Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HERBAL MEDICINE I

“BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE”

DOSEN PENGAMPU : MARLIAH, S.ST., M.Keb.

OLEH
KELOMPOK 2

1. FITRIA BINTI SYAFRUDDIN (A1A222010)


2. ANIS SAPUTRI (A1A222011)
3. SUKMAWATI (A1A222012)
4. WARDA SITI NADZIRAH (A1A222014)
5. ILLA NURYANTI (A1A2220015)
6. HAERATI (A1A222016)
7. IRMA SAFITRI (A1A2220017)
8. ERNI MARIANI (A1A222018)

PRODI SARJANA KEBIDANAN ALIH JENJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Bahan Baku Herbal
Medicine” yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah "Herbal
Medicine 1”.
Penulis mengakui banyak hambatan dan kesulitan yang dijumpai dalam
penyelesaian makalah ini, namun berkat bimbingan, bantuan dan dorongan berbagai
pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu dibidang
kebidanan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan-kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.

Makassar, 19 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4

A. Definisi Dasar Bahan Baku Herbal Medicine....................................................4

B. Persyaratan Herbal Medicine Pada Bahan Baku Herbal Medicine..................16

BAB III PENUTUP.....................................................................................................19

A. Kesimpulan.......................................................................................................19

B. Saran.................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Herbal Medicine sebagai obat-obatan tradisional telah diterima luas di


negara-negara maju maupun berkembang sejak dahulu kala, bahkan dalam 20
tahun terakhir perhatian dunia terhadap obat-obatan tradisional meningkat, baik
di negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju. World Health
Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa hingga
65% dari penduduk negara maju menggunakan pengobatan tradisional dan obat-
obat dari bahan alami. Beberapa negara menggunakan istilah yang berbeda untuk
produk obat herbal modern (finished herbal products), seperti herbal medicine,
phytomedicine, phytopharmaceutical, botanical dan phytopharmaca. (Rachman,
2018)
Penggunaan herbal untuk tujuan kesehatan sudah banyak dilakukan sejak
beribu tahun yang lampau, jauh sebelum ditemukannya obat kimia sintetis.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang terkenal memiliki
keanekaragaman hayati yang besar di mana memiliki sekitar 30.000 jenis
tanaman yang merupakan 75% dari jumlah tanaman di dunia sehingga Indonesia
dikenal dengan mega-center keanekaragaman hayati dunia. Dengan demikian,
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam industri obat tradisional
yang dapat bersaing di tingkat dunia.
Namun dalam pengembangan bahan baku tradisional dan produksi obat
tradisional terdapat beberapa masalah yang dapat menghambat pertumbuhan
industri obat tradisional, di antaranya bahan baku herbal yang tidak memenuhi
syarat, iklim usaha yang kurang kondusif, teknologi rancang bangun untuk

1
produksi bahan baku ekstrak yang masih sangat kurang, ketersediaan
laboratorium pihak ketiga yang tidak merata di wilayah Indonesia sehingga

2
2

menyulitkan industri menengah dan kecil yang mengalami keterbatasan fasilitas


untuk pengujian produk, belum masuknya obat tradisional dalam program JKN
dan kurangnya bukti empiris dari tanaman yang berpotensi sebagai bahan baku
obat tradisional.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu dukungan yang intensif dan sinergi dari
pemerintah dan badan legislatif yang dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan
untuk mempercepat perkembangan Industri Obat Tradisional. Selain itu, kerja
sama yang baik dengan para pelaku usaha, akademisi, dan organisasi
kemasyarakatan juga diperlukan dalam mewujudkan kemandirian bahan baku
obat tradisional.
Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam,
tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku dibanyak negara karena
cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke
alam yang diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan
obat-obat modern, Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian
didalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dansupaya dapat
menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar
dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.
Berdasarkan latar belakang diatas penting bagi kita untuk lebih mempelajari
lebih jauh terkait bahan baku apa saja yang ada dalam herbal medicine serta
persyaratan apa saja yang diperlukan agar layak dikonsumsi masyarakat, oleh
karna itu penulis merasa tertarik membahas lebih detail terkait Bahan Baku
Herbal Medicine.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan bahan baku herbal medicine?
2. Apakah persyaratan herbal medicine pada bahan baku herbal medicine?
3

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dasar bahan baku herbal medicine.
2. Untuk mengetahui persyaratan herbal medicine pada bahan baku herbal
medicine.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Dasar Bahan Baku Herbal Medicine


1. Bahan Baku
Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan Obat Tradisional.Tanaman atau bahan baku dipergunakan dalam
pengobatan tradisional atau pengobatan alternative. Bahan baku obat
tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa
penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa
dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau
dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga. (BPOM No. 32, 2021)
Tanaman atau bahan baku dalam obat tradisional dibedakan menjadi :
a. Bahan BakuMentah atau simplisia
Merupakan bahan berupa bahan segar, serbuk kering atau
diformulasikan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia
dapat berupa bahan segar atau serbik kering yang sesuai dengan standar
farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia pelikan atau mineral.
1) Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya.

4
5

2) Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian


hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni
3) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi
(pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen,
pengeringan dan atau 46 pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari
bahan baku sampai dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan
terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
Kebanyakan simplisia yang beredar saat ini berasal dari
tumbuhan.Penamaan dari simplisia menggunakan bahasa Latin.
Penamaan Latin secara umum menandai atau menunjukkan salah satu
ciri dari simplisia yaitu dari bagian tanaman yang dipakai seperti
misalnya radix merupakan bagian akar dari suatu tanaman obat, nama
latin lainnya dapat dilihat berikut ini :

Gambar : table terminologi Penamaan Simplisida.


6

Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau


diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat
tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk.
Karena hal ini akan 47 mempengaruhi kandungan kimia aktif dari
simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida,
alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan
tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar
matahari, kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan
mikroorganisme pengganggu. (BPOM No. 32, 2021)
Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar
produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu. Bentuk atau
bagian bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi proses atau
tahap-tahap pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang
nantinya akan mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar
umumnya keras, cara pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun,
rimpang, dan daun buah yang lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong
tipis-tipis atau diserbuk kasar, tergantung cara masing-masing industri.
Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan
mempengaruhi proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk
akan memperluas permukaan dan semakin banyak bahan aktif tanaman
tertarik pada pelarut pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan alat yang
sesuai dan derajat kehalusan tertentu karena alat yang dipergunakan
dalam pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi mutu ekstrak atau
mutu kandungan kimia aktif. Selama penggunaan peralatan pembuatan
serbuk akan ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam) yang
dapat menimbulkan panas (kalori) yang dapat mempengaruhi
kandungan senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis akibat
panas tersebut. Ukuran partikel atau kehalusan serbuk harus disesuaikan
7

48 dengan bahannya, proses ekstraksi,cairan penyari, dan lain-lain.


Ukuran bahan baku (mesh) sudah tercantum dalam Farmakope.
Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan
bahan baku obat perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau
pedoman pemanenan bahan baku. Aturan yang ditetapkan dalam
pemanenan dan pengumpulan tanaman obat, bertujuan untuk
mendapatkan kadar zat aktif yang maksimal. Pemanenan dilakukan pada
dasarnya saat kadar zat aktif paling tinggi diproduksi paling banyak
pada tanaman. Metode pengambilan atau pengumpulan saat pemanenan
disesuaikan dengan sifat zat aktif tanaman karena ada yang bisa dipanen
dengan mesin dan ada yang harus menggunakan tangan.Sifat-sifat
kandungan senyawa aktif tanaman obat dipengaruhi oleh faktor luar
maupun dalam diri dari tanaman atau tumbuhan tersebut. Faktor luar
antara lain tempat tumbuh, iklim, ketinggian tanah, pupuk, pestisida, dll.
Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat dalam tumbuhan
tersebut.Hal ini mengakibatkan variasi kandungan kimia yang cukup
tinggi.
Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi
pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat
dikarenakan Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat
yang berbeda.Hal ini adalah :
1) Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung).
Caranya : buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan
dicuci, selanjutnya dikeringkan lagi.
2) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan
parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan
(misal Cucurbita moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam,
dll), perubahan bentuk(misal pare, mentimun), perubahan kadar air
(misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
8

3) Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari


vegetatif ke generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu
pada saat berbunga.
4) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di
bagian cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga
asimilasi sempurna.
5) Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah
berhenti
6) Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di
atas tanah mengering.
7) Kulit batang dipanen menjelang kemarau.
b. Bahan baku ekstrak tanaman obat
Merupakan bahan baku berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan,
tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan
sirup, keduanya seperti obat- obat tradisional dan modern. Sediaan obat
dalam bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung camapuran senyawa
kimia yang kompleks.Masing-masing komponen senyawa mempunyai
efek farmakologis yang berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan
secara keseluruhan. Komponen senyawa aktif yang terkandung dalam
suatu sediaan ekstrak tanaman obat dapat dibedakan atas :
1) Senyawa aktif utama
2) Senyawa akti sampingan
3) Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein,
lemak).
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga
menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis
maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan
disebut senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat
diterangkan; terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-
9

benar diketahui). Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat


memperkuat atau memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :
1) Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
2) Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya
menjadi lebih mahal.
3) Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak
stabil.
4) Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah
melalui proses pengeringan menjadi tidak berefek.
5) Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
6) Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
7) Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
8) indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila
dibanding dengan indeks terapi dalam bentuk murni.

Penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan


kelarutannya.Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau
(bila telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji
rasa).Pada ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan;
untuk ini derajad halus partikel memegang peranan penting (diuji
dengan berbagai macam ayakan dan diuji pula banyaknya partikel per
satuan luas di bawah mikroskop).Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan
beberapa cara yaitu :
1) Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri
2) Destilasi fraksional minyak atsiri
3) Ekstraksi dengan metoda maserasi
4) Ekstraksi dengan metoda Perkolasi
5) Ekstraksi dengan metode Soxhlet.
10

6) Ekstraksi dengan metoda refluk Ekstrak cair yang diperoleh


selanjutnya dipekatkan dengan rotari epavourator sehingga
diperoleh ekstrak kental atau kering yang dengan teknologi farmasi
atau formulasi dapat dibuat bentuk-bentuk sediaan ekstrak seperti
misalnya tablet, capsul dan lain-lain. Beberapa Tanaman obat yang
dipergunakan untuk produksi ekstrak total atau murni yang
terstandarisasi sebagai sediaan fitofarmaka dan dikembangkan
menjadi obat modern seprti yang ditunjukkan berikut ini :

Gambar 2. Tabel tanaman untuk pproduksi ekstrak total atau


murni yang terstandarisasi dan dapat dikembangkan sebagai
sediaaan fitofarmaka atau obat modern.
11

2. Herbal Medicine
Obat herbal atau herbal medicine didefinisikan sebagai bahan baku atau
sediaan yang berasal dari tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek lain
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komposisinya dapat berupa bahan
mentah atau bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang berasal
dari satu jenis tumbuhan atau lebih . Sediaan herbal diproses melalui proses
ekstraksi, fraksinasi, purifikasi, pemekatan atau proses fisika lainnya; atau
diproduksi melalui proses biologi. Produk herbal dapat berisi eksipien atau
bahan inert sebagai tambahan bahan aktif. (BPOM No. 32, 2021)
Obat herbal merupakan bahan baku atau sediaan yang berasal dari
tumbuhan yang memiliki efek terapi yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Dapat berupa bahan mentah atau bahan yang telah mengalami
proses lebih lanjut yang berasal dari tumbuhan. Obat herbal dapat diterima
secara luas di beberapa negara berkembang dan negara maju, hingga 80%
penduduk dari negara berkembang dan 65% penduduk dari negara maju
telah menggunakan obat herbal.
Obat herbal merupakan obat yang biasanya dibuat dari tumbuh-
tumbuhan yang meliputi akar, daun, bunga, dan batang tanaman sehingga
ada beberapa masyarakat yang mengonsumsi dengan cara langsung atau
membeli obat herbal berbentuk kemasan. Bagi masyarakat yang
mengonsumsi obat herbal dalam bentuk kemasan harusnya lebih
memperhatikan bentuk kemasan luar seperti label kemasan yang berisi
tanggal kadaluarsa, label halal MUI, dosis sediaan, komposisi, nomor
BPOM, dan komposisi bahan itu merupakan landasan awal sebelum
membeli produk obat herbal kemudian perhatikan tentang bahan yang
terkandung didalamnya apakah bahan tersebut sesuai dengan manfaat yang
tertera di label kemasan dan banyaklah bertanya kepada seseorang yang ahli
seperti dokter, herbalis atau orang yang sudah berpengalaman lama dalam
menggunakan obat herbal.
12

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik sebutan Traditional Herbal
Medicine Products/THMP) .Dalam Undang Undang ini yang dimaksud
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Dalam Undang-undang ini juga disebutkan bahwa hakekat obat atau
pengertian obat adalah bahan atau campuran yang dipergunakan untuk
diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan mental pada manusia atau hewan,
mempercantik badan atau bagian badan manusia. (Kemenkes, 2023)
Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa
campuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat
herbal Khusus untuk Obat herbal ada 3 : Jamu, obat herbal terstandarisasi
dan fitofarmaka. Obat tradisional merupakan salah satu warisan nenek
moyang atau leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses
mencegah, mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka
dan mental pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang
dipergunakan secara turun temurun Bentuk sediaan masih sederhana berupa
serbuk, pil, seduhan atau rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih
berdasarkan data empiris.Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu,
jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. (BPOM No. 32, 2021)
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang memiliki klaim sehat
dan keamanan berdasarkan data empiris yang telah digunakan secara
turun-temurun. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai
dengan klinis. Jamu banyak disediakan dalam bentuk seduhan atau
13

cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu.
Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam atau lebih.
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati
3 generasi. Bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan
disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Contoh jamu adalah
Tolak Angin, Antangin, Wood Herbal, Diapet Anak dan Kuku Bima
Gingseng. Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.2411
menetapkan bahwa kelompok jamu harus mencantumkan logo dan
tulisan “JAMU”. Logo berupa “RANTING DAUN” terletak dalam
lingkaran dicetak dengan warna hijau diatas dasar warna putih atau
warna lain yang mencolok. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah
dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau
warna lain yang mencolok.
b. Obat herbal terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat berbahan baku alami,
bahan bakunya telah ada pembuktian keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah seperti: Diapet, Lelap, Fitolac, dan Diabmenee. Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.4.2411 menetapkan bahwa Obat Herbal Terstandar harus
mencantumkan logo berupa “JARI-JARI DAUN 3 PASANG” terletak
dalam lingkaran. Logo dicetak dengan warna hijau di atas warna putih
atau warna lain yang mencolok. Tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna
hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok.
c. Fitofarmatika
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
distandardisasi, status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara
14

ilmiah melalui uji praklinik pada hewan dan uji klinik pada manusia
sehingga dapat disejajarkan sengan obat modern. Contoh fitofarmaka
adalah Stimuno, Tensigard, dan Nodiar. Menurut keputusan Kepala
BPOM, fitofarmaka harus mencantumkan logo berupa “JARI- JARI
DAUN” yang membentuk bidang dan terletak dalam lingkaran. Logo
dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang
mencolok. Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain
yang mencolok.
Menurut penelitian, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia,
80% adalah penginderaan melalui penglihatan atau kasatmata (visual).
Karena itulah, unsur-unsur grafis dari kemasan antara lain: warna,
bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual
yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian pesan
secara kasatmata (visual communication). Agar berhasil, penampilan
sebuah kemasan harus mempunyai daya tarik. Daya tarik pada kemasan
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika) dan
daya tarik praktis (fungsional). Keunikan suatu produk dapat dengan
mudah menarik perhatian konsumen, keunikan ini terlihat dari atribut
yang dimiliki oleh suatu produk. Atribut produk terdiri atas tiga jenis,
yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (function), dan manfaat
(benefit). Ciri-ciri dapat berupa ukuran, komponen atau bagian, bahan
dasar, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan,
maupun merek dagang (trademark), dan lain-lain. Sementara manfaat
dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan indera,
manfaat non material, dan manfaat langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan atribut fungsi biasa digunakan sebagai ciri atau manfaat dari
penggunaan suatu produk.
15

Pertumbuhan pasar obat herbal ini semakin meningkat sejak Badan


Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) mengeluarkan peraturan
tentang pengelompokkan obat tradisional, serta berbagai regulasi lain terkait
misalnya, penelitian dan pengembangan produk obat herbal, produk,
pelayanan dan industri obat herbal. Dibandingkan jenis industri farmasi
sintetik dan bioteknologi, industri obat herbal di Indonesia tergolong industri
dengan struktur industri yang kuat.Industri ini secara kualitatif didukung
oleh kelimpahan tumbuhan obat yang menjadi bagian dari karagaman hayati
Indonesia, yang berjumlah sekitar 30.000 jenis tumbuhan. Diperkirakan
terdapat sekitar 9.600 jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat
yang terdapat di wilayah ini, dan sekitar 300 jenis diantaranya telah dikenal,
baik digunakan secara turun temurun sebagai komponen obat tradisional
Indonesia, Jamu, maupun sebagai bahan obat herbal oleh industri jamu.
Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut
beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih
bisa dicerna oleh tubuh.Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan
atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun
dan bunga.Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat
penurun panas. Rimpang temulawak dan rimpang kunyit banyak
dipergunakan untuk obat hepatitis.Batang kina dipergunakan untuk obat
malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk obat tekanan
darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker.Buah
belimbing banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi.Daun
bluntas untuk obat menghilangkan bau badan.Bunga belimbing Wuluh untuk
obat batuk.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Hal ini sesuai dengan izin dari
16

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No.32 tahun 2019 tentang
rencana induk pengembangan bahan baku obat tradisional . Berdasarkan data
riset dari Badan Litbang Kementrian Kesehatan (Riset
Tumbuhan Obat dan Jamu/RISTOJA), telah ditemukan sebanyak
10.047 ramuan tradisional yang telah digunakan oleh masyarakat Indonesia
untuk pengobatan 74 indikasi penyakit. Indikasi terbanyak adalah untuk
batuk, demam, kencing manis, mencret, darah tinggi, sakit pinggang, sakit
kulit, luka terbuka dan perawatan pra/pasca persalinan. Pada ramuan
tersebut menggunakan sekitar 19.871 tanaman obat, dimana 16.218
diantaranya telah berhasil diidentifikasi hingga ke tingkat spesies
sebanyak 1.559 spesies/jenis [5].Data ini menunjukkan besarnya potensi
yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan obat tradisional.
(BPOM No. 32, 2021)

B. Persyaratan Herbal Medicine Pada Bahan Baku Herbal Medicine

Badan POM RI menggolongkan obat tradisional kedalam 3 golongan


yaitu: jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengelompokan ini
didasarkan pada proses pembuatan dan bentuk sediaan serta cara dan
tingkat pembuktian mengenai manfaat dan mutunya masing-masing. Jamu
adalah sediaan obat bahan alam yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat; obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang
telah distandardisasi bahan bakunya dan telah memenuhi persyaratan aman
dan mutusesuai dengan persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat
dibuktikan secara ilmiah/praklinik; sedangkan fitofarmaka adalah sediaan obat
bahan alam yang telah distandardisasi bahan baku dan produk jadinya, telah
memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku,
status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik.
17

Pada saat ini, untuk golongan obat herbal terstandar dan fitofarmaka menjadi
perhatian pemerintah Indonesia dalam pengembangan obat tradisionaldalam
rangka mengatasi impor bahan baku obat konvensional yang tinggi. (BPOM
No. 32, 2021)
Mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan no. 32 tahun
2019 tentang Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional antara lain :
1. Pelaku Usaha wajib menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional yang
dibuat, diimpor, dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia sebelum dan
selama beredar.
2. Pelaku usaha wajib Untuk menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional
sebagaimana meliputi Bahan Baku dan Produk Jadi yang tercantum dalam
tercantum Farmakope Herbal Indonesia atau Materia Medika Indonesia
yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan, persyaratan keamanan dan mutu
yang digunakan dapat mengacu standar persyaratan farmakope negara lain,
referensi ilmiah yang diakui, dan/atau data ilmiah yang sahih. Contoh bahan
baku yaitu, Obat Tradisional: Jamu, Obat Tradisional Impor, dan Obat
Tradisional Lisensi. Kemudian Produk Jadi termasuk Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka
3. Persyaratan keamanan dan mutu Produk berupa parameter uji. Parameter uji
sebagaimana meliputi:
a. Organoleptic
b. Kadar air
c. Cemaran mikroba
d. Aflatoksin total
e. Cemaran logam berat
f. Keseragaman bobot
g. Waktu hancur
h. Volume terpindahkan
i. Penentuan kadar alcohol dan Ph
18

4. Persyaratan Uji kualitatif dan kuantitatif produk jadi tertentu meliputi:


a. bahan baku Obat Herbal Terstandar
b. bahan aktif pada bahan baku dan produk jadi Fitofarmaka
c. residu pelarut produk dengan pelarut ekstraksi selain etanol dan/atau air
yang ditetapkan penggunaannya berdasarkan persetujuan registrasi
d. produk lain yang berdasarkan kajian membutuhkan uji kualitatif
dan/atau kuantitatif.
5. Pemenuhan persyaratan keamanan dan mutu dibuktikan melalui pengujian di
laboratorium yang terakreditasi dan/atau laboratorium internal industri atau
usaha Obat Tradisional yang diakui oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
6. Pendaftar harus mengajukan permohonan pengkajian kepada Kepala Badan
melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan
Kosmetik.
7. Kepala Badan melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan dan Kosmetik melakukan evaluasi terhadap pengajuan
permohonan pengkajian sebagaimana yang telah dinyatakan memenuhi
kelengkapan dokumen.
8. Setelah permohonan disetujui dan memenuhi kelengkapan dokumen serta
lulus uji laboratorium dan lainnya, barulah pendaftar dapat melanjutkan ke
proses registrasi untuk ijin edar sehingga obat tradisional dapat dipasarkan.
(BPOM No. 32, 2021)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan Obat Tradisional.Tanaman atau bahan baku dipergunakan dalam
pengobatan tradisional atau pengobatan alternative.
Obat herbal atau herbal medicine didefinisikan sebagai bahan baku atau
sediaan yang berasal dari tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek lain
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komposisinya dapat berupa bahan
mentah atau bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang berasal dari
satu jenis tumbuhan atau lebih . Sediaan herbal diproses melalui proses ekstraksi,
fraksinasi, purifikasi, pemekatan atau proses fisika lainnya; atau diproduksi
melalui proses biologi. Produk herbal dapat berisi eksipien atau bahan inert
sebagai tambahan bahan aktif. Badan POM RI menggolongkan obat
tradisional kedalam 3 golongan yaitu: jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka. Pengelompokan ini didasarkan pada proses pembuatan dan
bentuk sediaan serta cara dan tingkat pembuktian mengenai manfaat dan
mutunya masing-masing.
Mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan no. 32 tahun
2019 tentang Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional antara lain :
1. Pelaku Usaha wajib menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional yang
dibuat, diimpor, dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia sebelum dan
selama beredar.
2. Pelaku usaha wajib Untuk menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional

19
20

sebagaimana meliputi Bahan Baku dan Produk Jadi yang tercantum dalam
tercantum Farmakope Herbal Indonesia atau Materia Medika Indonesia
yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan, persyaratan keamanan dan mutu
yang digunakan dapat mengacu standar persyaratan farmakope negara lain,
referensi ilmiah yang diakui, dan/atau data ilmiah yang sahih.
3. Persyaratan keamanan dan mutu Produk berupa parameter uji.
4. Persyaratan Uji kualitatif dan kuantitatif produk jadi tertentu
5. Pemenuhan persyaratan keamanan dan mutu dibuktikan melalui pengujian di
laboratorium yang terakreditasi dan/atau laboratorium internal industri atau
usaha Obat Tradisional yang diakui oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
6. Pendaftar harus mengajukan permohonan pengkajian kepada Kepala Badan
melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan
Kosmetik.
7. Kepala Badan melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan dan Kosmetik melakukan evaluasi terhadap pengajuan
permohonan pengkajian sebagaimana yang telah dinyatakan memenuhi
kelengkapan dokumen.
8. Setelah permohonan disetujui dan memenuhi kelengkapan dokumen serta
lulus uji laboratorium dan lainnya, barulah pendaftar dapat melanjutkan ke
proses registrasi untuk ijin edar sehingga obat tradisional dapat dipasarkan.

B. Saran
Pemerintah sebaiknya dapat memberikan bentuk perhatian dan
kepeduliannya terhadap obat tradisional (herbal medicine) agar obat tradisional
(herbal medicine) semakin berkembang dan dapat menjadi tujuan utama
masyarakat dalam menyembuhkan suatu penyakit serta memelihara kesehatan
tanpa harus menggunakan obat0obatan kimia yang mengandung banyak efek
samping.
DAFTAR PUSTAKA

Alfi, I. (2019). Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Alternatif


Pengobatan Pada Masyarakat Desa Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten
Purworejo Tahun 2019. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol.
53, Issue 9).
BPOM No. 32. (2021). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32
tahun 2019 tentang persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional. Bpom Ri,
11, 1–16.
BPOM RI. (2018). Peraturan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Bpom, 70–73.
Carin, A. A., Sund, R. ., & Lahkar, B. K. (2018). No 主観的健康感を中心とした在
宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Journal of
Controlled Release, 11(2), 430–439.
Rachman, T. (2018). Teknologi Untuk Industri Bahan Baku dan Obat Herbal
Proyeksi 2035 Edisi 2017. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11),
951–952.

21

Anda mungkin juga menyukai