Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana ISSN 26866404

Universitas Negeri Semarang http://pps.unnes.ac.id/pps2/prodi/prosiding-pascasarjana-unnes

Evaluasi dan Analisis Program Gerakan Literasi Sekolah


pada Penilaian Kompetensi Minimal Siswa
Menggunakan Model Countenance Stake
Ariyatun Ariyatun, Sudarmin Sudarmin, Sri Wardani, Sigit Saptono

Universitas Negeri Semarang, Jl. Kelud Utara III, Petompon, Kec. Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa
Tengah 50237, Indonesia
Corresponding Author:

Abstrak. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) secara umum bertujuan untuk mengembangkan karakter siswa dengan membina
ekosistem literasi sekolah dalam GLS sehingga menjadi pembelajar sepanjang hayat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi program GLS di Kabupaten Kendal berdasarkan tolok ukur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang pengembangan kepribadian dengan menggunakan model Countenance
Stake. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang diguankan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Perencanaan GLS berada pada level yang baik (72%), implementasi GLS
berada pada level yang baik (58%), terdapat ketidaksesuaian antara implementasi GLS dengan dasar Permen No. 23 Tahun
2015 Bidang Keuangan Pendidikan dan Kebudayaan, hasil tes Penilaian Kompetensi Minimum (AKM) tidak memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan dengan tingkat pencapaian tepat waktu 65% pada kategori cukup. Terdapat contingency antara
perencanaan, pelaksanaan dan hasil AKM dengan semua kategori.
Kata kunci: taruhan wajah; evaluasi; gerakan literasi sekolah.

Abstract. The School Literacy Movement (GLS) generally aims to develop the character of students by fostering a school
literacy ecosystem in the GLS so that they become lifelong learners. The purpose of this study was to evaluate the GLS
program in Kendal Regency based on the benchmark of the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia
Number 23 of 2015 concerning personality development using the Countenance Stake model. Collecting data using
observation, interview and documentation techniques. The data analysis technique used in this research is descriptive
qualitative. GLS planning is at a good level (72%), GLS implementation is at a good level (58%), there is a discrepancy
between GLS implementation and the basis of Permen no. 23 of 2015 in the Education and Culture Finance Sector, the results
of the Minimum Competency Assessment (AKM) test did not meet the required criteria with a timely achievement rate of
65% in the sufficient category. There is a contingency between the planning, implementation and results of AKM with all
categories.
Key words: countenance stake; evaluating; school literacy movement.

How to Cite: Ariyatun, A., Sudarmin, S., Wardani, S., Saptono, S. (2022). Evaluasi dan Analisis Program Gerakan Literasi
Sekolah pada Penilaian Kompetensi Minimal Siswa Menggunakan Model Countenance Stake. Prosiding Seminar Nasional
Pascasarjana, 2022, 167-175.

PENDAHULUAN Dalam pembacaan internasional PIRLS 2011,


Pada abad ke-21, keterampilan literasi siswa Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48
terikat dengan persyaratan keterampilan negara peserta dengan skor 428 dari total skor
membaca, yang mengarah pada kemampuan rata-rata 500 (Papanastasiou et al., 2011).
untuk memahami informasi secara analitis, kritis, Sementara itu, tes membaca PISA 2009
dan reflektif. Namun, belajar di sekolah pada menunjukkan siswa Indonesia berada di
waktu itu tidak dapat mencapai hal ini. Di tingkat peringkat 57 dengan skor 396 (skor rata-rata
sekolah menengah (15 tahun), pemahaman OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan
bacaan siswa Indonesia (bukan matematika dan siswa Indonesia berada di peringkat 64 dengan
sains) diuji oleh OECD (Organization for skor 396 (skor rata-rata OECD 493). Rata-rata
Economic Cooperation and Development) dalam OECD adalah 496) (Martin, 2018); (OECD,
International Program for Monitoring 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam
Achievement Students (PISA) (Bitar et al., 2017). PISA 2009 dan 2012. Baik data PIRLS maupun
Tes pemahaman membaca mengukur aspek PISA, khususnya pada keterampilan membaca
kemampuan memahami, menggunakan, dan pemahaman, menunjukkan kemahiran yang
merefleksikan hasil bacaan dalam bentuk tulisan. rendah di kalangan siswa Indonesia (Istiqomah et
al., 2019). Central Connecticut State University

167
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

melakukan World's Most Polluted Country Study yang tersedia), lingkungan sosial dan emosional
pada Maret 2016, menunjukkan bahwa negara (dukungan dan partisipasi aktif seluruh warga
dengan preferensi membaca di 61 negara adalah sekolah), dalam pelaksanaan kegiatan literasi,
Indonesia di peringkat 60. Fakta ini menunjukkan dan lingkungan sekolah (ada program literasi
preferensi membaca masyarakat Indonesia berada yang nyata). yang dapat dilaksanakan oleh
pada level yang lebih rendah (Khotimah et al., seluruh warga sekolah). (Widodo, 2020).
2018). Berdasarkan uraian tersebut, maka model
Rendahnya tingkat keterampilan tersebut penetapan harga yang sesuai digunakan dalam
menunjukkan bahwa proses pendidikan belum penelitian ini adalah model penetapan harga
mengembangkan kompetensi dan minat siswa ekuitas penahanan. Model penahanan mencakup
terhadap ilmu pengetahuan (Suharsana et al., matriks deskripsi dan matriks penilaian (Wood,
2021). Praktik pendidikan yang dilakukan di 2001); (Dewantara, 2017). Matriks Deskriptif
sekolah hingga saat ini juga menunjukkan bahwa terdiri dari Intensitas dan Pengamatan, sedangkan
sekolah belum beroperasi sebagai lembaga Matriks Pertimbangan meliputi Norma dan
pembelajaran yang menyebabkan semua Pertimbangan. Setiap matriks diperiksa dalam
warganya belajar untuk hayat (D. A. Sari, 2017); tiga tahap, yaitu pra-uang (pre/input), transaksi
(Ozgurler dan Cansaran, 2014); (Okur- (proses) dan hasil (Thanabalan et al., 2015);
Berberoglu, 2018). Untuk mengembangkan (Fadil, 2021); (Tompong & Jailani, 2019). Premis
sekolah sebagai lembaga pembelajaran, adalah kondisi sebelum proses yang dapat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempengaruhi hasil, transaksi adalah proses
membentuk Gerakan Literasi di Sekolah (GLS). interaktif yang terjadi antar komponen,
GLS merupakan upaya menyeluruh yang sedangkan hasil adalah hasil yang akan diperoleh
melibatkan seluruh warga sekolah (guru, siswa, setelah proses (Stake, 1967).
orang tua/wali) dan masyarakat, sebagai bagian Transaksi menghubungkan premis dengan
dari ekosistem pendidikan. Berdasarkan hal hasil. Tiga tahap evaluasi dilakukan pada matriks
tersebut, Kementerian Pendidikan dan deskripsi dan matriks ulasan (Sundoyo &
Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sumaryanto, 2012); (Saham, 1967). Jelaskan
di Sekolah (GLS) dengan partisipasi seluruh hasil model Pasak sebagai dampak penerapan
pemangku kepentingan di bidang pendidikan, program GLS. Nilai penilaian ini terletak pada
mulai dari satuan pendidikan tingkat menengah perbedaan antara menggambarkan tindakan dan
pusat, provinsi, kabupaten/kota (Tri, 2018). . keputusan yang konsisten dengan program GLS
Selain itu, keterlibatan faktor eksternal dan publik dalam hal asal, transaksi, dan hasil (Theresa,
yaitu orang tua mahasiswa, lulusan, masyarakat, 2018). Berdasarkan hal tersebut, kelebihan dari
dunia usaha dan industri juga menjadi komponen penilaian kesetaraan tatap muka adalah penilaian
penting pentingnya GLS. GLS mempromosikan didasarkan pada kebutuhan program yang
gerakan pengembangan kepribadian sebagaimana dievaluasi, sehingga dapat menggambarkan
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan program GLS yang kompleks yang dilaksanakan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. oleh sekolah, dan memiliki potensi besar untuk
Tujuan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) mendapatkan pengalaman. dan teori tentang
meliputi tujuan umum dan tujuan khusus (Tri, kurikulum yang dinilai. Berdasarkan uraian yang
2018); (DA Sari, 2017). Tujuan GLS secara disampaikan, penelitian ini bertujuan untuk
keseluruhan adalah untuk mengembangkan mengevaluasi program GLS di Kabupaten
karakter peserta didik dengan membina Kendal. Bahan referensi berdasarkan Peraturan
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
dalam GLS sehingga menjadi pembelajar Indonesia No. 23 Tahun 2015 tentang
sepanjang hayat. Tujuan khusus GLS adalah Pengembangan Kepribadian.
mengembangkan budaya literasi di sekolah, METODE
meningkatkan literasi penduduk dan lingkungan
sekolah, serta mengubah sekolah menjadi taman Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
belajar yang menyenangkan dan ramah anak. dengan model evaluasi yang digunakan sebagai
pengetahuan. dan menjaga keberlanjutan Coutenance Stake. Model penilaian masalah
akademik dengan memperkenalkan berbagai merupakan analisis proses evaluasi yang
buku untuk dibaca dan mengadopsi strategi yang menekankan pada dua jenis kegiatan, yaitu
berbeda. Ruang lingkup GLS meliputi deskripsi dan penilaian, serta membedakan tiga
lingkungan fisik sekolah (sarana dan prasarana fase dalam evaluasi program, yaitu: (1) persiapan

168
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

(latar belakang) dalam penelitian ini adalah Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 yang
perencanaan literasi sekolah. gerakan; (2) mengatur tentang pembinaan karakter dan
transaksi merupakan implementasi gerakan penilaian hakim. Model ini berfokus terutama
literasi di sekolah; dan (3) luaran dari program ini pada pandangan bahwa evaluator membuat
adalah kinerja siswa pada penilaian kompetensi keputusan tentang program yang sedang
minimal. Matriks deskriptif terkait intensitas dievaluasi. Desain penelitian ini menggunakan
program literasi sekolah dan observasinya di model penilaian Containment, seperti yang
sekolah. Matriks evaluasi yang terkait dengan ditunjukkan pada Gambar 1.
standar atau kriteria dalam hal ini adalah
Intens Observation Standart Judgment

R Congruence Antecedents
a
Contingencies
Contingencies

t
i Congruence
o Transaction
n
a
l Congruence Outcomes

Description Matrix Judgment Matrix


Gambar 1. Matrik Evaluasi Model Countenance Stake

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan disajikan dalam Matriks Retensi dalam tabel yang
secara deskriptif kualitatif. Data kualitatif mencakup Intensitas, Pengamatan, Norma, dan
dianalisis dengan menggunakan analisis tematik, Penilaian untuk masing-masing dari tiga
yaitu membandingkan data pada tiga tahap komponen program yang dikelompokkan
masalah, yaitu prauang, transaksi dan hasil dalam bersama dalam tabel matriks berdasarkan histori,
matriks deskriptif dengan norma-norma dalam transaksi, dan hasil. Selain itu, redundansi dan
matriks mempertimbangkan dan kemudian redundansi juga dianalisis.
menyimpulkan. Nilai persentase (%) yang telah Congruence (Kesesuaian)
dihitung kemudian dikonversikan ke dalam
bentuk kualitatif untuk menentukan ketepatan Hasil kajian untuk setiap periode evaluasi
waktu pencapaian. Tingkat klasifikasi dibagi disajikan dalam matriks Retensi pada tabel yang
menjadi 5 kriteria: sangat baik (> 80%), baik terdiri dari Intensitas, Observasi, Kriteria, dan
(60% -80%), baik (40% -60%), buruk (20% - Evaluasi untuk masing-masing dari 3 komponen
40%) dan sangat buruk (< 20%). ). Persentase program yang dikelompokkan dalam tabel
kelulusan menunjukkan seberapa efektif berdasarkan platform, transaksi dan hasil.
pelaksanaan program GLS di Kabupaten Kendal Analisis lebih lanjut berdasarkan konkurensi dan
dapat dicapai. Persentase skor pencapaian redundansi.
tersebut kemudian digunakan untuk 1. Komponen Antecedent
menggambarkan kesesuaian antara standar
program kerja GLS yang telah ditetapkan dengan Komponen yang dinilai dalam fasilitas ini
hasil yang ditemukan di lapangan. adalah program kegiatan gerakan literasi sekolah
yang menjadi tujuan kurikulum 2013. Berikut
matriks penahanan komponen sebelumnya
HASIL DAN PEMBAHASAN ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil studi untuk setiap periode penilaian

169
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

Tabel. 1. Countenance Matrix Antecedent


Description Matrix Judgment Matrix
Intens Observation Standard Judgments
Program Aktualitas Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Sebagian besar
Kerja dan ketercapaian Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 program kerja
Panduan GLS yang Tahun 2015, program kerja GLS minimal yang telah
GLS dibuat tim GLS terdiri dari tiga komponen, yaitu 1) dibuat tim GLS
Program sebanyak 72% Pendahuluan: latar belakang, pengertian, sudah sesuai
kerja yang kategori baik. ruang lingkup, tujuan, sasaran dan tujuan. ; dengan
dibuat sesuai Akan tetapi 2) Tahapan gerakan literasi di sekolah: Permendikbud
dengan belum semua komponen literasi, kegiatan pada tahapan No 23 tahun
panduan aktivitas dalam pembentukan, pengembangan, 2015.
pelaksanaan program GLS pembelajaran, tim literasi, pengelolaan
program sesuai dengan sarana dan prasarana lantai sekolah; 3)
gerakan kriteria yang monitoring dan evaluasi: indikator kinerja
literasi telah ditetapkan pada setiap tahapan.
sekolah di dalam
SMA Permendikbud
No 23 tahun
2015.

Tabel 1. Jelaskan bahwa rencana kerja atau Panduan ini ditujukan bagi guru sebagai pendidik
pedoman GLS yang dikembangkan oleh tim GLS dan pustakawan sebagai pendidik untuk
sudah tepat (72%). Sesuai dengan pengamatan, membantu mereka melaksanakan kegiatan literasi
matriks deskriptor ditemukan tidak sepenuhnya di sekolah menengah. Selain itu, kepala sekolah
memenuhi kriteria yang tercantum dalam perlu mengetahui isi panduan ini untuk
Permendikbud No. 23 Tahun 2015. Oleh karena membantu guru dan pustakawan memainkan
itu, untuk melaksanakan kegiatan GLS, perannya dalam kegiatan literasi di sekolah.
diperlukan panduan bab. dibuat. gerakan literasi 2. Komponen Transaction
sekolah (2016). Panduan GLS ini berisi
penjelasan tentang pelaksanaan kegiatan literasi Komponen yang dievaluasi pada
yang terbagi dalam tiga fase yaitu: pembentukan, Transaction ini adalah kegiatan pelaksanaan
pengembangan dan pembelajaran, serta tahapan GLS pada sekolah yang menjadi sasaran
pelaksanaan kegiatan dan beberapa contoh, Kurikulum 2013. Berikut ini disajikan
perangkat implementasi aktual terlampir. countenance matrix komponen transaction
Panduan ini ditujukan bagi kepala sekolah, guru, pada Tabel 2.
dan tenaga kependidikan untuk membantu
mereka melaksanakan kegiatan literasi di SMA.

Tabel 2. Countenance Matrix Transaction


Description Matrix Judgment Matrix
Intens Observation Standard Judgments
Pelaksanaan Realisasi Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Peran Tim Literasi
GLS implementasi dan Kebudayaan Republik Indonesia Sekolah dalam
Siswa dan GLS adalah Nomor 23 Tahun 2015, program kerja mengembangkan
guru dapat 57% Cukup. GLS terdiri dari tiga tahap, yaitu: kegiatan literasi
melaksanakan Tidak semua 1) Fase pembentukan kebiasaan: sekolah,
GLS sesuai siswa dan guru membaca selama 15 menit sehari, mengkoordinasikan
dengan menerapkan membaca sebagai perpustakaan, kegiatan
konsep dasar GLS sesuai membaca terbimbing, dan membaca pengembangan
Permendikbud dengan konsep mandiri. literasi sekolah
No 23 Tahun dasar dan 2) Tahap pengembangan: menulis bekerja sama
2015 tentang metrik resensi singkat buku yang dibaca di dengan kepala
penumbuhan keberhasilan majalah bacaan harian, resensi buku, sekolah,

170
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

budi pekerti yang penghargaan membaca, dan pustakawan, dan


diidentifikasi mengembangkan lingkungan literasi di guru kelas.
dalam Pokok- sekolah.
pokok 3) Fase pembelajaran: 15 menit
Permendikbud membaca sehari, Kegiatan literasi dalam
No. 23 Tahun pembelajaran dengan billing akademik,
2015. Menerapkan strategi yang berbeda untuk
pemahaman teks di semua mata
pelajaran, Menggunakan lingkungan
fisik, sosial dan emosional, dan
lingkungan sekolah disertai dengan
berbagai bacaan rich text selain buku
pelajaran untuk memperkaya
pengetahuan mata pelajaran dan
menulis biografi siswa di kelas sebagai
proyek kelas.

Tabel 3 menjelaskan bahwa kinerja aktual mengembangkan lingkungan literasi sekolah.


implementasi GLS termasuk dalam kategori Jika pada masa hidup sekolah mengutamakan
cukup (57%). Dari tabel juga terlihat bahwa tidak perbaikan lingkungan fisik, pada tahap
terdapat kesesuaian antara penerapan GLS di perkembangan ini sekolah dapat
sekolah dengan tahapan standar GLS menurut mengembangkan lingkungan sosial dan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan emosional.
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 No. Lingkungan sosial dan emosional dalam
Perbedaan ini terutama terdapat pada kegiatan suasana literasi sekolah antara lain mendorong
membaca 15 menit pada setiap tahapannya. sekolah untuk memberikan penghargaan atas
Membaca dapat dilakukan selama 15 menit setiap prestasi nonakademik siswa. Dalam hal ini,
hari pada awal pelajaran atau sesuai dengan sekolah harus memberikan penghargaan kepada
sekolah masing-masing. Hal ini menjadi salah siswa yang berprestasi dalam kegiatan literasi.
satu dasar dari fase settlement sebelum memasuki Selain itu, sekolah dapat menyelenggarakan
fase development dan learning. Operasi baca ini kegiatan yang menciptakan suasana kerjasama
memang ada di semua komponen baca dan tulis, dan apresiasi terhadap program literasi. Kegiatan
namun tidak bekerja secara maksimal. tahap pembelajaran dilaksanakan untuk
Pada tahap pembiasaan diharapkan kegiatan mendukung implementasi kurikulum 2013 yang
membaca ini didukung dengan pengembangan mewajibkan siswa membaca buku nonteks.
lingkungan belajar sastra yang baik. Seharusnya Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
lingkungan literasi di sekolah diarahkan pada tahap pembelajaran ini, antara lain: buku yang
pemerolehan dan pengembangan lingkungan dibaca sebagai buku budaya umum, hiburan,
fisik, seperti: buku-buku non-sekolah (novel, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga
kumpulan cerpen, buku IPA populer, majalah, dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu;
komik); pojok baca di kelas untuk dan memiliki tagihan akademik (terkait dengan
mengumpulkan bahan bacaan; dan poster topik) (Sari, 2018). Selama fase pembelajaran,
motivasi pentingnya membaca. Kegiatan literasi semua kegiatan yang dilakukan pada kegiatan
pada tahap pengembangan sama dengan kegiatan fase pengembangan selanjutnya dapat dilanjutkan
pada tahap inisiasi. Yang membedakan adalah sebagai bagian dari proses pembelajaran dan
kegiatan membaca selama 15 menit diikuti dinilai secara akademis. Selama fase
dengan kegiatan pelacakan perkembangan. Pada pembelajaran, semua kegiatan yang dilakukan
tahap perkembangan, siswa didorong untuk pada kegiatan fase pengembangan selanjutnya
melibatkan pikiran dan perasaan mereka dalam dapat dilanjutkan sebagai bagian dari proses
proses membaca melalui kegiatan lisan dan pembelajaran dan dinilai secara akademis.
tulisan yang membantu. Harus dipahami bahwa 3. Komponen Outcomes
produksi ini tidak dievaluasi secara akademis.
Untuk mendukung keberhasilan pengembangan Komponen yang dinilai dalam hasil ini adalah
membaca dan melacak 15 menit, sekolah perlu hasil tes Penilaian Kompetensi Minimum (AKM)

171
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

pada sekolah yang menjadi target kurikulum pada Tabel 3.


2013. Berikut adalah isi matriks komponen hasil

Tabel 3. Countenance Matrix Outcomes


Description Matrix Judgment Matrix
Intens Observation Standard Judgments
Hasil Uji Aktualitas ketercapaian hasil Hasil ROR dilaporkan dalam Guru diharapkan
Coba AKM uji coba AKM siswa empat kelompok yang menyesuaikan
Hasil uji sebanyak 32% kategori mewakili tingkat keterampilan pembelajarannya
coba AKM kurang baik dan terdapat yang berbeda. Urutan level sesuai tingkat
siswa sesuai pada urutan tingkat skill dari yang paling kecil kompetensi
dengan kompetensi “perlu intervensi adalah: murid.
tingkat khusus”. 1) Memerlukan intervensi
kompetensi khusus 2) Dasar
literasi dan 3) Bicara
numerasi. 4) Orang yang berwenang

Penilaian Keterampilan Minimum (AKM) yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat
adalah ujian yang menilai keterampilan dasar prestasi siswa. Untuk memastikan bahwa AKM
yang dibutuhkan oleh semua siswa untuk dapat mengukur kecakapan hidup yang esensial, juga
mengembangkan kemampuannya sendiri dan sejalan dengan pemahaman literasi dan numerasi
berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Ada dua yang telah dikomunikasikan sebelumnya,
keterampilan dasar yang diukur dengan AKM, pertanyaan AKM mengukur lebih dari sekadar
yaitu pemahaman membaca dan pemahaman topik atau konten. , tetapi juga mengukur konten
matematika (menomori). Dalam pemahaman yang berbeda, konteks yang berbeda dan pada
membaca dan matematika, keterampilan yang beberapa tingkatan. proses kognitif.
dinilai meliputi keterampilan berpikir logis- Body text menunjukkan jenis teks yang
sistematis, keterampilan menalar menggunakan digunakan, dalam hal ini dibagi menjadi dua
konsep dan pengetahuan yang dipelajari, kelompok yaitu informational text dan
keterampilan klasifikasi dan pengolahan placeholder text. Dalam Numeration, konten
informasi. AKM menyajikan masalah dalam dibagi menjadi empat kelompok, yaitu Bilangan,
berbagai konteks yang diharapkan dapat Pengukuran dan Geometri, Data dan
dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan Ketidakpastian, dan Aljabar. Tingkat kognitif
keterampilan membaca dan matematika mereka. menunjukkan proses berpikir yang diperlukan
AKM dimaksudkan untuk mengukur atau diperlukan untuk dapat memecahkan
kecakapan mendalam, bukan hanya kecakapan masalah atau masalah. Proses kognitif dalam
konten. Kefasihan membaca didefinisikan membaca dan berhitung dibagi menjadi tiga
sebagai kemampuan memahami, menggunakan, tingkatan. Dalam studi sastra, tingkatannya
mengevaluasi, dan merenungkan berbagai jenis adalah pencarian informasi, interpretasi dan
teks tertulis untuk mengembangkan kompetensi integrasi, evaluasi dan refleksi. Dari segi
pribadi sebagai warga negara Indonesia dan kuantitas, tiga tingkatan tersebut adalah
dunia, serta dapat berperan secara efektif pemahaman, manipulasi, dan penyimpulan.
memberikan kontribusi kepada masyarakat. Konteks menunjukkan aspek kehidupan atau
Matematika adalah kemampuan berpikir dengan situasi dari konten yang digunakan. Konteks
menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat dalam AKM terbagi menjadi tiga, yaitu personal,
matematika untuk memecahkan masalah sehari- sosiokultural dan ilmiah. Hasil ROR dilaporkan
hari dalam berbagai konteks berbeda yang dalam empat kelompok yang mewakili tingkat
relevan bagi individu warga negara Indonesia dan keterampilan yang berbeda. Urutan tingkat
warga dunia. Laporan Skor AKM dirancang keterampilan dari minimal adalah: 1) Intervensi
untuk memberikan informasi tentang tingkat khusus, 2) Dasar, 3) Mahir, 4) Mahir. Penjelasan
keterampilan siswa. Tingkat kompetensi ini dapat masing-masing tingkat kemahiran membaca dan
digunakan oleh guru mata pelajaran yang berbeda matematika disajikan pada Tabel 4.
untuk mengembangkan strategi pembelajaran

172
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

Tabel 4. Tingkat Kompetensi AKM


Tingkat Kompetensi AKM
Kompetensi Literasi Membaca Literasi Numerasi
Perlu Murid mampu mengaplikasikan Siswa hanya memiliki pengetahuan
Intervensi pengetahuan matematika yang matematika yang terbatas. Siswa
Khusus dimiliki dalam konteks yang lebih menunjukkan penguasaan sebagian
beragam konsep dan keterampilan komputer
yang terbatas.
Dasar Murid mampu mengaplikasikan Siswa memiliki keterampilan
pengetahuan matematika yang matematika dasar: perhitungan dasar
dimiliki dalam konteks yang lebih berupa persamaan langsung, konsep
beragam dasar yang berkaitan dengan geometri
dan statistik, dan memecahkan masalah
akal sehat sederhana.
Cakap Murid mampu mengaplikasikan Siswa dapat menerapkan pengetahuan
pengetahuan matematika yang matematika mereka dalam konteks yang
dimiliki dalam konteks yang lebih lebih beragam
beragam
Mahir Murid mampu mengaplikasikan Siswa dapat menerapkan pengetahuan
pengetahuan matematika yang matematika mereka dalam konteks yang
dimiliki dalam konteks yang lebih lebih beragam
beragam
(Sumber: Pusat Asesmen Dan Pembelajaran Badan Penelitian Dan Pengembangan Dan Perbukuan
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2020)

Dengan menggunakan informasi hasil AKM, kementerian dan/atau organisasi lain, termasuk
guru dapat mengembangkan strategi program non-pemerintah. Jadi literasi menjadi
pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Hasil unsur saling mendukung dengan program lain.
AKM dapat memberikan gambaran kepada guru Program Gerakan Literasi Sekolah merupakan
tentang dosis yang tepat untuk setiap "tingkat program Kementerian Pendidikan dan
pengajaran". Dengan strategi yang disesuaikan Kebudayaan Republik Indonesia yang bertujuan
dengan kondisi siswa, maka tugas atau untuk mengembangkan kepribadian peserta didik
pembelajaran yang diberikan juga relevan dengan dengan menumbuhkan ekosistem sekolah yang
kondisi siswa. Hasilnya, semangat belajar tetap terwujud dalam gerakan literasi literasi di sekolah
terjaga. Tidak dapat dihindari untuk merasa putus agar menjadi pembelajar sepanjang hayat.
asa karena tantangan atau tugas terlalu sederhana Berdasarkan hasil penelitian dokumen dan
atau merasa putus asa karena pekerjaan rumah wawancara, kami menemukan bahwa dasar
terlalu sulit, di luar jangkauan siswa. hukum program literasi sekolah adalah Peraturan
Contingency (Keterkaitan) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Prinsip Gerakan Literasi Nasional adalah Pengembangan Literasi Sekolah. (Nopilda &
berkelanjutan, terintegrasi dan melibatkan semua Kristiawan, 2018). Peraturan Menteri Pendidikan
pemangku kepentingan. Sebagai sebuah gerakan, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
literasi harus dilakukan secara terus menerus dan Tahun 2015 tentang pembinaan kepribadian
berkesinambungan, terlepas dari perubahan diperkuat dengan rencana strategis Kementerian
pemerintahan. Pemberantasan literasi harus Pendidikan dan Kebudayaan periode 2015-2019.
menjadi program prioritas Negara, yang selalu Buku Pedoman Pelaksanaan Program Literasi
dimobilisasi oleh seluruh lapisan masyarakat, Sekolah Menengah menjelaskan bahwa tahapan
tokoh masyarakat, tokoh masyarakat, agama, pelaksanaan kegiatan literasi dibagi menjadi tiga
ulama, pemuda, orang tua dan warga masyarakat tahap yaitu pembentukan, pengembangan, dan
untuk membentuk budaya literasi di sekolah dan pembelajaran. Ruang lingkup gerakan literasi di
keluarga. dan lingkungan masyarakat. sekolah menengah meliputi: lingkungan fisik
Pelaksanaan literasi harus terintegrasi dengan sekolah, lingkungan sosial dan emosional,
program-program yang dilaksanakan oleh lingkungan sekolah. Program literasi di sekolah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan menengah pertama memiliki tujuan umum dan

173
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

khusus. Tujuan umum dari program literasi menit sebelum pembelajaran dimulai tanpa
sekolah menengah adalah untuk mengembangkan kegiatan atau tagihan lebih lanjut. Namun dalam
kepribadian siswa melalui budaya ekosistem proses pelaksanaannya, ada kegiatan yang
literasi sekolah, yang tercermin dalam gerakan mengikuti setelah kegiatan membaca dan ada
literasi sekolah sehingga mereka dapat menjadi juga kegiatan membaca pemahaman yang
siswa, menjadi pembelajar sepanjang hayat dilakukan bersamaan dengan kegiatan
(Khotimah et al., 2018). pembelajaran. Berdasarkan data tersebut, dapat
Sementara itu, tujuan khusus Program disimpulkan bahwa kurangnya kegiatan dalam
Gerakan Literasi di Sekolah Menengah Pertama implementasi literasi di sekolah disebabkan
adalah mengembangkan budaya literasi di sekolah mengumpulkan informasi dari kantor,
sekolah, meningkatkan kapasitas literasi terkait dengan kebijakan atau program baru
masyarakat dan lingkungan sekolah, serta dalam bentuk Gerakan Literasi Sekolah, yang
menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang merupakan bacaan seperempat jam tanpa tagihan
menyenangkan dan ramah anak bagi warga atau pelacakan. Namun, sekolah harus aktif
sekolah. dapat mengelola pengetahuannya, mencari informasi tentang kebijakan atau
menjaga keberlanjutan pembelajarannya dengan program baru yang diperkenalkan oleh
menghadirkan berbagai macam buku bacaan, dan pemerintah agar sekolah dapat melaksanakan
mengadaptasi strategi membaca yang berbeda. program tersebut dengan rencana yang lebih
GLS adalah usaha atau kegiatan yang melibatkan sistematis.
warga sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, KESIMPULAN
tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite
sekolah, orang tua/wali siswa), ulama, penerbit, GLS adalah kegiatan atau komitmen yang
media, masyarakat (tokoh masyarakat dapat melibatkan warga sekolah, akademisi, penerbit,
mewakili keteladanan). , dunia usaha), dan pelaku media, masyarakat dan pemangku kepentingan
di bawah arahan Departemen Umum Pendidikan lainnya di bawah koordinasi Direktorat Jenderal
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Pendidikan Dasar dan Menengah oleh
dan sektor budaya. Upaya untuk mencapai hal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam
tersebut akan membentuk kebiasaan membaca di upaya agar siswa membaca 15 menit sebelum
kalangan siswa. Kebiasaan ini dilakukan dengan pelajaran dimulai. GLS dapat dilihat dari banyak
menggunakan 15 menit sebelum hari sekolah perspektif, termasuk pendidikan, komunikasi,
untuk membaca non-buku pelajaran (setiap hari). budaya, bahasa, pertumbuhan kognitif, dan
Setelah kebiasaan membaca terbentuk, maka pertumbuhan pengetahuan. Salah satu kegiatan
mengikuti tahapan perkembangan dan gerakan tersebut adalah “15 menit membaca
pembelajaran. Keanekaragaman aktivitas sebelum mulai belajar”. Kegiatan ini dilakukan
tersebut dapat merupakan kombinasi dari untuk menumbuhkan minat baca siswa dan
pengembangan keterampilan reseptif dan meningkatkan kemampuan membaca
produktif. Bahkan dalam waktu tertentu pemahaman untuk menguasai pengetahuan.
dilakukan penilaian agar dampak dari keberadaan Bahan bacaan mengandung nilai-nilai etika,
GLS dapat diketahui dan terus berkembang. GLS berupa kearifan lokal, nasional dan global, yang
harus mampu menggerakkan warga kampus, disampaikan sesuai dengan tahap perkembangan
pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk siswa.
memiliki, mengimplementasikan, dan REFERENSI
menjadikan gerakan ini sebagai bagian vital dari
kehidupan. Bitar, M., Pukthuanthong, K., & Walker, T. (2017).
Pedoman pelaksanaan gerakan literasi sekolah The effect of capital ratios on the risk,
diberikan kepada sekolah selain buku pedoman efficiency and profitability of banks:
literasi sekolah. Pihak sekolah telah mendapat Evidence from OECD countries. Journal of
arahan dari dinas bahwa gerakan literasi International Financial Markets, Institutions
dilakukan dengan menyelesaikan kegiatan and Moneyions & Money, 12(2).
membaca tanpa ada tagihan atau tracking. http://www.oecd-
Pedoman tersebut berdampak pada minimnya ilibrary.org/education/oecd-skills-outlook-
kegiatan dalam pelaksanaan Gerakan Budaya 2013_9789264204256-en
Sekolah. Karena pedoman ini, Gerakan Sekolah Dewantara, I. P. M. (2017). Stake Evaluation Model
dipahami hanya sebagai gerakan yang diisi (Countenance Model) in Learning Process
dengan kegiatan membaca selama lima belas Bahasa Indonesia At Ganesha University of

174
Ariyatun Ariyatun, et. al. / Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana UNNES 2022: 167-175

Educational. International Journal of Skripsi.


Language and Literature, 1(1), 19. Sari, I. R. (2018). Konsep Dasar Gerakan Literasi
https://doi.org/10.23887/ijll.v1i1.9615 Sekolah Pada Permendikbud Nomor 23
Fadil, Z. (2021). Evaluation Program Ma’had Ali Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi
Using Evaluation Model of Countenance Pekerti. Al-Bidayah: Jurnal Pendidikan
Stake. Psychology and Education Journal, Dasar Islam, 10(1), 89–100.
58. https://doi.org/10.14421/al-
http://psychologyandeducation.net/pae/inde bidayah.v10i1.131
x.php/pae/article/view/5299 Stake, R. E. (1967). The Countenance of
Istiqomah, H. N., Johan, R. C., & Susilana, R. Educational Evaluation. Teachers College
(2019). Implementasi Gerakan Literasi Record, 68(7), 523–540.
Sekolah (Studi Evaluasi tentang Gerakan Suharsana, I. K., Divayana, D. G. H., & Indrawan,
Literasi Sekolah di SMPN 2 Tarogong G. (2021). Evaluation of instrument testing
Kidul). Edulibinfo, 5(1). of change agents at denpasar high court with
Khotimah, K., Akbar, S., & Sa’dijah, C. (2018). stake model. Journal of Physics: Conference
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah. Series, 1810(1).
Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan https://doi.org/10.1088/1742-
Pengembangan, 3(11), 1488–1498. 6596/1810/1/012019
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/EISS Sundoyo, H., & Sumaryanto, T. (2012). Evaluasi
N: 2502-471X DOAJ-SHERPA/RoMEO- Program Pendidikan Sistem Ganda
Google Scholar-IPI%0AJurnal Berdasarkan Stake Countenance Model.
Martin, J. (2018). Skills for the 21st Century: Innovative Journal of Curriculum and
Findings and Policy Lessons from the OECD Educational Technology, 1(2).
Survey of Adult Skills. OECD Education Thanabalan, T. V., Siraj, S., & Alias, N. (2015).
Working Papers, No. 166. OECD Evaluation of a digital story pedagogical
Publishing, January, 166. module for the indigenous learners using the
https://dx.doi.org/10.1787/96e69229-en stake countenance model. Turkish Online
Nopilda, L., & Kristiawan, M. (2018). Gerakan Journal of Educational Technology, 14(2),
Literasi Sekolah Berbasis Pembelajaran 63–72.
Multiliterasi Sebuah Paradigma Pendidikan https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.01.557
Abad Ke- 21. JMKSP (Jurnal Manajemen, Theresa, J. G. (2018). The Evaluation of Post PT3
Kepemimpinan, Dan Supervisi Pendidikan), Program Using Stake’s Countenance Model.
3(2). Malaysian Journal of Social Sciences and
https://doi.org/10.31851/jmksp.v3i2.1862 Humanities (MJSSH), 3(4), 109.
Okur-Berberoglu, E. (2018). Development of an www.msocialsciences.com
ecoliteracy scale intended for adults and Tompong, B. N. K. J., & Jailani, J. (2019). An
testing an alternative model by structural evaluation of mathematics learning program
equation modelling. International Electronic at primary education using Countenance
Journal of Environmental Education, 8(1), Stake Evaluation model. Jurnal Penelitian
15–34. Dan Evaluasi Pendidikan, 23(2), 156–169.
Ozgurler, S., & Cansaran, A. (2014). Graduate https://doi.org/10.21831/pep.v23i2.16473
Students, Study of Environmental Literacy Tri, R. (2018). Evaluasi Program Derakan Literasi
and Sustainable Development. International Sekolah (GLS) Di Kabupaten Batang Tahun
Electronic Journal of Environmental 2018. RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi Dan
Education, 4(2), 71–83. Teknologi, 9(1), 48–61.
https://doi.org/10.18497/iejee-green.31036 Widodo, A. (2020). Implementasi Program
Papanastasiou, C., Plomp, T., & Papanastasiou, E. Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah
C. (2011). IEA 1958-2008: 50 Years of Menengah Pertama (SMP). Tarbawi : Jurnal
Experiences and Memories. International Ilmu Pendidikan, 16(1), 11–21.
Association for the Evaluation of https://doi.org/10.32939/tarbawi.v16i01.496
Educational Achievement Stichting IEA. Wood, B. B. (2001). Stake’s countenance model:
Sari, D. A. (2017). Evaluasi Program Literasi Evaluating an environmental education
Perspektif Teori CIPP (Context, Input, professional development course. Journal of
Process, Product) di SMP Negeri 4 Surabaya. Environmental Education, 32(2), 18–27.
.

175

Anda mungkin juga menyukai