Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS)

DI SMP NEGERI DI GUNUNGKIDUL

Oleh

LAILY AMIN FAJARIYAH

NIM. 19701261019

PROGRAM STUDI S3 PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai tantangan besar dalam bidang literasi saat ini. Sebuah hasil

survei yang dilakukan oleh Central Connecticut University di tahun 2016 menunjukkan

bahwa Indonesia berada di urutan ke 60 dari 61 negara dalam hal literasi. Penemuan ini

sejalan dengan survei sejenis yang dikomandani oleh PISA (Programme for International

Student Assesment) di tahun sebelumnya, tahun 2015, yang menunjukkan Indonesia

menduduki urutan ke 64 dari 72 negara. Adapun hasil perolehan PISA dari kurun waktu lima

tahun antara 2012-2017 hanya mengalami peningkatan 1 poin untuk membaca yaitu 396 ke

397. Hal ini menunjukkan masih lemahnya siswa kita atau anak usia 9-14 tahun dalam

memahami informasi yang ada dalam suatu teks atau sumber bacaan. Bisa disimpulkan

bahwa minat baca dan keterampilan literasi anak Indonesia masih relative rendah. Tentunya

hasil survei tersebut membuat banyak pihak resah banyak pihak terutama pemerintah.

Berbagai program diupayakan untuk perbaikan tangkat literasi mereka salah satunya adalah

Gerakan Literasi Nasional atau disingkat GLN (Kemdikbud, 2017: 4).

Di sekolah, upaya implementasi GLN dilakukan melalui Gerakan Literasi Sekolah

(GLS) yang sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berbagai kegiatan dilaksanakan di

sekolah untuk mendukung suksesnya gerakan tersebut. Salah satunya adalah program

membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai yang sudah diatur dalam Permendikbud no 23

tahun 2015. Program ini diterapkan pula di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Namun dalam

pelaksanaannya, program GLS masih perlu terus dievaluasi. Kegiatan 15 menit membaca

buku non pelajaran sebelum pembelajaran dimulai terkadang masih menjadi sebuah jadwal

yang tidak terealisasikan. Berbagai permasalahan seperti kurangnya sumber atau koleksi
2
buku, kurangnya konsistensi pelaksanaan program tersebut, serta masih rendahnya minat

baca siswa disinyalir sebagai faktor yang menjadi hambatan dalam gerakan tersebut.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maryani dan Maryam (2017) mencoba

mengevaluasi program GLS yang diterapkan si SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta

yang mencoba menggali informasi terkait tujuan GLS, berbagai kegiatan GLS, faktor

pendukung dan penghambat GLS, dan dampak pelaksanaan GLS di sekolah tersebut. Di

tahun setelahnya, Vanbela, Fuad, dan Marini (2018) melakukan sebuah studi terkait

keterlaksanaan GLS di SDN Rorotan 05, Jakarta Utara. Dengan menggunakan model CIPP,

mereka berhasil menemukan data antara lain implementasi GLS di SD Rorotan sangat baik

yaitu 90.01%. Hal ini menunjukkan kesiapan siswa, guru dan warga sekolah untuk

mengimplementasikan program tersebut. Hal yang sama ditunjukkan oleh penelitian Hidaya

(2017) yang mendapatkan informasi bahwa pengimplementasian GLS di SMA 2 Blitar sudah

baik atau sekitar 90.63% dari desain induk GLS.

Ketiga penelitian terdahulu tersebut mencoba mengevaluasi implementasi GLS dalam

satu sekolah saja di jenjang SD dan SMA. Dengan hasil evaluasi yang menunjukkan

ketiganya sudah mengimplementasikan GLS dengan sangat baik. Sementara di lapangan,

masih banyak sekolah yang belum mampu mengimplementasikan program tersebut secara

maksimal. Untuk itu, sebuah evaluasi program implementasi GLS di sekolah dengan karakter

yang berbeda dalam suatu lingkup wilayah masih diperlukan untuk mendapatkan data nyata

implementasi program GLS tersebut. Untuk itu, studi ini akan ditujukan untuk mengevaluasi

implementasi GLS di wilayah Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta untuk jenjang SMP

Negeri.

B. Deskripsi Program
3
Gerakan Literasi Sekolah diterapkan di setiap sekolah sebagai salah satu realisasi

program penumbuhan budi pekerti yang termaktub dalam Permendikbud 23 tahun 2015.

Program GLS mulai dicanangkan pada tahun ajaran 2016/2017 dan diberlakukan secara

nasional di seluruh jenjang Pendidikan dari SD, SMP, dan SMA. Adapun tujuan umum GLS

adalah menumbuh kembangkan budi pekerti siswa melalui pembiasaan literasi agar siswa

mampu menjadi masyarakat pembelajar. Sedangkan tujuan khusus GLS antara lain: (1)

penumbuhan budaya literasi sekolah, (2) peningkatan kapasitas warga sekolah yang literat,

(3) pembentukan sekolah ramah anak dan menjadi tempat belajar yang menyenangkan, dan

(4) penciptaan pembelajaran berkelanjutan dengan beragam teks dan strategi membaca.

Sedangkan kegiatan yang dilakukan dalam GLS untuk jenjang SMP diatur dalam

Buku Pedoman GLS SMP (Kemdikbud, 2016). Dalam buku tersebut, kegiatan GLS di

jenjang SMP mencakup tiga tahap, yaitu: (1) pembiasaan, (2) pengembangan, dan (3)

pembelajaran.

Pada tahapan pembiasaan, dilaksanakan pembiasaan membaca buku non-pelajaran

selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai (Permendikbud 23 tahun 2015). Sedangkan

pada tahapan selanjutnya, pengembangan, bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan

literasi dengan cara menanggapi buku pengayaan. Sebagai contoh di tahap ini adalah

pelaksanaan kegiatan GLS dalam co-kurikuler dan dilanjutkan dengan aktivitas pemahaman

teks seperti graphic organizer atau biasanya dalam bentuk pohon literasi untuk portofolio

membaca. Di tahap ketiga, pembelajaran, GLS dilakukan dengan peningkatan kemampuan

literasi di semua mata pelajaran. Pada tahapan ini, siswa dirangsang untuk bisa juga

memproduksi teks atau bacaan sehingga sering dikenal istilah literasi produktif.

C. Fokus Evaluasi

4
Evaluasi program GLS dalam studi ini difokuskan pada implementasi program dari

tahapan dan tujuan GLS, jenis kegiatan yang dilakukan dalam program GLS, faktor

pendukung dan penghambat implementasi program sampai pada dampak dari pelaksanaan

program GLS tersebut di sekolah.

D. Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi mencoba menjawab pertanyaan yang dirumuskan, yaitu:

1. Mendeskripsikan tahapan dan tujuan GLS manakah yang diterapkan di sekolah.

2. Mendeskripsikan kegiatan dalam program GLS di sekolah.

3. Menyingkap faktor pendukung dan penghambat implementasi GLS di sekolah.

4. Menyingkap dampak implementasi program GLS terhadap budaya literasi siswa.

E. Manfaat Evaluasi

Studi ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

Secara teoritis, studi ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi terkait

peningkatan literasi siswa melalui program Gerakan Literasi Sekolah dan mengetahui faktor-

faktor pendukung dan penghambat implementasi gerakan tersebut.

Sedangkan secara praktis, studi ini diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap

kelompok berikut ini:

1. Siswa

5
Hasil studi ini diharapkan mampu dipergunakan untuk memperbaiki pelaksanaan

program GLS di sekolah sehingga siswa bisa menjadi lebih terlibat secara aktif dan

merasakan manfaat dari GLS.

2. Guru

Dari hasil studi ini guru bisa mendesain suatu kegiatan yang sesuai dengan tujuan

GLS disekolahnya dan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam pelaksanaan GLS.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah diharapkan mampu membuat kebijakan pelaksanaan program atau

kegiatan yang lebih efektif dalam implementasi GLS. Kepala sekolah juga mampu

meningkatkan factor pendukung dan menguranagi penghambat implementasi GLS.

4. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dan atau Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia

Dinas terkait atau kementrian mampu mendapatkan gambaran yang jelas tentang

implementasi GLS di lapangan dan bisa membuat kebijakan yang tepat untuk peningkatan

program tersebut.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Literasi dan Keterampilan Abad 21

Pada awalnya, literasi atau literacy dalam konteks pembelajaran diterjemahkan

sebagai kemampuan membaca dan menulis untuk menyelesaikan berbagai tugas di sekolah

maupun di luar sekolah. Seiring perkembangannya, ada pergeseran tentang literasi. Pada

awalnya yang dimaksud dengan literat adalah kemampuan membaca kata, sedangkan kini

literasi lebih dianggap sebagai sebuah alat atau sarana untuk bisa berpartisipasi di masyarakat

teknologi abad 21. Definisi literasi mengalami pergeseran dari yang lama ke baru. Literasi

saat ini tidak hanya terkait dengan membaca dan menulis namun melibatkan perkembangan

teknologi dan informasi. Selain itu, beberapa ahli mengaitkan perubahan definisi literasi

terkait keberagaman medianya (Pilgrim dan Martinez, 2013).

Kress dan Kist mendefinisikan sebuah literasi baru yaitu cara modern untuk membaca

dan menulis berbagai jenis teks, yang menggabungkan kata, gambar, dan suara yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi atau menciptakan teks dalam

membermaknai, mengeksplorasi dunianya, dan menceritakan kehidupannya. Teks ini

biasanya kombinasi berbagai bentuk presentasi seperti grafik, video, dan foto digital

(Tompkins, 2009:6).

Dalam kaitannya dengan keterampilan di Abad 21 ini, keterampilan literasi tersebut

bisa diajarkan dengan memperhatikan keterampilan yang disarankan dalam pembelajaran

Abad 21. Keterampilan Abad 21 dikenal dengan 4Cs yaitu: (1) Communication, (2)

Collaboration, (3) Critical Thinking, dan (4) Creativity. Communication dimaksudkan agar
7
pembelajaran atau suatu program literasi juga mampu memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengkomunikasikan pemikirannya, idenya, pertanyaannya, dan solusi. Collaboration

memungkinkan siswa untuk berkolaborasi dan bekerjasama dengan teman untuk mencapai

tujuannya dengan menggunakan bakat, keahlian, dan pengetahuannya. Critical thinking

membantu siswa untuk mengamati permasalahan dari sisi yang berbeda dan menggabungkan

pembelajaran lintas subyek/ mapel. Sedangkan creativity menuntun siswa untuk

menghasilkan sebuah karya inovasi dan penemuan hal baru (US department of education,

2016).

2. Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah diterapkan di setiap sekolah sebagai salah satu realisasi

program penumbuhan budi pekerti yang termaktub dalam Permendikbud 23 tahun 2015.

Program GLS mulai dicanangkan pada tahun ajaran 2016/2017 dan diberlakukan secara

nasional di seluruh jenjang Pendidikan dari SD, SMP, dan SMA. Adapun tujuan umum GLS

adalah menumbuh kembangkan budi pekerti siswa melalui pembiasaan literasi agar siswa

mampu menjadi masyarakat pembelajar. Sedangkan tujuan khusus GLS antara lain: (1)

penumbuhan budaya literasi sekolah, (2) peningkatan kapasitas warga sekolah yang literat,

(3) pembentukan sekolah ramah anak dan menjadi tempat belajar yang menyenangkan, dan

(4) penciptaan pembelajaran berkelanjutan dengan beragam teks dan strategi membaca.

Sedangkan kegiatan yang dilakukan dalam GLS untuk jenjang SMP diatur dalam

Buku Pedoman GLS SMP (Kemdikbud, 2016). Dalam pedoman, kegiatan GLS di jenjang

SMP mencakup tiga tahap, yaitu: (1) pembiasaan, (2) pengembangan, dan (3) pembelajaran.

Pada tahapan pembiasaan, dilaksanakan pembiasaan membaca buku non-pelajaran

selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai (Permendikbud 23 tahun 2015). Sedangkan

pada tahapan selanjutnya, pengembangan, bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan


8
literasi dengan cara menanggapi buku pengayaan. Sebagai contoh di tahap ini adalah

pelaksanaan kegiatan GLS dalam co-kurikuler dan dilanjutkan dengan aktivitas pemahaman

teks seperti graphic organizer atau beberapa sekolah menggunakan bentuk pohon literasi

untuk portofolio membaca. Di tahap ketiga, pembelajaran, GLS dilakukan dengan

peningkatan kemampuan literasi di semua mata pelajaran. Pada tahapan ini, siswa dirangsang

untuk bisa juga memproduksi teks atau bacaan sehingga sering dikenal istilah literasi

produktif.

3. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah dan Indikator Ketercapaiannya

Tahapan Gerakan Literasi Sekolah terdiri atas tiga tahapan, yaitu: (a) pembiasaan, (b)

pengembangan, dan (c) pembelajaran. Adapun penjelasan masing-masing tahapan adalah

sebagai berikut (Kemdikbud, 2016):

a. Tahapan pembiasaan

Tahapan pembiasaan ditujukan untuk: (1) peningkatan rasa suka terhadap kegiatan

membaca di luar waktu belajar mengajar, (2) peningkatan pemahaman bacaan, (3)

peningkatan kepercayaan diri sebagai seorang pembaca yang baik, dan (4)

penumbuhkembangan pemakaian berbagai sumber bacaan.

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan pembiasaan ini merupakan kegiatan

membaca untuk kesenangan baik secara nyaring ataupun dalam hati. Untuk

mendukung pelaksanaan kegiatan membaca di tahapan ini, iklim literasi sekolah

diarahkan pada sarana prasarana fisik, antara lain: pengadaan buku non pelajaran baik

dalam bentuk novel, komik, majalah, dan sebagainya, pembuatan pojok baca di setiap

kelas, serta pengadaan poster-poster yang mampu memotivasi siswa untuk membaca.

Pelaksanaan Gerakan Literasi di tahap ini yang sangat akrab adalah kegiatan “15

menit membaca buku non pelajaran”. Untuk beberapa sekolah, menjadwalkannya di

awal sebelum pembelajaran, namun sebenarnya waktu yang diberikan bisa lebih

9
leluasa tergantung kepentingan tiap-tiap sekolah. Adapun indikator ketercapaian tahap

pembiasaan ini diatur dalam pedoman GLS (Kemdikbud, 2016: 17), yaitu:

1) Adanya kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran.

2) Kegiatan 15 membaca tersebut telah diimplementasikan selama setidaknya

satu semester.

3) Siswa memiliki jurnal baca harian.

4) Pendidik dan tenaga kependidikan serta kepala sekolah mampu menjadi model

dalam kegiatan 15 membaca tersebut.

5) Terdapat perpustakaan, pojok baca ataupun area baca yang nyaman dan

menyajikan buku non-pelajaran yang memadai.

6) Ada poster-poster yang mengajak warga sekolah untuk membaca.

7) Ada teks yang terpampang di setiap kelas.

8) Seluruh area sekolah merupakan lingkungan yang bersih dan kaya teks atau

sumber bacaan.

9) Pelibatan masyarakat umum seperti alumni, orang tua dan lingkungan sekitar

untuk GLS.

10) Kepala sekolah melaksanakan dan mendukung Gerakan literasi.

b. Tahapan pengembangan

Tahapan ini sama seperti dengan tahapan sebelumnya namun ada sedikit

pengembangan berupa kegiatan tindak lanjut yang melibatkan emosi dan pikiran dan

berujung pada kegiatan produktif baik lisan maupun tulisan. Kegiatan dalam

pengembangan memerlukan waktu yang lebih banyak dari pada tahapan sebelumnya

sehingga disarankan kepada sekolah untuk menambah waktu dalam kegiatan co-

kurikuler misalnya.

10
Tujuan GLS di tahapan pengembangan adalah: (1) meningkatkan kemampuan

siswa dalam menanggapi teks atau sumber bacaan baik secara tulis maupun lisan; (2)

membangun interaksi antar siswa atau antara siswa dengan gurunya terkait teks yang

dibacanya; (3) mengajak siswa untuk berpikir analistis, kritis, kreatif dan inovatif; dan

(4) mendorong siswa untuk mencari hubungan antara buku bacaannya dengan

kehidupan sehari-harinya.

Contoh kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini antara lain: penulisan jurnal

harian berisi buku yang dibaca, pemberian tanggapan terhadap buku yang dibaca

secara tulis maupun lisan, pembuatan jurnal tanggapan terhadap buku, penggunaan

grafik desainer untuk menulis tanggapan, dan pengembangan iklim literasi sekolah.

Adapun indikator pencapaian pada tahapan ini diatur dalam pedoman GLS

(Kemdikbud, 2016: 36), yaitu:

1) Adanya kegiatan 15 menit membaca.

2) Adanya kegiatan tindak lanjut berupa pemberian tanggapan secara tulis

maupun lisan terhadap buku bacaan.

3) Adanya portofolio jurnal buku bacaan.

4) Guru terlibat sebagai model dalam pelaksanaan Gerakan 15 menit membaca.

5) Tagihan lisan maupun tulisan untuk penilaian non akademik.

6) Pemajangan jurnal bacaan di kelas atau lingkungan sekolah.

7) Perpustakaan, pojok baca, dan are baca yang nyaman dengan koleksi bacaan

dimanfaatkan oleh siswa.

8) Adanya penghargaan untuk prestasi siswa dalam literasi.

9) Ada poster yang memotivasi untuk membaca.

10) Adanya bahan yang kaya teks yang ada di lingkungan sekolah.

11
11) Adanya kegiatan akademik yang mendukung budaya literasi sekolah seperti

perpustakaan keliling atau kunjungan ke perpustakaan.

12) Adanya perayaan hari bertema literasi.

13) Adanya tim literasi sekolah.

c. Tahapan pembelajaran

Tahapan terakhir dalam Gerakan Literasi Sekolah adalah tahapan pembelajaran.

Dalam tahapan ini kegiatan literasi ditujukan untuk: (1) pengembangan kemampuan

memahami teks dan dikaitkan dengan pengalaman pribadi sehingga membentuk karakter

pembelajar sepanjang hayat; (2) pengembangan kemampuan berpikir kritis; dan (3)

pengelolaan kemampuan komunikasi secara kreatif dalam bentuk verbal, tulisan, visual

maupun digital dalam menanggapi teks atau buku bacaan. Untuk mencapai tujuan tersebut,

beberapa kegiatan bisa dilakukan. Kegiatan tersebut antara lain: (1) kegiatan 15 menit

membaca yang terpadu dan diikuti kegiatan lain yang bisa ditagih dalam tagihan akademik

maupun non-akademik; (2) penggunaan berbagai strategi untuk memahami teks; dan (3) dan

pemanfaatan lingkungan dengan beragam bahan bacaan (visual, digital, cetak, auditori) yang

kaya literasi untuk memperkaya pengetahuan pembelajaran.

Adapun indikator ketercapaian dalam tahapan pembelajaran ini disampaikan dalam

panduan GLS (Kemdikbud, 2016: 38-40), yaitu:

1) Kegiatan membaca selain 15-menit membaca sudah membudaya dan tampak

dilakukan oleh seluruh warga sekolah.

2) Kegiatan 15 menit membaca dilakukan setiap hari dengan kegiatan tindak lanjut

yang bertagihan akademik aaupun non-akademik.

3) Adanya pengembangan strategi membaca.

4) Kegiatan membaca buku non pelajaran yang terkait dengan mata pelajaran.

5) Adanya kegiatan tindak lanjut berupa tanggapan lisan maupun tulis.

12
6) Siswa memeiliki portofolio berupa buku bacaan minimal 12 buku.

7) Penggunaan berbagai strategi membaca untuk pemahaman teks.

8) Guru terlibat dalam kegiatan membaca.

9) Tagihan lisan dan tulisan yang digunakan untuk penilaian akademik.

10) Penggunaan lingkungan yang kaya literasi untuk memperkaya pengetahuan dalam

pelajaran.

11) Jurnal bacaan siswa dipajang di kelas/ koridor kelas.

12) Adanya penghargaan atas prestasi siswa dalam literasi.

13) Ada poster-poster yang mendukung GLS.

14) Ada bahan kaya teks terkait mata pelajaran di kelas.

15) Adanya unjuk karya hasil berpikir kritis dan kreatif dalam perayaan hari bertema

literasi.

16) Perpustakaan menyediakan buku non pelajaran yang menunjang pengetahuan

dalam pelajaran.

17) Tim literasi sekolah merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Gerakan

literasi di sekolah tersebut.

18) Sekolah bekerja sama dengan pihak luar untuk pengembangan literasi di sekolah.

Apabila seluruh indikator telah terpenuhi, sekolah atau kelas dapat mempertahankan

serta terus-menerus melakukan kreasi dan inovasi dan dapat menjadi contoh bagi sekolah-

sekolah lainnya.

B. Penelitian yang Relevan

13
Seperti telah disampaikan di pendahuluan, ada beberapa penelitian yang telah

dilakukan dalam mengevaluasi program Gerakan Literasi Sekolah ini. Penelitian tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi program GLS di SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta

Studi ini dilakukan oleh Maryani dan Maryam (2017) dan berhasil menyingkap

informasi terkait Gerakan literasi di SD tersebut. Dalam studinya disebutkan bahwa: (1)

GLS yang diterapkan di sekolah sesuai dengan kebutuhan siswa; (2) GLS dilakukan

dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, kelas berbintang, dan KBM serta sarana

prasarananya mendukung GLS; (3) siswa, guru, karyawan, orang tua, dan pemerintah

mendukung program GLS tersebut namun SDMnya masih kurang; (4) setelah

pelaksanaan GLS, minat baca siswa meningkat, ada jurnalis kelas, dan karakter siswa

juga lebih baik serta menerapkan 5S (Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun).

2. Evaluasi program GLS di GLS di SDN Rorotan 05, Jakarta Utara

Di tahun 2018, Vanbela, Fuad, dan Marini melakukan sebuah studi terkait

keterlaksanaan. Dengan menggunakan model CIPP, mereka berhasil menemukan data

antara lain implementasi GLS di SD Rorotan sangat baik yaitu 90.01%. Hal ini

menunjukkan kesiapan siswa, guru dan warga sekolah untuk mengimplementasikan

program tersebut.

3. Evaluasi program GLS di GLS di SMA 2 Blitar

Hidaya (2017) yang mendapatkan informasi bahwa pengimplementasian GLS di

SMA 2 Blitar sudah baik atau sekitar 90.63% dari desain induk GLS.

C. Pertanyaan Evaluasi

Pertanyaan dalam studi ini bisa dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah tahapan dan tujuan GLS di sekolah tersebut?

14
2. Apa saja kegiatan dalam program GLS di sekolah tersebut?

3. Apakah faktor pendukung dan penghambat implementasi GLS di sekolah

tersebut?

4. Apakah dampak implementasi program GLS terhadap budaya literasi siswa?

15
BAB III

METODE EVALUASI

A. Jenis Evaluasi

Evaluasi ini merupakan sebuah evaluasi program literasi yang dicanangkan oleh

pemerintah yaitu Gerakan Literasi Sekolah.

B. Model Evaluasi

Model evaluasi yang digunakan dalam studi ini adalah model CIPP yang terdiri

dari context, input, process, product (Widoyoko, 2017). Adapun kerangkanya akan

ditampilkan dalam Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Kerangka Model CIPP dalam Evaluasi Program GLS

C. Pendekatan Evaluasi

Evaluasi program GLS di Kabupaten Gunungkidul ini akan dilakukan dengan

melakukan metode kombinasi campuran.

16
D. Populasi dan Sampel/Subyek

Populasi dalam evaluasi ini adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama Negeri di

Gunungkidul yang terdiri atas 61 sekolah. Adapun sampelnya adalah 9 sekolah yang

dipilih secara terstrata mewakili tiga kelompok: atas, sedang, dan bawah. Adapun ke-9

sekolah tersebut antara lain:

1. SMPN 1 Wonosari

2. SMPN 1 Karangmojo

3. SMPN 2 Wonosari

4. SMPN 2 Purwosari

5. SMPN 2 Paliyan

6. SMPN 3 Gedangsari

7. SMPN 5 Panggang

8. SMPN 5 Patuk

9. SMPN 5 Ngawen

Adapun subyek dalam studi ini adalah: siswa, guru, pustakawan, dan kepala

sekolah.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data dalam studi ini dikumpulkan dengan berbagai cara dan kemudian dianalisa

disesuaikan dengan jenis data yang didapatkan. Tabel 1 berikut menjelaskan tentang

teknik pengumpulan data dan analisisnya.

Tabel 1. Teknik pengumpulan data dan Analisis Data


17
No Jenis data Teknik Sumber Data Analisis Data

Pengumpulan
1 Tahapan dan tujuan Angket Kepala Sekolah Statistik deskriptif

GLS yang Ceklist (Kemdikbud, Guru

diharapkan 2016)

Rating & wawancara Siswa kualitatif


2 Jenis kegiatan GLS Angket Kepala Sekolah Statistic deskriptif

Sarana prasarana wawancara Guru kualitatif

pendukung Siswa
4 Faktor pendukung angket Kepala Sekolah Statistic deskriptif

dan penghambat Guru

GLS Siswa
5 Hasil implementasi Observasi Siswa kualitatif

Wawancara

18
DAFTAR PUSTAKA

Hidaya, A.S. (2017). Evaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah (Studi Kasus di SMAN 2

Blitar). Skripsi UIN Sunan Kalijaga.

Kemdikbud. (2017). Panduan Gerakan Literasi Nasional. Jakarta: Tim GLN Kemdikbud

Kemendikbud. (2016). Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama.

Jakarta: Dirjen dikdasmen kemdikbud

Maryani, I. dan Maryam, S. (2017). Evaluasi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SD

Muhammadiyah Wirobraja 3 Kota Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Peran

Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan Karakter. Pp 93-100.

Permendikbud No 2 tahun 2016 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Pilgrim, J dan Martinez, E.E. (2013). Defining Literacy in the 21st Century: A Guide to

Terminology and Skills. Texas Journal of Literacy Education 2013 Vol 1, Issue 1.

Tompskin, G.E. (2009). Literacy for the 21st Century: A Balanced Approach (5th Edition).

New York: Pearson

US Department of Education (2016). The 4c’s to 21 Century Skills. Diakses dari

https://cms.azed.gov/home/GetDocumentFile?id=599f50953217e114608c673c pada

tanggal 10 Desember 2017 jam 08.46

Vanbela,V.T., Fuad, N, dan Marini, A. (2018). Evaluasi Program Gerakan Literasi Sekolah di

SDN Rorotan 05 Kota Jakarta Utara. Indonesian Journal of Primary Educarion Vol.

2 No 2. Pp 1-13

Widoyoko, S.E.P. (2017). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik

dan calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

19

Anda mungkin juga menyukai