Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

P3B ATAS DIVIDEN, BUNGA DAN ROYALTI, DAN CAPITAL GAIN


P3B ATAS PENGHASILAN TENAGA AHLI
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah Perpajakan Internasional

Dosen Pengampu:
Rida Ristiyana, S.E.,M.Ak., CIQnR

Disusun oleh Kelompok 5 – Pertemuan 12 :


1. Badru Tamami (1906020106)
2. Fauziah Ulfa (1906020030)
3. Tiara Alfina Damayanti (1906020050)
4. Zahrah Nurul Fadhilah (1906020037)

6A AKUNTANSI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas
rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ P3b
Atas Dividen, Bunga Dan Royalti, Dan Capital Gain & P3B Atas Penghasilan Tenaga Ahli”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Perpajakan Internasional, yang diampu oleh Ibu Rida
Ristiyana, selaku dosen Perpajakan Internasional di Jurusan Akuntansi Universitas Islam
Syekh Yusuf.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi kalangan banyak umumya. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang, 29 Juni 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................III

BAB I....................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................................................1

1. Latar Belakang...........................................................................................................................1

1.2 RumusanMasalah.........................................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................................2

BAB II...................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN...................................................................................................................................3

2.1 P3B ATAS DIVIDEN, BUNGA DAN ROYALTI, DAN CAPITAL GAIN.........................3

A. P3B Atas Dividen..................................................................................................................3

B. P3B Atas Bunga dan Royalti.................................................................................................5

C. P3B atas Capital Gain..........................................................................................................10

KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHAN HARTA.........................................................................11

KEPEMILIKAN SAHAM OLEH WLPN.......................................................................................12

2.2 P3B Atas Penghasilan Tenaga Ahli.....................................................................................13

A. Prinsip Umum Pemajakan Atas Penghasilan yang Diperoleh/Diterima dan Pekerjaan Bebas
13

B. Time Test Independent Personal Services............................................................................14

PEKERJAAN BEBAS....................................................................................................................14

BAB III................................................................................................................................................16

PENUTUP...........................................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................17

III
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau income tax treaty, menurut
Isenbergh (1997), adalah an agreement between two countries composed of “a set of
mutual adjustments and concessions between the tax laws and treasuries” of the
countries. Senada dengan Isenbergh, Surahmat (2000) mengatakan bahwa P3B
merupakan rekonsiliasi dari dua undang-undang pajak yang berbeda dalam rangka
membagi hak pemajakan. Rekonsiliasi ini diperlukan untuk menghindarkan pengenaan
pajak berganda yang disebabkan oleh adanya konflik dalam pelaksanaan ketentuan
perpajakan dua negara (juridical double taxation).
Setiap negara mempunyai kewenangan dalam menentukan jurisdiksi
perpajakannya. Pajak dapat difungsikan untuk tujuan anggaran, yaitu sebagai sumber
pendapatan negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, dan untuk tujuan
mengatur, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, seperti meningkatkan
penanaman modal, melindungi produksi dalam negeri, mengatur konsumsi, dan lain-
lain. Kewenangan negara inilah yang ditawarkan untuk dimodifikasi atau direkonsiliasi
saat negara bermaksud melakukan perikatan dalam suatu P3B. Kebijakan P3B
merupakan bagian dari kebijakan domestik suatu negara. Dengan kebijakan P3B-nya,
suatu negara menentukan arah dan tujuan diadakannya P3B dengan negara lain. Suatu
negara mungkin ingin melindungi penduduknya dari perlakuan perpajakan yang tidak
menguntungkan di negara lain, mendukung warganya untuk bebas melakukan kegiatan
usaha di negara-negara lain, atau mengamankan pendapatan pajaknya.
Negara lainnya mungkin ingin menggunakan P3B untuk menarik investasi dari
luar negeri dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. P3B bisa juga
digunakan sebagai alat politik luar negeri untuk pengakuan kedaulatan atau wilayah
suatu negara. Singkatnya, kebijakan P3B suatu negara sangat dipengaruhi oleh kondisi
dan motivasi negara tersebut dalam memasuki jaringan P3B. Misalnya, negara-negara
berkembang yang membutuhkan aliran investasi dari luar negeri biasanya akan
mengharapkan P3B sebagai daya tarik investasi untuk mendapatkan aliran modal dari

1
negara-negara maju. Sedangkan negaranegara maju mungkin akan menggunakan P3B
sebagai sarana untuk mempertahankan hak pemajakan atas penghasilan penduduknya.

1.2 RumusanMasalah
1) Apapengertiandari property, pabrik, dan peralatan?
2) Bagaimanaanalisiskeuanganatasproperti, pabrik, dan peralatan?
3) BagaimanaAlokasiBiaya untuk properti, pabrik, dan peralatan?
4) BagaimanaPengeluaran Modal dan PendapatanterkaitProperti, Pabrik, dan
Peralatan?
5) ApasajaMasalahPengakuan dan PengukuranProperti, Pabrik, dan Peralatan?
6) BagaimanaPenurunan Nilai terkaitProperti, Pabrik, dan Peralatan?
7) BagaimanaAkuntansi untuk kewajibanPenghentianAset?
8) Bagaimana International Accounting Standards mengaturtentangProperti, Pabrik,
dan Peralatan?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahuipengertiandari property, pabrik, dan peralatan;
2) Untuk mengetahuiBagaimanaanalisiskeuanganatasproperti, pabrik, dan peralatan;
3) Untuk mengetahuiBagaimanaAlokasiBiaya untuk properti, pabrik, dan peralatan;
4) Untuk mengetahuiBagaimanaPengeluaran Modal dan PendapatanterkaitProperti,
Pabrik, dan Peralatan;
5) Untuk MengetahuiApasajaMasalahPengakuan dan PengukuranProperti, Pabrik,
dan Peralatan;
6) Untuk mengetahuibagaimanaPenurunan Nilai terkaitProperti, Pabrik, dan
Peralatan;
7) Untuk mengetahuibagaimanaAkuntansi untuk kewajibanPenghentianAset;
8) Untuk mengetahuibagaimana International Accounting Standards
mengaturtentangProperti, Pabrik, dan Peralatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 P3B ATAS DIVIDEN, BUNGA DAN ROYALTI, DAN CAPITAL


GAIN

A. P3B Atas Dividen


Pengertian dividen sangat tergantung pada definisi yang diberikan dalam masing-
masing P3B. Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan
banyaknya aham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas
yang tersedia bagi perusahaan, tetapi distribusi keuntungan kepada para pemilik
memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Bandingkan dengan pengertian Dividen
dalam Pasal 4 (1) UU PPh Nomor 7/1983 s.t.d.t.d. UU PPh Nomor 36/2008, dividen
merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi
atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk
dalam pengertian dividen adalah :
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. Pembagian laba dalam bentuk saham;
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham olen perseroan yang
bersangkutan;
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (staturer) yang dilakukan
secara sah;
8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

3
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi:
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi. pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Pembayaran dividen, atau yang dikategorikan sebagai pembayaran dividen,
kepada Orang Pribadi, Firma, Perseroan Komanditer (CV), yayasan, dan organisasi
sejenis serta perusahaan terbatas (PT) sebagai Wajib Pajak dalam negeri, BUMN,
BUMD (seperti Bank Pemerintah, Bank Pemba ngunan Daerah dll.) yang memiliki
penyertaan saham di bawah 25% dike nakan pajak penghasilan Pasal 23 sebesar 15%
dari jumlah bruto dividen yang terutang atau dilayarkan. Apabila penerima dividen
tidak memiliki NPWP pengenaan PPh adalah 100% lebih tinggi dari semula (pajaknya
jadi 30% dari jumlah dividen bruto). Khusus untuk dividen yang diterima oleh WP
Orang Pribadi Dalam negeri dikenakan PPh Pasal 17 ayat (2c) sebesar 10% final.
Pembayaran dividen kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain kepada BUT
dipotong/dikenakan pajak penghasilan (PPh Pasal 26) sebesar 20% dari jumlah bruto,
atau sesuai dengan tarif dalam Tax Treaty negara Indonesia dengan negara domisili
Wajib Pajak Luar Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya di sebagian besar P3B
Indonesia, pengaturan tentang Dividen diatur dalam Pasal 10 Tax Treaty, dan sebagai
ilustrasi berikut ada lah Pasal 10 Tax Treaty Indonesia - Jepang.
1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu badan yang berkedudukan di sua tu Negara
kepada penduduk Negara lainnya dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
2. Namun demikian, dividen itu dapat dikenakan pajak di Negara di mana badan
yang membayarkan dividen itu berkedudukan sesuai dengan perundang-undangan
Negara itu, tetapi apabila si pentrima dividen adalah pemilik yang menikmatinya,
maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi:
a. 10 persen dari jumlah kotor dividen jika penerima dividen adalah, suatu badan
yang selama 12 bulan pada akhir masa pembukuan di mana pembagian
keuntungan dilakukan, memiliki sekurang kurangnya 25 persen modal dari
badan yang membayarkan dividen.
b. 15 persen dari jumlah kotor dividen dalam hal lainnya.
3. Ketentuan-ketentuan dari ayat ini tidak akan memengaruhi pengenaan pajak
terhadap badan itu atas laba dimana dividen dibayarkan.
4. Istilah "dividen" yang digunakan dalam Pasal ini berarti pendapatan dari saham-
saham atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat surat urang namun turut
serta dalam pembagian keuntungan, demiki an halnya pendapatan dari hak-hak

4
perseroan lainnya yang dalam hal pengenaan pajaknya diperlakukan sama sebagai
pendapatan dari saham menurut perundang-undangan pajak Negara di mana
badan yang melakukan pembayaran berkedudukan.
5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila penerima dividen yang
merupakan penduduk suatu Negara, menjalankan usaha di negara lainnya di mana
badan yang membayarkan dividen berkedu dukan, melalui suatu pendirian tetap
atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat tertentu, dan penguasaan
saham-saham atas mana dividen itu dibayarkan, mempunyai hubungan efektif
dengan pendirian tetap atau tempat tertentu itu. Dalam hal demikian, melihat pada
masalahnya, ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 berlaku.
6. Jika suatu badan yang berkedudukan di suatu Negara memperoleh keuntungan
atau pendapatan dari Negara lain, Negara lain tersebut tidak akan mengenakan
pajak atas dividen yang dibayarkan oleh badan itu, kecuali sepanjang dividen-
dividen tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara lain itu atau sepanjang
penguasaan saham-saham atas mana dividen dibayarkan mempunyai hubungan
efektif dengan suatu pendirian tetap atau tempat tertentu yang berada di Negara
lain itu, juga tidak dikenakan pajak atas keuntungan-keuntungan badan yang tidak
dibagikan, sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau keuntungan-
keuntungan yang tidak dibagikan terdiri dari seluruhnya atau sebagian dari
keuntungan atau pendapatan yang berasal dari Negara lain itu.

B. P3B Atas Bunga dan Royalti


a. P3B Bunga
Pengertian bunga sangat tergantung pada definisi yang diberikan dalam masing-
masing P3B. Pengertian "bunga" dalam P3B Indonesia adalah penghasilan dari
semua jenis tagihan piutang, baik yang dijamin dengan hipotek maupun tidak,
dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak, dan
khususnya, penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan oleh pemerintah dan
penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat utang, termasuk premi dan
hadiah yang melekat pada sekuritas, obligasi, atau surat utang tersebut. Denda
atas keterlambatan pembayaran tidak di anggap sebagai bunga.

5
Pada umumnya di sebagian besar P3B Indonesia, ketentuan bunga diatur dalam
Pasal 11. Sebagai ilustrasi, berikut ketentuan tentang Bunga dari Tax Treaty
Indonesia - China.
1. Bunga yang timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan dibayarkan
kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan
pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
2. Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Persetujuan
atas bunga yang diperoleh yang bersumber di Negara tersebut dan dimiliki
oleh pemberi pinjaman yang menikmati bunga yang merupakan penduduk
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tidak akan melebihi 10 persen dari
jumlah bruto bunga.
3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, bunga yang timbul di
suatu Negara Pihak pada Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah Negara
Pihak lainnya pada Persetujuan termasuk bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya, Bank Sentral, atau lembaga keuangan yang dikuasai
oleh Pemerintah tersebut, yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan tersebut, sebagaimana yang dapat
disetujui dari waktu ke waktu oleh pejabat yang berwenang dari kedua Negara
Pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara yang
disebutkan pertama.
4. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua
jenis tagihan utang, baik yang dijamin dengan hipotek maupun tidak dan baik
yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak dan khususnya
penghasilan dari surat-surat berharga Negara dan penghasilan dari surat-surat
obligasi atau surat-surat utang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada
surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat utang tersebut, demikian pula
penghasilan yang dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang
yang dipinjamkan berdasarkan undang-undang perpajakan dari Negara di
mana penghasilan itu berasal, termasuk bunga atas pembayaran untuk
penjualan di muka. Denda yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran
tidak dianggap sebagai bunga yang dimaksud dalam Pasal ini.
5. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik
pinjaman yang menikmati bunga tersebut, yang merupakan penduduk suatu
Negara Pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara Pihak

6
lainnya pada Persetujuan di mana bunga tersebut timbul melalui suatu bentuk
usaha tetap yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara
lainnya melalui suatu tempat usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan
piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif
dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut. Dalam hal
demikian, tergantung pada masalahnya, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7
atau Pasal 14 akan berlaku.
6. Bunga dianggap timbul di suatu Negara Pihak pada Persetujuan apa bila pihak
yang membayar bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, pemerintah
daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila
orang/badan yang membayar bunga tersebut, tanpa memandang apakah ia
penduduk suatu Negara Pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk
usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara Pihak pada Persetujuan di
mana utang yang menimbulkan biaya bunga tersebut timbul, dan bunga
tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut,
maka bunga tersebut akan dianggap timbul di Negara di mana bentuk usaha
tetap atau tempat usaha tetap itu berada.
7. Apabila karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga
dengan pemilik manfaat dari bunga tersebut atau antara kedua nya dengan
orang/badan lain, jumlah bunga yang dibayarkan, dengan memperhatikan
besarnya utang yang menghasilkan bunga tersebut, melebihi jumlah yang
seharusnya disepakati antara pembayar dan pemilik manfaat dari bunga
tersebut apabila mereka tidak mempunyai hubungan istimewa, maka
ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang
disebutkan terakhir tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-
undangan masing-masing Negara Pihak pada Persetujuan dengan tetap
memperhatikan ketentuan ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Contoh 1
Tahun 2016, perusahaan YY Ltd. China memberikan pinjaman kepada PT SS di
Indonesia sebesar US$5.000,00, dengan imbalan bunga sebesar US$500,00.
Pertanyaan: Bagaimana pemajakan atas pemberian bunga tersebut?
Jawab:

7
Sesuai Pasal 11 Tax Treaty Indonesia - China, maka atas pemberian bunga
tersebut akan dikenakan pajak di Indonesia sesuai UU PPh Indonesia, dan sesuai
Tax Treaty Indonesia - China yang besarnya tidak melebihi 10%.
b. P3B Royalti
Pengertian royalti sangat tergantung pada definisi yang diberikan dalam masing-
masing P3B. Istilah "royalti" dalam P3B Indonesia berarti pembayaran dalam
bentuk apa pun yang diterima sebagai hak untuk penggunaan, atau hak untuk
menggunakan, setiap hak cipta kesusastraan, kesenian, atau karya ilmiah
termasuk film sinematografi dan film atau kaset untuk radio atau televisi, paten,
merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau
untuk penggunaan, atau hak untuk menggunakan, industri, perdagangan atau ilmu
pengetahuan, atau untuk informasi mengenai industri, pengalaman komersial atau
ilmiah.
Bandingkan dengan pengertian royalti dalam Pasal 4 (1) UU PPh No mor 7/1983
s.t.d.t.d. UU PPh Nomor 36/2008, royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan
atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara
berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian
atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses
rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau
hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah:
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial,
atau komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak pada angka 1 tersebut di atas, penggunaan
atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2 atau
pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3. berupa:
a) Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, yang disalurkar kepada masyarakat melalui satelit,
kabel, serat oprik, atau teknologi yang serupa
b) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiar

8
kan/dipancarkan melalui satelit, kabel. serat optik, atau teknologi yang
serupa
c) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spekt rum
radio komunikasi
d) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture
films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk
siaran radio; dan
e) Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial arau
hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Pada umumnya di sebagian besar P3B Indonesia, ketentuan royalti di atur dalam
Pasal 12. Sebagai ilustrasi, berikut ketentuan tentang Royalti dari Tax Treaty
Indonesia - AS (Pasal 13).
1. Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang
diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan
pajak oleh kedua Negara tersebut.
2. Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas
royalti yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki
oleh pihak yang menikmati royalti tersebut yang merupa kan penduduk
Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan mele bihi 15% (lima belas
persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (a) dan 10%
(sepuluh persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (b).
3. (a) Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk
pembayaran yang dibuat sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk
menggunakan, hak cipta atas karya sastra, kesenian, atau karya ilmiah
(termasuk hak cipta atas gambar bergerak, film, pita rekaman, atau alat
reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televisi), paten,
desain, model, rencana, formula atau proses ra hasia, merek dagang, atau
informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan, atau ilmu
pengetahuan. Royalti juga mencakup keuntungan yang diperoleh dari
penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak berwujud atau
hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi dari penjualan, pertukaran,
atau bentuk penga lihan lainnya sebut bergantung kepada produktivitas,
penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut. (b)

9
Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini juga mencakup pembayaran-
pembayaran oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian
sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggu nakan, perlengkapan
industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan, namun tidak termasuk kapal,
pesawat udara, atau peti kemas yang penghasilan darinya dikecualikan dari
pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan Pasal 9
(Pelayaran dan Penerbangan).
4. Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima royalti, yang merupakan pen duduk
salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap
atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan harta atau hak-
hak yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan
berlaku
5. Jika jumlah royalti yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai
hubungan istimewa melebihi jumlah royalti seandainya dibayar kan kepada
orang/badan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, ketentuan-ketentuan
dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah royalti seandainya tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan
pembayaran tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak
pada Perjanjian sesuai dengan perundang-undangannya, termasuk ketentuan-
ketentuan dalam Perjanjian ini.

C. P3B atas Capital Gain


Dalam Tax Treaty, pemajakan atas capital gain yang dimiliki oleh penduduk suatu
negara yang berada di negara lain dibagi dalam beberapa item, yaitu sebagai berikut.
1. Capital gain atas harta tak gerak (immovable property)
2. Capital gain atas UT (permanent establishment)
3. Capital gain terkait dengan pelayaran dan penerbangan internasional
4. Kepemilikan saham lebih dari 50%
5. Capital gain lainnya

10
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHAN HARTA
1. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta tak bergerak seperti
yang diinaksud dalam ayat 2 Pasal 6 dapat dikenakan pajak di Negara di mana
harta tersebut terletak.
2. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak yang
merupakan bagian kekayaan suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh
perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara. pihak pada
Persetujuan lainnya atau dari harta gerak suatu tempat. tetap yang tersedia bagi
penduduk suatu Negara pihak pada Persetu juan di Negara pihak pada
Persetujuan lainnya untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk
keuntungan dari pemindahtanganan bentuk usaha tetap (tersendiri atau dengan
seluruh perusahaan) atau pemindahtanganan tempat tetap, dapat dikenakan
pajak di Negara lain tersebut. Namun demikian keuntungan yang diperoleh
dari pemindahtanganan kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara yang di
operasikan oleh perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dalam jalur
lalu lintas internasional atau dari harta gerak yang berkenaan dengan
pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat-pesawat udara tersebut, hanya
akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perusahaan
tersebut berkedudukan.
3. Keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan saham perusahaan, yang
kekayaannya terutama terdiri dari barang tak gerak yang terletak di Negara
pada pihak Persetujuan, akan dikenakan di negara itu. Keuntungan yang
diperoleh dari pemindahtanganan hak atas persekutuan atau perusahaan
perserikatan, yang kekayaannya terutama terdiri harta tak gerak yang terletak
di Negara pihak pada Persetujuan, akan diserakan pajak di negara itu.
4. Keunturgan yang diperoleh dari pemindahtanganan setiap harta selain dari
yang telah disebutkan pada ayat 1, 2, dan 3 dari Pasal ini, hanya akan
dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana yang
memincahtangankan berkedudukan.

11
KEPEMILIKAN SAHAM OLEH WLPN
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999 tanggal 24
Agustus 1999 tentang Pemotongan PPh Pasal 26 Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib
Pajak Luar Negeri (WPLN) selain BUT atas Peng hasilan Berupa Keutungan dari
Penjualan Saham oleh Perseroan Terbatas Dalam Negeri yang sahamnya
diperjualbelikan oleh pemegang saham WPLN dan tidak berstatus sebagai Emiten atau
Perusahaan Publik sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal, ditentukan sebagai berikut.
1. Atas penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh WPLN
selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh
persen.) dari perkiraan penghasilan neto.
2. Terhadap WPLN berkedudukan di negara-negara yang telah mempu nyai
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka
pemotongan pajak hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku,
hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia.
3. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% (dua puluh lima persen)
dari harga jual, sehingga besarnya pembayaran PPh Pasal 26 ada lah 20% x
25% atau 5% lima persen) dari harga jual, dan bersifat final. (Pasal 2
KMK.434)
4. Penghasilan dari penjualan saham di dalam negeri yang diperoleh atau
diterima WPLN dipotong pajak oleh pembeli yang ditunjuk sebagai
pemotong pajak dan kepadanya diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26.
5. Perseroan hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham yang di jual
apabila kepadanya dibuktikan oleh WPLN bahwa PPh Pasal 26 yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 telah dibayar lunas dengan
menyerahkan fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26 dengan menunjukkan
aslinya.
6. Dalam hal pembelinya adalah WPLN, maka yang ditunjuk sebagai pemungut
pajak adalah Perseroan.

12
2.2P3B Atas Penghasilan Tenaga Ahli

A. Prinsip Umum Pemajakan Atas Penghasilan yang Diperoleh/Diterima dan


Pekerjaan Bebas
Tax Treaty Pasal 15 ayat (1) Model UN dan Model P3B Indonesia meng atur
Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu negara pihak pada persetujuan (negara
domisili) sehubungan dengan jasa profesional atau ke giatan lainnya yang bersifat
independen hanya akan dikenakan pajak di negara itu (negara domisili) kecuali dalam
keadaan berikut yang menye babkan penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di
negara pihak lainnya (negara sumber), yakni
a. Jika ia memiliki tempat tetap (fixed base) teratur yang tersedia baginya di
negara lain (negara sumber) untuk tujuan melakukan aktivitasnya, atau
b. jika ia tinggal di negara lain untuk suatu masa atau periode sebesar atau
melebihi .... hari dalam dua belas bulan (melebihi time test yang ditentukan
oleh kedua negara ketika melakukan perundingan P3B).
Dari berbagai tax treaty yang dikompilasikan, dirangkum prinsip-prin sip umum
pemajakan atas penghasilan dari tenaga ahli sebagai berikut (Za karia, 2001: 172).
1. Penghasilan gaji, upah, dan imbalan jasa lain yang serupa atau peng hasilan
yang diperoleh penduduk suatu negara pihak pada Persetujuan (negara
domisili) sehubungan dengan pemberian jasa profesional atau pekerjaan
bebas, hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut (nega ra domisili)
kecuali jika pekerjaan itu dilakukan di negara pihak pada Persetujuan lainnya
(negara sumber). lika pekerjaan tersebut dilakukan di negara lainnya (negara
sumber), maka atas imbalan jasa yang diper oleh dari pekerjaan itu dapat
dikenakan pajak di negara lain (negara sumber) tersebut.
2. Imbalan jasa yang diperoleh seorang penduduk dari suatu negara pihak pada
Persetujuan (negara domisili) dalam suatu hubungan kerja yang dilakukan di
negara pihak pada Persetujuan lainnya (negara sumber). hanya akan dikenakan
pajak di negara yang disebut pertama, apabila
a. penerima imbalan jasa berada di negara itu dalam suatu masa atau
masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi time test yang ditentu kan
dalam treaty kedua negara dalam tahun takwim yang bersangkutan,
dan

13
b. imbalan jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang
bukan merupakan penduduk negara lain tersebut, dan
c. Imbalan jasa itu tidak akan menjadi beban BUT atau tempat usaha
tetap (fixed based) yang dimiliki oleh pemberi kerja itu di negara lain
(negara sumber) tersebut.
Dilihat dari sisi negara domisili, syarat-syarat tersebut di depan bersifat kumulatif.
Artinya, walaupun pekerjaan dilakukan di negara sumber, asalkan semua syarat-syarat
yang ditentukan dalam Perjanjian Perpajakan di penuhi, maka gaji, upah atau balas
jasa lainnya yang serupa yang diterima dari hubungan kerja, hanya akan dikenakar,
pajak di negara domisili. Jika semua syarat tersebut (secara kumulatif) di depan
dipenuhi, maka yang berhak mengenakan pajak atas gaji, upah atau imbalan lainnya
yang serupa yang diperoleh dari hubungan kerja adalah hanya negara domisili, walau
pun pekerjaannya dilakukan di negara sumber.

B. Time Test Independent Personal Services


Pada umumnya di sebagian besar P3B Indonesia, ketentuan Independent Personal
Services diatur dalam Pasal 14. Sebagai ilustrasi, berikut ketentuan tentang Independent
Personal Services dati Tax Treaty Indonesia - Hong Kong

PEKERJAAN BEBAS
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk Pihak pada Persetujuan berkenaan
dengan jasa profesi atau kegiatan bebas lainnya dengan karakteristik yang
serupa hanya dikenakan pajak di Pihak pada Persetujuan tersebut kecuali
dalam kondisi-kondisi sebagai berikut ini, bilamana penghasilan tersebut juga
dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya pada Persetujuan:
a) Jika ia memiliki tempat tetap yang tersedia baginya di Pihak lainnya
pada Persetujuan untuk tujuan menjalankan kegiatannya dalam hal
tersebut, hanya penghasilan yang terkait dengan tempat tetap tersebut
yang dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya pada Persetujuan atau
b) Jika ia tinggal di Pihak lainnya pada Persetujuan untuk periode atau
periode-periode yang keseluruhannya mencapai atau melebihi dari 183
hari dalam periode 12 bulan yang dimulai atau berakhir di periode

14
pajak yang terkait dalam hal tersebut, hanya sejumlah penghasilan
yang diperoleh dari kegiatan yang dijalankannya di Pihak lainnya pada
Persetujuan yang dapat dikenakan pajak di Pihak lainnya pada
Persetujuan.
2. Istilah "jasa-jasa profesi" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang
ilmu pengetahuan, kesusastraan, kesenian, kependidikan, atau pengajaran serta
pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, dokter gigi,
pengacara, insinyur, arsitek, dan akuntan.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aset jangka panjang merupakan salah satu hal yang penting bagi perusahaan,
selain digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan secara terus menerus, asset jangka
panjang juga merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Aset
jangka panjang juga memiliki beberapa kriteria yaitu berwujud, memiliki umur manfaat
lebih dari 1 tahun, digunakan untuk operasional perusahaan dan tidak diperjual belikan
serta material. Perlakuan aset tetap berdasarkan PSAK 16 dan kebijakan perpajakan
memiliki beberapa perbedaan diantara mulai dari biaya perolehan sampai dengan
penyajian pada laporankeuangan.
Perbedaan yang paling signifikan terletak pada metode penyusutan, umur manfaat
dan pada saat dimulainya penyusutan aset tetap. Pada saat penyajian laporan keuangan
berdasarkan akuntansi dengan laporan keuangan fiscal nantinya juga terjadi perbedaan
dalam jumlah aset tetap yang tersaji karena laporan keuangan fiscal nantinya akan
dilakukan rekonsiliasi fiskal yang dikoreksi baik koreksi negative maupun koreksi
negatif. Perbedaan tersebut wajar terjadi karena memang terdapat perbedaan antara
metode penyusutan antara PSAK 16 dengan kebijakan perpajakan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Schoroeder, R. G. (2020). Teori Akuntansi Keuangan: Teori dan Kasus Edisi 12. Jakarta:
Salemba Empat.

17

Anda mungkin juga menyukai