Anda di halaman 1dari 3

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Waktu mengalir begitu cepat. Menit demi menit yang tak terasa, jam demi jam yang seperti
berkejaran, lalu bergantilah hari demi hari, hingga kini kita berada di hari Jum'at. Maka
patutlah kita bersyukur kepada Allah SWT, Rabb yang telah menganugerahkan semua
nikmat. Nikmat Iman, Islam, dan juga fisik yang sehat yang dengannya kita mampu
menghadiri shalat Jum'at.

Sholawat dan Salam……

Pesan Taqwa ……

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Jum'at adalah hari yang agung. Dalam terminologi hadits, Jum'at disebut sebagai Sayyidul
Ayyam: rajanya hari. Hari Jum'at adalah hari terbaik, di mana pada hari itu Adam diciptakan,
dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari
Jum'at. Dalam riwayat yang lain kita mengetahui bahwa keistimewaan hari Jum'at adalah
karena banyaknya keutamaan pada hari itu. Diantaranya adalah waktu yang mustajabah,
diantaranya ketika khatib duduk diantara dua khutbah, diampuninya dosa dengan shalat
Jum'at, dan juga keutamaan membaca surat Al-Kahfi pada hari ini.

‫من قرأ سورة الكهف في يوم الجمعة أضاء له النور ما بين الجمعتين‬
Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at, memancarlah cahaya baginya
antara dua Jum'at (HR. Baihaqi, dihasankan Al-Albani)

Ketika Al-Qur'an atau hadits menyebutkan hari, maka yang dimaksudkan adalah hari
menurut perhitungan qamariyah atau kalender hijriyah. Yaitu dimulai matahari terbenam,
hingga matahari terbenam esok harinya. Atau dari Maghrib ke Maghrib. Bukan dari tengah
malam seperti dalam kalender masehi. Maka membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at
berarti waktunya terbentang antara Maghrib pada Kamis malam Jum'at hingga Jum'at sore
sesaat sebelum Maghrib. Artinya, bagi kita yang belum sempat membacanya, masih ada
kesempatan untuk hari ini hingga sore nanti.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Dalam surat Al-Kahfi tersebut, ada sebuah ayat yang menunjukkan perbekalan abadi
menuju akhirat, sekaligus mengingatkan kita dari ketertipuan dunia.Dalam kesempatan yang
mulia ini, marilah kita mentadabburinya bersama, dalam rangka meningkatkan ketaqwaan
kita kepada Allah SWT.
‫اًل اْلَم اُل َو اْلَب ُنوَن ِز يَن ُة اْل َح َياِة الُّد ْن َي ا َو اْلَب اِقَي اُت الَّصاِلَح اُت َخ ْيٌر ِع ْن َد َر ِّب َك َث َو اًبا َو َخ ْيٌر َأَم‬
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan. (QS. Al-Kahfi : 46)

Ayat 46 dari surat Al-Kahfi ini menunjukkan kepada kita, mengingatkan bahwa
sesungguhnya harta dan anak adalah perhiasan dunia. Keduanya bukan segala-galanya.

Namun betapa banyak orang yang tertipu oleh harta. Merasa bahwa harta adalah hal yang
paling berharga, yang mampu menjamin masa depan dan kemuliaan.Hingga banyak orang
yang terjerumus dalam dosa karena memburu harta dengan cara yang haram. Atau tertipu
dengan harta yang telah diperolehnya hingga ia tak lagi mempedulikan Allah yang Maha
Pemberi rezeki.

Syukur tidak ada, justru kufur yang dipelihara. Maka Al-Qur'an pun menunjukkan kesudahan
orang-orang seperti Qarun, yang takabur dengan hartanya. Kekayaannya yang sangat
besar, hingga kunci istananya tak mampu dipikul unta justru membuat ia celaka.

Qarun beserta hartanya akhirnya ditelan bumi. Barangkali dari sinilah, orang-orang ketika
menemukan harta dari dalam tanah menyebutnya sebagai harta karun. Demikian pula
dengan anak. Mereka adalah perhiasan dunia. Seperti harta, di satu sisi ia bisa berbuah
surga jika dicari dengan cara halal, disyukuri, ditunaikan kewajiban zakat dan dipakai
memperjuangkan agama Allah.

Anak merupakan potensi besar bagi manusia untuk mendapatkan pahala.

Mulai dari pahala mendidik, memberi nafkah, hingga potensi amal jariyah yang pahalanya
takkan terputus kematian kita ketika ia menjadi anak shalih dan mendoakan kita sebagai
buah pendidikan islami yang dterimanya. Namun di sisi lain, sebagai "ziinah" (perhiasan),
anak juga bisa mencelakakan. Itulah saat di mana anak hanya dibangga-banggakan
sebagai penerus keturunan, tanpa disertai pendidikan Islam hingga kemudian ia menjadi
anak durhaka atau malah orangtua yang terseret ke dalam kecelakaan karena anaknya.

Misalnya jika demi anak kemudian orangtua menempuh jalan haram dalam memenuhi
keinginannya. Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa anak takkan bermanfaat kecuali bagi
orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS. Asy-Syu'ara : 88-89)

Maka harta dan anak, pada awalnya ia adalah netral. Bisa menjadi sarana ke surga, namun
juga bisa menyeret ke neraka ketika kita tidak pandai mengelolanya.

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,

Penggalan kedua ayat 46 dari surat Al-Kahfi itulah yang sangat menarik.

Bahwa jauh di atas perhatian kita kepada perhiasan dunia berupa harta dan anak-anak,
menyibukkan diri dengannya, atau khawatir terhadap keturunan kita, semestinya kita
mengutamakan Al-Baqiyatus Shalihah.

‫َو اْل َب اِقَي اُت الَّصاِلَح اُت َخ ْيٌر ِع ْن َد َر ِّب َك َث َو اًبا َو َخ ْيٌر َأَم اًل‬
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi : 46)

Apa itu Al-Baqiyatus Shalihah? Secara bahasa artinya adaah amal-amal yang kekal lagi
baik, mengekalkan pelakunya berada dalam surga.

Amal apa yang dimaksud? Ustman bin Affan dan sahabat lainnya menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Al-Baqiyatus Shalihah adalah lima kalimat dzikir:
‫ وال حول وال قوة إال باهلل العلي العظيم‬,‫ وهللا أكبر‬،‫ وال إله إال هللا‬،‫سبحان هللا والحمد هلل‬

Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah, Tiada Ilah kecuali Allah, Allah Maha Besar
Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah

Maka berzikir kepada Allah dengan memperbanyak membaca lima kalimat di atas,
merupakan amal yang akan mengekalkan pelakunya di dalam surga hingga pantas menjadi
harapan.

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,

Sa'id bin Jubair mengungkapkan penjelasan lain mengenai Al-Baqiyatus Shalihah. Bahwa
Al-Baqiyatus Shalihah itu tidak lain adalah shalat lima waktu. Maka mereka yang menjaga
dan mendirikan shalat lima waktu, niscaya menjadi amal yang akan mengekalkannya di
dalam surga yang abadi.

Ibnu Abbas juga menyampaikan bahwa Al-Baqiyatus Shalihah adalah ucapan yang baik.
Entah itu zikir maupun dakwa. Entah itu mengajak kepada yang baik atau mencegah dari
yang salah. Sedangkan pendapat yang lebih umum yang kemudian dipilih Ibnu Jarir adalah
yang mengatakan bahwa Al-Baqiyatus Shalihah adalah amal shalih secara umum. Ia
meliputi ibadah mahdhah seperti shalat lima waktu, bisa berbentuk amal lisan seperti zikir
khususnya lima kalimat di atas, bisa pula ucapan yang baik, dakwah dan segala amal yang
bisa dikategorikan ibadah; baik khas maupun ammah.

Seiring dengan nasehat khatib di setiap Jum'at untuk meningkatkan taqwa, kita berupaya
memperbanyak amal kesalihan, meningkatkan keimanan, mempertebal keyakinan, menebar
manfaat bagi sesama, berinvestasi sebanyak-banyaknya Al-Baqiyatus Shalihah.

Khutbah 2

Anda mungkin juga menyukai