OLEH :
MINGKI ROSADI
NIM : 18.056
PROPOSAL
OLEH :
MINGKI ROSADI
NIM : 18.056
Nim : 18.056
Saya bersumpah bahwa proposal ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah di
publikasikan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di
perguruan tinggi manapun.
Mingki Rosadi
Nrp. 33411801056
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
Ketua
Jurusan Kesehatan
Judul : Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas
Waru Kabupaten Pamekasan Tahun 2021
Proposal Ini Telah Diperiksa Dan Di Setujui Isi Serta Susunannya Sehingga Dapat
Diajukan Dalam Ujian Sidang Akhir Jurusan Kesehatan Prodi DIII Keperawatan Politeknik
Negeri Madura
Mingki Rosadi
Nrp. 33411801056
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing
Ketua
Jurusan Kesehatan
Proposal Ini Telah Di Pertahankan Di Hadapan Tim Penguji Proposal Pada Tanggal
2021
Anggota :
1. Ns.Adi Sutrisni, S.Kep., S.Kep., Mm., M.Kes (____________)
NIDN.3428076001
Mengesahkan,
Ketua
Jurusan Kesehatan
Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau gejala
yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari,
mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan
langkah–langkah pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Hasil penelitian data yang di peroleh dari puskesmas waru kabupaten pamekasan
tahun 2021 adalah sebanyak 12 orang, 6 penderita laki-laki dan 6 penderita perempuan dan
penderita anak < 15 tahun 3 penderita.
Melihat hasil penelitian ini, maka perlu ditekankan dan perlu diupayakan lebih lanjut
tentang peningkatan kepatuhan pasien dalam upaya perawatan penyembuhan penyakit kusta,
dengan adanya keterlibatan perawat sebagai salah satu unsur kegiatan asuhan keperawatan
dalam merawat penderita penyakit kusta supaya mengikuti prosedur yang telah di berikan
oleh tenaga medis, dan juga peran keluarga sangat penting , agar selanjutnya dapat diberikan
langkah-langkah yang tepat dalam pemberian obat terhadap penderita penyakit kusta.
Kata kunci : Peran perawat,dalam upaya perawatan penyembuhan pasien penyakit kusta
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Waru
Karya tulis ilmiah ini peneliti susun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Ahli Madya Keperawatan di Jurusan Kesehatan Program D III Keperawatan Politeknik
Dalam penyusunan ini, peneliti mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih
1. Dr. Arman jaya, ST., MT Dirktur Politeknik Negeri Madura yang sudah memberikan
2. Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Bioteh selaku Direktur Ketua Jurusan Program
3. Ns. Mohammad Nur, S.Kep., M.Si selaku Pembimbing I dalam penelitian ini yang telah
4. Ns.Edy Suryadi Amin, M.MKep, M.Kes selaku Pembimbing II dalam penelitian ini yang
telah memberi petunjuk, revisi dan saran hingga terwujudnya proposal ini.
5. Bapak, Ibu dan Saudara tercinta yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam
6. Kepala puskesmas waru Abd Syukur Afandi, S.Kep.MM yang telah memberikan izin dan
Negeri Madura (Poltera) dan seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penelitian
Peneliti berusaha untuk dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, dengan sebaik-
Oleh karena itu demi kesempurnaan, peneliti harapkan adanya kritik dan saran dari
MINGKI ROSADI
Nim : 18.056
BAB 1
PENDAHULUAN
Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang menyerang
kulit dan jaringan saraf perifer serta mata dan selaput yang melapisi bagian dalam
Pausibasiler 1-5 lesi, kusta jenis ini menyebabkan rasa baal yang jelas dan menyerang satu
cabang saraf.Multibasiler lesi >5, kusta multibasiler tak seperti pausibasiler, rasa baalnya
tidak jelas, dan menyerang banyak cabang saraf. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis
penyakit menular yang masih merupakan masalah kesehatan yang sangat kompleks di
Indonesia. Masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya, tetapi juga masalah sosial,
ekonomi, budaya, serta keamanan dan ketahanan sosial (Widiyono, 2005). Penyakit kusta bila
tidak ditangani dengan cermat dapat menyebabkan cacat, dan keadaan ini menjadi
penghalang bagi penderita kusta dalam menjalani kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sosial ekonominya. Penyakit kusta masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk
penderita kusta terdaftar, jumlah kasus baru sebanyak 19.695 penderita, 8,74% penderita
mengalami cacat tingkat II serta 9,09 % di antaranya adalah penderita kusta anak. Menurut
data kusta nasional tahun 2000, sebanyak 5% penderita mengalami reaksi kusta. Di Indonesia
kusta mencapai tahap eliminasi sejak tahun 2000,tapi sampai sekarang kasusnya masih belum
menurun lagi, dan masih dijumpai kasus pada anak (11,3%), angka kecacatan sebesar 10,8 %
serta 81% kasus masih tergolong multibasiler atau banyak bakterinya (Depkes, 2007).
Data yang di peroleh dari puskesmas waru kabupaten pamekasan tahun 2020 adalah
sebanyak 12 orang, 6 penderita laki-laki dan 6 penderita perempuan dan penderita anak < 15
tahun 3 penderita. Indonesia sampai saat ini menduduki peringkat ke 3 di dunia setelah
india dan razil. Sedangkan prevelensi kusta di indonesia di perkirakan 0,696 per 10.000
penduduk,
Semakin meningkatnya angka kejadian penyakit kusta tentu bukan tanpa sebab, banyak
faktor yang mendasarinya. Gejala utama penyakit kusta berupa bercak perubahan warna
(menjadi putih seperti panu) atau lesi pada kulit, berbentuk benjolan, atau benjolan yang tidak
hilang setelah beberapa minggu atau bulan. Yang menjadi gejala khas dari penyakit kusta,
bahwa lesi pada kulit yang disertai dengan kerusakan saraf akan menimbulkan gejala-gejala
sebagai berikut:,
Biasanya memerlukan waktu sekitar 3 sampai 5 tahun sampai gejala kusta muncul setelah
seseorang kontak dengan bakteri lepra. Walau demikian, ada juga beberapa orang yang tidak
mengalami gejala apapun sampai 20 tahun kemudian. Waktu antara kontak dengan bakteri
sampai munculnya gejala disebut masa inkubasi. Masa inkubasi pada penyakit kusta begitu
panjang sehingga menjadi sangat sulit bagi dokter untuk menentukan kapan dan dari mana
Penyakit kusta bukanlah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dalam hal ini untuk
menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai
penularan dari pasien kusta terutama tipe yang dapat menular pada orang lain untuk
menurunkan insiden penyakit, Dengan pengobatan yang teratur, kusta dapat disembuhkan
tanpa meninggalkan kecacatan. Kecacatan fisik yang sering ditemukan pada penderita kusta
biasa terjadi karena deteksi dini penyakit kusta yang terlambat, pengobatan yang kurang
teratur serta perawatan diri yang kurang baik. Para penderita kusta yang telah sembuh dari
penyakit tersebut mereka tidak akan pernah lepas dari status penyandang kusta. Mereka akan
selamanya disebut sebagai penyandang kusta yang telah sembuh atau biasa disebut eks
penderita kusta.
Dengan melihat persoalan diatas, maka perlu ditekankan dan perlu diupayakan lebih
lanjut tentang peningkatan kepatuhan pasien dalam upaya perawatan penyembuhan penyakit
kusta, dengan adanya keterlibatan perawat sebagai salah satu unsur kegiatan asuhan
keperawatan dalam merawat penderita penyakit kusta supaya mengikuti prosedur yang telah
di berikan oleh tenaga medis, dan juga peran keluarga sangat penting , agar selanjutnya dapat
diberikan langkah-langkah yang tepat dalam pemberian obat terhadap penderita penyakit
kusta. Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “
Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Diwilayah Kerja Puskesmas Waru Kabupaten
Bagaiman Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Diwilayah Kerja Puskesmas
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsep diri pada penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas Waru Kabupaten Pamekasan
puskesmas waru Kabupaten Pamekasan agar dapat meningkatkan preventif bagi penderita
kusta.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
keperawatan tentang Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Diwilayah Kerja
Konsep Diri Pada Penderita Kusta Diwilayah Kerja Puskesmas Waru Kabupaten Pamekesan.
keberadaan pasien penderita kusta. Dan mengetahui cara pemberian obat secara teratur bagi
.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
kuman Mycobacterium leprae (M.Leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf
tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,
mata, otot, tulang dan testis (Tamba R.S, 2011 dikutip dari Amirudin M.D, 2000).
Penyakit kusta juga disebut Morbus Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal dari
bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular dan bersifat kronik.
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler
obligat dan terjadi pada kulit dan saraf tepi. Kuman Mycobacterium leprae pertama
kali menyerang pada syaraf perifer, yang kemudian mengenai kulit dan mukosa
mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endotel penderita, mata, otot, tulang
dan testis.Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis,
Istilah kusta berasal dari bahasa sangsekerta, yakni kushtha yang berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga morbus
hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu dr. Gerhard armauwer
hansen pada tahun 1874, sehingga penyakit ini disebut morbus hansen (zulkifli,
2003).
Kusta, juga dikenal sebagai penyakit Hansen adalah penyakit infeksi
M. leprae terutama menginfeksi sel Schwann pada saraf perifer yang mengarah pada
kerusakan saraf dan berkembang menjadi cacat. Penyakit ini ditandai dengan satu atau
lebih dari tiga cardinal sign yaitu hipopigmentasi atau erythematous skin patches
dengan kehilangan sensasi rasa, penebalan saraf perifer, dan ditemukan basil tahan
asam dari hapusan kulit atau bahan biopsy(Bhat dan Prakash, 2012).
memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya
2011).
menyebabkan cacat jika tidak dilakukan perawatan diri. Kusta merupakan penyakit
intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai aktivitas afinitas pertama, lalu kulit dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain. (Djuanda, 2011)
1.Tuberkuloid
2. Lepromatosa
3. Borderline
1. Tuberkuloid
Jenis kusta satu ini merupakan salah satu jenis penyakit kusta yang ringan.
Penderita biasanya hanya memiliki satu atau beberapa bercak putih dan datar pada
kulitnya. Area kulit yang terkena mungkin mengalami mati rasa karena kematian saraf
di bagian bawahnya. Kusta jenis tuberkuloid ini tidak terlalu menular bila
Pembesaran saraf di daerah siku (saraf ulnaris) dan lutut (saraf peroneal).
Cacat pada jari tangan dan kaki jika tidak segera diobati.
2. Lepromatosa
biasanya memiliki banyak bercak kulit yang agak menonjol dan menyebar ke seluruh
tubuh, kulit yang terkena biasanya mengalami mati rasa, dan penderita juga dapat
mengalami kelemahan otot. Selain mengenai kulit, kusta juga dapat mengenai hidung,
ginjal, dan organ reproduksi pria. Kusta jenis ini lebih mudah menular dibandingkan
dengan kusta jenis tuberkuloid. Gejala kusta lepromatosa lain yang perlu diwaspadai
adalah:
Hidung tersumbat
Laringitis
Orang yang disebut mengalami kusta tipe borderline adalah seseorang yang
memiliki kedua gejala tipe kusta di atas, yaitu gejala tuberkuloid dan lepromatosa.
Pengidap kusta borderline memiliki gejala gabungan dari kusta tuberkuloid dan
Banyak kasus kusta borderline yang bisa dicegah karena telah melakukan
pengobatan lebih dini. Beberapa pengidap kusta dengan tipe tuberkuloid bahkan
Pengidap kusta rentan mengalami kecacatan. Risiko ini dapat dicegah dengan
Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus
gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh
penderita selama 20–30 tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan
penderitanya adalah:
Manifestasi Klinis ;
a. Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP & PL, 2007). Tanda tanda utama atau Cardinal
1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan kulit/ lesi dapat berbentuk bercak
Biasnya disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini
merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan
Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
Positif)
Tanda - tanda pada kulit Bercak/ kelainan kulit yang merah atau putih di
bagian tubuh. Bercak yang tidak gatal dan kulit mengkilap. Adanya bagian tubuh
Tanda-tanda pada saraf Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota
Adanya cacat (deformitas) dan luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.
Lewis (2011) berpendapat bahwa masa inkubasi kusta adalah 6 bulan sampai
40 tahun lebih. Masa inkubasi rata-rata adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid dan 10
tahun untuk kusta lepromatosa. Chin (2006) mengatakan bahwa masa inkubasi kusta
berkisar 9 sampai 20 tahun. M. Leprae memiliki masa inkubasi penyakit yang sangat
lambat yaitu sekitar lima tahun, dan gejala yang ditimbulkan baru mulai muncul
setelah 20 tahun kemudian. Gejala kusta dapat ditemukan adanya lesi tunggal atau
ganda, biasanya kurang berpigmen dari kulit sekitarnya. Lesi yang ditimbulkan
bervariasi, tetapi umumnya berupa makula (datar), papula (timbul) ataupun nodul.
Warna lesi terkadang kemerahan atau kuning kecoklatan. Gejala khas dari kusta
adalah hilangnya sensasi sentuhan akibat rusaknya saraf pada area yang sakit dan juga
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kusta adalah suatu
penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobakterium leprae leprae yang
pertama kali menyerang syaraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, membran
mukosa, saluran pernafasan bagian atas, mata, dan jaringan tubuh lainnya kecuali
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam
(BTA). Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12-
21 hari untuk membela diri dan masa rata-rata 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat
ditularkan kepada orang lain melalui saluran pernapasan dan kontak kulit.
dapat bereproduksi secara maksimal pada suhu 27-30 ℃. Mikroba ini berkembang
biar dengan baik pada jaringan dengan suhu rendah, seperti kulit, saraf perifer, saluran
pernafasan atas dan testis. Jalur transmisinya masih belum jelas, diperkirakan
transmisi terjadi melalui droplet, vektor serangga, atau kontak dengan tanah dengan
2.1.5Komplikasi
Kecacatan merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik
akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta
(Arif Mansjoer, 2009). Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta
a. Mati rasa.
c. Gagal ginjal.
g. Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang, termasuk
penularan di dalam rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama
kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya.Yang diketahui hanya pintu keluar
kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang
tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan
Penyakit kusta akan berdampak kepada penderita kusta dari berbagai aspek dan juga
berakibat pada kualitas hidup yang semakin menurun (Rao &Joseph, 2007) :
a. Fisik
Aspek fisik penyakit kusta akan berdampak pada lesi di kulit dan
saraf sensori, otonom, dan motorik. Pada saraf sensori akan terjadi akan terjadi
luka tusuk, luka sayat, dan luka bakar. Pada saraf otonom akan terjadi kekeringan
kulit yang dapat mengakibatkan kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi
sekunder. Pada saraf motorik akan terjadi paralisis sehingga terjadi deformitas
sendi pada penderita kusta (wisnu dan Hadilukito, 2003 dalam Susanto, 2006).
b. Psikologis
keturunan, penyakit yang bisa menular lewat apapun, dan tidak bisa disembuhkan.
Stigma masyarakat yang seperti itu akan membuat penderita kusta mengalami
depresi dan bahkan ada keinginan untuk bunuh diri (Bakrie,2010). Penelitian
Tsutsumi (2003) mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara stigma yang
Kemiskinan adalah salah satu dampak dari penyakit kusta yang begitu
sebagai reservoir penularan infeksi penyakit kusta (Kaur & Van Brakel, 2002 ).
d. Sosial
bahwa penderita kusta sering terisolasi dari masyarakat, hidup sendiri, dan
2. Bagi keluarga
keluarga panik saat salah satu anggota keluarga mendapat diagnosa kusta, berusaha
untuk mencari pertolongan ke dukun, keluarga takut akan tertular penyakit kusta
sehingga tidak jarang penderita kusta diusir dari rumah, keluarga takut diasingkan
oleh masyarakat dan jika anggota keluarga yang menderita kusta adalah kepala
keluarga, akan berdampak pada sosial ekonomi keluarga tersebut. Dampak yang
juga akan berdampak pada lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal penderita
kusta. Dampak yang muncul yaitu masyarakat merasa jijik dan takut terhadap penderita
kusta, masyarakat menjauhi penderita kusta dan keluarganya, dan masyarakat merasa
terganggu dengan adanya penderita kusta sehingga berusaha untuk menyingkirkan dan
2.1.8Pemeriksaan Penunjang
a. pemeriksaan bakterioskopik
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit
atau asupan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap
basil tahan asam, antara lain dengan ziehl-neelsen. Bakterioskopik negatif pada
seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung basil M. Leprae.
b. Pemeriksaan Histopatologik
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang
mempunyai nama khusus, antara lain sel Kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel
glia dari otak, dan yang dari kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adalah
melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. Leprae) masuk, akibatnya akan
bergantung pada sistem imunitas selular (SIS) orang itu. Apabila SISnya tingga,
c. Pemeriksaan Serologik
seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. antibodi yang terbentuk dapat bersifat
spesifik terhadap M. Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara
M.Tuberculosis.
yang meragukan, karena tanda klinik bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat
membantu menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada
kusta ialah :
dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien
kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi
menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam
jaringan.
yang adekuat dan teratur minum obat akan mengurangi infeksiusitas penderita yang
menular, dan ketidakpatuhan minum obat pada penderita kusta akan berakibat sangat
4 buruk bagi penderita karena akan menimbulkan resistensi obat -obatan anti kusta.
Bila Penderita kusta tidak minum obat secara teratur, maka kuman kusta dapat
menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala –gejala baru pada kulit syaraf yang
teratur (Depkes RI, 2008). Pengobatan kusta yang memerlukan jarak lama antara 6 -
12 bulan, biasanya memiliki resiko tinggi dalam ketidakteraturan berobat dan minum
obat.
penyakit menular/infeksi. Tujuan dari program P2M ini yaitu untuk menurunkan
angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit menular. Prioritas penyakit
menular yang akan di tanggulangi adalah penyakit malaria, DBD, filiaria, kusta,
pneumonia dan penyakit yang dapat di cegah melaui P2M. Melalui program P2M,
maka salah satu cara yang digunakan untuk mencegah dan memberantas penyakit
Pencegahan penyakit khusus kusta belum ada. Pada zaman dahulu penderita
kusta diisolasi. Cara ini selain tidak manusiawi, juga menyebabkan leprofobi terus
menerus. Untuk saat ini penanganan tanpa metode isolasi dapat ditangani dengan
promosi kesehatan pada masyarakat bahwa penyakit kusta bukan penyakit kutukan
atau keturunan, serta menganjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Faktor pengobatan
adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat
48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca
diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati.
Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan
Salah satu upaya dalam pemberantasan penyakit menular ini adalah melalui
vaksinasi. Para ahli telah lama berusaha untuk mendapatkan upaya pencegahan
pendekatan yaitu :
Pada penyakit kusta sebenarnya ada 3 tipe vaksin yang potensial untuk penyakit
kusta, (1) yang berasal dari M. Leprae mati yang dirangsang untuk imunoprofilaksis,
(2) yang berasal dari M. Leprae mati lain yang memberikan reaksi silang dari M.
Leprae, (3) Campuran M. Leprae mati dengan BCG (Imunisasi Bacillus Calmette
penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai system pendukung bagi
anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung,
penghargaan dan dukungan informasi yang dapat diberikan bagi penderita kusta.
a. Dukungan Emosional
kepedulian, dan perhatian kepada orang lain. Dukungan ini dapat memberikan perasaan
aman dan nyaman, perasaaan dimiliki dan dicintai dalam situasi-situasi stres
(Wandasari, 2004).
dukungan emosional dapat merasakan aman, damai, dan tentram yang ditunjukkan
b. Dukungan Penilaian
keluarga kepada klien kusta. Bentuk penilaian yang diberikan klien kusta berupa
pemberian pujian atas menjaga keberhasilan diri atau pada saat klien kusta mencoba
secara langsung seperti bantuan uang atau materi lainnya (Wandasari, 2004). Bentuk
dukungan ini antara lain adalah penyediaan materi seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stres karena
d. Dukungan Informasional
Dukungan informasional yaitu dukungan yang terdiri dari pemberian nasihat,
arahan, saran, atau umpan balik mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain
informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan
tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi ini
Kualitas hidup merupakan persepsi individu dalam hidup ditinjau dari konteks
budaya dan sistem nilai individu tersebut berada, dan berhubungan dengan standar
hidup, harapan, kesenangan dan perhatian. Hal ini merupakan konsep tingkatan yang
lingkungan (WHO, 1997). Kualitas hidup mempunyai makna yaitu derajat sesorang
interaksi faktor personal dengan lingkungan (Chang & Weissman, 2008). Tujuan dari
dan konsentrasi :
aktivitas seksual.
beragama.
hasil medis dari pengobatan penyakit kronis seperti pada penyakit kusta.
Persepsi individu tentang dampak dan kepuasan tentang derajat kesehatan dan
pembuatan kebijakan.
penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan, deformitas, dan rasa takut. Penderita
kusta juga tersiksa karena kemampuan fisik yang dimiliki berkurang, diskriminasi
oleh masyarakat sekitar, dan juga stigma. Riset yang dilakukan oleh Tsutsumi (2007)
kusta adalah adanya stigma yang dialami penderita kusta . Stigma yang dialami
penderita kusta memberikan pengaruh terbesar terhadap kualitas hidup. Dalam riset
tersebut juga dijelaskan bahwa pria dengan penyakit kusta memiliki kualitas hidup
Dari hasil penelitian Sri Winarsih dan Tony Suharsono 2017. Dari penelitian
ini diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang kusta adalah dalam
sebagian besar adalah dalam katagori patuh yaitu 23 responden (56,1%). Terdapat
hubungan yang bermakna (p = 0,025; p < 0,05) antara tingkat pengetahuan tentang
Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi
diri. Pandangan diri tidak hanya meliputi kekuatan-kekuatan individual, tetapi juga
kelemahan bahkan juga kegagalan dirinya. Konsep diri merupakan inti dari
Konsep diri adalah gambaran yang ada pada diri individu yang berisi tentang
bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan
pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian
atas dirinya sendiri serta bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri sebagai
tingkat kepuasan yang diperoleh dalam hidupnya. Setiap individu pasti memiliki
konsep diri dan dapat berkembang menjadi konsep diri positif maupun negatif, namun
demikian kita pada umumnya tidak tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu negatif
atau positif. Individu yang memiliki konsep diri positif akan memiliki dorongan untuk
mengenal dan memahami dirinya sendiri. Dalam hal ini individu dapat menerima
dirinya secara apa adanya dan akan mampu menginstropeksi diri atau lebih mengenal
dirinya melalui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, Sedangkan individu yang
memiliki konsep diri negatif, ia tidak memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri,
juga tidak mampu mengenal diri sendiri baik kelebihan maupun kelemahan serta
potensi yang dimiliki. Individu yang memiliki konsep diri negatif adalah individu
yang pesimis, merasa dirinya tidak berharga, dan tidak tahan dengan kritikan yang
diberikan kepadanya.
pada orang lain, komponen ini sering disebut physical self-concept. Kedua, komponen
kualitas penyesuaian diri, seperti pendirian yang teguh dan kebalikannya dari sifat-
sifat tersebut. Ketiga, komponen sikap yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri,
sikap terhadap statusnya sekarang dan prospeknya di masa depan, sikap terhadap
Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Di
Puskesmas Waru Kabupaten Pamekasan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan
atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode ilmiah (Notoatmodjo,
2010:19).Pada bab ini akan disajikan metode penelitian yang meliputi: desain penelitian,
prosedur penelitian (Nursalam 2013) .Berdasarkan tujuan penelitian, maka desain penelitian
survey deskriptif juga dapat didefinisikan suatu penelitian yang dilakukan untuk
(Notoatmodjo, 2010:37).
3.2 KerangkaKerja
Pupulasi
Semua pasien yang menderita kusta di Puskesmas Waru jumlah
populasi : 12 orang
Sampel
Semua pasien yang menderita kusta di Puskesmas Waru jumlah
sampel: 12 orang
Sampling
Non probability Total sampling
Desain penelitian
Deskriptif
Pengumpulan data
Kuensioner closedended question tipe dichotomy quesition
Penyajian data
Gambar dan tabel
Gambaran 3.1 Kerangka kerja tentang Gambaran Konsep Diri Terhadap Penderita Kusta Di
Wilayah Kerja Puskesmas Waru Kabupaten Pamekasan.
3.3 Populasi, Sampel, BesaranSampel, danTeknikSampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah merupakan seluruh objek atau subjek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti (Nursalam 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah 12 orang pasien di
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
Besar sampel adalah banyaknya 12 orang yang dijadikan sampel. Sampel yang
2017).Penelitian ini menggunakan sampling jenuh. Pada sampling ini dipilih dari semua
masyarakat yang berada di Puskesmas Waru Dengan jumlah 12 responden. Cara ini
dilakukan bila populasinya kecil, seperti bila sampelnya kurang dari tiga puluh maka anggota
populasi tersebut diambil seluruhnya untuk dijadikan sampel penelitian (Nursalam 2017).
Variabel adalah objek peneliti atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
(Nursalam 2017). Variabel pada penelitian ini yaitu Gambaran Konsep Diri Pada Penderita
Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari suatu
yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah merupakan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian
Tabel 3.1 Definisi operasional tentang Gambaran Konsep Diri Pada Penderita Kusta Di
Wilayah Kerja Puskesmas Waru Kabupaten Pamekasan Tahun 2021
Pengumpulan data ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari Direktur
poltera, kemudian peneliti juga mendapatkan persetujuan dari instansi atau lembaga tempat
yang akan diteliti serta melakukan pendekatan pada calon responden untuk sudi dan bersedia
Pada penelitian ini yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian
terdapat 5 soal data umum (pertanyaan umum )dan 7 soal data khusus.
a. Editing
Setelah jawaban responden terkumpul, segera memeriksa kembali data yang telah
terkumpul, untuk mengecek kembali apakah semua skala sudah diisi sesuai petunjuk,
kemudian memisahkan subyek penelitian yang tidak sesuai dengan kriteria intruksi.
b. Coding
Kode1: Petani, Kode 2: Wiraswasta ,Kode 3: Ibu rumah tangga , Kode 4: PNS
Kode 1: 21-30 tahun, Kode 2: 31-40 tahun, Kode 3: 41-50 tahun, Kode 4: 51
tahun keatas
c. Scoring
Scoring adalah member skor terhadap item-item yang perlu diberi skor. Nilai
tertinggi dari semua pertanyaan adalah 100% dan nilai terendah adalah 0%.Untuk
penilaian kriteria:
Ya : 1
Tidak : 0
Peryataan
negatif
dibrei nilai :
Ya : 0
Tidak : 1
d. Tabulating
Tabulating adalah mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item
pertanyaan. Data umum \dan data khusus dilakukan tabulasi untuk mengetahui jumlah
100% = Seluruhnya
50% = Setengahnya
1% - 24% = Sebagiankecil
0% = Tidaksatupun
3.7 EtikaPenelitian
Poltera Keperawatan Pamekasan dan permintaan ijin kepada kepala puskesmas waru.
maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama
dan sesudah pengumpulan data. Jika penderita bersedia diteliti, maka harus
pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan nomor kode pada masing-
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset (Nursalam 2013).
Daftar Pustaka
Nothern Teritory Government. Leprosy (Hansen’s Disease). 2013. [cited 2016 April 22].
Available from : www.nt.gov.au/health
Afifah, N. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian drop out pengobatan
penderita kusta tipe MB. Unnes Journal of Public Health, 3(2), 1–11.
Aisyah, I., & Agusni, I. (2018). Penelitian retrospektif : gambaran pasien baru kusta. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 30(1), 40–47.
Astuti, Y. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita kusta untuk
datang berobat teratur di wilayah Jakarta Selatan tahun 2014. Jurnal Ilmiah
Widya, 4(2), 262–267.