Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERPAJAKAN INTERNASIONAL

PAJAK BERGANDA dan PENGIHNDARAN PAJAK INTERNASIONAL


.

Disusun Oleh :

Nama : Andro
NIM : 43217110332

DOSEN :

YENNY DWI HANDAYANI, SE., MSi., AK.,CA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MERCUBUANA

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Kepada Tuhan Yang Maha Esa saya panjatkan rasa syukur atas berkat rahmat-Nya
yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan pembuatan makalah,
guna memenuhi tugas besar 1 pada mata kulian Perpajakan Internasional.

Tak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini, termasuk semua penulis artikel di internet yang juga
menjadi referensi. Juga kepada dosen pembimbing mata kuliah Perpajakan Internasional,
Ibu Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK.,CA.

Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari penyusunan,
bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman saya untuk lebih
baik di masa yang akan datang.

Tangerang, 30 Maret 2020

Andro

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 5
1.3. Tujuan Penulisan Makalah.................................................................. 5
1.4. Manfaat................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Pajak Internasional...................................................... 6
2.2. Pengertian Pajak Berganda dan Pencegahannya................................... 7
2.3. Pengertian Internasional Tax Avoidance.............................................. 11
2.4. Contoh Perusahaan yang Melakukan Internasional Tax
Avoidance..............................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 19
3.2. Saran ................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap negara di dunia internasional memungut pajak sebagai salah satu income
bagi negara tersebut. Bisnis atau hubungan ekonomi yang berkembang pesat
ditunjang dengan kemajuan teknologi, menuju pada ekonomi global. Hubungan
ekonomi yang terjadi di dunia internasional menimbulkan pajak berganda, karena
masing-masing negara yang merasa berhak memungut pajak atas subjek dan objek
pajak tertentu.

Untuk menghindari pajak berganda negara-negara yang memiliki hubungan


ekonomi membuat kesepakatan dalam P3B. Namun pada prakteknya, banyak
perusahaan memanfaatkan celah peraturan pajak yang ada untuk menghindari
pajak. Bahkan dalam usaha menghindari pajak, ada juga perusahaan yang terkadang
melakukan penhindaran dengan melawan aturan yang ada.

Berdasar hal di atas dan dalam rangka pemenuhan tugas pada mata kuliah
Perpajakan Internasional, maka penulis mencoba untuk mengkaji mengenai pajak
berganda dan penghindarannya.

4
1.2. Rumusan Masalah

Dari uaraian diatas, diperoleh rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya pajak internasional?


2. Apa yang dimaksud pajak berganda internasional dan bagaimana cara
pencegahannya?
3. Apa yang dimaksud Internasional Tax Avoidance?
4. Bagaimana Internasional Tax Avoidance dapat dilakukan oleh perusahaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini antara lain:

1. Menjelaskan apa yang melatarbelakangi timbulnya pajak internasional;


2. Menjelaskan pajak berganda internasional dan cara pencegahannya;
3. Menjelaskan Internasional Tax Avoidance
4. Memberikan contoh kasus perusahaan yang melakukan Internasional Tax
Avoidance

1.4. Manfaat

Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai penambah
wawasan bagi mahasiswa dalam memahami perpajakan internasional.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang Pajak Internasional

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan dampak yang sangat


besar dalam hubungan negara-negara internasional, termasuk hubungan ekonomi
dan perdagangan. Kegiatan ekonomi, perdagangan dan investasi yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dapat dilakukan ke negara lainnya sehingga
menimbulkan transaksi lintas negara (Cross border transaction). Secara ekonomis
kegiatan ini membuat kedua belah pihak saling mendapatkan manfaat dan
keuntungan. Dengan berkembangnya dunia bisnis, setiap orang dapat melakukan
usaha dinegara manapun, sehingga penghasilan dapat diperoleh dan diterima dari
berbagai negara. Adanya aktivitas ekonomi dan investasi antar negara ini dapat
memberikan penghasilan yang menimbulkan aspek perpajakan, sehingga masing
masing negara punya kewenangan untuk memungut pajaknya.

Negara tempat aktivitas ekonomi mengenakan pajak atas penghasilan dengan dasar
bahwa penghasilan tersebut bersumber dari negara yang bersangkutan (source
state), dengan kata lain negara sumber dapat mengenakan pajak karena terdapat
hubungan yang erat antara negara dan aktivitas yang memberikan penghasilan.
Hubungan tersebut dinamakan economic attachment. Hal ini berkaitan dengan
bahwa negara dimana penghasilan tersebut bersumber telah memberikan atau
menyediakan tempat, barang, dan pelayanan publik, sehingga dapat memperoleh
penghasilan. Jadi ini yang mendasari negara sumber untuk mengenakan pajak
adalah manfaat yang telah diberikan suatu negara (benefit Theory of taxation) .
Disisi lain negara tempat kedudukan pelaku aktivitas akan mengenakan pajak atas
penghasilan karena pelaku aktivitas tersebut warga negara yang bersangkutan
(residence state) dengan alasan yang sama dengan negara sumber. Dengan demikan
wajar jika nagara mengenakan pajak kepada warga negaranya atas penghasilan
yang diperoleh dari luar negeri. Hubungan hak suatu negara karena keterkaitan
dengan subjek pajaknya dinamakan personal attachment.

6
2.2. Pengertian Pajak Berganda dan Pencegahannya

Kneclitle dalam bukunya “Basic Problems in International Fiscal Law” (1979)


membagi pengertian pajak berganda secara luas dan sempit. Pengertian secara luas,
pajak berganda meliputi setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya
lebih dari satu kali, yang dapat benganda (double taxation) atau lebih (multiple
taxation) atas suatu fakta fiscal (subyek dan / atau obyek pajak). Pengertian secara
sempit, pajak berganda dianggap dapat terjadi pada semua kasus pemajakan
beberapa kali terhadap suatu subyek dan/atau obyek pajak dalam satu administrasi
pajak yang sama.

Pajak berganda dalam arti luas, sesuai dengan Negara (yuridiksi) pemungut
pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda :

1. Internal (domestik)
2. Internasional

Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima
oleh orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu Negara, sedangkan
pajak berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum)
dikenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).

Apabila pemajakan berganda (double atau multiple taxation) dilakukan oleh


beberapa administrasi pajak (berdasarkan ketentuan pemajakan domestic dari tiap
Negara) maka terdapat pajak berganda internasional (international double
taxation). Secara teoritis dan normatif, istilah pajak berganda internasional
(“PBI”) meliputi beberapa unsur :

 Pengenaan pajak oleh beberapa otoritas pemajakan atas beberapa criteria


identitas
 Identitas subyek pajak (wajib pajak yang sama)
 Identitas obyek pajak (obyek yang sama )
 Identitas masa pajak
 Identitas (atau kesamaan ) pajak

7
Selaras dengan unsur-unsur tersebut, maka pajak berganda internasional dapat
terjadi apabila beberapa Negara mengenakan pajak yang sama (sejens atau setara)
terhadap satu wajib pajak atas obyek pajak yang sama untuk masa pajak yang sama
pula.

Menurut Knechtle dalam buku Basic Problem In Internasional Fiskal Law,


menyebutkan beberapa tipe PBI :

 Faktual dan potensial


 Yuridis dan ekonomis
 Langsung dan tak langsung

Penghindaran Pajak Berganda Internasional

Menyadari bahwa tambahan beban pajak yang dapat menjurus ke over taxation
berpotensi menghambat mobilitas dan laju bisnis, perdagangan, investasi, sumber
daya, barang dan jasa serta ekonomi global, maka dunia perpajakan internasional
mencoba melakukan beberapa pendekatan untuk memperingan atau mengeliminasi
PIB.

Pendekatan Hak Pemajakan

1. Unilateral (sepihak)
Setiap negara yang mengenakan pajak atas penghasilan luar negeri yang
diperoleh atau diterima WPDNnya ialah dengan mencantumkan ketentuan
penghindaran PBI dalam undang-undang domestiknya. Misalnya dengan
memberlakukan pemajakan teritorial (membebaskan pemajakan atas
penghasilan luar negeri), atau mengecualikan penghasilan luar negeri dari
WPDN pada umumnya memberikan keringanan atas pajak dimaksud.
2. Bilateral (antar dua negara)
Kedua negara terkait memberikan keringanan PBI berdasarkan kesepakatan
(persetujuan) antara kedua negara pemegang yuridiksi pemajakan. Kesepakatan
tersebut pada umumnya dirumuskan dalam suatu bentuk perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B) yang ditandatangani oleh pemerintah
kedua negara. (walaupun dalam praktik dapat terjadi penandatangan P3B adalah
8
lembaga swasta , misalnya P3B Indonesia – Taiwan yang ditandatangani oleh
KADIN)
3. Multilateral (beberapa negara secara seerempak)
Melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional (misalnya negar-negara
skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan dapat menutup P3B
secara bersama-sama. Karena merupakan kesepakatan bersama, pemberian
keringanan P3B dapat lebih bersifat harmonisasi (atau malahan unifikasi)
ketentuan perpajakan masing-masing negara terkait.

Ketentuan-ketentuan dalam P3B untuk mencegah pengenaan pajak berganda


ini misalnya:
a. Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana
seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident
tax person) oleh dua negara yang berbeda. Aturan ini dikenal dengan
istilah Tie Breaker Rule yang dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (2) P3B.
b. Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai
dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian
hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu
negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk
mengenakan pajak.
c. Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan
transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi
terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.
d. Adanya ketentuan tentang penerapan metode penghindaran pajak
berganda yang diatur dalam Pasal 23 P3B.
e. Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana
jika satu Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di
negara lain maka Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk
menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.

9
Metode Penghindaran Pajak Berganda Internasional

1. Pembebasan (exemption) / pengecualian (exclusion)


Metode ini berupaya untuk sepenuhnya mengeliminasi pajak berganda
internasional. Metode ini menghendaki suatu negara pemegang yuridiksi
pemajakan sekunder (domisili) untuk dengan rela melepaskan hak
pemajakaannya sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain (
negara sumber ).
b. Metode Pembebasan Penuh (full exemption)
Dalam metode ini seluruh penghasilan yang dikenakan dinegara sumber
tidak akan dikenakan lagi dinegara domisili.
c. Metode pembebasab dengan progresif (exemption with pregression)
Penghasilan yang dapat dikenakan pajak dinegara sumber tidak akan
dikenakan pajak lagi dinegara domisili namun negara domisili tetap
mempunyai hak untuk memperhitungkan penghasilan tersebutketika
menentukan pajak yang harus dikenakan pajak dinegara domisili.

2. Kredit pajak (kredit method)


Berbeda dengan metode eksemsi (yang mengeliminasi penghasilan luar
negeridari basis pengenaan atau pemajakan dengan memperhitungkan
penghasilan terhadap penghasilan income against income), metode kredit
memberi keringanan atau eliminasi pajak berganda internasional dengan cara
mengkreditkan(mengurangkan) pajak luar negeri terhadap pajak penghasilan
global yang merupakan porsi penghasilan luar negeri (tax against tax).
Sementara metode eksemsi mengasumsikan bahwa residen yang melakukan
investasi atau bisnis maupun kegiatan di luar negara hanya dikenakan pajak di
negara lokasi tempat mengimpor modal, bisnis atau kegiatan ( capital-import
neutrality), metode kredit mengasumsi bahwaresiden dimaksud (mengekspor
modal , bisnis dan kegiatan ) harus diperlakukan sama dengan yang melakukan
hal serupa di dalam negeri (capital-eksport neutrality). Berbagai varian dari
metode kredit adalah :
a. Metode kredit penuh (full credit method)

10
Metode kredit pajak penuh mengurangkan pajak terutang atau dibayar
diluar negeri sepenuhnya terhadap pajak dalam negeri yang akan
dikenakan terhadap penghasilan tersebut.
b. Metode kredit dengan pembatasan (ordinary credit method)
Memberikan keringanan berupa pengurangan pajak luar negeri atas pajak
domestik yang dialokasikan pada penghasilan luar negeri dengsn batasan
jumlah yang terendah antara pajak domestic yang dialokasikan kepada
pajak luar negeri dan pajak yang sebenarnya di bayar diluar negeri.

2.3. Pengertian International Tax Avoidance

Penghindaran pajak atau lebih dikenal dengan nama tax avoidance biasanya
diartikan sebagai suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan
beban pajak dengan cara memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan
suatu negara. Secara konsep, skema penghindaran pajak sebenarnya bersifat legal
atau sah-sah saja karena tidak melanggar ketentuan perpajakan.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari tax


avoidance. James Kessler memberikan pengertian tax avoidance sebagai usaha-
usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meminimalkan pajak dengan cara yang
bertentangan dengan maksud dan tujuan dari pembuat Undang-Undang (the
intention of parlement).

Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus CTO di Amerika Serikat)
merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar
hukum. Lebih lanjut, OECD mendeskripsikan tax avoidance adalah usaha wajib
pajak mengurangi pajak terutang, meskipun upaya ini bisa jadi tidak melanggar
hukum (the letter of the law), namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan
dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan (the spirit of the law).

Menurut James Kessler pengertian tax avoidance dibagi menjadi 2 jenis, yakni
penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan
penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax evasion).
11
Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) memiliki
karakteristik sebagai berikut:

- Memiliki tujuan usaha yang baik


- Bukan semata-mata untuk menghindari pajak
- Sesuai dengan spirit and intention of parliament
- Tidak melakukan tranksaksi yang direkayasa

Sementara itu, penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax


evasion) memiliki karakteristik sebagai berikut:

- Tidak memiliki tujuan usaha yang baik


- Semata-mata untuk menghindari pajak
- Tidak sesuai dengan spirit & intention of parliament
- Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau
kerugian

Kendati demikian, pandangan suatu negara terhadap pengertian penghindaran pajak


yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak
diperbolehkan (unacceptable tax evasion) bisa jadi saling berbeda, sehingga hal ini
akan kembali pada bagaimana suatu negara tersebut memahami pengertian dari tax
avoidance itu sendiri.

Transfer Pricing

Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan
hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat
dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar,
membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin
capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba).
Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak
perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang
tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar,
sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif
pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark
12
down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di
Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus
berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER
(Debt Equity Ratio).

Treaty Shoping

Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah
memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana.
Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping
diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty
(P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya
berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang
menandatangani tax treaty. Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua
negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai
usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara
untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara
mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-
klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi
yang sedang dihadapi.

Thin Capitalization

Thin capitalization adalah upaya perusahaan untuk mengurangi beban pajak dengan
cara memperbesar pinjaman agar dapat membebankan biaya bunga dan
mengecilkan laba.

Controlled Foreign Corporation (CFC)

Controlled foreign corporation (CFC) adalah perusahaan terkendali yang dimiliki


oleh wajib pajak dalam negeri yang berada di negara yang mengenakan pajak
rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali (tax haven country) yang dibentuk
dengan maksud untuk menunda pengakuan penghasilan dalam rangka
penghindaran pajak (tax avoidance).

13
Skema Penghematan Pajak Lainnya

1. Substantive Tax Planning


- Memindahkan subjek pajak (transfer ox tax subject) ke negara yang
dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan
perlakukan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
- Memindahkan objek pajak (transfer ox tax subject) ke negara yang
dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan
pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu penghasilan.
- Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and
of tax object) ke negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara
yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu
jenis penghasilan.
2. Formal Tax Planning
Wajib pajak melakukan penghindaran pajak dengan tetap mempertahankan
substansi ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk
formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak paling rendah.

Anti Avoidance Rule

Pada dasarnya, praktik penghindaran pajak seperti tax avoidance dan tax planning
tidak melanggar peraturan yang berlaku. Namun, hal ini tetap merugikan negara
karena mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak.

Karena itu, masing-masing negara menerbitkan ketentuan untuk menghadapi dan


mencegah terjadinya praktik penghindaran pajak yang disebut dengan Anti
Avoidance Rule atau anti penghindaran pajak. Ada dua ketentuan yang mengatur
anti penghindaran pajak :

1. Specific Anti Avoidance Rule (SAAR)


Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) adalah ketentuan anti penghindaran
pajak atas transaksi seperti yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya
(konteks perpajakan internasional), yaitu: transfer pricing, thin capitalization,
treaty shopping, controlled foreign corporation.
2. General Anti Avoidance Rule (GAAR)
14
General Anti Avoidance Rule (GAAR) yaitu ketentuan anti penghindaran
pajak untuk mencegah transaksi yang semata-mata dilakukan oleh wajib pajak
untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi yang tidak memiliki substansi
bisnis.

2.4. Contoh Perusahaan yang Melakukan Internasional Tax Avoidance

Upaya penghindaran pajak dari perusahaan global juga terjadi di berbagai negara
di dunia. Bahkan khusus di Uni Eropa sendiri penghindaran pajak diperkirakan
merugikan keuangan anggota Uni Eropa 1 triliun euro atau Rp 12.000 triliun di
tahun 2012.

Begitu besarnya penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan global tersebut


menjadi salah satu fokus Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tahun ini.

Hal itu disebut intensifikasi pajak dari perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).
Jaringan perusahaan PMA di berbagai negara memang memungkinkan upaya
penghindaran pajak.

Pengalaman inggris menggambarkan penghindaran pajak dilakukan secara


terstruktur. Akhir tahun 2012, badan pajak Inggris HMRC (HM Revenue and
Customs) menisik pelaporan pajak 4 perusahaan global.

Pertama, kasus franchisor kedai kopi asal Amerika Serikat (AS). Parlemen Inggris
menyoroti laporan keuangan franchisor yang menyatakan rugi sebesar 112 juta
pounds selama tahun 2008-2010 dan tidak membayar pajak PPh (pajak
penghasilan) badan pada 2011. Dalam laporan ke investor, franchisor menyatakan
omzet selama 2008-2010, senilai 1,2 milyar pounds (Rp 18 triliun). Modus
franchisor ini dengan membuat laporan keuangan seolah rugi dengan tiga cara
yaitu:

1. Membayar royalti offshore licensing atas desain, resep dan logo ke cabangnya
di Belanda.

15
2. Membayar bunga utang sangat tinggi, di mana utang tersebut justru digunakan
untuk ekspansi kedai kopi di negara lain.
3. Membeli bahan baku dari cabangnya di Swiss. Walaupun pengiriman barang
langsung dari negara produsen, dan tidak masuk ke Swiss.

Kasus kedua yaitu laporan pajak perusahaan internet search engine kakap berbasis
di AS. Perusahaan ini meraih revenue di Inggris 398 juta pounds pada tahun 2011,
tapi hanya membayar pajak 6 juta pounds. Keuntungan perusahaan cabang Inggris
kemudian ditransfer ke cabang di Irlandia, Belanda dan berakhir di Bermuda.
Negara Bermuda adalah tax havens country yang tidak memungut PPh badan.

Kasus ketiga, pajak bonus karyawan investment banking dari AS. Agar pembayaran
bonus ini tidak terdeteksi, karyawan investment banking cabang Inggris diminta
mengajukan permohonan pinjaman lunak ke investment banking cabang AS.
Dengan dalih pinjaman lunak, karyawan investment banking cabang Inggris tidak
harus membayar pajak penghasilan. Atas kecurangan ini, investment banking
cabang Inggris harus membayar denda 500 juta pounds (Rp 7,5 triliun).

Kasus keempat, skandal bunga pinjaman Perusahaan Air Minum (PAM) swasta
Inggris. PAM ini meminjam dari induknya di Hongkong yang mengeluarkan
eurobond melalui tax havens countries di Channel Islands dan Cayman Island.
Anak usaha di Inggris meminjam dari induknya lebih dari 1 milyar pounds (Rp 15
triliun) dengan suku bunga 11 persen atau sekitar Rp 1,65 triliun per tahun.

Menurut aturan Inggris, pembayaran bunga ke luar negeri dipotong pajak 20 persen,
kecuali pinjaman obligasi eurobond. Dengan meminjam eurobond di Channel
Islands dan Cayman Island, PAM swasta "menghemat" pajak bunga pinjaman 20
persen dari Rp 1,65 triliun atau sekitar Rp 330 milyar (22 juta pounds).

Padahal secara akumulasi pembayaran bunga pinjaman perusahaan air minum di


Inggris setahun sebesar 2,1 milyar pounds. Dengan pajak bunga 20 persen, kerugian
Inggris dari penghindaran pajak bunga senilai 420 juta pounds atau sekitar Rp 6,3
triliun.

16
Penghindaran pajak lazim dilakukan perusahaan global dengan cabang di berbagai
negara. Modusnya usang tapi selalu berhasil.

Modus pertama, pembayaran biaya manajemen royalti atas HAKI (Hak Atas
Kekayaan Intelektual) atas logo dan merek kepada perusahaan induk. Peningkatan
royalti akan meningkatkan biaya yang pada akhirnya mengurangi laba bersih
sehingga PPh badan juga turun. Jika tarif tax treaty untuk pajak royalti hanya 10
persen dan tarif PPh badan adalah 25 persen, maka Indonesia kehilangan 15 persen
PPh.

Modus kedua, pembelian bahan baku dari perusahaan satu grup. Pembelian bahan
baku dilakukan dengan harga mahal dari perusahaan se-grup yang berdiri di negara
bertarif pajak rendah.

Modus ketiga, berutang atau menjual obligasi kepada afiliasi perusahaan induk dan
membayar kembali cicilan dengan bunga sangat tinggi. Tingkat suku bunga tinggi
ini adalah dividen terselubung ke perusahaan induk.

Modus keempat, menggeser biaya usaha (termasuk gaji pegawai headquarters) ke


negara bertarif pajak tinggi (cost center) seperti Inggris dan mengalihkan profit ke
negara bertarif pajak rendah (profit center) seperti Bermuda. Dengan demikian
keuntungan perusahaan terlihat kecil dan tidak perlu membayar pajak korporasi.

Modus kelima, menarik dividen lebih besar dengan menyamarkan biaya royalti dan
jasa manajemen untuk menghindari pajak korporasi.

Modus terakhir dengan mengecilkan omzet penjualan. Perusahaan menjual rugi


barang ke cabang perusahaan di negara bertarif pajak rendah, sehingga penjualan
ekspor terlihat merugi. Kemudian dari cabang tersebut, barang dijual dengan harga
normal ke konsumen akhir.

Sementara itu di Indonesia sendiri, Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo


sebelum melepas jabatannya mengatakan, terdapat tren profit shifting atau
pemindahan keuntungan yang marak dilakukan kalangan pengusaha di Indonesia.

17
Perusahaan-perusahaan multinasional corporation di Indonesia, banyak sekali yang
melakukan praktik profit shifting. Sehingga membayar pajak di bawah yang
seharusnya dibayar oleh mereka.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan:

Karena kemajuan dari teknologi dan globalisasi melakukan kegiatan usaha di luar
negeri selain melakukan usaha banyak juga yang bekerja di luar negeri. Dalam
melakukan kegiatan diluar negeri mereka akan dikenakan pajak karena
mendapatkan penghasilan di Negara tempat mereka melangsukan kegiatan.
Dampak dari hal tersebut menyebabkan terjadinya pajak berganda bagi seseorang
atau badan usaha. Maka dari itu untuk menghindari pajak berganda internasional
dibuatlah tax treaty yang diharapkan bermanfaat dan saling menguntungkan bagi
kedua Negara yang bersangkutan.

Namun seringkali usaha untuk menghindari pajak berganda oleh pemerintah


setempat dimanfaatkan dengan prilaku penghindaran pajak. Tax avoidance, tax
planning, tax evasion, dan anti avoidance rule merupakan istilah dalam perpajakan
yang saling berkaitan dalam skema penghindaran pajak. Tax avoidance dan tax
planning merupakan tindakan penghematan pajak yang dianggap sah atau tidak
melanggar hukum. Sedangkan tax evasion merupakan penggelapan pajak yang
melanggar peraturan yang berlaku.

Penghematan atau penghindaran pajak, melalui skema maupun upaya manapun,


tetap merugikan negara. Karena itu, masing-masing negara memiliki Anti
Avoidance Rule untuk mencegah praktik penghindaran pajak.

3.2. Saran:

Dari pembahasan di atas, kita dapat mengetahui hal-hal yang terjadi dalam pajak
internasional. Di tengah era globalisasi sudah tentu kita sebagai generasi penerus
bangsa diharapkan mampu memahami perlakuan pajak internasional dan apa saja
dampaknya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Modul 1 Perpajakan Internasioanl, Res Publica Res Privata.

http://pajakberganda.blogspot.com/2017/03/pajak-berganda-internasional.html

https://www.merdeka.com/peristiwa/penghindaran-pajak-perusahaan-global-di-
dunia.html

https://news.ddtc.co.id/memahami-arti-tax-avoidance-8049

http://wasisriyanto2903.blogspot.com/2013/06/perencanaan-pajak-internasional.html

https://www.online-pajak.com/hubungan-tax-avoidance-tax-planning-tax-evasion-anti-
avoidance-rule

Ronen, Palan. (2008) "Tax havens and the commercialization of state sovereignty"
Cornell University Press. International Organization.

20

Anda mungkin juga menyukai