Anda di halaman 1dari 113

HUBUNGAN ANTARA KECANDUAN INTERNET GAME DENGAN

KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh:

Devina Ngeksi Hari Laksono

16/397807/KU/18951

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JUNI 2020
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECANDUAN INTERNET GAME DENGAN


KETERAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
Devina Ngeksi Hari Laksono
16/397807/KU/18951

Telah diujikan dan diseminarkan


Pada tanggal 4 Juni 2020

Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3

Heru Subekti, S.Kep., Ns., M.PH. Ema Madyaningrum, S.Kep., Ns., M.Kes., Ph.D. Intansari Nurjannah, S.Kp., MN.Sc., Ph.D.
NIP. 111198002201304101 NIP. 197906112014092001 NIP. 197208261999032003

Mengetahui,
Ketua Prodi S1 Keperawatan
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Haryani, S.Kp., M.Kes., Ph.D.


NIP. 197607092005012002

ii
HALAMAN PERNYATAAN

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Devina Ngeksi Hari Laksono
NIM : 16/397807/KU/18951
Tahun terdaftar : 2020
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas/Sekolah : Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan

Menyatakan bahwa dalam dokumen ilmiah Skripsi ini tidak terdapat bagian dari karya
ilmiah lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu lembaga
Pendidikan Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang/ lembaga lain, kecuali yang secara tertulis disitasi dalam
dokumen ini dan disebutkan sumbernya secara lengkap dalam daftar pustaka.
Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen ilmiah ini bebas dari unsur-unsur
plagiasi dan apabila dokumen ilmiah Skripsi ini dikemudian hari terbukti merupakan
plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi
akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Yogyakarta, 04 Juni 2020

Devina Ngeksi Hari L


16/397807/KU/18951

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segalah

berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal

skripsi ini dengan judul ―Hubungan Antara Kecanduan Internet game dengan

Keterampilan Sosial pada Remaja di Kota Yogyakarta‖.

Penulisan proposal skripsi ini merupakan salah satu tugas akademik dalam

menempuh gelar sarjana Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran,

Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM. Penulis mengucapak terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian

proposal skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. dr. Ova Emiliana, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

2. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

3. Haryani, S.Kp., M.Kes., Ph.D., selaku ketua Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas

Gadjah Mada.

4. Bapak Heru Subekti, S.Kep, Ns., M.PH., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan motivasi, saran, dan masukan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

5. Ibu Ema Madyaningrum, S.Kep., Ns., M.Kes., Ph.D., selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan motivasi, saran, dan masukan dalam penyusunan proposal

skripsi ini.

iv
6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan

ilmu kepada penulis

7. Seluruh staf Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan,

Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan

bimbingan dan pemahaman dalam urusan administrasi dan kepentingan akademik

hingga terselesaikannya proposal skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, saran dan kritik untuk penyempurnaan sangat kami harapkan dan

semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, semoga Tuhan

memberikan berkat dan rahmatNya kepada kita semua.

Yogyakarta, 04 Juni 2020

Devina Ngeksi Hari Laksono

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya saya telah mencapai akhir
dari penulisan skripsi yang telah saya lakukan selama kurang lebih 12 bulan lamanya.
Banyak hal yang telah saya pelajari dalam mengerjakan penelitian skripsi ini. Saya
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Heru Subekti, S.Kep, Ns., MPH., dan Ibu
Ema Madyaningrum, S.Kep., Ns., M.Kes., Ph.d., yang telah memberikan masukan
kepda saya serta membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini. Saya juga
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Intansari Nurjannah, S.Kp., MN.Sc., Ph.D.,
selaku penguji skripsi saya yang telah memberikan masukan dalam pengerjaan skripsi
ini. Saya dapat menyelesaikan skripsi ini tidak jauh dari dukungan orang-orang yang
ada di sekitar saya. Untuk itu skripsi ini saya persembahkan kepada:

Orang tua saya Ibu Magdalena Susilowati dan Bapak Widodo Laksono yang telah
memberikan dukungan semangat dan material kepada saya, serta telah mendoakan
saya setiap harinya.
Terima kasih dan selamat untuk kita, teman-teman penelitian payung Dien dan Faya
akan kerjasama yang telah kita lakukan selama 1 tahun ini.
Teman-teman di Gereja Baptis Indonesia Sleman, yang selalu mendoakan saya
setiap minggunya sampai saya selesai mengerjakan skripsi.
Teman-teman terdekatku di PSIK Amel, Atun, Angela, Esty, Westi, Etika, dan
Erma yang selalu memberikan masukan, nasihat, dan semangat kepada saya hingga
saya menyelesaikan skripsi ini. Sukses untuk kita semua.
Terkhusus kepada Amelia Saraswati yang selalu ada ketika saya mengalami
kesusahan dalam pengerjaan skripsi. Sukses selalu untuk dirimu.
Terimaksih juga kepada teman-teman PSIK 2016 yang selalu memberikan dukungan
semangat satu dengan lainnya.
Dan terakhir, terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
pengerjaan skripsi ini, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimaksih untuk
dukungan yang telah diberikan kepada saya hingga skripsi ini terselesaikan

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

INTISARI............................................................................................................. xiv

ABSTRACT ...........................................................................................................xv

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................1

B. Rumusan Masalah Penelitian ........................................................................3

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................3

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................4

E. Keaslian Penelitian ........................................................................................5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................10

vii
A. Tinjauan Teori .............................................................................................10

B. Landasan Teori ............................................................................................23

C. Kerangka Teori............................................................................................25

D. Kerangka Penelitian ....................................................................................26

E. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................27

F. Hipotesis Penelitian.....................................................................................27

BAB III. METODE PENELITIAN........................................................................28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................28

B. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................28

C. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................28

D. Variabel Penelitian ......................................................................................30

E. Definisi Operasional....................................................................................30

F. Instrumen Penelitian....................................................................................32

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................................................33

H. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................35

I. Jalannya Penelitian ......................................................................................36

J. Etika Penelitian ...........................................................................................38

K. Analisis Data ...............................................................................................40

L. Hambatan dan Keterbatasan Penelitian .......................................................41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................43

viii
A. Hasil Penelitian ...........................................................................................43

B. Pembahasan .................................................................................................53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................64

A. Kesimpulan .................................................................................................64

B. Saran ............................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................66

LAMPIRAN ...........................................................................................................80

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Teori .......................................................................25

Gambar 2. Kerangka Penelitian ............................................................................26

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional ................................................................................31

Tabel 2. Karakteristik Responden ..........................................................................42

Tabel 3. Kecanduan Internet Game ........................................................................45

Tabel 4. Kecanduan Internet Game dengan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan

Usia ........................................................................................................................46

Tabel 5. Keterampilan Sosial .................................................................................47

Tabel 6. Keterampilan Sosial dengan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Usia

................................................................................................................................48

Tabel 7. Item Keterampilan sosial dengan Jenis Kelamin .....................................49

Tabel 8. Hasil Analisis Korelasi Somer‘s d ...........................................................51

xi
DAFTAR SINGKATAN

APJII Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

KEMENKES Kementerian Kesehatan

SSI Social Skill Inventory

WHO World Health Organization

EE Emotional Expressitivity

ES Emotional Sensitivity

EC Emotional Control

SE Social Expressitivity

SS Social Sensitivity

SC Social Control

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Informasi dan Permohonan Persetujuan Menjadi Responden


Lampiran 2. Lembar Persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian
Lampiran 3. Lembar Penjelasan Kepada Orangtua/Wali
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Orangtua/Wali
Lampiran 5. Kuisioner Data Demografi Responden
Lampiran 6. Kuisioner Indonesian Online Game Addiction
Lampiran 7. Kuisioner Social Skill Inventory
Lampiran 8. Jadwal Penelitian
Lampiran 9. Persetujuan penggunaan instrumen
Lampiran 10. Surat Persetujuan Komite Etik
Lampiran 11. Surat Izin Penelitian

xiii
INTISARI

Latar Belakang: Sebagian besar penduduk Indonesia merupakan pengguna internet


terutama remaja yang menjadi pengguna internet aktif dan menggunakan internet
untuk bermain internet game. Remaja yang terlalu sering bermain internet game
memiliki risiko untuk mengalami kecanduan game online. Oleh karena itu, peneliti
ingin mengetahui hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan
sosial pada Remaja di Kota Yogyakarta.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan
sosial pada remaja di Kota Yogyakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross
sectional. Partisipan pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP dan kelas XI
SMA yang berjumlah 429 responden. Pemilihan subjek penelitian menggunakan
metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan kuisioner Indonesian Online
Game Addiction dan Social Skill Inventory. Analisis data menggunakan Somer’s d.
Hasil: Hanya sedikit dari remaja yang mengalami kecanduan internet game (1,2%)
dan kecanduan internet game ringan (16,3%), sementara itu sebagian besar remaja
memiliki tingkat keterampilan sosial yang sedang (83,2%) dan hanya 0,5% remaja
yang mengalami keterampilan sosial rendah. Hasil analisis bivariat terhadap
kecanduan internet game dengan keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta
menunjukan adanya hubungan (p<0,05, r= -0,124).
Kesimpulan: Remaja yang masuk dalam kategori tidak kecanduan internet game,
remaja tersebut akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi.

Kata Kunci: kecanduan internet game, keterampilan sosial, remaja.

xiv
ABSTRACT

Background: Most Indonesians are internet users, especially adolescents who are
active internet users and use internet for playing games. Adolescents who play
internet game too often have the risk of experiencing online gaming addiction.
Therefore, researchers want to know the relationship between internet game addiction
and social skills in adolescents in Yogyakarta.
Objective: To find out the relationship between internet game addiction and social
skills in adolescents in Yogyakarta.
Method: This is an analytical study using cross sectional design. Participants of this
study are 8th grade of Junior High School students and 11th grade of Senior High
School students in Yogyakarta with 429 respondents. This research uses ―Indonesian
Online Game Addiction‖ and ―Social Skill Inventory‖ questionnaires. Data analysis
uses Somer‘s d.
Result: There are only few adolescents who are addicted to internet game (1.2%) and
those who have light internet game addiction (16.3%). Meanwhile, most of the
adolescents have a moderate level of social skills (83.2%) and only 0.5% of
adolescents with inferior social skills. The result of bivariate analysis of internet game
addiction and social skills among adolescents in Yogyakarta showed a weak negative
correlation (p<0.05, r= -0,124).
Conclusion: Adolescents who are categorized as not having addiction to internet
game, they will have high social skills.

Keywords: internet game addiction, social skills, adolescent

xv
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecanduan bermain game telah menjadi suatu topik penelitian yang menarik

dalam lebih dari satu dekade terakhir ini, gangguan ini telah menunjukan

peningkatan jumlah yang signifikan (Griffiths et al., 2012). Menurut Internet

World Stats (2018) jumlah pengguna internet di dunia mencapai 7.634.758.428

penduduk, dengan pengguna terbanyak dicapai oleh benua Asia dengan presentase

49%. Pengguna internet di Indonesia menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia (APJII) (2017) berjumlah 143,26 juta jiwa dari total 262 juta

orang penduduk Indonesia, yang berarti 54,68% dari penduduk Indonesia

menggunakan internet. Menurut survei APJII (2017) 58,08% penduduk Pulau

Jawa adalah pengguna internet, 16,68% pengguna internet adalah remaja berumur

13 – 18 tahun, dan menurut survei 54,13% dari pengguna internet yang

memanfaatkan internet pada bidang gaya hidup dengan bermain game.

Terdapat 8,8% prevalensi kecanduan internet game di Korea, dengan

prevalensi kecanduan game lebih banyak terdapat pada anak laki – laki dengan

7,1%, dan 1,7% untuk anak perempuan (Kweon & Park, 2012). Menurut

penelitian Jap et al., (2013) di antara siswa sekolah di Indonesia, diperkirakan

terdapat 10,15% prevalensi kasus kecanduan game online. Pada Kota Yogyakarta

sampai saat ini belum ada data yang menunjukan jumlah pengguna game.

World Health Organization (WHO) telah memasukan kecanduan game atau

gaming disorder ke dalam daftar terbaru International Statistical Classification of

Diseases atau ICD-11 sebagai salah satu penyakit mental atau mental disorder

1
2

(Kemenkes, 2018). Riset kesehatan dasar oleh Kementerian Kesehatan (2018)

menampilkan data bahwa prevalensi gangguan mental emosional penduduk usia

lebih dari 15 tahun di Indonesia meningkat menjadi 9,8% dari tahun 2013.

Prevalensi gangguan mental emosional di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

lebih tinggi ditahun 2018 dibandingkan tahun 2013.

Menurut N. R. Kim et al., (2016) salah satu alasan seseorang bermain game

karena adanya motivasi sosial. Pada penelitian Chou et al., (2017) didapatkan

hasil bahwa seseorang yang memiliki keterampilan sosial yang rendah akan

memiliki perilaku kecanduan penggunaan internet yang tinggi.

Seseorang yang mengalami kecanduan dalam bermain game akan

mendapatkan beberapa dampak seperti pada penelitian Saquib et al., (2017) 16%

remaja di Al-Qasim, Saudi Arabia yang kecanduan bermain game mengalami

tekanan psikologis. Pada penelitian Strittmatter et al., (2015) remaja pada

beberapa negara di Eropa yang sering bermain game akan mengalami depresi, dan

mengalami penurunan kesejahteraan psikososial dan kesepian (Lemmens et al.,

2011).

Keterampilan sosial didefinisikan sebagai perilaku individu dalam melakukan

tugas sosial, seperti berteman, bercakap-cakap, masuk dalam kelompok sebaya,

atau bermain dengan teman sebaya (Gresham et al., 2010). Keterampilan sosial

yang baik juga dikaitkan dengan seringnya seseorang dalam bertatap muka

dengan orang lain (Jin & Park, 2012). Pada penelitian Hall et al., (2018) seseorang

yang terlalu banyak menggunakan media sosial untuk berinteraksi sosial

2
3

dibandingkan dengan melakukan interaksi sosial secara face-to-face akan

mengurangi hubungan dengan teman dan keluarga.

Pada penelitian Stepp et al., (2011) didapatkan hasil bahwa perubahan

kompetensi sosial yang terjadi selama masa remaja untuk beberapa anak laki –

laki yang memiliki risiko akan mempengaruhi perilaku nakal remaja tersebut.

Seseorang yang memiliki keterampilan sosial yang rendah akan memiliki dampak

kesendirian yang tinggi, karena jumlah teman yang dimilikinya sedikit (Jin &

Park, 2012), yang mana hal ini menurut Lodder et al., (2016) dapat mengarah

pada rasa kesepian remaja. Segrin & Rynes (2009) menjelaskan bahwa seseorang

yang memiliki keterampilan sosial yang rendah akan memiliki gejala depresi yang

tinggi.

Kecanduan game online dapat membuat seseorang yang memiliki

keterampilan sosial yang buruk akan menjadi lebih buruk lagi. Maka dari itu

peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara kecanduan internet game

dengan keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut: ―Adakah hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan

sosial pada remaja di Kota Yogyakarta?‖

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

3
4

Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan

antara kecanduan internet game dengan keterampilan sosial pada remaja di

daerah Kota Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat keterampilan sosial pada remaja di Kota

Yogyakarta yang mengalami kecanduan internet game.

b. Mengetahui gambaran penggunaan internet game pada remaja di Kota

Yogyakarta.

c. Mengetahui gambaran tingkat kecanduan internet game pada remaja

di Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian adalah:

1. Manfaat secara teoritis

Dapat memberikan info terkait hubungan antara kecanduan game dengan

gangguan keterampilan sosial yang dialami remaja, serta menambah keilmuan

terkait kesehatan mental pada remaja di Kota Yogyakarta.

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi perawat, dalam prakteknya di dunia kerja saat menemui kasus

seperti ini dapat memberikan edukasi yang benar kepada klien, dan

dapat menjadi advokat yang dapat memberikan pengertian kepada

klien tentang kecanduan game yang dapat mempengaruhi

keterampilan sosial, terutama pada remaja.

4
5

b. Bagi orang tua, mendapatkan pengetahuan tentang game yang dapat

membuat kecanduan pada anak usia remaja. Orang tua juga dapat

memberikan kontrol kepada anak dalam hal menggunakan internet

game sebagai sarana melepaskan kepenatan.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian yang sama

dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut penelitian yang sudah dilakukan

dan serupa dengan penenlitian yang akan penulis lakukan, antara lain:

1. Penelitian Rikky, Santoso, & Purnomo (2017) yang berjudul ―Hubungan

Kecanduan Game Online Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja‖. Pada

analisis deskriptif ditunjukkan bahwa rata-rata dari penyesuaian sosial berada

pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 57,06 dan pada kecanduan game

online DoTA 2 (Defense of The Ancient 2) berada pada kategori sedang

dengan nilai rata-rata 64,32. Di dapatkan hasil r = -0,435 dengan sig.2-tailed

= 0,01 (p < 0,05), yang berarti terdapat hubungan negatif signifikan antara

kecanduan game online DoTA 2 terhadap penyesuaian sosial pada remaja.

Apabila seseorang mengalami kecanduan game online DoTA 2 yang tinggi,

penyesuaian sosial yang dimilikinya menjadi rendah. Persamaan dari

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dan teknik sampling yang digunakan

menggunakan purposive sampling. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

yang akan dilakukan adalah subjek pada penelitian ini adalah remaja laki-laki

berusia 12-21 tahun sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah remaja

5
6

laki-laki yang duduk di bangku SMP dan SMA, tempat penelitian pada

penelitian ini adalah warnet di Kota Salatiga sedangkan penelitian yang akan

dilakukan mengambil tempat di SMP dan SMA di Kota Yogyakarta, variabel

terikat dari penelitian ini adalah penyesuaian sosial sedangkan penelitian yang

akan dilakukan adalah keterampilan sosial, dan instrumen yang digunakan

pada penelitian ini adalah Skala Penyesuaian Sosial dan Skala Kecanduan

Game Online oleh Chen dan Chan (2008) sedangkan penelitian yang akan

dilakukan menggunakan instrumen The Development of Indonesian Online

Game Addiction Questionnaire dan The Social Skill Inventory (SSI).

2. Penelitian Setiaji & Virlia (2016) yang berjudul ―Hubungan Kecanduan

Game Online dan Keterampilan Sosial Pada Pemain Game Dewasa Awal Di

Jakarta Barat‖. Diperoleh hasil bahwa responden memiliki keterampilan

sosial yang tinggi dan kecanduan game online yang rendah, dengan

perhitungan mean empirik dan mean teoritik pada kecanduan game online

sebesar 55,89 atau bersifat rendah dan pada keterampilan sosial sebesar 62,13

dan 55 yang bersifat rendah. Didapatkan hasil hubungan antara kecanduan

game online dan keterampilan sosial adalah r = -0,367 (p < 0,05), yang mana

menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara kecanduan game online

dan keterampilan sosial pada pemain game dewasa awal. Persamaan dari

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif, memiliki variabel yang sama yaitu

kecanduan game online dan keterampilan sosial, serta menggunakan

instrumen Social Skill Intervention oleh Riggio. Perbedaan penelitian ini

6
7

adalah subjek penelitian pada penelitian ini adalah pemain warnet game di

Jakarta Barat sedangkan pada peneltian yang akan dilakukan adalah siswa

yang duduk di bangku SMP dan SMA di Kota Yogyakarta, tempat penelitian

pada penelitian ini adalah warnet game di Jakarta Barat sedangkan pada

penelitian yang akan dilakukan adalah di SMP dan SMA di Kota Yogyakarta,

dan instrumen kecanduan game yang digunakan pada penelitian ini adalah

adalah GAIA (Game Addiction Inventory for Adult) oleh Ulric Wong dan

David Carson sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan

The Development of Indonesian Online Game Addiction Questionnaire oleh

Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja.

3. Penelitian Sioni, Burleson, & Bekerian (2017) yang berjudul ―Internet

gaming disorder: Social phobia and indentifying with your virtual self”.

Hasil dari penelitian ini adalah dari 394 responden 102 (25,9%) responden

masuk kedalam kriteria internet gaming disorder. Responden yang takut

untuk bersosialisasi akan masuk kedalam kriteria internet gaming disorder

(IGD) lebih tinggi. Persamaan pada penelitian ini dengan penelitian yang

akan dilakukan adalah penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, desain

penelitian menggunakan cross sectional, dan variabel kecanduan internet

game atau game online yang digunakan. Perbedaan pada penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah subjek penelitian ini berasal dari empat

forum online terkenal yang berdedikasi pada MMORPGs (Mulitiplayer

Massive Online Role-Playing Games) dengan usia 18 tahun atau lebih

sedangkan responden penelitian yang akan dilakukan adalah siswa SMP dan

7
8

SMA di Kota Yogyakarta, tempat penelitian dilakukan di United States

sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan bertempat di SMP dan SMA

di Kota Yogyakarta, variabel penelitian ini adalah social phobia dan virtual

self sedangkan variabel terikat pada penelitian yang akan dilakukan adalah

Social Skill atau keterampilan sosial, dan instrumen yang digunakan adalah

Internet Game Disorder scale dan Social Phobia Short Form sedangkan

instrumen pada penelitian yang akan dilakukan adalah The Development of

Indonesian Online Game Addiction Questionnaire dan Social Skill

Intervention.

4. Penelitian Chou et al., (2017) yang berjudul ―Social skills deficits and their

association with Internet addiction and activities in adolescents with

attention-de ficit /hyperactivity disorder”. Hasil dari penelitian ini adalah dari

300 partisipan, 14% diantaranya dikategorikan sebagai kecanduan internet,

88% menggunakan internet untuk bermain game online. Partisipan yang

terindikasi mengalami kecanduan internet memiliki keterampilan sosial yang

menurun (M = 126,5, SD = 20,8). Persamaan pada penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif, desain penelitian menggunakan cross sectional, variabel

keterampilan sosial yang digunakan. Perbedaan pada penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah subjek penelitian ini merupakan

remaja berusia 11 sampai 18 tahun dengan diagnosa ADHD, sedangkan

responden penelitian yang akan dilakukan adalah siswa SMP dan SMA di

Kota Yogyakarta, tempat penelitian dilakukan di di pusat pelayanan

8
9

kesehatan Kaohsiung, Taiwan sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan bertempat di SMP dan SMA di Kota Yogyakarta, variabel

dipenelitian ini adalah internet addiction in attention-deficit/hyperactivity

disorder (ADHD), sedangkan variabel bebas pada penelitian yang akan

dilakukan adalah kecanduan internet game, dan instrumen yang digunakan

adalah Social Skill and Behaviors Checklist for Children and Adolescents,

Internet Addiction Scale, SNAP-IV-Chinese, dan Close-Ended Questionaire of

the Occupational Survey sedangkan instrumen pada penelitian yang akan

dilakukan adalah The Development of Indonesian Online Game Addiction

Questionnaire dan Social Skill Intervention.

9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Gangguan perilaku adiktif

Menurut World Health Organization (2018b) gangguan perilaku adiktif

merupakan perilaku yang mendapatkan suatu penghargaan dan dilakukan

secara berulang, yang dapat menjadikan seseorang ketergantungan. Pada

ICD-11 terdapat dua jenis perilaku adiktif:

a. Gambling disorder

Gambling disorder merupakan perilaku yang ditandai dengan pola

perjudian yang berulang, yang mana dapat dilakukan secara online

ataupun offline, yang dimanifestasikan dengan:

1) Kontrol terhadap perjudian yang meningkat.

2) Perjudian menjadi hal yang prioritas dibandingkan dengan

kepentingan hidup dan kegiatan sehari – hari.

3) Terjadi peningkatan perjudian meskipun sudah mengalami

konsekuensi yang negatif.

b. Gaming disorder

Gaming disorder atau gangguan game merupakan perilaku

seseorang dalam bermain game yang terus menerus atau berulang baik

secara online atau offline, dimanifestasikan dengan:

1) Kontrol dalam bermain game yang mengalami gangguan.

2) Game menjadi prioritas dibandingkan dengan minat hidup dan

aktivitas sehari – hari.

10
11

3) Peningkatan bermain game meskipun terjadi konsekuensi yang

negatif, yang mana apabila memiliki tingkat keparahan yang

cukup akan membuat penurunan pada fungsi pribadi, sosial,

keluarga, pendidikan, pekerjaan atau hal penting lainnya.

2. Kecanduan Game

Menurut King & Delfabbro (2009) dikatakan sebagai kecanduan bermain

game apabila hal tersebut menciptakan suatu konsekuensi untuk pribadi dan

sosial yang dapat merugikan dalam kehidupan sosial. Terdapat dua jenis

kecanduan game dalam gaming disorder menurut ICD – 11:

a. Gaming disorder, predominantly online

Dapat dikatakan seseorang mengalami gaming disorder,

predominantly online apabila seseorang tersebut memiliki pola

perilaku bermain game secara berulang yang dilakukan melalui

internet.

b. Gaming disorder, predominantly offline

Gaming disorder, predominantly online ditandai dengan pola

perilaku seseorang bermain game secara berulang yang tidak

dilakukan melalui internet.

Akibat dari kepopularitasan game online yang telah meningkat, banyak

kekhawatiran atas penggunaan dari game online yang berlebihan. Fenomena

dari kecanduan game online telah menyebar luas selama bertahun – tahun dan

bukti klinis untuk mendukung kevaliditasan dari kecanduan game online ini

telah menggunung (E. J. Kim, Namkoong, Ku, & Kim, 2008).

11
12

a. Penyebab seseorang bermain game

Berikut beberapa penyebab yang dapat membuat seseorang

memilih untuk bermain game berdasarkan studi-studi terdahulu:

1) Social anxiety, yang menurut Lee & Leeson (2015) bahwa

seseorang yang mengalami kecemasan sosial yang tinggi dapat

menunjukkan diri mereka yang sebenarnya saat bermain game

daripada saat bertatap muka dengan orang lain, karena mereka

mendapatkan dukungan sosial yang lebih tinggi saat sedang bermain

game online.

2) Harga diri rendah yang dialami seseorang, akan memberikan

kesempatan game kepada remaja untuk dapat mengekspresikan diri

mereka. Ketika pemain game berhasil memenangkan dalam

permainan, mereka merasakan adanya peningkatan rasa kekuatan

dan status yang lebih tinggi, yang mana hal ini dapat menjadi salah

satu cara individu yang memiliki kekurangan di kehidupan nyata

merasa memiliki kelebihan saat bermain game (Aydin & Volkan,

2011).

3) Efikasi diri yang rendah pada remaja di kehidupan nyata juga

berhubungan dengan remaja yang juga mengalami kesepian di

kehidupan nyata. Namun, remaja akan mengalami efikasi diri yang

tinggi saat mereka berada di kehidupan online, karena dunia online

yang dapat memuaskan kebutuhan sosial mereka. Oleh sebab itu,

12
13

remaja yang memiliki efikasi yang rendah di kehidupan nyata lebih

rentan mengalami kecanduan game online (Jeong & Kim, 2011).

4) Stress vulnerability akan mempengaruhi seorang remaja. Remaja

akan lebih sering bermain game online saat mereka menghindari

masalah yang sedang dihadapi untuk mengatasi stres. Akan tetapi,

saat remaja terlalu sering menggunakan game online, mereka akan

sering untuk menghindari masalah (H. Li, Zou, Wang, & Yang,

2016)

5) Kesendirian emosional juga dapat mempengaruhi pemain game

remaja. Pemain game remaja yang memiliki kerentanan psikososial

sebelumnya, seperti kesepian akan cenderung terlibat dengan game

secara patologis, dan seseorang yang sudah dikatakan kecanduan

game patologis akan meningkatkan perasaaan kesepian pada pemain

game (Lemmens et al., 2011).

6) Low Social Support menjadi salah satu penyebab kecanduan game.

Semakin banyak pemain game bermain, relevansi sosial dari

komunitas pemain game cenderung meningkat, serta semakin

banyak pemain game yang ada dalam game tersebut, semakin

banyak kontak sosial yang akan pemain lakukan (Klimmt, Schmid,

& Orthmann, 2009). Seseorang yang bermain game menjadikan

game sebagai tempat bereksperimen dan sebagai tempat mencari

dukungan sosial (Fuster et al., 2013).

13
14

7) Escapism atau pelarian menurut Li et al. (2011) pemain game

yang memiliki tingkat depresi yang tinggi cenderung akan memiliki

sikap escapism yang lebih tinggi serta memiliki perilaku kecanduan

game yang lebih tinggi. Di antara semua faktor kecanduan game,

escapism atau pelarian merupakan faktor yang paling terbaik.

Pemain game merasa saat sedang bermain game, mereka dapat

melupakan segala konflik atau masalah yang dihadapinya. Konflik

intrapersonal dan interpersonal merupakan konflik yang sering pemain

game hadapi (Beranuy et al., 2012).

b. Faktor yang mempengaruhi

Berikut beberapa faktor yang dapat memengaruhi terjadinya

kecanduan game online pada remaja menurut beberapa penelitian:

1) Usia yang lebih muda memiliki resiko 2,9 kali lebih tinggi

dibandingkan usia menengah dan 4 kali lebih tinggi dibandingkan usia

tua (Wittek et al., 2015).

2) Jenis kelamin juga dapat memengaruhi, pada penelitian Hellström

et al., (2012) didapatkan hasil bahwa remaja laki-laki lebih sering

untuk bermain game online dibandingkan dengan remaja perempuan.

Menurut Wittek et al., (2015) laki-laki 2,9 kali lebih berpotensi

mengalami kecanduan game dibandingkan perempuan.

3) Tingkat pendidikan yang tinggi lebih sedikit menggunakan

waktunya untuk bermain game karena mereka memanfaatkan waktu

14
15

mereka untuk meningkatkan karir dibandingkan pemain game yang

memiliki pendidikan rendah (Wittek et al., 2015).

4) Hubungan orangtua dan anak yang buruk akan membuat tingkat

kecanduan game menjadi lebih tinggi, dan model mengasuh anak yang

diterapkan juga mempengaruhi kecanduan game pada anak (Schneider

et al., 2017).

5) Keuangan menurut Gunuc (2015) dapat mempengaruhi

penggunaan internet, dimana remaja yang memiliki ekonomi rendah

harus mengurangi penggunaan internet walaupun mereka ingin

menggunakan internet.

6) Lama waktu remaja untuk bermain game online merupakan salah

satu gejala terjadinya kecanduan game online, remaja selalu ingin

menambah waktunya untuk bermain game (Gunuc, 2015).

7) Motivasi remaja untuk bermain sangat berpengaruh untuk

seseorang menjadi bermain game secara terus menerus yang akan

menimbulkan kecanduan (Kneer et al., 2014), yang menurut Li et al.,

(2011) faktor yang paling berpengaruh adalah game menjadi tempat

pelarian.

c. Gejala dari kecanduan internet game

Terdapat beberapa gejala yang dapat memberitahukan bahwa

seseorang itu mengalami kecanduan game menurut Jap et al., (2013):

1) Selalu memikirkan game online sepanjang hari terjadi karena

proses kecanduan dimulai dengan adanya terlalu asyik dengan

15
16

bermain game. Pemain game akan memikirkan tentang game saat

mereka tidak sedang bermain game, bahkan mereka akan

memfantasikan tentang game disaat mereka seharusnya berkonstrasi

terhadap hal yang lain (Young, 2009).

2) Bertambahnya intensitas bermain game online Menurut Klimmt et

al. (2009) waktu bermain dari pemain game berhubungan dengan

jenis game yang kompetitif, hal ini dapat membuat pemain game

menjadi bermain yang berlebihan atau bahkan kecanduan. Hal ini

dikarenakan kebutuhan pemain game untuk menang, yang mana

menuntut pemain game agar terus log in untuk memantau status,

melindungi pencapai yang telah didapatkan, dan untuk pengambilan

keputusan lebih lanjut. Adanya gangguan kontrol pada bermain game

merupakan salah satu manifestasi seseorang dikategorikan dalam

gaming disorder pada ICD-11 (World Health Organization, 2018b).

3) Kembali bermain game online saat sudah dilarang juga akan

dialami pecandu game. Pemain game akan mengabaikan konsekuensi

yang merugikan bagi mereka saat sudah kecanduan bermain game,

yang mana hal ini akan membuat pemain game dan orang – orang di

sekitar mereka mengalami konflik (M. Griffiths, 1996). Salah satu

manifestasi gaming disorder adanya peningkatan dalam bermain

game meski mengalami konsekuensi negatif (World Health

Organization, 2018b).

16
17

4) Merasa tidak enak saat tidak bermain game online yang menurut

Young (2009) pemain game yang tidak mendapatkan akses untuk

bermain game merasa akan mengalami suatu kerugian. Mereka ingin

berada pada game dan ingin bermain game. Perasaan tersebut dapat

menjadi semakin intens, mereka akan menjadi mudah tersinggung,

cemas, atau depresi saat mereka dilarang untuk bermain game.

Pemikiran mereka menjadi sangat terpaku terhadap game dan mereka

akan mengalami penarikan psikologis dari game.

5) Mengorbankan saat bersosialisasi dan waktu dengan pasangan atau

keluarga yang menurut King & Delfabbro (2009) pemain yang

bermain game secara berlebihan akan lebih suka bermain game

daripada menghabiskan waktu bersama teman – temannya dalam

kehidupan nyata. Hal ini disebabkan karena mereka merasa lebih

mudah saat bermain game dibandingkan dengan mengatur hubungan

interpersonal serta dapat membantu dalam melupakan perasaan

kesepian sosial yang di milikinya.

6) Kurang tidur pada penelitian Zhang et al. (2018) menunjukan

bahwa seseorang yang kecanduan internet, melaporkan bahwa mereka

mengalami adanya kesulitan tidur 2-3 kali setiap minggu. Responden

menilai tingkat keparahan masalah tidurnya tinggi atau sangat tinggi.

Pemain game yang memiliki riwayat kualitas tidur yang

rendah akan memiliki kualitas tidur yang buruk, efisiensi tidur yang

lebih buruk, waktu antara persiapan tidur dan awal tidur menjadi

17
18

buruk, memiliki gangguan tidur yang lebih besar, dan akan lebih

sering menggunakan obat tidur dibandingkan pemain game yang

memiliki riwayat kualitas tidur yang tinggi (Altintas et al., 2019).

d. Dampak kecanduan game

Berikut beberapa penyebab yang dapat membuat seseorang

memilih untuk bermain game menurut beberapa penelitian terdahulu:

1) Menurunkan kesejahteraan psikososial

Menurut penjelasan Lemmens et al., (2011) hal ini menjadi masalah

yang dikhawatirkan karena penggunaan game yang berlebihan dapat

memiliki pengaruh yang merugikan untuk kesejahteraan psikososial

pemain game. Bermain game online yang berlebihan dapat

menggantikan aktivitas yang memiliki fungsi dalam mempertahankan

dan meningkatkan suatu hubungan yang sehat.

2) Masalah interpersonal

Seseorang yang sering menghabiskan waktunya dengan bermain game

online akan membuat waktu mereka dengan keluarga dan teman –

teman di dunia hilang, yang akan mengakibatkan masalah

interpersonal remaja (Seo, 2009).

3) Depresi

Seseorang yang mengalami kecanduan internet memiliki

kecenderungan untuk menjadi depresi (Morrison & Gore, 2010). Pada

penelitian (Tian et al., 2018) ditemukan bahwa seorang pelajar yang

18
19

depresi dapat disebabkan karena adanya internet game disorders (β =

0,23, p <0,01), yang mana hal ini juga dapat mempengaruhi kepuasan

hidupnya (95% CI: 0,06-0,18).

4) Defisit keterampilan sosial

Pada penelitian Zamani & Kheradmand (2010) didapatkan hasil

bahwa remaja yang mengalami kecanduan game akan memiliki

keterampilan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja

yang tidak kecanduan akan game. Game juga akan membuat

keterampilan sosial pemain game yang buruk menjadi lebih buruk lagi

(Park et al., 2016).

3. Keterampilan sosial

Interaksi sosial memiliki peran penting dalam suatu pembelajaran.

Berinteraksi dengan orang lain akan membuktikan suatu keefektifan dalam

membantu pembelajar untuk menyusun pemikiran mereka, merefleksikan

pemahaman mereka, dan menemukan celah pada setiap alasan mereka

(Okita, 2012).

Keterampilan sosial dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari perilaku

yang dipelajari secara alami, yang direalisasikan dalam suatu situasi

interpersonal, diterima secara sosial, dan berorientasi pada suatu upaya untuk

mendapatkan dukungan lingkungan (D‘Addario, 2018). Keterampilan sosial

dianggap sebagai bentuk kontrol diri atas perilaku sosial (Savage, Ph,

Tokunaga, & Ph, 2017).

19
20

Seseorang yang memiliki keterampilan sosial yang baik, tidak akan

memiliki masalah yang besar dalam memulai suatu interaksi, serta dapat

menjaga interaksi tersebut dengan baik. Keterampilan sosial yang baik juga

dikaitkan dengan seringnya seseorang dalam bertatap muka dengan orang lain

(Jin & Park, 2012).

a. Jenis defisit keterampilan sosial

Menurut Gresham (2016) terdapat dua jenis defisit keterampilan

sosial yang perlu dibedakan:

1) Social skill acquisition deficits (Defisit akuisisi keterampilan

sosial)

Defisit akuisisi, diakibatkan karena pengetahuan seseorang tentang

cara melakukan keterampilan sosial yang diberikan kurang, tidak

mampu menerapkan serangkaian perilaku sosial secara lancar, atau

memiliki suatu kesulitan dalam mengetahui keterampilan sosial mana

yang harus digunakan dalam suatu situasi tertentu. Untuk

memperbaiki jenis defisit ini, membutuhkan suatu instruksi langsung

untuk keterampilan sosial, yang akan mendorong seseorang menjadi

terampil dalam berperilaku sosial.

2) Social skill performance deficits (Defisit kinerja keterampilan

sosial)

Defisit kinerja dapat diartikan sebagai kegagalan dalam melakukan

suatu keterampilan sosial yang diberikan pada tingkat yang dapat

dilakukan meskipun anak tahu bagaimana melakukan keterampilan

20
21

sosial. Jenis defisit keterampilan sosial ini dianggap sebagai suatu

masalah motivasi atau kinerja. Peningkatan perilaku keterampilan

sosial yang baik perlu pengajaran yang berbeda serta penyesuaian

dalam rangka memperbaiki keterampilan sosial.

b. Dampak defisit keterampilan sosial

Seseorang yang memiliki keterampilan sosial yang buruk akan

memiliki kemampuan untuk berkomunikasi yang rendah dan

merasakan sulitnya dalam membangun suatu relasi (Jin & Park, 2012).

Berikut beberapa dampak dari defisit keterampilan sosial menurut

Segrin & Rynes (2009):

1) Meningkatnya depresi, menurut hasil penelitian dari Segrin &

Rynes (2009) didapatkan hasil bahwa keterampilan sosial yang lebih

rendah akan menyebabkan terjadinya peningkatan depresi. Gejala

depresi juga ada hubungan dengan stres, yang mana hubungan ini

dapat ditinjau dengan tingkat keterampilan sosial seseorang.

2) Kurangnya hubungan yang postif dengan orang lain disebabkan

oleh kemampuan seseorang yang tidak dapat mengembangkan

keterampilan sosial yang dimiliki, memungkinkan bahwa seseorang

tersebut tidak berhasil dalam menjalin hubungan yang postif terhadap

orang lain. Kurangnya hubungan yang positif dapat membuat

seseorang menjadi tidak memiliki hubungan yang postif dengan orang

lain (Segrin & Rynes, 2009).

21
22

4. Remaja

Masa remaja adalah tahap transisi dari masa kanak – kanak menjadi

dewasa (Nicolson & Ayers, 2004). Menurut World Health Organization

(2018a) remaja merupakan seseorang yang memiliki usia dalam rentang 10 –

19 tahun. Menurut Nicolson & Ayers (2004) perkembangan sosial yang baik

pada remaja dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

a. Teman sebaya

Diterima oleh teman – teman sekitar akan memberikan dampak

yang penting dalam penyesuaian baik selama masa remaja maupun

saat menjadi dewasa. Sedangkan, orang dewasa yang dalam masa

remaja memiliki masalah interpersonal, akan memiliki risiko kesulitan

dalam psikososial selama masa dewasa.

b. Keluarga

Orangtua yang memiliki sikap yang hangat dan terlibat dalam

memberikan suatu aturan dan batasan yang tegas, serta memiliki

harapan perkembangan yang sesuai untuk anak mereka, dan

mendorong remaja dalam pengembangan keyakinannya sendiri

merupakan cara yang paling efektif dalam memodifikasi praktik anak

– anak mereka ketika menjadi lebih dewasa. Remaja yang memiliki

gaya asuh seperti ini akan memiliki banyak teman di sekolah, sedikit

mengalami depresi dan kecemasan, memiliki nilai yang lebih tinggi

dalam hal kemandirian dan harga diri, dan tidak terlibat dalam

pergaulan yang nakal serta penyalahgunaan narkoba.

22
23

c. Sekolah

Untuk kebanyakan remaja, sekolah merupakan suatu hal yang

penting bagi kehidupan mereka. Di tempat inilah mereka dapat saling

berhubungan serta mengembangkan hubungan dengan teman – teman

mereka. Di sinilah mereka dapat mengembangkan keterampilan

kognitif.

B. Landasan Teori

Perilaku kecanduan game masuk ke dalam salah satu perilaku adiktif pada

ICD-11 dengan sebutan gaming disorder, yang mana gangguan ini merupakan

perilaku seseorang dalam bermain game online maupun offline yang dilakukan

berulang kali, terus menerus, dan menciptakan dampak yang dapat memberikan

pengaruh buruk pada kehidupan sosial (World Health Organization, 2018b).

Seseorang yang bermain game memiliki beberapa penyebab seperti,

kecemasan sosial, memiliki harga diri yang rendah, efikasi diri yang rendah,

adanya stress vulnerability, kesendirian sosial, rendahnya dukungan sosial, dan

game dijadikan tempat untuk pelarian dari masalah yang sedang dialami (Brand et

al., 2014). Seseorang yang mengalami kecanduan game online akan

memperlihatkan beberapa dampak seperti, memikirkan game online sepanjang

hari, intensitas bermain game online bertambah, bermain game menjadi tempat

pelarian, kembali bermain game online saat sudah dilarang, merasa tidak enak saat

sedang tidk bermain game online, mengorbankan waktu bersosialisasi, dan waktu

tidur yang berkurang. Kecanduan game online juga memiliki beberapa dampak

menurut beberapa penelitian kecanduan bermain game dapat membuat seseorang

23
24

memiliki kesejahteraan psikososial yang rendah, masalah interpersonal, depresi,

dan defisit keterampilan sosial. Salah satunya adalah keterampilan sosial yang

menurun akan membuat meningkatnya depresi seseorang dan hubungan positif

dengan orang lain berkurang. Kecanduan game online juga sering terjadi pada

remaja, karena remaja yang sedang mengalami tahap transisi dari masa anak-anak

menuju dewasa, mereka cenderung sering mencoba hal baru (Nicolson & Ayers,

2004).

Keterampilan sosial merupakan bentuk dari cara seseorang dalam

berperilaku sosial (Savage et al., 2017). Seseorang yang memiliki keterampilan

sosial yang baik tidak akan memiliki masalah dalam berinteraksi sosial. Salah satu

faktor seseorang memiliki keterampilan sosial yang baik adalah sering bertatap

muka dengan orang lain (Jin & Park, 2012). Seseorang yang memiliki

keterampilan sosial yang rendah akan mengalami defisit sosial, yang menurut

Gresham (2016) terdapat dua jenis defisit keterampilan sosial yaitu social skill

acquisition deficits dan social skill performance deficits. Apabila seseorang

mengalami defisit keterampilan sosial akan berdampak pada meningkatnya

depresi dan kurangnya hubungan positif dengan orang lain (Segrin & Rynes,

2009). Seseorang yang kecanduan dalam bermain internet game akan mengalami

penurunan keterampilan sosial.

24
25

C. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi:


a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Tingkat pendidikan
d. Jumlah anggota keluarga
e. Komponen anggota keluarga Penyebab dari kecanduan
f. Sumber internet game:
g. Tempat untuk mengakses game online
h. Perangkat yang digunakan untuk bermain game online a. Social anxiety
i. Rata-rata hari bermain game online dalam seminggu b. Harga diri rendah
j. Rata-rata jam per hari untuk bermain game online c. Low self efficacy
k. Onset bermain game online d. Self vulnerability
l. Sosial ekonomi e. Emotional loneliness
f. Low social support
m. Motivasi bermain game online
g. Escapism atau pelarian

Gaming disorder atau


Kecanduan game

Gejala dari kecanduan game:


Dampak dari kecanduan game:
a. Selalu memikirkan game online sepanjang hari
b. Bertambahnya intensitas bermain game online a. Menurunkan kesejahteraan
c. Kembali bermain game online saat sudah psikososial
dilarang b. Masalah interpersonal
d. Merasa tidak enak saat tidak bermain game c. Depresi
online d. Defisit keterampilan sosial
e. Mengorbankan saat bersosialisasi dan waktu
dengan pasangan atau keluarga
f. Kurang tidur

Gambar 1. Skema Kerangka Teori

Sumber: Brand et al., (2014)

25
26

D. Kerangka Penelitian

Kecanduan internet Keterampilan Sosial


Game

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Tingkat pendidikan
4. Jumlah anggota keluarga
5. Komponen anggota keluarga
6. Sumber internet
7. Tempat untuk mengakses game online
8. Perangkat yang digunakan untuk
bermain game online
9. Rata-rata hari bermain game online
dalam seminggu
10. Rata-rata jam per hari untuk bermain
game online
11. Onset bermain game online
12. Sosial ekonomi
13. Motivasi bermain game online

: Variabel bebas : Variabel kontrol

: Variabel terikat

Gambar 2, Kerangka Penelitian

26
27

E. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran tingkat keterampilan sosial pada remaja di

Yogyakarta yang mengalami kecanduan internet game?

2. Bagaimana gambaran penggunaan internet game pada remaja di Kota

Yogyakarta?

3. Bagaimana gambaran tingkat kecanduan internet game pada remaja di

Kota Yogyakarta?

4. Apakah terdapat hubungan antara kecanduan internet game dengan

keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta?

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kecanduan internet

game dengan keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta.

27
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional.

Penelitian ini menggunakan analisis korelasional untuk mengetahui suatu

hubungan antara dua variabel yaitu kecanduan internet game dan keterampilan

sosial.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pemilihan sekolah pada penelitian ini menggunakan metode cluster sampling.

Peneliti mengelompokkan sekolah SMP Negeri, SMP swasta, SMA negeri, dan

SMA swasta di Kota Yogyakarta. Setelah dilakukan pengelompokan, peneliti

melakukan pengacakan menggunakan program Microsoft Excel, dan didapatkan 5

sekolah yang terpilih, yaitu SMAN 7 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 3

Yogyakarta, SMA Pangudi Luhur Yogyakarta, SMPN 9 Yogyakarta, dam SMP

Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 6

Januari 2020 sampai dengan tanggal 14 Maret 2020.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi Sekolah Menengah Pertama

negeri dan swasta serta siswa/siswi Sekolah Menengah Atas negeri dan swasta di

Kota Yogyakarta. Terdapat 66 SMP dan 47 SMA di Kota Yogyakarta

(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019).

Pemilihan sekolah pada penelitian ini akan menggunakan cluster sampling, dan

didapatkan satu SMP negeri, dua SMP swasta, satu SMA negeri, dan satu SMA

29
29

swasta. Untuk pemilihan sampel akan menggunakan purposive sampling.

Terdapat kriteria inklusi dan eksklusi yang akan ditetapkan untuk penelitian ini.

Kriteria inklusi yaitu:

1. Siswa dan siswi kelas 8 SMP dan 11 SMA di Kota Yogyakarta

2. Bersedia menjadi responden penelitian.

3. Siswa dan siswi yang pernah bermain game online minimal dalam 6 bulan

terakhir.

Kriteria eksklusi yaitu siswa yang tidak hadir saat pengambilan data.

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2019) terdapat 37.430

siswa SMP dan SMA negeri/swasta di Kota Yogyakarta, dan dapat diasumsikan

bahwa dalam satu angkatan terdapat 12.476 siswa. Pada penghitungan sampel

menggunakan rumus Slovin dengan derajat kepercayaan 95% yang artinya

estimasi kesalahan sebesar 5%, maka dari itu didapatkan jumlah sampel minimal

sejumlah 388 siswa, dan untuk mencegah adanya drop out peneliti menambahkan

responden sebanyak 10% dari besar sampel minimal menjadi 427. Pada penelitian

ini didapatkan 429 responden.

n= Keterangan

n = sampel
n=
e = estimasi kesalahan

n= N = populasi

n= =387,57=388

29
30

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kecanduan internet game sedangkan

variabel terikatnya adalah keterampilan sosial.

E. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Nama Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala


Kecanduan internet Perilaku remaja yang ingin bermain Indonesian Online Game Ordinal
game internet game secara terus menerus Addiction Questionnaire,
minimal dalam 6 bulan. dengan intepretasi skala:
a. Tidak kecanduan
game online dengan
skor < 14
b. Kecanduan game
online ringan dengan
skor 14 – 21
c. Kecanduan game
online dengan kor ≥
22
Keterampilan sosial Aktivitas yang dilakukan oleh remaja The Social Skill Inventory Ordinal
dalam bersosialisai secara langsung (SSI), dengan interpretasi
dengan orang lain. skala:
a. Rendah dengan nilai ≤
56
b. Sedang dengan nilai
56 – 88
c. Tinggi dengan nilai ≥
88.
Remaja Remaja dalam penelitian ini adalah - -
semua siswa putra dan putri kelas 8
SMP dan 11 SMA di Kota Yogyakarta.

30
31

Data demografi Data demografi yang menggambarkan Kuisioner data demografi Nominal
tentang karakteristik responden yang dan
berisikan perangkat yang digunakan ordinal
untuk bermain game online, rata-rata
dalam seminggu untuk bermain game
online, rata-rata jam per hari untuk
bermain game online, onset bermain
game online, jumlah uang saku dalam
satu bulan, pengeluaran bulanan untuk
bermain game online, motivasi bermain
game online.usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jumlah anggota keluarga,
komponen anggota keluarga, sumber
internet, tempat mengakses game
online,

31
F. Instrumen Penelitian

1. Kuisioner data demografi

Kuisioner data demografi berisikan data tentang jenis kelamin, tingkat pendidikan,

frekuensi bermain (rata – rata berapa hari dalam seminggu untuk bermain game

online), durasi bermain (berapa jam dalam sehari), motivasi bermain, dan onset

bermain (jumlah waktu dihitung sejak pertama kali bermain game online).

2. Indonesian Online Game Addiction Questionnaire

Indonesian Online Game Addiction Questionnaire dibuat oleh Jap et al., ( 2013)

dengan landasan teori dan penelitian tentang internet dan kecanduan game

sebelumnya. Konstruksinya diperkaya dengan memasukan beberapa temuan hasil

dari wawancara kualitatif dan observasi lapangan untuk memastikan ekspresi yang

tepat untuk tiap item. Kuisioner ini digunakan untuk menskrining pengguna game

online khususnya pada remaja di Indonesia. Kuisioner terdiri dari 7 item dengan

menggunakan skala likert. Terdapat kategorisasi nilai:

d. Tidak kecanduan game online dengan skor < 14

e. Kecanduan game online ringan dengan skor 14 – 21

f. Kecanduan game online dengan kor ≥ 22

3. Social Skill Inventory (SSI)

Social Skill Inventory merupakan salah satu instrument untuk menskrining

keterampilan sosial. SSI dikembangkan oleh Riggio (1992), dan telah diterjemahkan

kedalam bahasa Indonesia dan sudah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh Agustini

& Andayani (2017). Terdapat 6 domain, yaitu emotional expressitivity, emotional

sensitivity, emotional control, social expressitivity, social sensitivity, dan social

29
33

control yang berisikan 24 pernyataan dalam instrumen tersebut setelah diuji validitas

dan reliabilitasnya, serta menggunakan skala likert. Terdapat kategorisasi nilai:

d. Rendah dengan nilai ≤ 56

e. Sedang dengan nilai 56 – 88

f. Tinggi dengan nilai ≥ 88.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

a. Indonesian Online Game Addiction Questionnaire

Uji Validitas untuk instrumen Indonesian Online Game Addiction

Questionnaire menggunakan korelasi dengan beberapa kriteria.

Didapatkan hasil korelasi total berkisar 0,29-0,55, yang mana homogenitas

konstruk dapat diterima. Korelasi untuk validitas kriteria menggunakan

korelasi Pearson untuk data interval dan korelasi Spearman untuk data

ordinal. Indonesian Online Game Addiction Questionnaire memiliki

korelasi sedang dengan catatan waktu terlama untuk bermain game online

(r = 0,39; p<0,01), rata-rata hari per minggu dalam bermain game online (r

= 0,43; p<0,01), rata-rata jam per hari untuk bermain game online (r =

0,43; p<0,01), dan pengeluaran bulanan untuk game online (r = 0,30;

p<0,01). Memiliki korelasi yang lemah dengan pengeluaran mingguan

untuk warung internet (r = 0,25; p<0,01), juga memiliki korelasi negatif

yang lemah dengan waktu yang dihabiskan untuk melakukan pekerjaan

sekolah (r = -0,10; p>0,01) (Jap et al., 2013).

b. Social Skill Inventory (SSI)

33
34

Uji validitas pada instrumen Social Skill Inventory dilakukan dengan

uji validitas isi dengan menggunakan professional judgment, dengan

kriteria professional judgement adalah seorang kriteria lulusan magister

profesi psikologi atau seorang lulusan magister psikologi. Hasil penilaian

uji validitas oleh professional judgemnt menggunakan formula Aiken‘s V.

Jumlah ekspert dalam proses validasi sebanyak 20 orang. Hasil dari uji

validitas berkisar antara 0,675-0,875, yang berarti item pada skala Social

Skill Inventory (SSI) yang disusun memiliki validitas isi yang baik

(Agustini & Andayani, 2017).

2. Uji Reliabilitas

a. Indonesian Online Game Addiction Questionnaire

Kuisioner Indonesian Online Game Addiction di uji reliabilitasnya

dengan menggunakan Cronbach Alpha. Hasil dari uji reliabilitas adalah a

= 0,73, hal ini menunjukan bahwa skala pengukuran memiliki reliabilitas

yang dapat diterima (Jap et al., 2013).

b. Social Skill Inventory (SSI)

Uji Reliabilitas pada instrumen ini menggunakan pendekatan single

trial administration. Pada uji coba skala keterampilan sosial melibatkan

100 orang mahasiswa dengan kriteria subjek adalah mahasiswa baru yang

duduk di semester 1 atau 2 yang sedang merantau. Hasil uji coba dianalisis

dengan uji statistik Cronbach Alpha. Hasil koefisiensi skala keterampilan

sosial yang diperoleh adalah 0,861. Jumlah item yang gugur sebanyak 17

item. Dari 43 item yang tersisa peneliti kemudian mengambil 24 item

34
35

untuk digunakan sebagai skala keterampilan sosial (Agustini & Andayani,

2017).

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil jam pelajaran yang

diperbolehkan oleh pihak sekolah. Sebelum kami mengambil data, peneliti

melakukan izin terlebih dahulu kepada pihak sekolah dan memberikan informed

consent kepada orang tua melalui guru Bimbingan Konseling. Setelah peneliti

mendapatkan izin dari sekolah dan orangtua, pengambil data melakukan

koordinasi dahulu kepada pihak sekolah untuk menentukan kelas mana yang

diperbolehkan untuk diambil datanya sebagai responden penelitian. Setelah dipilih

kelas yang dijadikan responden penelitian, pengambil data masuk ke kelas yang

telah ditunjuk dan menjelaskan tentang tujuan penelitian secara singkat serta

menanyakan siswa mana yang bermain game online minimal dalam 6 bulan

terakhir. Setelah itu responden yang memenuhi inklusi diminta untuk dapat

mengisi dan menandatangani informed assent atau lembar persetujuan bahwa

responden bersedia untuk menjadi responden penelitian. Setelah itu pengambil

data akan membagikan kuesioner yang berisi data demografi responden dan

instrumen penelitian. Setelah itu pengambil data akan menjelaskan tentang cara

pengisian kuesioner tersebut.

Langkah pertama sebelum mengisi instrumen adalah mengisi kuesioner

demografi untuk mengetahui data demografi dan karateristik responden. Setelah

semua responden sudah mengisi kuisioner demografi, responden akan diarahkan

untuk mengisi kuesioner Indonesian Online Game Addiction Questionnaire dan

35
36

Social Skill Inventory yang telah disediakan. Setelah semua terisi, kuesioner akan

dikumpulkan kepada pengambil data, dan pengambil data memastikan bahwa

semua kuesioner yang dibagikan sudah terisi semuanya, apabila ada bagian yang

belum diisi, pengambil data meminta responden untuk mengisi bagian kuesioner

yang belum terisi. Setelah semua kuesioner telah terkumpul, pengambil data

memberikan tanda terimakasih kepada responden. Setelah itu peneliti

mengumpulkan semua kuesioner yang telah diisi oleh responden dan dianalisis

oleh peneliti.

I. Jalannya Penelitian

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini dimulai dengan melakukan studi literatur untuk mencari

permasalahan yang ada, lalu menentukan topik dan judul penelitian. Setelah

mendapatkan persetujuan topik dan judul penelitian, menyusun proposal

skripsi dengan melakukan studi literatur.

Mencari instrumen yang digunakan untuk pengambilan data, dengan cara

mencari di jurnal internasional maupun nasional dengan kriteria instrumen

tersebut sudah di uji validitas dan reliabilitasnya di Indonesia, lalu

menghubungi pemilik instrumen untuk meminta izin dalam memakai

instrumen tersebut serta meminta instrumen yang sudah di uji validitas dan

reliabilitasnya. Peneliti juga melakukan penentuan tempat penelitian dengan

cara cluster sampling. Setelah proposal skripsi telah disusun dan diberikan

persetujuan oleh dosen pembimbing, langkah selanjutnya peneliti akan

melakukan seminar proposal.

36
37

Setelah peneliti melakukan seminar proposal, peneliti mengajukan izin

ethical clarance di Komisi Etik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat,

dan Keperawatan. Setelah mendapat izin dari komisi etik, peneliti

mengajukan surat izin permohonan melakukan penelitian pada SMP

negeri/swasta dan SMA negeri/swasta yang dituju. Selanjutnya, peneliti akan

mempersiapakan hal-hal yang akan digunakan saat pengambilan data, seperti

kuisioner dan kenang-kenangan bagi responden. Peneliti membutuhkan 2

orang asisten penelitian dengan pembagian tugas, satu orang sebagai pemberi

penjelasan dalam penelitian dan satu orang sebagai pembagi kuisioner dan

yang menyimpan kuisioner. Dibutuhkan asisten penelitian dengan kriteria:

a. Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan UGM.

b. Memiliki kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia yang baik.

c. Bersedia untuk melaksanakan tugas yang diberikan sampai akhir

penelitian.

Sebelum dilakukan pelaksanaan, asisten peneliti diberikan briefing tiga

hari sebelum pengambilan data, dengan tujuan asisten peneliti mengerti tugas

yang diberikan. Setelah itu peneliti berkoordinasi dengan sekolah untuk

memberikan informed consent kepada orang tua responden.

2. Tahap pelaksanaan

Setelah persiapan selesai, penelitian akan dilakukan di SMP negeri/swasta

dan SMA negeri/swasta yang dituju. Peneliti berkoordinasi dengan pihak

sekolah untuk penentuan kelas mana yang diperbolehkan mengikuti

penelitian ini. Setelah mengetahui kelas mana yang dituju, peneliti

37
38

mengambil data sampai kuota sampel yang direncanakan peneliti tercukupi.

Responden yang setuju untuk menjadi sampel penelitian ini mengisi

kuesioner yang telah disediakan peneliti. Pada saat pengisian kuesioner,

banyak responden yang mengisi dengan tidak serius, untuk meminimalisir hal

tersebut peneliti dan asisten peneliti selalu mengingatkan responden untuk

mengisi dengan serius. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis data.

3. Tahap pelaporan

Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis data dengan memasukan

data responden kedalam program komputer SPSS. Peneliti menganalisa data

dengan melihat hasil data, menganalisa data, dan membahas data. Setelah itu

data yang ada dibahas dan diperkuat dengan teori atau penelitian yang sudah

dilakukan sebelumnya. Setelah itu peneliti akan mengkonsultasikan hasil

kepada pembimbing dan meminta izin untuk melakukan seminar hasil dan

penyusunan naskah publikasi.

J. Etika Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti mengajukan izin ethical clarance di Komisi Etik

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan pada tanggal 30

September 2019 dan surat kelayakan etik didapatkan pada tanggal 15 November

2019 dengan Nomor: KE/FK/1344/EC/2019.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan penelitian dengan latar

belakang yang jelas dengan sumber-sumber yang dapat dipercaya, serta cara

melakukan penelitian ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan dicapai.

Hal ini disesuaikan dengan asas berlandaskan keilmuan.

38
39

Sebelum peneliti meminta responden untuk mengisi kuisioner, peneliti

menjelaskan alur penelitian yang akan dilakukan serta hak-hak apa saja yang

didapatkan untuk seluruh responden yang bersedia untuk mengikuti penelitian ini.

Hal ini termasuk dalam asas keadilan. Setelah responden telah diberikan

penjelasan tentang penelitian, responden memiliki hak untuk mengikuti atau tidak

mengikuti penelitian tanpa paksaan dari berbagai pihak dengan mengisi informed

consent untuk orang tua dan informed assent untuk anak. Hal ini juga dilakukan

untuk memenuhi asas kemanusiaan.

Setelah responden bersedia untuk mengikuti penelitian, peneliti membagikan

kuisioner bagi responden. Setiap data yang diisi oleh responden dijaga

kerahasiaannya baik saat pencatatan, penyimpanan data, dan pelaporan hasil

penelitian. Hal ini dilakukan mengikuti dari asas kerahasiaan.

39
40

K. Analisis Data

Analisis data didapatkan untuk mengetahuai suatu hubungan dan perbedaan

antar variabel dalam penelitian. Tahap dalam pengolahan data menurut Hidayat,

(2009) adalah sebagai berikut:

1. Editing

Kuesioner yang telah diisi oleh responden dilakukan pengecekan ulang

oleh peneliti. Kuesioner data yang telah lengkap akan dilakukan proses

koding, sedangkan kuesioner yang pengisiannya tidak lengkap akan gugur.

Pada penelitian ini seluruh kuisioner telah diisi lengkap sehingga tidak ada

kuesioner yang gugur.

2. Koding

Kuesioner yang telah lengkap terisi akan dilakukan koding dari huruf

menjadi bentuk angka atau bilangan. Koding dilakukan untuk mempermudah

saat analisis data dan mempercepat entry data.

3. Tabulasi data

Proses pengolahan data selanjutnya adalah Tabulasi. Tabulasi dilakukan

dengan cara memasukan data yang sudah dikelompokan ke dalam tabel

menggunakan pemrograman komputer. Data yang telah tersusun dalam tabel

diberikan penjelasan atau keterangan dengan menggunakan kalimat

berdasarkan data yang sudah diperoleh.

40
41

4. Cleaning

Data yang telah dimasukan ke dalam pemrograman komputer akan

dilakukan pengecekan oleh peneliti untuk memastikan tidak adanya kesalahan

dalam entry data.

5. Analisis data

Analisis penelitian ini menggunakan dua analisis, yaitu analisis deskriptif

untuk melihat bagaimana demografi responden dan analisis bivariat untuk

melihat hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan antara kecanduan

internet game dengan keterampilan sosial pada remaja. Penelitian ini

menggunakan metode korelatif kategorik yang tidak berpasangan dengan satu

kali pengukuran. Setelah dilakukan uji normalitas menggunakan

Kolmogorov-Smirnov bahwa pada kecanduan internet game nilai p<0,001 dan

pada keterampilan sosial p=0,001 sehingga data tidak terdistribusi normal,

analisis data menggunakan Somer’s d. Analisis penelitian ini akan

menggunakan IBM SPSS Statistics 22.

6. Interpretasi data

Setelah data telah dianalisis, peneliti akan menginterpretasi atau

menafsirkan data yang muncul dan dibuat kesimpulan agar mudah untuk

dipahami.

L. Hambatan dan Keterbatasan Penelitian

1. Hambatan Penelitian

Hambatan yang dialami peneliti saat melakukan penelitian adalah:

41
42

a. Waktu pengambilan data penelitian menjadi semakin panjang karena

penambahan sekolah dan dari pihak sekolah yang memiliki jadwal cukup

padat.

b. Saat memberikan informed consent kepada orang tua, peneliti tidak

langsung memberikan penjelasan kepada orang tua namun melalui guru

Bimbingan Konseling, menyebabkan beberapa orang tua menjadi tidak

menyetujui responden mengikuti penelitian ini.

2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengontrol

satu per satu responden dalam mengisi kuesioner saat pengambilan data.

42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Januari 2020 sampai dengan 14

Maret 2020, didapatkan 429 responden remaja yang bermain game online

minimal dalam 6 bulan. Berdasarkan kuesioner yang telah diisi responden

didapatkan data berupa karakteristik responden, tingkat kecanduan internet

game, dan tingkat keterampilan sosial yang dialami oleh responden, berikut

hasil dari penelitian ini.

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan data pribadi dari 429 responden yang

mengikuti penelitian ini. Hasil karakteristik responden ditunjukan dalam tabel

2 berikut.

Tabel 2. Karakteristik Responden Remaja di Kota Yogyakrta (N=429)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)


(n)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 267 62,2
Perempuan 162 37,8
Umur (tahun) (Min: 13; Max: 18;
Mean, SD: 15.02; 1.528)
10-14 213 49,6
15-19 216 50,4
Pendidikan
SMP 229 53,4
SMA 200 46,6
Tinggal bersama orang tua
Ya 393 91,6
Tidak 36 8,4
Sumber Internet
Paket data internet 371 86,5
Wi-Fi 262 61,1
Lainnya 5 1,2
Tempat favorit mengakses internet

42
44

game
Rumah 395 92,1
Sekolah 136 31,7
Tempat makan/kafe 129 30,1
Warung internet 53 12,3
Lainnya 34 7,9
Perangkat yang digunakan
Handphone 418 97,4
Tablet 22 5,1
Komputer 104 24,2
Lainnya 32 7,4
Rata-rata hari bermain
1 hari/minggu 60 14,0
2-3 hari/minggu 159 37,1
4-5 hari/minggu 94 21,9
6-7 hari/minggu 116 27,0
Rata-rata jam bermain
≤ 1 jam 113 26,3
≥ 1-2 jam 161 37,5
> 2-3 jam 77 17,9
> 3-4 jam 40 9,3
>4-5 jam 25 5,8
>5 jam 13 3,0
Rata-rata jam bermain > 4 jam
SMP 20 8,7
SMA 18 9,0
Lama bermain internet game (tahun)
<1 89 20,7
≥1 340 79,3
Pengeluaran bulanan untuk bermain
< Rp20.000 199 46,4
Rp20.000 – Rp50.000 111 25,9
Rp50.000 – Rp100.000 66 15,4
Rp100.000 – Rp200.000 20 4,7
Rp.200.000 – Rp300.000 19 4,4
>Rp300.000 14 3,3
Motivasi bermain
Meraih level/skor tinggi dalam game 114 26,57
Melepaskan ketegangan/stress 359 83,7
Mencari teman/berinteraksi dengan 166 38,7
orang lain
Menikmati karakter baru di dunia 60 13,98
online
Lainnya 88 20,5

44
45

Pada tabel 2 ditunjukan bahwa responden yang bermain game online

dalam 6 bulan terakhir lebih banyak terdapat pada remaja laki-laki

dibandingkan dengan remaja perempuan sebanyak 267 responden (62,2%).

Pada usia lebih banyak remaja yang bemain game online pada rentang usia

15-19 tahun (50,4%) dengan M=15,02 dan SD=1,528, serta usia termuda

adalah 13 tahun dan usia tertua 18 tahun. Hampir semua remaja tinggal

bersama orangtuanya sejumlah 393 responden (91,6%). Remaja di Kota

Yogyakarta mendapatkan sumber internet lebih banyak pada paket data

internet (86,5%). Remaja lebih sering bermain internet game saat sedang

berada di rumah dengan jumlah 395 responden (92,1%), jawaban lainnya

responden menjawab di mobil, rumah teman, dan semua tempat yang

memiliki sumber internet. Hampir seluruh remaja bermain game online

menggunakan perangkat handphone dengan jumlah 418 responden (97,4%),

jawaban lain dari responden adalah bermain game dengan game console dan

laptop.

Persentase rata-rata bermain terdapat jumlah yang hampir sama, namun

banyak responden bermain internet game 2-3 hari dalam satu minggu dengan

jumlah 159 responden (37,1%), dan rata rata remaja bermain game online

dalam sehari paling banyak ≥ 1-2 jam dengan jumlah 161 responden (37,5%).

Rata-rata jam bermain internet game >4 jam per hari lebih banyak dialami

remaja SMA dengan jumlah 18 responden (9%) dibandingkan remaja tingkat

SMP dengan jumlah 20 responden (8,7%). Terkait dengan lama bermain

internet game banyak remaja sudah mulai bermain game online ≥ 1 tahun

45
46

dengan jumlah 340 responden (79,3%). Terkait dengan pengeluaran bulanan

untuk bermain internet game banyak remaja hanya mengeluarkan uang <

Rp20.000 dengan jumlah 199 responden (46,4%). Alasan remaja bermain

game online mayoritas untuk melepaskan ketegangan/stress dengan jumlah

359 responden (83,7%), jawaban lainnya responden menjawab bermain game

untuk mengisi waktu luang, bosan, dan ingin menjadi pemain e-sport.

2. Kecanduan Internet Game pada Remaja di Kota Yogyakarta

Salah satu variabel yang ada pada penelitian ini adalah kecanduan interent

game. Kecanduan internet game pada penelitian ini terbagi menjadi tiga

kategori yaitu: tidak kecanduan, kecanduan ringan, dan kecanduan. Hasil

analisis kecanduan internet game pada responden ditunjukan dalam tabel 3

dan 4 berikut ini.

Tabel 3. Kecanduan internet game pada remaja di Kota Yogyakarta (N=429)


Kategori Remaja di Kota Yogyakarta
kecanduan internet Rentang skor Frekuensi (n) Presentase (%)
game
Tidak kecanduan < 14 354 82,5
Kecanduan Ringan 14-21 70 16,3
Kecanduan ≥ 22 5 1,2
Total 429 100,0
Sumber: data primer yang diolah

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa responden mayoritas tidak

memiliki kecanduan internet game yaitu sejumlah 354 orang (82,5%).

Sedangkan untuk kecanduan ringan sebanyak 70 orang (16,3%) dan sebanyak

5 orang (1,2%) bagi responden dengan kategori kecanduan. Terdapat

perbedaan jumlah yang sangat tinggi antar kategori.

46
47

Tabel 4. Kecanduan internet game dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan
pada remaja di Kota Yogyakarta (N=429)

Demografi Kecanduan internet game


Total
Tidak Kecanduan Kecanduan
Kecanduan Ringan
n % n % n % N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 211 79,0 53 19,9 3 1,1 267 100
Perempuan 143 88,3 17 10,5 2 1,2 162 100
Total 354 82,5 70 16,3 5 1,2 429 100
Tingkat Pendidikan
SMP 190 83,0 36 15,7 3 1,3 229 100
SMA 164 82,0 34 17,0 2 1,0 200 100
Total 354 82,5 70 16,3 5 1,2 429 100
Usia
10-14 177 83,1 33 15,5 3 1,4 213 100
15-19 177 81,9 37 17,1 2 0,9 216 100
Total 354 82,5 70 16,3 5 1,2 429 100
Sumber: data primer yang diolah
Tabel 4 merupakan distribusi frekuensi kecanduan internet game menurut

tingkat pendidikan dan jenis kelamin pada remaja di Kota Yogyakarta.

Jumlah responden yang tidak kecanduan internet game pada tingkat SMP

adalah 190 responden (82,9%), sedangkan frekuensi tidak kecanduan pada

tingkat SMA lebih rendah dibandingkan dengan SMP dengan jumlah 164

(82%) responden. Terkait dengan kecanduan ringan terdapat jumlah yang

hampir sama dengan 36 (15,7%) responden pada tingkat SMP dan 34 (17%)

responden pada tingkat SMA, namun untuk persentase lebih tinggi pada

tingkat SMA. Frekuensi kategori kecanduan pada tingkat SMP sejumlah 3

(1,3%) responden dan frekuensi pada tingkat SMA lebih rendah dengan

jumlah 2 (1%) responden.

Distribusi frekuensi kecanduan internet game menurut jenis kelamin

remaja, didapatkan hasil untuk remaja dengan kecanduan ringan lebih banyak

47
48

dialami oleh remaja laki-laki dengan 53 responden dan 17 responden pada

remaja perempuan. Kategori kecanduan juga lebih banyak terjadi pada

remaja laki-laki sebanyak 3 responden dan 2 responden pada remaja

perempuan. Secara keseluruhan remaja laki-laki lebih banyak mengalami

kecanduan dibandingkan remaja perempuan, baik pada kategori kecanduan

ringan maupun kecanduan.

Pada tabel usia didapatkan hasil bahwa responden yang tidak kecanduan

paling banyak dialami pada rentang usia 10-14 tahun (83,1%), untuk

kecanduan sedang paling banyak dialami pada rentang usia 15-19 tahun

(17,1%), dan responden yang mengalami kecanduan paling banyak juga

terdapat pada rentang usia 10-14 tahun (1,4%).

3. Keterampilan Sosial pada Remaja di Kota Yogyakarta

Keterampilan sosial pada penelitian ini terbagi menjadi tiga kategori yaitu:

keterampilan sosial rendah, sedang, dan tinggi. Hasil analisis keterampilan

sosial pada responden ditampilan dalam tabel 5, 6, dan 7 berikut.

Tabel 5. Keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta (N=429)

Kategori Remaja di Kota Yogyakarta


keterampilan sosial Rentang skor Frekuensi (N) Persentase (%)
Rendah ≤ 56 2 0,5
Sedang 56 - 88 357 83,2
Tinggi ≥ 88 70 16,3
Total 429 100,0
Sumber: data primer yang diolah

Tabel 5 menunjukan distribusi responden pada tingkat keterampilan sosial

yang dimiliki remaja. Mayoritas remaja memiliki tingkat keterampilan sedang

sejumlah 356 orang (83%) dan sebanyak 71 orang remaja memiliki

48
49

keterampilan sosial tinggi, sedangkan hanya 2 orang (0,5%) saja yang

memiliki keterampilan sosial rendah. Hal ini menunjukan perbedaan

keterampilan yang dimiliki remaja.

Tabel 6. Keterampilan sosial dengan jenis kelamin dan tingkat pendidikan


pada remaja di Kota Yogyakarta (N=429)

Demografi Keterampilan Sosial


Rendah Sedang Tinggi
n % n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 0 0 222 83,1 45 16,9
Perempuan 2 1,2 135 83,3 25 15,5
Total 2 0,5 357 83,2 70 16,3
Tingkat Pendidikan
SMP 1 0,4 191 83,4 37 16,2
SMA 1 0,5 166 83,0 33 16,5
Total 2 0,5 357 83,2 70 16,3
Usia
10-14 1 0,5 179 84,4 33 15,6
15-19 1 0,5 178 82,8 37 17,2
Total 2 0,5 357 83,2 70 16,3
Sumber: data primer yang diolah
Pada tabel 6 menunjukan distribusi frekuensi keterampilan sosial dengan

jenis kelamin dan tingkat pendidikan remaja. Pada kategori keterampilan

rendah terdapat 2 responden perempuan namun tidak ada yang mengalami

keterampilan sosial rendah pada remaja laki-laki. Item kategori sedang

menunjukkan terdapat 222 (83,1%) responden pada laki-laki dan frekuensi

pada perempuan jauh lebih rendah dibanding laki-laki, sejumlah 135 (83,3%)

responden, namun pada persentasenya lebih tinggi pada perempuan walaupun

tidak signifikan. Kategori tinggi pada laki-laki lebih besar dibandingkan

perempuan sebanyak 45 (16,8%) responden dan 25 (15,4%) responden pada

responden perempuan.

49
50

Terkait dengan distribusi frekuensi responden yang mengalami

keterampilan sosial dibagi dalam kategorirendah, sedang, dan tinggi menurut

tingkat pendidikannya yaitu SMP dan SMA. Pada keterampilan sosial rendah

baik SMP dan SMA memiliki frekuensi yang sama. Terkait dengan

keterampilan sosial sedang terdapat 191 (83,4%) responden dari 229 di

tingkat SMP dan pada tingkat SMA terdapat 166 (83%) responden dari 200

responden, lebih rendah 0,4% dibandingkan dengan tingkat SMP. Sedangkan

pada kategori keterampilan sosial tinggi pada tingkat SMP terdapat 37

(16,2%) responden dan pada tingkat SMA sejumlah 33 (16,5%), lebih tinggi

0,3% dibandingkan tingkat SMP. Namun secara garis besar jumlah ini tidak

menunjukan perbedaan yang signifikan.

Pada tabel usia didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki

keterampilan sosial rendah dialami pada remaja usia awal dan akhir memiliki

jumlah yang sama, untuk keterampilan sosial sedang paling banyak dialami

oleh remaja dengan rentang usia 10-14 tahun, dan keterampilan sosial tinggi

banyak pada remaja rentang usia 15-19 tahun.

Tabel 7. Item keterampilan sosial dengan jenis kelamin pada remaja di Kota
Yogyakarta

Item Demografi Total


Laki-laki Perempuan
n % n % N
Kurang dapat 145 59,4 99 40,6 244
berkomunikasi
secara non verbal
(EE) 13
Kurang memiliki 220 62,3 133 37,7 353
rasa empati (ES) 16
Kurang mampu 120 65,6 63 34,4 183
mengontrol emosi

50
51

(EC) 18

Kurang mampu 163 63,9 92 36,1 255


menyampaikan hal
yang dirasakan
(SE) 8
Kurang mampu 16 64 9 36 25
memahami
penyampaian orang
lain (SS) 9
Kurang mampu 133 61,3 84 38,7 217
memainkan peran
sosial sesuai
dengan situasi (SC)
10
Sumber: data primer yang diolah

Tabel 7 merupakan hasil dari domain instrumen social skill. Pada domain

EE (Emotional Expresivity) 59,4% remaja laki-laki tidak dapat berkomunikasi

secara non verbal, lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (40,6%).

Terkait dengan domain ES (Emotional Sensitivity) remaja laki-laki (62,3%)

kurang memiliki rasa empati dibandingkan dengan perempuan (37,7%).

Terkait dengan domain EC (Emotional Control) 65,6% remaja laki-laki tidak

dapat mengontrol emosi dnegan baik dibandingkan dengan remaja perempuan

(34,4%). Terkait dengan domain SE (Social Expressitivity) 63,9% remaja

laki-laki tidak mampu menyampaikan hal yang dirasakan dibandingkan

dengan remaja perempuan (36,1%). Terkait dengan domain SS (Social

Sensitivity) remaja laki-laki (64%) tidak mampu memahami penyampaian

orang lain dibandingkan dengan remaja perempuan (36%). Terkait dengan

domain SC (Social Control) remaja laki-laki (61,3%) kurang mampu

memainkan peran sosial sesuai dengan situasi dibandingkan dengan remaja

perempuan (38,7%).

51
52

4. Hubungan antara Kecanduan Internet Game dengan Keterampilan Sosial

pada Remaja di Kota Yogyakarta

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kecanduan

internet game dan keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta.

Terdapat tiga kategori pada masing-masing variabel. Hasil penelitian

hubungan ini ditunjukan pada tabel 8

Tabel 8. Hasil analisis korelasi Sommer’s d mengenai hubungan antara


kecanduan internet game dengan keterampilan sosial pada remaja di Kota
Yogyakarta (N=429)

Kecanduan Keterampilan Sosial Koefisien Nilai p


internet game Rendah Sedang Tinggi korelasi
(r)
Tidak kecanduan 0 290 64 -0,124 0,003
Kecanduan 1 63 6
Ringan
Kecanduan 1 4 0
Total 2 357 70
Sumber: data primer yang diolah

Uji statistik menunjukan bahwa nilai korelasi -0,124 dengan taraf

signifikansi sebesar 0,003 (p<0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara kecanduan internet game dengan

keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta. Hasil koefisien korelasi

bersifat negatif yaitu -0,124, hal ini menunjukan bahwa pada kedua variabel

memiliki hubungan negatif yang sangat lemah, artinya semakin tinggi

kecanduan internet game pada remaja maka keterampilan sosial pada remaja

semakin rendah.

52
53

B. Pembahasan

Pada bagian ini, peneliti membahas mengenai hasil penelitian meliputi

karakteristik responden, kecanduan internet game pada remaja, keterampilan

sosial pada remaja, dan hubungan antara kecanduan internet game dengan

keterampilan sosial pada responden.

1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukan bahwa 62,2% remaja yang bermain internet

game dalam 6 bulan terakhir adalah remaja laki-laki. Hasil penelitian ini

senada dengan penelitian Ružić et al., (2016) yang pada hasil penelitiannya

58,5% remaja berjenis kelamin laki-laki bermain game online, penelitian dari

Cui et al., (2018) juga mendapatkan hasil bahwa 51% remaja laki-laki di

korea selatan bermain internet game dan 56,1% remaja laki-laki di Negara

Cina bermain internet game. Siswa laki-laki lebih rentan mengalami

kecanduan online game dan laki-laki mencari interaksi sosial dalam

kehidupan virtual lebih banyak dibandingkan perempuan (Ružić et al., 2016)

Terkait dengan usia lebih banyak remaja yang bemain game online pada

rentang usia 15-19 tahun (50,4%) dengan usia rata-rata 15,02. Menurut

penelitian Wartberg et al. (2020) remaja yang bermain internet game

memiliki usia rata-rata 14,59. Remaja akan lebih sering bermain game online

karena bagi usia remaja internet game merupakan suatu hiburan yang menarik

(Chen, 2010)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama jam bermain internet game >4

jam remaja SMA (9%) lebih banyak dibandingkan remaja SMP (8,7%)

53
54

namun hasil ini tidak signifikan karena terpaut hanya 0,3%. Menurut Toker &

Baturay (2016) pemain internet game pada umumnya memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik.

Menurut hasil penelitian mayoritas remaja tinggal bersama orang tua

sejumlah 393 responden (91,6%). Penelitian dari Wallenius et al., (2009)

memiliki hasil bahwa 86,5% tinggal bersama kedua orangtuanya dan 12,7%

tinggal bersama salah satu orangtuanya. Menurut Toker & Baturay

(2016)orang tua merasa tidak senang apabila anak mereka menggunakan

komputer untuk bermain game, oleh karena itu anak-anak akan dibatasi

bermainnya saat bersama dengan ibu mereka, karena ibu merupakan

pengontrol utama dalam penggunaan media. Namun pada penelitian yang

dilakukan oleh peneliti belum mengkaji lebih dalam mengenai ibu sebagai

pengontrol utama dalam penggunaan internet game. Seorang remaja akan

mengalami pathological gaming saat beranjak dewasa. Peran orang tua

sangatlah penting dalam pengaturan penggunaan game di usia remaja

(Lemmens et al., 2011).

Terkait dengan sumber intenet mayoritas yang digunakan remaja adalah

paket data internet dengan jumlah 371 responden (86,5%), karena 97,2%

masyarakat indonesia lebih banyak menggunakan paket data yang mudah

untuk diakses (APJII, 2014)

Menurut hasil penelitian remaja mayoritas memilih rumah menjadi tempat

favorit dalam mengakses internet game dengan jumlah 395 responden

(92,1%). Hasil serupa juga didapatkan dalam penelitian Ružić et al. (2016) 98

54
55

responden (79,7%) bermain internet game saat berada di rumah. Menurut

Ružić et al. (2016) remaja bermain game online di rumah karena mereka

memiliki banyak kegiatan saat di sekolah, serta orang tua mereka

memperbolehkan anaknya untuk bermain game saat di rumah. Namun dalam

penelitian ini, peneliti belum melakukan penelitian terkait sikap orang tua

dalam memperbolehkan anaknya dalam bermain internet game.

Menurut hasil penelitian juga menunjukkan bahwa handphone merupakan

pilihan remaja dalam mengakses internet game dengan jumlah 418

responden (97,4%). Remaja di Tiongkok lebih banyak bermain game online

menggunakan mobile phone (Cui et al., 2018). Handphone atau mobile

phones banyak digunakan karena semua remaja memilikinya dan dapat

digunakan di sekolah maupun di rumah (Ružić et al., 2016), serta 83%

pengguna internet di Indonesia mengakses internet menggunakan handphone

(APJII, 2014).

Remaja dalam bermain game online lebih banyak ≥1-2 jam per hari

dengan jumlah 161 responden (37,5%). Hasil serupa lama waktu remaja

dalam bermain internet game didapatkan pada penelitian Ružić et al. (2016)

bahwa 64 responden (52%) bermain internet game selama 1 jam dalam sehari

dan 28 responden (22,8%) bermain selama 2-3 jam sehari. Remaja akan

bermain game online minimal 1 jam sehari karena mereka perlu bermain terus

menerus untuk membuktikan kemampuannya dalam bermain game dan

mendapatkan keanggotaan grup di dalam permainan (Ružić et al., 2016)

55
56

Hasil menujukan bahwa 340 responden (79,3%) bermain game online ≥ 1

tahun, namun pada penelitian ini didapatkan bahwa hanya sedikit responden

yang mengalami kecanduan internet game. Pada penelitian Widyarti (2017)

171 responden (81%) bermain lebih dari 1 tahun, namun onset bermain

memiliki hubungan yang lemah (r = 0,318; p<0,01) dengan tingkat kecanduan

bermain internet game.

Hasil penelitian menunjukkan 199 responden (46,4%) mengeluarkan uang

bulanannya untuk bermain game sejumlah < Rp20.000. Hasil pada penelitian

ini membuktikan bahwa tidak banyak remaja di Kota Yogyakarta yang

bermain game online hingga menggunakan uangnya untuk bermain game

online, karena menurut Ružić et al. (2016) remaja sekolah di negara Pula

yang bermain game online akan mengeluarkan uang mereka untuk membeli

kuota, membership, serta peralatan untuk memenangkan suatu permainan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas remaja bermain internet

game untuk melepaskan ketegangan/stress dengan jumlah 359 responden

(83,7%). Penelitian yang lain dari (Wallenius et al., 2009) mengatakan

bahwa motivasi remaja dalam bermain game online adalah untuk

menghabiskan waktu, melarikan diri dari kehidupan sehari-hari, dan

melupakan kekhawatiran. Remaja yang bermain game online ingin

melepaskan stress yang timbul akibat dari banyaknya tugas di sekolah (Che

& Ip, n.d.). Namun peneliti tidak melakukan penelitian tentang hubungan

antara motivasi bermain internet game dengan tingkat stress remaja.

56
57

2. Kecanduan Internet Game pada Remaja di Kota Yogyakarta

Tabel 3 ditunjukkan bahwa remaja yang mengalami kecanduan ringan

sejumlah 70 orang (16,3%) dan 5 orang (1,2%) yang mengalami kecanduan.

Sedikitnya remaja di Kota Yogyakarta yang mengalami kecanduan internet

game di bandingkan dengan persentase kecanduan internet game di Indonesia

(10.15%) yang telah diteliti oleh Jap et al. (2013) membuktikan bahwa remaja

di Kota Yogyakarta masih terkontrol dalam penggunaan internet game.

Tabel 4 menunjukan hasil bahwa remaja yang duduk di bangku SMA lebih

banyak mengalami kecanduan internet game dibanding dengan remaja SMP.

Namun hal ini berbeda dengan penelitian (Cui et al., 2018) bahwa 46,4%

remaja SMA mengalami kecanduan game yang mana lebih tinggi

dibandingkan remaja SMP, hal ini disebabkan karena siswa SMA mengalami

stress yang lebih tinggi dibandingkan siswa SMP, yang membuat mereka

bermain game. Namun peneliti pada penelitian ini tidak meneliti terkait

dengan tingkat stress remaja sekolah dengan kecanduan internet game.

Hasil menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami kecanduan

dibandingkan perempuan dengan jumlah 53 responden (12,3%) kecanduan

ringan dan 3 responden (0,7%) untuk kategori kecanduan. Dalam penelitian

Widyarti (2017) bahwa 98,6% laki-laki mengalami adiksi game online. Hal

ini disebabkan karena laki-laki cenderung lebih sering bermain game online

dalam hal durasi waktu bermain yang lebih lama (Griffiths et al., 2015), dan

laki-laki memiliki akses yang lebih besar untuk menggunakan komputer serta

internet (Toker & Baturay, 2016).

57
58

Menurut hasil penelitian remaja pada rentang usia 10-14 tahun paling

banyak masuk dalam kategori tidak kecanduan (83,1%) dan kategori

kecanduan (1,4%). Remaja pada rentang usia 15-19 tahung paling banyak

masuk kategori kecanduan ringan (17,1%). Hasil ini juga serupa dengan

penelitian Kuss et al. (2013) bahwa responden remaja di negara Belanda yang

kecanduan (1,7%) dan tidak kecanduan (35,2%) terbanyak berusia 14 tahun.

Remaja usia 10-14 tahun banyak mengalami kecanduan karena menurut

Chulani & Gordon (2014) remaja di usia 11-13 tahun atau middle school

years akan mengalami berkurangnya hubungan mereka dengan orang tua,

sehingga mereka mmebutuhkan adanya hubungan dengan orang lain, salah

satunya berhubungan dengan pemain game online lain.

3. Keterampilan Sosial pada Remaja di Kota Yogyakarta

Tabel 5 dapat pada penelitian ini keterampilan sosial pada remaja

mayoritas memiliki tingkat keterampilan sosial sedang dengan persentase

83%, yang mana menurut Chulani & Gordon, (2014) seseorang di masa

remaja akan mengalami banyak perkembangan terkait keterampilan

sosialnya, seperti hubungan dengan orang tua, peer groups, dan

lingkungannya yang akan membuat mereka memiliki menentukan

kepribadian yang dimilikinya.

Terkait dengan keterampilan sosial rendah pada pada penelitian ini

didapatkan hasil hanya 2 responden (0,5%), hasil ini seirama dengan

penelitian yang dilakukan Gresham et al. (2010) pada 4.500 anak-anak dan

remaja pada usia 3-18 tahun didapatkan hasil 0,25% saja untuk responden

58
59

yang mengalami defisit keterampilan sosial, karena memang jarangnya kasus

defisit keterampilan sosial. Tingkat keterampilan sosial juga dapat dipicu

karena berbagai tekanan atau stressor. Menurut Chulani & Gordon (2014)

masa remaja ada masa dimana terjadinya transisi untuk mengembangkan

kemampuan dan kompetensi yang dimilikinya untuk persiapan mereka dalam

menghadapi masa dewasa. Untuk remaja yang memiliki keterampilan sosial

yang rendah akan memiliki kesulitan dalam menghadapi masalah di

kemudian hari (Bakker et al., 2011).

Keterampilan sosial pada tiap tingkat pendidikan memiliki hasil yang

merata, namun untuk keterampilan sosial tingkat tinggi persentase lebih

tinggi pada tingkat pendidikan SMA (16,5%). Hal ini serupa dengan

penelitian Vorobjov et al. (2014) bahwa siswa SMA lebih banyak mengalami

keterampilan sosial tingkat tinggi. Remaja tingkat SMA lebih banyak

memiliki keterampilan sosial yang tinggi karena mereka sudah sering

melakukan interaksi sosial dengan banyak orang, baik dengan teman, guru,

peer group, maupun orang tua, serta lingkungan di sekolah pun menjadi

pengaruh dalam keterampilan sosial remaja (Bartholomeu et al., 2016).

Menurut Chulani & Gordon (2014) middle adolescence (14-18 tahun) adalah

masa dimana mereka akan banyak berinteraksi dengan orang lain untuk

mempersiapkan diri pada fase dewasa.

Menurut hasil penelitian keterampilan sosial yang rendah lebih banyak

dialami oleh responden perempuan, dan untuk keterampilan sosial tingkat

sedang serta tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki dikarenakan

59
60

karena perempuan lebih sering merasa sendirian (Zach et al., 2016). Namun

hasil ini berbeda dengan penelitan Vorobjov et al. (2014) siswa yang lebih

banyak mengalami keterampilan sosial rendah terjadi pada laki-laki (35%)

dan untuk keterampilan sosial tinggi serta sedang didominasi oleh siswa

perempuan. Penelitian lain juga mengatakan bahwa remaja perempuan lebih

memiliki keterampilan sosial yang tinggi dibandingkan dengan remaja laki-

laki, hal ini disebabkan karena perempuan memiliki rasa empati yang lebih

tinggi dibandingkan dengan laki-laki (Jenkins & Nickerson, 2017). Menurut

Kipke (1999) secara biologis perempuan akan mengalami perkembangan

dalam bersosialisasi dua tahun lebih cepat dibandingkan laki-laki.

Responden yang memiliki keterampilan sosial rendah dialami pada remaja

usia awal dan akhir memiliki jumlah yang sama, untuk keterampilan sosial

sedang paling banyak dialami oleh remaja dengan rentang usia 10-14 tahun,

dan keterampilan sosial tinggi banyak pada remaja rentang usia 15-19 tahun.

Hasil serupa juga didapatkan pada penelitian Gresham et al. (2010) bahwa

usia 13-18 tahun memiliki keterampilan sosial sedang hingga tinggi. Remaja

usia muda tidak memiliki banyak teman dan kurang dalam melakukan

interaksi secara tatap muka langsung, oleh sebab itu remaja usia muda akan

merasa kurang puas dalam hidupnya (Fumarco & Baert, 2019).

Hasil penelitian terkait dengan domain EE (Emotional Expresivity) 59,4%

remaja laki-laki tidak dapat berkomunikasi secara non verbal, lebih banyak

dibandingkan dengan perempuan (40,6%) karena remaja laki-laki memiliki

sifat yang tertutup dan lebih agresif dibandingkan dengan perempuan

60
61

(Maneiro et al., 2019). Terkait dengan domain ES (Emotional Sensitivity)

remaja laki-laki (62,3%) kurang memiliki rasa empati dibandingkan dengan

perempuan (37,7%), hasil ini sejalan dengan penelitian O‘Neill (2020) bahwa

anak laki-laki menunjukan rasa empati yang lebih rendah dibandingkan

dengan remaja perempuan, karena secara biologis kemampuan empati remaja

laki-laki akan menurun saat memasuki masa remaja hingga akhir remaja dan

menurut Dinić et al., (2016) remaja laki-laki tidak mampu memahami

perasaan orang lain, sehingga laki-laki lebi sering terlibat dalam kekerasan.

Terkait dengan domain EC (Emotional Control) 65,6% remaja laki-laki tidak

dapat mengontrol emosi dengan baik dibandingkan dengan remaja perempuan

(34,4%), karena menurut L. Zhang et al., (2020) remaja perempuan lebih

mudah memaafkan orang lain dibandingkan dengan remaja laki-laki.

Terkait dengan domain SE (Social Expressitivity) 63,9% remaja laki-laki

tidak mampu menyampaikan hal yang dirasakan dibandingkan dengan remaja

perempuan (36,1%), karena menurut Anjanappa et al. (2020) remaja laki-laki

menyampaikan perasaannya dengan diam sedangkan perempuan cenderung

lebih ekspresif dan remaja perempuan terbuka saat sedang bersama teman

dekatnya (Ramadhan, 2018). Terkait dengan domain SS (Social Sensitivity)

remaja laki-laki (64%) tidak mampu memahami penyampaian orang lain

dibandingkan dengan remaja perempuan (36%), karena remaja perempuan

adalah pendengar yang baik yang bagi mereka, mendengarkan cerita orang

lain dan memberikan respon kepada orang lain dapat memberikan suatu

dorongan kepada orang lain (Winther-lindqvist & Larsen, 2019). Terkait

61
62

dengan domain SC (Social Control) remaja laki-laki (61,3%) kurang mampu

memainkan peran sosial sesuai dengan situasi dibandingkan dengan remaja

perempuan (38,7%), karena remaja laki-laki cenderung memiliki sikap anti

sosial yang lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan (Hofmann & Müller,

2018).

4. Hubungan antara Kecanduan Internet Game dengan Keterampilan Sosial

pada Remaja di Kota Yogyakarta

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kecanduan internet game dengan keterampilan sosial pada remaja di Kota

Yogyakarta. Hubungan yang terjadi semakin tidak kecanduan internet game

pada remaja maka keterampilan sosial pada remaja semakin tinggi. Remaja

yang mengalami kecanduan internet game mengalami kesulitan dalam

mengidentifikasi emosi, memahami reaksi emosi, mengendalikan perilaku

yang impulsif dan kurang mampu dalam mengontrol emosi dibandingkan

remaja tanpa kcanduan (Karaer & Akdemir, 2019). Pemain game yang telah

lama bermain game akan memiliki interaksi sosial yang negatif seperti

membangkitkan sifat yang balas membalas. Pemain game juga memiliki

kecenderungan untuk berkata kasar (Fox & Gilbert, 2018).

Pemain game yang tidak memiliki hubungan sosial di kehidupan nyata

cenderung akan mencari dukungan sosial dengan cara bermain game online,

namun mereka yang bermain game online akan tebentuk sifat yang agresif

dan merasa tidak butuh bantuan orang lain saat bermain (Cole, Nick, &

Pulliam, 2020). Remaja yang memiliki keterampilan sosial yang rendah juga

62
63

akan memulai untuk bermain game online, dan mereka cenderung akan

melupakan hubungan sosial mereka di kehidupan nyata yang membuat

mereka cenderung merasa lebih kesepian (Lemmens et al., 2011).

Berbeda pada penelitian Kowert & Oldmeadow (2013) mengatakan bahwa

seseorang yang bermain game online lebih ekspresif dan terkendali secara

emosional. Menurut Tan et al. (2016) hal ini tergantung dari jenis permainan

yang dimainkan oleh pemain game. Berdasarkan penelitiannya pemain game

yang diberikan social game memiliki keterampilan sosial yang lebih tinggi

dibandingkan pemain game yang tidak bermain social game. Banyak

penelitian yang sedang mengembangkan keefektifan bermain game untuk

menaikkan tingkat keterampilan sosial seseorang (Lemmens et al., 2011).

Internet game juga dapat dijadikan tempat untuk membentuk suatu hubungan

dan komunitas. Game online yang dahulu hanya dijadikan tempat untuk

bermain dapat digunakan menjadi tempat pengembangan diri dalam hal

interaksi sosial (Doh & Whang, 2014).

Itu sebabnya penting bagi orang tua maupun teman sekitar untuk tetap

mendukung remaja untuk tidak terlalu sering bermain game, karena seseorang

yang mengalami problematic gaming memiliki dukungan sosial yang rendah

(Tham et al., 2020)

63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar remaja bermain game online saat berada di rumah dengan

lama bermain 1-2 jam per hari.

2. Tingkat kecanduan internet game pada remaja di Kota Yogyakarta

sebagian besar tidak mengalami kecanduan.

3. Keterampilan sosial pada remaja di Kota Yogyakarta sebagian besar

memiliki keterampilan sosial yang baik.

4. Ada hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan sosial

pada remaja di Kota Yogyakarta.

B. Saran

1. Bagi sekolah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan guru konseling

maupun guru bidang lain dalam mengarahkan siswanya agar mengurangi

dalam penggunaan game online.

2. Bagi orang tua

Diharapkan orangtua dapat memberikan perhatian lebih kepada anak yang

mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, serta dapat memberikan batasan

saat remaja mulai untuk bermain game online.

63
65

3. Bagi peneliti lain

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih dalam mengenai

hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan sosial pada

remaja di Kota Yogyakarta.

65
66

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, A., & Andayani, B. (2017). Validasi Modul ― Cakap ‖ u ntuk

Meningkatkan Keterampilan Sosial Mahasiswa Baru Asal Bali. Gadjah

Mada Journal Of Professional Psychology, 3(1), 1–13.

Altintas, E., Karaca, Y., Hullaert, T., & TASSI, P. (2019). Sleep quality and video

game playing: Effect of intensity of video game playing and mental health.

Psychiatry Research. https://doi.org/10.1016/j.psychres.2019.01.030

Anjanappa, S., Govindan, R., & Munivenkatappa, M. (2020). Prevalence and

expression of anger in school going adolescents. Archives of Psychiatric

Nursing, 34(1), 35–40. https://doi.org/10.1016/j.apnu.2019.12.002

APJII. (2014). Profil pengguna internet indonesia 2014. (P. Marius, S. Anggoro,

& C. is T. King, Eds.). Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet

Indonesia.

Asosiasi, P. J. I. (2017). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Apjii,

2018(31 August 2018), Hasil Survey.

Aydin, B., & Volkan, S. S. (2011). Internet addiction among adolescents : the role

of self-esteem. Procedia Social and Behavioral Sciences, 15, 3500–3505.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.04.325

Bakker, M. P., Ormel, J., Lindenberg, S., Verhulst, F. C., & Oldehinkel, A. J.

(2011). Generation of Interpersonal Stressful Events : The Role of Poor

Social Skills and Early Physical Maturation in Young Adolescents — The

TRAILS Study. Journal of Early Adolescence, 633–655.

https://doi.org/10.1177/0272431610366251

66
67

Bartholomeu, D., Montiel, J. M., Jr, G. A. F., & Machado, A. A. (2016).

Predictive Power of Parenting Styles on Children ‘ s Social Skills : A

Brazilian Sample, 2016. https://doi.org/10.1177/2158244016638393

Beranuy, M., Carbonel, X., & Griffiths, M. D. (2012). A Qualitative Analysis of

Online Gaming Addicts in Treatment. European Journal of Political Theory,

11(4), 149–161. https://doi.org/10.1007/s11469-012-9405-2

Brand, M., Laier, C., & Young, K. S. (2014). Internet addiction : coping styles ,

expectancies , and treatment implications, 5(November), 1–14.

https://doi.org/10.3389/fpsyg.2014.01256

Che, X., & Ip, B. (n.d.). Mobile Games in China : Development and Current

Status. https://doi.org/10.1007/978-94-024-0826-3

Chen, L. S. L. (2010). The impact of perceived risk, intangibility and consumer

characteristics on online game playing. Computers in Human Behavior,

26(6), 1607–1613. https://doi.org/10.1016/j.chb.2010.06.008

Chou, W., Huang, M., Chang, Y., Chen, Y., Hu, H., & Yen, C. (2017). Social

skills deficits and their association with Internet addiction and activities in

adolescents with attention-de fi cit / hyperactivity disorder.

https://doi.org/10.1556/2006.6.2017.005

Chulani, V. L., & Gordon, L. P. (2014). Adolescent Growth and Development.

Primary Care - Clinics in Office Practice, 41(3), 465–487.

https://doi.org/10.1016/j.pop.2014.05.002

Cole, D. A., Nick, E. A., & Pulliam, K. A. (2020). Computers in Human Behavior

Are Massively Multiplayer Online Role-Playing Games healthy or not and

67
68

why ? Preliminary support for a Compensatory Social Interaction model.

Computers in Human Behavior, 102(July 2019), 57–66.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2019.08.012

Cui, J., Lee, C., & Bax, T. (2018). Computers in Human Behavior A comparison

of ‗ psychosocially problematic gaming ‘ among middle and high school

students in China and South Korea. Computers in Human Behavior, 85, 86–

94. https://doi.org/10.1016/j.chb.2018.03.040

D‘Addario, M. (2018). Social Skills (Fourth Edi). Iberic: Babel Cube Books.

Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=kW5iDwAAQBAJ&printsec=frontcove

r&dq=social+skill&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwib6PT70KjgAhXUR30KH

S9mAGQ4ChDoAQg_MAM#v=onepage&q&f=false

Dinić, B. M., Kodžopeljić, J. S., Sokolovska, V. T., & Milovanović, I. Z. (2016).

Empathy and peer violence among adolescents: Moderation effect of gender.

School Psychology International, 37(4), 359–377.

https://doi.org/10.1177/0143034316649008

Doh, Y. Y., & Whang, S. L. (2014). From Separation to Integration : Identity

Development of Korean Adult Players in Online Game World, 9(1), 30–57.

https://doi.org/10.1177/1555412013498301

Fox, J., & Gilbert, M. (2018). Player experiences in a massively multiplayer

online game : A diary study of performance , motivation , and social

interaction. https://doi.org/10.1177/1461444818767102

Fumarco, L., & Baert, S. (2019). Relative age effect on European adolescents‘

68
69

social network. Journal of Economic Behavior and Organization, 168, 318–

337. https://doi.org/10.1016/j.jebo.2019.10.014

Fuster, H., Carbonell, X., Charmarro, A., & Oberst, U. (2013). Interaction with

the Game and Motivation among Players of Massively Multiplayer Online.

Spanish Journal of Psychology, 16, 1–8. https://doi.org/10.1017/sjp.2013.54

Gresham, F. M. (2016). Social skills assessment and intervention for children and

youth youth. Cambridge Journal of Education, 46(3), 319–332.

https://doi.org/10.1080/0305764X.2016.1195788

Gresham, F. M., Elliott, S. N., & Kettler, R. J. (2010). Base Rates of Social Skills

Acquisition / Performance Deficits , Strengths , and Problem Behaviors : An

Analysis of the Social Skills Improvement System — Rating Scales.

American Assessment, 22(4), 809–815. https://doi.org/10.1037/a0020255

Griffiths, M. D., Király, O., Pontes, H. M., & Demetrovics, Z. (2015). An

Overview of Problematic Gaming. Mental Health in the Digital Age.

https://doi.org/https://psycnet.apa.org/doi/10.1093/med/9780199380183.003.

0002

Griffiths, M. (1996). Behavioural addiction : an issue for everybody? Employee

Counselling Today: The Journal of Workplace Learning, 8(3), 19–25.

https://doi.org/10.1108/13665629610116872

Griffiths, M. D., Kuss, D. J., & King, D. L. (2012). Video Game Addiction : Past ,

Present and Future, 44(0).

Gunuc, S. (2015). Computers in Human Behavior Relationships and associations

between video game and Internet addictions : Is tolerance a symptom seen in

69
70

all conditions. Computers in Human Behavior, 49, 517–525.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.03.063

Hall, J. A., Kearney, M. W., & Xing, C. (2018). Two tests of social displacement

through social media use Two tests of social displacement through social

media use. Information, Communication & Society, 0(0), 1–18.

https://doi.org/10.1080/1369118X.2018.1430162

Hellström, C., Nilsson, K. W., Leppert, J., & Åslund, C. (2012). Computers in

Human Behavior Influences of motives to play and time spent gaming on the

negative consequences of adolescent online computer gaming. Computers in

Human Behavior, 28, 1379–1387. https://doi.org/10.1016/j.chb.2012.02.023

Hidayat, A. A. (2009). Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Jakarta:

Salemba Medika.

Hofmann, V., & Müller, C. M. (2018). Avoiding antisocial behavior among

adolescents : The positive in fl uence of classmates ‘ prosocial behavior,

68(February 2017), 136–145.

https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2018.07.013

Hussain, Z., Griffiths, M. D., & Baguley, T. (2012). Online gaming addiction :

Classification , prediction and associated risk factors. Addiction Rese,

20(October), 359–371. https://doi.org/10.3109/16066359.2011.640442

Jap, T., Tiatri, S., Jaya, E. S., & Suteja, M. S. (2013). The Development of

Indonesian Online Game Addiction Questionnaire, 8(4), 4–8.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.0061098

Jenkins, L. N., & Nickerson, A. B. (2017). Bystander Intervention in Bullying :

70
71

Role of Social Skills and Gender. Journal of Early Adolescence, 1–26.

https://doi.org/10.1177/0272431617735652

Jeong, E. J., & Kim, D. H. (2011). Social Activities, Self-Efficacy, Game

Attitudes, and Game Addiction. Cyberpsychology, Behavior, and Social

Networking, 14(4), 213–219. https://doi.org/10.1089/cyber.2009.0289

Jin, B., & Park, N. (2012). Mobile voice communication and loneliness : Cell

phone use and the social skills deficit hypothesis.

https://doi.org/10.1177/1461444812466715

Karaer, Y., & Akdemir, D. (2019). Parenting styles, perceived social support and

emotion regulation in adolescents with internet addiction. Comprehensive

Psychiatry, 92, 22–27. https://doi.org/10.1016/j.comppsych.2019.03.003

Kemenkes. (2018). Kemenkes: Kecanduan Game Adalah Gangguan Perilaku.

Retrieved November 6, 2018, from

http://www.depkes.go.id/article/view/18062500003/ministry-of-health-game-

addiction-is-behavior-disorder.html

Kementrian Kesehatan. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018. Jakarta.

Retrieved from http://www.depkes.go.id/resources/download/info-

terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil Riskesdas 2018.pdf

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2019). Rekap Data Pokok Pendidikan

NasionalRekap Nasional Semester 2018/2019 Genap. Retrieved from

http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/sp/2/046000

Kim, E. J., Namkoong, K., Ku, T., & Kim, S. J. (2008). The relationship between

online game addiction and aggression, self-control and narcissistic

71
72

personality traits. European Psychiatry, 23(3), 212–218.

https://doi.org/10.1016/j.eurpsy.2007.10.010

Kim, N. R., Hwang, S. S., Choi, J., Kim, D., Demetrovics, Z., Király, O., … Choi,

S. (2016). Characteristics and Psychiatric Symptoms of Internet Gaming

Disorder among Adults Using Self-Reported DSM-5 Criteria, 15–20.

King, D. L., & Delfabbro, P. (2009). Understanding and Assisting Excessive

Players of Video Games: A Community Psychology Perspective. The

Australian Community Psychologist, 21(1), 62–74.

Kipke, M. (1999). Adolescent Development Biology.

Klimmt, C., Schmid, H., & Orthmann, J. (2009). Exploring the Enjoyment of

Playing Browser Games. Cyberpsychology, Behavior, and Social

Networking, 12(2), 3–6. https://doi.org/10.1089/cpb.2008.0128

Kneer, J., Rieger, D., Ivory, J. D., & Ferguson, C. (2014). Awareness of Risk

Factors for Digital Game Addiction : Interviewing Players and Counselors.

International Journal Mental Health Addiction, 585–599.

https://doi.org/10.1007/s11469-014-9489-y

Kowert, R., & Oldmeadow, J. A. (2013). (A)Social reputation: Exploring the

relationship between online video game involvement and social competence.

Computers in Human Behavior, 29, 1872–1878.

https://doi.org/https://doi.org.ezproxy.ugm.ac.id/10.1016/j.chb.2013.03.003

Kuss, D. J., Rooij, A. J. Van, Shorter, G. W., Griffiths, M. D., & Mheen, D. Van

De. (2013). Internet addiction in adolescents : Prevalence and risk factors.

Computers in Human Behavior, 29(5), 1987–1996.

72
73

https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.04.002

Kweon, Y. R., & Park, M. S. (2012). Effects of School Adjustment on Higher

Grade Elementary School Students‘ Internet Game Addiction: Focused on

Gender Difference. J Korean Acad Psychiatr Ment Health Nurs, 21(2), 99–

107. https://doi.org/10.12934/jkpmhn.2012.21.2.99

Lee, B. W., & Leeson, P. R. C. (2015). Online Gaming in the Context of Social

Anxiety, 29(2), 473–482.

Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2011). Psychosocial causes and

consequences of pathological gaming. Computers in Human Behavior, 27(1),

144–152. https://doi.org/10.1016/j.chb.2010.07.015

Li, D., Liau, A., & Khoo, A. (2011). Among Massively Multiplayer Online

Adolescent Gamers, 14(9). https://doi.org/10.1089/cyber.2010.0463

Li, H., Zou, Y., Wang, J., & Yang, X. (2016). Role of Stressful Life Events ,

Avoidant Coping Styles , and Neuroticism in Online Game Addiction among

College Students : A Moderated Mediation Model, 7(November), 1–11.

https://doi.org/10.3389/fpsyg.2016.01794

Lodder, G. M. A., Goossens, L., Scholte, R. H. J., Engels, R. C. M. E., &

Verhagen, M. (2016). Adolescent Loneliness and Social Skills: Agreement

and Discrepancies Between Self-, Meta-, and Peer-Evaluations. Journal of

Youth and Adolescence, 45(12), 2406–2416. https://doi.org/10.1007/s10964-

016-0461-y

Maneiro, L., Gómez-fraguela, J. A., López-romero, L., & Sobral, J. (2019).

Children and Youth Services Review Risk pro fi les for antisocial behavior in

73
74

adolescents placed in residential care. Children and Youth Services Review,

103(April), 278–286. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2019.06.012

Morrison, C. M., & Gore, H. (2010). The Relationship between Excessive Internet

Use and Depression : A Questionnaire-Based Study of 1 , 319 Young People

and Adults. Psychopathology, 43, 121–126.

https://doi.org/10.1159/000277001

Nicolson, D., & Ayers, H. (2004). ADOLESCENT PROBLEMS A Practical Guide

for Parents, Teachers and Counsellors (2nd ed.). London: David Fulton

Publishers.

O‘Neill, K. K. (2020). Adolescence, Empathy, and the Gender Gap in

Delinquency. Feminist Criminology, 1–28.

https://doi.org/10.1177/1557085120908332

Okita, S. Y. (2012). Encyclopedia of the Sciences of Learning. (N. M. Seel, Ed.),

Encyclopedia of the Sciences of Learning. Boston, MA: Springer US.

https://doi.org/10.1007/978-1-4419-1428-6

Park, J. H., Han, D. H., Kim, B., Cheong, J. H., & Lee, Y. (2016). Correlations

among Social Anxiety , Self-Esteem , Impulsivity , and Game Genre in

Patients with Problematic Online Game Playing, 297–304.

Ramadhan, M. R. (2018). Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Orangtua-Anak

pada Remaja Pola Asuh Orangtua Authoritarian. Channel Jurnal

Komunikasi, 6(2), 197–204.

Riggio, R. E. (1992). The social skills inventory (SSI): Measuring nonverbal and

social skills, (December).

74
75

Rikky, Y., Santoso, D., & Purnomo, J. T. (2017). Hubungan Kecanduan Game

Online Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja. Humaniora, 4(1), 27–44.

Ružić, M., Strnak, H., & Debeljuh, A. (2016). Online Video Games and Young

People. International Journal of Research in Education Adn Science, 2(1).

Saquib, N., Saquib, J., Wahid, A., Akmal, A., Emad, H., Saddik, M., … Al-

mazrou, A. (2017). Addictive Behaviors Reports Video game addiction and

psychological distress among expatriate adolescents in Saudi Arabia.

Addictive Behaviors Reports, 6(September), 112–117.

https://doi.org/10.1016/j.abrep.2017.09.003

Savage, M. W., Ph, D., Tokunaga, R. S., & Ph, D. (2017). Computers in Human

Behavior Moving toward a theory : Testing an integrated model of

cyberbullying perpetration , aggression , social skills , and Internet self-ef fi

cacy. Computers in Human Behavior, 71, 353–361.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.02.016

Schneider, L. A., King, D. L., & Delfabbro, P. H. (2017). Family factors in

adolescent problematic Internet gaming : A systematic review. Journal of

Behavioral Addictions, 6(3), 321–333.

https://doi.org/10.1556/2006.6.2017.035

Segrin, C., & Rynes, K. N. (2009). The mediating role of positive relations with

others in associations between depressive symptoms , social skills , and

perceived stress. Journal of Research in Personality, 43(6), 962–971.

https://doi.org/10.1016/j.jrp.2009.05.012

Seo, M. I. A. (2009). Internet Addiction and Interpersonal Problems in Korean

75
76

Adolescents. CIN: Computers, Informatics, Nursing, 27(4), 226–233.

Setiaji, S., & Virlia, S. (2016). HUBUNGAN KECANDUAN GAME ONLINE

DAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA PEMAIN GAME DEWASA,

9(2).

Sioni, S. R., Burleson, M. H., & Bekerian, D. A. (2017). Computers in Human

Behavior Internet gaming disorder : Social phobia and identifying with your

virtual self. Computers in Human Behavior, 71, 11–15.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.01.044

Stats, I. W. (2018). INTERNET USAGE STATISTICS The Internet Big Picture.

Retrieved January 29, 2019, from

https://www.internetworldstats.com/stats.htm

Stepp, S. D., Pardini, D. A., Loeber, R., & Morris, N. A. (2011). The relation

between adolescent social competence and young adult delinquency and

educational attainment among at-risk youth: The mediating role of peer

delinquency. Canadian Journal of Psychiatry, 56(8), 457–465.

https://doi.org/10.1177/070674371105600803

Strittmatter, E., Kaess, M., Parzer, P., Fischer, G., Carli, V., Hoven, C. W., …

Wasserman, D. (2015). Pathological Internet use among adolescents:

Comparing gamers and non-gamers. Psychiatry Research, 128–135.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/j.psychres.2015.04.029

Tan, J. L., Goh, D. H., Ang, R. P., & Huan, V. S. (2016). Learning efficacy and

user acceptance of a game-based social skills learning environment.

International Journal of Child-Computer Interaction.

76
77

https://doi.org/10.1016/j.ijcci.2016.09.001

Tham, S. M., Ellithorpe, M. E., & Meshi, D. (2020). Real-world social support but

not in-game social support is related to reduced depression and anxiety

associated with problematic gaming. Addictive Behaviour, 106.

https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2020.106377

Tian, Y., Zhang, S., Wu, R., Wang, P., Gao, F., & Chen, Y. (2018). Association

Between Specific Internet Activities and Life Satisfaction : The Mediating

Effects of Loneliness and Depression. Frontiers in Psychology, 9(July), 1–

11. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01181

Toker, S., & Baturay, M. H. (2016). Antecedents and consequences of game

addiction. Computers in Human Behavior, 55, 668–679.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.10.002

Vorobjov, S., Saat, H., & Kull, M. (2014). Social skills and their relationship to

drug use among 15–16-year-old students in Estonia: An analysis based on

the ESPAD data. https://doi.org/10.2478/nsad-2014-0031

Wallenius, M., Rimpelä, A., Punamäki, R., & Lintonen, T. (2009). Journal of

Applied Developmental Psychology Digital game playing motives among

adolescents : Relations to parent – child communication , school performance

, sleeping habits , and perceived health. Journal of Applied Developmental

Psychology, 30(4), 463–474. https://doi.org/10.1016/j.appdev.2008.12.021

Wartberg, L., Kriston, L., & Thomasius, R. (2020). Internet gaming disorder and

problematic social media use in a representative sample of German

adolescents: Prevalence estimates, comorbid depressive symptoms and

77
78

related psychosocial aspects. Computers in Human Behavior, 103(September

2019), 31–36. https://doi.org/10.1016/j.chb.2019.09.014

Widyarti, N. (2017). Korelasi Antara Adiksi Game Online dengan Depresi Pada

Pemain Game Online di Game Center di Sleman.

Winther-lindqvist, D. A., & Larsen, I. O. (2019). Grief and Best Friendship

Among Adolescent Girls. Journal of Death and Dying, 1–18.

https://doi.org/10.1177/0030222819856146

Wittek, C. T., Finserås, T. R., Pallesen, S., Mentzoni, R. A., Hanss, D., Griffiths,

M. D., & Helge, M. (2015). Prevalence and Predictors of Video Game

Addiction : A Study Based on a National Representative Sample of Gamers.

International Journal Mental Health Addiction.

https://doi.org/10.1007/s11469-015-9592-8

World Health Organization. (2018a). Adolescent health and development.

Retrieved March 25, 2019, from

http://www.searo.who.int/entity/child_adolescent/topics/adolescent_health/e

n/

World Health Organization. (2018b). ICD-11 for Mortality and Morbidity

Statistics. Retrieved from https://icd.who.int/browse11/l-

m/en#/http%3A%2F%2Fid.who.int%2Ficd%2Fentity%2F1602669465

Young, K. (2009). Understanding online gaming addiction and treatment issues

for adolescents. American Journal of Family Therapy, 37(5), 355–372.

https://doi.org/10.1080/01926180902942191

Zach, S., Yazdi-ugav, O., & Zeev, A. (2016). Academic achievements , behavioral

78
79

problems , and loneliness as predictors of social skills among students with

and without learning disorders. Chool Psychology International.

https://doi.org/10.1177/0143034316649231

Zamani, E., & Kheradmand, A. (2010). Comparing the Social Skills of Students

Addicted to Computer Games with Normal Students, 2(3), 59–65.

Zhang, L., Lu, J., Li, B., Wang, X., & Shangguan, C. (2020). Personality and

Individual Di ff erences Gender di ff erences in the mediating e ff ects of

emotion-regulation strategies : Forgiveness and depression among

adolescents. Personality and Individual Differences, 163(April), 110094.

https://doi.org/10.1016/j.paid.2020.110094

Zhang, M. W. B., Tran, B. X., Huong, L. T., Hinh, N. D., Lan, H., Nguyen, T., …

Ho, R. C. M. (2018). VInternet addiction and sleep quality among

Vietnamese Youths. Asian Journal of Psychiatry.

https://doi.org/10.1016/j.ajp.2017.03.025

79
80

LAMPIRAN

Lampiran 1

LEMBAR INFORMASI DAN PERMOHONAN PERSETUJUAN MENJADI

RESPONDEN PENELITIAN

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

UGM:

Nama : Devina Ngeksi Hari Laksono

NIM : 16/397807/KU/18951

Akan melakukan penelitian yang berjudul ―Hubungan antara Kecanduan Internet

Game dengan Keterampilan Sosial pada Remaja di Kota Yogyakarta‖.

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian syarat dalam memperoleh

derajat sarjana keperawatan Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan

soisal pada remaja di Kota Yogyakarta.

Tim Peneliti mengajak Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini, dengan menisi

kuisioner yang kami bagikan. Penelitian ini membutuhkan 427 partisipan dengan

jangka waktu pengisian kuisioner masing-masing responden adalah 10-20 menit.

A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian

Anda memiliki kebebasan untuk memilih keikutsertaan dalam penelitian ini

tanpa ada paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga

80
81

memiliki kebebasan untuk mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat

tanpa dikenai denda atau pun sanksi apapun.

B. Prosedur penelitian

Apabila Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda

diminta menandatangani informed assent (lembar persetujuan) untuk ikut

berpartisipasi dalam penelitian ini. Prosedur selanjutnya adalah Anda diminta

mengisi kuisioner data demografi, kuisioner Development of Indonesian

Online Game Addiction, dan kuisioner Social Skill Inventory.

C. Kewajiban partisipan

Sebagai partisipan, Anda berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk

penelitian seperti yang tertulis diatas. Bila ada yang belum jelas Anda dapat

bertanya lebih lanjut kepada Tim Peneliti.

D. Risiko dan efek berpartisipasi dalam penelitian

Penelitian dengan pengisian kuisioner sejauh ini sudah banyak digunakan dan

tidak memberikan efek samping yang berarti.

E. Manfaat

Manfaat dalam pengisian instrumen ini adalah mengetahui apakah kecanduan

game online Anda sudah termasuk dalam kecanduan, kecanduan ringan, atau

tidak kecanduan, dan apakah berhubungan dengan keterampilan sosial,

F. Kerahasiaan

Semua informasi yang Anda berikan dalam penelitian ini akan dirahasiakan.

Hanya Tim Peneliti yang mengetahui infromasi tersebut. Semua catatan akan

disimpan dengan cermat oleh peneliti. Nama-nama partisipan tidak akan

81
82

ditulis dalam laporan ataupun artikel-artikel yang berhubungan dengan

penelitian. Akan dibuat kesepakatan bersama untuk semua partisipan yang

hadir, bahwa informasi yang diberikan tidak akan disebarluaskan.

G. Kompensasi

Anda akan mendapatkan kenang-kenangan berupa satu buku catatan dan satu

pena bolpoin.

H. Pembiayaan

Semua pembiayaan terkait penelitian ditanggung oleh Tim Peneliti.

I. Informasi Tambahan

Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas

terkait dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu Anda akan menyampaikan

keluhan tentang penelitian atau untuk masalah terkait penelitian, Anda dapat

menghubungi peneliti utama yaitu Devina Ngeksi H L di nomor HP

085729995790.

Anda juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada Komite Etik Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan UGM (Telp. 0274-588688 ext 17225 atau +62811-2666869, email :

mhrec_fmugm@ugm.ac.id).

82
83

Lampiran 2

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Semua penjelasan tersebut disampaikan kepada saya dan semua

pertanyaan saya telah dijawab oleh tim peneliti. Saya mengerti bahwa bila

memerlukan penjelasan, saya dapat menanyakan kepada Devina Ngeksi H L

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta dalam

penelitian ini.

Tandatangan subyek:

Tanggal:

(Nama jelas:…………………………………………………………)

Tandatangan saksi/tim:

(Nama jelas:………………………………………………………)

83
84

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/WALI

Kami, Tim Peneliti yang diketuai Devina Ngeksi Hari L dari Jurusan Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan

UGM akan melakukan penelitian berjudul ―HUBUNGAN ANTARA

KECANDUAN INTERNET GAME DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL

PADA REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA‖. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan soisal

pada remaja di Kota Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian syarat dalam memperoleh

derajat sarjana keperawatan Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara kecanduan internet game dengan keterampilan

sosial pada remaja di Kota Yogyakarta.

Tim Peneliti mengajak putra/ putri Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini,

dengan menisi kuisioner yang kami bagikan. Penelitian ini membutuhkan 427

partisipan dengan jangka waktu pengisian kuisioner masing-masing responden

adalah 10-20 menit.

A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian

Anda memiliki kebebasan untuk memilih keikutsertaan dalam penelitian ini

tanpa ada paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga

memiliki kebebasan untuk mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat

tanpa dikenai denda atau pun sanksi apapun.

B. Prosedur penelitian

84
85

Apabila Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda

diminta menandatangani informed consent (lembar persetujuan) untuk ikut

berpartisipasi dalam penelitian ini. Prosedur selanjutnya adalah Anda diminta

mengisi kuisioner data demografi, kuisioner Development of Indonesian

Online Game Addiction, dan kuisioner Social Skill Inventory.

C. Kewajiban partisipan

Sebagai partisipan, Anda berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk

penelitian seperti yang tertulis diatas. Bila ada yang belum jelas Anda dapat

bertanya lebih lanjut kepada Tim Peneliti.

D. Risiko dan efek berpartisipasi dalam penelitian

Penelitian dengan pengisian kuisioner sejauh ini sudah banyak digunakan dan

tidak memberikan efek samping yang berarti.

E. Manfaat

Manfaat dalam pengisian instrumen ini adalah mengetahui apakah kecanduan

game online Anda sudah termasuk dalam kecanduan, kecanduan ringan, atau

tidak kecanduan, dan apakah berhubungan dengan keterampilan sosial,

F. Kerahasiaan

Semua informasi yang Anda berikan dalam penelitian ini akan dirahasiakan.

Hanya Tim Peneliti yang mengetahui infromasi tersebut. Semua catatan akan

disimpan dengan cermat oleh peneliti. Nama-nama partisipan tidak akan

ditulis dalam laporan ataupun artikel-artikel yang berhubungan dengan

penelitian. Akan dibuat kesepakatan bersama untuk semua partisipan yang

hadir, bahwa informasi yang diberikan tidak akan disebarluaskan.

85
86

G. Kompensasi

Putra/ putri Anda akan mendapatkan kenang-kenangan berupa satu buku

catatan dan satu bolpoin.

H. Pembiayaan

Semua pembiayaan terkait penelitian ditanggung oleh Tim Peneliti.

I. Informasi Tambahan

Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas

terkait dengan penelitian ini. Bila ssewaktu-waktu Anda akan menyampaikan

keluhan tentang penelitian atau untuk masalah terkait penelitian, Anda dapat

menghubungi peneliti utama yaitu Devina Ngeksi H L di nomor HP

085729995790.

Anda juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada Komite Etik Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan UGM (Telp. 0274-588688 ext 17225 atau +62811-2666869, email :

mhrec_fmugm@ugm.ac.id).

86
87

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN ORANG TUA/WALI

Saya telah membaca dan mengerti informasi yang tercantum pada lembar

informasi dan telah diberi kesempatan untuk mendiskusikan dan menanyakan hal

tersebut. Saya mengerti bahwa saya dapat menolak untuk ikut dalam penelitian.

Saya sadar bahwa saya dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja

saya mau.

Saya, sebagai ORANG TUA/WALI dari………………………..

SETUJU untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

Tanggal : …………………………………………………

Tanda tangan Orang tua/Wali : ………………………………………………

Nama Orang Tua/Wali : …………………………………..

Tanda tangan Saksi : ……………………………………….

Nama Saksi : …………………………………….

87
88

Lampiran 5

KUISIONER DATA DEMOGRAFI RESPONDEN

Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Tingkat pendidikan :
Tinggal bersama 1. Ayah
2. Ibu
3. Kakak
4. Adik
5. Keluarga lainnya, sebutkan ……..
Sumber internet 1. Paket data internet
2. Wifi
3. Lainnya, sebutkan ……..
Tempat favorit mengakses 1. Rumah
game online 2. Sekolah
3. Tempat makan/ kafe
4. Warung internet (Warnet)
5. Lainnya, sebutkan ….......
Perangkat yang digunakan 1. Handphone
untuk bermain game online 2. Tablet
3. Komputer
4. Lainnya, sebutkan…………
Dalam seminggu, berapa 1. 1 hari/minggu
hari rata-rata anda bermain 2. 2-3 hari/minggu
game online? 3. 4-5 hari/minggu
4. 6-7 hari/minggu

Berapa jam per hari rata rata 1. ≤ 1 jam 4. > 3-4 jam
anda bermain game online 2. > 1-2 jam 5. > 4-5 jam
3. > 2-3 jam 6. > 5 jam, sebutkan: … jam

Sejak kapan anda bermain 1. < 1 tahun : sebutkan …. bulan


game online? 2. ≥ 1 tahun : sebutkan …. tahun

88
89

Pengeluaran bulanan untuk 1. < Rp. 20.000


bermain game online 2. Rp. 20.000 – Rp. 50.000
3. Rp. 50.000 – Rp. 100.000
4. Rp. 100.000 – Rp. 200.000
5. Rp. 200.000 – Rp. 300.000
6. > Rp. 300.000
Apa motivasi anda bermain 1. Meraih level/skor tinggi dalam game
game online 2. Melepaskan ketegangan/stress
3. Mencari teman/berinteraksi dengan orang
4. Menikmati karakter baru di dunia online
5. Lainnya, sebutkan: ……………………..............
…………………………………………………………

89
90

Lampiran 6

KUISIONER INDONESIAN ONLINE GAME ADDICTION

Bagian ini disusun untuk memahami kebiasaan kita bermain game

online. Tandai kolom yang paling sesuai dengan tanda contreng () yang

paling sesuai dengan kebiasaan bermain game online Anda dalam enam

bulan terakhir. Semakin ke kanan suatu kolom, maka Anda semakin

sering melakukan hal tersebut. Semakin ke kiri, menunjukkan bahwa

Anda semakin jarang untuk melakukan hal tersebut.

Contoh:

No. Pernyataan Tidak Kadang- Sangat


pernah Jarang kadang Sering Sering
1. Anda berbicara/berdiskusi dengan teman 
Anda mengenai game online?
Artinya, selama enam bulan terakhir, Anda kadang-kadang berbicara/berdiskusi

dengan teman Anda mengenai game online.

Bayangkan seberapa sering Anda selama enam bulan terakhir,


No. Pernyataan Tidak Kadang- Sangat
pernah Jarang kadang Sering Sering
1 Seberapa sering Anda memikirkan tentang
bermain game online sepanjang hari?
2 Seberapa sering terdapat peningkatan waktu
bermain game online?
3 Seberapa sering Anda bermain game online
untuk melarikan diri dari kenyataan?
4 Seberapa sering orang lain gagal saat
mencoba untuk mengurangi waktu bermain
game online Anda?
5 Seberapa sering Anda merasa tidak enak
saat tidak bisa bermain game online?
6 Seberapa sering bermain game online
membuat hubungan Anda dengan orang
lain (keluarga, teman, dll) menjadi
bermasalah?
7 Seberapa sering Anda bermain game online
di jam tidur?

90
91

Lampiran 7

KUISIONER SOCIAL SKILL INVENTORY

Petunjuk pengisian:

Pilihlah salah satu diantara lima pilihan yang tersedia dengan cara memberi tanda

contreng () pada pilihan yang paling sesuai atau menggambarkan diri anda.

Keterangan: STS= Sangat Tidak Sesuai, TS=Tidak Sesuai, N=Netral, S= Sesuai,

SS= Sangat Sesuai

No. Pernyataan STS TS N S SS


1. Saya tersenyum ketika menyapa
orang lain yang baru saya temui
dalam suatu acara.

2. Saya tetap menunjukkan ekspresi


tidak setuju, meskipun kepada
orang yang saya kenal dengan
baik.
3. Saya mengamati ekspresi wajah
lawan bicara saya.
4. Saya dapat merasakan apa yang
diceritakan oleh orang lain.
5. Ekspresi wajah saya terlihat
sangat berbeda ketika saya
menatap orang yang tidak saya
senangi.
6. Saya dapat meredam amarah
saya dengan cepat.
7. Saat bertemu dengan orang baru,
saya biasanya acuh tak acuh.
8. Saya memilih diam ketika
memerlukan pertolongan dari
orang lain.
9. Saya dapat dengan mudah
memahami informasi yang
disampaikan oleh orang lain.
10. Saya malas menyesuaikan
perilaku saya dengan orang lain.
11. Saya dapat dengan mudah
menyesuaikan diri di tempat
yang baru dimana saya berada.

91
92

12. Saya malu menunjukkan diri


saya yang sebenarnya.
13. Saya lebih memilih menatap ke
arah lain daripada menatap mata
lawan bicara saya saat berbicara.
14. Saya menyembunyikan hal yang
saya rasakan dari orang lain.
15. Saat berinteraksi dengan orang
lain, saya dapat mengetahui
orang lain tertarik dengan isi
pembicaraan kami.
16. Saya tidak peduli dengan hal
yang terjadi pada teman saya.
17. Saya menatap dengan tajam
orang yang belum tentu memiliki
niatan buruk terhadap saya.
18. Saya mengalami kesulitan dalam
mengendalikan emosi saya.
19. Saya memilih untuk diam ketika
bertemu dengan orang baru.
20. Ketika saya memerlukan
bantuan, saya tidak segan-segan
mengatakannya kepada teman
saya.
21. Saya mudah merasa salah
tingkah ketika berada di
lingkungan yang baru.
22. Teman saya senang
menceritakan apa yang dialami
kepada saya karena saya dapat
memberikan respon yang sesuai.

23. Saya akan merespon informasi


yang disampaikan oleh orang
lain.
24. Saya sulit menampilkan diri saya
yang sebenarnya saat berada di
lingkungan baru.

92
93

Lampiran 8

Jadwal Penelitian

Tahap Kegiatan Bulan

Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr
Studi literatur

Penyusunan
proposal skripsi
Seminar
proposal
Pengajuan
ethical
clearance

Persiapan
penelitian
Izin melakukan
penelitian
Pengambilan
data
Pengolahan data

Penyusunan
laporan hasil
Penyusunan
naskah
publikasi
Seminar hasil

93
94

Lampiran 9

94
95

95
96

Lampiran 10

96
97

Lampiran 11

97
98

98

Anda mungkin juga menyukai