Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Medis

1. Kesehatan Reproduksi

a. Pengertian

Kesehatan reproduksi merupakan kesejahteraan fisik, mental dan sosial

yang utuh dan tidak hanya adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal

yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-

prosesnya (Koes Irianto, 2015). Kesehatan reproduksi merupakan sejahtera

fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan

fungsi, peran dan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi diberikan pada pria

dan wanita tetapi pada wanita mendapatkan perhatian lebih sebab alat

reproduksi wanita sangat kompeks. Kesehatan reproduksi membahas berbagai

hal yang berhubungan dengan kesehatan alat reproduksi seseorang, selain itu

kesehatan reproduksi juga membahas tentang siklus hidup serta permasalahan

yang dihadapi pria. Dalam setiap fase atau masanya wanita memiliki masalah

yang berbeda-beda.

Secara umum orang beranggapan bahwa siklus menstruasi seseorang

adalah teratur, tapi kenyataannya menunjukkan sebaliknya. Dari hasil

penyelidikan terhadap 4 ribu wanita ternyata hanya 3% yang memiliki siklus

menstruasi teratur, bahkan merupakan suatu kekecualian yang jarang terjadi.

Siklus menstruasi normal antara 20-36 hari atau rata-rata 28 hari. Namun hanya

1
sekitar 30% wanita mempunyai siklus dengan kisaran satu atau dua hari

dari statistik rata-rata 28 hari.

Siklus menstruasi yang terjadi pada remaja putri yang tidak teratur

merupakan suatu hal yang normal. Sebab sedang berkembang menuju arah

kedewasaan. Secara berangsur-angsur siklus akan menjadi teratur menjelang

usia 20 tahun (Koes Irianto, 2015).

b. Macam-macam gangguan reproduksi

Menurut Varney (2007) gangguan reproduksi terdiri dari:

1) Amenore

Amenore merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik

dalam sebagian besar siklus menstruasi.

2) Dismenorea

Mentruasi yang menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan

punggung serta biasanya terasa seperti kram.

3) Menoragi

Menoragi adalah salah satu beberapa keadaan menstruasi yang pada

awalnya berada di bawah label perdarahan uterus disfungsional.

4) Metroragi

Metroragi siklus menstruasi yang terjadi tidak teratur atau jika terdapat

insiden bercak darah atau perdarahan diantara menstruasi.

5) Oligomenore

Oligomenore merupakan aliran mentrsuasi yang hanya sedikit atau tidak

sering.

2
6) Sindrom pramenstrual

Perubahan siklik fisik, fisiologi dan perilaku (misalnya perut mengembung,

perubahan suasana hati, perubahan nafsu makan) yang dicerminkan saat

siklus mentruasi terjadi hampir pada semua wanita beberapa waktu antara

menarche dan menopause.

7) Keputihan

Keputihan adalah keluarnya cairan dari vagina yang menimbulkan kurang

nyaman (Jamaan, 2013).

2. Keputihan

a. Pengertian keputihan

Keputihan adalah cairan yang keluar berlebihan dari vagina yang bukan darah

(Sibagariang, 2010). Keputihan merupakan sekresi vagina abnormal pada

wanita. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya dengan rasa gatal di

dalam vagina dan disekitar bibir vagina bagian luar, kerap pula disertai bau

busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu berkemih atau senggama

(Shadine, 2012).

b. Klasifikasi Keputihan

Menurut Sibagariang dkk (2010) Keputihan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Keputihan fisiologis

Keputihan fisiologis atau normal terdiri atas cairan yang kadang-kadang

berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang.

Keputihan normal terjadi pada masa menjelang dan sesudah menstruasi,

sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 siklus menstruasi, saat terangsang,

3
hamil, kelelahan, stres dan sedang mengkonsumsi obat-obatan hormonal

seperti pil KB. Keputihan ini tidak berwarna atau jernih, tidak berbau dan

tidak menyebabkan rasa gatal.

Keputihan yang fisiologis disebabkan oleh:

a) Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin

sehingga bayi baru lahir sampai umur 10 hari mengeluarkan keputihan.

b) Pengaruh estrogen yang meningkat saat menarche.

c) Rangsangan saat koitus sehingga menjelang persetubuhan seksual

menghasilkan sekret yang merupakan akibat adanya pelebaran pembuluh

darah divagina atau vulva, sekresi kelenjar serviks yang bertambah

sehingga terjadi pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Hal ini

diperlukan untuk menlancarkan persetubuhan atau koitus

d) Adanya oeningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim saat

masa ovulasi.

e) Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan sehingga menutup

lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga uterus.

2) Keputihan patologi

Keputihan patologis terjadi disebabkan oleh”

a) Infeksi

Adanya jamur dan bekteri seperti Gonokokus, Klamidia, Trakomatis,

Traponema Pallidum, Parasit dan Virus.

b) Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan

Adanya fistel vesikovaginalis atau retrovaginalis akibat cacat bawaan.

4
Cedera persalinan dan radiasi kanker genitalia atau kanker itu sendiri

c) Benda asing

Kondom yang tertinggal dan perineum untuk penderita hernia atau

prolaps uteri dapat merangsang sekret vagina berlebihan.

d) Kanker

Keputihan ditemukan pada noeplasma jinak maupun ganas, apabila

tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya

memasuki lumen saluran alat-alat genitalia. Sel akan tumbuh sangat

cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibat dari pembusukan dan

perdarahan akibat pemecehan pembuluh darah pada hiper vaskularisasi.

Gejala yang ditimbulkan adalah cairan yang banyak, bau busuk, disertai

darah tak segar.

e) Menopause

Pada masa menopause sel-sel dan vagina mengalami hambatan dan

dalam pematangan sel, akibat tidak adanya hormon estrogen sehingga

vagina kering, sering timbul gatal karena tipisya lapisan sel sehingga luka

dan timbul infeksi penyerta.

c. Gejala Keputihan

Menurut Sibagariang dkk (2010) mengelompokkan keputihan menjadi:

1) Sekret yang berlebihan seperti susu dan dapat menyebabkan labia menjadi

terasa gatal, umumnya disebabkan oleh infeksi jamur kandida dan biasa

terjadi pada kehamilan, penderita diabetes dan akseptor pil KB.

5
2) Sekret yang berlebihan berwarna putih kehijauan atau kekuningan atau

berbau tak sedap, kemungkinan disebabkan oleh infeksi trikomonas atau ada

benda asing di vagina.

3) Keputihan yang disertai rasa nyeri perut di bagian bawah atau nyeri panggul

belakang, kemungkinan terinfeksi sampai pada organ dalam ronggan

panggul.

4) Sekret sedikit atau banyak berupa nanah, rasa sakit dan panas saat berkemih

atau terjadi saat hubungan seksual, kemungkinan disebabkan oleh infeksi

gonorhoe.

5) Sekret kecoklatan (darah) terjadi saat senggama, kemungkinan disebabkan

oleh erosi pada mulut rahim.

6) Sekret bercampur darah disertai bau khas akibat sel-sel mati, kemungkinan

adanya sel-sel kanker pada serviks.

d. Pencegahan keputihan

Menurut Shadine (2012) ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya

Keputihan, diantaranya:

1) Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin, rambut

vagina atau pubis yang terlampau tebal dapat menjadi tempat sembunyi

kuman.

2) Biasakan untuk membasuh vagina secara benar yaitu dengan gerakan dari

depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandi.

Jangan lupa untuk tetap menjaga vagina dalam keadaan kering.

3) Hindari suasan vagina yang lembab berkepanjangan karena pemakaian

6
celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap keringat.

Usahakan memakai celana dalam yang berbahan katun yang menyerap

keringat. Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan

kelembaban daerah vagina. Ganti tampon atau panty liner pada waktunya.

4) Hindari terlalu sering memakai bedak talk disekitar vagina, tisu harum atau

tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi.

5) Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan dapat muncul lewat air yang

tidak bersih. Jadi bersik bak mandi, ember, ciduk, water torn dan bibir

kloset dengan antiseptik untuk menghindari menjamurkan kuman.

6) Setia pada pasangan merupakan langkah awal untuk menghindari keputihan

yang disebabkan oleh infeksi yang menular melalui hubungan intim.

e. Patofisiologi keputihan

Sebenarnya didalam alat genitalia wanita terdapat mekanisme pertahanan

tubuh berupa bakteri, yang menjaga kadar keasaman PH vagina. Normalnya

keasaman vagina antara 3,8-4,2. Sebagian besar, hingga 95% adalah bakteri

laktobasillus dan selebihnya adalah bakteri patogen (yang menimbulkan

penyakit). Biasanya ketika ekosistem didalam keadaan seimbang bakteri

patogen tidak akan mengganggu. Masalah baru ketika kondisi asam ini turun

alias lebih besar dari 4,2, bakteri-bakteri laktobasilus gagal menandingi bakteri

patogen. Maka jamur yang akan meningkat kemudian terjadi keputihan

(Shadine, 2012).

f. Penatalaksanaan keputihan

Menurut Sibagariang dkk (2010) untuk menghindari komplikasi yang

7
serius dari keputihan sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin

sekaligus untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti

kanker leher rahim yang juga memberikan gejala keputihan berupa sekret

encer, berwarna merah muda, coklat mengandung darah atau hitam serta

berbau busuk.

Penatalaksanaan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti

jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi

keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-

obatan yang digunakan untuk mengatasi keputihan biasanya berasal dari

golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan bakteri. Sedian obat

dapar berupa sediaan oral (tablet, kapsul), topikal (krem yang dioleskan dan

vulva yang dimasukkan melalui hubungan seksual, tetapi juga diberikan

kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan

seksual selama masih dalam pengobatan. Selain itu, dianjurkan untuk menjaga

kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah

berulangnya keputihan dengan:

1) Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olahraga ringan, istirahat yang

cukup, hindari rokok, dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.

2) Setia kepada pasangan untuk mencegah penularan penyakit menular

seksual.

3) Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap

kering dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan

8
bahan yang menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat.

Biasakan untuk menganti pembalut, panty liner pada waktunya untuk

mencegah bakteri berkembangbiak.

4) Biasakan membasuh dengan benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan

ke belakang.

5) Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena

dapat mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis

dahulu sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.

6) Hindari penggunaan bedak talk, tisu atau sabun dengan pewangi pada

daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.

7) Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti

meminjam perlengkapan mandi. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset

WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum

menggunakannya.

8) Terapi obat untuk keputihan patologis karena iritasi candida diberikan terapi

golongan flukonazol dan infeksi bakteri dan parasit diberi terapi golongan

metronidazol.

B. Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan yaitu suatu pendekatan yang digunakan oleh bidan

dalam memecahkan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis

9
data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Manajemen kebidanan merupakan suatu cara yang digunakan bidan dalam

memberikan asuhan kebidanan. Langkah-langkah dalam manajemen kebidanan

menggambarkan pola pikir dan tindakan bidan dalam pengambilan keputusan

klinis untuk mengatasi masalah. Pendapat Helen Varney, proses penyelesaian

masalah merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan dalam manajemen

kebidanan. Dalam melaksanakan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki

kemampuan berpikir secara kritis untuk menegakkan diagnosa atau masalah

potensial, dan bidan harus mampu melakukan kolaborasi atau kerja sama. Karena

akan digunakan sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya.

Dalam proses manajemen varney terdiri dari 7 langkah yang berurutan,

dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik. Langkah pertama dimulai

dengan pengumpulan data dasar dan langkah terakhir evaluasi. Ketujuh langkah

manajemen akan membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat digunakan

dalam situasi apapun. Akan tetapi langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-

langkah yang lebih rinci dan bisa berubah sesuai dengan kondisi klien.

2. Tahap-tahap dalam manajemen kebidanan

Beberapa tahap manajemen kebidanan menurut Varney, 2004 yaitu:

a. Langkah I. Pengumpulan data dasar

Pada langkah ini untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien untuk

10
memperoleh data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Anamnesa yaitu akan mendapatkan data subjektif dari klien seperti Nn. D

mengatakan mengeluarkan lendir keputihan seminggu sesudah dan

sebelum menstruasi. Nn. D mengatakan kurang pengetahuan tentang

keadaannya, riwayat perkawinan, riwayat kebidanan, riwayat kesehatan

yang lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat keluarga berencana, pola

kebiasaan sehari-hari, data psikososial, data sosial budaya.

2) Pemeriksaan fisik yaitu akan mendapatkan data objektif sesuai dengan

dengan kebutuhan, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan inspeksi,

palpasi, auskultasi, perkusi pada tubuh klien.

3) Pemeriksaan tanda-tanda ibu dalam batas normal, tekanan darah 90/60

mmHg, nadi 82 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,70C.

b. Langkah II. Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan interpretasi dengan benar terhadap diagnosa

atau masalah kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-

data yang telah diperoleh. Data dasar yang sudah terkumpul kemudian

diinterpretasikan selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa dan masalah yang

spesifik.

Pada kasus ini didapatkan diagnosa Nn. D umur 17 tahun dengan

keputihan.

Data Dasar

Data subjektif: Nn. D mengatakan mengeluarkan lendir berlebihan dari

11
kemaluannya berwarna bening seminggu setelah menstruasi hari terakhir.

Data objektif: wajah klien terlihat cemas, tidak dilakukan pemeriksaan

inspeksi pada alat genitania karena klien malu.

Masalah: cemas dan kurang pengetahuan tentang keputihan.

Kebutuhan

a) Beri support mental pada Nn. D

b) KIE tentang cara mengatasi personal hygiene

c. Langkah III. Identifikasi diagnosa/masalah potensial

Pada langkah ini melakukan identifikasi diagnosa atau masalah potensial

dan mengantisipasi penanganannya. Masalah potensial atau diagnosa

potensial yang berdasarkan serangkaian masalah atau diagnosa yang sudah

diidentifikasikan. Pada langkah ini dibutuhkan antisipasi bila

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien. Bidan

diharapkan bisa bersiap-siap jika diagnosa/masalah potensial ini benar-benar

terjadi. Pada langkah ini sangat penting dilakukan asuhan yang aman.

Diagnosa potesial pada ibu dengan keputihan adalah menimbulkan

peradangan di saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat

buang air kencing (Shadine, 2012).

d. Langkah IV. Tindakan segera/kolaborasi

Pada langkah ini menggambarkan kesinambungan dari proses manajemen

kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau

melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain

12
berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini bidan juga harus merumuskan

tindakan kegawatdaruratan untuk menyelamatkan klien, yang mampu

dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.

Tindakan segera/kolaborasi pada asuhan remaja dengan keputihan adalah

pemberian suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Sibagariang

dkk, 2010).

e. Langkah V. Rencana asuhan kebidanan

Berdasarkan langkah-langkah sebelumnya maka dapat dibuat rencana

asuhan yang menyeluruh. Rencana asuhan merupakan lanjutan manajemen

terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi. Rencana asuhan

yang dibuat harus melibatkan klien dan bidan agar dapat melaksanakan

dengan efektif (Jannah: 2012). Adapun rencana asuhan yang diberikan pada

kasus keputihan menurut Sibagariang dkk (2010) sebagai berikut:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, dan gunakan

APD.

2) Sampaikan hasil pemeriksaan pada klien dan menjelaskan keadaan yang

dialami klien.

3) Beri KIE tentang cara menjaga kebersihan daerah kewanitaannya agar

tetap kering dan bersih.

4) Beri support mental pada Nn. D

5) Jelaskan pada Nn. D agar mencuci alat genitalianya dengan cara yang

benar.

13
6) Beri terapi oral yaitu:

c) Tablet Tambah Darah 1 x 1 tablet (10 tablet) diminum jam 21.00

WIB

d) Vitamin C 50 mg 1 x 1 tablet (10 tablet) diminum jam 21.00

WIB.

7) Anjurkan pada Nn. D untuk datang lagi ke tenaga kesehatan jika keluhan

berlanjut.

8) Lakukan pendokumentasian.

f. Langkah VI. Implementasi/pelaksanaan asuhan kebidanan

Melaksanakan rencana tindakan secara efisien dan memperhatikan rasa

aman klien. Pelaksanaan asuhan kebidanan dapat dikerjakan secara

keseluruhan oleh bidan atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

(Jannah: 2012).

g. Langkah V. Evaluasi kebidanan

Menilai pelaksanaan asuhan yang telah diberikan kepada klien. Bidan harus

dapat mengamati dan mengobservasi terhadap masalah yang dihadapi klien,

apakah masalah diatasi seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau mungkin

muncul masalah baru. Pada prinsipnya langkah ini ini adalah mengkaji

kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan sejauh mana

tercapainya rencana yang dilakukan Mufdlilah dkk (2011).

3. Pendokumentasian asuhan kebidanan

Pendokumentasian yaitu catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan,

klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan lain yang mencatat tentang hasil

14
pemeriksaan, prosedur, pengobatan pada klien dan pendidikan kepada klien,

serta respon klien terhadap semua kegiatan yang dilakukan. Alur pikir bidan

dalam menghadapi klien meliputi 7 langkah kemudian didokumentasikan

dalam bentuk SOAP, yaitu:

a. S: Subjektif

Menggambarkan hasil pengumpulan data dasar klien yang diperoleh dari

anamnesis sebagai langkah I Varney.

b. O: Objektif

Menggambarkan hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan uji

diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan

sebagai langkah I Varney.

c. A: Assesment

Menggambarkan hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif

dalam suatu identifikasi masalah, terdiri dari:

1) Diagnosis/masalah

2) Antisipasi diagnosis/masalah potensial

3) Tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi kolaborasi dan

merujuk, sebagai langkah 2,3, dan 4 Varney.

d. P: Planning

Menggambarkan dokumentasi rencana, pelaksanaan dan evaluasi

berdasarkan pengkajian langkah 5, 6, dan 7 Varney.

Pendokumentasian SOAP dilakukan pada asuhan tahap berikutnya dan evaluasi hari

berikutnya.

15
C. Teori Evidence Based Midwifery (EBM)

1. Pengertian

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan

pengalaman atau kebiasaaan semata.

Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan (Gray,

1997).

Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil

penelitian dan pengalaman praktik dari para praktisi dari seluruh penjuru

dunia.Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi

(Jayanti, 2020).

2. Manfaaat Evidence based Midwifery dalam Praktik Kebidanan

Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence

based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu

hamil dan risiko-risiko yang dialami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta

bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat.

3. Kategori Evidence Based Menurut World Health Organization (2017)

Menurut WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut:

a. Evidenve-based Medicine adalah pemberian informasi obat-obatan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Temuan

obat baru yang dapat saja segera ditarik dan peredaran hanya dalam waktu

beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan,

16
karena di populasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada

sebagian penggunanya.

b. Evidence-based Policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan

kesehatan dan kedokteran (Clinical Governance): suatu tantangan profesi

kesehatan dan kedokteran di masa mendatang.

c. Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

d. Evidence based report adalah mgmpakan bentuk penulisan laporan kasus

yang baru berkembang, memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat

diterapkan pada semua tahapan penatalaksanaan pasien.

4. Sumber Evidence Based

Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet

maupun berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin, atau CD. Situs

internet yang ada dapat diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula

yang public domain


DAFTAR PUSTAKA

Ayu Marheani, Gusti. 2016. Keputihan Pada Wanita. Dosen Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Denpasar. Jurnal Skala Husada Valome 13 Nomor 1 April
2016: 30-38, diakses tanggal 4 Juni 2021.

BKKBN. 2017. Promosi dan Konseling Kesehatan Reproduksi. Jambi: BKKBN.

Irianto, Koes. 2015. Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health) Teori dan Praktikum.
Bandung: Alfabeta.

Jamaan, T. 2013. Panduan Praktis Mengatasi Penyakit pada Wanita. Jakarta: Obloss
Creative Mandiri.

Manuaba, Ida, Bagus, et al. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Merita Sari, Pety. 2016. Hubungan antara pengetahua dan sikap remaja dengan
kejadian flour albus remaja putri SMKF X Kediri. Jurnal Wiyata, STIKES Surya
Mitra Husada Kediri. P-ISSN: 2355-6498, E-ISSN: 2442-6555, diakses tanggal 20
Januari 2021.

Mufdlilah dkk. 2012. Konsep Kebidanan Edisi Revisi. Yogyakarta: Nuha Medika

Nilawati Bulahari, Susanti. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


remaja tentang kesehatan reproduksi. Poltekkes Kemenkes Manado, Jurnal
Ilmiah Bidan Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2015, ISSN: 2339-1731, diakses
tanggal 20 Januari 2021.

Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Ginekologi. Yogyakarta.

Sariyati, Susiana. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja putri tentang
flour albus di SMP Negeri 2 Trucuk Kabupaten Klaten. Jurnal Ners dan
Kebidanan Indonesia (NJKI) Vol.2 No.3 Tahun 2014. ISSN 2354-7642, diakses 6
Januari 2021.

Shadine, M. 2012. Penyakit Wanita. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 , Volume 1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai