Anda di halaman 1dari 36

Ki Hadjar

Dewantara
pahlawan nasional Indonesia

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD:


Suwardi Suryaningrat, sejak 1923
menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki
Hajar Dewantara, beberapa menuliskan
bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar
Dewantoro; 2 Mei 1889 – 26 April 1959;[1]
selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi"
atau "KHD") adalah bangsawan Jawa,
aktivis pergerakan kemerdekaan
Indonesia,guru bangsa, kolumnis, politisi,
dan pelopor pendidikan bagi kaum
pribumi Indonesia dari zaman penjajahan
Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan
Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan
yang memberikan kesempatan bagi para
pribumi untuk bisa memperoleh hak
pendidikan seperti halnya para priyayi
maupun orang-orang Belanda.
Ki Hadjar Dewantara

(Raden Mas Soewardi


Soerjaningrat )

Ki Hadjar Dewantara

Menteri Pengajaran Indonesia ke-1

Masa jabatan
2 September 1945 – 14 November 1945

Presiden Soekarno

Pendahulu Tidak ada, jabatan


baru
Pengganti Todung Sutan
Gunung Mulia

Informasi pribadi

Lahir 2 Mei 1889


Pakualaman, Hindia
Belanda

Meninggal 26 April 1959


(umur 69)
Yogyakarta,
Indonesia

Kebangsaan Indonesia

Partai politik Insulinde, Boedi


Oetomo

Suami/istri Nyi Hajar Dewantara

Anak Bambang Sokawati


Dewantara, Asti
Wandansari, Ratih
Tarbiyah, Syailendra
Wijaya, Sudiro Ali
Murtolo & Subroto
Aria Mataram

Tempat tinggal Pakualaman,


Yogyakarta, Jawa
Tengah

Alma mater Europeesche Lagere


School, STOVIA
(tidak sampai lulus
karena sakit)

Pekerjaan Aktivis, Politisi,


Kolumnis, Wartawan

Dikenal karena Bapak Pendidikan


Nasional, Pahlawan
Revolusi
Kemerdekaan,
Menteri Pengajaran
Indonesia, Aktivis
Pergerakan
Kemerdekaan
Indonesia, Pendiri
Taman Siswa,
Pelopor Pendidikan
bagi Kaum
Bumiputra.

Tanda tangan

Ki Hadjar Dewantara

Pada tahun 1959 atas jasa-jasanya


dalam mengembangkan pendidikan di
Indonesia, Ki Hadjar Dewantara
dianugerahi gelar sebagai Bapak
Pendidikan Nasional oleh Presiden
Soekarno. tanggal kelahirannya sekarang
diperingati di Indonesia sebagai Hari
Pendidikan Nasional Indonesia. Bagian
dari semboyan ciptaannya, tut wuri
handayani, menjadi slogan Kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia.
Namanya diabadikan sebagai salah satu
nama sebuah kapal perang Indonesia,
KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya
juga diabadikan pada uang kertas
pecahan 20.000 rupiah tahun edisi
1998.[2]
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional
yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno,
pada 28 November 1959 (Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959).[3]

Ki Hajar Dewantara juga merupakan


peletak dan perintis pendidikan nasional
berbasis kebudayaan.[4]
Masa muda dan awal karier

Soewardi saat muda

Soewardi berasal dari lingkungan


keluarga bangsawan Kadipaten
Pakualaman. Ia merupakan putra dari
GPH Soerjaningrat dan cucu dari Paku
Alam III. Ia menamatkan pendidikan
dasar di Europeesche Lagere School.
Sekolah ini merupakan sekolah dasar
khusus untuk anak-anak yang berasal
dari Eropa. Ia sempat melanjukan
pendidikan kedokteran di STOVIA.
Namun, ia tidak menamatkannya karena
kondisi kesehatan yang buruk.[5]

Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan


wartawan di beberapa surat kabar. Ia
pernah bekerja untuk surat kabar
Sediotomo, Midden Java, De Expres,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer, dan Poesara. Ia tergolong salah
seorang penulis yang handal pada
masanya. Gaya tulisannya bersifat
komunikatif dengan gagasan-gagasan
yang antikolonial.[6]
Aktivitas pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan
muda, ia juga aktif dalam organisasi
sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi
Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi
propaganda untuk menyosialisasikan dan
menggugah kesadaran masyarakat
Indonesia (terutama Jawa) pada waktu
itu mengenai pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam berbangsa dan
bernegara. Kongres pertama BO di
Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.

Soewardi muda juga menjadi anggota


organisasi Insulinde, suatu organisasi
multietnik yang didominasi kaum Indo
yang memperjuangkan pemerintahan
sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh
Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika
kemudian DD mendirikan Indische Partij,
Soewardi diajaknya pula.

Als ik een Nederlander was

Ki Hadjar Dewantara
(Chris Lebeau, 1919)

Sewaktu pemerintah Hindia Belanda


berniat mengumpulkan sumbangan dari
warga, termasuk pribumi, untuk perayaan
kemerdekaan Belanda dari Prancis pada
tahun 1913, timbul reaksi kritis dari
kalangan nasionalis, termasuk Soewardi.
Ia kemudian menulis "Een voor Allen
maar Ook Allen voor Een" atau "Satu
untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu
Juga". Namun kolom KHD yang paling
terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang
Belanda" (judul asli: "Als ik een
Nederlander was"), dimuat dalam surat
kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli
1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di
kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan
tulisan tersebut antara lain sebagai
berikut.

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku


tidak akan menyelenggarakan pesta-
pesta kemerdekaan di negeri yang telah
kita rampas sendiri kemerdekaannya.
Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan
saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas
untuk menyuruh si inlander
memberikan sumbangan untuk dana
perayaan itu. Ide untuk
menyelenggaraan perayaan itu saja
sudah menghina mereka, dan sekarang
kita keruk pula kantongnya. Ayo
teruskan saja penghinaan lahir dan
batin itu! Kalau aku seorang Belanda,
hal yang terutama menyinggung
perasaanku dan kawan-kawan
sebangsaku ialah kenyataan bahwa
inlander diharuskan ikut mengongkosi
suatu kegiatan yang tidak ada
kepentingan sedikit pun baginya".

Beberapa pejabat Belanda menyangsikan


tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi
sendiri karena gaya bahasanya yang
berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum
ini. Kalaupun benar ia yang menulis,
mereka menganggap DD berperan dalam
memanas-manasi Soewardi untuk
menulis dengan gaya demikian.

Akibat tulisan ini ia ditangkap atas


persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg
dan akan diasingkan ke Pulau Bangka
(atas permintaan sendiri). Namun
demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto
Mangoenkoesoemo, memprotes dan
akhirnya mereka bertiga diasingkan ke
Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal
sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala
itu baru berusia 24 tahun.[7]

Dalam pengasingan

Soewardi, Ernest Douwes Dekker


dan Tjipto Mangoenkoesoemo
(Tiga Serangkai) tahun 1914 saat
diasingkan di Negeri Belanda

Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi


aktif dalam organisasi para pelajar asal
Indonesia, Indische Vereeniging
(Perhimpunan Hindia). Tahun 1913 dia
mendirikan Indonesisch Pers-bureau,
"kantor berita Indonesia". Ini adalah
penggunaan formal pertama dari istilah
"Indonesia", yang diciptakan tahun 1850
oleh ahli bahasa asal Inggeris George
Windsor Earl dan pakar hukum asal
Skotlandia James Richardson Logan.

Di sinilah ia kemudian merintis cita-


citanya memajukan kaum pribumi dengan
belajar ilmu pendidikan hingga
memperoleh Europeesche Akta, suatu
ijazah pendidikan yang bergengsi yang
kelak menjadi pijakan dalam mendirikan
lembaga pendidikan yang didirikannya.
Dalam studinya ini Soewardi terpikat
pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan
Barat, seperti Froebel dan Montessori,
serta pergerakan pendidikan India,
Santiniketan, oleh keluarga Tagore.
Pengaruh-pengaruh inilah yang
mendasarinya dalam mengembangkan
sistem pendidikannya sendiri.

Taman Siswa

Ki Hadjar Dewantara bersama murid-


murid Taman Siswa (ca. 1922)

Soewardi kembali ke Indonesia pada


bulan September 1919. Segera kemudian
ia bergabung dalam sekolah binaan
saudaranya. Pengalaman mengajar ini
kemudian digunakannya untuk
mengembangkan konsep mengajar bagi
sekolah yang berencana untuk ia
dirikan.Pada tanggal 3 Juli 1922, ia
akhirnya mendirikan Perguruan Nasional
Taman Siswa di Yogyakarta.[8] Saat ia
genap berusia 40 tahun menurut hitungan
penanggalan Jawa, ia mengganti
namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal
ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas
dekat dengan rakyat, baik secara fisik
maupun jiwa.

Semboyan dalam sistem pendidikan


yang dipakainya kini sangat dikenal di
kalangan pendidikan Indonesia. Secara
utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa
berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani.
("di depan memberi contoh, di tengah
memberi semangat, di belakang memberi
dorongan"). Semboyan ini masih tetap
dipakai dalam dunia pendidikan rakyat
Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah
Perguruan Tamansiswa.
Pengabdian pada masa
Indonesia merdeka

Surat Ketetapan Presiden Indonesia


tentang pengangkatan Ki Hadjar
Dewantara sebagai Mahaguru
Sekolah Polisi Republik Indonesia
bagian Tinggi di Mertojoedan,
Magelang

Patung Ki Hajar Dewantara

Tanggal 17 Agustus 1946 ditetapkan


sebagai Maha Guru pada Sekolah Polisi
Republik Indonesia bagian Tinggi di
Mertoyudan Magelang, oleh P.J.M.
Presiden Republik Indonesia.

Pada masa pemerintahan Presiden


Indonesia yaitu Soekarno, Ki Hadjar
Dewantara diangkat sebagai Menteri
Pendidikan Indonesia yang pertama.
Pengangkatannya pada tahun 1956.[9]
Lalu, pada tanggal 19 Desember 1956, ia
juga mendapatkan gelar Doktor Honoris
Causa dari Universitas Gadjah Mada.[10]

Ki Hadjar Dewantara juga diditetapkan


sebagai Bapak Pendidikan Nasional atas
jasa-jasanya dalam mengembangkan
pendidikan di Indonesia. Selain itu,
tanggal 2 Mei yang merupakan hari
kelahirannya, ditetapkan sebagai Hari
Pendidikan Nasional.[11] Ketetapan hari
tersebut disahkan dalam Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 305 Tahun 1959 bersamaan
dengan penetapannya sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia.[12] Surat keputusan
tersebut diterbitkan tanggal 28
November 1959.

Wafat
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di
Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April
1959. Lokasi wafatnya di Padepokan Ki
Hadjar Dewantara. Jenazahnya kemudian
disimpan di Pendapa Agung Taman
Siswa untuk kemudian dimakamkan di
Taman Wijaya Brata pada tanggal 29
April 1959. Upacara pemakamannya
dipimpin oleh Soeharto yang bertindak
sebagai inspektur upacara.[13]

Galeri
Wikimedia Commons memiliki media
mengenai Ki Hajar Dewantara.
Wikimedia Commons memiliki media
mengenai Surat-surat Ki Hajar
Dewantara.
Potret di Mimbar Umum 18 Oktober 1949

Pemakaman Ki Hajar Dewantara


Ki Hajar Dewantara dengan Sukarno

Ki Hajar Dewantara sedang menulis

Referensi
1. Ini adalah versi Perguruan Tamansiswa
dan Kepustakaan Presiden Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia,
tokohindonesia.com menyebutkan 28
April 1959 sebagai tanggal wafat.
2. Uang Kertas Bank Indonesia Pecahan: Rp.
20.000- (http://www.bi.go.id/biweb/utam
a/pendidikan/uang/asset/html/td_kr2000
0.html) Diarsipkan (https://web.archive.o
rg/web/20200920044850/https://www.b
i.go.id/biweb/utama/pendidikan/uang/as
set/html/td_kr20000.html) 2020-09-20
di Wayback Machine., Bank Indonesia,
diakses tanggal 26 April 2011.
3. yisitur4ifg7rit7t43f5eerr7fy8rrrrfg
" "DAFTAR NAMA PAHLAWAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA" " (https://www.we
bcitation.org/67WW7R2g9?url=http://ww
w.depsos.go.id/modules.php?name=Pahl
awan&opsi=mulai-1) Periksa nilai
|archive-url= (bantuan). Diarsipkan
dari versi asli (http://www.depsos.go.id/
modules.php?name=Pahlawan&opsi=mul
ai-1) tanggal 2012-05-09. Diakses
tanggal 2011-02-27.
4. Riyanti,dkk, Dwi (2022). "Pendidikan
Berbasis Budaya Nasional Warisan Ki
Hajar Dewantara" (https://edukatif.org/ind
ex.php/edukatif/article/view/1833) .
EDUKATIF. 4 (1): 1.
doi:10.31004/edukatif.v4i1.1833 (https://
doi.org/10.31004%2Fedukatif.v4i1.183
3) .
5. Astuti, K., dan Arif, M. (2021).
"Kontekstualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Ki
Hajar Dewantara di Era Covid 19" (https://
e-journal.unmuhkupang.ac.id/index.php/j
pdf/article/download/345/344/) . Jurnal
Pendidikan Dasar Flobamorata. 2 (2):
203. ISSN 2721-8996 (https://www.world
cat.org/issn/2721-8996) .
6. Musolin, M., dan Nisa, K. (2021).
"Pendidikan Masa Pandemik Covid 19:
Implementasi Konsep Tri Pusat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara" (https://e
dukatif.org/index.php/edukatif/article/do
wnload/1316/pdf) . Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan. 3 (6): 4137. ISSN 2656-8071
(https://www.worldcat.org/issn/2656-807
1) .
7. Adnan, Sobih AW (2016-08-116). Adam,
Mohammad, ed. "Kebangkitan Nusantara
di Tangan Ki Hajar Dewantara" (https://w
ww.medcom.id/telusur/medcom-files/0K
vVdD9K-kebangkitan-nusantara-di-tangan-
ki-hajar-dewantara) . Medcom.id. Diakses
tanggal 2020-07-13.
8. Nazarudin (2019). Pendidikan Keluarga
Menurut Ki Hajar Dewantara dan
Relevansinya dengan Pendidikan Islam (h
ttp://repository.radenfatah.ac.id/7080/1/
Buku%20pendidikan%20keluarga.pdf)
(PDF). Palembang: NoerFikri Palembang.
hlm. 126. ISBN 978-602-447-494-2.
9. Sukirman (2020). Teori, Model dan
Sistem Pendidikan (http://repository.iainp
alopo.ac.id/id/eprint/3182/1/Teori%2C%
20model%2C%20dan%20sistem%20pem
belajaran.pdf) (PDF). Palopo: Lembaga
Penerbit Kampus IAIN Palopo. hlm. 19–
20. ISBN 978-602-8497-80-0.
10. Lohanda, Mona, ed. (2017). Indeks
Beranotasi Karya Ki Hadjar Dewantara (ht
tp://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cf
f5f5fb646044330d686d0/cfb15f5d5fb43
adebec0aefe68374f40.pdf) (PDF).
Diterjemahkan oleh Sunjayadi, A., dan
Harjosaputra, Karsono. Jakarta: Direktorat
Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. hlm. 165. ISBN 978-602-
1289-70-9.
11. Sugiarta, I. M., dkk. (2019). "Filsafat
Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh
Timur)" (https://ejournal.undiksha.ac.id/in
dex.php/JFI/article/download/22187/13
814) . Jurnal Filsafat Indonesia. 2 (3):
130. ISSN 2620-7982 (https://www.world
cat.org/issn/2620-7982) .
12. Sujiono, Yuliani Nurani (2013). Konsep
Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (http://si
peg.unj.ac.id/repository/upload/buku/2A
_BUKU_KONSEP_DASAR_PAUD.pdf)
(PDF). Jakarta Barat: PT Indeks. hlm. 136.
ISBN 978-979-062-079-7.
13. Wiryopranoto, S., dkk. (2017). Perjuangan
Ki Hajar Dewantara: Dari Politik ke
Pendidikan (http://repositori.kemdikbud.g
o.id/4881/1/Buku%20Ki%20Hajar%20De
wantara.pdf) (PDF). Museum Semarang
Kebangkitan Nasional. hlm. 163.
ISBN 978-602-61552-0-7.

Pranala luar
Wikiquote memiliki koleksi kutipan
yang berkaitan dengan: Ki Hadjar
Dewantara.
Profil di TokohIndonesia.com (http://to
kohindonesia.com/ensiklopedi/k/ki-haj
ar-dewantara/index.shtml) Diarsipkan
(https://web.archive.org/web/2010052
8133529/http://www.tokohindonesia.c
om/ensiklopedi/k/ki-hajar-dewantara/i
ndex.shtml) 2010-05-28 di Wayback
Machine.
Taman Siswa (http://www.tamansisw
a.org/) Diarsipkan (https://web.archiv
e.org/web/20121226192310/http://ww
w.tamansiswa.org/) 2012-12-26 di
Wayback Machine.
(Indonesia) Biografi Ki Hajar Dewantara
(http://biografi.rumus.web.id/2010/10/
biografi-ki-hajar-dewantara.html)
Diarsipkan (https://web.archive.org/we
b/20120623100259/http://biografi.rum
us.web.id/2010/10/biografi-ki-hajar-de
wantara.html) 2012-06-23 di Wayback
Machine.

Jabatan politik

Didahului Menteri Diteruskan oleh:


oleh: Pengajaran Todung Sutan
tidak ada 1945 Gunung Mulia

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Ki_Hadjar_Dewantara&oldid=23845385"

Halaman ini terakhir diubah pada 13 Juli 2023,


pukul 10.13. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 4.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai