Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ETIKA DALAM DUNIA PERPAJAKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis dan Operasi

Dosen Pengampu : Donny Indradi S.E., M.M., M.Kn., Ak., CA

Disusun Oleh :

Dwi Puspa Damayanti 181011201559

Fahmi Azis 181011250433

Jakiatunnisa 181011250460

Muhammad Rafli Ibrahim 181011250183

Sri Hartini 181011250397

Waqhiddatul Islamiyah 181011250018

Wawan Setiawan 181011250042

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PAMULANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Sholawat dan salam mari kita sama-sama
curah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW .

Atas berkat Rahmat yang Maha kuasa alhamdulilah makalah tentang Etika
dalam Dunia Perpajakan ini bisa kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan makalah ini, karena atas bantuan pihak-pihak tertentu makalah ini bisa
terwujud.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
mengetahui tentang tentang Etika dalam Dunia Perpajakan. Dengan makalah ini
diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang
lebih luas mengenai tentang Etika dalam Dunia Perpajakan

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya
dan kami sendiri khususnya.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Etika dalam dunia perpajakan

B. Tanggung jawan akuntansi dalam dunia perpajakan

13

3
C. Perpajakan di Indonesia

14

D. Good Governance dalam dunia Perpajakan

20

BAB III PENUTUP

22

A. Kesimpulan

22

B. Saran.

23

DAFTAR PUSTAKA

23

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika menurut Manner and Custom adalah pembahasan etika yang berhubungan
atau berkaitan dengan tata cara serta adat kebiasaan yang melekat pada kodrat
manusia yang sangat terkait dengan arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku
atau perbuatan manusia. Sedangkan menurut, Drs. H. Burhanudin Salam etika adalah
suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai-nilai dan norma yang dapat
menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.

Dari kedua pengertian etika menurut para ahli tersebut,dapat disimpulkan


bahwa, etika adalah prinsip moral yang memberikan pegangan bagi tingkah laku
seseorang. Etika merupakan nilai luhur yang wajib dimiliki oleh setiap individu.
Berbicara perihal etika, apapun bentuknya pastilah berkaitan dengan nilai . Etika
memang tak kasat mata, namun memiliki pengaruh yang luar biasa dalam segala segi
kehidupan.

Apabila etika dikaitkan dengan perpajakan, maka akan banyak sekali pihak
yang terlibat didalamnya. Bahkan bisa dikatakan semua pihak ada di dalamnya. Secara
subyektif seluruh Warga Negara adalah wajib pajak. Dengan demikian artinya etika
perpajakan ini wajib dimiliki, dimengerti dan diamalkan oleh setiap individu.
Pendapatan terbesar Negara ini didapatkan dari sektor pajak, pajak inilah
yangdigunakan untuk pembangunan baik sektor infrastukrtur maupun pembangunan
dibidang lainnya. Bagaimana pembangunan dinegara ini akan akan maju jika
pendapatan untuk membangun disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Apalagi
penyimpangan ini sudah dianggap menjadi sebuah tradisi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan etika dalam dunia perpajakan?

2. Apakah tanggung jawab akuntan dalam dunia perpajakan?

3. Bagaimanakah perpajakan di Indonesia?

4. Bagaimana good goovernance dalam dunia perpajakan?

5
C. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan etika dalam dunia perpajakan.

2. Mengetahui tanggung jawab akuntan dalam dunia perpajakan.

3. Mengetahui perpajakan di Indonesia.

4. Mengetahui good governance dalam dunia perpajakan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika dalam Dunia Perpajakan

Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH, pajak adalah iuran wajib rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Unsur – unsur pajak, anatara lain:

1) Iuran dari rakyat kepada Negara.


2) Berdasarkan undang – undang.
3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individu oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran –
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku.

Wajib pajak orang pribadi (WPOP) adalah setiap orang yang memiliki
penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak. Jadi, mereka yang termasuk ke
dalam WPOP diwajibkan buat mendaftarakan diri dan memiliki NPWP. Nah, WPOP
juga terbagi menjadi dua kategori, yaitu:

1) Wajib pajak orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008, WPOP yang masuk
dalam kategori subjek pajak dalam negeri adalah:

❖ Orang pribadi yang berdomisili di Indonesia.

❖ Orang pribadi yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam kurun waktu

12 bulan atau satu tahun.

❖ Orang pribadi yang berniat buat tinggal di Indonesia.

7
2) Wajib pajak orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, WPOP yang masuk dalam kategori subjek
pajak luar negeri, adalah:

❖ Orang pribadi yang gak tinggal di Indonesia.

❖ Orang pribadi yang gak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan tapi memiliki usaha tetap di Indonesia.

❖ Orang pribadi yang gak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan tapi mendapatkan penghasilan bukan dari usaha di Indonesia.

Wajib pajak badan (WP Badan), adalah sekumpulan orang yang memiliki usaha
tetap atau yang memiliki kewajiban sebagai pemotong pajak. WP badan diharuskan
mendaftarkan diri ke pajak paling lambat satu bulan setelah didirikan atau terdaftar.
Yang termasuk WP Badan, antara lain: Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer
(CV), Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), Firma, Koperasi, Kongsi, Persekutuan, Perkumpulan, Organisasi,
Lembaga, Bentuk Badan Lain, Bentuk Usaha Tetap.

Wajib Pajak Bendahara, bendahara yang digolongkan sebagai wajib pajak adalah
instansi yang berperan sebagai pemungut dan pemotong pajak. Yang termasuk ke
dalam bendahara pemerintah dan terkait adalah bendaharawan atau pejabat yang
ditunjuk untuk melakukan pembayaran sesuai instruksi dari negara. Dana yang
digunakan sebagai pembayaran berasal dari APBN atau APBD, yaitu digunakan oleh 5
kelompok bendahara selaku wajib pajak, yaitu:

❖ Bendahara pemerintah pusat.

❖ Bendahara pemerintah daerah.

❖ Bendahara desa.

❖ Badan Layanan Umum (BLU).

❖ Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

8
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2007, Wajib Pajak memiliki kewajiban sebagai
berikut:

1. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan NPWP jika telah memenuhi persyaratan Subjektif dan Objektif.
2. Melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat
kegiatan usaha tersebut dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa
indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Membayar Pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat
Ketetapan Pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak badan dan melakukan
pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
8. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek pajak yang
terutang pajak.
9. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
10. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

9
Berdasarkan UU nomor 28 Tahun 2007, WP memiliki hak sebagai berikut:

1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.


2. Memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak dengan cara
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada
Direktorat Jenderal Pajak.
3. Mengajukan Pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak. Wajib Pajak berhak
melakukan pembetulan dalam pengisian Surat Pemberitahuan atas kemauan
sendiri.
4. Mengajukan keberatan. Wajib pajak berhak mengajukan keberatan jika merasa
kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya
atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
5. Mengajukan banding. Wajib Pajak berhak mengajukan banding kepada badan
peradilan pajak jika wajib pajak merasa kurang atau tidak puas dengan hasil
keputusan yang diberikan.
6. Wajib Pajak berhak mengajukan restitusi dan kompensasi. Restitusi adalah hak
yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk meminta kelebihan pembayaran
pajak. Kompensasi adalah hak yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk
membayar utang pajak dengan menggunakan kelebihan pembayaran pajak.
7. Menunda pembayaran. Wajib Pajak yang mengalami kesulitan keuangan atau
keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban
pajaknya tepat waktu dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yang terutang menurut Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak, dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan.
8. Penghapusan sanksi administrasi. Sanksi administrasi dalam bidang perpajakan
dapat berupa bunga, denda atau kenaikan. Jika ternyata sanksi administrasi
tersebut dikenakan kepada Wajib Pajak karena adanya kekhilafan atau bukan
karena kesalahannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar sanksi
administrasi tersebut dikurangkan atau dihapuskan. Permohonan diajukan secara
tertulis dan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang memberikan sanksi administrasi tersebut.

Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan akan


dikenakan sanksi. Pengenaan sanksi ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran
Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam

10
peraturan perundang - undangan perpajakan. Sanksi bagi Wajib Pajak dibagi menjadi
3, yaitu :

1. Sanksi administrasi, dikenakan kepada Wajib Pajak yang melakukan


pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindakan
administrasi perpajakan, yaitu : Sanksi administrasi berupa bunga, dan sanksi
administrasi berupa denda.
2. Sanksi berupa kenaikan, dikenakan kepada Wajib Pajak sebagaimana yang
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan,
dengan perincian kenaikan, 50% dari pajak penghasilan yang kurang atau tidak
dibayar dalam satu tahun pajak. 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau
kurang dipungut dan tidak atau kurang disetorkan. 100 dari pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jas dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau
kurang bayar.
3. Sanksi pidana, adalah sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak yang
melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindak
pidana di bidang perpajakan, yaitu : Sanksi pidana pelanggaran, menyangkut
tindak pidana perpajakn yang meskipun dilakukan secara tidak sengaja, lalai
dan tidak hati - hati, atau kurang mengindahkan kewajiban, tetap menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara. Dan Sanksi pidana kejahatan, menyangkut
tindak pidana perpajakan dengan sengaja sehingga dikenakan sanksi yang berat
mengingat pentingnya peranan pajak dalam penerimaan negara.

Statements on Standards for Tax Services merupakan pertimbangan etika umum


yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax Executive Committee of the AICPA
yang interpretasinya menggantikan SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000.
Yang menarik adalah pada kalimat pembukaannya: “Standar praktek adalah lingkup
dari penyebutan diri sebagai seorang profesional. Anggota harus memenuhi
tanggungjawabnya sebagai profesional dengan mendukung dan mempertahankan standar
yang dengan itu kinerja profesionalnya bisa diukur”.

Ada 8 standar yang ditunjukkan dalam Statements on Standards for Tax Services
(SSTS), yaitu:

1. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada
kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.

11
2. Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika
ini berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut poin 1.
3. Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak
ceroboh selama ini bisa diungkapkan.
4. Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi
hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
5. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang
“mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS.
6. Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
7. Seorang Akuntan Pajak memiliki “pengetahuan tentang kesalahan administratif”.
8. Seorang akuntan harus mengetahui bentuk dan isi advis.

B. Tanggung Jawab Akuntan dalam Dunia Perpajakan.

Akuntan pajak mempunyai beberapa tanggung jawab kepada publik, melalui


pemerintah. Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam
suatu kewajiban pajak. Suatu kewajiban pajak adalah suatu pernyataan atau deklarasi
atas sanksi dari kecurangan yang berkaitan dengan perpajakan, serta informasi dari
hasil penyajian laporan keuangan adalah benar, dan lengkap. Dalam Laporan keuangan
AICPA itu dari Responsibility Tax Preparetion (SRTP) dalam kewajiban Pajak
Memposisikan 5.05 dan 5.06.

5.05 “Self assessment system perpajakan dapat berfungsi secara efektif jika wajib
pajak melaporkan hasil mereka pada suatu kewajiban pajak secara benar, mengoreksi,
dan melengkapi. Suatu kewajiban pajak adalah suatu laporan wajib pajak fakta-fakta,
dan wajib pajak mempunyai tanggung jawab akhir untuk posisi - posisi menerima
imbal hasil.” Unsur yang terkandung dalam pernyataan diatas berupa: self assesment
sistem akan efektif jika WP melaporkan Pajak terutang kepada Direktorat jendral
pajak secara benar. Serta laporan pajak yang dilaporkan harus data yang kongkrit dan
tidak memanipulasi data yang ada.

5.06 “CPAS menetapkan bentuk cukai atas sistem perpajakan seperti juga kepada
klien-klien mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib pajak tidak memiliki kewajiban
untuk membayar lebih banyak pajak dibanding dengan menurut hukum berhutang, dan
CPA mempunyai suatu cukai kepada klien itu untuk membantu dalam mencapai

12
target.” Maksudnya adalah pengenaan Cukai kepada para WP yang termasuk Subjek
Cukai, Wajib Pajak hanya dibenarkan membayar pajak sesuai dengan pajak terutang,
tidak boleh lebih dari pajak terutang.

IFRS mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem
pajak. Komisi IFRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa:
“suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi
pajak saja, dalam kasus ini IFRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres,
Administrasi dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada
masyarakat yang luas, tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum”. Direktur
praktik IFRS, Leslie Shapiro dalam Armstrong (1993:85) lebih menegaskan bahwa
Ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas
kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal ini disebut juga tanggung jawab
praktisi atas sistem pajak yang baik. Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya
pervasive (peresapan) dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua
tanggung jawab dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam
beberapa situasi praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan
dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang
tertinggi. IFRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum
pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien
dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak. Menurut William L. Raby
dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang mendukung IFRS akan menimbulkan
perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih baik melayani publik dengan
mengadopsi suatu sikap. Argumennya, “Aturan etika yang fundamental dalam praktik
perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak harus mengijinkan klien
untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak mengganti skala nilai
kliennya.Disamping itu praktisi herus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi
yang salah untuk pemerintah”.

C. Perpajakan di Indonesia

Keikutsertaan masyarakat dalam perpajakan sangat jelas, bahkan secara yuridis


telah diatur sejak awal berdirinya Republik Indonesia, yakni dalam konstitusi negara.
Saat itu, dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 telah dinyatakan dengan tegas oleh
founding father, segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. Dari
aspek legislasi, berdasarkan undang-undang diartikan rakyat (melalui wakilnya di DPR)

13
telah turut serta menentukan pengenaan, pemungutan, dan penarikan pajak dari subjek
pajak. Namun banyaknya masalah korupsi, mafia peradilan dan pajak, konflik antar
golongan, keterlantaran rakyat, pertarungan politik antar partai membuat rakyat
Indonesia kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah yang berdampak langsung
terhadap pemerintahan dan masalah-masalah lainnya. Salah satunya penyebab
ketidakpercayaan rakyat dikarenakan kesejahteraan rakyat yang semakin jauh dari kata
memuaskan. Bahkan seringkali terjadi kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan
rakyat karena tidak jelas arahnya dan berbanding terbalik antara peraturan tertulis
dengan implementasinya. Kasus mark up dibidang perpajakan, tender, dan
desentralisasi anggaran semakin merajalela. Salah satu kelakuan pemerintah atau
oknum pemerintah yang disoroti adalah Dirjen Pajak. Setelah terungkapnya kasus
mafia pajak yang dilakukan Gayus Tambunan, semakin banyak terkuak keburukan
pegawai perpajakan dan juga sistem perpajakan di Indonesia. Kepala Bagian
Pemberhentian dan Pemensiunan Direktorat Jenderal Pajak Arif Mahmudin
mengungkapkan berdasarkan data per 29 Oktober 2010, bahwa total pegawai pajak
yang terkena hukuman berat adalah 32 orang, 19 di antaranya, diberhentikan tidak
dengan hormat dan 13 lainnya dikenakan skorsing. Barbagai penyebab sanksi antara
lain:

❖ Tidak menyelesaikan tugas.

❖ Menerima uang dari WP untuk dibayarkan tapi terlambat disetorkan.

❖ Ada yang melakukan pemalsuan.

❖ Mengubah data.

❖ Merekayasa Surat Setoran Pajak (SSP).

Hal ini menunjukkan keburukan perpajakan Indonesia tidak hanya buruk di


regulasinya saja tetapi juga oknum perpajakannya sendiri. Hal inilah yang memicu
perlu adanya transformasi internal dan eksternal Pada Dirjen Pajak secara menyeluruh,
mulai dari pusat sampai daerah.

Kebijakan fiskal countercyclical yang diterapkan pemerintah dalam masa


pandemi ini membutuhkan dukungan pendapatan negara yang optimal. Penerimaan

14
pajak, di luar penerimaan cukai, bea masuk dan bea keluar, masih menjadi tumpuan
utama pendapatan negara dengan kontribusi berkisar 41,3% dari total Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apakah kondisi pertumbuhan ekonomi
kuartal I 2021 masih terkontraksi 0,74% dan implementasi reformasi pajak, dapat
menjadi harapan optimalisasi penerimaan pajak di tengah resesi ekonomi saat ini?

Di dalam Nota Keuangan APBN 2021, disebutkan bahwa di tengah


ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, dukungan terhadap dunia usaha mutlak
diperlukan untuk memitigasi dampak ekonomi yang timbul dan mendorong percepatan
pemulihan ekonomi nasional.

Di bidang pendapatan negara, Pemerintah menyusun reformasi pajak tahun


2021-2024 dengan dua tujuan utama. Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional melalui insentif yang tepat sasaran dan mengurangi beban usaha. Kedua,
optimalisasi penerimaan negara melalui menambah objek maupun subjek pajak baru,
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan memperbaiki tata kelola serta administrasi.

Dari data realisasi APBN tahun 2020, realisasi peneriman pajak tercatat sebesar
Rp1.072,1 triliun atau terkontraksi 19,6% dibandingkan realisasi tahun 2019. Realisasi
tersebut 89,4% dari target APBN dari Perpres 72 atau terdapat shortfall berkisar
Rp126,7 triliun. Faktor shortfall tersebut, memiliki andil terhadap membengkaknya
realisasi pembiayaan anggaran sebesar Rp945,8 triliun atau naiknya defisit anggaran
menjadi 6,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Faktor lainnya adalah penanganan
pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang membutuhkan biaya besar.

Apabila mencermati akun pajak terbesar, realisasi Pajak Penghasilan (PPh)


tahun 2020 mencapai Rp594 triliun atau terkontraksi 23,1% dibandingkan realisasi
tahun 2019. Dengan capaian hanya 88,6% dari target tahun 2020. Kondisi ini berasal
dari PPh Badan yang terkontraksi cukup dalam disebabkan beberapa faktor. Pertama,
melambatnya profitabilitas badan usaha tahun 2019 sebagai basis perhitungan pajak
2020. Kedua, insentif perpajakan berupa potongan angsuran sebesar 30% dan menjadi
50%. Ketiga, penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22%.

Selanjutnya, realisasi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang


Mewah (PPN dan PPnBM) sebesar Rp450,3 triliun atau terkontraksi 15,3%. Hal ini
terutama berasal dari PPN Dalam Negeri dan PPN Impor yang terkontraksi cukup
dalam disebabkan menurunnya konsumsi dalam negeri di tengah kondisi pembatasan

15
sosial masyarakat dan kebijakan insentif restitusi dipercepat. Perlu dicatat, secara
umum, penurunan penerimaan pajak disebabkan pemanfaatan insentif perpajakan
berkontribusi sekitar 22,1% terhadap penurunan realisasi penerimaan pajak tahun 2020.

Sementara itu, di dalam APBN 2021, penerimaan pajak ditargetkan sebesar


Rp1.229,6 triliun atau lebih tinggi 14,7% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2020.
Dengan rincian, PPh ditargetkan Rp638 triliun atau lebih tinggi 15,1% dari
realisasinya tahun 2020 dan PPN dan PPnBM ditargetkan Rp518,5 triliun atau lebih
tinggi 15,1% dari realisasinya tahun 2020.

Dengan target sebesar itu, penerimaan pajak akan berkontribusi sebesar 44,7%
dari total APBN 2021. Target yang cukup memadai untuk menopang kebutuhan
belanja penanganan pandemi dan mendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Namun, dengan basis pertumbuhan ekonomi tahun 2020 minus (-) 2,07 persen dan
kuartal I tahun 2021 masih terkontraksi 0,74%, target penerimaan pajak 2021 tersebut
akan cukup berat.

Untuk menakar hal tersebut, sebagai indikasi awal, perlu melihat realisasi
penerimaan pajak sampai dengan 30 April 2021. Penerimaan pajak terealisasi sebesar
Rp374,9 triliun atau terkontraksi 0,46% dibandingkan tahun lalu. Realisasi ini lebih
baik dibandingkan periode yang sama di tahun 2020 yang terkontraksi 3,01%.
Rinciannya, realisasi PPh Non Migas sebesar Rp216,3 triliun atau terkontraksi 4,52%
dan PPN dan PPnBM sebesar Rp137,5 triliun atau tumbuh 3,56% dibandingkan
realisasi tahun 2020. Selanjutnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak
Lainnya sebesar 3,9 triliun atau tumbuh 67,3% dan PPh Migas terealisasi Rp17,2
triliun atau tumbuh 14,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Kontraksi PPh Non Migas yang cukup dalam tersebut disebabkan antara lain
efek gabungan perlambatan ekonomi, insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25
sebesar 50%, penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% dan peningkatan restitusi pajak.
Di sisi lain, capaian PPN dan PPnBM yang tumbuh positif menunjukkan sinyal positif
pemulihan konsumsi masyarakat dan didukung faktor momentum bulan suci Ramadhan
dan Hari Raya Idul Fitri.

Sementara itu, kinerja penerimaan pajak bulan April 2021 sangat baik terutama
PPh Badan dan PPN Impor. Capaian ini ditopang kinerja PPh Badan yang melonjak
akibat menurunnya kredit pajak karena memanfaatkan insentif fiskal pembebasan PPh

16
22 impor dan pengurangan angsuran PPh 25 tahun sebelumnya, serta tumbuhnya
aktivitas impor.

Di sisi lain, kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan PPh
meningkat cukup signifikan. Realisasi pelaporan SPT Tahunan per 30 April 2021
sebanyak 12.248.158 SPT atau lebih tinggi 12,8% dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Dengan rincian, SPT Tahunan WP Badan meningkat 26,8% dan WP
Orang pribadi meningkat 11,8%. Dari data penerimaan pajak tersebut dapat
disimpulkan beberapa hal. Pertama, secara umum konsumsi masyarakat masih tertekan
dimana konsumsi rumah tangga masih lemah. Kedua, aktivitas ekonomi mulai bergerak
yang terlihat dari mobilitas bulanan yang meningkat, Ketiga, target penerimaan pajak
tahun 2021 cukup berat dan berpotensi terjadinya shortfall.

Keempat, PPh Badan diperkirkan masih akan terkontraksi disebabkan kontraksi


pertumbuhan ekonomi tahun 2020 yang menjadi basis perhitungan profit badan usaha.
Kelima, PPN dan PPnBM pada tren positif seiring pemulihan konsumsi masyarakat
dan berputarnya kembali roda perekonomian walaupun berjalan lambat.

Dalam Konpers APBN Kita tanggal 25 Mei 2021, Menteri Keuangan kembali
menegaskan bahwa Pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan pemberian insentif
pajak bagi sektor terdampak di tahun 2021 terutama UMKM untuk mendorong
aktivitas dunia usaha dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Faktor
penanganan pandemi Covid-19 secara konsisten dan disiplin serta akselerasi
pelaksanaan vaksinasi nasional masih menjadi kunci utama pemulihan ekonomi
nasional.

Pemerintah terus berusaha melakukan upaya terbaik dalam mengoptimalkan


penerimaan negara. Namun, apabila perkiraan realisasi penerimaan negara tidak sesuai
target, mengacu pada Pasal 28 UU Nomor 9 Tahun 2020 tentang APBN Tahun
Anggaran 2021, Pemerintah dapat melakukan penggunaan dana Sisa Anggaran Lebih
(SAL), penarikan pinjaman tunai, penambahan penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN), pemanfaatan saldo kas Badan Layanan Umum (BLU) dan/atau penyesuaian
belanja negara.

Saat ini, kebijakan pajak yang berpotensi menambah beban masyarakat dan
dunia usaha harus dipertimbangkan dengan lebih cermat termasuk analisis cost dan
benefit-nya. Upaya keras otoritas pajak dalam mengoptimalkan penerimaan pajak patut

17
diapresiasi. Namun mempertimbangkan kondisi saat ini, upaya intensifikasi sebaiknya
lebih didahulukan daripada ekstensifikasi.

Terakhir, penerapan kebijakan fiskal countercyclical, tanpa dukungan pendapatan


negara yang optimal akan berdampak meningkatnya risiko utang. Defisit anggaran
negara yang diproyeksikan sebesar 5,7% di dalam APBN tahun 2021, diharapkan tidak
semakin lebar.

D. Good Governance dalam Dunia Perpajakan

Dalam mengatasi permasalahan perpajakan di Indonesia, Dirjen Pajak haruslah


segera melakukan reformasi birokrasi di kementrian Keuangan khususnya Dirjen Pajak
secara serius dan transparan untuk memperbaiki standar pelayanan umum yang
diberikan kepada publik. Gagasan utama bahwa pelayananan publik dapat ditingkatkan
efektivitas dan efisiensinya jika administrasi publik mau dan mampu mengadopsi
pendekatan yang sering digunakan di sektor bisnis, di mana manajer diberi kebebasan
untuk mengelola dan tidak dibatasi oleh struktur yang tertutup dan kaku seperti yang
diajarkan oleh perspektif administrasi publik klasik. Oleh karena itu dalam birokrasi
pemerintah harus ada perlu adanya reformasi birokrasi dengan mewujudkan good
governance. Perwujudan good governance dapat dilakukan melalui strategi new public
management. Strategi ini berorientasi sistem privatisasi kedalam sektor publik yang
mengadopsi mekanisme pasar dalam pelayanan publik. Sehingga dapat diartikan
hubungan pemerintah dengan rakyat, hubungan keduanya dapat dianalogikan hubungan
penjual dengan pelanggan dalam jual beli. Sehingga dalam perwujudannya pemerintah
haruslah melayani rakyat(hidup untuk rakyat), bukan menjadikan rakyat sebagai alat
untuk mencapai tujuannya. Sedangkan di dalam Dirjen Pajak harus bisa diwujudkan
good corporate governace / GCG (perusahaan atau instansi). Menurut Syakhroza
(2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara
baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif,
ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Dirjen Pajak harus mewujudkan prinsip GCG, yaitu:

❖ Prinsip Transparansi adalah kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan

prinsip keterbukaan dan penyampaian informasi (Tjager dkk,2 003). Birokrasi

18
perpajakan harus trasparan tentang aliran penerimaan, pengeluaran dan arah
pajak kemana haruslah jelas.

❖ Prinsip Akuntabilitas adalah prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk

membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan


yang dapat dipercaya (Tjager dkk, 2003). Di sini diperlukan kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan
efektif. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang maupun munculnya
mafia pajak. Ketika prinsip ini diterapkan maka setiap stakeholder Dirjen Pajak
harus memahami wewenang dan berjalan sesuai tugas dan wewenang.
Seringkali di berbagai instansi sering terjadi ketidakjelasan pekerja, sehingga
apa yang harus dikerjakan saat ini belum jelas.

❖ Prinsip Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan di mana para

pengelola dalam mengambil keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari


konflik kepentingan dan bebas dari tekanan atau pengaruh dari berbagai pihak
(Tjager dkk,2003). Dengan prinsip ini para stakeholder tidak terpengaruh
intervensi dari berbagai pihak, mereka memiliki rasa loyalitas terhadap
perusahaan. Secara otomatis kepatuhan sukarela pegawai pajak akan muncul.

❖ Prinsip Kesetaran ( Fairness) adalah kesetaraan perlakuan terhadap pihak-pihak

yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya


(Tjager dkk,2003). Pegawai pajak wajib menyadari bahwa dalam menerima dan
menetapkan pajak harus adil dan setara. Harus sesuai dengan peraturan,
sehingga yang berhak mendapatkan beban pajak banyak, harus membayar
banyak pula. Tidak ada keringanan pembayaran kecuali diatur dalam undang
undang. Sebaliknya jika menurut undang-undang seseorang dibebani pembayaran
pajak ringan. Haruslah membayar pajak sesuai dengan peraturan, tidak bisa
ditambah-tambah jika tidak diatur dalam undang-undang.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika sangat diperlukan dalam praktek perpajakan terutama bagi pemerintah dan
aparatnya serta akuntan publik yang juga menjadi penanggung jawab informasi
keuangan rakyat. Etika dalam hal ini menyangkut keadilan distributif, non
diskriminasi, profesionalisme, dan independensi. Dalam menjalankan fungsinya,
pemerintah harus mampu menjunjung tinggi kebijakan yang telah dibuat dan juga
menindak para oknum dalam kasus-kasus yang mencemari dunia perpajakan sehingga
dapat memulihkan nama baik dunia perpajakan. Sedangkan akuntan sendiri harus
mampu menegakkan etika profesinya dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Apabila
keduanya terwujud maka akan mewujudkan good corporate governance yang juga akan
memulihkan kepatuhan masyarakat terhadap pemerintah maupun pajak.

B. Saran

Pemerintah diharapkan memberi penyuluhan dan sosialisasi mengenai pentingnya


menerapkan etika profesi khususnya di bidang akuntan publik serta membuat aturan
yang tegas terhadap pelanggaran etika profesi yang dilaksanakan oleh setiap akuntan.
Selain itu diharapkan kepada seluruh Asosiasi Akuntan Publik dan seluruh anggota
Ikatan Akuntan Indonesia agar lebih mengawasi dan saling mengingatkan untuk
menerapkan etika profesi dalam melaksanakan pekerjaannya. Masyarakat lebih aktif
lagi dan ikut serta mengawasi, melaporkan segala pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh tiap - tiap akuntan publik yang menyalahi aturan.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://datakata.wordpress.com/2014/11/12/etika-dalam-perpajakan/

https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2016/12/04/etika-dalam-perpajakan/

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/laporan-belanja-pajak-
langkah-maju-good-governance/

https://id.wikipedia.org/wiki/Perpajakan_di_Indonesia#:~:text=Perpajakan%20di
%20Indonesia%20didasarkan%20pada,jangka%20waktu%20dua%20belas%20bulan.

21

Anda mungkin juga menyukai