Anda di halaman 1dari 119

Seri: Pengungk.

apan Nilai Ritus dan Upacara

UPACARAADAT SUKU MELAYU


KABUPATEN PONTIANAK MEMPAWAH
KALIMANTAN BARAT

Oleh:
Ors. Salman Batuallo
M. Natsir, S. Sos, M.si

penyunting:
Lita Rahmiati

DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA


DIREKTORAT JENDERAL NILAI BUDAYA SENI DAN FILM
DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
TAHUN 2007
SAMBUTAN
DIREKTUR KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Keanekaragaman suku bangsa dengan budayanya di seluruh Indonesia


merupakan kekayaan bangsa yang perlu mendapat perhatian khusus.
Kekayaan ini mencakup wujud-wujud kebudayaan yang didukung oleh
masyarakatnya. Setiap suku bangsa memiliki nilai budaya yang khas, yang
membedakan jati diri mereka dari pada suku bangsa lain. Perbedaan ini akan
nyata dalam gagasan-gagasan dan hasil-hasil karya yang akhirnya dituangkan
melalui interaksi antar individu, antar kelompok dengan alam raya di sekitarnya.
Salah satu upaya melestarikan nilai-nilai budaya dilakukan melalui
penerbitan hasil-hasil penelitian yang kemudian disebarluaskan kepada
masyarakat umum. Penerbitan buku yang berjudul:
"UPACARA ADAT SUKU MELAYU
KABUPATEN PONTIANAK MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT"
adalah usaha untuk memperluas cakrawala dan meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai keanekaragaman kebudayaan di
Indonesia.
Kepada semua pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini kami
sampaikan terima kasih. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat, bukan hanya
bagi masyarakat umum, juga para pengambil kebijakan dalam rangka
pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional.

Jakarta, 2007
Direktur Kepercayaan terhadap
Tuh Esa

Ors.
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah


banyak melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulisan
Upacara Adat Suku Melayu, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan ini ditujukan sebagai salah satu upaya untuk


menginventarisasikan dan mendokumentasikan upacara adat
tradisional yang berlaku pada masyarakat suku melayu. Hasil dari
tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan pelestarian
pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan demi kelestarian
budaya lokal sebagai bentuk warisan budaya yang bernilai tinggi.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang


tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu
kami pada saat mengumpulkan data-data di lapangan dan memberikan
kepercayaan sehingga penulisan ini dapat diselesaikan walaupun jauh
dari sempurna. Kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari semua pihak dalam memyempurnakan tulisan
upacara adat ini.

Semoga tulisan yang sederhana ini dapat dimanfaatkan serta


diperkenalkan bagi generasi muda sehingga Bangsa Indonesia tetap
memiliki jati diri yang bersumber dari adat istiadat budaya dan
kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi sebelumnya.

Penulis

lll
DAFTAR ISi

SAMBUTAN ............................................. ..................... .


KATA PENGANTAR ...................................................... .... ........ .. iii
DAFTAR ISi ................................................................................. v
DAFTAR FOTO .......................................................... ................. vii

BAB I PENDAHULUAN
A. La tar Belakang Masalah ................ ........................ 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................ 3
C. Ruang Lingkup Penelitian ...................... ............ 4
D. Metode Penelitian ............................................... . 4
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Lokasi dan Kondisi Geografis ............................... . 9
1. Kabupaten Pontianak.................................... . 9
2. Agama Dan Kepercayaan .......................... .... .. ·1'J
3. Pariwisata ................................................... 11
4. Kecamatan Sungai Raya................................. 11
5. Kependudukan ................................ ............ .. 12
6. SistemMata pencaharian ............................. :.. 17
B. Gambaran Umum Masyarakat Melayu ............... 19

BAB 111 UPACARAADATSUKU MELAYU KAB.PONTIANAK


A. Upacara Setelah Melahirkan.... ... ............ . .. 23
1. La tar Belakang Upacara ............................. 23
2. Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan ............ 27
3. Persiapan Dan Perlengkapan Upacara ......... 28
4. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya ....... 30
1) Buang - Buang Secara Umum .. .. .. .. .. .. 30
2) Buang- BuangAnak Bayi ...................... .. .. 32
3) Setelah Empat Puluh Hari Melahirkan .... 35
4) Buang - Buang Penyakit ............................ 41
5) Buang - Buang Tali Pusar .......................... 42
6) Upacara Tepung Tawar .......................... ... 43
7) NaikAyun ........................................... ... . . . .. 46
8) Doa Rasul ............................................... .. 49

v
5. Makna Ritus Dan Upacara ............................... 52
1) UpacaraAdat Buang- Buang .................. 52
2) Arti Bendera ................. .. .. .. ... ... .. .... ... .. .. . 52
3) Upacara Tepung Tawar .......................... .. . 53
4) Upacara NaikAyun .................................... 53
5) Doa Rasul . . .............. ..... ... ......................... 54
B. Upacara Gunting Rambut
1. La tar Belakang Upacara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
2. Maksud Dan Tujuan .......................................... 55
3. Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan ............. 56
4. Tempat Penyelenggaraan Upacara ................ 56
5. Persiapan Dan Perlengkapan Upacara .......... 56
6. Jalannya UpacaraMenurutTahapannya....... 58
7. Makna Ritus Dan Upacara ................................ 60
C. Upacara Robo'-Robo'
. 1. La tar Belakang Upacara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62
2. Maksud Dan Tujuan .......................................... 65
3. Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan ............ 66
4. Tempat Penyelenggaraan Upacara ................ 67
5. Persiapan Dan Perlengkapan Upacara ........... 70
6. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya...... 72
7. Makna Ritus Dan Upacara ................... .. ... .. ... . 85
D. Upacara Mandi Safar
1. La tar Belakang Upacara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
2. Maksud DanTujuan......................................... 91
3. Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan............. 92
4. Tempat Penyelenggaraan Upacara................. 93
5. Persiapan Dan Perlengkapan Upacara .......... · 96
6. Jalannya Upacara Menu rut Tahapannya....... 98
7. Makna Ritus Dan Upacara ................. ... ... .. ... .. 101

BAB IV PENUTUP 102


DAFTAR IN FORMAN 107
DAFTAR PUSTAKA 109

vi
DAFTAR FOTO

I. UpacaraAdat Suku Melayu Kab. Pontianak


Foto 1 :Alat-Alat Perlengkapan Upacara
Foto2 : Bendera Bambu Kuning
Foto3 : Memandikan Bayi Sebelum UpacaraAdat
Foto4 : Pemasangan Minyak Bau
Foto5 : Ketika Buang-Buang
Foto6 : MinumAir Buang-Buang
Foto7 : Nasi Pulut Kuning Inti Kelapa
Foto8 : Perlengkapan Upacara Tepung Tawar
Foto9 : Prosesi Tepung Tawar
Foto 10 : Lam bang di Bawah Ayunan
Foto 11 : Pembersihan Ayunan
Foto 12 : Memasukkan Seekor Kucing Ke dalam Ayunan
Foto 13 : Mengeluarkan Sapu Lidi
Foto 14 : Memasukkan Bayi Ke Dalam Ayunan
Foto 15 : Pembacaan Doa Rasul
Foto 16 : Kaum Kerabat Dalam Acara Adat

II. UpacaraAdat Gunting Rambut


Foto 17 : Membuat Kelapa Ukir Bahan Gunting Rambut
Foto 18 : Pengguntingan Rambut Kelompok Pria
Foto 19 : Pengguntingan Rambut Kelompok Wanita
Foto20 : Penyerahan Setelah Gunting Rambut

Vil
Ill. UpacaraAdat Robo'-Robo'
Foto21 : Pangeran Ratu DR. Ir. MardanAdijaya Ibrahim Kusuma,
M.Sc
Foto 22 : Rombongan Raja
Foto 23 : Makam Opu Daeng Manambun
Foto 24 : Makam Panglima Hitam
Foto 25 : Undangan Raja-Raja Keraton Se-Nusantara
Foto 26 : Masyarakat Mengikuti Prosesi Upacara Robo-Robo
Foto 27 : Tarian Daerah KalBar
Foto 28 : Peserta Rebana
Foto 29 : Perlombaan Sampan

IV. UpacaraAdat Mandi Safar


Foto 30 : Bpk. M. Salim Yusuf
Foto 31 : Huruf Al-Quran
Foto 32 : Persiapan Perlengkapan
Foto 33 : Pohon Daun Menjuang
Foto 34 : Tulisan di Atas Daun Menjuang
Foto 35 : Perlengkapan Upacara

viii
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan pada dasarnya rnerupakan hasil dari cipta, rasa


dan karsa rnanusia yang dapat rnelahirkan suatu nilai berharga bagi
dirinya rnaupun rnasyarakat. Untuk itu kebudayaan harus selalu
dibina, dikernbangkan, dilestarikan dan disebarluaskan agar dapat
dihayati oleh segenap lapisan rnasyarakat serta rnernberikan rnakna
pada pernbangunan nasional dalarn setiap dirnensi kehidupan sehingga
rneningkatkan harkat dan rnartabat bangsa dalarn rnernperkuat jati
diri dan kepribadian bangsa Indonesia.

Kalirnantan Barat sebagai sebuah wilayah yang cukup luas di


Indonesia rnernpunyai rnasyarakat yang rnultikultural dan rnasih tetap
rnernpertahankan adat istiadatnya. Dari berbagai rnacarn adat istiadat
yang ada, salah satunya adalah upacara adat ernpat puluh hari setelah
rnelahirkan dan upacara robo-robo. Upacara sakral ini dilakukan
sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang diberikan dan sekaligus
rnernohon keselamatan bagi anak bayi. Upacara-upacara ini rnasih
terus berlangsung secara terus rnenerus bagi rnasyarakat
pendukungnya.

Kabupaten Pontianak dikenal dengan rnasyarakat Melayu


Mernpawah yaitu orang-orang yang beragarna Islam, berbahasa Melayu
serta rnenggunakan adat istiadat Melayu. Keturunan dari suku Melayu
ini jika dirujuk adalah berasal dari keturunan Melayu yang ada di

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 1

- --------
Indonesia dan mendiami wilayah Kabupaten Pontianak juga pendatang
yang mengaku dirinya sebagai Melayu Mempawah. Upacara adat
adalah bagian dari identitas suatu suku yang mengandung nilai-nilai,
norma, dan simbol-simbol ekspresif sebagai sebuah ikatan sosial yang
berperan sebagai penguat ikatan solidaritas sosial dan kohesivitas
sosial masyarakat lokal. ldentitas adalah harga diri dan sekaligus
merupakan "perisai" untuk menghadapi tekanan dan pengaruh
kekuatan sosial budaya dari luar. ldentitas budaya suatu kelompok
sosial berakar pada entitas kultural yang dapat digali dari domain-
domain budaya seperti mitos, religi, bahasa, dan ideologi. Aktualisasi
dan budaya masyarakat Melayu Mempawah terangkup dalam
kehidupan masyarakatnya melalui sifat perilaku masyarakat,
pemukiman rumah, adat istiadat dan kepercayaan.

Teori lnteraksionisme simbolik sebagaimana dikemukakan oleh


Veeger (1993:36, dalam Natsir) adalah mengambarkan masyarakat
bukanlah dengan memakai konsep-konsep seperti sistem, struktur
sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur
institusional, pola budaya, norma-norma dan nilai-nilai sosial,
melainkan dengan memakai istilah "aksi". Permasalahan identitas
sosial dapat dipahami melalui kerangka teori lnteraksionisme
Simbolik. Aliran interaksionisme simbolik berpendapat bahwa pada
umumnya suatu masyarakat akan banyak ditandai oleh "orde" dari
pada konflik karena orang saling membutuhkan demi memuaskan
kebutuhan mereka.

2 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Para sosiolog interaksionisme simbolik menyebut secara
khusus "kebutuhan-kebutuhan sosial" seperti, kebutuhan agar self
image seseorang senantiasa perlu diteguhkan oleh orang lain melalui
proses interaksi, supaya bertahan. Orang bergantung satu sama lain,
hal ini menjadi nyata dalam proses-proses interaksi. Jadi kebutuhan
dan ketergantungan menurut aliran i nteraksionisme simbolik
merupakan perekat masyarakat.

Upacara adat yang dilakukan adalah sebuah upaya masyarakat


dalam bentuk manisfestasi atas karunia yang didapatkan dan juga
sebagai sebuah simbol dari identitas suatu masyarakat yang pada
akhirnya akan menjadi suatu daya rekat antar masyarakat yang
mendukungnya. Nilai-nilai yang ada pada upacara tersebut akan
menjadi sebuah warisan kearifan lokal khususnya masyarakat
kabupaten Pontianak dan bangsa Indonesia pada umumnya.

B. Tujuan dan manfaat penelitian

Penelitian tentang upacara adat sub suku Melayu Mempawah ini


bermaksud untuk menggali entitas sosio-kultural yang membentuk
identitas. Nilai-nilai budaya dalam wujudnya sebagai identitas budaya
sangat penting untuk menegakkan kehormatan atau martabat
masyarakat Melayu itu sendiri. Upacara adat yang membentuk
ldentitas budaya Melayu Mempawah ini akan digali dari beberapa hal
di dalam penelitian.

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui jalannya upacara suku Melayu Mempawah


dari mulai persiapan sampai selesai.

Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara 3


b. Untuk mengetahui makna yang terkandung dari berbagai
upacara yang dilakukan pada setiap upacara-upacara tradisi
masyarakat.

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini digunakan sebagai bahan pelestarian


dan pengembangan serta pemanfaatan kebudayaan. Dan diwujudkan
sebagai suatu tulisan yang akan disebarluaskan kepada masyarakat
luas, dengan harapan dapat diketahui oleh masyarakat umum. Bagi
masyarakat pendukungnya akan mengambil makna yang terkandung
dari setiap kegiatan dan menjadi warisan nilai-nilai luhur yang sangat
bermanfaat bagi generasi mud a demi tetap lestarinya budaya
tradisional sebagai bentuk warisan yang bernilai tinggi.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah deskripsi upacara, dari


persiapan sampai berakhirnya upacara. Selain itu, juga membahas
mengenai simbol-simbol, nilai -nilai, nama dan latar belakang upacara,
maksud dan tujuan upacara, waktu dan tempat penyelengaraan,
penyelengaraan upacara, persiapan dan perlengkapan upacara,
jalannya upacara menurut tahapannya dan makna ritus dan upacara.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dengan penelitian


kualitatif dengan pertimbangan yang dipilih oleh peneliti agar bis a
memahami cara berpiki r subyek di dalam pen el itian.

4 Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara


Bukan sekedar mencari data berupa kenyataan empiris yang aktual
dan teramati dalam observasi namun juga ingin menggali makna-
makna subyektif yang potensial melandasi sikap perilaku dan simbol
masyarakat pendukungnya.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


diskriptif, yaitu penelitian langsung ke lapangan sesuai dengan
masalah atau topik yang telah ditentukan dalam rangka melihat
sekaligus menelusuri permasalahan yang ada di lokasi penelitian.
Adapun yang dijadikan objek dalam penelitian ini diarahkan kepada
kelompok masyarakat suku Melayu Mempawah dan Kabupaten
Pontianak umumnya.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Pontianak,


Kalimantan Barat. Pemilihan daerah tersebut, dengan beberapa
pertimbangan antara lain: Pertama, keluarga dari suku Melayu
masih banyak yang mempertahankan, menjalankan dan
melestarikan adat istiadat di dalam kehidupan. Kedua, mencari
informasi mengenai bentuk upacara yang sering dilaksanakan oleh
masyarakat pada umumnya dan yang ketiga, ingin mengali sejauh
mana upacara adat masih tetap eksis dipertahankan oleh
pendukungnya, khususnya masyarakat Melayu Kabupaten
Pontianak.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 5


3. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek dan informan kunci dalam penelitian


ini adalah elemen-elemen masyarakat dari suku Melayu,
Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, seperti dukun kampung,
tokoh masyarakat, alim ulama, masyarakat suku Melayu.

Penelitian ini menggunakan model teknik Snowball Sampling atau


bola salju, sehingga diperoleh jumlah informan baik informan
pangkal maupun informan pokok yang dianggap dapat mewakili
masyarakat suku Melayu Kabupaten Pontianak. lnforman pangkal
adalah orang yang dianggap mempunyai pengetahuan yang luas
dan banyak mengetahui berbagai sektor di dalam masyarakat,
mempunyai pengetahuan sehingga dapat memberikan informasi
kepada informan yang lainnya, sehingga tercapai keinginan dari
peneliti untuk dapat mengetahui sebanyak-banyaknya informasi
yang akan di cari. Jumlah informan yang akan di ambil dalam
penelitian ini, tidak terbatas dan jika sudah terpenuhi apa yang
menjadi tujuan penelitian, berarti sudah dapat dianggap cukup,
dan dapat mewakili informan yang lainnya.

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder yang


berkaitan dengan upacara adat istiadat secara umum maupun
khusus mengenai upacara adat robo-robo dan empat puluh hari
setelah melahirkan di Kabupaten Pontianak, baik dalam konteks
upacara adat masa lalu dan masa kini bagi masyarakat
Melayu.

6 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Data sekunder ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan
pencarian sumber-sumber informasi tert ulis lainnya seperti data-
data stastistik dan hasil penelitian atau dokumen yang
menjelaskan siapa dan bagaimana pelaku upacara maupun
masyarakat yang menjalankannya dalam dimensi diakronis
maupun sinkronis. Semua data sekunder ini sangat berguna untuk
menjelaskan setting permasalahan budaya masyarakat Melayu
Kabupaten Pontianak yang menjadi subyek penelitian ini.

Peneliti menentukan subyek yang akan bertindak sebagai informan


berdasarkan kedudukan mereka dalam masyarakat. lnforman
secara sengaja dipilih dari orang yang menginterpresetasikan
bagimana upacara adat dilangsungkan . Untuk menjaring data dan
informasi tentang aktualitas budaya Melayu umumnya melalui
studi kepustakaan, wawancara dengan informan dan pengamatan.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi antara
lain; pengamatan observasi, wawancara, studi kepustakaan dan
internet.

Adapun alat yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan


menggunakan pedoman observasi dan pedoman wawancara.
Pedoman ini digunakan untuk menj adi petunjuk pada saat
melakukan penelitian di lapangan.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 7


PETA KABUPATEN PONTIANAK

SUNGAI KUNYIT

MEMPAWAH HILIR

TERENTANG

8 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Lokasi dan Kondisi Geografis

1. Kabupaten Pontianak

Kabupaten Pontianak adalah salah sat u dari daerah kabupaten


yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Secara geografis, Kabupaten
Pontianak terletak pada 0°44' Lintang Utara, 1°00' Lintang Selatan dan
di antara 108°24' dan 109°00' BujurTimur.

Secara administratif Kabupaten Pontianak pada tahun 2003


berbatasan dengan:
Sebelah Utara dengan Kabupaten Bengkayang;
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Ketapang;
Sebelah Barat dengan Laut Natuna;
Sebelah Timur dengan Kabupaten Landak.

Kabupaten Pontianak membawahi 14 kecamatan dengan luas


2
wilayah 18. 171,20 km dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Batu Ampar
2
dengan luas 2.002,7 km atau sekitar 24,24 % dari luas wilayah
kabupaten. Sedangkan, yang terkecil wilayahnya adalah Kecamatan
2
Rasau Jaya dengan luas 111 , 07 km atau sekitar 1, 34 %dari luas wilayah
kabupaten. Sementara itu, keadaan penduduk Kabupaten Pontianak
adalah sebagai berikut: data dari BPS tahun 2006 memiliki jumlah

Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara 9


penduduk yang terbesar di Provinsi Kalimantan Barat yakni sebanyak
500.000 jiwa.

2. Agama dan Kepercayaan

Negara Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945


menjamin kehidupan beragama dan senantiasa mengembangkan
kerukunan hidup antar pemeluk agama dan kebebasan untuk
melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang
diyakininya. Di bidang prasarana dalam hal ini rumah tempat ibadah
untuk tahun 2006 di Kabupaten Pontianak terdapat masjid sebanyak
718 buah, surau 583 buah, gereja Protestan 53 buah, gereja Katholik
73 buah, Kapel Protestan 9 buah, Kapel Katholik 22 buah, pura 3 buah,
Vihara 72 buah. Di samping itu, untuk mengetahui distribusi penduduk
menurut agamanya per kecamatan di Kabupaten Pontianak dapat
dilihat bahwa mayoritas beragama Islam (75,27%). Hal ini disebabkan
karena sebagian besar penduduk Kabupaten Pontianak adalah Suku
Melayu, di mana Melayu identik dengan Islam atau sebaliknya.
Kemudian disusul dengan penduduknya yang beragama Budha
(12, 13%). Penduduk yang beragama Budha ini umumnya adalah
penduduk dari etnis Thionghua yang tinggal di wilayah tersebut.
Sementara itu penduduk yang beragama Kathojik dan beragama
Protestan masing-masing 7 % dan 5,40 %. Penduduk yang beragama
Katholik dan Protestan ini kebanyakan adalah penduduk Suku Dayak
yang tinggal di daerah ini, terutama di daerah pedalaman. Sementara
yang banyak tinggal di daerah perkotaan yaitu ibu kota kabupaten
(Mempawah) adalah orang-orang dari Suku Melayu.

10 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


3. Pariwisata

Di Kabupaten Pontianak pada tahun 2006 memiliki 14 tempat


rekreasi yaitu:
Tabet. 11.1
Tempat Rekreasi di Kabupaten Pontianak

No. Mama Ten1)at Rekreasi Lokasi

1. Pantai Kijing Sui Kunyit


2. Pulau Temajo Sui Kunyit
3. Kelapa Empat Sui Kunyit
4. Keraton Amantubillah Nempawah Hilir
5. Makam Opu Daeng Nenambon Mempawah Hilir
6. Makam Habib Husen Mempawah Hilir
7. Pulau Penibung Nempawah Hilir
8. WisataAgro Sui Kakap
9. Goa Maria Toho
10. Gunung Lonee Sui Pinyuh
11. Bukit dan Danau Laut Sui Ambawang
12. Pantai Sui Bulan Rasau Jaya
13. Agro Wisata Kuala Mandor B
14. Makam Ismail MLlndu Telok Pakedai
(Sumber: Kantor Pariwisata dan Kebudayaan)

4. Kecamatan Sungai Raya

Kecamatan Sungai Raya adalah salah satu dari 14 wilayah


kecamatan yang ada dalam wilayah Kabupaten Pontianak, yang
terletak diantara 109 - 22.31 BT dan O - 21 LS yang dilintasi garis
khatulistiwa dengan beriklim trofis suhu terendah 20°C dan tertinggi
34°( yang terletak pada ketinggian 0 s/ d 1 m dari permukaan Laut.
Luas wilayah Kecamatan Sungai Raya adalah 926. 750 Km2, yang terbagi

Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara 11


dalam empat belas desa wilayah kelurahan yang secara terperinci
dapat dilihat dalam tabel 11.2 berikut ini:

Tabet 11.2
Luas Wilayah Kecamatan Sungai Raya

No. Keturahan Luas Wilayah (Ha)

1. Desa Sungai Raya 28. 750 Km


2. Desa Arang Limbung 53.750 Km
3. Desa Kapur 12.360 Km
4. Desa Kuala Dua 46.870 Km
5. Desa Sungai Ambanga
6. Desa Tebang Kacang
7. Desa Sungai Asam 401.250 Km
8. Desa Pulau Limbung 81.290 Km
9. Desa Gunung Tamang 68.730 Km
10. Desa Sungai Bulan 37.500 Km
11. Desa Limbung 13.388 Km
12. Desa Teluk Kapuas 18.682 Km
13. Desa Madu sari
14. Desa Mekar Sari

Jumlah
(Sumber: Kantor Camat Pontianak Timur Tahun 2006)

5.Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Sungai Raya menurut data


statistik pada bulan Desember 2006 berjumlaha 202.436 jiwa dan
42.492 KK yang tersebar 14 Desa dengan jumlah rincian sebagai berikut

12 Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara


Tabet 11.3
Jumlah Penduduk

Jumlah Kepala Jarak ke


Jumlah
lbukota
No Desa Jiwa Keluarga Kecamatan

1. Desa Sungai Raya 63.905 11 .588 7Km


2. Desa Arang Limbung 15.984 3,388 2Km
3. Desa Kapur 11.054 2,282 5 Km
4. Desa Kuala Dua 21,884 6,450 6,3Km
5. Desa Sungai Ambanga 8,008 1,529 3Km
6. Desa Tebang Kacang 18,896 3,827 14Km
7. Desa Sungai Asam 21,673 4,907 28Km
8. Desa Pulau Limbung 4,574 859 101 Km
9. Desa Gunung Tamang 1,745 405 126Km
10. Desa Sungai Bulan 3,6n 581 54Km
11 . Desa Lirnbung 13,039 2,660 2,2Km
12. Desa Teluk Kapuas 8,766 2,539 1,6Km
13. Desa Madu Sari 4,749 635
14. Desa Mekar Sari 4,487 592

Penduduk yang tinggal di wilayah Kecamatan Sungai Raya


terdiri dari beraneka ragam suku bangsa. Hal ini menunjukkan sikap
kebersamaan serta saling penuh pengertian dalam pergaulan dengan
sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti karena di
wilayah Kecamatan Sungai Raya tidak pernah terjadi kerusuhan sosial
sebagai akibat dari beranekaragamnya suku bangsa di wilayah ini.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 13


Jumlah penduduk menurut suku bangsa di wilayah Sungai Raya dapat
dilihat pada tabel 11.4 berikut ini:

Tabel 11.4
Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa di Kecamatan Sungai Raya
Tahun 2006

No. Suku Bangsa JumlahJiwa

1. Melayu 79.383
2. Madura 38.690
3. Bugis 18.029
4. Dayak 10.268
5. Jawa 30.609
6. Thionghua 23.999
7. Lain-lain 1.195
(Sumber: Kantor Kecamatan Sungai Raya)

Tabel 11.4 menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk yang


mendiami wilayah Kecamatan Sungai Raya bersuku bangsa Melayu.
Selain itu, penduduk dari Suku Madura dan Suku Jawa juga terdapat
dalam jumlah yang cukup banyak di Kecamatan Sungai Raya ini.
Sementara penduduk dari Suku Dayak, Suku Bugis dan Thionghua tidak
menunjukkan jumlah yang banyak.

Selanjutnya kita lihat tabel 11.5 tentang keadaan penduduk


Kecamatan menurut golongan umur :

14 Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara


Tabet 11.5
Golongan Umur

No. Golongan Umur Pria Wanita Jumlah

1. 0th - 04 th 14692 14880 29572


2. 05 th - 09 th 12342 12765 25107
3. 10th - 14th 13640 14230 27870
4. 15th - 19th 11890 12177 24067
5. 20th - 24th 11331 11820 23151
6. 25th - 29th 7485 7372 14857
7. 30th - 34 th 5760 6661 12421
8. 35 th - 39 th 5405 6609 12014
9. 40 th - 44 th 4268 5420 9688
10. 45 th - 49 th 3200 4291 7491
11 . 50 th - 54 th 2198 3547 5745
12. 55 th - 59 th 2305 2250 4555
13. 60 th - 64 th 1643 1617 3260
14. 65 th - keatas 1382 1256 2638

Jumlah 97541 104895 202436


(Sumber: Monograf1 Kecamatan Sunga1 Raya, 2006)

Dari tabel di atas tampak bahwa penduduk wanita lebih banyak


dari pada pria. Untuk usia produktif j uga menunjukkan masih
berbanding antara pria dan wanita pada usia antara dua puluh dengan
empat puluh, sedangkan, keadaan penduduk menurut pendidikan di
Kecamatan Sungai Raya sudah cukup berhasil, karena letak Kecamatan

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 15


Sungai Raya yang tidak jauh dengan sarana-sarana pendidikan yang
ada.

Mengenai kehidupan beragama di Kecamatan Sungai Raya


cukup membesarkan hati. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
peningkatan kerukunan antar sesama pemeluk satu agama, antar
agama dan dengan pemerintah. Pembinaan agama dari tahun ke tahun
selalu ditingkatkan antara lain melalui bantuan pemerintah untuk
pembangunan sarana kehidupan beragama dan bantuan untuk
penyelenggaraan pembinaan rohani.
Dari jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Sungai Raya
dapat dikatakan tidak seluruhnya yang memeluk agama yang diakui
oleh negara yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Untuk
lebih jelasnya mengenai penduduk berdasarkan agama yang dianut
oleh penduduk Kecamatan Sungai Raya dapat dilihat pada tabel
dibawa ini.

Tabel 11.6
Jumlah Penduduk Kecamatan Sungai Raya Menurut Agama
Tahun 2006

Aga ma Jumlah
Islam 143.356
Kristen Katolik 13.780
Kristen Protestan 16.940
Hindu 1.409
Bud ha 27.537
Penganut Kepercayaan -
Jumlah
(Sumber: Monografi Kecamatan Sungai Raya)

16 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Dari sumber diatas, dapat kita ketahui bahwa agama yang
terbanyak pemeluknya di Kecamatan Sungai Raya adalah agama Islam.
Mereka adalah penduduk asli Kecamatan Sungai Raya yang sudah turun
temurun bertempat tinggal di wilayah ini. Sedangkan, yang beragama
Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan Kepercayaan adalah mereka
yang menjadi penduduk baru atau pendatang. Untuk melaksanakan
ibadah bagi pemeluk agama Islam di Kecama t an Sungai Raya tersedia
137 buah masjid dan 134 buah Mushola, seda ngkan bagi para pemeluk
agama lainnya seperti gereja Katolik 7 buah , gereja Protestan 5 buah,
Pura 3 buah dan Vi hara 4 buah

Dalam melaksanakan upacara yang be rs if at tradisional masih


banyak yang melakukannya walupun sebagian besar penduduk
beragama Islam. Selain itu, tetap juga dilaksanakan hari-hari besar
Islam seperti hari raya ldul Fitri, ldul Adha, Maulid dan lsra Miraj nabi
Muhammad SAW. Sedangkan, bagi golongan agama lain karena
pemeluknya sedikit maka perayaan upacara keagamaan mereka tidak
begitu menonjol.

6. Sistem Mata Pencaharian

Penduduk di Kecamatan Sungai Raya yang berjumlah 202.436


jiwa, terdiri dari berbagai suku bangsa dan mempunyai mata
pencaharian yang beraneka ragam umumnya lapangan pekerjaan
utama atau sektor dimana mata pencaharia n dilakukan adalah yang
bekerja sebagai karyawan swasta. Penduduk di kecamatan ini pada
umumnya bekerja wiraswasta yang bergerak di bidang jasa, selain
disektor industri dan perdagangan.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 17


Adapun komposisi dari mata pencaharian bagi penduduk
Kecamatan Sungai Raya tidak berbeda dengan daerah - daerah lainya.
Adapun sektor- sektor yang dijumpai dan menjadi sumber mata
pencaharian penduduk adalah sebagai berikut : Tani, Buruh/Swasta,
Pegawai Negeri, Pengrajin, Pedagang, Peternak, Nelayan, Montir,
Dokter, TNl/Polri dan Lain-lain

Mengenai banyaknya penduduk yang bekerja dimasing-masing


sektor lapangan usaha tidak diperoleh mengingat data umum yang
disusun untuk itu tidak ada. Sektor-sektor lain di luar perdagangan,
pengrajin tidaklah menunjukan kekhususan sebagaimana sektor
perdagangan, dan penggunaan tenaga lelaki tergantung dari berat
ringannya pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, dapat dikemukakan
disini adalah sektor angkutan (penarik sampan) yang dilaksanakan
oleh lelaki, sedangkan sektor lainya (berjualan sayur) dikerjakan oleh
perempuan.

Berdasarkan kepada pengamatan di lapangan menunjukan


bahwa penghasilan dari kebanyakan penduduk masih rendah dan
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup primer. Di daerah
perkotaan keadaannya lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan di
Kecamatan Sungai Raya dan daerah sekitarnya.

Penduduk yang berumur 10-64 tahun merupakan penduduk usia


kerja (PUK), di mana pada usia tersebut merupakan tenaga produktif
yang dapat dimanfaatkan sebagai penggerak sumber-sumber produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa.

18 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Mata pencaharian penduduk mayoritas sebagai tani 47.460 jiwa,
sebagai buruh swasta 18. 703 jiwa. Selain itu , penduduk yang bekerja
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga cukup banyak, sebagai
pedagang 298 jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai
peternak 3924 jiwa, nelayan tidak menunjukkan jumlah yang banyak
yaitu hanya 371 jiwa, meskipun wilayah ini dekat dengan Sungai
Kapuas dan ABRI 1.624 jiwa.

B. Gambaran Umum Masyarakat Suku Melayu

Dari segi sejarah, kelompok etnik Melayu adalah kelompok


masyarakat yang berasal dari anak benua dan kepulauan yang berpusat
di Asia Tenggara yang meliputi negara Malaysia, Indonesia, Singapura,
Thailand, Burma, Kamboja dan lain-lain. Anggota kelompok ini telah
lama mendiami rantau ini, namun secara tepatnya belum ada
kepastian bagaimana mereka bisa berada di wilayah nusantara dan
dari mana mereka datang.

Penyebaran masyarakat melayu ke seluruh dunia telah melalui


proses yang cukup panjang dan latar belakang sejarah yang berbeda-
beda pada setiap wilayah. Penyebaran masyarakat Melayu yang paling
luas adalah di kawasan Asia Tenggara, lebih khusus lagi bila kelompok
etnik Melayu ini ditinjau dari konsep geografis di mana dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan masyarakat Melayu adalah masyarakat
Melayu yang tersebar pada daerah Mikronesia dan tersebar pada
Nusantara yang terdiri atas beberapa negara seperti Indonesia,
Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand dan Filipina.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 19


Namun dalam penelitian ini, konsep Melayu yang dipergunakan
adalah masyarakat Melayu di Indonesia, khususnya di Kalimantan
Barat dan lebih khusus lagi masyarakat Melayu Mempawah di
Kabupaten Pontianak dan lebih mengacu pada agama, yaitu agama
Islam yang merupakan agama yang dianut oleh mayoritas kelompok
masyarakat Melayu.
Khusus di Kalimantan Barat, kelompok etnik Melayu adalah
kelompok etnik mayoritas yang tersebar di kawasan pesisir pantai, dan
mereka merupakan anggota kelompok etnik yang telah lama
bermukim di daerah ini. Bahkan secara umum kelompok etnik ini
dikenal sebagai salah satu penduduk asli Propinsi Kalimantan Barat
selain kelompok etnik Dayak yang lebih banyak tinggal di daerah
pedalaman di wilayah Kalimantan Barat.

Mengenai asal usul dan keberadaan kedua kelompok etnik


tersebut di Kalimantan Barat, para ahli Sejarah dan Antropologi
memperkirakan bahwa kedatangan anggota dari kedua kelompok etnik
tersebut ke Kalimantan Barat dilakukan melalui dua tahap, yaitu pada
tahap pertama adalah kedatangan kelompok etnik Dayak dan tahap
kedua adalah kedatangan kelompok etnik Melayu.

Pada tahap atau periode pertama, kedatangan kelompok etnik


Dayak (sering juga disebut dengan "Melayu Tua") ke Kalimantan Barat
merupakan kedatangan gelombang pertama, di mana mereka langsung
datang ke wilayah ini tanpa melalui proses persinggahan ke tempat
lain di wilayah Nusantara dan hal ini terjadi jauh sebelum agama Islam
masuk ke Nusantara, tetapi diperkirakan setelah Nusantara terpisah
dari daratanAsia (Algadrie, 1992: 9).

20 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Sedangkan pada tahap kedua atau gelombang kedua,
kehadiran kelompok etnik Melayu ke Kalimantan Barat dengan melalui
proses persinggahan terlebih dahulu dalam perjalanannya, seperti:
Thailand, Kamboja, Filipina dan Malaysia yang prosesnya diperkirakan
terjadi pada permulaan masuknya agama Islam di Nusantara.

Sebagaimana telah disinggung pada bagian terdahulu bahwa


etnis suku bangsa Melayu Pontianak tidaklah jauh berbeda dengan
suku Melayu lainnya, adapun suku Melayu Kecamatan Sungai Raya
tumbuh dan berkembang menurut kesadaran dan ikatan sosial
budayanya masing - masing sehingga mereka tampil dengan pola dan
sistemnya tersendiri. Meskipun suku-suku bangsa tersebut masing-
masing memiliki ciri khas tertentu, namun di antaranya tetap
memperlihatkan unsur kesamaan tertentu antara satu dengan yang
lainnya. Unsur kesamaan itu salah satunya dilatarbelakangi oleh
jalinan interaksi kebudayaan dan manusia yang telah berlangsung
sejak jaman dahulu sampai sekarang.

Gambaran terhadap suku Melayu Kecamatan Sungai Raya


secara umum dapat diamati dalam berbagai dimensi. Hal ini dapat
mencakup tentang aspek sosial, budaya, adat-istiadat, religi, budaya
hidup, sikap orientasi, dan sebagainya . Setiap aspek tersebut
memiliki intensitas tersendiri sesuai dengan objek jangkauannya
masing-masing.

Pada bagian ini akan disoroti salah satu aspek penting, yakni
aspek Adat-lstiadat yaitu Kepercayaan Masyarakat yang masih
dijalankan oleh para pendukungnya, meskipun aspek lain juga akan

Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara 21


disinggung secara sepintas. Aspek Adat-lstiadat yang dimaksudkan
yakni gambaran kepercayaan masyarakat dengan upacara adat
masyarakat Kecamatan Sungai Raya yang dijelaskan dalam potret
masyarakat dalam berbagai dimensi khususnya pada aspek sosial
budaya Melayu Kabupaten Pontianak

Penelitian tentang Kehidupan Masyarakat Melayu di Kecamatan


Sungai Raya dilakukan di Kecamatan Sungai Raya yang termasuk dalam
wilayah Kelurahan Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak.

22 Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara


BAB Ill
UPACARA ADAT SUKU MELAYU
KABUPATEN PONTIANAK

A. Upacara Setelah Melahirkan

1. Latar Belakang Upacara

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beruntung kare,na


memiliki sejumlah khasanah lama dalam j umlah yang banyak, baik
khasanah yang telah dikodifikasikan maupun yang masih terekam
hanya di dalam ingatan penutur atau tokoh adat. Dalam literasi sastra
kepemilikan atas khasanah lama tersebut dapat dibedakan atas dua
kelompok yaitu kelompok sastra lama yang tersimpan dalam bentuk
tulisan atau naskah dan yang tersimpan dalam bentuk lisan
(lkram, 1983:6-9)

Sastra lisan berupa fenomena sosial yang tidak saja hidup


ditengah masyarakat yang terpelajar (Finnegan, 1977:3). la
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan.
Penyebarannya tidak terbatas oleh batasan geografis bahkan sering
kali ia berkembang ditempat jauh dari komunitas awalnya, ditempat-
tempat yang secara geografis berjauhan dan di lingkungan kebudayaan
yang relatif berbeda.

Sastra lisan dan sebagian dari sebuah upacara adat merupakan


salah satu warisan yang tidak ternilai, hal ini menunjukan betapa
arif dan bijaksana peninggalan khasanah bangsa yang masih

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 23


dijalankan sebagian masyarakat pendukungnya. Tujuan diselenggarakan
upacara adat yang ada di dalam masyarakat keturunan di Kabupaten
Pontianak adalah untuk memohon keselamatan ahli keluarga
keturunan. Berkaitan dengan hal tersebut bagi masyarakat yang masih
menganggap dirinya keturunan suku Bugis dan memiliki hubungan yang
sangat erat dengan kehidupan adat istiadat keraton Mempawah, maka
masih banyak yang melakukan adat istiadat seperti adat empat puluh
hari, adat buang-buang, tepung tawar dan lain sebagainya. Di
selenggarakan adat istiadat ini sangat erat kaitannya dengan sebuah
pertautan hubungan antara penghuni kehidupan di alam nyata dengan
penghuni kehidupan di alam gaib.

Anggapan ini menumbuhkan pemahaman dan keyakinan bahwa


diantara ke dua alam kehidupan tersebut, sesungguhnya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Melalui tata cara tertentu yang
merupakan media untuk menjalin komunikasi di antara dua dimensi
kehidupan, maka segala proses yang terjadi di dalam kehidupan, baik
kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan anak, perkawinan,
kematian dan lain-lainnya dikomunikasikan atau disampaikan ke
mereka secara timbal balik.

Bila di lihat dari sisi ini, maka tidaklah terlalu mengherankan,


bilamana keturunan Bugis, apalagi yang masih berhubungan langsung
dengan keraton Amantubillah ini mempercayai, bahwa pelaksanaan
adat-istiadat yang mereka budayakan merupakan refleksi dari
kewajiban yang telah dilaksanakan oleh nenek moyang mereka di

24 Pengunglcapan Nflaf Ritus dan Upacara


waktu dulu. Kewajiban untuk dapat menjalankan amanat agar tetap
menjaga ko-eksestensi diantara dua alam kehidupan merupakan tugas
yang harus dapat dilaksanakan hingga ke generasi berikutnya.
(Thomson, 1977:5)

Kesemuanya itu ditransmisikan hanya secara lisan, seirama


dengan gerak mobilitas komunikasi ketu runan mereka, dengan
maksud agar prosesi budaya yang menjadi refleksi dari hikayat buaya
kuning tersebut dapat tetap terpelihara . Walaupun tidak tertulis,
namun pemeliharaan budaya ini masih cukup efektif terekam di dalam
ingatan sebagian besar anggota keluarga mereka.

Salah satu yang terpenting yang harus di telaah secara


bijaksana adalah hikayat Buaya Kuning yang mengungkapkan bahwa
keraton Amantubillah memiliki 2 golongan ah li waris, yaitu golongan
manusia dan golongan mahluk ghaib yang berwujud buaya berwarna
kuning. Hal ini disebabkan ke dua golongan ini merupakan keturunan
langsung dari Penembahan Kodung atau Panembahan tidak berpusat
yang pernah bertahta di negeri Mempawah di desa Pinang Sekayu dan
menurunkan Raja-raja Mempawah di kemudian hari. Oleh sebagian
besar keturunan Keraton Amantubillah dipercayai bahwa Raja Kodung
merupakan seorang raja yang memiliki kesaktian yang dapat
menjangkau kehidupan di alam ghaib.

Di samping itu, hikayat Buaya Kuning yang legendaris tersebut


tidak pula dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa budaya untuk
mendapat legitimasi atas kekuatan supra natural atau pembenaran

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 25


atas pelaksanan Adat istiadat Buang-buang yang menyertai setiap
prosesi kehidupan keturunan keraton Amantubillah. Di ceritakan,
bahwa Raja Kodung pernah beristerikan seorang putri jelita yang
berasal dari alam gaib dan memiliki keturunan dari perkawinannya itu
dalam wujud buaya yang berwarna kuning.

Dalam hikayat yang masih membumi tersebut, dijelaskan


bahwa sewaktu Raja Kodung sedang asyik menjala ikan di sungai dekat
keraton, tersangkutlah jalanya oleh sesuatu benda yang berada di
dalam kedalaman air sungai. Kemudian, diperintahkannya para
pengawal untuk menyelam dan melepaskan jala yang tersangkut
tersebut, namun tidak satupun dari pengawalnya berhasil
melepaskan nya.

Akhirnya dengan penuh keheranan terjun dan menyelamlah


sang Raja ke dalam sungai untuk melepaskan jalanya tersebut. Akan
tetapi ternyata ia tenggelam dan tersendat ke alam ghaib.
Panembahan Kodung tersesat ke sebuah negeri yang sangat asing bagi
dirinya. Di negeri yang penduduknya kebanyakan adalah kaum wanita
tersebut. Panembahan Kodung dinikahkan dengan putri penguasa
negeri dan bermukim untuk beberapa lama di negeri itu hingga
mempunyai beberapa orang anak. Setelah beberapa masa, timbulah
kerinduan sang Raja kepada kerajaannya di Pinang Sekayu.

Setelah berbicara dari hati ke hati dan dengan keijinan


isterinya, berangkatlah Panembahan Kodung kembali ke negeri
Mempawah Tua. Ketika mereka akan berpisah, berpesanlah sang isteri

26 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


kepada Raja Kodung, bahwa bilamana kelak muncul di permukaan
sungai Mempawah buaya-buaya yang berwarna kuning, hendaklah
keturunan Raja Kodung tidak menganggunya, sebab sesungguhnya
buaya-buaya kuning tersebut adalah keturunan dari perkawinan Raja
Kodung dengan dirinya.

Sejak saat itu, setelah Panem bahan Kodung kembali


ketahtanya, keluarlah perintahnya yang masih berpengaruh sampai
saat ini, yaitu bahwa seluruh keturunannya tidak dibolehkan untuk
menganggu semua buaya kuning yang t erdapat atau muncul di
permukaan air sungai Mempawah. Bahkan, seluruh peristiwa penting
yang terjadi didalam kehidupan keluarga ket urunannya di darat harus
diberitahukan kepada keturunannya yang berada di alam ghaib,
melalui pelaksanaan Adat Buang-buang.

2. Waktu dan Tempat Penyelenggaraan

Penentuan waktu upacara dilakukan melalui kesepakatan


bersama keluarga besar karena terdapat waktu tertentu yang dihitung
menurut penanggalan kepercayan masyarakat dalam menentukan
acara tertentu. Pada penyelenggaraan upacara adat empat puluh hari
setelah melahirkan dibuat secara bersamaan karena sangat erat
berkaitan antara satu proses kegiatan dengan kegiatan yang lainnya.
prosesi upacara adat ini dibagi ke dalam beberapa tahap

Pada hari pertama dilakukan pemasangan bendera atau simbol


tertentu pada jam 08.00 wib didepan rumah sampai kegiatan acara
selesai. Kedua, acara Buang-buang pada jam 10.00 wib di sungai yang

Pengungkapan Ni/ai Ritus don Upacara 27


airnya mengalir ke muara Laut; ketiga, acara Tepung tawar; keempat,
NaikAyun; kelima, Gunting rambut; dan keenam Pembacaan doa rasul.
Semua kegiatan ini dilaksanakan dirumah yang mempunyai hajatan
tersebut

3. Persiapan dan Perlengkapan Upacara

Berkenaan dengan prosesi Adat Buang-buang, bagi keluarga


keturunan Keraton Amantubillah maupun yang bukan keturunan
keraton merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan erat
dengan keberadaan saudara-saudaranya di alam gaib. Prosesi ini
dilakukan untuk mengawali pelaksanaan kegiatan adat yang
dibudayakan oleh keluarga keraton Amantubillah, seperti adat
kelahiran, adat khitanan, adat perkawinan, dan kegiatan adat yang
lain. Prosesi ini juga berfungsi sebagai wahana komunikasi antara
anggota keluarga Panembahan Kodung yang tinggal di alam nyata dan
yang tinggal di alam ghaib.

Perlengkapan prosesi ini terdiri dari antara lain :

1. Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah (umumnya ayam


yang berwarna hitam disebut ayam selase);
2. Sebutir buah pinang yang sudah masak menguning;
3. Lima lembar daun sirih bertemu urat;
4. Sirih Rekok (kapur, gambir, pinang);
5. Rokok daun;
6. Sebotol minyak bau disebut minyak Bugis;
7. Sebatang lilin kuning (lilin wanyi);
8. Setumpuk berteh (terbuat dari padi yang digongseng);

28 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


9. Beras kuning;
10. Sebentuk cincin yang diikat den gan benang kuning; 11.
Sebuah pi ring mangkok berwarna putih polos.

Semua alat perlengkapan tersebut diletak di atas sebuah


nampan perak yang dilapisi kain kuning. Setelah kesemua alat
perlengkapan tersedia, pelaksanaan acara adat Buang-buang dapat di
laksanakan.

Foto 1. Alat-Alat Perlengkapan Upacara

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 29


4. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya
1) Buang-Buang Secara Umum

Pelaksana acara adat ini adalah seorang dukun atau pawang


yang berpakaian hitam-hitam, dua orang pengawal yang membawa
payung dan sebilah pedang serta anggota keluarga yang mempunyai
hajat. Semua pelaksana acara ini duduk berhadapan, kecuali
pengawal yang duduk dibelakang anggota keluarga yang berhajat
mengitari alat perlengkapan yang telah disediakan.

Pelaksanaan acara adat ini di mulai dengan seulas ungkapan


sembahan dari sang dukun kepada tuan rumah, yang dilanjutkan
dengan pembacaaan Alf atihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah
saw, Syech Abdul Kadir Jaelani, Panembahan Kodung, Opu Daeng
Manambon dan seluruh leluhur raja-raja mempawah. Setelah itu, sang
dukun membaca beberapa mantera dan dilanjutkan dengan
memoleskan minyak Bugis ke kening, telinga, hidung, kedua telapak
tangan dan ujung kaki tuan rumah, kemudian menyapukan telur ayam
kampung dan pinang ke bagian tubuh yang telah diolesi Minyak bau
(Bugis) tadi secarq benirutan dan diakhiri dengan penaburan berteh
dan beras kuning sebanyak tiga kali keseluruh badan tuan rumah yang
mempunyai hajat. Penaburan berteh dan beras kuning ini menandai
berakhirnya proses tahap pertama dari prosesi adat ini.

Pada tahap kedua, sang dukun turun menuju sungai atau anak
sungai mempawah yang dikawal oleh dua orang pengawal istana.

30 Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara


Sesampainya di pinggir sungai, dukun mengucapkan salam kepada
seluruh penghuni sungai dengan maksud memberitahukan kedatangan
mereka untuk melaksanakan acara adat buang-buang. Setelah tiba
dan mengucapkan mantera tertentu, beberapa butir berteh, beras
kuning, telur dan pinang tua tadi dilemparkan ke sungai. Selanjutnya,
mangkok putih diisikan air sungai sebanyak 21 3 bagian, kemudian lilin
wanyi' dinyalakan dan ditempelkan ke salah satu sisi mangkok,
sedangkan seulas sirih ditempatkan menutupi permukaan mangkok.
Dengan demikian, berakhirlah pelaksaan prosesi ke dua dari acara
adat Buang-buang.

Pada tahap terakhir, setibanya dukun ditempat kediaman yang


mempunyai hajat, ia lebih dulu menyampaikan ucapan
assalamualaikum kepada tuan rumah. Kemudian, tuan rumah
mempersilahkan dukun melanjutkan tugas adat ini hingga selesai.
Setelah duduk lilin wanyi' yang masih menyala dipadamkan dan
arangnya dioleskan ke kening dan kedua belah telinga tuan rumah.
Dukun kemudian mempersilahkan tuan rumah untuk meminum
seteguk air yang telah dicampuri arang dan lilin wanyi' . Setelah itu,
mangkok putih berisi air sungai diminumkan sedikit ke mulut tuan
rumah yang kemudian diikuti dengan gerakan mendorong mangkok
menjauhi dirinya.

Gerakan mendorong ini menandai berakhirnya tahap terakhir


dari seluruh prosesi acara adat Buang-buang yang telah dilaksanakan.
Dukun kemudian menutup acara ini dengan membaca doa selamat,

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 31


memohon kepada Alllah yang Maha Kuasa, agar memberikan
keselamatan kepada kita semua.

2) Buang-BuangAnak Bayi

Bagi masyarakat umum diluar Keraton Amantubillah, upacara


buang-buang disesuaikan dengan adat keturunan masing-masing.
Umumnya bagi mereka yang masih keturunan suku Bugis, Banjar, dan
Thionghoa dengan memakai lambang tertentu dan salah satunya
dengan memasang bendera yang berwarna kuning, merah dan bambu
kuning yang dipasang sehari sebelum upacara.

Foto 2. Bendera Bambu Kuning

32 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Pemasangan bendera dilakukan pada pagi hari sebelum
matahari naik sekitar jam 08.00 wib, dan yang memasang bendera
adalah orang tua bayi ataupun kepala rumah tangga . Penanaman
tiang bendera harus lebih dalam agar jangan sampai bendera tersebut
tumbang, jika hal itu terjadi maka akan ada sesuatu yang tidak baik,
selain itu sangat dilarang bagi anak-anak untuk memegangnya.
Bendera biasanya dipasang selama tiga hari sehari sebelum acara dan
sesudah acara. Tujuan pemasangan untuk pemberitahuan pada mahluk
gaib akan diadakan upacara adat bagi yang punya rumah. Pemasangan
bendera digunakan pada acara perkawinan, sunatan dan mendapatkan
bayi. Bendera dipasang tepat didepan ru mah , bagi kaum kerabat,
Menurut keyakinan mereka apabila tidak dipasang bendera tersebut
berarti tidak memberitahu kepada leluhur dan kaum kerabat yang ada
dilingkungan mereka dan akan berakibat pada acara yang
diselenggarakan, karena akan mendapat halangan seperti hujan yang
terus menerus dan musibah lain yang tidak dirnginkan.

Pencabutan bendera pada sore hari setelah waktu asar


sebelum datangnya waktu magrib, setelah dicabut kemudian bendera
disimpan di dalam rumah selama beberapa hari, sesudah daun bambu
yang menjadi tiang bendera layu barulah bendera dibuang ketanah
disekitar rum ah.

•:• Arti bendera dengan bambu yang berwarna kuning adalah


menunjukan dan memberitahukan bahwa yang punya hajatan
adalah anak cucuk yang masih keturunan suku Thionghoa.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 33


•!• Arti bendera yang berwarna kuning juga menunjukan identitas dari
keturunan dari suku Bugis

•!• Arti bendera yang berwarna merah menunjukan adalah dari keturunan
suku Banjar

Foto 3. Memandikan Bayi Sebelum Acara Adat Buang-Buang

Bayi yang akan dimandikan dipersiapkan segala perlengkapannya,


antara lain baskom tempat air, air hangat, handuk kain penutup, sisir,
bedak dan lain sebagainya. Dengan membaca bismillah dan selawat
kepada nabi, bayi diangkat dengan hati-hati dan dimasukan ke dalam

34 Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara


tempat air, didirikan terlebih dahulu, didudukan dan diremas-remas
anggota badannya secara-perlahan -lahan.

Ketika diangkat bayi diselimutkan dan dilap dengan handuk


sambil ditiup kedua telinganya dengan memanggil semangatnya.
Selesai mandi diberikan pakaian baru yang berwarna kuning, benang
berwarna kuning diikatkan pada kedua tangan dan kakinya kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan minyak bau pada anggota tubuh
seperti pada dua telapak kaki, telapak tangan, dua telinga dan pusar.
Pemasangan ini ditujukan agar bayi tersebut dikenal oleh leluhurnya
yang ghaib dan pada saat itu bayi sangat dimuliakan . Setelah bayi
selesai diberi pakaian barulah dilanjutkan dengan mandi bagi ibunya.

3) Setelah Empat Puluh hari lbu Melahirkan

Apabila sudah genap empat puluh hari setelah melahirkan,


maka diadakan upacara yang disebut dengan Bebereseh atau
Basu'lante. Bagi ibu yang akan menjalankan prosesi adat tersebut
maka sebelumnya dipersiapkan beberapa perlengkapan antara lain ;
1. Nasi ketan
2. Air gula merah
3. Tetohong
4. Ayam seekor
5. Kain basahan untuk mandi
6. Bedak dan _langir secukupnya

Mandi bagi ibu setelah melahirkan di dalam hukum Islam


disebut mandi Nifas, dengan niat membersikan seluruh tubuh dan
mengangkat hadas besar. Untuk beberapa mandi telah dipersiapkan
perlengkapannya seperti buah_langir yang di rendam di dalam air dan

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 35


air hangat secukupnya. Mandi dilakukan di dalam rumah dan
dipantangkan mandi pada tempat yang dilihat orang atau tempat
umum. Setelah selesai mandi, sang ibu memakai pakaian berwarna
kuning dan pada tangan dan kaki sebelah kiri diberikan tanda benang
berwarna kuning, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan minyak
bau pada dua telapak kaki, dua telapak tangan, dua telinga dan pada
bagian pusar. Hal ini sebagai tanda bahwa mereka telah melaksanakan
upacara adat mandi em pat puluh hari .

Foto 4. Pemasangan Minyak Bau

36 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Setelah selesai mandi maka bayi yang sudah bersih diserahkan
ke pada ibunya untuk diberikan susu, biasanya bayi langsung tertidur
dipangkuan ibunya. Peralatan lengkap dirabun terlebih dahulu baru
kemudian dibawa ke pinggiran sungai yang airnya mengalir ke muara
La ut. Dukun bayi membacakan doa keselamatan dengan
memberitahukan pada leluhur agar di dalam pelaksanaan upacara
tidak mendapat gangguan dan terhindar dan malapetaka dan mohon
kepadaAllah dengan mengucapkan kata -kata antara lain :

Foto 5. Ketika Buang-Buang

• Mengucap bismillah memohon kepad a Allah atas segala


gangguan jin iblis dan gangguan manusia.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 37


• Memberi salam kepada leluhur yang tidak nampak secara lahiriah
• Membaca doa buat nabi Khaidir as
• Mengucapkan kata-kata bahwa inilah yang mampu kami berikan
agar kami jangan diganggu, mohon maaf atas segala kekhilafan
anak cucuk pad a leluhur yang terdahulu
• Minyak bau di teteskan terlebih dahulu (minyak yang dibuat khusus
buat acara adat dan terbuat dari minyak kelapa yang sudah di
mantera terlebih dahulu. Di sebut minyak bau karena baunya yang
menimbulkan aroma khas dan sering dipakai pada acara-acara
adat seperti naik ayun, empat puluh hari setelah melahirkan dan
lain sebagainya dalam kegiatan adat).
• Piring yang disebut dengan pinggan berwarna putih bersih untuk
menempatkan perlengkapan alat-alat buang-buang, barang-
barang tersebut ditenggelamkan ke dalam air dengan mengikuti
arus air mengalir, sebelum ditenggelamkan digoyang terlebih
dahulu sebanyak tiga kali dengan niat di dalam hati mohon jangan
diganggu.
• Air diambil sedikit untuk dibawa pulang dan air tersebut
ditampung kedalam piring yang dipakai sebagai tempat
perlengkapan buang-buang

Sesampai dirumah, air diminumkan sedikit dan dimandikan


pada anak tersebut, begitu juga dengan ibunya. Hal ini ditunjukan
untuk memohon keselamatan agar tidak diganggu oleh leluhur. Selain
itu menunjukkan bahwa adat sudah dijalankan dengan berbagai
prosesi menurut tahapannya. Kegiatan upacara adat ini dipimpin
sepenuhnya dan dilakukan oleh dukun bayi.

38 Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara


Acara yang terakhir adalah pembacaan doa selamat dan acara
buang-buang sudah dianggap selesai.

Foto 6. Minum Air Buang-Buang

Perlengkapan setelah upacara diberikan kepada dukun


baranak yang membantu kelahiran. Hidangan berupa nasi ketan pakai
inti yaitu gula merah dimasak dengan parut an kelapa atau bisa juga
gula merah yang dimasak dengan santan sebagai simbol upacara dan
dihidangkan kepada para tamu yang hadir pada acara prosesi adat
tersebut.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 39


Foto 7 Nasi Pulut Kuning Inti Kelapa

Jika yang melakukan upacara buang-buang bukan ahlinya dan


tidak sesuai dengan perlengkapan adat, maka biasanya terjadi suatu
peristiwa bagi ahli rumah yang mengadakan hajatan seperti tiba-tiba
anggota keluarga mereka didatangi oleh mahluk halus yang
menyerupai wujud lain dan akan menyebabkan kerasukan. Kerasukan
yang biasa terjadi menyerupai perilaku binatang buaya yang bisa
berbicara, dan meminta telur ayam kampung beberapa buah biasanya
tiga buah, jika tidak diberikan mahluk yang masuk kedalam tubuh
anggota keluarga tidak akan mau pergi dan bahkan bisa
mengakibatkan fatal bagi orang yang dimasukinya.

40 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Umumnya, jika hal itu terjadi maka dari anggota keluarga
dengan cepat memberikan apa yang dipintanya, jika sudah dipenuhi
maka dengan segera pergi dan meninggalkan beberapa pesan bagi
keluarga rumah, dengan mengucapkan t erima kasih. Bagi yang
kerasukan akan segera pulih dan secepatnya sadar serta tidak
mengetahui sesuatu yang telah terjadi pada dirinya.

4) Buang-Buang Penya kit

Acara buang-buang pada Masyarakat Melayu juga dikenal


dengan sebutan Bebuang yang merupakan sa lah satu upacara adat saat
seseorang mengalami musibah maupun mendapat kesenangan. Bahan
yang paling mendasar adalah telur ayam kampung dengan bahan-
bahan lainnya yang disesuaikan dengan kegunaannya seperti Bebuang
bala, membuang penyakit keair dengan cara memindahkan penyakit
kedalam telur memakai doa tertentu yang dllakukan dukun kampung.
Berdasarkan hasil dari penerawangan dukun kampung yang
menyatakan bahwa di tern pat datangnya penyakit, maka ditempat itu
pula diberikan telur yang sudah dimanterai oleh dukun kampung. Di
samping itu juga disediakan perlengkapan lainnya, seperti;

1. Telur ayam kampung sebagai wadah penyakit;


2. Rokok daun nipah;
3. Nasi kempunan (nasi kuning dikepal);
4. Berteh (Padi yang disangrai sehingga padi membentuk brondong);
5. Beras kuning (beras yang diberi kunyit).

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 41


5) Buang-BuangTali Pusar

Bagi keturunan kaum bangsawan, sejak kelahiran hingga


tanggal pusat sang bayi, maka bayi tersebut akan terus menerus
dipangku secara bergiliran. Namun jika keturunan rakyat biasa, bayi
dipangku 24 jam ketika tanggal pusat saja. Untuk menghibur orang
yang memangku bayi tersebut biasanya diperdengarkan syair-syair
maupun nasehat bagi sang bayi. Perlengkapan upacara yang
disediakan oleh orang tua bayi antara lain; Bayi diletakan pada suatu
talam yang besar dan pada bagian bawah talam ada beras dan uang
logam, baru di atasnya kain. Setelah dibacakan doa selamat maka
prosesinya selesai.

Bagi masyarakat Melayu, umumnya tali pusar adalah bagian


yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mulai dari pemotongan
ketika dilahirkan sampai tali pusar tanggal sendiri mempunyai arti
tertentu. Tanggalnya tali pusar dibuat suatu upacara tertentu dengan
membuat makanan bubur putih dan beberapa kue makanan ringan
sebagai ungkapan rasa syukur yang disertai dengan pembacaan doa
selamat. Pembacaan doa diutamakan oleh bapak dari bayi atau dapat
juga memnggil orang yang dianggap alim disekitar tempat tinggal.
Umumnya tali pusar disimpan oleh orang tua didalam suatu tempat
yang dirahasiakan. Tali Pusar tersebut dikumpulkan menjadi satu
dengan tali pusar yang lainnya. Dalam kepercayaan masyarakat bahwa
jika tali pusar disatukan maka tidak akan terjadi perpecahan ataupun
perselisihan antara saudara satu dengan lainnya. Kemudian, ada juga
yang memilih menyimpan dibawah dapur dengan maksud untuk
membuat anak berani menjalani hidup walaupun berbagai problem

42 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


yang ada, mereka akan tetap tegar dan dapat mengatasi masalah
tersebut. Pembuangan tali pusar juga dilakukan dengan memasukan
pada suatu tempat yang dibuat dari penangkin dan dihanyutkannya
dengan pelepah pinang dan disebut dengan upeh

6) Upacara Tepung Tawar

Upacara Tepung Tawar bagi anak bayi dilakukan dengan


upacara ritual dengan segala persiapan yang disediakan bagi ahli
keluarga yang mempunyai hajatan. Peralatan yang perlu dipersiapkan
dan dengan lengkap harus sudah ada jika acara dimulai. Adapun
perlengkapan tersebut, antara lain;

1. Beras yang ditumbuk dicampur dengan daun pandan dan kunyit


dibuat tepung
2. Daun-daun yang diperlukan untuk alat tepung tawar ialah daun
kelapa yang dibuat seperti bunga tapak bebek diberi bertangkai
disebut pentawar berjumlah dua buah. Kemudian, daun-daun yang
disusun dengan jumlah lebih kurang dua puluh jenis diikat dan
dipotong ujung pangkalnya sehingga rata permukaannya disebut
tetungkal dengan jumlah tiga buah.
3. Nyiru kecil yang terbuat dari anyaman kulit bambu atau disebut
juga layau digunakan untuk mengipas-ngipas badan disebut tudung
bakul.
4. Besi, kayu arus, bekas kayu baker diikat dengan tali yang disebut
pengkeras.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 43


5. Benang yang diikat dan diputarkan diatas kepala menurut mereka
mudah-mudahan keluarga itu dapat diikat hatinya menjadi suatu
ikatan yang kuat dan kokoh tidak ubahnya seperti benang itu.
6. Tepung yang sudah ditumbuk dan diaduk di dalam tabung bambu
yang ukuran garis tengahnya lebih kurang dua puluh senti meter
dan tingginya delapan belas sentimeter yang terbuat dari bambu.
Betung gunanya untuk menyimpan tepung yang sudah diaduk,
tabung bambu ini disebut tudung telak
7. Beras dimasukan ke dalam gantang, sirih, pinang, tembakau,
gambir, kapur, uang logam secukupnya disebut pengkeras.
8. Beras yang dicelup dengan kunyit disebut beras kuning atau beras
kunyit.
9. Anggota yang melaksanakannya tiga orang untuk tetungkalnya dan
dua orang untuk melaksanakan pentawarnya.

Cara melaksanakan tepung tawar ini adalah setelah tepung


diaduk, tetungkal dan penawar yang terbuat dari daun-daun dan
daun kelapa itu dicelupkan pada tepung kemudian dicapkan pada
kening, tangan kiri dan kanan, pusat, kaki kiri dan kanan dengan
membaca selawat nabi atau doa untuk memohon keselamatan.
Setelah upacara Tepung tawar selesai maka dilanjutkan dengan
acara selanjutnya yaitu menggunting rambut bayi. Undangan yang
hadir pad a kegiatan tersebut adalah family dan tetangga yang
terdekat. Acara tepung tawar ini masih membudaya pada
masyarakat Melayu Kabupaten Pontianak.

44 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Foto 8. Perlengkapan Upacara Tepung tawar

Foto 9. Prosesi Upacara Tepung Tawar

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 45


7) Naik Ayun (Naik Tojang)

Pada saat bayi pertama kali mulai diayun maka diadakan


upacara betumbang apam dan naik ayunan yang juga disebut dengan
naik tojang. Adapun acara tumbang apam dengan cara mengukur bayi
dengan apam yang dicocokkan pada pelepah kelapa kiri dan kanan
sambil dibacakan surat yasin dan diiringi dengan doa selamat.

Acara ini kemudian dilengkapi dengan upacara yang disediakan


pada prosesi naik ayun yaitu dengan pemasangan lambang pada
tempat ayun berupa contengan kapur sirih .

Foto 10. Lambang di Bawah Ayunan

Adapun tempat-tempat yang dipasang antara lain :

1. Di atas ayunan dan diberi beberapa perlengkapan terdiridari 7


warna , yaitu : Benang putih , merah , hijau, hitam , ungu , coklat, dan

46 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


kuning. Semua benang diikat menjadi satu yang disebut dengan cindai
dan beberapa buah ketupat lemak.
2. Lambang dipasang pada tiang ayunan
3. Lambang dipasang di bawah ayunan
4. Contengan kapur pada telapak kaki anak dan ibunya
5. Didalam ayunan diberi sapu lidi, ijuk
6. Anak lesung batu
7. Kain berwarna kuning

Sebelum memasukan bayi ke


dalam ayunan, didahului dengan
memasukan seekor kucing, sapu lidi
dan anak lesung batu ke dalam
ayunan, kemudian barang-barang
yang ada didalam ayunan
dikeluarkan dan dibersihkan dahulu
barulah bayi dimasukan oleh dukun
ke dalam ayunan untuk ditidurkan
Untuk ayunan bayi sendiri
berupa kain kuning yang ditali
ayunan pada sambungan tali dengan
kain digantung pisang dan cabe. Di
bawah ayunan diisi dengan air putih
di dalam botol ditulis dengan Lam Foto 11 . Pembersihan Ayunan

Jelalah (lam alif) pada dua sisinya.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 47


Fata 12. Memasukan Seekar Kucing Ke Dalam Ayunan

Fata 13. Mengeluarkan Sapu Lidi

48 Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara


Foto 14. Memasukan Bayi Ke Dalam Ayunan

8) Doa Rasul

Pembacaan doa rasul dipimpin oleh seseorang yang dianggap


mengetahui doa khusus tersebut. Doa ini di khususkan bagi keluarga
yang berniat untuk mendapatkan anak dan memohon keselamatan
bagi anak tersebut. Adapun yang menjadi perlengkapan untuk ritual
doa rasul antara lain;
1. Seekor ayam jantan yang tidak cacat
2. Pulut kuning
3. San tan kelapa
4. Air dalam mangkok putih

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 49


1. Kain berwarna kuning
2. Talam besar
3. Inti yang dibuat dari parutan daging kelapa yang telah dimasak
dengan gula merah

Foto. 15 Pembacaan Doa Rasul

Perlengkapan untuk pembacaan doa rasul, di mulai dari


pencarian ayam yang tidak cacat da dipilih yang dianggap cukup umur,
besar dan sehat menurut ukurannya. Kemudian ayam dipanggang
dengan cara pada bagian dalamnya (jeroan) dibuang dan hati, limpa,
empedu digabung menjadi satu pada satu tusukan sate.
Pemanggangan ayam harus utuh tidak boleh ditanggalkan salah satu
anggotanya. Nasi kuning dibuat dengan campuran beberapa kunyit dan

50 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


dicampur dengan air santan untuk menghasilkan kwalitas yang baik,
setelah itu makanan tersebut dipanggang di atas kayu api. Setelah
lengkap maka hidangan dilapisi dengan kain kuning dan diletakan pada
sebuah talam besar.

Foto 16. Kaum Kerabat Dalam Acara Adat

Pembacaan doa Rasul ini khusus bag1 keluarga terdekat yang


menghadirinya. Doa dipimpin oleh orang yang dianggap alim dan
faham tentang bacaannya. Setelah selesai pembacaan doa rasul maka
pada bagian hati, limpa, dan empedu diberikan kepada kedua orang
tua dan pada bagian yang lain dibagikan dengan kaum kerabat dan
tetangga yang terdekat. Terdapat keyakin an sebagian masyarakat
mengenai tulang ayam yang sudah dibacakan akan dapat dijadikan
penangkal berbagai penyakit atau juga un tu k menghindarkan dari

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 51


gigitan binatang buas, sehingga setelah acara selesai, sebagian yang
datang mengumpulkan tulang untuk dibawa pulang atau juga
diberikan pada yang memesannya.

5. Makna Ritus dan Upacara

Makna yang tersirat di dalam acara kegiatan upacara empat


puluh hari setelah melahirkan adalah untuk mensucikan ibu dan bayi
dari mara bahaya permohonan keselamatan dan kesejahteraan
kepadaAllah SWT. Adapun makna yang terkandung dari simbol-simbol
upacara yang dipergunakan pada upacara di bawah ini antara lain; ·

1) UpacaraAdat Buang-buang

Upacara ini dimaksudkan untuk memberitahukan kepada


keturunan yang berada dialam ghaib maupun di dalam air agar dalam
pelaksanaan upacara adat tidak mendapat gangguan dan akan
berjalan lancar. Simbol yang diberikan adalah seperangkat
perlengkapan yang disepakati oleh dukun dengan kerabat yang
mempunyai hajatan

2) Arti Bendera

Bendera yang dipasang sehari sebelum acara dimulai adalah


untuk memberitahukan kepada keturunan ghaib yang berada di atas
darat maupun keluarga kaum kerabat yang ada disekitarnya. Simbol -
simbol pada bendera upacara yang dipergunakan antara lain;

a. Bambu kuning melambangkan bahwa masih ada keturunan


Thionghoa

52 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


b. Bendera berwarna kuning melambangkan keturunan Bugis
c. Bendera berwarna merah melambangkan keturunan Banjar

3) Upacara Tepung Tawar

Upacara Tepung Tawar mengambarkan bahwa yang mempunyai


hajatan minta direstui agar hajatannya berj alan dengan baik. Salah
satu lambang yang ada seperti benang diikat yang diputarkan diatas
kepala menurut mereka mudah-mudahan keluarga itu dapat diikat
hatinya menjadi satu ikatan yang kuat dan kokoh tak ubahnya seperti
benang itu.

4) Upacara NaikAyun

Ketika upacara NaikAyun yang juga disebut dengan Naik Tojang


diatas ayunan dan diberi beberapa perlengkapan terdiri dari 7 warna
benang yang diikat di atas ayunan dengan simbol-simbol yang
melambangkan antara lain; tujuh benang yang disimpul menjadi satu
melambangkan bahwa hubungan jalinan si raturahmi sampai tujuh
turunan, dan didekat simpulan benang tersebut beberapa makanan
ketupat yang melambangkan bahwa makanan tersebut memang
sangat dihormati dan dijunjung tinggi. Warna benang-benang tersebut
adalah putih, merah, hijau, hitam, ungu, coklat dan kuning. Semua
benang-benang tersebut diikat menjadi satu yang disebut dengan
cindai serta beberapa buah ketupat lemak.

Simbol lambang dipasang di bawah ayunan dengan memohon


kepada Allah SWT agar dapat berlindung dari segala godaan syaitan,
begitu j uga kapur yang di contengkan pad a anak dan i bun ya.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 53


Simbol sapu lidi melambangkan bahwa penyakit bayi tersebut sudah
dibuang, simbol Lesung batu mengambarkan bahwa diharapkan anak
tersebut tidak berat hati dengan segala sesuatu urusan dan kain yang
berwarna kuning melambangkan bahwa ia adalah dari keturunan
Bugis. Memasukan seekor kucing pada ayunan bayi agar bayi tersebut
tidak mudah terkejut dan kehilangan semangat

5) Do~Rasul

Doa khusus ini dibaca sesuai dengan hajat atau nazar yang
diniatkan oleh kedua orang tua bayi. Dengan beberapa perlengkapan
adat yang menjadi simbol antara lain;
1. Ayam melambangkan bahwa diharapkan kepada anak tersebut
menjadi patuh kepada kedua orangtua, taat kepada agama dan
menjadi anak yang penurut
2. Nasi kuning melambangkan makanan pokok kebesaran adat Bugis
3. Inti kelapa melambangkan bahwa yang sangat bermanfaat adalah
yang mempunyai pengetahuan
4. Air putih melambangkan sucinya hati jangan dikotori
5. Dupa (stanggi) sebagai pengharum agar malaikat dapat mendekat
di tempat upacara.

B. Upacara Gunting Rambut


1. Latar Belakang Upacara
Kegiatan upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat
Kabupaten Pontianak sesuai dengan kondisi dimana upacara adat itu
dilaksanakan, seperti halnya upacara-upacara yang berkaitan dengan
suatu peristiwa adat.

54 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Ritual kepercayaan masyarakat yang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan lingkungan salah satunya adalah upacara penyelenggaraan
memotong rambut (cukur rambut) dengan tujuan untuk membuang
rambut yang dibawa sejak anak dilahirkan. Selain itu Maksud lainnya
adalah untuk membuang sial yang terdapat pada ujung-ujung rambut
yang dibawa sejak lahir.

Bagi masyarakat suku Melayu Kabu paten Pontianak, gunting


rambut adalah salah sat:..1 unsur budaya yan g masih tetap dilaksanakan
dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung nilai-nilai
dan norma-norma yang sangat sakral, dan bermakna wujud rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan
bagi keluarga khususnya maupun masyarakat pada umumya.

Upacara gunting rambut atau disebut juga potong jambul


diselenggarakan apabila di dalam satu keluarga mendapatkan anak
bayi yang telah menginjak usia sekitar 40 hari sampai 1 tahun dan hal
ini telah menjadi suatu upacara tradisi masyarakat secara umum.

2. Maksud Dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari upacara gunting rambut adalah sebagai


rasa ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, memohon
kesejahteraan dan keselamatan bagi anak at au bayi dalam kehidupan
dunia dan akhirat. Disamping itu juga merupakan sunatul Rasul yang
dilaksanakan untuk mendapatkan keridhaaan serta keselamatan bagi
bayi yang baru lahir dan digunting rambutnya .

Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara 55


3. Waktu Penyelenggaraan Upacara

Waktu penyelengaraan upacara adat gunting rambut tidak


dibatasi, akan tetapi pada umumnya dilaksanakan oleh orang tua bayi
setelah empat puluh hari sampai satu tahun dilihat dari kondisi kedua
orang tua, karena di dalam upacara ini memerlukan biaya yang tidak
sedikit dan paling lambat pada tahun kedua setelah bayi lahir.

4. Tempat Penyelenggaraan Upacara

Upacara gunting rambut pada masyarakat Kabupaten


Pontianak dilaksanakan di rumah orang tua bayi yang akan digunting.
Namun tidak jarang dilaksanakan ditempat lain seperti di masjid atau
tempat yang lebih luas sesuai dengan latar belakang keluarga yang
akan melaksanakan upacara. Hal ini disebabkan apabila pada akhir
upacara pihak keluarga yang melaksanakan hajatan mengadakan
jamuan makan bagi kaum kerabat yang datang.

5. Persiapan dan Perlengkapan Upacara

Peralatan perlengkapan atau benda-benda yang digunakan


dalam upacara gunting rambut ini antara lain;

1. Sebuah kelapa muda yang belum berisi


2. Beberapa bentuk cincin emas atau suase
3. Sebuah gunting
4. Lilin kuning atau lilin lebah untuk menilin rambut yang akan
digunting
5. Bunga tujuh jenis

56 Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara


6. Benang tujuh warna
7. Beras kuning dan be rt eh
8. Satu mangko tepung tawar
9. Satu ikat dedaunan dari tujuh jenis daun seperti daun ribu-
ribu, daun ati-ati, daun anjuang, daun sedingin, daun
tapak kuda, daun pandan dan daun ruas
10. Sa tu helai selendang pelangi atau serang
11 . Pokok telur
12.Minyak bau
13. Dupa
14. Tanah Mekah (boleh ada boleh tidak)

Sebelum upacara dimulai buah kelapa muda diukir dan dibuka


bagian atasnya, airnya dibiarkan dalam keadaan utuh. Pada bagian
bawah kelapa dipotong mendatar agar dengan mudah untuk
meletakannya di dalam talam. Talam yang berisi kelapa ini
diletakan bersama dengan gunting kecil.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 57


6. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya

Foto 18. Pengguntingan Rambut Kelompok Pria

Anak yang akan dipotong rambutnya diberikan pakaian yang


bagus umumnya memakai pakaian kuning. Sebelum pemotongan
rambut para undangan terlebih dahulu membaca surah Albarzanji
atau Marhaban, ketika pembacaan marhaban dimulai, maka
pemotongan dilakukan sambil berdiri. Anak yang akan dipotong
rambutnya digendong oleh orang tuanya sendiri dan diikuti oleh

58 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


pembawa perlengkapan barang-barang yang akan dipakai untuk
menggunting. Pemotongan rambut dimulai oleh seseorang yang paling
tua dan terkemuka di dalam masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan berkah bagi anak tersebut. Anak yang akan dipotong
rambutnya diikat dengan benang dan bunga daun melati yang
dibiarkan bergantung pada ujung ram but

Potongan rambut dimasukan kedalam air kelapa muda. Kelapa


muda disimpan dibawah masjid atau musallah. Dengan tujuan agar
anak tersebut hatinya tetap berada di masjid dan menjadi orang yang
baik. Umumnya bagi pemotong rambut sebanyak 7 orang laki-laki dan
5 orang perempuan. Ketika pemotongan rambut yang pertama sudah
selesai dan diikuti dengan yang lainnya, kemudian diberikan satu
keranjang (dari plastik) berisi telur ayam atau itik direbus 3 biji diberi
warna seperti jingga, biru laut lalu diberi kertas rabu-rabu (dipotong
kecil-kecil) dan diberi bertangkai dan dibagi kan atasnya uang seribu
yang dibentuk seperti sebuah kipas. Untuk undangan yang lain yang
tidak mendapat tugas memotong rambut juga mendapatkan cindera
mata tanpa ada uang hanya berisi telur dan keranjang plastik

Setelah acara pemotongan ram but selesai, anak bayi tersebut


diserahkan orang tuanya kepada dukun bayi. Kedua orang tua dan para
handai tolan berkumpul memohon dan berdoa kepada Allah SWT untuk
keselamatan keluarga, anak yang dipotong rambutnya dan para
hadirin sekalian. Bagi keluarga terdekat masih dilanjutkan dengan
pembacaan doa Rasul untuk melepaskan nazar yang telah diniatkan
ketika mendapatkan anak.

Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara 59


7. Makna Ritus dan Upacara

Pada upacara gunting rambut ada makna yang tersirat


terutama untuk mensucikan anak dari mara bahaya dan permohonan
keselamatan serta kesejahteraan kepada Allah SWT. Makna yang
terkandung dari beberapa simbol-simbol upacara yang diselenggarakan
antara lain :

1. Lilin kuning atau lilin lebah melambangkan agar anak nantinya


mempunyai perangai yang halus dan manis budi bahasanya.
2. Tujuh macam bunga melambangkan kepada anak agar sampai
tujuh keturunan mempunyai keharuman nama;
3. Benang tujuh warna melambangkan hubungan tali silaturahmi
terjalin sampai tujuh turunan;
4. Gunting yaitu alat untuk menggunting ram but;
5. Kelapa gading melambangkan harapan bahwa nantinya anak
tersebut dapat memberikan manfaat dalam kehidupan;
6. Beras kuning berteh melambangkan permohonan keselamatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar kehidupannya kelak jauh dari
rintangan dan halangan;
7. Tepung tawar memohon keselamatan di dalam kehidupan bayi dan
terhindar dari segala bahaya;
8. Daun-daun 7 macam melambangkan kemakmuran dalam hidup
anak, banyak rezeki dan kehidupannya terhindar dari bahaya;

60 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


9. Perhiasan cincin sebagai pengikat hubungan kasih sayang antara
anak dan orang tua;
10. Selendang pelangi atau kain serang melambangkan ikatan
keturunan yang tidak putus-putusnya;
11. Pokok telur sebagai lambang agar kemudian hidupnya dimurahkan
rejeki;
12. Minyak bau untuk menghindari gangguan dari rah jahat;
13 . Dupa untuk menghindari gangguan dari rah jahat;
14. Tanah Mekah bertujuan agar anak kelak dapat sampai ke Tanah Suci
Mekah .

Foto 19. Penguntingan Rambut Kelompok Wanita

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 61


Foto 20. Penyerahan Setelah Gunting Rambut

C. Upacara Robo'-Robo'
1. Latar Belakang Upacara

Hari Rabu bulan Safar terakhir dikenal masyarakat Mempawah


sebagai hari Robo'-robo'. Robo-robo adalah nama upacara tahunan
(tahun Islam) yang diselenggarakan oleh penduduk daerah Kabupaten
Pontianak khususnya dan pada masyarakat keturunan Bugis yang ada di
daerah lainnya. Kata robo'-robo' berasal dari kata robo'. Kata ini paling
dekat dengan istilah yang dipakai untuk nama hari keempat setiap
minggu yaitu Rabu. Dari kata Rabu atau Robo', maka robo' -robo' sangat
dekat dan sangat erat kaitannya dengan kata hari Rabu .

62 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Upacara ini diselenggarakan setiap tahun pada hari Rabu, yaitu
setiap hari Rabu terakhir bulan Safar tahun Islam. Orang mengatakan
dengan istilah Rabu terakhir artinya terakhir setiap bulan Safar. lstilah
lain juga disebut Saparan yang diambil dari istilah Safar yaitu bulan Safar,
karena upacara ini hanya diselenggarakan setiap bulan Safar.

Menu rut kepercayaan masyarakat setempat bahwa bulan Safar


merupakan bulan banyaknya turun bala dari Yang Maha Kuasa. Artinya
bahwa bulan Safar seperti ini merupakan bulan yang paling naas, bulan
yang penuh kesialan. Peristiwa sejarah Nabi-Nabi dikenal kesialan-
kesialan yang nyaris menimpa nabi-nabi seperti terlepasnya Nabi Musa
dari kejaran Fir'aun karena mu'jizat terbelahnya air laut, di
selamatkannya Nabi Ibrahim dari kobaran api untuk membakarnya,
diselamatkannya Nabi Yunus dalam perut ikan nun dan lain-lain. Secara
kronologis orang mempercayai bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa
menurunkan bala setiap tahun pada setiap bulan Safar.

Secara magis, bala itu dapat di hindari karena makhluk halus


dapat menolong menyelamatkan manusia dari ancaman bala yang akan
menimpa. Pertolongan itu harus diminta dengan memberikan imbalan-
imbalan tertentu. Bagi penduduk daerah Kabupaten Pontianak di
Mempawah, upacara ini bersifat historis dan religio magis.

Bersifat historis, karena upacara ini dikaitkan dengan peristiwa


penting dalam sejarah kehidupan kerajaan Mempawah, antara lain
pendaratan pertama Opu Daeng Manambun, putera Bugis pendiri
kerajaan Mempawah dan kematian beliau sebagai panembahan pertama
kerajaan itu.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 63


Bersifat religis, karena adanya permohonan yaitu do'a kepada
Allah Yang Maha kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkan
dari bala bencana yang dapat menimpa sewaktu-waktu. Bersifat
magis, karena upacara ini bersifat memberi persembahan dan
permintaan ampun dari manusia-manusia kepada para leluhur,
khususnya arwah para Panembahan Mempawah dan para makhluk
halus yang dipercaya mempunyai kelebihan pada manusia. Dari para
leluhur dan makhluk halus itu diharapkan dapat memberikan
pertolongan pada manusia untuk melindungi dari bala bencana yang
akan menimpa.

Perkembangan selanjutnya upacara ini bersifat sodo cultural,


karena mempunyai nilai ekonomis untuk menarik wisatawan ke
mempawah dan dengan demikian akan menaikkan pendapatan
daerah. Oleh karena itu, pada penanganan selanjutnya upacara ini
diselenggarakan secara resmi oleh Pemerintahan daerah. Robo'-Robo'
termasuk upacara besar dan melalui beberapa tahapan yaitu upacara
ziarah kubur, upacara kenduri dan permainan rakyat.

Upacara ziarah kubur diselenggarakan untuk menziarahi


makam Opu Daeng Manambun dan makam para Panembahan
Mempawah lainnya. Upacara kenduri dilaksanakan untuk menolak bala
dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hiburan
rakyat yang bersifat tradisional berupa perlombaan sampan di Kuala
Secapa sungai Mempawah.

64 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


2. Maksud dan Tujuan Upacara.

Beberapa hal yang ingin dicapai dengan diselenggarakannya


upacara ini ialah :

• Memperingati peristiwa-peristiwa historis yang penting bagi


kerajaan Mempawah yaitu tentang pendaratan pertama Opu Daeng
Manambun di wilayah Mempawah. Setelah pendaratan-nya,
armada Opu Daeng Manambun itu kemudian mendirikan
perkampungan serta didengungkannya azan yang pertama kali di
wilayah itu. Peristiwa lain yang diperingati ialah wafatnya Opu
Daeng Manambun pendiri Kerajaan Mempawah pada hari selasa
menjelang diselenggarakannya upacara robo' -robo'.
• Memohon ampun dan memohon pertolongan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari bala
bencana yang banyak diturunkan pada setiap bu Lan Satar.
Permohonan itu di wujudkan dengan memperbanyak sedekah,
berdo'a dan berkenduri bersama, dalam rangka memupuk rasa
persaudaraan dan kegotong royongan.
• Pemujaan dan penghormatan kepada para leluhur, khususnya para
panembahan Mempawah yang telah memimpin dan mengembangkan
wilayah Kerajaan Mempawah, agar diampunkan dosa-dosanya dan
dibalas jasa-jasanya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga
mendapatkan kehidupan akhirat yang menyenangkan. Diharapkan
dari kehidupan para arwah yang menyenangkan itu akan
berpengaruh positif bagi kehidupan masyarakat, karena para
arwah itu tidak akan menjatuhkan kutukan pada manusia.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 65


Maksud lain dari penyelengaraan upacara itu ialah untuk mengusir
para roh jahat yang menganggu kehidupan manusia. Dengan
demikian akan selamatlah kehidupan masyarakat dari segala bala
bencana yang banyak diturunkan pad a bulan Safar.
• lain dari penyelengaraan upacara itu ialah untuk mengusir para roh
jahat yang menganggu kehidupan manusia. Dengan demikian akan
selamatlah kehidupan masyarakat dari segala bala bencana yang
ban yak diturunkan pad a bulan Safar.
• Perkembangan selanjutnya, robo'-robo' diselenggarakan untuk
mengikuti adat istiadat yang telah turun temurun. Dengan
demikian adat yang telah mengikat dalam kehidupan lapisan
masyarakat Kabupaten Pontianak, akan didapatkan dua
keuntungan sekaligus yaitu memberi pendapatan daerah karena
banyaknya kunjungan para wisatawan dari berbagai daerah dan
negara.

3. Waktu penyelengaraan upacara

Robo'-robo, diselenggarakan satu kali setiap tahun Islam, yaitu


setiap hari Rabu terakhir bulan Safar. Rangkaian upacara meliputi
berbagai kegiatan yaitu ziarah kubur ke makam pendiri Kerajaan
Mempawah dan makam para Panembahan yang letaknya tidak menjadi
satu dengan makam pendiri kerajaan mempawah.

Upacara ziarah kubur dilaksanakan pada hari Selasa terakhir


bulan Safar. Sesudah lepas tengah hari pada hari selasa ini upacara ziarah
kubur dilakukan pertama-tama di makam Opu Daeng Menambun,
kemudian dilanjutkan ke makam panembahan lainnya, yaitu:

66 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


1. Makam H. Moehamad Saleh ibnu H. Abdurahim Shomat. Guru Opu
Daeng Manambun
2. Makam Panglima Hitam, yaitu pengawal Opu Daeng Manambun
3. Makam Sri Ayu. Makam ini menurut keterangan dari juru kunci
ditemukan di dalam mimpi, adalah makam tumbuh artinya makam
yang datang sendirinya, menurut kisahnya makam ini berasal dari
Majapahit.

Pada malam rabu diselenggarakan acara masak-masak


diperkampungan tempat pendaratan pertama Opu Daeng Menambun.
Pada malam itu juga diselenggarakan upacara-upacara persembahan
yaitu membuat sesajen untuk penjaga laut.

Hari rabunya setelah shubuh, upacara kenduri dilakukan oleh


setiap kelompok masyarakat, khususnya masyarakat mempawah. Dan
siang harinya dilanjutkan dengan perlombaan sampan di Kuala
Mempawah. Seluruh warga masyarakat Mempawah bergembira ria,
dan hilir mudik dalam kota sambil menonton perlombaan sampan.

4. Tempat penyelenggaraan upacara

Banyak tempat yang digunakan untuk penyelenggaraan


upacara sejak hari selasa sampai rabu. Tempat-tempat tersebut
adalah:

• Makam Opu Daeng Menambun di sebukit Rama. Di tempat ini akan


dikunjungi oleh para penziarah yang diselenggarakan pada hari
selasa karena Opu Daeng Menambun meninggal pada hari selasa.
• Makam para panembahan Mempawah di Pulau Pedalaman menuju

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 67


ke hulu dari kuala mempawah. Tempat ini juga di kunjungi oleh
para penziarah pada hari selasa setelah selesai upacara ziarah di
tempat makam Opu DaengMenambun.
• Di daerah pantai yang dikenal penduduk Mempawah sebagai
tempat pendaratan pertama dari armada Opu Daeng Menambun
pada waktu pendirian kerajaan Mempawah.
• Di dalam gang-gang di kota mempawah. Di gang-gang ini
diselenggarakan kenduri pada pagi hari rabu setelah selesai sholat
shubuh. Kenduri dilaksanakan oleh penduduk yang bertempat
tinggal dalam gang masing-masing. Selesai kenduri dilanjutkan
dengan makan-makan bersama oleh setiap keluarga yang dilakukan
di alam terbuka dalam gang masing-masing
• Di kuala Mempawah mulai dari jembatan induk sampai daerah
pantai. Ditempat ini dilaksanakan Lomba sampan. Disamping itu
tempat ini juga menjadi tumpuan dari seluruh penduduk yang akan
berekreasi pada hari itu. Sedangkan, di sekitar jembatan induk dan
pasar-pasar di sekitarnya merupakan tempat yang paling ramai.

Pelaksanaan teknis upacara dilaksanakan oleh sebuah panitia


yang dibentuk secara resmi oleh Pemda. Karena upacara ini
mempunyai pengaruh yang cukup luas bagi kalangan masyarakat
dimana seluruh penduduk Kab. Pontianak merasa ikut terlibat
didalamnya, maka demi kesatuan sosial, upacara ini diangkat menjadi
upacara daerah. Panitia pelaksana terdiri dari berbagai unsur potensi
daerah seperti Pemda, tokoh agama, TNI, Pemuda dan lain-lain.

Panitia ini bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan


bertanggung jawab atas pelaksaannya. Para tokoh agama bertugas

68 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


untuk membimbing, mengatur dan melaksanakan upacara-upacara
dilingkungannya, TNI bertanggung jawab atas keamanannya dan
pemuda untuk melaksanakan kegiatan-kegiat an lomba dan lainya.

Selain panitia resmi tersebut, para keluarga kerajaan yang


mewarisi kerajaan itu mempunyai f ungsi teknis pula dalam kegitan
upacara. Fungsinya seolah-olah sebagai penghubung antara alam
manusia ini dengan arwah para leluhur. Hubungan antara manusia
dengan para makhluk tersebut dapat dilakukan oleh keluarga kerajaan
itu. Dalam upacara ini para makhluk halus tersebut harus diberitahu
agar tidak jahat kepada manusia.

Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini adalah hampir


seluruh warga di wilayah Kabupaten Pontianak khususnya bangsa
Melayu merasa turut terlibat dalam pelaksanaan robo'-robo. Penduduk
dalam kota ikut aktif melaksanakan bai k secara sendiri-sendiri
maupun secara bersama. Yang tidak ikut aktif dalam kegiatan,
terutama anak-anak muda laki-laki atau wanita mengambil
kesempatan untuk bersuka ria ditempat-tempat hiburan.

Akti fitas para penduduk dalam hal pelaksanaan upacara ini


antara lain membuat kenduri, membuat sesajen, lomba sampan dan
melaksanakan hiburan-hiburan lain. Sementara penduduk-penduduk
di desa-desa turut membuat kue-kue khusus, t erutama ketupat untuk
kenduri.

Dikalangan keluarga bangsawan keterllbatan dalam upacara ini


ialah dalam melakukan ziarah ke makam para penembahan baik Opu

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 69


Daeng Manambun ataupun Panembahan -Panembahan lainya. Mereka
berkumpul secara resmi di istana, berzikir, bertahlil dan berkenduri
serta melakukan ziarah. Keterlibatan lain juga dalam hal pembiayaan.

Foto 21. Pangeran Ratu DR. Ir. Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim , M.Sc
Kerajaan Mempawah

5. Persiapan dan pelaksanaan upacara

Persiapan secara umum ialah dimulai dengan pembentukan


panitia, dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan , serta pembiayaannya. Kenduri dan sesajian yang akan
dilaksanakan secara massal, rencananya dilakukan bersama-sama.

70 Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara


Demikian pula mengenai pembuatan sesajian umum, biasanya
dikumpulkan dari setiap rumah tangga. Para tokoh masyarakat, para
tua-tua kampung dan lurah-lurah Desa bertugas untuk mengerahkan
massa dan menghimpun dana serta mengatur pelaksanaannya. Pada
hari selasa para ibu rumah tangga dan anak-anak wanita telah
membuat kue-kue dan memasak makanan untuk keperluan upacara
besok paginya.

Di lingkungan istana, pada hari Selasa keluarga sudah


berkumpul untuk bersama-sama menuju ke Sebukit guna menziarahi
makam para panembahan. Namun, sebelumnya telah dipersiapkan
alat-alat perlengkapan upacara yang akan dibawa ke makam,
terutama sesajian, air tolak bala, kendaraan air dan makanan.
Sementara itu, panitia mempersiapkan alat-alat, baik untuk
keperluan ziarah bagi yang akan ikut maupun bagi keperluan
penyelenggaraan permainan rakyat pada hari Rabunya yang antara
lain membuat podium di tempat yang akan dipergunakan untuk
penyelenggaraan permainan rakyat yaitu di kuala sungai Mempawah.
Selain itu, disiapkan juga rambu-rambu lomba di sungai, menyiapkan
hadiah pemenang dan lain-lain.

Persiapan lain yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya


berupa penyusunan tim lomba, persiapan kostum, sampan lomba,
pangka gasing, dan lain sebagainya. Para muda-mudi menyiapkan
pakaian kendaraan, uang untuk bekal dalam keramaian hari upacara
dan lain-lain.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 71


Perlengkapan yang diperlukan untuk upacara ini antara lain:

1. Bagi Kendaraan istana Mempawah :


a. Sesajian terdiri dari nasi pulut warna kuning, panggang ayam
satu ekor, berteh beras kuning dan setanggi.
b. Air tepung tawar, air tolak bala dan ramuan bunga.
c. Makanan terutama ketupat.

2. Bagi masyarakat setempat :


a. Air tolak bala dan air salamun tujuh.
b. Nasi dan lauk pauk secukupnya untuk kenduri.
c. Ketupat dan kue-kue.
d. Sampan lomba bagi yang akan mengikuti lomba sampan.
e. Permainan gasing, olah raga poli, sepak bola.

3. Bagi panitia penyelenggara :


a. Podium dan pengeras suara.
b. Rambu-rambu lomba sampan di sungai.
c. Hadiah-hadiah perlombaan.
d. Alat perlengkapan administrasi.

6. Jalannya upacara menurut tahapannya


1) Upacara ziarah

Pad a hari Selasa terakhir bulan Safar, keluarga istana telah


berkumpul di istana, ada juga yang berkumpul ditempat lain yang
strategis sehingga memudahkan keberangkatannya.

72 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Para pejabat Pemerintah dan panitia penyelenggara robo-robo serta
warga masyarakat lainnya yang ingin ikut serta dalam ziarah ini juga
sudah berkumpul untuk menetapkan kendaraan-kendaraan yang akan
dipergunakannya. Masing-masing rombongan siap dengan
kendaraannya sendiri.

Foto 22. Rombongan Raj a

Jam 07.00 wib pagi rombongan sudah mulai berangkat menuju


ke Sebukit Rama, makam para penembahan Mempawah. Perjalanan
air ini cukup jauh memakan waktu sekitar dua jam, menyelusuri sungai
Mempawah ke arah hulu . Namun, kini perj alanan tersebut sudah
menggunakan kendaraan mo bi l dan motor dengan waktu le bi h c e pat

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 73


kurang lebih tiga puluh menit dari kota Mempawah. Perjalanan ritual
dipimpin sesepuh dari kerajaan Mempawah. Pemimpin raja
bertanggung jawab untuk menetapkan waktu keberangkatan dan
waktu pulang dan juga bertugas mengatur rombongan ditempat
mendiang Opu Daeng Manambun dimakamkan. Peraturan ini
dimaksudkan agar menjadi lancar dan tertib. Sesampai di makam, juru
kunci makam yaitu kaum kerabat istana Mempawah bertugas untuk
memimpin upacara ziarah di makam itu. Sekitar pukul 10.00 siang
waktu setempat prosesi upacara baru dimulai.

Foto 23. Makam Opu Daeng Manambun

Perjalanan menuju ke Sebukit adalah sebagai berikut: Untuk


para kerabat istana mempergunakan motor air khusus yang telah
dipersiapkan. Para pejabat pemerintah setempat yang ikut dalam

74 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


upacara ziarah mempergunakan motor ai r. Mengingat situasi dan
kondisi kini yaitu sudah ada prasarana jalan maka perjalanan sudah
dialihkan sebagian melalui jalan darat, namun masih ada juga yang
mempergunakan sampan bagi masyarakat setempat.

Prosesi perjalanan mengambarkan situasi masyarakat yang


masih kental dengan adat istiadat setempat, t awa ria, canda gurau, di
iringi lagu -lagu yang terus berdering di hp para peserta mengiringi
untuk menuju ke lokasi. Lokasi yang asri dengan hutan yang masih
lestari, masyarakat yang ramah tamah selalu melambaikan tangan
ketika para rombongan melewati perkampungan mereka. Setelah
sampai pada tempat yang dituju, para rombongan penziarah harus
mendaki bukit (Sebukit Rama). Pendakian ini melewati tangga semen
yang berjumlah kurang lebih 250 buah , menurut kepercayaan
masyarakat setempat antara pengunjung yang datang hampir
dikatakan tidak ada yang sama menurut hitungan tangga walaupun
sudah dihitung berkali-kali.

Para penziarah sampai ditempat makam, memasuki bangsal


tempat ruang makam Opu Daeng Manambun. Petugas yang ditunjuk
mengatur para tamu yang akan duduk didalam ruangan tersebut. Jika
para pengunjung yang datang melebihi kapasitas maka upacara dibuat
beberapa kelompok agar se~ua yang datang dapat masuk ke dalam
ruang makam Opu Daeng Manambun .

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 75


Foto 24. Makam Panglima Hitam

Rombongan penziarah yang datang satu persatu memasuki


ruang makam dengan merapatkan saf-saf duduk berhimpitan. Prosesi
upacara dimulai dengan penaburan beras kuning dan bertih oleh
pemimpin upacara ke atas makam/nisan Opu Daeng Manambun diiringi
dengan doa. Peralatan sesajian yang telah disiapkan diletakan pada
bagian Barat nisan ditengah-tengah peserta.

Adapun sesajian yang dipergunakan di dalam lokasi makam


antara lain ;

1. Sesajian tersebut berupa nasi kuning yang membentuk kerucut


2. Dibagian atas diletakan sebuah telur ayam rebus.
3. Nasi dengan seekor panggang ayam ,
4. Bertih

76 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


5. Beras kuning satu mangkuk
6. Sepiring ketupat
7. Sisir
8. Pisang masak di dalam pi ring
9. Setanggi (dupa)

Prosesi selanjutnya pemimpin upacara membakar setanggi,


diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, berzikir dan
berdoa, setelah itu dilakukan upacara tabur bunga ke atas makam
Opu Daeng Manambun oleh para kaum kerabat istana yang diikuti oleh
masyarakat lainnya. Setelah selesai penaburan bunga di makam Opu
Daeng Manambun dilanjutkan pada makam lainnya diluar bangsal
makam. Para penziarah yang datang dan berniat bernazar mengikat
nisan dengan kain berwarna kuning di nisan Opu Daeng Manambun.

Pada proses berikutnya diberi kesempatan pada rombongan


yang kedua, untuk memasuki bangsal Opu Daeng Manambun. Upacara
dimulai dengan menabur beras kuning dengan bertih, pembakaran
beberapa buah setanggi, diiringi dengan ziki r dan ayat-ayat al Qur'an
berdoa dan menabur bunga seperti yang telah dilakukan oleh
rombongan yang pertama. Untuk sesajen tidak lagi dikeluarkan untuk
digunakan dan dilakukan sampai pada rombongan berikutnya.

Setelah selesai upacara ziarahan dan semua peserta istirahat


dengan memakan makanan yang dibawa masing-masing peserta. Para
peserta saling tukar makanan, kue-kue dan air minum yang dibawa
dari rumah, makanan juga dilemparkan sedikit di sungai depan
makam, menurut kepercayaan mereka bahwa sungai itu juga ada

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 77


penghuninya yaitu buaya kuning dari keturulian kaum kerabat istana
yang ditujukan agar tidak menganggu para penziarah. Setelah selesai
prosesi di makam Opu Daeng Manambun para penziarah pulang
masing-masing dengan kendaraan sendiri.

2) Persiapan makanan hari rabu

Selasa sore setelah pulang ziarah para kaum kerabat


berkumpul untuk mempersiapkan makanan yang akan dibawa pada
besok hari rabu dengan berbagai makan yang enak, seperti nasi
selengkapnya, kue-kue dan makan ringan lainnya. Kemudian, makanan
khusus untuk sesajian yang akan diantarkan ke Laut Mempawah.

Adapun perlengkapan yang akan dibawa kelaut antara lain; (1)


Nasi lauk pauk, (2) Panggang ayam, (3) Ketupat lemak, (4) Kue-kue
yang disiapkan ke dalam ancak, (5) Kapur dan (6) Rokok.

Perlengkapan ancak dengan perlengkapan makanan


dihanyutkan kesungai, agar para leluhur atau mah Luk halus tidak
menganggu manusia yang ada di atas bumi. Bagi masyarakat yang
mendiami lokasi yang tidak begitu jauh dari Laut upacara ini memang
sering dilakukan, dimulai dari pagi hari sampai siang hari dengan
diiringi suara azan dan sholat. Prosesi ini mengulangi bagaimana ketika
Opu Daeng Manambun datang berlabuh serta sholat pada tempat
tersebut dan melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat tinggal
bagi beberapa pengikutnya.

78 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Peralatan barang-barang yang dibuat ancak dipersiapkan dan
setelah menjelang tengah malam sesajian tersebut diantar ke sungai
untuk dihanyutkan. Pada pagi hari dilakukan upacara makan bersama,
setelah selesai sholat subuh para penduduk mempersiapkan makanan
mulai dari tempat tinggal terdekat, sampai pada gang-gang yang ada
didalam lingkungan Mempawah, mengelar tikar, duduk dan makan
bersama-sama dengan ucapan doa selamat bagi kaum kerabat yang
ada maupun yang diundang khusus pada acara ritual tersebut.

Pada jam 06.00 atau jam 08.00 upacara dimulai. Tetua kampung,
membacakan doa selamat dan doa tolak bala. Para peserta upacara
ritual yang ada turut serta larut di dalam doa, dengan duduk bersila
dihadapan hidangan masing-masing. Setelah doa dibaca masing-masing
mengeluarkan hidangan untuk disantap bersama-sama. Makanan yang
dihidangkan ditukar dengan makanan yang lainnya agar saling merasakan
masakan masing-masing. Setelah selesai makan, hidangan dikemas
sambil dibersihkan, kemudian acara dibubarkan dan masing-masing
pulang kerumah. Subuh hari setelah sholat subuh masyarakat
mengadakan ritual mandi tolak bala dengan air salamun tujuh,
dimaksudkan agar mendapatkan keselamatan dari mara bahaya dan
bencana. Air tersebut dapat diminum sekeluarga. Adapun yang dimaksud
air salamun tujuh adalah air yang ada di dalam satu tempat yang
bertuliskan huruf salamun tujuh dari daun andung. Para pendatang yang
ada dari luar daerah masing-masing turut ikut dalam pembacaan doa
selamat, sekitar 200 meter dari mulut jalan menuju lokasi terjadi
kemacetan. Terlebih sepanjang jalan menuju lapangan terdapat kios-
kios para pedagang yang menjajakan berbagai produk.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 79


Di lapangan sejumlah tamu sudah menempati kursi-kursi beratap
tenda besar yang menghadap sungai.

Pengunjung yang tidak kedapatan kursi berdiri di bibir sungai.


Tidak berapa lama kemudian perahu kuning yang membawa
rombongan Pangeran Ratu dari lstana Amantubillah, DR.Ir. Mardan
Adijaya Kesuma Ibrahim, MSc melaju di atas permukaan air Sungai
Mempawah, sekitar 20 meter dari tempat para tamu duduk. Ketika
memasuki muara Mempawah, Pangeran Ratu dijemput oleh putra
mahkota dan sejumlah punggawa keraton dengan menaiki perahu
lancang kuning. Di muara Mempawah, seorang punggawa istana
mengumandangkan azan dari atas perahu. Selepas itu, putra mahkota
melakukan ritual buang-buang sesaji ke laut sebagai talak bala.
Selanjutnya. Pangeran Ratu dan permaisuri mendatangi para
undangan, sedangkan putra mahkota kembali ke keraton.

Perayaan robo-robo pada tahun ini agak berbeda lebih


istimewa dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, perayaan yang
dipusatkan di Sungai Mempawah dihadiri Raja dan ratu serta
perwakilan dari sejumlah keraton di Indonesia yang tengah mengikuti
Festival Keraton Nusantara II. Mereka menjadi tamu spesial yang
disertakan melihat langsung perayaan tradisi robo-robo.

Setelah acara serimonial pembukaan Pangelaran Seni Budaya


Keraton Nusantara II dan Festival Seni Budaya Melayu IV se-Kalbar,
para undangan dihibur dengan persembahan tari-tarian khas Kalbar.
Ada tarian selamat datang Khas Melayu yang dibawakan beberapa

80 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


penari perempuan dengan mengenakan pakaian berwarna kuning .
Kemudian dilanjutkan dengan tarian angin mamiri , khas Suku Bugis,
Sulawesi Selatan. Dilanjutkan tarian yang dibawakan oleh 6 gadis cilik
yang sempat mencuri perhatian undangan .

Foto 25. Undangan Raja-Raja Keraton Se-Nusantara

Usai pembacaan doa penutup, para raja, ratu dan undangan


dij amu oleh Pangeran Ratu makan siang di lstanaAmantubillah. Prosesi
makan siang ini menggunakan tradisi saprahan atau makan bersama
khas masyarakat yang tinggal di pesisir. "dahulu ketika Opu datang di
Mempawah belum ada rumah. Mereka kemudian duduk dan makan
bersama di t epi sungai beratap langit Tradis1 i ni kemudian dilakukan

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 81


masyarakat Mempawah secara turun temurun", informasi ini penulis
dapatkan dari Pangeran Ratu Mardan. Usai bersantap, beberapa
undangan melakukan ziarah ke makam Opu Daeng Manambun.

3) Berbagai Pertunjukan Rakyat

Pada pagi hari rabu terakhir bulan Safar para masyarakat


berkumpul karena acara hiburan rakyat dimulai. Dalam upacara
dimulai dengan mendengungkan Azan yang dibacakan di muara Sungai
Mempawah. Peristiwa azan adalah mengingatkan pada saat azan yang
pertama yang dilakukan oleh rombongan Opu Daeng Manambun ketika
akan memasuki wilayah Mempawah. Di lokasi tempat upacara,
beberapa panitia sibuk dengan peralatan. Sound system dipasang
selengkapnya untuk memulai acara perlombaan permainan rakyat.

Penduduk yang datang berbagai daerah ikut larut dalam pesta


rakyat, tidak ketinggalan para pedagang yang datang dari berbagai
wilayah untuk menjual dagangannya, mulai dari makanan, aksesori
sampai dengan barang kelontong maupun pakaian yang begitu banyak
seperti menjadi pasar pagi. Keramaian manusia begitu banyak
sehingga bagi pengunjung sulit sekali melewati diantara kerumunan
massa. Transportasi air yang digunakan oleh penduduk dari pedalaman
memadati sungai-sungai di kuala Mempawah, sebagai suporter dari
tim dayung yang akan bertanding. Tim dayung yang datang dari
berbagai daerah ikut meramaikan pertandingan. Sampan-sampan
yang dipersiapkan untuk dipertandingkan dimulai dengan acara ritual
pembacaan doa, agar para peserta mendapat keselamatan dan
terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

82 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Foto 26. Masyarakat Mengikuti Prosesi Upara Robo-robo

Pertandingan ini setiap tahun diadakan sebagai wujud rasa


kebersamaan antar sesama warga . Setelah selesai pertandingan ,
peserta yang menjadi pemenang akan mendapatkan piala maupun
uang saku dari panitia. Piala yang diperebutkan adalah piala bergilir
dan ada juga sepeda motor sumbangan dari donatur daerah.
Permainan rakyat yang biasanya digelar antara lain ; pangka gasing,
lomba sampan, bola voli, sepak bola, layang-layangan, tarian daerah ,
lomba syair, dan hiburan rakyat, qasidah, jepin dan musik dangdut.
Permainan rakyat adalah bagian dari upacara robo-robo yang tetap
diadakan pad a setiap tahun Ra bu terakhir bulan Safar.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 83


Foto 27. Tarian Daerah Kalbar

Foto 28. Peserta Rebana

84 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


7. Makna Ritus dan Upacara

Makna perayaan tradisi robo-robo menurut Pangeran Ratu


lstana Amantubillah Mempawah, DR.lr.Mardan Adijaya Kesuma
Ibrahim, Msc adalah sebagai napak tilas kedatangan Opu Daeng
Manambun . "Ketika itu para pengikut Opu Daeng Manambun, terdiri
atas berbagai etnis dan agama". Dengan begitu robo-robo di yakini
syarat dengan pesan persatuan dari semua etnis dan agama yang ada di
Kalbar. Pesan ini merupakan warisan yang ditinggalkan Opu Daeng
Manambun ketika mendirikan Kata Mempawah.

Mereka berkumpul pada hari Rabu akhir bulan Safar. Bersama-


sama mereka membangun Mempawah. Jadi ada makna harmonis antar
etnis dan agama dibalik perayaan robo-robo mi, hal ini dijelaskan oleh
Pangeran Ratu Mardan. Bukti lain dari adanya keharmonisan, bisa
dilihat dari kompleks pemakaman Opu Daeng Manambun. Di Makam
tersebut juga terdapat makam Panglima Hitam orang Dayak, Patih
Humantir dan Damarwulan orang Jawa, Lo Tai Pak orang Thionghoa,
dan beberapa makam etnis lainnya.

Pendapat Gubernur Kalbar H. Usman Jafar mengatakan robo-


robo merupakan asset pariwisata Kalbar. "Peringatan robo-robo tahun
ini yang disatukan dengan Festival Melayu dan Festival Keraton
Nusantara memberi warna baru untuk meningkatkan seni budaya".
Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan robo-robo yang sudah
menjadi salah satu kalender wisata nasional ini menjadi hi bu ran gratis
masyarakat.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 85


Sejumlah hiburan seperti kontes motor air, busana adat, dan
Qasidah, karaoke (lagu daerah) , hadrah, albarjanji , panjat pinang,
tepuk bantal, tarik tambang, tenis meja, bola voli, sepak bola anak
gawang, lomba sampan, tarian daerah dan atraksi kesenian lainnya
yang ada di Kabupaten Pontianak. Kegiatan ini berlangsung di tepi
sungai Mempawah sejak pagi hingga malam hari.

Robo-robo bagi sebagian masyarakat lokal menjadi berkah


tersendiri untuk mendulang rupiah . Mereka berjualan berbagai produk
pada deretan kios di sekitar lokasi yang berubah menjadi pasar kaget.
Biasanya mereka berjualan seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan
robo-robo. (Iman - Wisatanet.com , Jumat , 30 Maret 2007).

Foto 29 . Perlombaan Sampan

86 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Arti lambang dalam kegiatan Upacara robo-robo antara lain;
a. Perahu lancang kuning melambangkan perahu raja-raja
kesultanan Mempawah yang dipakai oleh para kaum kerabat
kerajaan Mempawah
b. Beras kuning melambangkan emas dan bertih melambangkan
perak. Menabur beras dan bertih melambangkan agar para leluhur
turut hadir di dalam upacara adat tersebut
c. Sesajian lauk pauk dengan air melambangkan untuk para makhluk
yang menjaga wilayah perairan.
d. Memasak dipantai kuala Mempawah melambangkan rombongan
Opu Daeng Manambun untuk mempersiapkan makan di daerah
sungai Mempawah
e. Lan tu nan suara azan di sungai mempawah melambangkan pertama
kali rombongan Opu Daeng Manambun mengumandang-kan azan di
wilayah Mempawah.
f. Air tolak bala dan air salamun tujuh melambangkan upaya manusia
untuk menolak bala bencana mengancam kehidupan.
g. Kuntum bunga mawar melambangkan wewangian para leluhur
untuk ditaburkan pada makam.
h. Air tepung tawar melambangkan penawaran bagi segala bencana
yang datang.
i. Ketupat melambangkan bebasnya manusia dari bencana.
j. Upacara dipinggiran sungai melambangkan agar mendapatkan
keselamatan dari bencana yang datang dari arah laut.

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 87


D. Upacara Mandi Safar

1_. Latar Belakang Upacara

Safar umumnya disebut oleh suku Melayu dengan sebutan


Safaran atau bulan naas yang dilakukan oleh masyarakat dari suku
Melayu Kalimantan Barat, hal ini seperti menjadi suatu kewajiban bagi
suku tersebut, akan tetapi bukan bagian dari kewajiban agama Islam.
Sehingga masyarakat dari suku Melayu hanya sebagian yang masih
melakukannya dan pada umumnya mereka yang masih tinggal di
daerah-daerah pedalaman dan juga daerah perkotaan.

Upacara mandi safar yang dilakukan pad a bulan Safar,


umumnya dimuara sungai maupun digang-gang yang mempunyai paret
- paret kecil dan juga di dalam rumah. Keluarga besar di dalam sebuah
perkampungan yang masih mempunyai adat istiadat yang kuat, jika
tidak dilakukan pada tempat terbuka maka ada juga yang
melakukannya di dalam atau pada tempat yang tertutup pada
umumnya air yang disediakan adalah air khusus yang sudah dibacakan
oleh tetua kampung.

Kepercayaan masyarakat dengan mandi Safar adalah akan


menghilangkan kesialan pada anggota tubuh dan memohon
keselamatan atas bala yang datang pada bulan tersebut. Ketentuan
mandi Safar dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama-sama warga
daerah/ perkampungan dengan menuju lokasi tempat permandian dan
berbekal berbagai keperluan untuk makan di tempat tersebut.

88 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Foto 30. Bapak M.Salim Yusuf Sedang Membuat Tulisan
Di Atas Daun Menjuang

Kepercayaan pada bulan ini mengandung banyak bencana,


sehingga masyarakat mengambil pelajaran dari kejadian yang menimpa
para nabi-nabi dan rasul yang banyak terj adi pada zamannya. Bala
bencana harus dihindari dengan selalu memohon ampun kepada Tuhan
Yang Maha Esa, perbuatan ini diwujudkan tidak hanya berdoa
melainkan di lakukan dengan ritual mandi-mandi.

Keyakinan masyarakat bahwa pad a bulan Satar adalah


kesempatan untuk mensucikan seluruh tubuh, karena jika badan dan
jiwa yang kotor, maka akan mudah datangnya bencana yang menimpa.
Dengan begitu kepercayaan ini masih dominan dilakukan pada setiap
tahunnya. Kejadian yang menimpa para Rasul dan Nabi -nabi seperti
tersebut ini antara lain;

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 89


• Diselamatkannya Kapal Nabi Nuh dari bahaya banjir
• Terhindarnya Nabi Ibrahim dari bahaya api
• Terhindarnya Nabi Musa AS dan Nabi Harun dari bahaya ditelan laut
• Terhindar Nabi llyas dari bahaya kayu

Fata 31. Huruf Al-Quran Yang Di tulis Di Atas Daun Menjuang

Memohon ampun kepada Allah SWT agar terhindar dari


segala bala bencana. Sebagai umat manusia wajiblah memohon
ampun dan perlindungan darinya. Manusia memang tempat salah
dan menyadari kesalahan adalah bagian dari keyakinan,
tergantung tingkat keimanannya. Wujud dari keyakinan itu
diimplementasikan melalui upacara ritual yang mengambarkan
sebuah simbol dari suatu peristiwa.

90 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


2. Maksud Dan Tujuan

Ritual mandi Safar dimaksudkan untuk menolak bala bencana,


yang menimpa dan menjadi sebuah keyakinan masyarakat bahwa akan
membawa kesialan bagi anggota badan jika tidak dibersihkan pada
bulan tersebut. Akan cepat datangnya bala bencana karena banyaknya
dosa-dosa yang ada di dalam tubuh manusia. Bala bencana berupa
siksaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Keyakinan bahwa mandi-mandi tersebut menghindarkan dari


bala bencana jika dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui
memohon ampun yang diwujudkan dengan mandi disungai dan diyakini
seperti dosa yang gugur mengikuti aliran air yang mengalir.

Selanjutnya dengan mengadakan upacara ini, maka akan


terhindar dari bencana. Dengan keyakinan ini maka rasa was-was
terhadap bencana tidak akan datang menimpa. Hal ini menunjukkan
bahwa bencana tersebut akan datang jika ritual mandi-mandi Safar
tidak dilakukan sehingga telah menjadi seperti sebuah kewajiban bagi
suku Melayu tersebut.

Ritual mandi Safar seperti menjadi suatu kewajiban yang


diwariskan oleh nenek moyang pada wilayah tertentu secara geografis
yang umumnya dilakukan oleh masyakat yang mendiami daerah
perairan, pantai sepanjang pesisir wilayah Kabupaten Pontianak dan
Kalimantan Barat secara umumnya. Upacara yang dilakukan secara
turun-menurun tidak berani dilanggar oleh keturunannya, masih tetap
dilaksanakan dan dihawatirkan akan mendapat kutukan dari para
leluhur yang telah melaksanakan adat tersebut.

Pengungkapan Nilai Rftus dan Upacara 91


Pada zaman kini upacara ritual mandi Safar masih tetap dilaksanakan
dengan berkumpulnya beberapa orang baik, dari pihak keluarga
tertentu maupun pihak keluarga lainnya yang berkumpul pada tempat
yang telah ditentukan bersama, mereka sating kenal sehingga
terjadinya interaksi antar warga dan tidak menutup kemungkinan
terjadinya asimilasi dari berbagai suku yang ada, perlakuan upacara
rituan mandi Safar kini tidak hanya pad a masyarakat suku Melayu akan
tetapi ada juga dari suku-suku pendatang lainnya yang ikut membaur
dan beradaptasi dengan lingkungan, seperti rasa solidaritas sesama
warga yang mengadakan ritual tersebut.

Ketika upacara selesai dilaksanakan masing-masing peserta


upacara menyantap makanan dan beberapa kue yang dibawa dari
rumah serta tidak ketinggalan juga para pedagang makanan maupun
mainan turut meramaikan kegiatan yang selalu diadakan pada setiap
tahunnyaini.

3. Waktu Dan Tempat Penyelenggaraan

Hari Rabu terakhir pada bulan Safar menjadi hari yang penting
bagi suku Melayu, sampai kini belum ada yang bisa menjabarkan secara
mendetil, mengapa harus harinya menjadi hari Rabu, padahal semua
hari adalah hari terbaik yang dijadikan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk
segala makhluk di atas muka bumi ini. Pagi hari sampai sorenya
pada hari rabu menjadi hari yang sangat bermakna, pantangan dan larangan

92 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


dengan hal -hal kehidupan menjadi sebuah kepercayaan masyarakat
pendukungnya. Umumnya setelah shalat subuh mereka sudah
mempersiapkan diri dengan tidak bekerj a seperti biasa, hanya
menunggu waktu tersebut sambil mempersiapkan perlengkapan yang
akan dibawa pada upacara mandi Safar tersebut.

4. Tempat Penyelenggaraan Upacara

Umumnya tempat penyelenggaran upacara ritual mandi Safar


adalah di sungai-sungai yang airnya mengalir dari hilir kehulu. Muara
sungai, persimpangan sungai atau di daerah tepi pantai yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat untuk melakukan upacara. Akan
tetapi tidak semua wilayah yang mempunyai sungai-sungai saja yang
dapat melakukannya, namun tak kalah pentingnya juga dapat
dilakukan di alam terbuka seperti lembah-lembah di batik bukit dan
dirumah-rumah penduduk.

Dan biasanya kesepakatan warga kampung menunjuk pada


suatu lokasi yang memang cukup jauh menurut ukuran tertentu, akan
tetapi semua dapat di atasi dengan cara bergotong royong menyewa
beberapa bis yang bisa mengangkut mereka. Bahkan sebagian lagi
menggunakan sepeda motor untuk menuju ketempat tujuan yang telah
disepakati bersama tersebut.

Bagi keluarga dan kaum kerabat yang taidak dapat pergi ke


tempat yang jauh, maka mereka dapat mengadakannya di pinggiran
sungai atau di dalam rumah tangga sendiri. Kemudian, setelah selesai
mereka berkumpul dengan makan bersama dan sating tukar menukar
makanan yang dibawa masing-masing. Adajuga keluarga sebelumnya

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 93


sudah mengadakan kesepakatan bersama dengan cara mengumpulkan
uang dan membuat makanan sesuai yang diinginkan. Seperti makan
saprah di halaman rumah, yaitu makan secara bersama sama dalam
suatu tempat dengan tatacara yang disesuaikan dengan kondisi
masyarakat setempat.

Foto 32. Persiapan Perlengkapan

Upacara mandi Safar sifatnya urn um dan terbuka, siapa saja


bisa memimpin upacara akan tetapi yang berlaku di lingkungan
masyarakat kabupaten Pontianak adalah mengangkat seseorang yang
dianggap mampu dan mempunyai pengetahuan tentang ilmu agama
maupun ilmu pengetahuan yang bersifat gaib, seperti Ketua kampung,
ketua adat atau orang yang dianggap memahami tata cara aturan

94 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


upacara. Tata cara pengangkatan pada umumnya didasarkan pada
kesepakatan para keluarga besar, sesuai dengan harapan agar acara
tersebut mendapat keselamatan dan keberkahan di dalam menjalani
kehidupan.

Pada satu keluarga bisa saja orang yang memimpin adalah


kepala keluarga. Kepala keluarga yang mengatur, memulai dan
mengahiri acara tersebut. Para peserta upacara umumnya masyarakat
Melayu yang beragama Islam.

Mereka menyelenggarakannya dengan maksud untuk menolak


segala bala bencana yang mungkin akan menimpa atau setidaknya
upacara ini bagi suku Melayu adalah untuk mengikuti adat yang telah
berlaku secara turun-menurun. Tetapi, pada saat ini keluarga dari suku
Melayu maupun yang bukan dari suku Melayu ikut serta turut dalam
upacara tersebut. Dan tujuan mengikuti acara tersebut disamping
ingin mengetahui juga sebagai rekreasi untuk mengisi masa liburan.

Pad a upacara man di Satar umumnya diikuti oleh seluruh


keluarga, baik yang tua maupun muda, mereka tidak hanya
meramaikan akan tetapi turut serta mengikuti acara tersebut secara
hikmat. Bagi yang tidak mempercayai upacara ini juga dapat turut
serta namun umumnya mereka berdiam diri dirumah masing-masing
dan tidak menganggu saudaranya yang sedang mengadakan upacara.
Tidak ada sanksi bagi yang tidak ikut, namun secara umum, biasanya
mereka mengikutinya. Walaupun demikian, kondisi masyarakat tidak
semuanya sama, tetap ada juga yang masih meragukan upacara
tersebut sehingga mereka tidak melakukannya dengan tetap bekerja

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 95


seperti biasa. Bagi masyarakat yang mempercayainya, pada hari Rabu
terakhir bulan Safar dianggap sebagai bulan yang banyak
mendatangkan bencana, mereka sangat patuh pada tradisi setempat.

Pantangan ini tetap mereka jalankan mulai dari terbit fajar


sampai terbenam matahari, tidak melakukan kegiatan-kegiatan baik
para pekerja kasar, buruh dan nelayan yang takut akan datangnya
ombak besar. Anak-anak dilarang pergi jauh-jauh atau bermain yang
dapat menimbulkan kecelakaan. Dilarang menebang pohon, maupun
pergi kelaut untuk mencari nafkah. Pantangan ini adalah untuk
menolak bala dan menentang bahaya bagi yang berani melakukannya.

5. Persiapan Dan Perlengkapan Upacara

Menjelang seminggu sebelum hari Rabu terakhir bulan Safar,


beberapa kaum kerabat sudah mempersiapkan di rumah masing-
masing, para orang tua maupun ibu-ibu berkumpul mengadakan
kesepakatan tentang makanan yang akan dipersiapkan pada hari Rabu.
Perlengkapan makanan yang akan dibawa ke tempat upacara.

Makanan yang akan dibawa terutama ketupat lemak, nasi


lengkap dengan lauk pauknya, juga sambal ikan teri yang menjadi
menu utama dari makanan tersebut. Kue-kue tradisional seperti apam,
lepat tau, makanan ringan dan buah-buahan sebagai pelengkap
makanan.

Pada persiapan perlengkapan seperti mencari daun menjuang


atau daun andung daun dari batang tumbuhan semak berbentuk lebar
dan tebal, bewarna hijau kemerah-merahan. Daun ini tidak mempunyai

96 Pengungkapan Nilai Rftus don Upacara


tulang sehingga mudah dibentuk sesuai dengan keinginan. Daun
menjuang banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat yang umumnya
mudah tumbuh dimana saja dan juga ada d1 daerah pemakaman yang
ditanam oleh pihak ahli waris.

Foto 33. Pohon Daun Menjuang

Daun yang dipersiapkan akan diberikan kepada tetua kampung


maupun kepada orang yang bisa membuat tulisan di daun menjuang.
Adapun ayat yang ditulis berupa ayat Al Quran yang disebut Salamun
tujuh (tujuh kesejahteraan). Membuat tu l1san di atas daun dapat
mempergunakan benda-benda yang keras, seperti dari lidi daun kelapa
yang dibuat menyerupai pensil dengan ujung dilancipkan .

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 97


Daun menjuang yang sudah ditulis disimpan di atas pintu
rumah, di dalam rumah atau di rendam dalam air. Air yang direndam
dengan daun menjuang dapat dipergunakan untuk mandi tolak bala
atau diminum seluruh keluarga .

Foto 34. Tulisan Di Daun Menjuang

6. Jalannya Upacara Menurut Tahapannya

Hari Rabu terahir bulan Safar di saat pagi hari setelah shalat
subuh, peserta upacara ritual menuju tempat upacara, masing-masing
peserta menuju ke satu tempat yang telah disepakati bersama
sebelumnya, seperti pantai atau tempat dimana air mengalir. Air Safar
adalah air yang dimasukan daun anjuang dengan tulisan salamun
tujuh, air ini dapat digunakan untuk dipakai mandi maupun minum,
tidak diatur secara khusus cara mandi dan minum air tersebut.

98 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Khusus keluarga yang datang dari tempat jauh bisa beristirahat
terlebih dahulu dengan memakan makan atau perbekalan yang
dibawa. Mandi dimulai oleh orang tua baru kemudian anak-anaknya,
mandi ini dilakukan sesuai tata cara umat Islam , seperti mandi wajib
yang membasahi seluruh tubuh , sambil berniat di dalam hati agar apa
yang membawa bencana di dalam kehidupan dapat terhindari dan jauh
dari malapetaka. Upacara ritual yang dilakukan dapat diikuti oleh
beberapa orang tidak hanya suku Melayu saj a, tetapi juga dari suku
lainnya, suasana pemandian cukup ramai dengan berbagai niat yang
dibacakan agar tahun depan mendapatkan keberuntungan, selalu di dalam
keadaan sehat wal afiat, murah rezeki dan cepat mendapatkan jodoh
bagi gadis dan pria.

Foto 35 . Perlengkapan Upacara

Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara 99


1) Perlengkapan Upacara
a. AirTolak bala untuk dipakai mandi
b. Air doa selamat untuk dipakai minum
c. Daun menjuang
d. Ketupat lemak, kue-kue tradisional

2)Pantangan-Pantangan

Pantangan dan larangan yang berlaku secara umum dan


diketahui oleh masyarakat pendukung kebudayaan upacara ritual
mandi Safar adalah dilarang untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang
mengandung resiko tinggi, mencari nafkah dilaut dan menyakiti
binatang yang ada. Pantangan ini dimaksudkan untuk menghindari
malapetaka yang datang menimpa warga.

Secara umum pantangan tidak dapat diberlakukan secara


individual, namun merupakan suatu kesepakatan para anggota
masyarakat maupun orang yang dianggap memahami upacara mandi
Safar agar semua masyarakat dapat ikut serta, sehingga tercipta rasa
solidaritas kebersamaan dan persaudaraan. Kondisi inilah yang
membuat masyarakat ikut serta dan saling tolong-menolong. Tidak
hanya masyarakat umum yang ada di kampung-kampung akan tetapi
pada masyarakat perkotaan juga turut serta dengan meliburkan diri
dari segala kegiatan. Sekolah-sekolah pada hari Rabu terakhir bulan
Safar diliburkan, jika tidak diliburkan anak-anak dari suku Melayu
umumnya tidak datang kesekolah. Kesepakatan sekolah anak-
anak tetap tidak diliburkan akan tetapi acara dibuat bersama dengan
pembacaan doa selamat.

100 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


Pembacaan Doa selamat diikuti oleh para guru maupun murid
dengan membawa masing-masing makanan, seperti makanan ketupat
lemak yang dicampur dengan sambal udang, ikan teri, kue-kue dan
makanan lainnya. Setelah acara selesai mereka pulang ke rumah
masing-masing. Di rumah telah disiapkan ai r tolak bala maupun air
selamat yang telah dibacakan sebelumnya oleh orang tua mereka.

7. Makna Ritus Dan Upacara


a. Mandi melambangkan hakekat pensucian diri dan mengambil
berkah dari apa yang pernah dirasakan oleh nabi dan rasul
b. Daun Andung di tempatkan di atas arus melambangkan
mengalirnya berkah doa dari daun yang ditulis tersebut
c. Daun juang yang ditulis Salamun tujuh melambangkan mengalirnya
berkah doa dari daun yang ditulis tersebut
d. Ketupat melambangkan melepaskan bencana yang datang
menimpa keluarga.
e. Salamun Tujuh (Tujuh Kesejahteraan) mengandung makna
permintaan dan doa, agar :
• Kesejahteran bagi seluruh alam
• Ke sejahteraan kepada nabi dan rasul yang terhindar dari
marabahaya
• Kesejahteraan pada hari-hari yang dianggap naas yaitu (Rabu)
sampai terbit matahari besok harinya yaitu hari Kamis.

Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara 101


BABIV
PENUTUP

Wilayah Kalimantan Barat yang terdiri dari berbagai etnis dan


mempunyai banyak suku diantaranya adalah suku Melayu yaitu suku
yang beragama Islam. Agama yang menjadi suatu ciri khas yang
menbedakan Melayu dengan saudaranya dari suku Dayak. Masuknya
islam menyebabkan berpindahnya dari kepercayaan nenek moyang
kedalam sebuah keyakinan beragama sehingga dikategorikan bahwa
masuk Melayu berarti masuk agama Islam, karena melayu identik
dengan budaya yang memasukan unsur Islam di dalamnya. Seharusnya
walaupun berpindah keyakinan namun identitas budaya yang melekat
tidak dapat dirubah, akan tetapi pandangan dari luar dan pengakuan
dari pribadi masing-masing mengidentifikasikan dirinya menjadi sebuah
identitas baru.

Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah,


ungkapan adat yang masih terus dipegang oleh suku Melayu, sehingga
adat istiadat mengambarkan budaya Islam, tetapi kenyataannya
bahwa banyak adat-istiadat yang justru bertentangan dengan hukum-
hukum Islam. Budaya yang masih dianut bercampur dengan budaya
kepercayaan nenek moyang sehingga sangat sulit untuk dilupakan dan
tetap menjadi suatu kepercayaan masyarakat pendukungnya, hal ini
dapat dilihat dari berbagai upacara adat yang dilaksanakan. Untuk
merubah keyakinan adat yang turun temurun menjadi sebuah adat
budaya dan terus dijalankan menjadi suatu khasanah kekayaan ba ngsa,

102 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


tentunya memang perlu dilestarikan. Ungkapan kearifan tradisional
melalui pesan-pesan yang sarat dengan nilai -nilai kehidupan, jika di
hayati sungguh banyak mengandung makna dan filosopi nilai moral
yang terkandung.
Pada upacara adat empat puluh · hari setelah melahirkan
mengambarkan bagaimana pesan moral yang terkandung bahwa
manusia tidak terlepas dari sifat-sifat baik yang sating tolong-
menolong, bergotong royong dan adanya rasa senasib sepenanggungan
diatasi bersama, doa orang tua bagi anaknya senantiasa diucapkan dan
kasih sayang yang tak terhingga semua dicurahkan demi anak yang di
sayangi dengan harapan menjadi manusia yang sempurna dan
mempunyai masa depan yang lebih baik.
Upacara setelah empat puluh hari bagi ibu, diungkapkan
seperti membasuh lantai, ungkapan yang pen uh sarat ini
mengambarkan bahwa seharusnya setelah melahirkan harus
dibersikan dulu, yang di dalam ajaran Islam disebut mandi Nifas.
Budaya yang mengambarkan mandi Nifas t ersebut dengan peralatan
yang disesuaikan dengan tradisi masyarakatnya.
Pada upacara Gunting Rambut juga mengambarkan ajaran yang
mengharuskan umat Islam selalu rapi bersih dan harus menjauhi
kekotoran baik kekotoran fisik maupun hati dan wajib menjauhi segala
sifat-sifat yang tercela seperti, iri, dengki, riak, ujub bangga dengan
diri sendiri maupun berprasangka buruk dengan yang lainnya.
Upacara Robo-robo yang mengambarkan upacara ritual
kedatangan Opu Daeng Manambun merupakan bentuk dari rasa

Pengungkapan Ni/ai Ritus dan Upacara 103


penghormatan kepada leluhur begitu tinggi. Aktualisasi upacara
sebagai sebuah upaya ucapan terimakasih anak turunan yang selalu
mengingat leluhurnya, mengenang begitu besarnya pengorbanan dan
perjuangan untuk mencapai cita-cita demi terwujudnya sebuah
masyarakat yang harmonis. Semua rentetan peristiwa digambarkan
seperti napak tilas kedatangan Opu Daeng Manambun dengan berbagai
etnis yang ada di dalam wilayah kekuasaannya.
Kemudian pad a upacara ritual Mandi Safar, mengungkapkan
bagaimana manusia merasa selalu berbuat dosa, memohon ampun
dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan berdoa dan diungkapkan
dengan membersihkan fisik dan hati agar terhapus segala dosa baik
yang disengaja maupun yang tidak disadari. Kepercayaan yang
melekat di masyarakat bahwa membersikan dosa tidak cukup dengan
berdoa akan tetapi harus diikuti dengan perbuatan tidak akan
mengulangi lagi dan bertaubat dari segala dosa, jika mempunyai dosa
yang banyak, maka akan cepat mendatangkan bala bencana yang tidak
hanya menimpa pribadi masing-masing akan tetapi akan berdampak
pada lingkungan yang lainnya.
Berbagai adat yang diwujudkan dengan berbagai macam
upacara tradisioanal suku Melayu daerah Kalimantan Barat ini
menunjukan manifestasi antara kepercayaan keagamaan dengan
mitos. Pada kegiatan pelaksanaan adat itu, selalui ditemui ada doa dan
mantera, adanya zikir dan sesaji, adanya sedekah dan kenduri dan
sebagainya. Ketua kampung, dukun, pawang, ketua adat dan ulama
bekerja sama dalam pelaksanaan upacara.

104 Pengungkapan Nilai Ritus don Upacara


Upacara tradisional dalam masyarakat Melayu, terutama pada
upacara-upacara yang besar, pada masa kini mengarah pada nilai-nilai
yang bersifat rekreatif. Masyarakat dan pemerintah menyelenggarakan
upacara tidak terlepas dari faktor ekonomis, dijadikan sebagai sebuah
objek wisata daerah, sehingga esensi yang sarat dengan nilai-nilai
ritual menjadi sebuah pertunjukan serimonial. Hal ini jika tidak
diantisipasi sejak dini, maka upacara tersebut akan hanya menjadi
sebuah objek tontonan yang kurang bermakna .
Nilai-nilai di dalam upacara tradisional tersebut seharusnya
menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga, sebagai upaya untuk
saling mengingatkan. Menasehati dan memberikan nilai-nilai terbaik
bagi generasi berikutnya. Bagi generasi muda yang datang tidak hanya
melihat pertunjukan setiap pertandingan yang diselenggarakan, akan
tetapi dapat mengambil makna yang terkandung dari setiap upacara
yang dilakukan.
Peranan pemerintah sangat diperlukan dalam melestarikannya,
dengan mendokumentasikan dan menginventarisasikan pada setiap
upacara adat dalam bentuk adat yang asli. Jika hal ini tidak dilakukan,
maka tidak menutup kemungkinan budaya Melayu yang sarat dengan
nilai-nilai akan hilang dan tidak dipahami oleh generasi muda.
Dalam upacara yang berkaitan dengan sebuah peristiwa
sejarah, memang perlu untuk tetap dipertahankan, walupun ada
perubahan sedikit-sedikit, namun perubahan itu tidak merubah makna
yang akan disampaikan, akan dapat diambil pelajaran sejarah yang
ada di dalam setiap peristiwa yang terjadi. Peristiwa Robo-robo yang masa

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 105


kini masih tetap dipertahankan yang diikuti dari pelbagai etnis yang
ada memang sangat diperlukan, mengingat kondisi kini yang sangat
rawan dengan konflik. Terjadinya interaksi masyakat yang datang
dengan saling hormat-menghormati akan membawa dampak
keharmonisan diantara etnis yang ada di Kalimantan Barat.
Upaya Pemerintah Daerah dan dengan dukungan berbagai
elemen masyarakat dan organisasi patut diberi dukungan dan support
agar upacara Robo-robo tetap dipertahankan menjadi sebuah ajang
pertemuan antar etnis yang ada di Kalimantan Barat maupun yang
datang dari Pelbagai daerah lainnya. Nilai tradisional dan rekreasi
menjadi sebuah wujud dari nilai-nilai objek yang menarik perhatian
yang tidak hanya dari kalangan generasi tua akan tetapi sudah diikuti
oleh generasi muda. Sebagai objek wisata yang akan dapat
mendatangkan devisa bagi daerah juga bagi masyarakat disekitarnya.
Sebagai ajang pertemuan masyarakat dari berbagai kalangan maupun
para pejabat baik yang ada di daerah maupun dari ibukota.
Memberikan pelajaran yang berharga bahwa semua yang ada, tetap
memohon ampun dari segala dosa dan tetap mengenang sej,arah
sebagai sebuah perjuangan yang bermakna bagi kehidupan manusia
semuanya.

106 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


DAFTAR INFORMAN

1 . Nama Umar
Umur 50Tahun
Pendidikan SD
Pekerjaan Swasta
Agama Islam
Alamat : Jl. Sei Raya Kab. Pontianak

2. Nama : Rahim
Umur 45Tahun
Pendidikan SMP
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl. KualaMempawah Kab.Pontianak

3. Nama : Zais
Umur : 55 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Kuala Kubu Kab.Pontianak

4. Nama : Ibrahim
Umur : 52Tahun
Pendidikan : SD

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 107


Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tabrani Ahmad Pontianak

5. Nama : M. Salim Yusup


Umur : 70Tahun
Pendidikan :SMP
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Pontianak

6. Nama : Salmah
Umur : 65Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Dukun Beranak
Agama : Islam
Alamat : Kampung Kubu Kab. Pontianak

108 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara


DAFTAR PUSTAKA

Ajisman, Ors, 1996/1997 Budaya Spritual Pada Makam Keramat Opu


Daeng Menambon Di Desa Pasir Mempawah,
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Direktorat Jenderall Kebudayaan Balai
Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisionall
Pontianak
ldram, Harryman 1991 /1992 Makanan Tradisional Dalam Upacara
Ritual Masyarakat Suku Daya Dan Melayu Di
Kalimantan Barat, Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi
Kalimantan Barat, Bagian Proyek Pembinaan
Permuseuman Kali mantan Barat
Kecamatan Sungai Raya, 2006 Data Penduduk Geografi Wilayah
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Pontianak
Media lnformasi, 1992 Sejarah Dan Nilai Tradisional, Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Balai Kajian
Sejarah Dan Nilaii Tradisional Pontianak
Rahmawati,Nur Puji Neni, S.Si 2002 Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat Melayu Mempawah, Badan
Pengembangan Kebudayaan Dan Pariwisata
Deputi Bidang Pelestarian Dan
Pengembangan Budaya Balai Kajian Sejarah
Dan Nilai Tradisional Pontianak

Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara 109


Suryansyah, Gusti, 1999 Hikayat Buaya Kuning Dan Fefleksinya Pada
Pelaksanaan adat Buang-Buang Keluarga
Keraton Amantubillah, Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Kalimantan
Ba rat
Satyananda, Made, 1996/1997 Skenario Perekaman Upacara Gunting
Rambut Suku Melayu Pontianak Kalimantan
Barat, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jenderall
Kebudayaan Balai Kajian Sejarah Dan Nilai
Tradisionall Pontianak
Satrowardoyo, Pandit, dkk 1993/1984 Upacara Tradisional Yang
Berkaitan Dengan Peristiwa Alam Dan
Kepercayaan Daerah Kalimantan Barat,
Proyek lnventarisasi Dan Dolumentasii
Kebudayaan Daerah Direktorat Sejarah Dan
Nilaii Tradisional Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan

110 Pengungkapan Nilai Ritus dan Upacara

Anda mungkin juga menyukai