PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Disusun Oleh :
Nama : Andro
NIM : 43217110332
DOSEN :
UNIVERSITAS MERCUBUANA
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Kepada Tuhan Yang Maha Esa saya panjatkan rasa syukur atas berkat rahmat-Nya
yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan pembuatan makalah,
guna memenuhi tugas besar 1 pada mata kulian Perpajakan Internasional.
Tak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini, termasuk semua penulis artikel di internet yang juga
menjadi referensi. Juga kepada dosen pembimbing mata kuliah Perpajakan Internasional,
Ibu Yenny Dwi Handayani, SE., MSi., AK.,CA.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari penyusunan,
bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman saya untuk lebih
baik di masa yang akan datang.
Andro
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................... 5
1.3. Tujuan Penulisan Makalah.................................................................. 5
1.4. Manfaat................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Pajak Internasional...................................................... 6
2.2. Pengertian Pajak Berganda dan Pencegahannya................................... 7
2.3. Pengertian Internasional Tax Avoidance.............................................. 11
2.4. Contoh Perusahaan yang Melakukan Internasional Tax
Avoidance..............................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 19
3.2. Saran ................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara di dunia internasional memungut pajak sebagai salah satu income
bagi negara tersebut. Bisnis atau hubungan ekonomi yang berkembang pesat
ditunjang dengan kemajuan teknologi, menuju pada ekonomi global. Hubungan
ekonomi yang terjadi di dunia internasional menimbulkan pajak berganda, karena
masing-masing negara yang merasa berhak memungut pajak atas subjek dan objek
pajak tertentu.
Berdasar hal di atas dan dalam rangka pemenuhan tugas pada mata kuliah
Perpajakan Internasional, maka penulis mencoba untuk mengkaji mengenai pajak
berganda dan penghindarannya.
4
1.2. Rumusan Masalah
Dari uaraian diatas, diperoleh rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.4. Manfaat
Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai penambah
wawasan bagi mahasiswa dalam memahami perpajakan internasional.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Negara tempat aktivitas ekonomi mengenakan pajak atas penghasilan dengan dasar
bahwa penghasilan tersebut bersumber dari negara yang bersangkutan (source
state), dengan kata lain negara sumber dapat mengenakan pajak karena terdapat
hubungan yang erat antara negara dan aktivitas yang memberikan penghasilan.
Hubungan tersebut dinamakan economic attachment. Hal ini berkaitan dengan
bahwa negara dimana penghasilan tersebut bersumber telah memberikan atau
menyediakan tempat, barang, dan pelayanan publik, sehingga dapat memperoleh
penghasilan. Jadi ini yang mendasari negara sumber untuk mengenakan pajak
adalah manfaat yang telah diberikan suatu negara (benefit Theory of taxation) .
Disisi lain negara tempat kedudukan pelaku aktivitas akan mengenakan pajak atas
penghasilan karena pelaku aktivitas tersebut warga negara yang bersangkutan
(residence state) dengan alasan yang sama dengan negara sumber. Dengan demikan
wajar jika nagara mengenakan pajak kepada warga negaranya atas penghasilan
yang diperoleh dari luar negeri. Hubungan hak suatu negara karena keterkaitan
dengan subjek pajaknya dinamakan personal attachment.
6
2.2. Pengertian Pajak Berganda dan Pencegahannya
Pajak berganda dalam arti luas, sesuai dengan Negara (yuridiksi) pemungut
pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda :
1. Internal (domestik)
2. Internasional
Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima
oleh orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu Negara, sedangkan
pajak berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum)
dikenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).
7
Selaras dengan unsur-unsur tersebut, maka pajak berganda internasional dapat
terjadi apabila beberapa Negara mengenakan pajak yang sama (sejens atau setara)
terhadap satu wajib pajak atas obyek pajak yang sama untuk masa pajak yang sama
pula.
Menyadari bahwa tambahan beban pajak yang dapat menjurus ke over taxation
berpotensi menghambat mobilitas dan laju bisnis, perdagangan, investasi, sumber
daya, barang dan jasa serta ekonomi global, maka dunia perpajakan internasional
mencoba melakukan beberapa pendekatan untuk memperingan atau mengeliminasi
PIB.
1. Unilateral (sepihak)
Setiap negara yang mengenakan pajak atas penghasilan luar negeri yang
diperoleh atau diterima WPDNnya ialah dengan mencantumkan ketentuan
penghindaran PBI dalam undang-undang domestiknya. Misalnya dengan
memberlakukan pemajakan teritorial (membebaskan pemajakan atas
penghasilan luar negeri), atau mengecualikan penghasilan luar negeri dari
WPDN pada umumnya memberikan keringanan atas pajak dimaksud.
2. Bilateral (antar dua negara)
Kedua negara terkait memberikan keringanan PBI berdasarkan kesepakatan
(persetujuan) antara kedua negara pemegang yuridiksi pemajakan. Kesepakatan
tersebut pada umumnya dirumuskan dalam suatu bentuk perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B) yang ditandatangani oleh pemerintah
kedua negara. (walaupun dalam praktik dapat terjadi penandatangan P3B adalah
8
lembaga swasta , misalnya P3B Indonesia – Taiwan yang ditandatangani oleh
KADIN)
3. Multilateral (beberapa negara secara seerempak)
Melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional (misalnya negar-negara
skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan dapat menutup P3B
secara bersama-sama. Karena merupakan kesepakatan bersama, pemberian
keringanan P3B dapat lebih bersifat harmonisasi (atau malahan unifikasi)
ketentuan perpajakan masing-masing negara terkait.
9
Metode Penghindaran Pajak Berganda Internasional
10
Metode kredit pajak penuh mengurangkan pajak terutang atau dibayar
diluar negeri sepenuhnya terhadap pajak dalam negeri yang akan
dikenakan terhadap penghasilan tersebut.
b. Metode kredit dengan pembatasan (ordinary credit method)
Memberikan keringanan berupa pengurangan pajak luar negeri atas pajak
domestik yang dialokasikan pada penghasilan luar negeri dengsn batasan
jumlah yang terendah antara pajak domestic yang dialokasikan kepada
pajak luar negeri dan pajak yang sebenarnya di bayar diluar negeri.
Penghindaran pajak atau lebih dikenal dengan nama tax avoidance biasanya
diartikan sebagai suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan
beban pajak dengan cara memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan
suatu negara. Secara konsep, skema penghindaran pajak sebenarnya bersifat legal
atau sah-sah saja karena tidak melanggar ketentuan perpajakan.
Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus CTO di Amerika Serikat)
merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar
hukum. Lebih lanjut, OECD mendeskripsikan tax avoidance adalah usaha wajib
pajak mengurangi pajak terutang, meskipun upaya ini bisa jadi tidak melanggar
hukum (the letter of the law), namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan
dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan (the spirit of the law).
Menurut James Kessler pengertian tax avoidance dibagi menjadi 2 jenis, yakni
penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan
penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax evasion).
11
Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Transfer Pricing
Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan
hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat
dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar,
membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin
capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba).
Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak
perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang
tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar,
sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif
pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark
12
down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di
Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus
berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER
(Debt Equity Ratio).
Treaty Shoping
Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah
memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana.
Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping
diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty
(P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya
berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang
menandatangani tax treaty. Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua
negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai
usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara
untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara
mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-
klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi
yang sedang dihadapi.
Thin Capitalization
Thin capitalization adalah upaya perusahaan untuk mengurangi beban pajak dengan
cara memperbesar pinjaman agar dapat membebankan biaya bunga dan
mengecilkan laba.
13
Skema Penghematan Pajak Lainnya
Pada dasarnya, praktik penghindaran pajak seperti tax avoidance dan tax planning
tidak melanggar peraturan yang berlaku. Namun, hal ini tetap merugikan negara
karena mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak.
Upaya penghindaran pajak dari perusahaan global juga terjadi di berbagai negara
di dunia. Bahkan khusus di Uni Eropa sendiri penghindaran pajak diperkirakan
merugikan keuangan anggota Uni Eropa 1 triliun euro atau Rp 12.000 triliun di
tahun 2012.
Hal itu disebut intensifikasi pajak dari perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).
Jaringan perusahaan PMA di berbagai negara memang memungkinkan upaya
penghindaran pajak.
Pertama, kasus franchisor kedai kopi asal Amerika Serikat (AS). Parlemen Inggris
menyoroti laporan keuangan franchisor yang menyatakan rugi sebesar 112 juta
pounds selama tahun 2008-2010 dan tidak membayar pajak PPh (pajak
penghasilan) badan pada 2011. Dalam laporan ke investor, franchisor menyatakan
omzet selama 2008-2010, senilai 1,2 milyar pounds (Rp 18 triliun). Modus
franchisor ini dengan membuat laporan keuangan seolah rugi dengan tiga cara
yaitu:
1. Membayar royalti offshore licensing atas desain, resep dan logo ke cabangnya
di Belanda.
15
2. Membayar bunga utang sangat tinggi, di mana utang tersebut justru digunakan
untuk ekspansi kedai kopi di negara lain.
3. Membeli bahan baku dari cabangnya di Swiss. Walaupun pengiriman barang
langsung dari negara produsen, dan tidak masuk ke Swiss.
Kasus kedua yaitu laporan pajak perusahaan internet search engine kakap berbasis
di AS. Perusahaan ini meraih revenue di Inggris 398 juta pounds pada tahun 2011,
tapi hanya membayar pajak 6 juta pounds. Keuntungan perusahaan cabang Inggris
kemudian ditransfer ke cabang di Irlandia, Belanda dan berakhir di Bermuda.
Negara Bermuda adalah tax havens country yang tidak memungut PPh badan.
Kasus ketiga, pajak bonus karyawan investment banking dari AS. Agar pembayaran
bonus ini tidak terdeteksi, karyawan investment banking cabang Inggris diminta
mengajukan permohonan pinjaman lunak ke investment banking cabang AS.
Dengan dalih pinjaman lunak, karyawan investment banking cabang Inggris tidak
harus membayar pajak penghasilan. Atas kecurangan ini, investment banking
cabang Inggris harus membayar denda 500 juta pounds (Rp 7,5 triliun).
Kasus keempat, skandal bunga pinjaman Perusahaan Air Minum (PAM) swasta
Inggris. PAM ini meminjam dari induknya di Hongkong yang mengeluarkan
eurobond melalui tax havens countries di Channel Islands dan Cayman Island.
Anak usaha di Inggris meminjam dari induknya lebih dari 1 milyar pounds (Rp 15
triliun) dengan suku bunga 11 persen atau sekitar Rp 1,65 triliun per tahun.
Menurut aturan Inggris, pembayaran bunga ke luar negeri dipotong pajak 20 persen,
kecuali pinjaman obligasi eurobond. Dengan meminjam eurobond di Channel
Islands dan Cayman Island, PAM swasta "menghemat" pajak bunga pinjaman 20
persen dari Rp 1,65 triliun atau sekitar Rp 330 milyar (22 juta pounds).
16
Penghindaran pajak lazim dilakukan perusahaan global dengan cabang di berbagai
negara. Modusnya usang tapi selalu berhasil.
Modus pertama, pembayaran biaya manajemen royalti atas HAKI (Hak Atas
Kekayaan Intelektual) atas logo dan merek kepada perusahaan induk. Peningkatan
royalti akan meningkatkan biaya yang pada akhirnya mengurangi laba bersih
sehingga PPh badan juga turun. Jika tarif tax treaty untuk pajak royalti hanya 10
persen dan tarif PPh badan adalah 25 persen, maka Indonesia kehilangan 15 persen
PPh.
Modus kedua, pembelian bahan baku dari perusahaan satu grup. Pembelian bahan
baku dilakukan dengan harga mahal dari perusahaan se-grup yang berdiri di negara
bertarif pajak rendah.
Modus ketiga, berutang atau menjual obligasi kepada afiliasi perusahaan induk dan
membayar kembali cicilan dengan bunga sangat tinggi. Tingkat suku bunga tinggi
ini adalah dividen terselubung ke perusahaan induk.
Modus kelima, menarik dividen lebih besar dengan menyamarkan biaya royalti dan
jasa manajemen untuk menghindari pajak korporasi.
17
Perusahaan-perusahaan multinasional corporation di Indonesia, banyak sekali yang
melakukan praktik profit shifting. Sehingga membayar pajak di bawah yang
seharusnya dibayar oleh mereka.
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan:
Karena kemajuan dari teknologi dan globalisasi melakukan kegiatan usaha di luar
negeri selain melakukan usaha banyak juga yang bekerja di luar negeri. Dalam
melakukan kegiatan diluar negeri mereka akan dikenakan pajak karena
mendapatkan penghasilan di Negara tempat mereka melangsukan kegiatan.
Dampak dari hal tersebut menyebabkan terjadinya pajak berganda bagi seseorang
atau badan usaha. Maka dari itu untuk menghindari pajak berganda internasional
dibuatlah tax treaty yang diharapkan bermanfaat dan saling menguntungkan bagi
kedua Negara yang bersangkutan.
3.2. Saran:
Dari pembahasan di atas, kita dapat mengetahui hal-hal yang terjadi dalam pajak
internasional. Di tengah era globalisasi sudah tentu kita sebagai generasi penerus
bangsa diharapkan mampu memahami perlakuan pajak internasional dan apa saja
dampaknya.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://pajakberganda.blogspot.com/2017/03/pajak-berganda-internasional.html
https://www.merdeka.com/peristiwa/penghindaran-pajak-perusahaan-global-di-
dunia.html
https://news.ddtc.co.id/memahami-arti-tax-avoidance-8049
http://wasisriyanto2903.blogspot.com/2013/06/perencanaan-pajak-internasional.html
https://www.online-pajak.com/hubungan-tax-avoidance-tax-planning-tax-evasion-anti-
avoidance-rule
Ronen, Palan. (2008) "Tax havens and the commercialization of state sovereignty"
Cornell University Press. International Organization.
20