Anda di halaman 1dari 22

UKP – ALMIRA

23 Mei 2019
Topik: Bedah
Judul: Katarak
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
Pasien datang ke RS TK.II Dr. Ak Gani Palembang dengan keluhan pandangan kabur
pada mata sebelah kanan sejak 2 bulan yang lalu. Pandangan di mata sebelah kanan
menjadi lebih kabur dan tampak seperti melihat asap dan berkabut. Pasien mengaku
keluhan mata kabur telah dialami dalam 1 tahun terakhir dan terjadi secara perlahan-lahan.
Pasien juga mengaku mata sebelah kanannya semakin kabur dan mengganggu aktivitasnya.

Keluhan disertai kepala pusing yang terjadi sejak ± 2 minggu yang lalu. Pasien juga
mengaku, kedua matanya silau ketika melihat sinar. Pasien terkadang merasa mual. Mata
kabur seperti melihat asap, penglihatan seperti melihat pelangi saat melihat lampu
disangkal, pandangan seperti melihat terowongan disangkal, mata terasa seperti ada yang
mengganjal disangkal. Mata merah dan berair disangkal, mata perih disangkal. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.

OBJECTIVE (O)
Tanda Vital:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu : 36,7 C

Pemeriksaan Fisik:
Mata : OD : Lensa Keruh, Shadow Test (-)

ASSESMENT (A)

PLANNING (P)
Medikamentosa (Post OP)
• Cefixime Tab 2x100 mg
• Asam Mefenamat Tab 3x500 mg
• Tobramisin 3 mg + Dexamethason 1 mg Eye Drops 5 ml → 6 tetes OD
• Levofloxacin 5 mg Eye Drop 5 ml → 6 tetes OD

Direncanakan Operasi ECCE+IOL dan tindakan operasi akan dilakukan pada tanggal 25 Maret
2019 pukul 13.30 WIB
• Ditetes cendo mydratil (tropicamid 5mg) sebelum operasi

ABSTRAKSI
Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia menyerap
informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun gangguan
terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan yang
berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO tahun 2012 tentang distribusi
penyebab gangguan penglihatan estimasi global tahun 2010, penyebab gangguan
penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi
sebesar 42%, diikuti oleh katarak yaitu sekitar 33% dan glaukoma sebesar 2%. Sebesar
18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak.
Sedangkan untuk penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak yaitu
sebesar 51%, diikuti oleh glaukoma.

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau terjadi karena keduanya sehingga
cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi secara
perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Katarak tidak
menular dari satu mata ke mata lain, tetapi katarak dapat terjadi pada kedua mata pada
waktu yang tidak bersamaan. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau
ketuaan (jenis katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, akibat penyakit sistemik .
Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak dapat dijumpai
pada usia anak-anak maupun dewasa.
UKP – HAZEM

23 Mei 2019
Topik: Kebidanan
Judul: Blighted Ovum
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1, dokter pendamping

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
± 3 hari SMRS pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan. Darah yang keluar
berwarna merah kehitaman, gumpalan darah seperti hati ayam (-), banyaknya ± 3-4 x ganti
pembalut. Keluar jaringan seperti mata ikan (-). Keluhan ini disertai dengan nyeri perut
bawah. Kemudian pasien pergi ke klinik dan disarankan untuk ke poli kebidanan, namun
karena hari minggu poli tutup maka pasien datang ke IGD RSMP. Di IGD RSMP pasien
disarankan pulang dan kembali ke poli hari senin. Pasien kemudian berobat ke poli
kebidanan RS AK Gani
Pasien mengaku dirinya tidak haid sejak bulan Februari 2019. Pasien melakukan
pemeriksaan tes pack urin pada tanggal 12 Februari dan hasilanya (+)..
Riwayat trauma (-) riwayat demam (-) riwayat keputihan (-) riwayat minum jamu-jamu (-).
Riwayat terpapar radiasi (-). BAK dan BAB kesan normal.

OBJECTIVE (O)
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)
TekananDarah : 110/70mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
Temperatur : 36,7°C
BB : 69 KG
TB : 154 cm

Status Ginekologi
Pemeriksaan luar
• Abdomen :
Inspeksi : datar lemas, linea mediana hiperpigmentasi, striaegravidarum (+), luka operasi (-)
Palpasi : TFU teraba 2 jari diatas simpisis pubis
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Pemeriksaan dalam
• Inspeksi : vulva pendarahan pervaginam.
• Inspekulo: pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri tertutup, tidak ada jaringan
yang keluar dari ostium..
• VT : porsio tertutup, besar uteri sama dengan usia kehamilan, nyeri goyang porsio
(-), flour (-).
Pemeriksaan USG
• Gestasional sac ± 3 cm
• Fetal pole (-)
Kesimpulan : Blighted ovum

ASSESMENT (A)
± 3 hari SMRS pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan. Darah yang keluar
berwarna merah kehitaman, gumpalan darah seperti hati ayam (-), banyaknya ± 3-4 x ganti
pembalut. Keluar jaringan seperti mata ikan (-). Keluhan ini disertai dengan nyeri perut
bawah. Kemudian pasien pergi ke klinik dan disarankan untuk ke poli kebidanan, namun
karena hari minggu poli tutup maka pasien datang ke IGD RSMP. Di IGD RSMP pasien
disarankan pulang dan kembali ke poli hari senin. Pasien kemudian berobat ke poli
kebidanan RS AK Gani.
Pasien mengaku dirinya tidak haid sejak bulan Februari 2019. Pasien melakukan
pemeriksaan tes pack urin pada tanggal 12 Februari dan hasilanya (+).
Riwayat trauma (-) riwayat demam (-) riwayat keputihan (-) riwayat minum jamu-jamu (-).
Riwayat terpapar radiasi (-). BAK dan BAB kesan normal.
Riwayat penyakit dahulu seperti hipertensi, diabetes mellitus maupun tiroid tidak ada.
Riwayat keguguran sebelumnya tidak ada, di dalam keluarga pun tidak ada riwayat keluhan
yang sama seperti pasien. Pasien tidak bekerja. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol,
merokok, dan minum kopi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit,
frekuensi pernafasan 24 x/menit dan suhu 36,7oC, Pada status lokalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan Status Ginekologi, pemeriksaan luar di dapatkan abdomen datar, lemas,
linea mediana hiperpigmentasi, striaegravidarum (+), luka operasi (-). TFU teraba 2 jari
diatas simpisis pubis, timpani, bising usus (+) normal. Pemeriksaan dalam di dapatkan vulva
terdapat pendarahan pervaginam, pada inspekulo pendarahan dari kavum uteri, ostium
uteri tertutup, tidak ada jaringan yang keluar dari ostium. Pada pemeriksaan VT di dapatkan
porsio tertutup, besar uteri sama dengan usia kehamilan, nyeri goyang porsio (-). Pada
pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan kesan normal.
Pemeriksaan USG di dapatkan gestational sac dengan ukuran ±3 cm, fetal pole (-).
Berdasarkan anamnesis, pemerikaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
laboratorium dan USG, ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalah Blighted ovum.
Pada anamnesis didapatkan keluhan hamil muda dengan perdarahan pervaginam
berwarna merah kehitaman dan pengakuan pasien bahwa dirinya tidak haid sejak bulan
Februari 2019, berdasarkan usia dan jumlah kehamilan juga mendukung diagnosis blighted
ovum. Kemungkinan ini diperkuat dengan pemeriksaan USG untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab perdarahan pervaginam lainnya seperti kehamilan ektopik atau
mola hidatidosa.
Pada pemeriksaan fisik masih dalam batas normal, ini menunjukkan tidak ada
komplikasi lain dalam kehamilan. Hasil pemeriksaan ginekologi pada pasien ini menunjukkan
diagnosis kearah perdarahan pada kehamilan salah satunya pada blighted ovum. Ostium
uteri tertutup, tidak ada jaringan yang keluar dari ostium dan besar uteri sama dengan usia
kehamilan.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kesan normal. Hasil USG mengkonfirmasi
bahwa adanya gestasional sac. Kantung gestasi yang dijumpai pada intrauterin
menunjukkan kehamilan terjadi dalam rahim, bukan kehamilan ektopik ataupun mola
hidatidosa. Pada pemeriksaan USG juga tidak tampak adanya fetal pole yang
mengindikasikan janin tidak berkembang atau kehamilan anembrionii. Hasil pemeriksaan ini
mengkonfirmasi diagnosis blighted ovum.
PLANNING (P)
• Informed consent rencana dilatasi dan kuretase
• Ciprofloxacin 2 x 1 g (oral)
• Inflesco tablet 400mcg (oral)
• Inflesco vaginal 400mcg (fornix posterior uterus)

ABSTRAKSI
Perdarahan selama kehamilan dianggap sebagai suatu keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak sehingga menimbulkan kematian. Wanita hamil yang
mengalami perdarahan pada umur kehamilan < 20 minggu biasanya berakhir dengan
abortus yaitu keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan
dengan berat janin < 500 gram. Sampai saat ini kejadian abortus masih dianggap
sebagai masalah kesehatan yang sangat serius dalam masyarakat karena merupakan
penyebab langsung kematian ibu yang apabila tidak mendapat penanganan segera
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
UKP – Dela ariska

23 Mei 2019
Topik: medik
Judul: chest pain ec stemi inferior
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1, dokter pendamping

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
Pasien laki-laki, 58 tahun datang ke IGD RS. Dr. AK. Gani TK II Palembang dengan
keluhan nyeri dada sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri pada dada kiri
dirasakan tiba-tiba saat pasien beristirahat. Nyeri seperti tertimpa beban berat dan menjalar
kelengan kiri, bahu kiri hingga tembus ke punggung belakang. Nyeri tidak berkurang dengan
istirahat. Pasien juga mengeluh keringat dingin dan badannya lemas. Keluhan ini baru
pertama kali dialami pasien. Keluhan demam, mual, muntah, batuk, nyeri ulu hati dan
jantung berdebar disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien belum pernah minum
obat untuk meredakan nyerinya.

OBJECTIVE (O)
Status Generalis
KU : Gelisah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 50 x/menit
Pernafasan : 22 x/ menit
Temperatur : 36,8oC
SpO2 : 98%
Berat Badan : 72 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 24,9 (normal)

Kimia Klinik :
CPK: 449 U/L
CK-MB: 45 U/L

EKG:
Kesan:
- Sinus Bradikardi
- ST Elevasi lead II, III, AVF (STEMI Inferior)

ASSESMENT (A)
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan diatas dapat didiagnosa chest pain et causa
sindrom koroner akut dengan STEMI Inferior. Cara penegakkan diagnosis yaitu dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis. Kriteria untuk menegakkan diagnosis adalah, nyeri dada khas
iskemik, ST elevasi di lead II, III dan aVF pada EKG, dan peningkatan enzim CPK dan CK-MB.

PLANNING (P)
Berdasarkan hal ini maka perlu diberikan terapi awal (initial management). Menurut ACLS
AHA 2010, dijelaskan bahwa pemberian terapi awal berupa morfin, oksigen, nitrat, aspirin
(MONA) dikerjakan secara simultan bersamaan dengan proses penentuan diagnosis pada
pasien dengan keluhan sugestif iskemia atau infark jantung.
Berdasarkan pedoman tatalaksana sindrom koroner akut menurut PERKI yang dimaksud
terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan
SKA atau definitif SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada
pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung (cardiac marker).
Sebelum sampai di fasilitas kesehatan yang mampu melakukan tatalaksana lanjut, pasien
dengan dugaan SKA harus diberikan terapi awal, karena telah terbukti bahwa terapi ini
dapat menurunkan angka mortalitas SKA sampai dengan di atas 50%. Terapi awal di IGD
pada pasien ini berupa:
- Tirah baring
- O2 4 l/m via nasal canul
- IVFD RL gtt 10x/m
- ISDN 1 x 5mg (SL)
- Clopidogrel 1x75 mg tab
- Ketoprofen supp (1x order)

ABSTRAKSI
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana aliran darah menuju otot
jantung berkurang akibat penyempitan pembuluh darah arteri koronaria. Penyakit
jantung koroner terbagi menjadi stable angina dan sindrom koroner akut. Dimana
sindrom koroner akut terbagi lagi menjadi unstable angina, STEMI dan NSTEMI
UKP – Dela ariska

23 Mei 2019
Topik: medik
Judul: chest pain ec stemi inferior
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1, dokter pendamping

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
Pasien laki-laki, 58 tahun datang ke IGD RS. Dr. AK. Gani TK II Palembang dengan
keluhan nyeri dada sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri pada dada kiri
dirasakan tiba-tiba saat pasien beristirahat. Nyeri seperti tertimpa beban berat dan menjalar
kelengan kiri, bahu kiri hingga tembus ke punggung belakang. Nyeri tidak berkurang dengan
istirahat. Pasien juga mengeluh keringat dingin dan badannya lemas. Keluhan ini baru
pertama kali dialami pasien. Keluhan demam, mual, muntah, batuk, nyeri ulu hati dan
jantung berdebar disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien belum pernah minum
obat untuk meredakan nyerinya.

OBJECTIVE (O)
Status Generalis
KU : Gelisah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 50 x/menit
Pernafasan : 22 x/ menit
Temperatur : 36,8oC
SpO2 : 98%
Berat Badan : 72 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 24,9 (normal)

Kimia Klinik :
CPK: 449 U/L
CK-MB: 45 U/L

EKG:
Kesan:
- Sinus Bradikardi
- ST Elevasi lead II, III, AVF (STEMI Inferior)

ASSESMENT (A)
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan diatas dapat didiagnosa chest pain et causa
sindrom koroner akut dengan STEMI Inferior. Cara penegakkan diagnosis yaitu dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis. Kriteria untuk menegakkan diagnosis adalah, nyeri dada khas
iskemik, ST elevasi di lead II, III dan aVF pada EKG, dan peningkatan enzim CPK dan CK-MB.

PLANNING (P)
Berdasarkan hal ini maka perlu diberikan terapi awal (initial management). Menurut ACLS
AHA 2010, dijelaskan bahwa pemberian terapi awal berupa morfin, oksigen, nitrat, aspirin
(MONA) dikerjakan secara simultan bersamaan dengan proses penentuan diagnosis pada
pasien dengan keluhan sugestif iskemia atau infark jantung.
Berdasarkan pedoman tatalaksana sindrom koroner akut menurut PERKI yang dimaksud
terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan
SKA atau definitif SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada
pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung (cardiac marker).
Sebelum sampai di fasilitas kesehatan yang mampu melakukan tatalaksana lanjut, pasien
dengan dugaan SKA harus diberikan terapi awal, karena telah terbukti bahwa terapi ini
dapat menurunkan angka mortalitas SKA sampai dengan di atas 50%. Terapi awal di IGD
pada pasien ini berupa:
- Tirah baring
- O2 4 l/m via nasal canul
- IVFD RL gtt 10x/m
- ISDN 1 x 5mg (SL)
- Clopidogrel 1x75 mg tab
- Ketoprofen supp (1x order)

ABSTRAKSI
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana aliran darah menuju otot
jantung berkurang akibat penyempitan pembuluh darah arteri koronaria. Penyakit
jantung koroner terbagi menjadi stable angina dan sindrom koroner akut. Dimana
sindrom koroner akut terbagi lagi menjadi unstable angina, STEMI dan NSTEMI
UKP – RISSA

22 Juni 2019
Topik: Medik
Judul: Pasien laki-laki 51 tahun dengan TB Paru kasus Relaps dan Anemia
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 minggu SMRS, keluhan
sesak dirasakan memberat 2 hari terakhir. Sesak nafas digambarkan pasien seperti
dada terasa berat. Keluhan sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas.
Pasien mengeluhkan batuk yang berdahak dan sudah dirasakan sejak satu bulan
yang lalu, keluhan batuk semakin berat dan sering dirasakan oleh pasien sejak dua
minggu terakhir. Pasien mengeluhkan beberapa kali batuk disertai dahak kental
berwarna kuning kehijauan, namun pasien sudah tidak ingat pasti waktu dialaminya.
Pasien mengeluhkan demam yang dirasakan dua minggu SMRS yang dirasakan naik
turun, riwayat demam disertai keringat malam (+). Pasien mengeluhkan adanya
keluhan penurunan nafsu makan dan berat badan. Pasien mengeluhkan nyeri
tenggorokan dan sulit menelan sejak dua minggu SMRS. Pasien dengan riwayat OAT
tiga tahun lalu selama 6 bulan.

OBJECTIVE (O)
Tanda Vital:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 107 kali/menit, regular
Frekuensi nafas : 26 kali/menit, regular
Suhu : 38,3o C

Pemeriksaan Fisik:
• Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+).
• Mulut : Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-), faring: hiperemis (+) tonsil
T1/T1 tampak tenang.
• Thoraks anterior
Inspeksi Statis dan dinamis : simetris
Palpasi : fremitus taktil pada lapangan paru kanan sama dengan lapangan
paru kiri, nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler meningkat pada kedua lapangan paru, rhonki (+/+),
wheezing (-/-)

Gen expert: BTA (+++), Rifampisin Resistence (-)

Xray Thorax: Destroyed lung, TB Paru Aktif lesi luas

ASSESMENT (A)
Setelah dilakukan anamnesis, diduga bahwa keluhan yang dikeluhkan pasien ini
adalah gejala khas dari TB paru. Pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan pada inspeksi
dada simetris statis dan dinamis, pada palpasi fremitus taktil normal, dan tidak ada nyeri
tekan, pada saat perkusi didapatkan sonor diseluruh lapangan paru dan saat dilakukan
auskultasi didapatkan didapatkan suara bronkovesikuler serta ronkhi di kedua lapangan
paru. Pada tuberkulosis paru, tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian
apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup
dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan suara nafas tambahan berupa ronkhi basah,
kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya
menjadi vesikular melemah.
Berdasarkan pemeriksaan fisik lain didapatkan tanda-tanda anemia pada pasien.
Anemia adalah komplikasi tersering dari penderita TB dan faktor resiko untuk kematian.
Pasien menjalankan pemeriksaan Gen Xpert terhadap kuman TB dan didapatkan BTA +3
setelah pernah mendapatkan pengobatan OAT selama 6 bulan tiga tahun yang lalu,
sehingga disimpulkan pasien mengalami TB Paru Relaps + Anemia

PLANNING (P)
Medikamentosa
• O2 2-4 l/menit
• IVFD RL / NaCl 0,9% 20 gtt/menit
• IV Ceftriaxon 1gr/12jam
• IV Ranitidin 1 amp/12 jam
• Parasetamol 3 x 500 mg tab
• Ambroxol 3 x 1 tab
Direncanakan Tes Cepat Molekuler (Gen Xpert)dan Transfusi PRC 2 Kolf

ABSTRAKSI
Pasien pada laporan kasus ini adalah seorang laki-laki usia 54 tahun. Menurut jenis
kelamin, kasus BTA+ pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu
hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan di mana laki-laki beresiko lebih besar untuk
terkena penyakit TB paru di bandingkan dengan perempuan. Dimana laki-laki
lebih banyak yang merokok dan minum alkohol dibandingkan dengan
perempuan, merokok dan alkohol dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga
lebih mudah terkena penyakit TB paru.
Pasien memiliki riwayat mendapatkan OAT selama 6 bulan pada tahun 2013 dan
saat ini memiliki hasil +3 pada pemeriksaan Gene Expert, sehingga gejala pada saat
ini mengarah ke kekambuhan TB atau TB Paru relaps. TB Paru relaps adalah pasien
TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan lengkap atau dinyatakan
sembuh, saat ini didiagnosis kembali dengan BTA positif.

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam dan meriang.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan pada inspeksi dada simetris statis dan
dinamis, pada palpasi fremitus taktil normal, dan tidak ada nyeri tekan, pada saat
perkusi didapatkan sonor diseluruh lapangan paru dan saat dilakukan auskultasi
didapatkan didapatkan suara bronkovesikuler serta ronkhi di kedua lapangan paru.
Pada tuberkulosis paru, tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian
apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang
redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan suara nafas tambahan berupa
ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah.

Berdasarkan pemeriksaan fisik lain didapatkan tanda-tanda anemia pada pasien.


Anemia adalah komplikasi tersering dari penderita TB dan faktor resiko untuk
kematian. Tuberkulosis dapat menyebabkan bermacam-macam kelainan
laboratorium seperti anemia, peningkatan sedimentasi eritrosit, penurunan jumlah
serum albumin, hiponatremia, gangguan fungsi hepar, leukositosis, dan
hipokalsemia. Terdapat berbagai macam patogenesis yang menjelaskan hubungan
TB dengan anemia. Akan tetapi, banyak penelitian memperlihatkan penyebab
anemia pada TB yaitu dikarenakan penekanan eritropoiesis oleh mediator inflamasi
yaitu IL-6 ,IFN-γ , IL-1β ,TNF-α.
UKP –DEDE

22 Juni 2019
Topik: Medik
Judul: Pasien perempuan usia 71 tahun dengan PPOK Eksaserbasi Akut
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
Pasien perempuan dengan inisial Ny. TD dengan keluhan sesak napas. Sesak
dirasakan sudah sejak lama dan memberat dalam 16 jam yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, sesak semakin berat saat aktivitas,
berkurang dengan posisi duduk, namun tidak dipengaruhi oleh emosi ataupun cuaca.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 minggu yang lalu, batuk berdahak warna
putih kehijauan. Demam tidak dikeluhkan oleh pasien. Tidak ada keluhan batuk
darah, nyeri dada, penurunan berat badan dan keringat malam. BAK dan BAB pasien
tidak dijumpai adanya keluhan.

OBJECTIVE (O)
Tanda Vital:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 107 kali/menit, regular
Frekuensi nafas : 32 kali/menit, regular
Suhu : 37,3o C

Wajah: pursued lip breathing (+)


Pf Toraks: Simetris (+/+),Emfisematous lung (+/+), retraksi (+/+), fremitus taktil
meningkat (+/+), hipersonor (+/+) ves (+/+) wheezing
(+/+)

Xray Thoraks: kesan Bronkitis kronik

ASSESMENT (A)
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita PPOK
dengan diagnosis banding asma dan edema paru ec CHF. Diagnosis PPOK dibuat
berdasarkan menifestasi klinis berupa sesak napas, batuk, dan riwayat terpajan faktor
risiko salah satunya kebiasaan memasak menggunakan kayu bakar dan kebiasaan
membakar sampah
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi foto
thorax dan laboratorium. Hasil foto thorax didapatkan gambaran hiperlusen, selaiga
tampak melebar, tampak corakan kasar di lapangan paru dextra dan sinistra, adanya
elengasi arcus aorta. Gambaran foto thorax yang didapatkan menguatkan diagnosis
PPOK.

PLANNING (P)
 O2 3 - 4 LPM nasal kanul
 Nebule combivent + pulmicort 1 resp/8 jam
 Inj. Cefotaxime 2 x 1 vial
 Inj. Metilprednisolon 3x1 amp
 Drip. Aminofilin 1 amp dalam NaCl 0,9 / hari
 Donexan syr 3xC1
 Pemeriksaan spirometri jika K.U pasien stabil

ABSTRAKSI
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka diagnosis Ny. TD usia 74 tahun ini mengarah kepada PPOK eksaserbasi.

PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/berbahaya. Apabila kondisi ini mengalami perburukan yang bersifat akut dari
keadaan yang sebelumnya stabil, maka disebut dengan PPOK eksaserbasi. Gejala
eksaserbasi yakni sesak bertambah bertambah, batuk progresif, serta terdengarnya
suara mengi saat auskultasi.

Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera eksaserbasi


dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian oksigen adekuat,
obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.
UKP – BENA

12 Sept 2019
Topik: Kebidanan
Judul: Abses Bartholin
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
Seorang perempuan usia 33 tahun datang ke RS TK II Dr. AK GANI dengan
keluhan utama nyeri dan timbul benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri.
Benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri pasien diketahui pertama kali sejak
7 hari yang lalu. Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng dan terasa nyeri.
Semakin hari benjolan bertambah besar hingga sekarang sebesar telur ayam
kampung. Nyeri yang dirasakan juga semakin bertambah, terutama nyeri saat duduk
dan berjalan sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya. Pasien juga mengeluhkan
demam sejak 1 hari yang lalu. Untuk BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit dahulu seperti hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada.
Riwayat penyakit asma di dalam keluarga ada. Pasien memiliki riwayat alergi
paracetamol, asam mefenamat, dan fentanyl. Pasien tidak bekerja. Pasien tidak
mengkonsumsi alkohol, merokok, dan minum kopi.

OBJECTIVE (O)
Tanda Vital:
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)
Tekanan Darah : 110/70mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
Temperatur : 38,7°C
Pemeriksaan genitalia eksterna :
 Inspeksi : massa (+) di labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas tegas,
hiperemis (+)
 Palpasi : nyeri tekan (+), konsitensi kenyal (+), fluktuasi (+)
Pemeriksaan genitalia interna :
 Inspekulo: Portio tidak livide, OUE tertutup, fluor (+), fluxus (+)

Pemeriksaan USG
 Tidak ada kelainan ginekologi
 IUD insitu
Kesimpulan : Dalam batas normal
ASSESMENT (A)
Pada anamnesis didapatkan keluhan timbulnya benjolan pada bibir kemaluan
sebelah kiri yang nyeri serta keluhan demam merupakan tanda dan gejala kista
bartholin yang terinfeksi. Kemungkinan ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik
pada genitalia eksterna pasien. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG
dan laboratorium didapatkan kesan normal. Dari semua hasil ini dapat kita konfirmasi
bahwa diagnosis pasien ini adalah Abses Bartholin.

PLANNING (P)
 Informed consent
 IVFD RL gtt xx per menit
 Drip Tramadol 1 amp dalam RL 500cc gtt xx per menit
 Inj. Anbacim 2x1gr
 Rencana Marsupialisasi

ABSTRAKSI
. Seorang perempuan usia 33 tahun datang ke RS TK II Dr. AK GANI dengan
keluhan utama nyeri dan timbul benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri disertai
demam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 80
x/menit, frekuensi pernafasan 24 x/menit dan suhu 38,7 oC. Pada pemeriksaan
inspeksi genetalia eksterna didapatkan massa di labia mayor sinistra berdiameter 4
cm, berbatas tegas dan hiperemis. Pada palpasi ditemukan nyeri tekan, massa dengan
konsistensi kenyal dan fluktuasi. Pemeriksaan genitalia interna dengan inspekulo
didapatkan portio tidak livide, OUE tertutup, adanya fluor dan fluxus dikarenakan
pasien sedang haid hari ke 3.

Pada anamnesis didapatkan keluhan timbulnya benjolan pada bibir kemaluan


sebelah kiri yang nyeri serta keluhan demam merupakan tanda dan gejala kista
bartholin yang terinfeksi. Kemungkinan ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik
pada genitalia eksterna pasien. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG
dan laboratorium didapatkan kesan normal. Dari semua hasil ini dapat kita konfirmasi
bahwa diagnosis pasien ini adalah Abses Bartholin.
Penanganan pada pasien ini yaitu diberikan terapi untuk mengurangi rasa
nyeri dengan drip Tramadol 1 ampul dalam RL 500cc. Untuk terapi empiris diberikan
antibiotik spektrum luas yaitu injeksi Anbacim 2x1 gr. Setelah nyeri dapat diatasi
kemudian dilakukan penanganan dengan operasi marsupialisasi dengan cara
menginsisi kista dan mengeluarkan isi pada rongga yang terinfeksi tersebut

.
UKP –TATA

3 Oktober 2019
Topik: Medik
Judul: PNEUMOTORAKS SPONTAN SEKUNDER EC TB PARU
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
2 minggu SMRS pasien mengeluh sesak nafas, tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas.
dirasakan hilang timbul makin lama makin sesak dan berkurang bila istirahat. Pasien juga
mengeluh sakit dada sebelah kiri terutama bila sesak timbul. Demam (+) hilang timbul mual
(-) muntah (-) batuk (+) berdahak dirasakan hanya sesekali. Pasien juga merasa lemas hingga
sulit untuk beraktivitas. Terdapat penurunan berat badan, demam hilang timbul, dan batuk
berulang. Nafsu makan menurun, hanya 2-3 sendok setiap kali makan. Tidak ada mual atau
muntah. Pasien lalu ke IGD RS AK Gani. Pasien dalam penggunaan obat OAT bulan ke 2

OBJECTIVE (O)
Tanda Vital:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 107 kali/menit, regular
Frekuensi nafas : 32 kali/menit, regular
Suhu : 37,3o C
Sp.02 : 92%

Pf Toraks: Simetris (+/-),retraksi (+/+), fremitus taktil meningkat (+/-), hipersonor


(-/+) ves (+/-) ronkhi (+/+)

Xray Thoraks: Hiperlusens avascular hemithorax (S) kesan: pneumotoraks

ASSESMENT (A)
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
Pneumotoraks sekunder yang diakibatkan oleh Infeksi TB Paru berdasarkan
menifestasi klinis berupa sesak napas hebat, batuk, dan riwayat terpajan penggunaan
OAT bulan kedua
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi foto
thorax dan laboratorium. Hasil foto thorax didapatkan gambaran hiperlusen, selai ga
tampak melebar, tampak corakan kasar di lapangan paru dextra dan sinistra tidak
terlihat, adanya elengasi arcus aorta. Gambaran foto thorax yang didapatkan
menguatkan diagnosis Pneumotoraks ec TB Paru.
PLANNING (P)
•IVFD RL gtt XX/menit
•O2 2l/m via nasal canul
•OAT Kat 1
•Paracetamol 3x500
•OBH 3x1
•Rencana Pemasangan WSD

ABSTRAKSI
Pneumothoraks sekunder dapat terjadi akibat pecahnya permukaan paru-paru
yang memungkinkan udara keluar ke rongga pleura, biasanya akibat luka tusukan
pada dinding dada sehingga udara masuk ke rongga pleura. Namun tanpa trauma
dada, pneumothoraks juga dapat terjadi secara spontan. Pada PSP penyebabnya
belum diketahui, sedangkan pada PSS paling sering adalah penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) sebanyak 70% kasus. Penyebab lain bisa juga infeksi pada paru
seperti TB paru, asma bronchial, pneumonia, dan sebagainya. PSS terjadi akibat
pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura yang berhubungan dengan penyakit
dasarnya.

Penanganan pneumothoraks tergantung dari luasnya. Tujuan dari penanganan


yang diberikan ialah mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip penanganan meliputi observasi dan
pemberian tambahan oksigen, aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube
torakostomi dengan atau tanpa pleurodesis, torakoskopi, dan torakotomi.1

Komplikasi yang dapat terjadi ialah tension pneumothoraks (3-5% pasien),


kegagalan respirasi akut, pio-pneumothoraks, hidro/hemo-pneumothoraks, henti
jantung-paru dan kematian. Pasien dengan pneumothoraks spontan hampir
separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun
setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien yang sudah ditangani dengan baik umumnya
jarang mengalami komplikasi, kecuali pada PSS yang tergantung penyakit yang
mendasari.

UKP –ELMO
12 sept
Topik: Medik
Judul: CARCINOMA MAMMAE DEXTRA
Jenis: Forum Ilmiah

Narasumber: Staf Medik Sp 1

Peserta: DSP, Dokmum, Peserta PIDI

SUBJECTIVE (S)
± 10 Bulan SMRS pasien mengeluh timbul benjolan sebesar kelereng pada
payudara kanan. Benjolan yang teraba oleh penderita hanya satu buah, pasien tidak
ingat benjolan mudah atau sulit digerakkan, benjolan nyeri (-), bengkak (-), merah (-),
perubahan warna kulit sekitar payudara (-), perubahan bentuk payudara kiri dan
kanan (-), benjolan sekitar ketiak (-), keluar cairan dari puting (-), puting susu masuk
ke dalam (-). Pasien belum berobat.

± 1 Bulan SMRS pasien mengeluhkan benjolan yg semakin membesar, dari


sebesar kelereng hingga sebesar bola pingpong, sulit digerakkan/terfiksir, nyeri (-),
bengkak (-), merah (-), timbul luka pada payudara kanan (-), demam (-), pusing (-),
sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri tulang (-), sesak napas (-), benjolan
tempat lain (-).

OBJECTIVE (O)
Tanda Vital:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 107 kali/menit, regular
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular
Suhu : 37,3o C

STATUS LOKALIS :
Pemeriksaan mammae dextra :
•Inspeksi : Tampak skar bekas luka biopsi eksisi, Benjolan di axilla (-).
•Palpasi : Massa (-) benjolan di axilla (-).

ASSESMENT (A)
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
Carcinoma Mammae Dextra stadium IIA (T2N0M0). Diagnosis dibuat berdasarkan
menifestasi klinis berupa benjolan di payudara kanan tanpa disertai benjolan di
tempat lain dan riwayat penyakit keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa di payudara kanan yang terfiksir
dengan pertumbuhan yang cukup cepat yang merupakan karakteristik dari tumor yang
bersifat ganas. Pada kasus ini, diagnosa pasien mengarah carsinoma mammae dextra.
Diagnosis FAM (fibroadenoma mammae) dapat disingkirkan karena karakteristik
benjolannya padat kenyal, tidak terfiksir, berbatas tegas, dan pertumbuhannya lambat.
Diagnosis FCD ( Fibrocystic disease) juga dapat disingkirkan karena jumlah
benjolan biasanya multiple, bilateral, ukurannya dapat berubah, terasa lebih besar,
penuh dan nyeri menjelang haid dan akan mengecil serta nyeri berkurang setelah
haid. Diagnosis Cystosarcoma Philloides dapat pula disingkirkan karena bentuknya
bulat lonjong, permukaan berbenjol, batas tegas, ukuran bisa mencapai 20-30 cm. .

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi foto
thorax dan laboratorium. Hasil foto thorax dilakukan untuk mengevaluasi ada atau
tidaknya penyebaran ke paru-paru (metastase), pemeriksaan lain yang mungkin
dilakukan adalah USG. Namun untuk memastikan sifat suatu benjolan, pada pasien
ini sudah dilakukan pemeriksaan histopatologi dan didapatkan sifat tumor yang ganas
(Adenocarcinoma)

PLANNING (P)
 Inj. Cefotaxime 2 x 1 vial
 Inj. Ketorolac 3x1 amp
 IV Ranitidin 2 x1 amp
 Mastektomi radikal
 Kemoterapi di RSUD

ABSTRAKSI
Seorang wanita berusia 47 tahun datang dengan keluhan benjolan pada
payudara kanan. Sejak 10 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul benjolan pada
payudara kanan kira-kira sebesar kelereng. Benjolan yang teraba hanya satu buah,
pasien tidak ingat benjolan mudah atau sulit digerakkan, benjolan nyeri (-), bengkak
(-), merah (-), perubahan warna kulit sekitar payudara (-), perubahan bentuk payudara
kiri dan kanan (-), benjolan sekitar ketiak (-), keluar cairan dari puting (-), puting susu
masuk ke dalam (-). Pasien belum berobat.

Pada 1 bulan terakhir, pasien mengeluhkan benjolan yg semakin membesar,


dari sebesar kelereng hingga sebesar bola pingpong, sulit digerakkan/terfiksir, dan
nyeri (+),Untuk menegakkan diagnosis pasti kanker payudara maka pasien dilakukan
pemeriksaan histopatologi, pada pasien ini hasilnya adalah invasive carcinoma of no
special type grade 2 mammae dextra.
Setelah diagnosis ditegakkan perlu ditentukan stadium dari kanker payudara
ini. Penentuan stadium dilakukan berdasarkan sistem TNM. Klasifikasi stadium ini
berdasarkan UICC (Union Internationale Contra Le Cancer) ataupun AJCC
(American Joint Committee on Cancer Staging and End Resulls Reporting). Untuk
tumor primer (T), pada pasien ini didapatkan benjolan yang berukuran 3,5x3x1,5 cm,
massanya terfiksir dan batas tidak tegas dari hasil biopsi eksisi. Dengan demikian
stadium T-nya adalah T2. Untuk nodul (N), pada pasien ini tidak ditemukan adanya
metastasis pada KGB sehingga stadium N-nya adalah N0. Untuk metastase (M), dari
hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan keluhan yang menunjukan metastase ke
organ lain sehingga stadium M-nya adalah M0. Jadi, stadium kanker payudara pada
pasien ini adalah stadium IIA (T2N0M0). Dengan demikian, pada kasus ini diagnosis
pasien adalah carcinoma mammae dextra stadium IIA.

Anda mungkin juga menyukai