Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Operasi
Disusun Oleh :
Jakiatunnisa 181011250460
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Sholawat dan salam mari kita sama-sama
curah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW .
Atas berkat Rahmat yang Maha kuasa alhamdulilah makalah tentang Etika
dalam Dunia Perpajakan ini bisa kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan makalah ini, karena atas bantuan pihak-pihak tertentu makalah ini bisa
terwujud.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
mengetahui tentang tentang Etika dalam Dunia Perpajakan. Dengan makalah ini
diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang
lebih luas mengenai tentang Etika dalam Dunia Perpajakan
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya
dan kami sendiri khususnya.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
13
3
C. Perpajakan di Indonesia
14
20
22
A. Kesimpulan
22
B. Saran.
23
DAFTAR PUSTAKA
23
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika menurut Manner and Custom adalah pembahasan etika yang berhubungan
atau berkaitan dengan tata cara serta adat kebiasaan yang melekat pada kodrat
manusia yang sangat terkait dengan arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku
atau perbuatan manusia. Sedangkan menurut, Drs. H. Burhanudin Salam etika adalah
suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai-nilai dan norma yang dapat
menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
Apabila etika dikaitkan dengan perpajakan, maka akan banyak sekali pihak
yang terlibat didalamnya. Bahkan bisa dikatakan semua pihak ada di dalamnya. Secara
subyektif seluruh Warga Negara adalah wajib pajak. Dengan demikian artinya etika
perpajakan ini wajib dimiliki, dimengerti dan diamalkan oleh setiap individu.
Pendapatan terbesar Negara ini didapatkan dari sektor pajak, pajak inilah
yangdigunakan untuk pembangunan baik sektor infrastukrtur maupun pembangunan
dibidang lainnya. Bagaimana pembangunan dinegara ini akan akan maju jika
pendapatan untuk membangun disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Apalagi
penyimpangan ini sudah dianggap menjadi sebuah tradisi.
B. Rumusan Masalah
5
C. Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran wajib rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Unsur – unsur pajak, anatara lain:
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
Wajib pajak orang pribadi (WPOP) adalah setiap orang yang memiliki
penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. Jadi, mereka yang termasuk ke
dalam WPOP diwajibkan buat mendaftarakan diri dan memiliki NPWP. Nah, WPOP
juga terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008, WPOP yang masuk
dalam kategori subjek pajak dalam negeri adalah:
❖ Orang pribadi yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam kurun waktu
7
2) Wajib pajak orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, WPOP yang masuk dalam kategori subjek
pajak luar negeri, adalah:
❖ Orang pribadi yang gak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
❖ Orang pribadi yang gak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
Wajib pajak badan (WP Badan), adalah sekumpulan orang yang memiliki usaha
tetap atau yang memiliki kewajiban sebagai pemotong pajak. WP badan diharuskan
mendaftarkan diri ke pajak paling lambat satu bulan setelah didirikan atau terdaftar.
Yang termasuk WP Badan, antara lain: Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer
(CV), Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), Firma, Koperasi, Kongsi, Persekutuan, Perkumpulan, Organisasi,
Lembaga, Bentuk Badan Lain, Bentuk Usaha Tetap.
Wajib Pajak Bendahara, bendahara yang digolongkan sebagai wajib pajak adalah
instansi yang berperan sebagai pemungut dan pemotong pajak. Yang termasuk ke
dalam bendahara pemerintah dan terkait adalah bendaharawan atau pejabat yang
ditunjuk untuk melakukan pembayaran sesuai instruksi dari negara. Dana yang
digunakan sebagai pembayaran berasal dari APBN atau APBD, yaitu digunakan oleh 5
kelompok bendahara selaku wajib pajak, yaitu:
❖ Bendahara desa.
8
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2007, Wajib Pajak memiliki kewajiban sebagai
berikut:
1. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan NPWP jika telah memenuhi persyaratan Subjektif dan Objektif.
2. Melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat
kegiatan usaha tersebut dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa
indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Membayar Pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat
Ketetapan Pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak badan dan melakukan
pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
8. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek pajak yang
terutang pajak.
9. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
10. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.
9
Berdasarkan UU nomor 28 Tahun 2007, WP memiliki hak sebagai berikut:
10
peraturan perundang - undangan perpajakan. Sanksi bagi Wajib Pajak dibagi menjadi
3, yaitu :
Ada 8 standar yang ditunjukkan dalam Statements on Standards for Tax Services
(SSTS), yaitu:
1. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada
kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
11
2. Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika
ini berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut poin 1.
3. Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak
ceroboh selama ini bisa diungkapkan.
4. Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi
hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
5. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang
“mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS.
6. Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
7. Seorang Akuntan Pajak memiliki “pengetahuan tentang kesalahan administratif”.
8. Seorang akuntan harus mengetahui bentuk dan isi advis.
5.05 “Self assessment system perpajakan dapat berfungsi secara efektif jika wajib
pajak melaporkan hasil mereka pada suatu kewajiban pajak secara benar, mengoreksi,
dan melengkapi. Suatu kewajiban pajak adalah suatu laporan wajib pajak fakta-fakta,
dan wajib pajak mempunyai tanggung jawab akhir untuk posisi - posisi menerima
imbal hasil.” Unsur yang terkandung dalam pernyataan diatas berupa: self assesment
sistem akan efektif jika WP melaporkan Pajak terutang kepada Direktorat jendral
pajak secara benar. Serta laporan pajak yang dilaporkan harus data yang kongkrit dan
tidak memanipulasi data yang ada.
5.06 “CPAS menetapkan bentuk cukai atas sistem perpajakan seperti juga kepada
klien-klien mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib pajak tidak memiliki kewajiban
untuk membayar lebih banyak pajak dibanding dengan menurut hukum berhutang, dan
CPA mempunyai suatu cukai kepada klien itu untuk membantu dalam mencapai
12
target.” Maksudnya adalah pengenaan Cukai kepada para WP yang termasuk Subjek
Cukai, Wajib Pajak hanya dibenarkan membayar pajak sesuai dengan pajak terutang,
tidak boleh lebih dari pajak terutang.
IFRS mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem
pajak. Komisi IFRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa:
“suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi
pajak saja, dalam kasus ini IFRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres,
Administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada
masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum”. Direktur
praktik IFRS, Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993:85) lebih menegaskan bahwa
Ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab
praktisi atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya
pervasive (peresapan) dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua
tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam
beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan
dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang
tertinggi. IFRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum
pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien
dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak. Menurut William L. Raby
dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IFRS akan menimbulkan
perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani publik dengan
mengadopsi suatu sikap. Argumennya, “Aturan etika yang fundamental dalam praktik
perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien
untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak mengganti skala nilai
kliennya.Disamping itu praktisi herus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi
yang salah untuk pemerintah”.
C. Perpajakan di Indonesia
13
telah turut serta menentukan pengenaan, pemungutan, dan penarikan pajak dari subjek
pajak. Namun banyaknya masalah korupsi, mafia peradilan dan pajak, konflik antar
golongan, keterlantaran rakyat, pertarungan politik antar partai membuat rakyat
Indonesia kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah yang berdampak langsung
terhadap pemerintahan dan masalah-masalah lainnya. Salah satunya penyebab
ketidakpercayaan rakyat dikarenakan kesejahteraan rakyat yang semakin jauh dari kata
memuaskan. Bahkan seringkali terjadi kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan
rakyat karena tidak jelas arahnya dan berbanding terbalik antara peraturan tertulis
dengan implementasinya. Kasus mark up dibidang perpajakan, tender, dan
desentralisasi anggaran semakin merajalela. Salah satu kelakuan pemerintah atau
oknum pemerintah yang disoroti adalah Dirjen Pajak. Setelah terungkapnya kasus
mafia pajak yang dilakukan Gayus Tambunan, semakin banyak terkuak keburukan
pegawai perpajakan dan juga sistem perpajakan di Indonesia. Kepala Bagian
Pemberhentian dan Pemensiunan Direktorat Jenderal Pajak Arif Mahmudin
mengungkapkan berdasarkan data per 29 Oktober 2010, bahwa total pegawai pajak
yang terkena hukuman berat adalah 32 orang, 19 di antaranya, diberhentikan tidak
dengan hormat dan 13 lainnya dikenakan skorsing. Barbagai penyebab sanksi antara
lain:
❖ Mengubah data.
14
pajak, di luar penerimaan cukai, bea masuk dan bea keluar, masih menjadi tumpuan
utama pendapatan negara dengan kontribusi berkisar 41,3% dari total Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apakah kondisi pertumbuhan ekonomi
kuartal I 2021 masih terkontraksi 0,74% dan implementasi reformasi pajak, dapat
menjadi harapan optimalisasi penerimaan pajak di tengah resesi ekonomi saat ini?
Dari data realisasi APBN tahun 2020, realisasi peneriman pajak tercatat sebesar
Rp1.072,1 triliun atau terkontraksi 19,6% dibandingkan realisasi tahun 2019. Realisasi
tersebut 89,4% dari target APBN dari Perpres 72 atau terdapat shortfall berkisar
Rp126,7 triliun. Faktor shortfall tersebut, memiliki andil terhadap membengkaknya
realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp945,8 triliun atau naiknya defisit anggaran
menjadi 6,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Faktor lainnya adalah penanganan
pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang membutuhkan biaya besar.
15
sosial masyarakat dan kebijakan insentif restitusi dipercepat. Perlu dicatat, secara
umum, penurunan penerimaan pajak disebabkan pemanfaatan insentif perpajakan
berkontribusi sekitar 22,1% terhadap penurunan realisasi penerimaan pajak tahun 2020.
Dengan target sebesar itu, penerimaan pajak akan berkontribusi sebesar 44,7%
dari total APBN 2021. Target yang cukup memadai untuk menopang kebutuhan
belanja penanganan pandemi dan mendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Namun, dengan basis pertumbuhan ekonomi tahun 2020 minus (-) 2,07 persen dan
kuartal I tahun 2021 masih terkontraksi 0,74%, target penerimaan pajak 2021 tersebut
akan cukup berat.
Untuk menakar hal tersebut, sebagai indikasi awal, perlu melihat realisasi
penerimaan pajak sampai dengan 30 April 2021. Penerimaan pajak terealisasi sebesar
Rp374,9 triliun atau terkontraksi 0,46% dibandingkan tahun lalu. Realisasi ini lebih
baik dibandingkan periode yang sama di tahun 2020 yang terkontraksi 3,01%.
Rinciannya, realisasi PPh Non Migas sebesar Rp216,3 triliun atau terkontraksi 4,52%
dan PPN dan PPnBM sebesar Rp137,5 triliun atau tumbuh 3,56% dibandingkan
realisasi tahun 2020. Selanjutnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak
Lainnya sebesar 3,9 triliun atau tumbuh 67,3% dan PPh Migas terealisasi Rp17,2
triliun atau tumbuh 14,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kontraksi PPh Non Migas yang cukup dalam tersebut disebabkan antara lain
efek gabungan perlambatan ekonomi, insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25
sebesar 50%, penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% dan peningkatan restitusi pajak.
Di sisi lain, capaian PPN dan PPnBM yang tumbuh positif menunjukkan sinyal positif
pemulihan konsumsi masyarakat dan didukung faktor momentum bulan suci Ramadhan
dan Hari Raya Idul Fitri.
Sementara itu, kinerja penerimaan pajak bulan April 2021 sangat baik terutama
PPh Badan dan PPN Impor. Capaian ini ditopang kinerja PPh Badan yang melonjak
akibat menurunnya kredit pajak karena memanfaatkan insentif fiskal pembebasan PPh
16
22 impor dan pengurangan angsuran PPh 25 tahun sebelumnya, serta tumbuhnya
aktivitas impor.
Di sisi lain, kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh
meningkat cukup signifikan. Realisasi pelaporan SPT Tahunan per 30 April 2021
sebanyak 12.248.158 SPT atau lebih tinggi 12,8% dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Dengan rincian, SPT Tahunan WP Badan meningkat 26,8% dan WP
Orang pribadi meningkat 11,8%. Dari data penerimaan pajak tersebut dapat
disimpulkan beberapa hal. Pertama, secara umum konsumsi masyarakat masih tertekan
dimana konsumsi rumah tangga masih lemah. Kedua, aktivitas ekonomi mulai bergerak
yang terlihat dari mobilitas bulanan yang meningkat, Ketiga, target penerimaan pajak
tahun 2021 cukup berat dan berpotensi terjadinya shortfall.
Dalam Konpers APBN Kita tanggal 25 Mei 2021, Menteri Keuangan kembali
menegaskan bahwa Pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan pemberian insentif
pajak bagi sektor terdampak di tahun 2021 terutama UMKM untuk mendorong
aktivitas dunia usaha dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Faktor
penanganan pandemi Covid-19 secara konsisten dan disiplin serta akselerasi
pelaksanaan vaksinasi nasional masih menjadi kunci utama pemulihan ekonomi
nasional.
Saat ini, kebijakan pajak yang berpotensi menambah beban masyarakat dan
dunia usaha harus dipertimbangkan dengan lebih cermat termasuk analisis cost dan
benefit-nya. Upaya keras otoritas pajak dalam mengoptimalkan penerimaan pajak patut
17
diapresiasi. Namun mempertimbangkan kondisi saat ini, upaya intensifikasi sebaiknya
lebih didahulukan daripada ekstensifikasi.
18
perpajakan harus trasparan tentang aliran penerimaan, pengeluaran dan arah
pajak kemana haruslah jelas.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika sangat diperlukan dalam praktek perpajakan terutama bagi pemerintah dan
aparatnya serta akuntan publik yang juga menjadi penanggung jawab informasi
keuangan rakyat. Etika dalam hal ini menyangkut keadilan distributif, non
diskriminasi, profesionalisme, dan independensi. Dalam menjalankan fungsinya,
pemerintah harus mampu menjunjung tinggi kebijakan yang telah dibuat dan juga
menindak para oknum dalam kasus-kasus yang mencemari dunia perpajakan sehingga
dapat memulihkan nama baik dunia perpajakan. Sedangkan akuntan sendiri harus
mampu menegakkan etika profesinya dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Apabila
keduanya terwujud maka akan mewujudkan good corporate governance yang juga akan
memulihkan kepatuhan masyarakat terhadap pemerintah maupun pajak.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
https://datakata.wordpress.com/2014/11/12/etika-dalam-perpajakan/
https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2016/12/04/etika-dalam-perpajakan/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/laporan-belanja-pajak-
langkah-maju-good-governance/
https://id.wikipedia.org/wiki/Perpajakan_di_Indonesia#:~:text=Perpajakan%20di
%20Indonesia%20didasarkan%20pada,jangka%20waktu%20dua%20belas%20bulan.
21