Anda di halaman 1dari 16

1

TUGAS MATA KULIAH PERPAJAKAN INTERNASIONAL

PAJAK ROYALTI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah perpajakan internasional

Kelompok 1

Hani Nurfadilla 31119040

Khurul Aini 31119053

Ratu Hana Apipah 31119098

Restiani 31119086

Yayah Kholiyah 31119121

A2 AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SERANG RAYA


2

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang merupakan
tugas dari mata kuliah Audit Perpajakan

Dalam penyusunan makalah ini tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Herman
Wijaya, SE, M.Ak dan keluarga, teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan akhir kata, kami mengucapkan
banyak terimakasih, semoga makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kita semua.
3

DAFTAR ISI
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Setiap negara biasanya memiliki undang-undang perpajakannya sendiri, yang

fungsinya antara lain yaitu fungsi budgetary, yaitu menghimpun penerimaan negara

dari masyarakat sebagai dana pembiayaan fungsi pembangunan sistem atau prinsip

perpajakan yang dianut oleh suatu negara akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

lain oleh falsafah bangsa yang bersangkutan dan kebijakan-kebijakanyang

berhubungan dengan pemberian dorongan investasi kepada sektor-sektor tertentu.

Dari segi kekuatan modalnya negara-negara didunia ini dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu capital exporting dan capital importing countries. Yang dimaksud

capital exportir adalah negara-negara yang sudah maju ,yang membutuhkan pasar lain

sebagai tempat ekspansi bagi modal yang dimilikinya. Sebaliknya capital importing

countries adalah negara yang kekurangan modal, sehingga ia perlu mengimpor modal

untuk mendorong kegiatan ekonominya. Kedua kelompok tersebut, cepat atau lambat,

akan saling berhubungan melalui pemasukan modal. Tetapi sering kali arus ini

terhambat oleh sistem perpajakan yang berbeda. Artinya, sistem perpajakan yang

berlainan tersebut menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda terhadap

penghasilan orang atau badan yang sama. Keadaan ini akan menghambat keinginan

untuk melakukan investasi di luar negeri. Jika masing-masing negara menerapkan

undang-undang pajak nasionalnya,tanpa da usaha untuk mengurangi resiko terjadinya

pengenaan pajak berganda, arus pemasokan modal dari satu negara ke negara lainnya

akan menimbulkan benturan-benturan antaradua jurisdiksi pajak yang berbeda.


5

Indonesia adalah negara berkembang, indonesia menutup kebanyakan

persetujuan penghindaran pajak berganda, yang tentunya dimodifikasi sedemikian rupa

untuk melindungi kepentingan sistem pajaknya dan selaras dengan hasil negosiasi

kedua belah pihak karena perjanjian tentu secara timbal balik (resiprositas) dalam

alokasi hak pemajakannya dirundingkan berdasarkan semangat saling menguntungkan

untuk mendorong mobilitas lalu lintas perdagangan, usaha, bisnis, dan investasi antar

negara mitra runding.

Semakin gencarnya usaha untuk melakukan penyelundupan pajak (tax

evasion). Penyelundupan pajak terjadi dengan berusaha melakukan tindakan ilegal

guna mendapatkanbeban pajak yang minim dengan memanfaatkan celah yang terbuka

untuk tidak membayar pajak di negara sumber penghasilan atau di negara domisili.

Semakin bertambah luas dan majunya hubungan ekonomi internasional, maka

dirasakan perlunya diadakan suatu rekonsiliasi jurisdiksi pajak dari negara-negara yang

bersangkutan. Dengan adanya rekonsiliasi ini, hak pemajakan masing-masing negara

yang terlibat diatur secara tegas, sehingga kemungkinan terjadi pengenaan pajak

berganda semakin kecil. Rekonsiliasi dari dua jurisdiksi pajak yang berbeda ini

biasanya disebut persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty atau tax

convention).

Proses terjadinya persekutuan tersebut memakan waktu, tergantung seberapa

jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di

samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara bersedia

mengorbankan hak pemajakannya dan memberikannya kepada negara partnernya.

Dalam hal ini, kebijakan perpajakan dari suatu negara sangat menentukan

tingkat kompromi yang akan dicapai. Yang menjadi faktor penentu adalah sejauh mana

suatu negara menentukan jurisdiksi perpajakan internasionalnya. Didunia perpajakan


6

internasional, tidak ada ketentuan atau kaidah-kaidah yang membatasi

hak pemajakan suatu negara terhadap objek pajak dan subjek pajak luar negeri.

Keadaan inilah yang menimbulkan terjadinya pengenaan pajak berganda.

Dalam hal ini, persetujuan tentang penghindaran pajak berganda secara

bilateral merupakan pemecahan untuk menghindari pengenaan pajak berganda.

Disinilah letak pentingnya suatu persetujuan penghindaran pajak

berganda antara dua negara. Persetujuan ini melalui suatu proses kompromi

yang panjang, tergantung pada sejauh mana suatu negara menentukan hak

pemajakan internasionalnya. Pada dasarnya, suatu persetujuan penghindaran

pajak berganda adalah penghindaran pajak secara juridis. Pasal-pasal yang ada

didalam persetujuan tersebut pada hakikatnya adalah distributive rules, yaitu

membagi hak pemajakan dua negara.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian royalti?

2. Apa itu royalti dan know-how?

3. Apa itu royalti dan jasa teknik?

4. Apa itu hak pemajakan?

5. Bagaimana pembayaran royalti dalam hubungan istimewa?

6. Apakah pembayaran royalti memiliki hubungan efektif dengan BUT?

1.3 Tujuan penelitian


1. Untuk mengetahui pengertian royalti

2. Untuk mengetahui apa itu royalti dan know-how?


7

3. Untuk mengetahui apa itu royalti dan jasa teknik?

4. Untuk mengetahui apa itu hak pemajakan?

5. Untuk mengetahui Bagaimana pembayaran royalti dalam hubungan istimewa?

6. Untuk mengetahui Apakah pembayaran royalti memiliki hubungan efektif dengan

BUT?
8

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 pengertian royalti
Istilah royalti sering digunakan dalam dunia artis sebagai imbalan yang diterima atas hak
cipta music, lagu, dan sebagainya. Pencipta lagu akan menerima pembayaran royalti atas hasil
ciptaannya, demikian juga misalnya penulis menerima royalti ketika hasil karyanya dipasarkan.
Secara umum, royalti diartikan sebagai pembayaran atas penggunaan aset tidak berwujud
(intangible property). Seiring perkembangannya, royalti juga termasuk pembayaran atas
penggunaan hak kekayaan intelektual (intelectual property). Mansury (1995), mendefinisikan
royalti sebagai penghasilan dari penyerahan paten atau harta tak berwujud lainnya untuk dipakai
oleh pihak lain.
Penyerahan untuk dipakai tersebut mungkin diberikan kepada perusahaan atau
pengusaha, misalnya penyerahan hak cipta karya ilmiah dari pengarang ke perusahaan penerbit,
atau kepada pihak yang melakukan pekerjaan bebas (independent personal profession), berupa
penyerahan hak paten penemu atau inventor, atau bisa juga penyerahan hak paten untuk dipakai
oleh ahli waris dari sang penemu. Dalam dunia internasional, khususnya dalam dunia perpajakan
internasional, dikenal dua jenis definisi dari royalti, yakni sebagaimana didefinisikan oleh OECD
(OECD Model) dan (UN Model). Pasal 12 ayat (2) OCD Model mendefinisikan royalti sebagai
berikut:
"The term "royalties" as used in this article means payments of any kind received as
consideration for the use of, or the right to use, any copyrights of literary, artistic, or scientific
works including cinematograph films, any patent, trade mark, design or model, plan, secret
formula or process, or for information concerning industrial, commercial or scientific
experience."
Istilah "royalti dalam pasal ini berarti setiap jenis pembayaran yang diterima sebagai
imbalan atas penggunaan atau atas hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan,
kesenian, atau kerja ilmiah, termasuk film sinematografi, paten, merek dagang, pola atau model,
perencanaan, rumus rahasia atau cara pengolahan, atau untuk informasi di bidang industri,
perdagangan, atau pengalaman ilmu pengetahuan.
Dalam rumusan OECD Model, royalti secara garis besar dibedakan dalam dua
penggolongan yaitu. 1). pembayaran atas imbalan penggunaan hak cipta sebagaimana disebutkan
di atas dan 2). pembayaran atas penggunaan informasi terkait pengalaman di bidang industri,
perdagangan atau ilmu pengetahuan-know how (information concerning industrial, commercial,
or scientific experience). Untuk lebih menjelaskan ketentuan terakhir ini terkait dengan know-
how Commentary tahun 2008 atas Pasal 12 OECD Model dijelaskan sebagai berikut:
"It generally corresponds to undivulged information of an industrial, commercial or
scientific nature arising from previous experience, which has practical application in the
operation of an enterprise and from the disclosure of which an economic benefit can be derived.
Since the definition relates to information concerning previous experience, the article does not
apply to payments for new information obtained as a result of performing services at the request
of the payer."
Dijelaskan pula dalam ayat selanjutnya: in the know-how contract, one of the parties
agrees to impart to the other, so that he can use them for his own account, his special knowledge
and experience which remain unrevealed to the public. It is recognized that the grantor is not
9

required to play anty part himself in the application of the formula granted to the licensee and that
he does not guarantee the result therof"
Berdasarkan keterangan dari penjelasan atas, Pasal 12 OECD tersebut tentang know-how
dapat diketahui beberapa karakteristik know-how dimaksud, yaitu:
 informasi tentang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan (information of
an industrial, commercial or scientific),
 diperoleh dari pengalaman sebelumnya (arising from O previous experience).
 sudah digunakan dalam kegiatan usaha (which has practical application in the
operation of an enterprise), dan
 berasal dari temuan yang memiliki manfaat ekonomi (from the disclosure of
which an economic benefit can be derived).

Ada pun sebagai batasan syarat atau ruang lingkup persetujuan kontrak dari para pihak,
sebagai berikut:
 pemberi informasi menyetujui memberikan informasi kepada pihak pengguna
informasi,
 pengguna informasi dapat menggunakan informasi tersebut sesuai
kepentingannya, pengetahuannya dan pengalamannya,
 informasi yang digunakan tetap tidak untuk diunggkap kepada publik,
 pemberi informasi tidak ikut terlibat dalam proses pemasangan informasi yang
diberikan (the grantor is not required to play any part himself in the application
of the formula granted to the licensee),
 pemberi informasi tidak bertanggung jawab atas pencapaian hasil dari informasi
yang diberikan (and that he does not guarantee the result therof).

2.2 Royalti dan know-how

Menurut Surahmat (2005, hal 181), negara-negara maju yang tergolong dalam OCD
Model berpendapat bahwa definisi royalti ini kurang sempurna dalam membedakan antara
penghasilan dari royalti dan pembayaran yang diterima atas pekerjaan yang berkaitan dengan
kemampuan otak dan jasa teknik. Ada kesulitan untuk membedakan antara royalti dan
pembayaran sehubungan dengan pemberian jasa. Menurutnya apabila "information
concerning industrial, commercial or scientific" (know-how) diartikan secara luas, maka ada
kecenderungan beberapa negara memperlakukan know-how sebagai jasa teknik. Dengan
demikian, pembayaran tersebut diperlakukan sebagai royalti, Karena itulah beberapa negara
maju dalam OECD Model membatasi definisi royalti dengan mengeluarkannya sebagai
know-how sehingga penghasilan know-how ini diperlakukan sebagai laba usaha supaya
tunduk kepada Pasal 7. Dengan pemahaman ini, penghasilan, misalnya pembayaran hasil riset
atau survei yang sifatnya ilmiah dan teknis, atau konsultan atau jasa pengawasan, akan
dikenakan pajak di negara sumber hanya apabila pemberian jasa tersebut diberikan melalui
suatu bentuk usaha tetap yang terletak di negara sumber. Sebaliknya, negara-negara
berkembang berpendapat bahwa know-how dapat ditafsirkan sebagai pengetahuan yang
bersifat sangat khusus dan mempunyai nilai intrinsik yang berhubungan dengan industri,
komersial. dan ilmu pengetahuan yang diberikan dalam bentuk petunjuk, instruksi,
rekomendasi, pelajaran atau formula, dan sebagainya ehingga mereka berpendapat bahwa
definisi royalti diperluas melalui perundingan bilateral yang meliputi keuntungan yang
diperoleh dari pengalihan dari hak-hak tersebut.
10

Sementara itu. Pasal 12 ayat (3) UN Model pengertian royalti lebih luas sebagaimana
dinyatakan sebagai berikut:
The term "royalties" as used in this Article means payments of any kind received as
consideration for the use of, or the right to use, any copyright of literary, artistic or scientific
work including cinematograph films, films or tapes used for radio or television broadcasting,
any patent, trade mark, design or model, plan, secret formula or process, or for the use of, or
the right to use industrial, commercial or scientific equipment, or for information concerning
industrial, commercial or scientific experience.
Istilah "royalti dalam pasal ini berarti setiap jenis pembayaran yang diterima sebagai
imbalan atas penggunaan atau atas hak untuk menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan,
kesenian, atau kerja ilmiah, termasuk film sinematografi, film atau pita yang digunakan untuk
penyiaran radio atau penyiaran film, paten, merek dagang, pola atau model, perencanaan,
rumus rahasia atau cara pengolahan, atau untuk penggunaan atau hak untuk menggunakan
alat-alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan atau untuk informasi di
bidang industri, perdagangan atau pengalaman ilmu pengetahuan.
Berdasarkan perbandingan di atas, jelas bahwa UN Model memberikan definisi yang
lebih luas dibandingkan OECD Model tentang royalti dengan menambahkan dua item
penting, yakni UN Model juga mencakup pembayaran yang diterima untuk memakai atau
untuk hak memakai hak cipta atas karya seni berupa pita-pita yang dipakai untuk penyiaran
radio maupun televisi. Demikian pula pembayaran yang diterima untuk memakai atau untuk
hak memakai perlengkapan perindustrian, perdagangan atau perlengkapan ilmiah. Dengan
demikian menurut UN Model, royalti adalah semua jenis pembayaran untuk menggunakan
atau hak untuk menggunakan hak-hak sebagaimana disebutkan.

2.3 Royalti dan jasa teknik


Pengertian jasa teknik menurut Edwin Van Der Bruggen (Bruggen, 2000),
sebagaimana dikutip Darussalam (2010). adalah pembayaran sehubungan dengan setiap
pemberian jasa yang bersifat teknik, manajemen, atau konsultasi. Namun, menurut Shee
Boon Law (Law, 2010), secara umum jasa teknik ini diklasifikasikan sebagai kegiatan
bisnis. Oleh karena itu, royalti dibedakan dengan jasa teknik.
Pada jasa teknik, pihak yang memberikan jasa ikut terlibat aktif dalam pemberian
jasa tersebut, sedangkan dalam royaltı, pemberi hak tidak terlibat langsung dalam aplikasi
atas royalti yang diberikan. Dengan demikian, penghasilan dari jasa teknik
diklasifikasikan sebagai penghasilan dari laba usaha dan penghasilan royalti
diklasifikasikan sebagai penghasilan pasif. Ada pun perlakuan pajak atas jasa teknik ini,
kedua model, baik OECD dan UN Model memperlakukan sebagai I iba usaha yang diatur
dalam Pasal 7 (business profits). Dengan cemikian, negara sumber memiliki hak
pemajakan atas jasa teknik sepanjang pemberian jasa tekniktersebut membentuk bentuk
usaha tetap di negara sumber. Sementara itu, dalam hal pemberian jasa, teknik tersebut
dilakukan oleh orang pribadi, maka atas jasa teknik tersebut tunduk pada Pasal 14
(independent personal services).

2.4 Hak pemajakan


11

Hak pemajakan atas penghasilan dari royalti dalam OECD Model adalah
merupakan hak eksklusif bagi negara domisili sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12
ayat (1), sebagai berikut: "Royalties arising in a Contracting State and beneficiallly
owned by a resident of the other Contracting State (country residence) shall be taxable
only in that other state (country residence)."
Royalti yang berasal dari salah satu negara dan dimiliki secara sah oleh penduduk
dari negara lainnya (negara domisili) hanya akan dikenakan pajak di negara lain itu
(negara domisili). Dengan rumusan ini, negara sumber tidak memiliki hak untuk
mengenakan pajak atas royalti yang bersumber di negaranya kecuali penerima royalti
memiliki bentuk usaha tetap di negara sumber.
Contoh:
A Ltd sebuah perusahaan franchise makanan berkedudukan di negara A. Pada
tahun 2014 A Ltd memberikan lisensi menggunakan merek dagang A kepada perusahan
makanan B Ltd di negara B. Dalam kasus ini, negara A (negara domisili) akan
mengenakan pajak atas royalti yang dibayar oleh B Ltd kepada A Ltd sesuai undang-
undang domestik negara A. Hal ini sesuai Pasal 12 ayat (1), hak pemajakan sepenuhnya
dimiliki oleh negara A. Sementara itu, negara B tidak berhak mengenakan pajak atas
penghasilan royalti tersebut.
Contoh di atas hanya negara domisili yang memiliki hak pemajakan, sedangkan
negara sumber sesuai ayat (1) tidak memiliki hak pemajakan. Ketentuan ini tentu
merugikan bagi negara-negara berkembang yang menginginkan juga hak me ngenakan
pajak atas royalti mengingat negara sumber adalah sebagainegara tujuan investasi sebagai
capital importing.
Hal ini nampak pada Pasal 12 ayat (2) sebagai berikut:
Pasal 12 ayat (2) dalam UN Model sebagai berikut: "However, such royalties may
also be taxed in the Contracting State in which they arise and according to the laws of
that state, but if the beneficial owner of the royalties is a resident of the other Contracting
State, the tax so charged shall not exceed... per cent of the gross amount of royalties. The
competent authorities of the contracting state shall by mutual agreement settle the mode
of application of this limitation."
Namun, royalti tersebut juga dapat dikenakan pajak di negara di mana royalti itu
berasal dan sesuai dengan undang undang negara tersebut, jika yang berhak menikmati
royalti adalah penduduk negara lainnya, dan dengan tarif yang tidak boleh melebihi
sekian persen dari jumlah brutonya Pejabat yang berwenang akan mengatur pelaksanaan
pengenaan pajak atas royalti tersebut.
Contoh
Perusahaan DEF Ltd sebuah perusahaan industri rekaman musik berkedudukan di
negara X. Pada tahun 2014, DEF Ltd memberikan hak perekaman ulang atas (copy)
musik yang diproduksinya kepada perusahaan musik PRO Ltd di negara Y. Atas
pemberian hak rekam ulang tersebut, PRO Ltd membayar rolyalti kepada DEF Ltd.
Dalam kasus ini, negara X memiliki hak pemajakan atas royalti yang diterima oleh DEF
Ltd sesuai dengan undang-undang domestik negaranya (ayat 1). Sementara itu, negara Y
juga memiliki hak pemajakan terbatas tidak boleh melebihi suatu persentase tertentu
(sesuai tarif P3B antara dua negara) dari jumlah bruto royalti yang dibayarkan. Dalam
upaya mencegah pengenaan pajak ganda atas penghasilan royalti yang sudah dipajaki
12

oleh negara X. metode penghindaran pajak berganda diterapkan sebagaimana diatur dalan
Pasal 23 UN model.
Prinsip utama pada UN Model dalam menentukan hak pemajakan atas royalti
adalah bahwa terdapat pembagian hak pemajakan antara negara domisili dan negara
sumber. Negara domisili mendapatkan hak pemajakan yang tidak terbatas, sedangkan
pada negara sumber memperoleh hak pemajakan yang terbatas. Perlu diketahui bahwa
pemajakan atas royalti adalah melalui mekanisme pemotongan Oleh karena itu, suatu
negara tidak mengenakan pajak atas royalti dalam undang undang domestiknya, walau
negara sumber memiliki hak terbatas untuk mengenakan pajak atas royalti, negara
tersebut tidak dapat menerapkannya.
Selanjutnya, terkait pemahaman istilah "arising in" dalam konteks rolyati pada
Pasal 12 ayat (5), seluruh perlakukannya sama dengan perlakuan terhadap penghasilan
bunga sebelumnya pada Pasal 11 ayat (5). Ketentuan tentang royalti ini mengatur bahwa
penghasilan royalti dianggap timbul atau bersumber (arise in) di suatu negara bilamana
pembayar royalti adalah subjek dalam negeri dari negara sumber. Demikian royalti yang
dimaksud dibebankan kepada BUT yang berada di salah satu negara yang mengadakan
P3B, maka bunga tersebut dianggap timbul di negara di mana BUT berada.

2.5 Pembayaran royalti dalam hubungsn istimewa


pembayaran royalti dilakukan melebih kewajaran, maka penghitungan khusus
tersendiri diberlakukan sesuai Pasal 12 ayat (6) UN Model sebagai berikut:
"Where by reason of a special relationship between the payer and the beneficial
owner or between both of them and some other person, the amount of the royalties,
having regard to the use, right or information for which they are paid, exceeds the amount
which would have been agree upon by the payer and the beneficial owner in the absence
of such relationship, the provisions of this article shall apply only to the last-mentioned
amount. In such case, the excess part of the payments shall remain taxable according to
the laws of each Contracting State, due regard being had to the other provisions of this
connection.
Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dan pemilik hak
yang menikmati atau antara keduanya dan orang/badan, berkenan dengan penggunaan
hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang
dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik
hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya
akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah
kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenai pajak sesuai dengan perundang-
undangan masing-masing negara, dengan memperhatikan ketentuan ketentuan lainnya
dalam persetujuan ini.
Ketentuan ini mengatur apabila di dalam pembayaran royalti terdapat hubungan
istimewa antara pembayar dan penerima royalti sehingga berakibat pembayaran royalti
yang jumlahnya melebihi ukuran normal. Pembayaran yang tidak wajar ini bisa
diakibatkan karena misalnya penerima royalti tersebut menguasai badan yang
membayarnya, atau secara tidak langsung menguasainya karena ia adalah bagian dari
suatu kelompoak usaha tersebut.
13

Contoh:
DEF Ltd adalah penduduk negara X memiliki penyertaan saham pada BOS Ltd di
negara Y sebesar 95% saham. BOS Ltd menggunakan lisensi dari DEF untuk
memproduksi sebuah produk andalannya. Dalam penentuan biaya, DEF mengenakan
imbalan biaya royalti $ 20.000. Diketahui bahwa untuk produk yang sama besar royalti
diketahui tidak setinggi ini, diketahui hanya $ 15.000. Perbedaan $ 5000 ini dapat terjadi
karena DEF memiliki saham sangat besar pada BOS Ltd yaitu sebesar 95%. Oleh karena
adanya hubungan istimewa ini maka royalti sebesar $ 20.000 dianggap tidak wajar karena
itu pembayaran royalti yang dikenakan tarif P3B hanya sebatas $ 15.000. Sedangkan
selisih $ 5000 dapat dikenakan pajak sesuai tarif domestik negara Y.

2.6 Pembayaran royalti memiliki hubungan efektif dengan BUT


Dalam hal penerima manfaat/beneficial owner dari royalti menjalankan BUT di negara
lainnya, dan royalti tersebut mempunyai hubungan efektif dengan BUT, maka berdasarkan
OECD Model dan UN Model, ketentuan Pasal 12 tidak berlaku. Dengan demikian, pengenaan
pajaknya mengacu pada Pasal 7 di mana penghasilan tersebut dianggap sebagai penghasilan
usaha/business profit.

Contoh:

A Ltd adalah sebuah perusahaan pertambangan minyak dan gas penduduk negara A.
Lokasi penambangan terletak di negara B di mana kegiatan usaha dilakukan melalui BUT A Ltd.
Dalam kontraknya BUT A Ltd memberikan jasɛ informasi di bidang industri minyak (know-how)
kepada B Ltd sebuah perusahaan migas penduduk negara B. Terhadap pemberian jasa know-how
tersebut, B Ltd memberikan imbalan fee kepada BUT A Ltd.

Dalam kasus ini pemberian informasi know-how terma suk dalam pengertian royalti dan
pembayaran royalti ini di anggap ada hubungan efektif dengan BUT A Ltd. Hal ini kare na
pemberian jasa know-how dilakukan melalui BUT A Ltd. Oleh karena itu, atas penghasilan
tersebut dianggap sebagai penghasilan dari usaha BUT A Ltd, sehingga Negara B dapat
mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diatribusi kan kepada BUT A Ltd.
14

2.7 Tarif atas royalti sesuai P3B Indonesia dengan negara lain
15

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
16

3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai