Oleh
NIM. 19701261019
PASCASARJANA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai tantangan besar dalam bidang literasi saat ini. Sebuah hasil
survei yang dilakukan oleh Central Connecticut University di tahun 2016 menunjukkan
bahwa Indonesia berada di urutan ke 60 dari 61 negara dalam hal literasi. Penemuan ini
sejalan dengan survei sejenis yang dikomandani oleh PISA (Programme for International
menduduki urutan ke 64 dari 72 negara. Adapun hasil perolehan PISA dari kurun waktu lima
tahun antara 2012-2017 hanya mengalami peningkatan 1 poin untuk membaca yaitu 396 ke
397. Hal ini menunjukkan masih lemahnya siswa kita atau anak usia 9-14 tahun dalam
memahami informasi yang ada dalam suatu teks atau sumber bacaan. Bisa disimpulkan
bahwa minat baca dan keterampilan literasi anak Indonesia masih relative rendah. Tentunya
hasil survei tersebut membuat banyak pihak resah banyak pihak terutama pemerintah.
Berbagai program diupayakan untuk perbaikan tangkat literasi mereka salah satunya adalah
(GLS) yang sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berbagai kegiatan dilaksanakan di
sekolah untuk mendukung suksesnya gerakan tersebut. Salah satunya adalah program
membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai yang sudah diatur dalam Permendikbud no 23
tahun 2015. Program ini diterapkan pula di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Namun dalam
pelaksanaannya, program GLS masih perlu terus dievaluasi. Kegiatan 15 menit membaca
buku non pelajaran sebelum pembelajaran dimulai terkadang masih menjadi sebuah jadwal
yang tidak terealisasikan. Berbagai permasalahan seperti kurangnya sumber atau koleksi
2
buku, kurangnya konsistensi pelaksanaan program tersebut, serta masih rendahnya minat
baca siswa disinyalir sebagai faktor yang menjadi hambatan dalam gerakan tersebut.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maryani dan Maryam (2017) mencoba
yang mencoba menggali informasi terkait tujuan GLS, berbagai kegiatan GLS, faktor
pendukung dan penghambat GLS, dan dampak pelaksanaan GLS di sekolah tersebut. Di
tahun setelahnya, Vanbela, Fuad, dan Marini (2018) melakukan sebuah studi terkait
keterlaksanaan GLS di SDN Rorotan 05, Jakarta Utara. Dengan menggunakan model CIPP,
mereka berhasil menemukan data antara lain implementasi GLS di SD Rorotan sangat baik
yaitu 90.01%. Hal ini menunjukkan kesiapan siswa, guru dan warga sekolah untuk
mengimplementasikan program tersebut. Hal yang sama ditunjukkan oleh penelitian Hidaya
(2017) yang mendapatkan informasi bahwa pengimplementasian GLS di SMA 2 Blitar sudah
satu sekolah saja di jenjang SD dan SMA. Dengan hasil evaluasi yang menunjukkan
masih banyak sekolah yang belum mampu mengimplementasikan program tersebut secara
maksimal. Untuk itu, sebuah evaluasi program implementasi GLS di sekolah dengan karakter
yang berbeda dalam suatu lingkup wilayah masih diperlukan untuk mendapatkan data nyata
implementasi program GLS tersebut. Untuk itu, studi ini akan ditujukan untuk mengevaluasi
Negeri.
B. Deskripsi Program
3
Gerakan Literasi Sekolah diterapkan di setiap sekolah sebagai salah satu realisasi
program penumbuhan budi pekerti yang termaktub dalam Permendikbud 23 tahun 2015.
Program GLS mulai dicanangkan pada tahun ajaran 2016/2017 dan diberlakukan secara
nasional di seluruh jenjang Pendidikan dari SD, SMP, dan SMA. Adapun tujuan umum GLS
adalah menumbuh kembangkan budi pekerti siswa melalui pembiasaan literasi agar siswa
mampu menjadi masyarakat pembelajar. Sedangkan tujuan khusus GLS antara lain: (1)
penumbuhan budaya literasi sekolah, (2) peningkatan kapasitas warga sekolah yang literat,
(3) pembentukan sekolah ramah anak dan menjadi tempat belajar yang menyenangkan, dan
(4) penciptaan pembelajaran berkelanjutan dengan beragam teks dan strategi membaca.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan dalam GLS untuk jenjang SMP diatur dalam
Buku Pedoman GLS SMP (Kemdikbud, 2016). Dalam buku tersebut, kegiatan GLS di
jenjang SMP mencakup tiga tahap, yaitu: (1) pembiasaan, (2) pengembangan, dan (3)
pembelajaran.
literasi dengan cara menanggapi buku pengayaan. Sebagai contoh di tahap ini adalah
pelaksanaan kegiatan GLS dalam co-kurikuler dan dilanjutkan dengan aktivitas pemahaman
teks seperti graphic organizer atau biasanya dalam bentuk pohon literasi untuk portofolio
literasi di semua mata pelajaran. Pada tahapan ini, siswa dirangsang untuk bisa juga
memproduksi teks atau bacaan sehingga sering dikenal istilah literasi produktif.
C. Fokus Evaluasi
4
Evaluasi program GLS dalam studi ini difokuskan pada implementasi program dari
tahapan dan tujuan GLS, jenis kegiatan yang dilakukan dalam program GLS, faktor
pendukung dan penghambat implementasi program sampai pada dampak dari pelaksanaan
D. Tujuan Evaluasi
E. Manfaat Evaluasi
Studi ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis, studi ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi terkait
peningkatan literasi siswa melalui program Gerakan Literasi Sekolah dan mengetahui faktor-
Sedangkan secara praktis, studi ini diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap
1. Siswa
5
Hasil studi ini diharapkan mampu dipergunakan untuk memperbaiki pelaksanaan
program GLS di sekolah sehingga siswa bisa menjadi lebih terlibat secara aktif dan
2. Guru
Dari hasil studi ini guru bisa mendesain suatu kegiatan yang sesuai dengan tujuan
GLS disekolahnya dan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam pelaksanaan GLS.
3. Kepala Sekolah
kegiatan yang lebih efektif dalam implementasi GLS. Kepala sekolah juga mampu
4. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dan atau Kementrian Pendidikan dan
Dinas terkait atau kementrian mampu mendapatkan gambaran yang jelas tentang
implementasi GLS di lapangan dan bisa membuat kebijakan yang tepat untuk peningkatan
program tersebut.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
sebagai kemampuan membaca dan menulis untuk menyelesaikan berbagai tugas di sekolah
maupun di luar sekolah. Seiring perkembangannya, ada pergeseran tentang literasi. Pada
awalnya yang dimaksud dengan literat adalah kemampuan membaca kata, sedangkan kini
literasi lebih dianggap sebagai sebuah alat atau sarana untuk bisa berpartisipasi di masyarakat
teknologi abad 21. Definisi literasi mengalami pergeseran dari yang lama ke baru. Literasi
saat ini tidak hanya terkait dengan membaca dan menulis namun melibatkan perkembangan
teknologi dan informasi. Selain itu, beberapa ahli mengaitkan perubahan definisi literasi
Kress dan Kist mendefinisikan sebuah literasi baru yaitu cara modern untuk membaca
dan menulis berbagai jenis teks, yang menggabungkan kata, gambar, dan suara yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi atau menciptakan teks dalam
biasanya kombinasi berbagai bentuk presentasi seperti grafik, video, dan foto digital
(Tompkins, 2009:6).
Abad 21. Keterampilan Abad 21 dikenal dengan 4Cs yaitu: (1) Communication, (2)
Collaboration, (3) Critical Thinking, dan (4) Creativity. Communication dimaksudkan agar
7
pembelajaran atau suatu program literasi juga mampu memberikan kesempatan kepada siswa
memungkinkan siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama dengan teman untuk mencapai
membantu siswa untuk mengamati permasalahan dari sisi yang berbeda dan menggabungkan
menghasilkan sebuah karya inovasi dan penemuan hal baru (US department of education,
2016).
Gerakan Literasi Sekolah diterapkan di setiap sekolah sebagai salah satu realisasi
program penumbuhan budi pekerti yang termaktub dalam Permendikbud 23 tahun 2015.
Program GLS mulai dicanangkan pada tahun ajaran 2016/2017 dan diberlakukan secara
nasional di seluruh jenjang Pendidikan dari SD, SMP, dan SMA. Adapun tujuan umum GLS
adalah menumbuh kembangkan budi pekerti siswa melalui pembiasaan literasi agar siswa
mampu menjadi masyarakat pembelajar. Sedangkan tujuan khusus GLS antara lain: (1)
penumbuhan budaya literasi sekolah, (2) peningkatan kapasitas warga sekolah yang literat,
(3) pembentukan sekolah ramah anak dan menjadi tempat belajar yang menyenangkan, dan
(4) penciptaan pembelajaran berkelanjutan dengan beragam teks dan strategi membaca.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan dalam GLS untuk jenjang SMP diatur dalam
Buku Pedoman GLS SMP (Kemdikbud, 2016). Dalam pedoman, kegiatan GLS di jenjang
SMP mencakup tiga tahap, yaitu: (1) pembiasaan, (2) pengembangan, dan (3) pembelajaran.
pelaksanaan kegiatan GLS dalam co-kurikuler dan dilanjutkan dengan aktivitas pemahaman
teks seperti graphic organizer atau beberapa sekolah menggunakan bentuk pohon literasi
peningkatan kemampuan literasi di semua mata pelajaran. Pada tahapan ini, siswa dirangsang
untuk bisa juga memproduksi teks atau bacaan sehingga sering dikenal istilah literasi
produktif.
Tahapan Gerakan Literasi Sekolah terdiri atas tiga tahapan, yaitu: (a) pembiasaan, (b)
a. Tahapan pembiasaan
Tahapan pembiasaan ditujukan untuk: (1) peningkatan rasa suka terhadap kegiatan
membaca di luar waktu belajar mengajar, (2) peningkatan pemahaman bacaan, (3)
peningkatan kepercayaan diri sebagai seorang pembaca yang baik, dan (4)
membaca untuk kesenangan baik secara nyaring ataupun dalam hati. Untuk
diarahkan pada sarana prasarana fisik, antara lain: pengadaan buku non pelajaran baik
dalam bentuk novel, komik, majalah, dan sebagainya, pembuatan pojok baca di setiap
kelas, serta pengadaan poster-poster yang mampu memotivasi siswa untuk membaca.
Pelaksanaan Gerakan Literasi di tahap ini yang sangat akrab adalah kegiatan “15
awal sebelum pembelajaran, namun sebenarnya waktu yang diberikan bisa lebih
9
leluasa tergantung kepentingan tiap-tiap sekolah. Adapun indikator ketercapaian tahap
pembiasaan ini diatur dalam pedoman GLS (Kemdikbud, 2016: 17), yaitu:
satu semester.
4) Pendidik dan tenaga kependidikan serta kepala sekolah mampu menjadi model
5) Terdapat perpustakaan, pojok baca ataupun area baca yang nyaman dan
8) Seluruh area sekolah merupakan lingkungan yang bersih dan kaya teks atau
sumber bacaan.
9) Pelibatan masyarakat umum seperti alumni, orang tua dan lingkungan sekitar
untuk GLS.
b. Tahapan pengembangan
Tahapan ini sama seperti dengan tahapan sebelumnya namun ada sedikit
pengembangan berupa kegiatan tindak lanjut yang melibatkan emosi dan pikiran dan
berujung pada kegiatan produktif baik lisan maupun tulisan. Kegiatan dalam
pengembangan memerlukan waktu yang lebih banyak dari pada tahapan sebelumnya
sehingga disarankan kepada sekolah untuk menambah waktu dalam kegiatan co-
kurikuler misalnya.
10
Tujuan GLS di tahapan pengembangan adalah: (1) meningkatkan kemampuan
siswa dalam menanggapi teks atau sumber bacaan baik secara tulis maupun lisan; (2)
membangun interaksi antar siswa atau antara siswa dengan gurunya terkait teks yang
dibacanya; (3) mengajak siswa untuk berpikir analistis, kritis, kreatif dan inovatif; dan
(4) mendorong siswa untuk mencari hubungan antara buku bacaannya dengan
kehidupan sehari-harinya.
Contoh kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini antara lain: penulisan jurnal
harian berisi buku yang dibaca, pemberian tanggapan terhadap buku yang dibaca
secara tulis maupun lisan, pembuatan jurnal tanggapan terhadap buku, penggunaan
grafik desainer untuk menulis tanggapan, dan pengembangan iklim literasi sekolah.
Adapun indikator pencapaian pada tahapan ini diatur dalam pedoman GLS
7) Perpustakaan, pojok baca, dan are baca yang nyaman dengan koleksi bacaan
10) Adanya bahan yang kaya teks yang ada di lingkungan sekolah.
11
11) Adanya kegiatan akademik yang mendukung budaya literasi sekolah seperti
c. Tahapan pembelajaran
Dalam tahapan ini kegiatan literasi ditujukan untuk: (1) pengembangan kemampuan
memahami teks dan dikaitkan dengan pengalaman pribadi sehingga membentuk karakter
pembelajar sepanjang hayat; (2) pengembangan kemampuan berpikir kritis; dan (3)
pengelolaan kemampuan komunikasi secara kreatif dalam bentuk verbal, tulisan, visual
maupun digital dalam menanggapi teks atau buku bacaan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
beberapa kegiatan bisa dilakukan. Kegiatan tersebut antara lain: (1) kegiatan 15 menit
membaca yang terpadu dan diikuti kegiatan lain yang bisa ditagih dalam tagihan akademik
maupun non-akademik; (2) penggunaan berbagai strategi untuk memahami teks; dan (3) dan
pemanfaatan lingkungan dengan beragam bahan bacaan (visual, digital, cetak, auditori) yang
2) Kegiatan 15 menit membaca dilakukan setiap hari dengan kegiatan tindak lanjut
4) Kegiatan membaca buku non pelajaran yang terkait dengan mata pelajaran.
12
6) Siswa memeiliki portofolio berupa buku bacaan minimal 12 buku.
10) Penggunaan lingkungan yang kaya literasi untuk memperkaya pengetahuan dalam
pelajaran.
15) Adanya unjuk karya hasil berpikir kritis dan kreatif dalam perayaan hari bertema
literasi.
dalam pelajaran.
18) Sekolah bekerja sama dengan pihak luar untuk pengembangan literasi di sekolah.
Apabila seluruh indikator telah terpenuhi, sekolah atau kelas dapat mempertahankan
serta terus-menerus melakukan kreasi dan inovasi dan dapat menjadi contoh bagi sekolah-
sekolah lainnya.
13
Seperti telah disampaikan di pendahuluan, ada beberapa penelitian yang telah
dilakukan dalam mengevaluasi program Gerakan Literasi Sekolah ini. Penelitian tersebut
Studi ini dilakukan oleh Maryani dan Maryam (2017) dan berhasil menyingkap
informasi terkait Gerakan literasi di SD tersebut. Dalam studinya disebutkan bahwa: (1)
GLS yang diterapkan di sekolah sesuai dengan kebutuhan siswa; (2) GLS dilakukan
dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kelas berbintang, dan KBM serta sarana
prasarananya mendukung GLS; (3) siswa, guru, karyawan, orang tua, dan pemerintah
mendukung program GLS tersebut namun SDMnya masih kurang; (4) setelah
pelaksanaan GLS, minat baca siswa meningkat, ada jurnalis kelas, dan karakter siswa
juga lebih baik serta menerapkan 5S (Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun).
Di tahun 2018, Vanbela, Fuad, dan Marini melakukan sebuah studi terkait
antara lain implementasi GLS di SD Rorotan sangat baik yaitu 90.01%. Hal ini
program tersebut.
SMA 2 Blitar sudah baik atau sekitar 90.63% dari desain induk GLS.
C. Pertanyaan Evaluasi
14
2. Apa saja kegiatan dalam program GLS di sekolah tersebut?
tersebut?
15
BAB III
METODE EVALUASI
A. Jenis Evaluasi
Evaluasi ini merupakan sebuah evaluasi program literasi yang dicanangkan oleh
B. Model Evaluasi
Model evaluasi yang digunakan dalam studi ini adalah model CIPP yang terdiri
dari context, input, process, product (Widoyoko, 2017). Adapun kerangkanya akan
C. Pendekatan Evaluasi
16
D. Populasi dan Sampel/Subyek
Populasi dalam evaluasi ini adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama Negeri di
Gunungkidul yang terdiri atas 61 sekolah. Adapun sampelnya adalah 9 sekolah yang
dipilih secara terstrata mewakili tiga kelompok: atas, sedang, dan bawah. Adapun ke-9
1. SMPN 1 Wonosari
2. SMPN 1 Karangmojo
3. SMPN 2 Wonosari
4. SMPN 2 Purwosari
5. SMPN 2 Paliyan
6. SMPN 3 Gedangsari
7. SMPN 5 Panggang
8. SMPN 5 Patuk
9. SMPN 5 Ngawen
Adapun subyek dalam studi ini adalah: siswa, guru, pustakawan, dan kepala
sekolah.
Data dalam studi ini dikumpulkan dengan berbagai cara dan kemudian dianalisa
disesuaikan dengan jenis data yang didapatkan. Tabel 1 berikut menjelaskan tentang
Pengumpulan
1 Tahapan dan tujuan Angket Kepala Sekolah Statistik deskriptif
diharapkan 2016)
pendukung Siswa
4 Faktor pendukung angket Kepala Sekolah Statistic deskriptif
GLS Siswa
5 Hasil implementasi Observasi Siswa kualitatif
Wawancara
18
DAFTAR PUSTAKA
Hidaya, A.S. (2017). Evaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah (Studi Kasus di SMAN 2
Kemdikbud. (2017). Panduan Gerakan Literasi Nasional. Jakarta: Tim GLN Kemdikbud
Pilgrim, J dan Martinez, E.E. (2013). Defining Literacy in the 21st Century: A Guide to
Terminology and Skills. Texas Journal of Literacy Education 2013 Vol 1, Issue 1.
Tompskin, G.E. (2009). Literacy for the 21st Century: A Balanced Approach (5th Edition).
https://cms.azed.gov/home/GetDocumentFile?id=599f50953217e114608c673c pada
Vanbela,V.T., Fuad, N, dan Marini, A. (2018). Evaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah di
SDN Rorotan 05 Kota Jakarta Utara. Indonesian Journal of Primary Educarion Vol.
2 No 2. Pp 1-13
Widoyoko, S.E.P. (2017). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik
19