Anda di halaman 1dari 17

KEADILAN AKSES KUALITAS DAN PEMERATAAN PELAYANAN

KESEHATAN DIAJUKAN SEBAGAI TUGAS

MATA KULIAH ISU TERKINI AKK

Dosen Pembimbing :

Gusrianti, M. Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1 Asri Jumiati 2013201010


2 Esi 2013201019
3 Fani Syafitri 2013201023
4 Novia Ramadanis 2013201045

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kelompok dapat menyusun dan menyelesaikan
tugas penulisan makalah ini. Pada kesempatan ini kelompok menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Ibu Gusrianti, M. Kes selaku dosen pengampu dari mata kuliah Isu Terkini AKK yang
membantu dan memberikan pengarahan serta wawasan baru selama kegiatan perkuliahan
berlangsung khususnya dalam penyusunan makalah yang berjudul “Keadilan Akses, Kualitas,
dan Pemerataan Layanan kesehatan.”

Dalam penyusunan makalah ini, tentunya kelompok menyadari bahwasanya makalah ini
sangat jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan didalamnya. Oleh karena
itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini kedepannya dan dapat dijadikan sebagai sarana wawasan baru bagi pembaca dalam
pengembangan pengetahuan.

Demikianlah makalah ini dibuat, jikalau terdapat kesalahan dan kejanggalan yang tidak ada
tempatnya kelompok mohon maaf. Sekian dan Terima Kasih.

Padang, 20 Juni 2023

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek penting dalam pembangunan suatu negara.
Keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan menjadi faktor utama dalam
menentukan sejauh mana masyarakat dapat memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi, terutama oleh masyarakat
miskin dan terpencil, dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang memadai.

Keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan merupakan isu yang
kompleks dan penting dalam konteks sistem kesehatan di berbagai negara. Meskipun banyak
kemajuan telah dicapai dalam bidang kesehatan, masih ada tantangan yang perlu diatasi untuk
memastikan bahwa semua individu, terlepas dari latar belakang sosial-ekonomi mereka,
memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam mencapai keadilan akses adalah
aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil terhadap layanan kesehatan. Kelompok masyarakat
ini sering kali menghadapi hambatan yang signifikan dalam mengakses pelayanan kesehatan
yang mereka butuhkan. Faktor-faktor seperti lokasi geografis yang terpencil, transportasi yang
terbatas, dan kurangnya infrastruktur kesehatan yang memadai di daerah terpencil menjadi
kendala utama. Selain itu, masyarakat miskin sering kali menghadapi kesulitan ekonomi yang
membuat sulit bagi mereka untuk membayar biaya perawatan kesehatan atau memperoleh
asuransi kesehatan yang memadai.

Selain masalah aksesibilitas fisik, ada juga masalah aksesibilitas sosial dan politik yang
mempengaruhi akses ke layanan kesehatan. Diskriminasi berbasis sosial, seperti diskriminasi
gender, ras, atau etnis, dapat menyebabkan ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan. Misalnya,
kelompok minoritas mungkin menghadapi diskriminasi dalam hal penanganan medis atau
perlakuan yang tidak setara dalam sistem kesehatan. Selain itu, ketidakmerataan dalam distribusi
sumber daya kesehatan dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
kesehatan juga dapat mempengaruhi aksesibilitas yang adil.
Selain tantangan dalam aksesibilitas, keadilan juga berkaitan dengan kualitas pelayanan
kesehatan. Setiap individu berhak menerima pelayanan kesehatan yang berkualitas, namun sering
kali terdapat kesenjangan dalam kualitas pelayanan yang diterima oleh berbagai kelompok
masyarakat. Faktor-faktor seperti perbedaan kualitas fasilitas kesehatan, kekurangan tenaga
medis yang terlatih, atau kurangnya standar kualitas yang jelas dapat berkontribusi terhadap
kesenjangan ini. Penting untuk memastikan bahwa semua individu, terlepas dari latar belakang
mereka, menerima standar kualitas yang sama dalam pelayanan kesehatan.

Selanjutnya, pemerataan pelayanan kesehatan juga merupakan bagian integral dari


keadilan kesehatan. Pemerataan berarti bahwa pelayanan kesehatan harus didistribusikan secara
merata di seluruh populasi, tanpa ada perbedaan yang signifikan antara wilayah perkotaan dan
pedesaan, atau antara kelompok sosial-ekonomi yang berbeda. Namun, realitasnya adalah bahwa
masih ada ketimpangan dalam pemerataan pelayanan kesehatan. Daerah terpencil atau
masyarakat dengan tingkat kemiskinan yang tinggi sering kali mengalami keterbatasan akses
terhadap fasilitas kesehatan dan pelayanan kesehatan yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan
ketimpangan dalam status kesehatan dan hasil kesehatan antara kelompok-kelompok ini dan
kelompok yang lebih terlayani.

Untuk mengatasi masalah-masalah ini, inovasi dan kebijakan peningkatan diperlukan.


Inovasi dapat meliputi pengembangan teknologi kesehatan yang lebih terjangkau dan mudah
diakses, penggunaan telemedicine untuk mengatasi kendala geografis, atau pendekatan baru
dalam penyediaan layanan kesehatan yang lebih inklusif. Kebijakan peningkatan, di sisi lain,
melibatkan upaya untuk meningkatkan aksesibilitas, kualitas, dan pemerataan pelayanan
kesehatan melalui pengaturan dan intervensi kebijakan yang tepat. Hal ini dapat mencakup
subsidi untuk masyarakat miskin, pembangunan infrastruktur kesehatan di daerah terpencil, atau
penghapusan diskriminasi dalam sistem kesehatan.

Secara keseluruhan, keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah
tantangan yang perlu diatasi agar semua individu dapat memperoleh layanan kesehatan yang
mereka butuhkan. Dengan mengatasi hambatan aksesibilitas, meningkatkan kualitas pelayanan,
dan menerapkan kebijakan peningkatan yang tepat, diharapkan dapat mencapai sistem kesehatan
yang lebih adil dan inklusif bagi semua.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:

1. Bagaimana aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil terhadap layanan kesehatan dari
segi prosedur, sosial, dan politik?
2. Apa saja inovasi atau kebijakan peningkatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan?
3. Bagaimana hambatan Aksesibilitas Masyarakat Miskin pada Pelayanan Kesehatan?
4. Bagaiman Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Pelayanan Kesehatan?

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil pada layanan kesehatan dari
segi prosedur, sosial, dan politik.
2. Mengidentifikasi inovasi atau kebijakan peningkatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan.
3. Mengetahui hambatan Aksesibilitas Masyarakat Miskin pada Pelayanan Kesehatan.
4. Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Pelayanan Kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aksesibilitas Masyarakat Miskin dan Terpencil pada Layanan Kesehatan

Keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah prinsip yang penting
dalam memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik. Aksesibilitas merujuk pada kemampuan seseorang untuk
mencapai dan memperoleh layanan kesehatan yang mereka butuhkan, sedangkan kualitas
berkaitan dengan standar pelayanan yang diterima oleh individu. Pemerataan mengacu pada
penyebaran yang merata dari pelayanan kesehatan di antara seluruh populasi, tanpa memandang
latar belakang sosial atau geografis.

Salah satu aspek penting dalam keadilan akses adalah aksesibilitas masyarakat miskin dan
terpencil terhadap layanan kesehatan. Individu atau kelompok masyarakat yang berada dalam
kondisi kemiskinan sering menghadapi tantangan besar dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Faktor-faktor seperti keterbatasan ekonomi, lokasi geografis yang terpencil, dan kurangnya
infrastruktur kesehatan yang memadai dapat menjadi hambatan yang signifikan.

Contoh konkret dari tantangan aksesibilitas adalah ketika seorang individu miskin tidak
memiliki akses yang memadai ke fasilitas kesehatan karena jarak yang jauh, transportasi yang
terbatas, atau biaya perjalanan yang tinggi. Dalam beberapa kasus, masyarakat terpencil mungkin
bahkan tidak memiliki fasilitas kesehatan di dekatnya, sehingga mereka harus melakukan
perjalanan jauh untuk mencari perawatan kesehatan. Hal ini dapat mengakibatkan penundaan
atau bahkan pengabaian dalam mendapatkan perawatan yang diperlukan.

Selain aksesibilitas fisik, aksesibilitas sosial juga merupakan faktor penting dalam keadilan
akses. Diskriminasi sosial dan stigmatisasi terhadap kelompok masyarakat tertentu dapat
mempengaruhi kemampuan mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang setara.
Misalnya, kelompok minoritas etnis atau kelompok marginal sering mengalami diskriminasi
dalam pelayanan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena prasangka atau
stereotip yang ada. Ini dapat menghambat akses mereka ke diagnosis, perawatan, atau dukungan
yang tepat.

Aspek politik juga dapat mempengaruhi aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil
terhadap layanan kesehatan. Kurangnya dukungan kebijakan atau kekurangan sumber daya dari
pemerintah dapat menghambat upaya meningkatkan akses kesehatan. Ketika kebijakan dan
regulasi yang ada tidak memprioritaskan masyarakat yang rentan, seperti masyarakat miskin,
dapat terjadi kesenjangan dalam aksesibilitas.

1. Aksesibilitas dari Segi Prosedur

Aksesibilitas pada layanan kesehatan dari segi prosedur mencakup sejauh mana
masyarakat miskin dan terpencil dapat memperoleh layanan kesehatan tanpa hambatan
administratif dan biaya yang tinggi. Masalah yang sering dihadapi adalah sulitnya
memenuhi persyaratan administratif seperti kartu identitas atau kartu kesehatan. Selain
itu, biaya pemeriksaan, pengobatan, dan obat-obatan yang tinggi juga menjadi hambatan
yang signifikan bagi masyarakat miskin dan terpencil.

2. Aksesibilitas dari Segi Sosial

Aksesibilitas pada layanan kesehatan dari segi sosial melibatkan faktor-faktor seperti
lokasi, jarak, dan transportasi. Masyarakat miskin dan terpencil sering kali tinggal di
daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan. Selain itu, kurangnya
transportasi yang memadai juga menjadi hambatan yang signifikan dalam mencapai
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor sosial seperti budaya, tradisi, dan norma juga dapat
mempengaruhi aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil terhadap layanan kesehatan.

Masyarakat miskin sejatinya mendapatkan persamaan hak dan keadilan. Dalam


praktiknya, masyarakat miskin masih sulit untuk mendapatkan akses terhadap keadilan.
Negara perlu merenungkan kembali apa yang harus dilakukan agar masyarakat miskin
mendapatkan hak-haknya. Program jaminan kesehatan nasional seharusnya dapat
memenuhi memenuhi keadilan masyarakat miskin. Namun, penilaian informan terhadap
penerapan prinsip keadilan sosial dalam program jaminan kesehatan nasional. Salah satu
prinsip yang harus dipenuhi dari sebuah sistem jaminan sosial itu adalah diantaranya
adalah equality dan social justice. Jadi, bukan jaminan sosial namanya kalau pembagian
dan pemenuhan kebutuhan itu tidak didasari equality dan social justice.

3. Aksesibilitas dari Segi Politik

Aksesibilitas pada layanan kesehatan dari segi politik melibatkan kebijakan dan regulasi
yang ada dalam sistem kesehatan. Masyarakat miskin dan terpencil sering kali tidak
memiliki akses yang sama dengan masyarakat lainnya karena ketidakadilan dalam
kebijakan dan regulasi yang ada. Misalnya, kurangnya dana untuk membangun dan
mempertahankan fasilitas kesehatan di daerah terpencil, atau kurangnya dukungan dari
pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil terhadap
layanan kesehatan.

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah dapat diambil. Peningkatan


aksesibilitas dapat dicapai melalui pembangunan infrastruktur kesehatan yang lebih luas,
termasuk penyediaan fasilitas kesehatan dasar di daerah terpencil. Program subsidi atau
asuransi kesehatan yang terjangkau juga dapat membantu masyarakat miskin
mendapatkan akses ke layanan kesehatan. Selain itu, melibatkan masyarakat dalam
pengambilan keputusan kesehatan dan mengurangi diskriminasi sosial dapat membantu
menciptakan akses yang lebih adil bagi semua individu.

Contoh nyata dari upaya untuk meningkatkan aksesibilitas kesehatan adalah


pengembangan sistem telemedicine di daerah terpencil. Telemedicine memungkinkan
individu untuk menerima konsultasi medis melalui telepon atau internet, mengatasi
kendala geografis dan transportasi. Di beberapa negara, pemerintah juga telah
meluncurkan program subsidi kesehatan atau jaminan kesehatan universal untuk
memastikan bahwa masyarakat miskin dan terpencil dapat mengakses layanan kesehatan
tanpa harus khawatir tentang biaya yang tinggi.
Secara keseluruhan, aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil terhadap layanan
kesehatan melibatkan berbagai faktor seperti akses fisik, sosial, dan politik. Upaya untuk
meningkatkan aksesibilitas tersebut memerlukan kolaborasi antara pemerintah, lembaga
kesehatan, dan masyarakat untuk memastikan bahwa semua individu memiliki
kesempatan yang sama untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang mereka butuhkan.
B. Inovasi atau Kebijakan Peningkatan Aksesibilitas Masyarakat Miskin dan
Terpencil Padan Layanan Kesehatan
1. Inovasi dalam Peningkatan Aksesibilitas
Untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil terhadap layanan
kesehatan, diperlukan inovasi-inovasi yang dapat mengatasi hambatan-hambatan
yang ada. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah pengembangan teknologi
dalam pelayanan kesehatan, seperti telemedicine atau layanan kesehatan jarak jauh.
Hal ini dapat membantu masyarakat miskin dan terpencil yang sulit mencapai fasilitas
kesehatan secara langsung. Selain itu, program-program mobile health juga dapat
digunakan untuk memberikan informasi dan edukasi kesehatan kepada masyarakat
yang sulit dijangkau.
2. Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Aksesibilitas
Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan aksesibilitas
masyarakat miskin dan terpencil terhadap layanan kesehatan. Salah satu kebijakan
yang dapat dilakukan adalah peningkatan investasi dalam pembangunan fasilitas
kesehatan di daerah terpencil. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan subsidi
atau program bantuan keuangan kepada masyarakat miskin untuk membantu mereka
memperoleh layanan kesehatan yang terjangkau. Kebijakan lain yang dapat dilakukan
adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait
pelayanan kesehatan, sehingga kebijakan yang dibuat dapat mencerminkan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.
3. Peningkatan Kualitas dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan
Selain meningkatkan aksesibilitas, penting juga untuk memperhatikan kualitas dan
pemerataan pelayanan kesehatan. Peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan
melalui pelatihan dan pengembangan tenaga kesehatan, peningkatan infrastruktur dan
peralatan medis, serta peningkatan sistem manajemen kesehatan. Pemerataan
pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan memastikan adanya fasilitas kesehatan
yang memadai di daerah terpencil, serta pengalokasian sumber daya yang adil dan
merata.
C. Hambatan Aksesibilitas Masyarakat Miskin pada Pelayanan Kesehatan Akses
masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan
1. Hambatan internal
a. Kurangnya kesadaran warga miskin untuk berperilaku hidup sehat
b. Kurangnya minat warga miskin untuk berobatvke puskesmas
c. Kurangnya pemahaman tentang manfaat kartu askeskin
d. Kurangnya partisipasi warga miskin dalam kegiatan pelayanan kesehatan.
Sedangkan kendala-kendala
2. Hambatan eksternal (berasal dari penyedia layanan kesehatan: provider)
a. Kurangnya jumlah tenaga kesehatan
b. Kurangnya kualitas tenaga kesehatan
c. Kurangnya mutu pelayanan kesehatan
d. Penempatan tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan situasi di lapangan
e. Kurangnya sistem informasi kesehatan; 6. Terbatasnya alokasi anggaran kesehatan
f. Terbatasnya fasilitas penunjang layanan kesehatan. Semua faktor tersebut
mempengaruhi akses pelayanan kesehatan yang diterima warga miskin. Meskipun
akses pada pelayanan kesehatan terbuka, namun masih sering terjadi diskriminasi
pada masyarakat miskin.
Diskriminasi pelayanan kesehatan dapat muncul karena perbedaan sikap dalam
pemberian pelayanan yang dipengaruhi status pengguna layanan. Status sosial-
ekonomi pengguna layanan kesehatan turut menentukan kualitas pelayanan
kesehatan yang diterima dari health provider. Penghasilan pasien atau pengguna
menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
kesehatan yang diterima. Kebutuhan (needs) para pasien dan keinginan (want)
para health provider pada pelayanan kesehatanakan dise suaikan dengan uang
yang tersedia.
Pemerintah sejauh ini mengupayakan solusinya melalui program-program
kesehatan dengan berbagai variannya yang disediakan pemerintah pusat maupun
daerah. Setidaknya, dengan varian program tersebut masyarakat miskin terbantu
untuk menerima pelayanan.
kesehatan yang dibutuhkan. Namun, dominasi pemerintah dengan pendekatan
teknokratisnya
dalam sistem pelayanan kesehatan kurang memenuhi harapan. Bahkan sebaliknya, dapat
mewujud menjadi blunder dengan terbentuknya mindsetketergantungan masyarakat pada
pemerintah dan terabaikannya potensi lokal masyarakat.
Damanik (Widianto, 2013: 58). Sistem pelayanan kesehatan sejauh ini sangat
didominasi peran pemerintah sebagai aktor yang memiliki legitimasi untuk mengatur
pembangunan kesehatan. Pemerintah pula yang mempunyai kendali untuk menyediakan
pelayanan sosial bagi segala kebutuhan masyarakat. Padahal pelayanan sosial
seharusnyadiartikan sebagai tindakan memproduksi, mengalokasi dan mendistribusi
sumberdaya sosial kepada publik.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Pelayanan Kesehatan Akses pelayanan


kesehatan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses Pelayanan Kesehatan Akses pelayanan
kesehatan berkaitan erat dengan keadaan geografis wilayah, keberadaan infrastruktur, dan
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan.
Permasalahan mengenai akses pelayanan kesehatan tidak hanya pada ketersediaan
pelayanan kesehatan di suatu wilayah saja, tetapi bisa karena faktor lain yang lebih
komplek terkait soal budaya. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan berperan
penting dalam memudahkan akses pelayanan ini. Selain kesadaran dari masyarakat,
persoalan terjangkaunya jarak, tersedianya sarana prasarana, dan murahnya biaya dapat
menjadi motivasi masyarakat untuk melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan.
BPS (2017:115-136)4 merinci faktor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan
kesehatan, yaitu:
1. Infrastruktur sebagai pembuka akses kesehatan
Infrastruktur utama dalam melancarkan akses pelayanan kesehatan adalah
transportasi. Transportasi sangat penting peranannya dalam menunjang proses
perkembangan suatu wilayah. Keberadaan transportasi perlu ditunjang oleh
keberadaan jalan. Pembangunan prasarana jalan telah meningkatkan jasa pelayanan
produksi dan distribusi yang penting dan banyak berperan dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi nasional, mendorong terciptanya pemerataan pembangunan
wilayah dan stabilitas nasional, serta meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat.
2. Sarana transportasi sebagai penunjang akses kesehatan
Dalam banyak hal, pelayanan kesehatan memerlukan sarana transportasi. Hal ini
diperlukan untuk memudahkan seorang petugas kesehatan dengan cepat memberikan
pelayanan kesehatan kepada mereka yang membutuhkan. Sebaliknya, masyarakat
yang hendak memanfaatkan pelayanan kesehatan dapat dengan mudah mengakses
tempat-tempat pelayanan kesehatan. Hal ini sangat penting bagi masyarakat, terutama
di daerah perdesaan dan terpencil yang tinggal jauh dari pusat-pusat pelayanan
kesehatan.
3. Kondisi geografis menjadi faktor penentu akses kesehatan
Selain jalan dan transportasi, kondisi geografis seperti keadaan alam dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan juga berkontribusi dalam pemerataan
pembangunan kesehatan, terutama pada wilayah terpencil, karena faktor letak
geografis praktis membuat mobilitas menjadi sulit, sehingga pembangunan di daerah
tersebut cenderung tertinggal. Wilayah tersebut cenderung mengalami kekurangan
fasilitas kesehatan, ketersediaan transportasi, informasi, dan komunikasi, serta
ketertiggalan teknologi. Disamping itu, kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan
oleh masyarakat di daerah terpencil dapat terbilang masih kurang, jika dibandingkan
oleh masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor jarak yang
jauh, waktu tempuh yang lama, biaya transportasi yang mahal, dan ketersediaan
dokter spesialis maupun dokter umum yang tidak ada. Permasalahan ini tentu menjadi
salah satu hambatan dalam akses pelayanan kesehatan.
4. Biaya kesehatan sebagai modal pelayanan kesehatan
Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pembiayaan
kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan yang berkesinambungan dengan
jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan. Saat ini beban
biaya kesehatan menjadi semakin besar. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan munculnya masalah beban penyakit ganda.
5. Sosial-budaya
Pencapaian derajat kesehatan yang optimal adalah tujuan utama dalam pembangunan
kesehatan. Pembangunan kesehatan dilakukan dengan pelayanan kesehatan yang
memadai, upaya penyembuhan, pencegahan penyakit, dan pemeliharaan kesehatan.
Upaya penyembuhan, pencegahan penyakit, dan pemeliharaan kesehatan ini tentunya
harus dimulai dari masyarakat sendiri. Perilaku kesehatan masyarakat dapat
mempengaruhi kondisi kesehatannya. Perilaku tersebut dapat terbentuk dari faktor sosial-
budaya yang telah ada dalam lingkungan dan dan kehidupan sehari-hari.
Budaya yang telah ada sejak dahulu dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman
dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakatnya. Menurut Foster (BPS, 2017:136),
aspek budaya yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan atau derajat kesehatan
seseorang adalah sebagai berikut:
a. Tradisi, yaitu tradisi yang sudah ada di masyarakat dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat.
b. Sikap fatalistik, yaitu sikap bersifat fanatik atau memiliki kepercayaan tertentu yang
sangat kuat.
c. Sikap etnosentris, yaitu sikap yang memandang bahwa kebudayaan sendiri
merupakan yang paling baik dibandingkan dengan kebudayaan lainnya.
d. Perasaan bangga pada statusnya, meski perilakunya tersebut tidak sesuai dengan
konsep kesehatan. Hal ini juga masih berkaitan dengan sikap etnosentris.
e. Norma yang telah berkembang di masyarakat
f. Nilai yang berlaku di masyarakat
g. Unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi, dan
h. Konsekuensi dari inovasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan merupakan hal
yang penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Masyarakat miskin dan
terpencil sering kali menghadapi tantangan dalam mendapatkan akses pelayanan
kesehatan yang memadai. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan inovasi dan kebijakan
yang dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat
Keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan adalah isu-isu
penting yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan sistem kesehatan di suatu
negara. Kesimpulan yang dapat diambil dari materi ini adalah sebagai berikut:
1. Aksesibilitas masyarakat miskin dan terpencil pada layanan kesehatan:
Salah satu tantangan yang perlu diatasi adalah kesenjangan akses kesehatan antara
masyarakat miskin dan terpencil dengan masyarakat yang lebih berkecukupan.
Kesenjangan ini dapat terjadi karena faktor ekonomi, geografis, atau sosial. Diperlukan
upaya untuk memastikan bahwa layanan kesehatan tersedia dan terjangkau bagi semua
orang, tanpa memandang status sosial atau lokasi geografis mereka.
2. Inovasi atau kebijakan peningkatan:
Untuk meningkatkan keadilan akses, kualitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan,
perlu dilakukan inovasi atau implementasi kebijakan yang tepat. Inovasi dapat meliputi
pengembangan teknologi kesehatan, seperti telemedicine atau penggunaan aplikasi
mobile untuk memberikan akses yang lebih mudah ke layanan kesehatan. Selain itu,
kebijakan yang mendukung seperti asuransi kesehatan universal, program subsidi, atau
regulasi yang memastikan standar kualitas pelayanan kesehatan yang setara untuk
semua individu, juga diperlukan.
Kesimpulan utamanya adalah bahwa kesenjangan akses, kualitas, dan pemerataan
pelayanan kesehatan harus diatasi agar setiap individu memiliki kesempatan yang adil
untuk mendapatkan layanan kesehatan yang diperlukan. Upaya kolaboratif dari
pemerintah, lembaga kesehatan, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk
mencapai tujuan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Kemkes.go.id. (2016, November 4). Kuatkan Layanan Kesehatan, Pemerintah Lakukan Lima
Upaya Secara Simultan.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20161104/2918732/kuatkan-layanan-kesehatan-
pemerintah-lakukan-lima-upaya-secara-simultan/

Panda.id. (2023, April 23). Program Pengembangan Teknologi Pembangunan Fasilitas


Kesehatan di Desa. https://www.panda.id/program-pengembangan-teknologi-pembangunan-
fasilitas-kesehatan-di-desa/

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019. https://e-renggar.kemkes.go.id/file_performance/1-099015-2tahunan-454.pdf

Kementerian Luar Negeri RI. (n.d.). “Kesehatan untuk Semua: Strategi Diplomasi Kesehatan
Global Indonesia” - Kemlu.
https://kemlu.go.id/download/L3NpdGVzL3B1c2F0L0RvY3VtZW50cy9LYWppYW4lMjBCU
FBLL1AzSyUyME9JLU1VTFRJTEFURVJBTC8wNl9LZXNlaGF0YW5fdW50dWtfU2VtdWE
ucGRm

Kebijakan Kesehatan Indonesia. (n.d.). Laporan Reviu Kebijakan Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). https://kebijakankesehatanindonesia.net/datakesehatan/file/Laporan-reviu-
kebijakan-program-JKN.pdf

Kanal Pengetahuan FKKMK UGM. (2017, March 22). Kerjasama Pusat dan Daerah dalam
Jaminan Kesehatan dalam Perspektif Keadilan Sosial.
https://kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id/kerjasama-pusat-dan-daerah-dalam-jaminan-kesehatan-
dalam-perspektif-keadilan-sosial/

Anda mungkin juga menyukai