes semarang

b. Pemilihan subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

c. Mengisi dan menandatangani informed consent

d. Kemudian subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

e. Subjek diinstruksikan berkumur

f. Subjek penelitian dilakukan pengambilan saliva

g. Kemudian pada kelompok perlakuan penelitian diinstrukksikan menyikat

gigi menggunakan pasta gigi masing-masing konsentrasi yang mengandung

ekstrak kulit apel yang ditentukan oleh peneliti. Sedangkan pada kelompok

kontrol diinstruksikan menyikat gigi dengan kontrol positif yaitu

menggunakan pasta gigi herbal dan pada kontrol negatif menggunakan pasta

gigi tanpa ekstrak kulit apel

h. Setelah kurang lebih 1 menit menyikat gigi, subyek diinstruksikan untuk

mengeluarkan dan berkumur. Tiga menit kemudian subyek diinstruksikan

untuk menampung saliva pada pot penampuang saliva.

i. Setelah itu dilakukan pengukuran pH saliva meggunakan pH meter digital

skala 0,0-14,0 pada saliva subyek yang telah dikumpulkan dalam pot

penampung saliva. Pengukuran pH saliva dilakukan di laboratorium.

j. Selanjutnya dilakukan sterilisasi peralatan yang digunakan saat pengujian

harus disterilkan terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya kontaminasi

oleh mikroorganisme. Peralatan yang terbuat dari kaca dan tahan terhadap
55

panas dibungkus di dalam plastik dan dimasukan kedalam keranjang besi.

Peralatan yang telah terbungkus dimasukan ke dalam autoklaf dengan

proses sterilisasi menggunakan suhu 1210C selama 20 menit.

k. Kemudian Pembuatan Media Media plate count agar (PCA) ditimbang

sebanyak 2,45 gram dicampurkan dengan aquadest steril dan dipanaskan

hingga larutan kuning jernih. Langkah selanjutnya adalah disterilkan

meggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C. Setiap cawan petri,

dituang sebanyak 15-20 ml media PCA yang dicairkan pada suhu 45˚±1˚C

l. Selanjutnya dilakukan pengukuran angka lempeng total (ALT). Media yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu media Nutriant Agar. Penentuan nilai

Angka Lempeng Total dibuat pengenceran 1 x 10-5 . Langkah pertama yaitu

mengambil 10 ml sampel pasta gigi ekstrak kulit apel di masukkan ke dalam

erlenmeyer yang telah terisi pepton 90 ml dan itu menjadi pengenceran 10 -


1
, selanjutnya dari pengenceran pertama diambil 1 ml sampel di masukkan

ke dalam tabung reaksi yang telah terisi 9 ml pepton dan itu menjadi

pengenceran 10-2, dari pengenceran kedua diambil diambil 1 ml sampel di

masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi 9 ml pepton dan itu

menjadi pengenceran 10-3, dari pengenceran ketiga diambil 1 ml sampel dari

pengenceran pertama dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi

9 ml pepton dan itu menjadi pengenceran 10-4, dari pengenceran ke empat

diambil 1 ml sampel dari pengenceran pertama dimasukkan ke dalam tabung

reaksi yang telah terisi 9 ml pepton dan itu menjadi pengenceran 10-5,

selanjutnya dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml dimasukkan ke


56

dalam cawan petri yang telah terisi media Nutriant Agar dan dikakukan

secara duplo. Setelah media padat selanjutya di inkubasi dengan suhu 35-

370C selama 24-48 jam . Kemudian dihitung koloni yang didapat. 64

H. Teknik pengolahan dan analisis data

1. Teknik pengolahan data

Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan sebagai berikut :

a. Editing

Setelah data terkumpul, Sebelum diolah data tersebut diedit terlebih dahulu

agar dapat menghindari kesalahan atau hal yang masih meragukan agar

mendapat data yang berkualitas.

b. Coding

Memberikan kode pada lembar questioner responden sehingga

mempermudah pengolahan dan analisis data. Data yang telah terkumpul

dalam penelitian ini diberikan kode dalam bentuk angka

c. Tabulating

Penyusunan data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini data akan dianggap

sudah selesai diproses sehingga harus segera disusun kedalam suatu format

yang telah dirancang. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam

membaca data yang telah terkumpul.


57

d. Cleaning

Tahap ini bertujuan untuk memberikan data dari kemungkinan data yang

tidak memenuhi syarat atau missing dengan bantuan perangkat lunak.

Mengecek data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.

2. Analisis Data

Analisis data dalam penilitian ini menggunakan analisis data univariat dan

bivariat. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda yang

sebelumnya dilakukan uji normalitas data shapiro wilk karena responden <50

dan dikatakan data berdistribusi normal jika P=<0,5 maka uji hipotesis yang

digunakan pada kelompok berpasangan pada data berdistribusi normal yaitu

paired t-test dan pada data yang berdistribusi tidak normal menggunakan uji

wilcoxon. Pada kelompok yang tidak berpasangan pada data berdistribusi normal

menggunakan uji independent t test dan pada data yang berdistribusi normal

mengggunakan uji Man Whitney.(75)

Data yang dikumpulkan dari pengujian fisik sediaan pasta gigi ekstrak kulit

apel (Malus sylveatris Mill), meliputi : uji organoleptik, uji Viscositas, uji

homogenitas, uji pH, dan uji tinggi busa menggunakan metode stabilitas sebelum

dan sesudah pengujian.

Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan pendekatan teoritis

dengan membandingkan antara hasil uji stabilitas fisik sediaan pasta gigi gel

ekstrak kulit apel (Malus sylveatris Mill) sebelum dan sesudah uji stabilitas
58

dipercepat dengan persyaratan yang telah ditetapkan selanjutnya ditarik suatu

kesimpulan.

Sedangkan data dari viskositas yang diperoleh, dianalisis terlebih dahulu

menggunakan uji Normalitas, dan uji paired t-test setelah kita dapatkan hasilnya

normal maka menggunakan uji Analisis Varian (ANAVA) satu arah dengan

membandingkan viskositas sediaan pasta gigi terhadap konsentrasi penggunaan

ekstrak kulit apel pada masing-masing formula. Dilanjutkan dengan uji kruskall

wallis untuk melihat perbedaan yang bermakna antara masing-masing formula


17
.

J. Etika Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan manusia dalam penelitian ini maka peneliti harus

memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Etika penelitian juga mencakup

perilaku peneliti atau pelakuan peneliti serhadap subjek penelitian serta sesuatu

yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat. Sebelum melakukan pengumpulan

data, peneliti terlebih dahulu mendapatkan surat izin penelitian dari ketua program

studi Magister Terapan Kesehatan Keperawatan. Penelitian ini telah mendapatkan

izin uji kelayakan (etical clereance) dari Komite Etik Universitas Islam Sultan

Agung. Adapun Prinsip etika penelitian yang harus dipenuhi oleh peneliti sebagai

berikut:

a. Lembar persetujuan (informed consent)

Informed consent merupakan pernyataan kesediaan dari subjek penelitian

untuk diambil datanya dan ikut serta dalam penelitian yang diberikan sebelum
59

penelitian dilakukan. Inform adalah penyampaian informasi mengenai

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti kepada calon responden. Peneliti

mengajukan lembar kesediaan untuk menjadi responden. Peneliti mengajukan

lembar kesediaan untuk menjadi responden (inform) dengan menjelaskan

tujuan, manfaat, Teknik penelitian, dan prosedur pelaksanaan penelitian.

Consent adalah pernyataan persetujuan untuk menjadi responden setelah di

berikan informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan. Responden yang

bersedia menjadi sampel penelitian menandatangani lembar persetujuan

(consent) yang telah diberikan. Apabila responden menolak maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati hak pasien.

b. Kerahasiaan (confidentialy)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Kerahasiaan dalam

penelitian ini yaitu dengan tidak memberikan identitas responden dan data hasil

penelitian kepada orang lain.

c. Tanpa nama (anonymity)

Subjek penelitian mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama . Anonimity pada

penelitian ini digunakan dengan menggunakan kode sebagai pengganti

identitas responden dalam lembar observasi.

d. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan

hati-hati. Prinsip keadilan menjamin bahwa semua subjek penelitian


60

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jenis

kelamin, agama, etis, dan sebagainya.

e. Asas kemanfaatan (Benefiency)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Oleh sebab

itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau mengurangi rasa tidak

nyaman , cidera ataupun stress. 65

K. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kampus Poltekkes Kemenkes Semarang,

Laboratorium Mikrobiologi Universitas Negeri Semarang dan Laboratorium

Mikrobiologi Universitas Diponegoro.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian Ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Diponegoro (UNDIP). Penelitian ini menggunakan desain True

eksperimental dengan rancangan post test only with control group design

dengan lima kelompok perlakuan dan terdapat 3 kali pengulangan

(replikasi) untuk menghindari terjadinya bias pada hasil pengukuran daya

hambat bakteri. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

kulit apel manalagi dengan konsentrasi 5% (F1), 10% (F2), 25% (F3), Pasta

gigi yang mengandung herbal (K+), Pasta gigi yang tidak mengandung

herbal (K-).

Ekstrak kulit apel manalagi dengan berbagai konsentrasi dilakukan

uji daya hambat dengan menginkubasi bakteri selama ± 24 jam dengan suhu

± 1210 C, kemudian didapatkan konsentrasi terbaik sebagai dosis optimal

dalam menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus mutans, setelah itu

dilakukan uji secara in vivo dengan sampel sejumlah 15 orang yang terbagi

pada masing-masing kelompok intervensi, kontrol positif dan kontrol

negatif sejumlah 5 orang. Formulasi pasta gigi dengan konsentrasi zona

hambat terbaik diberikan selama 3 hari kemudian dilakukan pengukuran

koloni bakteri dan pH pada masing-masing responden.

61
62

B. Hasil
1. Hasil Uji Mutu Fisik Sediaan Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit
Apel Manalagi (Organoleptis, Homogenitas, pH, Daya Sebar, Tinggi
Busa)
Tabel 4.1 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel
Manalagi
Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Formulasi Pasta Gigi
F1 (5%) F2 (10%) F3 (2%)
Setengah Setengah Setengah
Bentuk
Padat Padat Padat
Aroma Khas Apel Khas Apel Khas Apel
Cokelat Cokelat Cokelat
Warna
Organoleptik muda
Segar, Segar, sedikit Segar,
sedikit manis manis dan sedikit
Rasa
dan sepat sepat manis dan
sepat
Homogenitas Homogen Homogen Homogen
pH 7,3000 7,1000 7,0000
Diameter daya sebar 6,0000 6,0000 6,0000
6,7333 ± 6,0667± 6,0000
Tinggi Busa
03333 03333

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa ketiga

konsentrasi ekstrak kulit apel manalagi memiliki rasa segar sedikit manis

dan sepat, berbentuk setengah padat dengan aroma khas apel, berwarna

cokelat, tetapi pada konsentrasi (5%) pasta gigi berwarna cokelat muda,

bersifat homogen dengan pH ± 7, serta daya sebar dan tinggi busa ± 6

yang memenuhi syarat dan layak untuk dijadikan pasta gigi.


63

2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel


Manalagi terhadap Bakteri Streptococcus mutans secara In Vitro
a. Uji Daya Hambat Bakteri
Tabel 4.2 Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi terhadap
Bakteri Streptococcus Mutans

Mean ± SD
Konsentrasi Daya Hambat
R1 : 18 mm
25% R2 : 22 mm 22,33 ± 4,50
R3 : 27 mm
R1 : 11 mm
10% R2 : 13 mm 13,33 ± 2,51
R3 : 16 mm
R1 : 6 mm
5% R2 : 8 mm 7,33 ± 1,15
R3 : 8 mm
R1 : 13 mm
K+ R2 : 12 mm 13,33 ± 1,52
R3 : 15 mm
R1 : Tidak Menghambat
K- R2 : Tidak Menghambat 0
R3 : Tidak Menghambat

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, konsentrasi 25% menunjukkan

diameter zona hambat yang paling tinggi yaitu sebesar 27 mm

dengan rata-rata peningkatan yaitu 22,33 mm, dimana hasil ini

menunjukkan kategori zona hambat termasuk klasifikasi zona

hambat sangat kuat (> 21 mm), dan pada konsentrasi 5% pada

replikasi ketiga menunjukkan daya hambat terendah yaitu 6 mm,

dengan rata-rata 7,33 mm, dimana hasil ini menunjukkan kategori

zona hambat termasuk klasifikasi zona hambat sedang (6-10 mm),

kemudian pada kontrol negatif tidak menunjukkan terjadinya daya

hambat dari replikasi pertama hingga replikasi terakhir.


64

Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi


30 27

25 22

20 18
16
15
15 13 13
12
11
10 8 8

5
6
0
R1 R2 R3

P1(5%) P2 (10%) P3(25%) K+ K-

Grafik 4.1 Perbedaan Peningkatan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel


Manalagi terhadap Bakteri Streptococcus Mutans

b. Uji Normalitas Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi

Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Shapiro wilk

dikarenakan data yang digunakan kurang dari 50 sampel. Uji ini

bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data.

Hasil Uji normalitas Shapiro wilk ditujukan pada tabel 4.3 dibawah

ini :

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel
Manalagi
Kelompok Mean ± SD P
Konsentrasi 25% 22,33 ± 4.50 0,000
Konsentrasi 10% 13,33 ± 2.51 0,780
Konsentrasi 5% 7,33 ± 1.15 0,878
K+ 13,33 ± 1.52 0,673
*Shapiro-Wilk

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan hasil analisis uji normalitas,

mayoritas data berdistribusi normal (p=> 0,05), sehingga uji yang

digunakan adalah uji parametrik (One-Way Anova).


65

c. Uji Homogenitas Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel


Manalagi
Kelompok Dn Df P
P1 – P2
4 10 0,109
P1 – P3
*Levene Test

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, diketahui bahwa nilai probabilitas

pada uji homogenitas Levene Test sebesar 0,109. Hal ini menunjukkan

bahwa uji homogenitas Levene Test memiliki nilai (p = > 0,05). Hasil

dari uji homogenitas dapat disimpulkan bahwa data memiliki varians

yang sama (homogen), selanjutnya data dapat dilakukan uji One-Way

Anova untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan masing-masing daya

hambat antara ekstrak kulit apel manalagi serta pasta gigi herbal dan

non – herbal.

d. Uji Beda Konsentrasi Daya Hambat

a. Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi Antara

Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Tabel 4.5 Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi


antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Sum Of Square Mean Of Square P. Value
Between Groups 820,267 205,067
Within Groups 60,667 6,067 0,000
Total 880,933
*One – Way Anova

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, menunjukkan terdapat

perbedaan yang bermakna terhadap daya hambat pada masing-

masing konsentrasi yang diberikan, dimana nilai (p = 0,000 <

0,05).
66

b. Rerata Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi

Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Tabel 4.6 Rerata Perbedaan Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel


Manalagi antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol

Perlakuan Mean Difference P. Value


P2 9,00000* 0,008
P3 15,00000* 0,000
P1
K+ 9,00000* 0,008
K- 22.33333* 0,000
P1 -9,00000* 0,008
P3 6,00000 0,080
P2
K+ 0,00000 1,000
K- 13,33333* 0,000
P1 -15,00000* 0,000
P2 -6,00000 0,080
P3
K+ -6,00000 0,080
K- 7,33333* 0,029
P1 -9,00000* 0,008
P2 0,00000 1,000
K+
P3 6,00000 0,080
K- 13,33333* 0,000
P1 -22,33333* 0,000
P2 -13,33333* 0,000
K-
P3 -7,33333* 0,029
K+ -13,33333* 0,000
*Post Hoc Beferoni : Tukey HSD

Bedasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa rata-rata

hasil antara kelompok perlakuan memiliki nilai probabilitas (p <

0,05) yang berarti pada masing-masing kelompok memiliki

perbedaan hambatan pertumbuhan bakteri streptoccus mutan secara

in vitro bergantung pada konsentrasi yang diberikan, tetapi pada

perlakuan antara P2 (Konsentrasi 10%) dan K+ (Pasta Gigi Formula

Herbal) tidak menunjukkan hasil yang berbeda satu sama lain dalam

menghambat bakteri streptococcus mutans dengan nilai (p value =

1.000 > 0,05).


67

C. Hasil Uji Angka Lempeng Total (ALT) Koloni Bakteri

Streptococcus Mutans

Peneliti mengambil sampel dari mahasiswa pascasarjana yang

berjumlah 30 orang, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan

kriteria inklusi dan eksklusi pada populasi, berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi dari populasi tersebut didapatkan sampel berjumlah 15

orang dengan rentang umur 22 tahun – 25 tahun, Debris plak dari

tingkatan sedang (0.7 – 1.8) – Berat (1.9 – 3.0), pH Saliva (4.5 – 5.5),

susunan gigi lengkap dan teratur sampai berjejal ringan. Penelitian ini

dilaksanakan selama 3 hari, dimana pada hari pertama dilakukan

pengukuran (pretest) dengan mengambil sampel saliva pada responden

sebelum menyikat gigi pada pagi hari, dan pada hari ketiga (posttest)

dilakukan pengukuran kembali dengan mengambil saliva responden

untuk menguji koloni bakteri yang terkandung di dalamnya. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas menyikat gigi dengan

ekstrak kulit apel manalagi terhadap jumlah bakteri streptococcus

mutans dalam saliva, dalam menghitung jumlah streptococcus mutans

maka dalam cawan petri satu titik bulat dan bening merupakan 1 koloni

streptococcus mutans (Gambar 4.1), Kemudian pH saliva responden

juga diukur untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap jumlah

bakteri streptococcus mutans.


68

Gambar 4.1
Koloni Bakteri Streptococcus Mutans pada Cawan Petri

a. Hasil Analisa Univariat

1. Uji Homogenitas Koloni Bakteri Streptococcus Mutans dan pH


Saliva Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah

pada kelompok Intervensi (Formulasi pasta gigi dengan

konsentrasi 25%) dan kelompok kontrol positif serta kontrol

negatif sebelum perlakuan sama atau homogen ( p = > 0,05)

dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini :

Tabel 4.7 Uji Homogenitas Koloni Bakteri Streptococcus


Mutans Dan pH Saliva Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol Sebelum Perlakuan

Variabel Kelompok (Mean±SD) P


Koloni Bakteri S. Intervensi 5,40±1,579
Mutans (106 0,923
CFU/ml) Kontrol + 4,74±1,299
Kontrol - 5,14±1,415
Intervensi 5,04±0,251 0,440
pH Saliva
Kontrol + 5,06±0,207
Kontrol - 5,24±0,270
*Levene-test

Tabel 4.7 menunjukan bahwa rerata jumlah koloni bakteri

dan pH saliva pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol sebelum perlakuan secara statistik adalah sama atau

homogen.
69

2. Uji Normalitas Koloni Bakteri Streptococcus Mutans Dan pH


Saliva Sebelum Dan Sesudah Perlakuan Pada Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Sebelum dilakukan analisis bivariat maka harus

dilakukan uji normalitas data pada kelompok Intervensi dan

kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan.

Uji normalitas data dilakukan untuk menentukan uji apa

yang akan digunakan. Hasil uji normalitas data dengan

Shapiro Wilk (n<50) sebagai berikut:

Tabel 4.8 Uji Normalitas Koloni Bakteri Streptococcus Mutans


dan pH Saliva Sebelum Dan Sesudah Perlakuan
pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Variabel Pre/Post Kelompok


Intervensi Kontrol+ Kontrol-
Koloni Bakteri S. Pre 0,301 0,319 0,377
Mutans (106 Post 0,335 0,200 0,794
CFU/ml)
Pre 0,314 0,171 0,166
pH Saliva
Post 0,319 0,482 0,563
*Shapiro-wilk
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, pada hasil uji

normalitas dengan Shapiro-wilk dapat dilihat bahwa pada

variable koloni bakteri Streptoccus mutans dan pH Saliva

terdistribusi secara normal dikarenakan nilai p-value (> 0,05),

maka selanjutnya uji analisis statistik yang digunakan Ketika

data memenuhi asumsi homogen dan nomal adalah uji

parametrik yaitu uji paired t-test (kelompok data berpasangan)

one-way anova untuk menganalisis perbedaan rerata lebih dari


70

dua kelompok data tidak berpasangan dengan cara

membandingkan variansinya.

b. Hasil Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah

Intervensi pemberian formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel

manalagi dengan konsentrasi daya hambat terbaik efektif terhadap

penurunan jumlah koloni bakteri streptococcus mutans dan

perbaikan nilai pH saliva. Analisis bivariat digunakan untuk

mengetahui kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat

dengan dilakukannya uji statistik parametrik (uji paired t-test)

antar kelompok data berpasangan dan dilanjutkan dengan uji one

way anova) kelompok data tidak berpasangan dan ketika data

menunjukkan hasil yang signifikan dilanjutkan dengan

menggunakan uji post hoc beferoni (tukey) untuk untuk melihat

keefektifan terhadap variabel yang diukur terhadap masing-masing

perlakuan.

1. Uji Beda Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (Pre-test dan Post-

test) pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah

ada perbedaan rerata dan selisih koloni bakteri Streptococcus

Mutans pada Pretest dan Posttest pada kelompok Intervensi dan


71

kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 4.9, 4.10, 4,11 dan

grafik 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.9 Uji Beda Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (106


cfu/ml) Pretest dan Posttest pada Kelompok Intervensi
Dan Kelompok Kontrol

Pretest Posttest Δ
Kelompok P
Mean±SD Mean±SD Mean±SD
Intervensi 5,40±1,579 2,10±1,027 -3,30±1,301 0,005
Kontrol + 4,74±1,299 4,36±0,572 -0,38±1,314 0,553
Kontrol - 5,14±1,415 4,46±0,320 -0,68±1,626 0,403
*Paired t-test

Tabel 4.9 menunjukan bahwa rerata Koloni Bakteri

Streptococcus Mutans pada kelompok sebelum dan sesudah

perlakuan mengalami perubahan, dimana rerata penurunan

jumlah Koloni Bakteri Streptococcus Mutans setelah diberikan

formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi dengan konsentrasi

25% adalah -3.30 x 106 CFU/ml, dengan nilai p value (0.005 <

0.05), yang menunjukkan terdapat perbedaan rerata sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan pada kelompok intervensi. Sedangkan

rerata penurunan jumlah Koloni Bakteri Streptococcus Mutans

setelah diberikan intervensi formula pasta gigi herbal pada

kelompok kontrol + adalah -0.38 x 106 CFU/ml, dan pasta gigi non

herbal pada kelompok kontrol - adalah -0.68 x 106 CFU/ml, tetapi

hasil Analisa statistic tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan

terhadap hasil sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok


72

kontrol + (p value = 0.553 > 0.05) dan kontrol – (p value = 0.403 >

0.05).

Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (106 cfu/ml)


6 5,4

5 5,14
4,46
4 4,74
4,36
3
2,1
2

0
Pre Post

Intervensi Kontrol+ Kontrol-

Grafik 4.1 Rerata Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (106


cfu/ml) (Pre Test) Dan Sesudah (Post Test) Perlakuan Pada
Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Tabel 4.10 Analisis Koloni Bakteri Streptococcus Mutans Antar


Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Sum Of
Variabel Mean Of Square P. Value
Square
Koloni Bakteri Between
17,812 8,906
Streptococcus Groups
Mutans Within 0,000
5,944 0,495
Groups
Total 23,756
Between
25,801 1,.901 0,013
Delta (Δ) Groups
Koloni Bakteri Within
24,276 2,023
Streptococcus Groups
Mutans Total 50,077

*One-Way Anova

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan pada jumlah Koloni Bakteri masing-

masing kelompok yaitu pada kelompok intervensi dan kelompok


73

kontrol (p = 0,000) dan Delta (Δ) Koloni Bakteri Streptococcus

Mutans (p = 0,013) dimana p-value (< 0,05). Namun, hasil dari

anova tersebut bersifat menyeluruh yaitu secara bersama-sama

memiliki perbedaan yang signifikan. Untuk mengetahui perbedann

yang signifikan atau tidak antar kelompok dilakukan dengn uji post

hoc.

Tabel 4.11 Analisis Multikomparasi Koloni Bakteri Streptococcus


Mutans Antar Kelompok Intervensi Dan Kelompok
Kontrol
Mean
Variabel Kelompok Kelompok P. Value
Difference
Kontrol + -2,2600* 0,001
Intervensi
Kontrol - -2,3600* 0,001
Koloni Bakteri
Intervensi 2,2600* 0,001
Streptococcus Kontrol +
Kontrol - -0,1000 0,973
Mutans
Intervensi 2,3600* 0,001
Kontrol -
Kontrol + 0,1000 0,973
Kontrol + -2,92000* 0,018
Intervensi
Delta (Δ) Kontrol - -2,62000* 0,032
Koloni Bakteri Intervensi 2,92000* 0,018
Kontrol +
Streptococcus Kontrol - 0,30000 0,941
Mutans Intervensi 2,62000* 0,032
Kontrol -
Kontrol + -0,30000 0,941
*Post hoc test : Tukey HSD

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antar kelompok intervensi dan

kelompok kontrol positif maupun kelompok kontrol negatif (p =

0,001 < 0,05) dengan mean difference (-2,2600*) , sedangkan antar

kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif tidak

menunjukkan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p =

0,973 > 0,05) dengan mean difference (-0,1000). Pada selisih

koloni streptococcus mutans terdapat perbedaan yang signifikan


74

antar kelompok intervensi dan kelompok kontrol positif maupun

kelompok kontrol negatif (p = 0,018 < 0,05) dengan mean

difference (2,92000*) , sedangkan antar kelompok kontrol positif

dan kelompok kontrol negatif (p = 0,941 > 0,05) dengan mean

difference (0,30000), dimana hasil ini menunjukkan tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antar kelompok kontrol positif dan

negatif.

2. Uji Beda pH Saliva (Pre-test dan Post-test) pada Kelompok

Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil analisis bivariat digunakan untuk mengetahui

apakah ada perbedaan rerata dan selisih pH Saliva pada Pretest

dan Posttest pada kelompok Intervensi dan kelompok kontrol

dapat dilihat pada tabel 4.12, 4.13, 4,14 dan grafik 4.2 di bawah

ini:

Tabel 4.12 Uji Beda pH Saliva Pretest dan Posttest pada


Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Pretest Posttest Δ
Kelompok P
Mean±SD Mean±SD Mean±SD
Intervensi 5,04±0,251 6,56±0,378 1,52±0,414 0,001
Kontrol + 5,06±0,207 5,70±0,316 0,64±0,364 0,017
Kontrol - 5,24±0,270 5,78±0,432 0,54±0,698 0,159
*Paired t-test

Tabel 4.12 menunjukan bahwa rerata pH Saliva pada

kelompok sebelum dan sesudah perlakuan mengalami

perubahan, dimana rerata peningkatan jumlah pH saliva setelah

diberikan formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi dengan


75

konsentrasi 25% adalah 1.52, dengan nilai p value (0,001 < 0,05),

yang menunjukkan terdapat perbedaan rerata sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan pada kelompok intervensi, dan rerata

peningkatan pH saliva setelah diberikan intervensi formula pasta

gigi herbal pada kelompok kontrol (+) adalah 0.64, dengan p value

(0,017 < 0,05), sedangkan pada kelompok kontrol (-) adalah 0,54

dengan nilai p value (0,159 > 0,05), sehingga menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil sebelum dan

sesudah perlakuan pada kelompok kontrol (-).

pH Saliva
7 6,56

6 5,78
5,04
5 5,24 5,7
4 5,06

3
2
1
0
Pre Post

Intervensi Kontrol+ Kontrol-

Grafik 4.2 Rerata pH Saliva (Pre Test) Dan Sesudah (Post Test)
Perlakuan Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok
Kontrol
76

Tabel 4.13 Analisis pH saliva Antar Kelompok Intervensi dan


Kelompok Kontrol

Sum Of Mean Of Square


Variabel P. Value
Square
pH saliva Between
2,257 1,129
Groups
Within 0,007
1,720 0,143
Groups
Total 3,977
Between
2,908 1,454 0,020
Groups
Delta (Δ) pH Within
3,172 0,264
Saliva Groups
Total 6,080

*One-Way Anova

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan pada nilai pH saliva masing-masing

kelompok yaitu pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p

= 0,007) serta delta (Δ) pH saliva (p = 0,020) dimana p-value (<

0,05). Namun, hasil dari anova tersebut besifat menyeluruh yaitu

secara bersama-sama memiliki perbedaan yang signifikan. Untuk

mengetahui perbedann yang signifikan atau tidak antar kelompok

dilakukan dengn uji post hoc.


77

Tabel 4.14 Analisis Multikomparasi pH Saliva Antar Kelompok


Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Mean
Variabel Kelompok Kelompok P. Value
Difference
Kontrol + 0,8600* 0,010
Intervensi
Kontrol - 0,7800* 0,017
Intervensi -0,8600* 0,010
pH Saliva Kontrol +
Kontrol - -0,0800 0,941
Intervensi -0,7800* 0,017
Kontrol -
Kontrol + 0,0800 0,941
Kontrol + 0,8000* 0,047
Intervensi
Kontrol - 0,98000* 0,027
Delta (Δ) pH Intervensi -0,88000* 0,047
Kontrol +
Saliva Kontrol - 0,10000 0,949
Intervensi -0,98000* 0,027
Kontrol -
Kontrol + -0,10000 0,949
*Post hoc test : Tukey HSD

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antar kelompok intervensi dan

kelompok kontrol positif (p = 0,010 < 0,05) maupun kelompok

kontrol negatif (p = 0,017 < 0,05) dengan mean difference

(0,8600* dan 0,7800*) , sedangkan antar kelompok kontrol positif

dan kelompok kontrol negatif tidak menunjukkan menunjukkan

perbedaan yang signifikan (p = 0,941 > 0,05) dengan mean

difference (-0,0800). Pada selisih pH Saliva terdapat perbedaan

yang signifikan antar kelompok intervensi dan kelompok kontrol

positif (p = 0,047 < 0,05) maupun kelompok kontrol negatif (p =

0,027 < 0,05) dengan mean difference (0,08000* dan 0,98000*) ,

sedangkan antar kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol

negative (p = 0,949 > 0,05) dengan mean difference (0,10000),


78

dimana hasil ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antar kelompok kontrol positif dan negatif.

D. Uji Variabel Confounding

Tabel 4.15 Variabel Confounding (Debris Plak) terhadap


Variabel Koloni bakteri Streptococcus mutans dan
pH Saliva

Variabel Koloni Bakteri S.Mutans pH Saliva


Confounding R R.Square P R R.Square P

Debris Plak 0,693 0,480 0,004 0,408 0,166 0,131


*Regresi Linear Sederhana

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pada variabel

confounding dan variabel dependen, peneliti melakukan analisis

menggunakan uji regresi linear sederhana. Debris plak (p=0.004 <

0.05) memiliki hubungan erat dengan penurunan koloni bakteri

streptococcus Mutans pada pengukuran post test, dimana kekuatan

hubungan koefisien (korelasi) adalah 0,693 dimana hubungan

kedua variabel pada dua penelitian ini berada pada kategori kuat,

serta nilai R.Square atau Koefisien Determinasi (KD) yang

diperoleh adalah 48%, sehingga dapat di tafsirkan bahwa variabel

debris plak memiliki pengaruh kontribusi sebesar 48% terhadap

penurunan jumlah koloni bakteri streptococcus mutans. Sedangkan

pada pH Saliva didapatkan nilai (p value = 0,131 > 0,05), sehingga

debris plak tidak memiliki hubungan maupun berkontribusi dalam

perbaikan nilai pH Saliva, tetapi nilai R.Square atau Koefisien

Determinasi (KD) yang diperoleh adalah 16.6%, sehingga dapat di


79

tafsirkan bahwa variabel debris plak memiliki pengaruh kontribusi

kecil sebesar 16.6% terhadap nilai pH Saliva.


BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil penelitian yang telah dilakukan dengan

membandingkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam bab IV

dengan teori dan penelitian yang lain yang telah dilakukan sebelumnya

A. Mutu Fisik Sediaan Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi
(Organoleptis, Homogenitas, pH, Daya Sebar, Tinggi Busa)
1. Uji Organoleptis

Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan pasta gigi ekstrak kulit apel

manalagi dilakukakn tehadap tiga formula dengan melihat bentuk, warna,

aroma, dan rasa pada setiap sediaan. Pengujian fisik terhadap pasta gigi ini

dilakukan agar diketahui kestabilan dan kelayakan pasta gigi. Dari hasil

pengujian fisik esktrak kulit apel manalagi yang di formasikan dalam

bentuk sedian pasta gigi memenuhi parameter uji kualitas pasta gigi

dimana dari uji organoleptis dimana bentuknya setengah padat, warna,

aroma, dan rasa sesuai dengan konsentrasi ekstrak yang dikandungnya.

Pengujian organoleptik bertujuan untuk melihat tampilan sediaan

farmasi secara fisik meliputi warna, tekstur atau bentuk, rasa dan

aromanya, tujuan dari pengujian organoleptik adalah untuk mengetahui

tingkat kesukaan konsumen pada suatu produk yang dihasilkan. 66

80
81

2. Uji Homogenitas

Hasil pengujian ektrak kulit apel manalgi (Malus Sylvetris) pada

ketiga formula mengsailkan hasil yang homogen. Pengujian homogenitas

dilakukan untuk dilakukan untuk mengetahui pada saat proses pembuatan

pata gigi, bahan akif dengan bahan tambahan lainnya bercampur dengan

homogen. Persyaratan homogen pasta gigi harus dipenuhi agar pasta gigi

mudah di gunakan dan terdistribusi secara merata pada permukaan gigi. 67

Pengujian homogenitas bertujuan untuk menganalisa tingkat atau

perubahan homogenitas pada sediaan pasta gigi yang mungkin terjadi

karena beberapa faktor. Misalnya faktor penyimpanan selama berminggu-

minggu dan human error, misalnya kurang halus dalam mengayak butiran

dan kurangnya pengadukan. Indikator pasta gigi yang homogen apabila

tidak terdapat butiran kasar diatas gelas obyek 68.

3. Uji pH

Hasil pengukuran pH dari masing-masing formula menunjukkan

nilai pH yang didapat dari msing-maing pasta gigi seusuai dengan mukosa

mulut sehingga aman untuk pemakaian. Pengukuran pH dibertujuan untuk

melihat keamanan sediaan agar tidak mengiritasi mukosa mulut ketika

diaplikasikan dalam sediaan topikal. pH adalah pengukuran derajat

keasaman suatu sediaan. Pengukuran pH juga dimaksudkan untuk

mengetahui apakah derajat keasaman dari pasta gigi telah sesuai dengan

pH standar. Mulut dalam keadaan asam menyebabkan bakteri mudah


82

bersarang, sehingga pH pasta gigi menentukan fungsi pasta gigi sebagai

daya anti bakteri.

Pengukuran pH merupakan parameter fisikokimia yang penting

pada sediaan topikal karena pH berkaitan dengan efektivitas zat aktif,

stabilitas zat aktif dan sediaan, serta kenyamanan di kulit sewaktu

digunakan. Nilai pH yang terlalu asam dapat mengakibatkan iritasi

sedangkan pH yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik. Dari

hasil pengukuran pH sediaan ekstrak kulit apel manalagi didapatkan rata-

rata pH pada ketiga formulasi rata-rata adalah 7, nilai pH ini sesuai dengan

persyaratan mutu pasta gigi gel pada SNI 12-3524-1995 yaitu 4,5 - 10,5.
66
.

4. Uji Daya Sebar

Hasil pengukuran diameter daya sebar pasta gigi ekstrak kulit apel

manalagi (Malus Sylvetris) memenuhi persyaratan daya sebar yaitu 5 – 7

cm. uji daya sebar pasta gigi dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan

menyebar pasta gigi pada saat dioleskan pada pasta gigi. Kemampuan

menyebar adalah karakteristik penting dalam formulasi karna

mempengaruhi transfer bahan aktif pada daerah target pada dosis yang

tepat, kemudahan penggunaan, tekanan yang diperluakn agar dapat keluar

dari kemasan dan penerimaan oleh responden. 69


83

5. Uji Tinggi Busa

Hasil pengamatan pada basis pasta gigi didapatkan pada semua

formula memenuhi syarat tinggi busa maksimal sedian pasta gigi yaitu

maksimal 15mm (sediaan dipasaran).

Uji pembentukan busa bertujuan untuk melihat banyaknya busa

yang dihasilkan oleh pasta gigi untuk mengangkat kotoran yang

membersikan mulut saat menyikat gigi. Busa yang dihasilkan pada sediaan

pada umumnya dipengaruhi oleh konsentrasi oleh detergen yang

digunakan. Pada basis pasta gigi ini digunakan SLS (Sodium Laury Sulfat)

sabagai detergen. SLS merupakan sulfaktan anionik yang memiliki daya

pemberi yang tinggi. Berdasarkan hasil evaluasi pembentukan busa, ketiga

basis pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi (Malus Sylvetris) dapat

membentuk busa dengan baik. 70

B. Aktivitas Antibakteri Daya Hambat Ekstrak Kulit Apel Manalagi

terhadap Bakteri Streptococcus mutans secara in vitro

Pengujian antibakteri pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi dilakukan

untuk mengetahui daya hambat ekstrak ekstrak kulit apel manalagi yang

diformulasikan dalam sediaan pasta gigi. Bakteri yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Streptococcus mutans. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan metode difusi agar dengan cara sumuran. Metode sumuran

yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri.

Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat suatu

lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Setelah diinkubasi
84

pada suhu dan waktu (± 24 jam) yang sesuai dengan mikroba uji, dilakukan

pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat di sekeliling

lubang. Metode ini menjadi metode yang dipilih dalam uji aktivitas karena

memiliki keuntungan yaitu prosedurnya yang sederhana, mudah dan praktis

untuk dilakukan dan dapat digunakan untuk melihat sensitivitas berbagai

jenis mikroba terhadap antimikroba pada konsentrasi tertentu (23).

Dalam pengujian ini digunakan kontrol positif dan negatif. Kontrol

positif yang digunakan yaitu pasta gigi Pepsodent herbal dari PT. Unilever

yang beredar dipasaran. dan kontrol negatif yang digunakan pada penelitian

ini adalah formula tanpa ekstrak.

Berdasarkan hasil yang didapatkan konsentrasi 25% menunjukkan

diameter zona hambat yang paling tinggi yaitu sebesar 27 mm dengan rata-

rata peningkatan yaitu 22.33 mm, dimana hasil ini menunjukkan kategori

zona hambat termasuk klasifikasi zona hambat sangat kuat (> 21 mm), dan

pada konsentrasi 5% pada replikasi ketiga menunjukkan daya hambat

terendah yaitu 6 mm, dengan rata-rata 7.33 mm, dimana hasil ini

menunjukkan kategori zona hambat termasuk klasifikasi zona hambat sedang

(6-10 mm), kemudian pada kontrol negatif tidak menunjukkan terjadinya

daya hambat dari replikasi pertama hingga replikasi terakhir. Menurut

klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri (Greenwood) menyatakan

bahwa aktivitas antibakteri dengan zona hambat <5 mm bersifat lemah, zona

hambat 5-10 mm bersifat sedang, zona hambat 11-20 mm bersifat kuat dan

zona hambat >20 mm bersifat sangat kuat. 71


85

Pada uji beda post-test menunjukkan terdapat perbedaan yang

bermakna terhadap daya hambat pada masing-masing konsentrasi yang

diberikan, dimana nilai (p = 0.000 < 0.05). Adapun rata-rata hasil antara

kelompok perlakuan memiliki nilai probabilitas (p < 0.05) yang berarti pada

masing-masing kelompok memiliki perbedaan hambatan pertumbuhan

bakteri streptococcus mutan secara in vitro bergantung pada konsentrasi yang

diberikan, tetapi pada perlakuan antara P2 (Konsentrasi 10%) dan K+ (Pasta

Gigi Formula Herbal) tidak menunjukkan hasil yang berbeda satu sama lain

dalam menghambat bakteri streptococcus mutans dengan nilai (p value =

1.000 > 0,05).

Aktivitas antibakteri yang dimiliki oleh kulit apel mengandung

beberapa fitokimia turunan polifenol antara lain katekin, kuersetin, phloridsin

dan asam klorogenik. Katekin adalah golongan metabolit sekunder yang

dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk golongan flavonoid. Kulit apel

mengandung tanin sebesar 42.46 μg/ml dalam 1 gram kulit apel yang

diekstrak menggunakan pelarut metanol. 72

Kulit buah apel manalagi mengandung senyawa polifenol lebih banyak

daripada daging buahnya. Senyawa lain yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri pada kulit apel yaitu flavonoid dan tanin. Flavonoid

dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi

dari mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Kulit apel banyak

mengandung senyawa flavonoid yang bersifat polar, sehingga lebih mudah

menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar pada dinding sel bakteri.
86

flavonoid akan menghambat metabolisme energi pada bakteri, sehingga dapat

menghambat respirasi oksigen yang kemudian bakteri tersebut akan

kehilangan permeabilitas dinding sel, mikrosom dan lisosom sebagai

interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Mekanisme penghambatan

tanin yaitu dengan cara dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa

flavonoid sehingga menyebabkan senyawa tanin dapat dengan mudah masuk

kedalam sel bakteri dan mengkoagulase protoplasma sel bakteri

Streptococcus mutans sehingga semakin besar suatu konsentrasi maka

semakin besar pula komponen zat aktif yang terkandung didalamnya

sehingga zona hambat yang terbentuk juga akan berbeda tiap konsentrasi. 73

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

ekstrak kulit apel manalagi dalam sediaan pasta gigi maka akan menghasilkan

diameter zona hambat yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena

semakin tinggi konsentrasi bahan uji, yang berarti semakin besar jumlah zat

aktif yang terkandung dalam ekstrak, maka semakin besar pula kemampuan

menghambat pertumbuhan suatu bakteri.

C. Pengaruh Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi dengan

Dosis Optimal terhadap Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) dalam

mengukur Koloni Bakteri Streptococcus mutans secara in vivo

Angka Lempeng Total (ALT) merupakan salah satu cara untuk

mempermudah dalam pengujian mikroorganisme dari suatu produk, dan

angka ALT menunjukkan adanya mikroorganisme patogen atau non

patogen yang dilakukan pengamatan secara visual atau dengan kaca


87

pembesar pada media penanaman yang diteliti, kemudian dihitung

berdasarkan lempeng dasar untuk standart test terhadap bakteri. Media yang

digunakan adalah media PCA karena mengandung nutrisi yang cukup untuk

pertumbuhan mikroorganisme. 74

Pada pengujian Angka lempeng total (ALT) Rerata Koloni Bakteri

Streptococcus Mutans pada kelompok sebelum dan sesudah perlakuan

mengalami perubahan, dimana rerata penurunan jumlah Koloni Bakteri

Streptococcus Mutans setelah diberikan formulasi pasta gigi ekstrak kulit

apel manalagi dengan konsentrasi 25% adalah -3.30 x 106 CFU/ml, dengan

nilai p value (0.005 < 0.05), yang menunjukkan terdapat perbedaan rerata

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok intervensi.

Sedangkan rerata penurunan jumlah Koloni Bakteri Streptococcus Mutans

setelah diberikan intervensi formula pasta gigi herbal pada kelompok

kontrol + adalah -0.38 x 106 CFU/ml, dan pasta gigi non herbal pada

kelompok kontrol - adalah -0.68 x 106 CFU/ml, tetapi hasil Analisa statistik

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap hasil sebelum dan

sesudah perlakuan pada kelompok kontrol + (p value = 0.553 > 0.05) dan

kontrol – (p value = 0.403 > 0.05).

Pada jumlah Koloni Bakteri masing-masing kelompok yaitu pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p = 0.000) dan Delta (Δ)

Koloni Bakteri Streptococcus Mutans (p = 0.013) dimana p-value (< 0,05).

Namun, hasil dari anova tersebut besifat menyeluruh yaitu secara bersama-
88

sama memiliki perbedaan yang signifikan. Untuk mengetahui perbedann

yang signifikan atau tidak antar kelompok dilakukan dengn uji post hoc.

Pada uji post hoc menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

antar kelompok intervensi dan kelompok kontrol positif maupun kelompok

kontrol negatif (p = 0.001 < 0.05) dengan mean difference (-2.2600*) ,

sedangkan antar kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif

tidak menunjukkan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p =

0.973 > 0.05) dengan mean difference (-0.1000). Pada selisih koloni

streptococcus mutans terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok

intervensi dan kelompok kontrol positif maupun kelompok kontrol negatif

(p = 0.018 < 0.05) dengan mean difference (2.92000*).

Kandungan kimia dalam kulit apel manalagi menjadi zat anti bakteri

adalah polifenol antara lain katekin. Katekin memiliki sifat antibakteri

disebabkan oleh adanya gugus pyrigallol dan gugus galliol. Quersetin juga

memiliki zat aktif antibakteri dengan mengikat sub unit GyrB DNA gyrase

dan menghambat aktivitas ATPase. Flavonoid dapat merusak dinding sel

bakteri melalui perbedaan kepolaran antara lipid penyusunan DNA bakteri

dengan gugus alkohol senyawa flavonoid. Sedangkan kandungan xylitol

yang menjadi zat anti bakteri adalah xylitol, mekanisme kerjanya xylitol

adalah dapat masuk ke dalam inti sel dan merusak inti sel tersebut dan dapat

mensintesis protein bakteri sehingga bakteri streptococcus mutan terganggu

pertumbuhan koloninya di dalam rongga mulut. 75


89

D. Pengaruh Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi terhadap

pH Saliva

pH saliva merupakan derajat keasaman yang terdapat di saliva. Pada

kondisi normal pH saliva berkisar dari 5,6 – 7,0 dengan rata-rata pH 6,7.

Semakin rendah pH saliva artinya semakin asam kandungan di dalam saliva,

sebaliknya apabila semakin tinggi nilai pH maka semakin basa kandungan di

dalam saliva. 76

Rerata pH Saliva pada kelompok sebelum dan sesudah perlakuan

mengalami perubahan, dimana rerata peningkatan jumlah pH saliva setelah

diberikan formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi dengan konsentrasi

25% adalah 1.52, dengan nilai p value (0.001 < 0.05), yang menunjukkan

terdapat perbedaan rerata sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada

kelompok intervensi, dan rerata peningkatan pH saliva setelah diberikan

intervensi formula pasta gigi herbal pada kelompok kontrol (+) adalah 0.64,

dengan p value (0.017 < 0.05), sedangkan pada kelompok kontrol (-) adalah

0.54 dengan nilai p value (0.159 > 0.05), sehingga menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil sebelum dan sesudah

perlakuan pada kelompok kontrol (-).

Perbedaan yang signifikan antar kelompok intervensi dan kelompok

kontrol positif (p = 0.010 < 0.05) maupun kelompok kontrol negatif (p =

0.017 < 0.05) dengan mean difference (0.8600* dan 0.7800*) , sedangkan

antar kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif tidak


90

menunjukkan menunjukkan perbedaan yang signifikan (p = 0.941 > 0.05)

dengan mean difference (-0.0800). Pada selisih pH Saliva terdapat perbedaan

yang signifikan antar kelompok intervensi dan kelompok kontrol positif (p =

0.047 < 0.05) maupun kelompok kontrol negatif (p = 0.027 < 0.05) dengan

mean difference (0.08000* dan 0.98000*).

pH saliva yang diukur segera setelah pemakaian pasta gigi SLS > 5%

lebih tinggi di bandingkan pasta gigi non SLS dikarenakan sifat detergen yang

digunakan pada pasta gigi SLS > 5% bersifat basa sehingga menyebabkan

kenaikan pH saliva yang bermakna dibandingkan pasta gigi non SLS yang

bersifat netral. Namun pada pemakaian jangka panjang penggunaan pasta gigi

non SLS lebih efektif dalam meningkatkan pH saliva yang dalam setiap

pengukuran pH saliva menunjukkan angka yang lebih stabil dengan rata-rata

pH saliva 7,1. Berbeda halnya dengan pH saliva pada pasta gigi SLS

menunjukkan hasil yang cenderung menurun dalam setiap 10 menit

pengukuran pH dengan rata-rata pH saliva 6,9.

Umumnya peningkatan pH saliva ini disebabkan oleh kandungan

pasta gigi yang bersifat basa, nilai kenaikan pH saliva penggunaan pasta gigi

non SLS (herbal) lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pasta gigi

SLS. Penggunaan sodium lauryl sulfate yang berlebih dalam jangka waktu

yang lama dapat mengakibatkan iritasi pada rongga mulut, sedangkan dalam

jangka pendek mengakibatkan alergi berupa kemerahan. Efek samping ini

dapat terlihat jika seseorang memiliki mukosa sensitive. Pasta gigi herbal

ternyata memiliki pengaruh terhadap tingkat pertumbuhan plak yaitu pasta


91

gigi tanpa kandungan sodium lauryl sulfate lebih efektif dalam menghambat

plak pada rongga mulut. Interaksi dari enzim glikolitik pada pasta gigi non

SLS berfungsi sebagai antibakteri yang mampu membunuh bakteri

Streptococcus mutans yang menyebabkan karies gigi. 77

E. Pengaruh Debris Plak terhadap Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus

mutans dan pH Saliva

Debris Plak merupakan faktor penyebab utama terjadinya karies

penyakit periodontal. Plak adalah sekumpulan bakteri yang terikat dalam

suatu matriks organik dan melekat dengan erat pada permukaan gigi. Plak

terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

interseluler, berupa lengketan bakteri beserta produk-produk bakteri. Plak

gigi terbentuk dari deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm yang terdiri

dari berbagai spesies bakteri berupa deposit tak berbentuk, yang melekat kuat

pada permukaan gigi dan merupakan suatu sekumpulan sejumlah bakteri

yang melekat atau tertanam dalam matriks polimer ekstraseluler. 78

Debris plak (p=0.004 < 0.05) memiliki hubungan erat dengan

penurunan koloni bakteri streptococcus Mutans pada pengukuran post test,

dimana kekuatan hubungan koefisien (korelasi) adalah 0.693 dimana

hubungan kedua variabel pada dua penelitian ini berada pada kategori kuat,

serta nilai R.Square atau Koefisien Determinasi (KD) yang diperoleh adalah

48%, sehingga dapat di tafsirkan bahwa variabel debris plak memiliki

pengaruh kontribusi sebesar 48% terhadap penurunan jumlah koloni bakteri

streptococcus mutans.
92

Streptococcus Mutans merupakan bakteri kariogenik yang mampu

memetabolisme karbohidrat dan mampu membuat suasana asam dalam mulut

yang menjadi penyebab utama karies dikarenakan habitatnya melekat pada

mahkota gigi bersama plak. Bakteri ini memiliki sejumlah faktor virulensi

seperti adhesi, kolonisasi, serta membentuk biofilm pada permukaan gigi.18

Streptococcus sp memiliki enzim glukosiltransferase dan fruktosiltransferase

yang mengubah sukrosa makanan menjadi glukan dan fruktan membantu


6
perlekatan bakteri lain dengan gigi. Akumulasi bakteri penyebab karies

menyebabkan produksi asam meningkat sehingga pH plak turun dan terjadi

karies. Streptococcus sp yang terakumulasi dalam plak juga dapat menjadi

salah satu faktor risiko etiologi karies yang dapat dilihat berdasarkan skor

Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S). Semakin rendah skor OHI-S, maka

semakin tinggi risiko karies karena koloni bakteri Streptococcus sp akan

semakin meningkat. Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam

menyebabkan terjadinya karies dengan mempengaruhi pertumbuhan koloni

bakteri streptococcus mutans. 79

Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks terdiri atas campuran

sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.

Potential of hydrogen (pH) adalah suatu ukuran yang menguraikan derajat

tingkat kadar keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan, pH diukur pada

skala 0- 14. Derajat keasaman atau biasa disebut pH saliva dalam keadaan

normal berkisar antara 6,8 - 7,2, sedangkan derajat keasaman saliva dikatakan

rendah apabila berkisar antara 5,2 - 5,5 kondisi pH saliva rendah tersebut akan
93

memudahkan pertumbuhan bakteri asedogenik seperti bakteri streptococcus

mutans. 80

Pada pH Saliva didapatkan nilai (p value = 0.131 > 0.05), sehingga

debris plak tidak memiliki hubungan maupun berkontribusi dalam perbaikan

nilai pH Saliva, tetapi nilai R.Square atau Koefisien Determinasi (KD) yang

diperoleh adalah 16.6%, sehingga dapat di tafsirkan bahwa variabel debris

plak memiliki pengaruh kontribusi kecil sebesar 16.6% terhadap nilai pH

Saliva.

Karies merupakan degenerasi fokal dari gigi akibat dari larutnya

mineral-mineral penyusun struktur gigi oleh paparan asam organik hasil

fermentasi karbohidrat yang dilakukan oleh bakteri patogen di dalam rongga

mulut, salah satunya adalah Streptococcus mutans. Asam laktat hasil

fermentasi tersebut akan menurunkan keasaman (pH) mulut, dimana

penurunan pH mulut dibawah 5,5 akan menyebabkan terjadinya


15
demineralisasi email. pH saliva rongga mulut juga berhubungan terhadap

pH plak yang dapat mempengaruhi keadaan periodontal rongga mulut. Saliva

mempengaruhi kenaikan pH plak dan dari beberapa penelitian melaporkan

bahwa pH plak lebih tinggi di regio-regio yang menerima aliran saliva lebih

banyak. Secara klinis, mulut yang berpenyakit periodontal memperlihatkan

adanya penimbunan plak yang banyak. Penelitian menunjukkan adanya

hubungan erat antara jumlah bakteri dalam plak dengan besarnya potensi

patologis plak dalam menyebabkan penyakit periodontal. 77


94

F. Implikasi Penelitian

Pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi (Malus Sylvetris) memliki keunggulan

yaitu terbuat dari bahan alami ekstrak kulit apel manalagi (Malus Sylvetris)

sehingga tidak bersifat racun, memiliki nilai ekonomis yang lebih terjangkau,

tidak menyebabkan iritasi pada kulit, karna telah dilakukan uji mutu fisik.

G. Keterbatasan Penelitian

Dalam keterbatasan penelitian terdapat beberapa kendala yang dihadapi

peneliti yaitu :

1. Tidakdi lakukan uji pewarnaan bakteri sehingga pada penelitian ini

bakteri tidak spesifik.

2. Keterbatasan referensi terkait kulit apel manalagi dan pengaruhnya

terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus Mutans secara in vivo.

3. Tidak dilakukannya uji screening fitokimia dikarenakan keterbatasan

SDM serta fasilitas alat dan bahan yang kurang memadai.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian yang didapatkan dari hasil analisis data dan

pembahasan, maka kesimpulan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Uji mutu fisik berupa organoleptis, homogenitas, pH, tinggi busa,

daya sebar yang dilakukan menunjukkan pasta gigi ekstrak kulit apel

manalagi mempunyai kestabilan fisik dan layak untuk dijadikan pasta

gigi.

2. Daya hambat ekstrak kulit apel Manalagi (Malus Sylvetris) pada setiap

konsentrasi menunjukkan perbedaan daya hambat dari replikasi

pertama hingga replikasi terakhir. Semakin tinggi konsentrasi maka

semakin besar zona daya hambat yang terjadi.

3. Dosis pasta gigi esktrak kulit apel Manalagi (Malus sylvetris) dengan

dosis optimal yaitu pada dosis dengan konsentrasi ekstrak kulit apel

manalagi tertinggi yaitu 25%, dimana diameter zona hambat yang

paling tinggi yaitu sebesar 27 mm dengan rata-rata peningkatan yaitu

22.33 mm, dimana hasil ini menunjukkan kategori zona hambat

termasuk klasifikasi zona hambat sangat kuat (> 21 mm) dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococus Mutans.

4. Model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel Manalagi (Malus

Sylvetris) dengan dosis optimal (25%) efektif dalam menghambat

95
96

pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vivo dengan

rerata penurunan -3.30 x 106 CFU/ml, dengan nilai p value (0.005 <

0.05)

5. Model formulasi pasta gigi ekstrak kulit apel Manalagi (Malus

Sylvetris) dengan dosis optimal (25%) efektif dalam meningkatkan

nilai pH saliva dimana rerata 1.52 dengan p value (0.001 < 0.05), yang

menunjukkan terdapat perbedaan rerata sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan pada kelompok intervensi.

6. Terdapat perbedaan pengaruh pasta gigi ekstrak ekstrak kulit apel

Manalagi (Malus sylvetris) dengan pasta gigi kontrol positif dan

negatif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococus Mutans secara in

vitro dan in vivo.

7. Terdapat perbedaan pengaruh pasta gigi ekstrak ekstrak kulit apel

Manalagi (Malus sylvetris) dengan pasta gigi kontrol positif dan

negatif terhadap pH saliva

B. Saran

1. Ekstrak kulit apel manalagi 25% memiliki warna cokelat sehingga

menurunkan daya tarik responden terhadap produk yang dihasilkan,

untuk peneliti selanjutnya disarankan melakukan pengembangan

untuk aspek warna dan rasa pada pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi

dengan konsentrasi 25%.

2. Pada penelitian ini efektivitas pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi

dalam mencegah pertumbuhan bakteri masih dibutuhkan penelitian

96
97

lanjutan, dengan demikian produk ini bisa dimanfaatkan secara luas

oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomis yang lebih terjangkau.

3. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan melanjutkan dengan metode

pewarnaan bakteri sehingga dapat mengetahui bakteri spesifik

penyebab karies gigi.

97
98

DAFTAR PUSTAKA

1. Fatmasari D, Dyah Utami WJ, Supriyana S. Edukasi dan Pendampingan


Selama 21 Hari dengan Mogigu Meningkatkan Perilaku Menggosok Gigi
dengan Benar pada Anak dan Orang Tua SD Bulusan Semarang. J Kesehat
Gigi. 2020;7(1):29–34.
2. Mardelita S. Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut Individu.
Kementeri Kesehat RI. 2018;1(3):502.
3. Hurayati. Buku Ajar Keperawatan Gigi. Vol. 2. Jakarta: Rineka Cipta;
2017. 87 p.
4. Kemenkes RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementeri
Kesehat RI. 2018;1–582.
5. Subekti A, Ekoningtyas EA, Benyamin B. Hubungan Plak Gigi, Laju
Aliran Saliva, Dan Viskositas Saliva Pada Anak Usia 6-9 Tahun. J Kesehat
Gigi. 2019;6(1):72.
6. Jannata RH, Gunadi A, Ermawati T. Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Apel
Manalagi ( Malus sylvestris Mill .) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus
mutans ( Antibacterial Activity of Manalagi Apple Peel ( Malus sylvestris
Mill .) Extract on The Growth of Streptococcus mutans ). Univ Jember.
2017;2(1):23–8.
7. Utami S, Prasepti DI. Hubungan Status Karies Gigi dengan Oral Health
Related Quality Of Life pada Mahasiswa. Insisiva Dent J Maj Kedokt Gigi
Insisiva. 2019;8(2):46–52.
8. Syah A, Ruwanda RA, Basid A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Karies Gigi Pada Anak Sekolah Min 1 Kota Banjarmasin. J Kesehat
Indones. 2019;9(3):149.
9. Yundali S. Kesehatan Gigi dan Mulut. Bandung: Pustaka Reka Cipta; 2017.
55 p.
10. Forssten S. Streptococcus Mutans, Caries and simulation Models. 2012.
290–298 p.
11. Achmad. Buku Saku: Karies dan Perawatan Pulpa pada Gigi Anak.
2015;2(1):98.
12. Ahmad I. Mekanisme fluor sebagai kontrol karies pada gigi anak. Dep
Pedod FKG UNPAD. 2018;1(1):63–9.
13. PEMANFAATAN TANAMAN OBAT TRADISIONAL OLEH
MASYARAKAT KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN KUPANG
TIMUR 2016 Jefrin Sambara, Ni Nyoman Yuliani, Maria Yuniati
Emerensiana. 2016;
14. Manson, J.D dan Elley B. Buku Ajar Periodonti. Edisi 2. Jakarta:
Hipokrates; 2018. 87–90 p.
15. Raphael A, Soegiharto S, Evacuasiany E, Gigi FK, Maranatha UK.
Efektivitas Berkumur Ekstrak Kulit Apel Manalagi ( Malus sylvestris Mill
.) 12 , 5 % terhadap Penurunan Indeks Plak. 2018;2(1):32–43.
99

16. Khoiroh N, Lukiati B, Parabaningtyas S. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Metanol Kulit Buah Apel Manalagi ( Malus sylvestris Mill .) Terhadap
Bakteri Streptococcus Mutans secara In Vitro. 2018;2(1):34–44.
17. Putra FS, Mintjelungan CN, Juliatri . Efektivitas pasta gigi herbal dan non-
herbal terhadap penurunan plak gigi anak usia 12-14 tahun. e-GIGI.
2017;5(2).
18. Hutagalung MHP, Tarigan S. Perbedaan efektivitas ekstrak kulit apel hijau
(Pyrus malus L) 25% dengan larutan xylitol 10% dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara in vitro. J Prima Med
Sains. 2019;01(1):8–11.
19. Mardiana. PENGEMBANGAN PRODUK MOUTHWASH BERBASIS
EKSTRAK ETANOL BEKATUL BERAS PUTIH (Oryza sativa L.)
SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN Porphyromonas
gingivalis. 2017;
20. Ghofroh. UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KITOLOD
(Isotoma longiflora) TERHADAP PERCEPATAN PENYEMBUHAN
LUKA BAKAR (Combustio) DERAJAT II A PADA MENCIT (Mus
musculus). 2017;87(1,2):149–200.
21. Adrianto K. Efek Antibakteri Polifenol Biji Kakao pada Streptococcus
mutans. Univ Jember. 2018;p.9-10.
22. Jawa. Uji Daya Hambat Antibakteri Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium
Ascalonicum) terhadap Pertumbuhan Bakteri Pembentuk Karies Gigi
Streptococus Mutans. 2016;
23. Audies. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Nanas (Ananas Comosus
L) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans Penyebab Karies Gigi.
2016;
24. Oktirisma. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK Wedelia biflora (L) DC.
TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans. 2018;(L).
25. Latif. EFEKTIVITAS EKSTRAK BUNGA JANTAN SUKUN (Artocarpus
altis) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans.
2019;XV(2):192–6.
26. Lestari S, Bempa P, Parengkuan WG. UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK
DAUN SUKUN ( Artocarpus altilis ) TERHADAP PERTUMBUHAN
BAKTERI Streptococcus mutans. 2018;5(4):1–9.
27. Listrianah. Indeks karies gigi ditinjau dari penyakit umum dan sekresi
saliva pada snak di Sekolah Dasar Negeri 30 Palembang 2017. JPP (Jurnal
Kesehat Palembang). 2017;12(2):136–48.
28. Irrwan. MANFAAT KOMPONEN FLAVONOID YANG
TERKANDUNG PADA PROPOLIS DALAM MENGHAMBAT
PERTUMBUHANN BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS
PENYEBAB KARIES SKRIPSI D. 2020;
29. Noviani N. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Karies Gigi
(DMF-T) Santri Pesantren Al- Ashariyyah Nurul Iman Parung Bogor. Univ
Indones Ilmu Kesehat Masy. 2017;1–110.
30. Nurjanah. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
100

DUKUNGAN IBU DALAM PENCEGAHAN KARIES GIGI DI TK


DHARMAWANITA DAN NAWAKARTIKA DESA SUMBERBENING
KABUPATEN NGAWI. 2019;8(5):55.
31. Achmad H, Ramadhany YF. Effectiveness of Chitosan Tooth Paste from
White Shrimp (Litopenaeusvannamei) to Reduce Number of Streptococcus
Mutans in the Case of Early Childhood Caries Harun Achmad 1 *, Yunita
Feby Ramadhany 2 1. 2016;358–63.
32. Purwaningsih PP. Analisis Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Karies Gigi
Pada Anak Sd Kelas V-Vi Di Kelurahan Peguyangan Kangin Tahun 2015.
J Chem Inf Model. 2016;53(9):1689–99.
33. Utami S. Hubungan Antara Plak Gigi Dengan Tingkat Keparahan Karies
Gigi Anak Usia Prasekolah. Idj. 2017;2(2):9–15.
34. Alifiani H. Hubungan kebiasaan gosok gigi dan konsumsi makanan
kariogenik. 2017;
35. Permatasari. Hubungan perilaku menggosok gigi dan pola jajan anak
dengan kejadian karies gigi pada murid sd negeri 157 palembang. 2017;
36. Yadav. Dental caries: a review. Asian J Biomed Pharm Sci. 2016;
37. Bappenas. Indonesian climate Change sectoral roadman ( ICCSR ).
2009;148:148–62.
38. NOVIOELLA AM. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK
ETANOL DAN FRAKSI ETIL ASETAT KULIT APEL MANALAGI
(Malus sylvestris Mill.). 2019;
39. Mayssara A. Abo Hassanin Supervised A. PERBEDAAN
PERTUMBUHAN BAKTERI Shigella dysentriae PADA BERBAGAI
KONSENTRASI PERASAN KULIT APEL MANALAGI (Malus
sylvestris Mill) SECARA IN VITRO. Pap Knowl Towar a Media Hist
Doc. 2018;
40. Suryani, Nani ; Adini, Silvi ; Stiani, N.S ; Indriatmoko D. Obat Kumur
Herbal Yang Mengandung Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Bintaro
(Cerberra Odollam Gaertn) Sebagai Antibakteri Streptococcus Mutans
Penyebab Plak Gigi. Farmaka [Internet]. 2019;17(Vol 17, No 2 (2019):
Farmaka (Agustus)):48–56. Available from:
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/22606
41. T BD, Rusminah N, Susanto A. Laporan penelitian Perbandingan
efektifitas pasta gigi yang mengandung sodium bikarbonat dan sodium
monofluorofosfat terhadap plak dan gingivitis. 983.
42. Listrianah L, Zainur RA, Hisata LS. Gambaran Karies Gigi Molar Pertama
Permanen Pada Siswa – Siswi Sekolah Dasar Negeri 13 Palembang Tahun
2018. JPP (Jurnal Kesehat Poltekkes Palembang). 2019;13(2):136–49.
43. Kulit E, Pulai B, Sajuthi D, Suparto IH. FENOL , FLAVONOID , DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA Alstonia scholaris R . Br Stem Bark
Extract ). 2017;35(3):211–9.
44. Pemutih S, Antiseptik DAN, Gigi P. FORMULASI SEDIAAN PASTA
GIGI HERBAL KOMBINASI EKSTRAK DAUN SIRIH ( Piper betle )
DAN KULIT BUAH JERUK LEMON ( Citrus limon. 2016;16.
101

45. Ikke Nurjanna1, Hendra Stevani2 RD. AKTIVITAS PERASAN BIJI


PINANG (Areca catechu L.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Streptococcus mutans. 2018;XV(2).
46. Nurjannah W, Nugrahani AW. Uji Aktivitas Antibakteri Formula Pasta
Gigi Ekstrak Batang Karui ( Harrisonia Perforata Merr .) Terhadap Bakteri
Streptococcus Mutans. 2018;12.
47. Raphael A, Soegiharto GS, Evacuasiany E. Efektivitas Berkumur Ekstrak
Kulit Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill.) 12,5% terhadap Penurunan
Indeks Plak. SONDE (Sound Dent. 2019;2(1):32–43.
48. Ilmi. FORMULASI PASTA GIGI KOMBINASI EKSTRAK DAUN
SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruitz & Pav) DAN PROPOLIS DAN UJI
AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans. 2017;
49. Nurbaity. EFEKTIVITAS PASTA GIGI EKSTRAK ETANOL DAUN
AFRIKA (Vernonia amygdalina Del) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus. J Chem Inf Model [Internet]. 2020;2(1):5–7.
Available from:
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/downloa
d/83/65%0Ahttp://www.embase.com/search/results?subaction=viewrecord
&from=export&id=L603546864%5Cnhttp://dx.doi.org/10.1155/2015/4207
23%0Ahttp://link.springer.com/10.1007/978-3-319-76
50. Nabillah. GAMBARAN PEMAKAIAN PASTA GIGI YANG
MENGANDUNG LEMON ESSENCE DAN SEA SALT DENGAN
PASTA GIGI BIASA TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK
PADA SISWA/I KELAS VI SDN 026559 BINJAI KEC BINJAI BARAT.
Sustain [Internet]. 2019;11(1):1–14. Available from:
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-
8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsci
urbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/3053204
84_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI
51. Hatauruk. PENGARUH PEMBERIAN ASAP CAIR PADA BERBAGAI
KONSENTRASI TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans.
2016;5(1):34–42.
52. Khairani. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK JAMUR TIRAM
PURIH (PLEUROTUS OSTREATUS) TERHADAP BAKTERI
STREPTOCOCCUS MUTANS PENYEBAB KARIES GIGI.
2017;4(2):110–6.
53. Anggraini. Jus Apel Manalagi (Malus Sylvestris Mill) menghambat
pertumbuhan Streptococcus mutans in vitro. 2018;4(10 mm):318–36.
54. R RI, Arundina I, Trisnadyantika A. Efektivitas pasta gigi yang
mengandung herbal terhadap Streptococcus mutans ( Effectivity of herbal
toothpastes toward Streptococcus mutans ). 2014;6(1):56–60.
55. Nurma AYU, Amnur D, Pendidikan P, Kedokteran S, Kedokteran F,
Diponegoro U. PENGARUH PASTA GIGI MENGANDUNG XYLITOL
DAN FLUORIDE DIBANDINGKAN PASTA GIGI MENGANDUNG
FLUORIDE TERHADAP PLAK GIGI ( Studi pada mahasiswa Fakultas
102

Kedokteran Universitas Diponegoro ) JURNAL MEDIA MEDIKA


MUDA. 2014;
56. Simanjutak BP. Formulasi Pasta Gigi Antibakteri menggunakan Pottasium
Palm Kernelate. skripsi, Univ Sumatera Utara. 2018;4–16.
57. Wijayanti LPW, Darsono FL, Ervina M. Penggunaan Carbormer 940
sebagai Gelling Agent dalam Formula Pasta Gigi Ekstrak Buah Apel
(Malus sylvestris Mill) dalam Bentuk Gel. J Farm Sains dan Terap
[Internet]. 2017;4(1):11–7. Available from:
http://jurnal.wima.ac.id/index.php/JFST/article/view/2173
58. Manu. Antimicrobial Activities of Moringa oleifera Lam Leaf Extracts.
African J Biotechnol. 2017;(11):2797–802.
59. Widarsih E, Mahdalin A. Formulasi Pasta Gigi Daun Sirih (Piper betle L.)
dengan Pemanis Alami Ekstrak Daun Stevia (Stevia rebaudiana). Urecol
[Internet]. 2017;1(10):157–62. Available from:
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/urecol/article/view/1322
60. Djamaan A, Saidah F, Wahyuni R. Pemanfaatan Ekstrak Etanol Daun
Murbai (Morus alba L.) Sebagai Bahan Aktif Pasta Gigi Dan Uji Aktivitas
Anti Bakteri Terhadap Plak Gigi. J Farm Higea [Internet]. 2017;6(2):196.
Available from:
http://jurnalfarmasihigea.org/index.php/higea/article/view/111
61. Asrina. FORMULASI STABIL PASTA GIGI DARI EKSTRAK ETANOL
DAUN GAMAL (Gliricida sepium) SEBAGAI PENCEGAH KARIES
GIGI. 2017;VI(1):99–104.
62. Zulfa. FORMULASI PASTA GIGI EKSTRAK ETANOL DAUN SUJI
(Pleomele angustifolia N.E Brown) DENGAN VARIASI KONSENTRASI
BAHAN PENGIKAT CMC NA : KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKO
KIMIA SEDIAAN. J Ilm Cendekia Eksakta. 2017;(82):55–61.
63. Adnan. FORMULASI PASTA GIGI DARI EKSTRAK ETANOL DAUN
BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) DENGAN Natrii
carboxymethylellulosum SEBAGAI PENGENTAL. Media Farm Poltekkes
Makassar. 2019;8(5):55.
64. Atma Y. Angka Lempeng Total (Alt), Angka Paling Mungkin (Apm) Dan
Total Kapang Khamir Sebagai Metode Analisis Sederhana Untuk
Menentukan Standar Mikrobiologi Pangan Olahan Posdaya. J Teknol.
2016;8(2):77.
65. Villela lucia maria aversa. FAKTOR RISIKO KEJADIAN KARIES GIGI
PADA ORANG DEWASA USIA 20-39 TAHUN DI KELURAHAN
DADAPSARI, KECAMATAN SEMARANG UTARA, KOTA
SEMARANG. J Chem Inf Model. 2017;53(9):1689–99.
66. Warnida H, Juliannor A, Sukawaty Y. Formulasi Pasta Gigi Gel Ekstrak
Etanol Bawang Dayak (Eleutherine bulbosa (Mill.) Urb.). J Sains Farm
Klin. 2019;3(1):42.
67. Auna Mahdalin, Elis Widarsih dan KH. Pengujian Sifat Fisika dan Sifat
Kimia Formulasi Pasta Gigi Gambir dengan Pemanis Alami Daun Stevia.
6th Univ Res Colloq 2017. 2019;135–8.
103

68. Subiantoro F, Prihatiningrum B, Probosari N, Kedokteran F, Universitas G,


Pedodonsia B, et al. Gambaran Kesehatan Gigi Mulut dan Jumlah
Streptococcus Sp pada Anak Sindroma Down di Kecamatan Patrang dan
Sumbersari Jember ( Oral Health and Distribution of Streptococcus sp of
the Down Syndrome Children in Patrang and Sumbersari Sub District
Jember Reg. 2021;25–30.
69. Anggela. Formulasi Dan Evaluasi Pasta Gigi Ekstrak Etanol Daun
Senggani (Melastoma Malabathricum L) Untuk Perawatan Mulut.
2019;15(2):1–23.
70. Nabila A, Puspitasari CE, Erwinayanti GA. S. Jurnal Sains dan Kesehatan.
J Sains dan Kesehat. 2020;3(1):242–7.
71. Intan I, Asmawati A, Sondang S. HUBUNGAN KEBIASAAN
MEROKOK DAN pH SALIVA DENGAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT PADA MASYARAKAT DESA PATUMBAK I KECAMATAN
PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG. J Ilm PANNMED
(Pharmacist, Anal Nurse, Nutr Midwivery, Environ Dent. 2019;13(2):148–
55.
72. Gratia B, Yamlean PVY, Mansauda KLR. Formulasi pasta gigi ekstrak
etanol buah pala (Myristica fragrans Houtt.). Pharmacon [Internet].
2021;10(3):968–74. Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/35599
73. Puguh. DAYA HAMBAT DEKOK KULIT APEL MANALAGI (Malus
sylvestrs Mill.) TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas sp. PENYEBAB MASTITIS PADA SAPI PERAH.
2021;16(506):80–94.
74. Maharani. Efek Hambat Berbagai Pasta Gigi Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Streptococcus Mutans. Fak Kedokt Dan Ilmu Kesehat Uin Syafif
Hidayatullah Jakarta. 2021;1–64.
75. Tao S, Jiawei H, Xudong Z. 宋 涛 1 ,何嘉伟 1 ,张旭东 2 ( 1.
2015;21(1):2–4.
76. Novioella. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAN
FRAKSI ETIL ASETAT KULIT APEL MANALAGI (Malus sylvestris
Mill.). 2019;(2). Available from:
http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf
77. Thioritz. PERBEDAAN pH SALIVA DAN PERTUMBUHAN PLAK
ANTARA PENGGUNA PASTA GIGI YANG MENGANDUNG
DETERJENDAN PENGGUNA PASTA GIGI NON DETERJEN PADA
MURID SDN NO.15 GANGGANGBAKU BANTAENG. 2018;17(15):8–
13.
78. Egi, M et al. Efek Berkumur Sari Buah Tomat ( Solanum lycopersicum.
Sound Dent. 2018;3(2):70–84.
79. Priyambo. EFEKTIFITAS STRAWBERRY TERHADAP BAKTERI
STREPTOCOCCUS MUTANS PENYEBAB KARIES GIGI DI RONGGA
MULUT. Biomass Chem Eng [Internet]. 2018;3(2):‫ثقثقثقثق‬. Available from:
104

http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/1268/112
7%0Ahttp://publicacoes.cardiol.br/portal/ijcs/portugues/2018/v3103/pdf/31
03009.pdf%0Ahttp://www.scielo.org.co/scielo.php?script=sci_arttext&pid
=S0121-75772018000200067&lng=en&tlng=
80. Hamid A, Wijaya D, Zainur RA, Ismalayani. Efektivitas Berkumur Larutan
Garam terhadap Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva. J
Kesehat Gigi. 2019;6(2):14–8.
Lampiran 1
Lembar Informasi dan Kesediaan pada Responden

Saya Risman Abdi Rapiuddin dari Magister Terapan Kesehatan Prodi Terapis
Gigi Dan Mulut Poltekkes Kemenkes Semarang. Saya ingin mengajak Sdr/i untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Pemberian formulasi
pasta gigi ekstrak kulit apel manalagi (malus sylvetris) dengan konsentrasi berbeda
terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus mutans secara in vitro dan in vivo”
sebagai bahan pasta gigi dalam mencegah pertumbuhan streptococcus mutans
penyebab karies gigi yang akan dilaksanakan oleh peneliti.

Saya menjelaskan bahwa:

Responden dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Saudara berhak menolak
berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur
pH Saliva, observasi debris plak kemudian dilakukan pengecekan skor karies.
Segala informasi yang saudara berikan akan digunakan sepenuhnya hanya dalam
penelitian ini. Peneliti sepenuhnya akan menjaga kerahasiaan identitas saudara dan
tidak dipublikasikan dalam bentuk apapun. Jika ada yang belum jelas, saudara boleh
bertanya pada peneliti. Jika saudara sudah memahami penjelasan ini dan bersedia
berpartisipasi dalam penelitian ini, silahkan saudara menandatangani lembar
persetujuan yang akan dilampirkan.

Tandatangan Responden
Peneliti

Risman Abdi Rapiuddin


Lampiran 2

Prosedur Pembuatan Ekstrak Ekstrak Kulit Apel Manalagi (Malus Sylvetris

Mill.)

A. Alat dan Bahan

- Beaker glass

- Bejana maserasi

- Cawan porselen

- Corong

- Gelas ukur

- Hot plate

- Kertas saring

- Mortar

- Stamper

- Neraca analitik (Sarltorius)

- Objek gelas

- Penjepit kayu

- Tabung reaksi

- Pengaduk

- Kaca

- Cawan petri

- Elenmeyer

- Pipet volume

- Batang pengaduk
- Timbangan

- Tabung reaksi

- Tabung durham

- Rak tabung

- Autoclave

- Transpipet,

- Pipet tetes

- Inkas

- Inkubator

- Oven

- Kertas perkamen

- Kapas

- Aquadest

- Ekstrak Kulit Apel Manalagi (Malus Sylvetris)

- Etanol 96%.

B. Cara Kerja

Prosedur Pembuatan Ekstrak Kulit Apel Manalagi dengan metode maserasi (55) :

1. Buah kulit apel yang berwarna hijau dan memiliki ukuran 5-7 cm dipetik

sebanyak ± 1 kg.

2. Melakukan perendaman kulit apel segar selama 1-2 hari hingga berwarna

kecoklatan.

3. Kemudian dilakukan proses penggaraman dan penjemuran selama beberapa


hari sehingga terlihat kering dan berwarna agak kehitaman

4. Lalu dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan pisau

kemudia dihitung kadar airnya (kadar air minimal 10%)

5. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan alat blender dan diayak agar

mendapatkan serbuk yang lebih halus, serbuk yang diperoleh selanjutnya

digunakan untuk ekstraksi

6. Serbuk kulit apel ditimbang sebanyak 100 gr, kemudian dimasukkan ke dalam

gelas beaker yang bersih dan ditutup dengan aluminium foil.

7. Ditambahkan etanol 96% 500 ml hingga serbuk ekstrak kulit apel terendam

sempurna kemudian maserasi selama tiga hari dengan diaduk menggunakan

magnetic stirrer selama 24 jam (8 jam berturut-turut selama 3 hari)

8. Hasil maserasi kulit apel disaring dengan kertas saring dan filtrat ditampung ke

dalam botol kaca bersih. Dilakukan remaserasi atau maserasi ulang terhadap

residu kulit apel tersebut

9. Kemudian filtrat dari hasil maserasi pertama dan kedua ditampung dalam labu

penampung pada alat evaporator

10. Setelah itu dimasukkan kedalam alat evaporator, kemudian dilakukan proses

evaporasi pada alat evaporator secara automatic.

11. Hasil evaporasi buah kulit apel yang dihasilkan ditampung dalam botol vial

yang telah disiapkan.


Lampiran 3

Prosedur Pembuatan Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi (Malus


Sylvetris Mill.)

A. Alat dan Bahan

- Hot plate
- pH meter
- Pisau
- Pot plastik
- Sendok tanduk
- Vacum Rotary Evaporator
- Viskometer Brookfield
- Waterbath
- Wadah pasta gigi
- Aquadest
- Ekstrak Kulit Apel Manalagi (Malus Sylvetris Mill.)
- Etanol 96%
- Gliserin
- Kalsium karbonat
- Metil paraben
- Menthol
- Natrium lauryl sulfat
- Natrium carboxymethyl cellulose
- Natrium sakarin
- Nutrien agar (NA)
- Pepeton cair 0,1 %

B. Cara Kerja
Menggerus kalsium karbonat, dan menambahkan sodium lauryl sulfat gerus
homogen, kemudian menambahkannya pada massa 1 menjadi campuran sambil
digerus homogen sebagai massa 2. Melarutkan ekstrak kulit apel manalagi
dengan gliserin diaduk homogen dan menambahkan pada massa 2 sambil
digerus sampai homogen. Melarutkan metil paraben dan natrium sakarin
kedalam sisa air dan diaduk sampai larut sempurna. Kemudian ditambahkan
pada massa 2 digerus homogen sampai terbentuk massa pasta. Menambahkan
menthol ke dalam massa pasta, digerus sampai homogen, kemudian
memasukkan pasta kedalam tube.
Lampiran 4

Prosedur Pengujian ALT (Angka Lempeng Total)

A. Alat dan bahan

1. Persiapan alat Alat yang digunakan pada pengujian ini antara lain :

- Timbangan dengan ketelitian 0,0001 g

- Autoclave - Inkubator 35º C

- Anaerobic jar

- Cawan petri 15 mm x 90 mm

- Botol Pengencer 20 ml

- Alat penghitung koloni

- Blender besrta jar yang dapat disterilisasi atau stomacher

- Batang gelas bengkok diameter 3 mm – 4 mm, dengan panjang tangkai


15 cm – 20 cm
- Pepet gelas atau pipetor : 0,1 ml, 1 ml, 5 ml, 10 ml 2. Media dan pereaksi
- Plate count agar

- Larutan butterfield’s phosphat buffered

- Gas pack dan indikator anaerob

B. Cara Kerja
Media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media Nutriant Agar.
Penentuan nilai Angka Lempeng Total dibuat pengenceran 1 x 10-5 . Langkah
pertama yaitu mengambil 10 ml sampel pasta gigi ekstrak kulit apel di
masukkan ke dalam erlenmeyer yang telah terisi pepton 90 ml dan itu
menjadi pengenceran 10-1, selanjutnya dari pengenceran pertama diambil 1
ml sampel di masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi 9 ml pepton
dan itu menjadi pengenceran 10-2 , dari pengenceran kedua diambil diambil
1 ml sampel di masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi 9 ml
pepton dan itu menjadi pengenceran 10-3, dari pengenceran ketiga diambil 1
ml sampel dari pengenceran pertama di masukkan ke dalam tabung reaksi
yang telah terisi 9 ml pepton dan itu menjadi pengenceran 10-4 , dari
pengenceran ke empat diambil 1 ml sampel dari pengenceran pertama di
masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi 9 ml pepton dan itu
menjadi pengenceran 10-5 , selanjutnya dari masing-masing pengenceran
diambil 1 ml di masukkan ke dalam cawan petri yang telah terisi media
Nutriant Agar dan dikakukan secara duplo. Setelah media padat selanjutya
di inkubasi dengan suhu 35-37 oC selama 24-48 jam . Kemudian dihitung
koloni yang didapat.
Lampiran 5
Standar Operasional Prosedur Penelitian

Potensi Ekstrak Kulit Apel Manalagi (Malus Sylvetris Mill.) Sebagai Bahan Pasta
Gigi Dalam Mencegah Pertumbuhan Streptococcus Mutans Penyebab
Karies Gigi

A. Tahap persetujuan menjadi responden

No Tindakan Tujuan Prosedur

1 Penjelasan informed Untuk memberikan Menyerahkan lembar


consesnt kepada penjelasan mengenai persetujuan kepada
responden penelitian dan responden
meminta persetujuan
sebagai responden

2 Wawancara mengenai Untuk mengetahui Pencatatan identitas


identitas identitas responden responden pada lembar
yang disediakan

3 Pemerikasaan kondisi Untuk mengetahui Pemeriksaan


gigi responden kondisi gigi responden menggunakan alat oral
diagnostik

B. Tahap pemberian intervensi

No Tindikan Tujuan Prosedur


1 Mengambil saliva Menganalisa jumlah Pada tahap awal
sebelum dan sesudah koloni bakteri responden di ambil
menyikat gigi dengan sebelum dan saliva sebelum
pasta gigi ekstrak sesudah menyikat menyikat gigi setelah
kulit apel manalagi gigi dengan pasta itu responden kembali
sesuai dengan gigi ekstrak kulit di instruksikan untuk
konsentrasi dan apel menyikat gigi dengan
kontrol pasta gigi ekstrak kulit
apel manalagi sesuai
dengan konsentrasi dan
kontrol

C. Tahap pengujian Angka lempeng total

No Tindakan Tujuan Prosedur

1 Mengukur jumlah koloni Untuk mengetahui Saliva yang didapatkan


setelah pengambilan jumlah koloni kemudian dimasukkan
saliva pada responden bakteri ke wadah cawan petri
yang telah dibuatkan
media nutrient agar
kemudian di inkubasi
dengan suhu 35-37 oC
selama 24-48 jam,
kemudian dihitung
koloni yang didapat.
2 Mengukur pH pada saliva Menganalisis Menghitung pH saliva
tingkat pH pada dengan alat pH meter
saliva digital.
Lampiran 6

Lembar Observasi Penilaian Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S)

A. Identitas

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin:

Alamat :

B. Status OHI-S Skor DI+CI =

Skor CI =

Skor DI =

Skor OHI-S =

Kriteria =

Skor OHI-S perindividu merupakan penjumlahan dari skor DI-S dan CI-S.

Kisaran nilai untuk DI-S dan CI-S yaitu antara 0-3, sehingga nilai OHI-S berkisar

antara 0-6. Rumus skor OHI-S secara umum adalah :

OHI-S = DI-S + CI-S


Lampiran 7. Surat Izin Penelitian
Lampiran 8. Permohonan Ethical Clearance (EC)
Lampiran 9. Surat Ethical Clearance (EC)
Lampiran 10. Izin Penelitian Laboratorium Mikrobiologi FK UNDIP
Lampiran 11. Surat Izin Penelitian Laboratorium FMIPA UNDIP
Lampiran 12. Surat Izin Penelitian Laboratorium FMIPA UNNES
Lampiran 13. Hasil Uji pH
Lampiran 14. Sertifikat Uji Angka Lempeng Total (ALT)/ Plate Count Agar
(PCA)
Lampiran 15. Surat Selesai Melaksanakan Pembuatan Ekstrak Kulit Apel
Manalagi
Lampiran 16. Surat Selesai Melaksanakan Uji Daya Hambat Bakteri
Lampiran 17

Hasil Output SPSS

1. Uji Normalitas Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus Mutans


dan pH Saliva
a. Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus Mutans
1) Kelompok Intervensi

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_St_Mutans .325 5 .090 .878 5 .301


Post_St_Mutans .252 5 .200* .885 5 .335
Selisih_St_Mutan
.300 5 .161 .840 5 .165
s

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

2) Kelomopok Kontrol Positif

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Pre_St_Mutans .261 5 .200* .882 5 .319
Post_St_Mutans .275 5 .200* .852 5 .200
Selisih_St_Mutans .414 5 .005 .700 5 .010

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

3) Kelompok Kontrol Negatif

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_St_Mutans .280 5 .200* .894 5 .377


Post_St_Mutans .173 5 .200* .958 5 .794
Selisih_St_Mutans .184 5 .200* .961 5 .814

*. This is a lower bound of the true significance.


b. pH Saliva
1) Kelompok Intervensi

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_pH .312 5 .127 .881 5 .314


Post_pH .342 5 .056 .731 5 .019
Selisih_Ph .180 5 .200* .952 5 .754

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

2) Kelomopok Kontrol Positif

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_pH .224 5 .200* .842 5 .171


Post_pH .224 5 .200* .912 5 .482
Selisih_Ph .162 5 .200* .971 5 .884

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

3) Kelompok Kontrol Negatif

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_pH .323 5 .096 .840 5 .166


Post_pH .341 5 .058 .787 5 .063
Selisih_Ph .336 5 .068 .763 5 .039

a. Lilliefors Significance Correction


2. Uji Homogenitas Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus
Mutans dan pH saliva
a. Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus Mutans

Test of Homogeneity of Variances


Pre_St_Mutans

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.081 2 12 .923

b. pH Saliva

Test of Homogeneity of Variances


Pre_pH

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.879 2 12 .440

3. Uji Beda Pre Test – Post Test Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri
Streptococcus Mutans dan pH saliva
a. Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus Mutans
1) Kelompok Intervensi

Paired Samples Test

Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)

Std. 95% Confidence Interval

Std. Error of the Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 Pre_St_Muta
ns -
3.3000 1.3019 .5822 1.6835 4.9165 5.668 4 .005
Post_St_Muta
ns
2) Kelompok Kontrol Positif

Paired Samples Test

Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence

Std. Interval of the

Std. Error Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 Pre_St_Mutans -
.3800 1.3142 .5877 -1.2517 2.0117 .647 4 .553
Post_St_Mutans

3) Kelompok Kontrol Negatif

Paired Samples Test

Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)

Std. 95% Confidence Interval

Std. Error of the Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 Pre_St_Mutans -
.6800 1.6270 .7276 -1.3401 2.7001 .935 4 .403
Post_St_Mutans

b. pH Saliva
1) Kelompok Intervensi

Paired Samples Test


Sig.
(2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence
Interval of the

Std. Std. Error Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 Pre_pH -
-1.5200 .4147 .1855 -2.0350 -1.0050 -8.195 4 .001
Post_pH
2) Kelompok Kontrol Positif

Paired Samples Test

Sig.
(2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence Interval

Std. Std. Error of the Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 Pre_pH - Post_pH -.6400 .3647 .1631 -1.0928 -.1872 -3.924 4 .017

3) Kelompok Kontrol Negatif

Paired Samples Test

Sig.
(2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence Interval

Std. Std. Error of the Difference

Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 Pre_pH - Post_pH -.5400 .6986 .3124 -1.4074 .3274 -1.728 4 .159

4. Uji Beda Antar Kelompok Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri


Streptococcus Mutans dan pH saliva
a. Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus Mutans

ANOVA

Mean
Sum of Squares df Square F Sig.

Post_St_Mutans Between Groups 17.812 2 8.906 17.980 .000

Within Groups 5.944 12 .495

Total 23.756 14
Selisih_St_Mutans Between Groups 25.801 2 12.901 6.377 .013

Within Groups 24.276 12 2.023

Total 50.077 14
b. PH Saliva

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Post_pH Between
2.257 2 1.129 7.874 .007
Groups

Within Groups 1.720 12 .143

Total 3.977 14
Selisih_Ph Between
2.908 2 1.454 5.501 .020
Groups

Within Groups 3.172 12 .264

Total 6.080 14

5. Uji Lanjutan Post Hoc Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus
Mutans dan pH saliva
a. Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri Streptococcus Mutans

Multiple Comparisons
Tukey HSD

(I) (J) 95% Confidence Interval


Kode_ Kode_
Respo Respo Mean Difference Lower
Dependent Variable nden nden (I-J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound

Post_St_Mutans 1 2 -2.2600* .4451 .001 -3.448 -1.072

3 -2.3600* .4451 .001 -3.548 -1.172

2 1 2.2600* .4451 .001 1.072 3.448

3 -.1000 .4451 .973 -1.288 1.088

3 1 2.3600* .4451 .001 1.172 3.548

2 .1000 .4451 .973 -1.088 1.288


Selisih_St_Mutans 1 2 -2.92000* .89956 .018 -5.3199 -.5201

3 -2.62000* .89956 .032 -5.0199 -.2201

2 1 2.92000* .89956 .018 .5201 5.3199

3 .30000 .89956 .941 -2.0999 2.6999

3 1 2.62000* .89956 .032 .2201 5.0199

2 -.30000 .89956 .941 -2.6999 2.0999

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


b. pH saliva

Multiple Comparisons
Tukey HSD

(I) (J) 95% Confidence Interval


Kode_ Kode_ Mean
Dependent Respo Respo Difference
Variable nden nden (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Post_pH 1 2 .8600* .2394 .010 .221 1.499

3 .7800* .2394 .017 .141 1.419

2 1 -.8600* .2394 .010 -1.499 -.221

3 -.0800 .2394 .941 -.719 .559

3 1 -.7800* .2394 .017 -1.419 -.141

2 .0800 .2394 .941 -.559 .719


Selisih_Ph 1 2 .88000* .32517 .047 .0125 1.7475

3 .98000* .32517 .027 .1125 1.8475

2 1 -.88000* .32517 .047 -1.7475 -.0125

3 .10000 .32517 .949 -.7675 .9675

3 1 -.98000* .32517 .027 -1.8475 -.1125

2 -.10000 .32517 .949 -.9675 .7675

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

6. Uji Beda Daya Hambat Antar Kelompok

ANOVA
Diameter_ZonaHambat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 820.267 4 205.067 33.802 .000


Within Groups 60.667 10 6.067
Total 880.933 14
7. Uji Lanjutan Daya Hambat Antar Kelompok

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Diameter_ZonaHambat
Tukey HSD

(I) 95% Confidence Interval


Kode_
Respo (J) Mean Difference
nden Kode_Responden (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

P1 P2 9.00000* 2.01108 .008 2.3814 15.6186

P3 15.00000* 2.01108 .000 8.3814 21.6186

K+ 9.00000* 2.01108 .008 2.3814 15.6186

K- 22.33333* 2.01108 .000 15.7147 28.9520


P2 P1 -9.00000* 2.01108 .008 -15.6186 -2.3814
P3 6.00000 2.01108 .080 -.6186 12.6186
K+ .00000 2.01108 1.000 -6.6186 6.6186
K- 13.33333* 2.01108 .000 6.7147 19.9520
P3 P1 -15.00000* 2.01108 .000 -21.6186 -8.3814
P2 -6.00000 2.01108 .080 -12.6186 .6186
K+ -6.00000 2.01108 .080 -12.6186 .6186
K- 7.33333* 2.01108 .029 .7147 13.9520
K+ P1 -9.00000* 2.01108 .008 -15.6186 -2.3814
P2 .00000 2.01108 1.000 -6.6186 6.6186
P3 6.00000 2.01108 .080 -.6186 12.6186
K- 13.33333* 2.01108 .000 6.7147 19.9520
K- P1 -22.33333* 2.01108 .000 -28.9520 -15.7147

P2 -13.33333* 2.01108 .000 -19.9520 -6.7147

P3 -7.33333* 2.01108 .029 -13.9520 -.7147

K+ -13.33333* 2.01108 .000 -19.9520 -6.7147

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


8. Uji Variabel Confounding

Model Summaryb

Std. Change Statistics

Error of Sig. F
Adjusted the R Square Chang
Model R R Square R Square Estimate Change F Change df1 df2 e

1 .693a .480 .440 .9748 .480 12.000 1 13 .004

a. Predictors: (Constant), Post_OHIS


b. Dependent Variable: Post_St_Mutans

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 11.403 1 11.403 12.000 .004b

Residual 12.353 13 .950

Total 23.756 14

a. Dependent Variable: Post_St_Mutans


b. Predictors: (Constant), Post_OHIS

Model Summaryb

Std. Error Change Statistics

Adjusted of the R Square Sig. F


Model R R Square R Square Estimate Change F Change df1 df2 Change

1 .408a .166 .102 .5050 .166 2.597 1 13 .131

a. Predictors: (Constant), Post_OHIS


b. Dependent Variable: Post_pH

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .662 1 .662 2.597 .131b

Residual 3.315 13 .255

Total 3.977 14

a. Dependent Variable: Post_pH


b. Predictors: (Constant), Post_OHIS
Lampiran 18

DOKUMENTASI

1. Apel Manalagi

2. Proses Maserasi Kulit Apel Manalagi


3. Proses Penyaringan Ekstrak Kulit Apel Manalagi
4. Ekstrak Kering Ekstrak Kulit Apel Manalagi

5. Pembuatan Media Nutrient Agar ( uji daya hambat )


6.Pengisian Konsentrasi Sumuran Nutrient Agar

7. Zona Bening Pada Nutrient Agar

8. Pasta Gigi Ekstrak Kulit Apel Manalagi Konsentrasi Terbaik (25%)


9. Pengambilan Sampel Saliva

9. Proses Penanaman Specimen Saliva Ke Media PCA


10. Inkubasi Cawan Petri 1x24 Jam

11. Proses perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Streptococcus Mutans

Anda mungkin juga menyukai