Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut, yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignit) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah (Raharjo, 2006). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach et al, 1982). Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan presentase hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit. Meningkatnya peringkat batubara dari lignit hingga berubah menjadi subbitumin dan antrasit disebabkan oleh kombinasi antara proses fisika dan kimia serta aktifitas biologi (Stach et al., 1982). Secara sederhana Pembusukan bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri anaerob. Pengendapan tumbuhan yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Kemudian akumulasi dari endapan ini dengan endapan- endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan gambut. Lalu lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur karbon akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut. Kemudian proses geotektonik lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low grade dapat berubah menjadi batubara high grade apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu. Dan kemudian erosi merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga saat ini dieksploitasi manusia.
2. Proses Pembentukan Batu Rijang
Rijang dapat terbentuk ketika mikrokristal silikon dioksida (SiO2) tumbuh dalam sedimen lunak yang akan menjadi batu kapur. Dalam sedimen tersebut, jumlah yang sangat besar dari mikrokristal silikon dioksida akan tumbuh menjadi nodul yang berbentuk tidak teratur atau konkresi silika terlarut terangkut oleh air ke sebuah lingkungan pengendapan. Jika nodul-nodul atau konkresi tersebut bergabung dalam jumlah yang besar maka akan membentuk lapisan rijang dalam suatu massa sedimen. Rijang yang terbentuk dengan cara seperti ini biasa disebut sebagai batuan sedimen kimia. Beberapa silikon dioksida dalam rijang diperkirakan memiliki asal biologis. dibeberapa tempat baik itu di lingkungan "laut dalam" maupun "laut dangkal", dimana di lingkungan tersebut terdapat diatom dan radiolaria yang hidup di air. Organisme ini memilik cangkang kaca silika yang licin (glassy silica skeleton). Beberapa spons juga menghasilkan "spikula" yang terdiri dari silika. Ketika organisme ini mati, skeleton silika mereka akan terlepas, larut, mengkristal dan kemudian menjadi bagian dari nodul rijang atau lapisan rijang. Rijang yang terbentuk dengan cara ini bisa dianggap sebagai batuan sedimen biologis
3. Proses pembentukan batuan gamping
Terbentuknya batu kapur atau yang biasa disebut dengan batu gamping sendiri pada umumnya terdapat 3 cara yakni diantaranya adalah dengan cara organik, mekanik dan terakhir kimia. Batu gamping yang paling banyak ditemui adalah batu gamping yang terbentuk dari proses organik. Dimana batu gamping yang terbentuk dari proses organik ini berasal dari kumpulan endapan siput, ganggang, foraminifera, cangkang kerang, hingga kerangka binatang yang telah mati. Di Indonesia sendiri batu gamping sangat mudah untuk ditemukan. Hampir diseluruh wilayah Indonesia memiliki batu gamping dengan karakter atau ciri – ciri yang berbeda satu sama lain. Hal ini lantaran dipengarui oleh kondisi masing – masing daerah yang memiliki geologi yang berbeda. Dari beberapa daerah yang ada di Indonesia tambang batu gamping yang paling banyak terdapat didaerah Papua dengan jumlah 244.082,73 juta ton, diikuti sulawesi sebesar 95.518,85 juta ton, kemudian Maluku dan Halmahera yang mencapai 93.345,22 juta ton. Sementara itu dipulau jawa sumber daya batu gamping juga terbilang cukup banyak yakni 12.288,95 juta ton. Penambangan batu kapur biasanya akan berada diarea – area laut, gua ataupun area lain yang memiliki kandungan batu kapur yang cukup melimpah. Batu kapur akan banyak ditemukan pada area lut dangkal yang memiliki ketenangan dan perairan yang hangat. Hal ini lantaran lingkungan laut demikian merupakan lingkungan yang sangat pad bagi organisme untuk membentuk cangkang kalsium karbonat dan skleton yang merupakan bahan dasar pembentukan batugamping. Organisme yang sudah mati akan membuat cangkan dan skleton yang dimilikinya menumpuk dan mengendap membentuk sedimen yang pada akhirnya akan menjadi batu kapur. Proses penambangan batu kapur terbilang cukup mudah, para penamang dapat mengambil batu kapur secara langsung yang terdapat di bukit. Oleh karena itu penambangan batu kapur memang tak memerlukan proses pengupasan tanah yang ada diatasnya. Namun jika batu kapur yang akan ditambang memiliki tekstur yang keras, maka penambang biasanya akan menggunakan atal pendukung seperti cangkul, linggis, blencong dan masih banyak lagi yang lainnya. Setelah memperoleh bongkahan batu kapur maka hal selanjutnya yang akan dilakukan adalah memecah batu kapur menggunakan palu hingga miliki ukuran yang kecil. Sementara itu untuk sebuah industri atau perusahaan , penambangan batu kapur dilakukan dnegan cara tambang yang terbuka atau sering disebut dengan kuari. Dimana proses tersebut dimulai dengan mengupas tanah penutup yang terdiri dari tanah liat, koral dan juga pasir. Biasnya pengupasan akan dilakukan dengan menggunakan alat bulldozer ataupun power scraper. Lalu dilakukan pemboran dan peledakan hingga mendapatkan ukuran bongkahan yang sesuai. Setelah mendapatkan ukuran bongkahan sesuai maka batu kapur akan diangkut menggunakan alat transportasi seperti dump truck, belt conveyor dan masih banyak lagi yang lainnya.
4. Proses pembentukan batu gypsum
Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan ketebalan yang bervariasi. Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat proses evaporasi air laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah. Sebagai mineral evaporit, endapan gipsum berbentuk lapisan di antara batuan- batuan sedimen batu gamping, serpih merah, batu pasir, lempung, dan garam batu, serta sering pula berbentuk endapan lensa-lensa dalam satuan-satuan batuan sedimen. Menurut para ahli, endapan gipsum terjadi pada zaman Permian. Endapan gipsum biasanya terdapat di danau, laut, mata air panas, dan jalur endapan belerang yang berasal dari gunung api. Gypsum terdiri dari dua klasifikasi yaitu gypsum yang terbentuk secara alami dan Flua-Gas Desulfurization (FGD). Gipsum alami, terjadi pada formasi batuan sedimen, dan ditemukan di lebih dari 85 negara. Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko memiliki beberapa cadangan gipsum berkualitas tinggi. Gypsum ditambang di 17 negara bagian. Iowa, Texas, Utah, dan New Mexico adalah produsen yang sangat penting. Seratus pon batu gipsum mengandung sekitar 21 pon (atau 10 quart) air yang dikombinasikan secara kimia. Batu gypsum ditambang atau digali, dihancurkan dan digiling menjadi bubuk halus. Dalam proses yang disebut kalsinasi, bubuk tersebut dipanaskan sampai kira-kira 350 derajat F, mendorong tiga perempat dari air yang digabungkan secara kimia. Gypsum yang dikalsinasi, atau hemihidrat, menjadi dasar untuk gipsum plaster, papan gypsum dan produk gipsum lainnya. Flue-Gas Desulfurization (FGD) gypsum telah digunakan untuk memproduksi papan gipsum selama lebih dari 30 tahun. Produk samping desulfurisasi gas buang dari tumpukan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, emisi yang diambil dari tumpukan asap dapat dimurnikan menjadi zat keras dan diproduksi menjadi gypsum. Saat ini, hampir setengah dari semua gypsum yang digunakan di Amerika Serikat adalah FGD gypsum. Gipsum alami dan FGD gipsum memiliki komposisi kimia yang sama, mereka adalah kalsium sulfat dihidrat (CaSO4 · 2H2O). Produksi dan penjualan gypsum FGD mendorong produsen listrik untuk menangkap "limbah" untuk digunakan kembali, daripada hanya menyimpannya.
5. Proses pembentukan batu garam
Batu garam ini terbentuk dari kumpulan mineral yang sering disebut halite. Mineral halite mempunyai rumus kimia NaCl. Akan tetapi batu garam bisa juga mengandung pengotor-pengotor dan umumnya yang berasosiasi dengan batu garam tersebut adalah anhydrite (CaSO4), gypsum (CaSO4.2H 2O), dan juga sylvite (KCl). Terbentuknya batu garam ini umumnya akibat dari penguapan air yang mengandung garam seperti air laut yang banyak mengandung ion-ion Na+ (Sodium) dan Cl- (Cloride). Batu garam ini umumnya terbentuk di daerah danau yang mengering akibat penguapan, teluk-teluk yang relative tertutup, daerah estuarine yang ada di daerah arid, daerah-daerah di dekat laut seperti lagoon dan lain-lain