Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi fisiologi sistem pernafasan

Gambar 2. Anatomi system pernafasan


(sumber http//www.google.com/image)

Sistem pernapasan terdiri dari:


a. Hidung
Hidung adalah saluran yang pertama, mempunyai 2 lubang
(cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu clan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
Fungsi hidung terdiri dari:
1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-
bulu hidung
3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung. (Syaifuddin, 1997)
b. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan jalan pernafasan dan
jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Faring dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang
disebut nasofaring
2) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium
disebut orofaring
3) Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring
c. Laring
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang--
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan, antara lain:
1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun (Adam's apple), sangat
jelas terlihat pada pria
2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
4) Kartilago epiglotis (1 buah)
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari faring yang clibentuk oleh 16 – 20
cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang
berbulu getar yang disebut set bersilia, hanya bergerak ke arah
luar. Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan bends-benda
asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan.
Trakea dipisahkan oleh karina menjadi bronkus kiri dan bawah.
e. Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea, terbagi menjadi 2
bagian yaitu kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari bronkus kiri. Bronkus bercabang-cabang. Cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujungnya terdapat
gelembung pare atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung-gelembung. Paru-paru dibagi menjadi
2 yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri
yang terdiri dari 2 lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada atau
kavum mediastinum. (Syaifuddin, 1997).
Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak
mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung ke paru-paru;
cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkhial,
bercabang dan bercabang lagi sampai menjadi arteriola halus;
arteriola itu membelah-belah dan membentuk jaringan kapiler dan
kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis
dapat dikatakan sel-sel darah merah membuat baris tunggal.
Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli
hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas
berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi pernafasan.
Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi
pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris
meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke
atrium kiri jantung untuk didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
aorta.
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteria bronkhialis
membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta torasika ke
paru-paru guna memberi makan dan mengantarkan oksigen ke
dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini
membentuk plexus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari
yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi
beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu ke dalam vena
pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkhialis dan ada yang dapat mencapai vena kava
superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua,
yaitu pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam
fisura dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang lain.
Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru-paru
dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam
dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis,
bagian yang menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan
bagian yang terletak di leher ialah pleura servikalis. Pleura ini
diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran
suprapleuralis (fasia Sibson) dan di atas membran ini terletak arteri
subklavia.
Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit exsudat
untuk meminyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas
bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan
yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah
ruang yang tidak nyata; tetapi dalam keadaan tidak normal, udara
atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya
menjadi jelas. (Evelin C. Pearce, 2000)
Proses terjadinya pernafasan (respirasi) terbagi dalam 2
bagian yaitu inspirasi (menarik nafas untuk mengambil udara yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh) dan ekspirasi
(menghembuskan nafas untuk mengeluarkan udara yang
mengandung karbondioksida). Proses pernafasan terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara rongga pleuran dan paru-paru.
(Syaifuddin, 1997).

2. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermitten,reversible dimana trakea dan bronchi berespon secara
hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smelzer Suzanne : 2006)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reveraibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara
hiperaktif terhadap stimulus tertentu (Brunner dan Suddart, 2006).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. dari penyakit ini adalah
hiperaktifitas bronkus dalam berbagai tingktan, obtruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan (mengi dan sesak) (Arif Mansjoer, 2000).
Asma disebut juga sebagai reactive airway diasese (RAD)
adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas reversible yang ditandai
dengan inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhdapa
berbagai stimulant (Suriadi dan Rita, 2010)

3. Penyebab
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan faktor
presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang
jelas.
b. Faktor presipitasi
1) Allergen, berupa :
a) In halan, yang masuk melalui salurn pernafasan seperti :
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri,
polusi.
b) Ingestan yang masuk melalui mulut, seperti :
makanan/minuman dan obat-obatan.
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti
perhiasan logam dan jam tangan, sengatan binatang.
2) Perubahan cuaca (musim kemarau dan musim hujan )
3) Stress (fisik dan psikis)
4) Lingkungan kerja (polisi lalu lintas, laboraturium hewan, pabrik
tekstil, dan lain-lain )
5) Infeksi saluran pernafasan (virus dan bakteri)
6) Olahraga yang berat. (Suriadi dan Rita, 2010)

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita asma
adalah :
a. Sesak nafas
b. Batuk
c. Rasa dada tertekan
d. Ada suara tambahan saat nafas dihembuskan (mengi/wheezing)
e. Pengeluaran secret/dahak
f. Gelisah
g. Susah tidur
h. Tidak nafsu makan
(Arif Mansjoer, 2000).

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada penyakit asma antara lain
adalah :
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksia
d. Pnemuthorak
e. Emfisema
f. Dehidrasi
g. Deformitas thorak
h. Gagal nafas

6. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung pada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi
antara antigen dengan molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast.
Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airborne.
Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode
waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun dilain
kasus terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah
kecil alergen masuk kedalam tubuh sudah dapat mengakibatkan
eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna sepeti tartazin, antagonis beta-
aadrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada sistem
pernafasan yang sangat sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang
dewasa, namun dapat pula dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah
ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor parineal lalu menjadi
rninosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti
dengan munculnya asma progesif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya
dengan menggunakan obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk
terapi ini, toleransi saling akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi
nonsteroid. Mekanisme terhadap terjadinya bronkospasme oleh
aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara
khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya
menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien asma, demikain juga
dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan nafas. Oleh
karena itu antagonis beta adrenergik harus dihindarkan pada pasien
tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen
sanitasi dan pegawet dalam dunia industri makanan dan farmasi juga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang
sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfat, kalium
dan natrium bisulfat, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan
terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa tersebut seperti salat, buah segar, kentang, dan anggur.
Faktor penyebab yang sudah disebutkan di atas ditambah
dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan dikeluarkannya
subtansi pereda alergi yang sebetulnya merupakn mekanisme tubuh
dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin,
bradikinin, anafilaktikosin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan 3
gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas
kapiler dan penigkatan sekresi mukus seperti terlihat pada gambar
tersebut.
14

Pencetus serangan

(alergen, emosi/stress, obat-


obatan dan infeksi)
Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkannya substansi
vasoaktif
(histamin, bradikinin dan
anafilatoksin)

Kontraksi otot Sekresi mukosa


polos Permeabilitas meningkat
kapiler

- Kontraksi otot polos


- Edema mukosa
bronkospasme
- hipersekresi
Produksi mukus
terhambat
Obstruksi jalan nafas

Bersihan jalan
Hipoventilasi
nafas tidak
Distribusi tak merata
efektif
dg sirkulasi darah Ketidakseimbangan
paru-paru, gangguan nutrisi
difusi gas di alveoli

Kerusakan
pertukaran gas
Hipoksia, hiperkapnia

Gambar 3. Skema patofisiologi asma bronkhiale


(Brunner dan suddart, 2001)

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan adalah :
a. Laboratorium
1) Analisa gas darah
2) Sputum
3) Sel esosionit
4) Pemeriksaan dara rutin dan kimia
b. Radiologi
c. Pemeriksaan Spirometri
d. Tes provokasi bronkus
e. Pemeriksaan tes kulit
f. Elektrokardiografi
g. Scanning paru
h. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik

8. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
b. Mengenal dan mengindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma.
c. Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya.
Pengobatan pada asma bronkiale terbagi 2 yaitu :
a. Pengobatan Non-farmakologik
1) Memberi penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisioterafi
5) Beri O2 bila perlu
b. Pengobatan farmakologik
1) Bronkodilator
Terbagi dalam 2 golongan yaitu :
a) Simatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
(1) Orsiprenalin (alupent)
(2) Fenoterol (brotec)
(3) Terbutalin (bricasma)
Obat-obatan golongan simtomatik tegolong dalam bentuk
tablet , sirup, suntkan dan semprodtan. Yang berupa
semprotan : MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (ventolin Dishaler dan
Bricasma Turbuhaler) atau cairan bronkodilator (Alupent,
Berotec, Brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khususn
diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus) untuk selanjutnya dihirup.
b) Santin
Nama Obat :
(1) Aminofilin (American Supp)
(2) Aminofilin (Euphilin Retard)
(3) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan golongan sipatomimetik,
tetapi cara kerja berbeda.sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : bentuk suntikan teofilin/aminofilin di
pakai pada serangan asma akut, dan di suntikan perlahan-
lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum setelah makan itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria
ini digunakan jika penderita karena suatu hal tidak dapat
minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
2) Kromalin
Kromalin bukan brokodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-
sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan.
3) Krotolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan
obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

B. Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkhiale


Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5
tahap, yaitu pengkajian, diagnosa, keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001)
a. Identitas klien
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, alamat,
statua perkawinan, pekerjaan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama mengenai sesak nafas, bernafas terasa berat
pada dada dan keluhan susah untuk melakukan pernafasan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan
keluhan, terutama sesak nafas yang hebat dan kemudian diikuti
dengan gejala lain yaitu wheezing, penggunaan otot bantu
pernafasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, serta
perubahan tekanan darah.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit yang pernah diderita klien atau keluarga pada masa lalu
adanya penyakit keturunan seperti Hipertensi, jantung, DM, atau
penyakit menukal seperti TBC yang pernah diderita keluarga juga
seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan, amandel,
sinusitis, polip hidung, riwayat serangan asma frekuensi, waktu,
alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan asma serta
riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala
asma.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji dengan riwayat
penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan.
f. Aktivitas
Mengkaji adanya ketidakmampuan melakukan aktivitas karena
sulit bernafas, adanya penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
g. Pernafasan
Sesak nafas pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan, ada bunyi nafas tambahan, adanya batuk berulang,
adanya alat bantu pernafasan.
h. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, warna kulit atau membran mukosa, kemerahan atau
berkeringat.
i. Integritas ego
Ansietas, ketakutan, peka rangsangan, gelisah.
j. Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan,
penurunan berat badan karena anoreksia.
k. Hubungan sosial
Keterbatasan mobilitas fisik, susah bicara dan adanya
ketergantungan pada orang lain.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Capernito, 2010).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme
b. Malnutrisi berhubungan dengan anoreksia
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (spasme brokus)
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya imunitas
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/
salah mengerti
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah yang diidentifikasi pada
diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan
diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi
(Nursalam, 2001).
a. Ketidaefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.
Intervensi :
1) Kaji warna dan, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional :
Karakteristik sputum dapat menunjukan berat ringannya
obstruksi.
2) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol
batuk
Rasional :
Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektivitas serta
menimbulkan frustasi
3) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
Rasional :
Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelaksis
4) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
Rasional :
Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menujukan
keberhasilan
5) Lakukan fisioterafi dada dengan teknik drainage postural,
perkusi dan fibrasi dada
Rasional :
Fisioterafi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
6) Motivasi klien untukperawatan mulut
Rasional :
Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut.
b. Malnutrisi berhubungan dengan anoreksia
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat
kerusakan makanan.
Rasional :
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dispnea.
2) Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai
Rasional :
Rasa tidak enak dapat menurunkan nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual muntah dengan peningkatan kesulitan
nafas.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (spasme brokus)
Intervensi :
1) Kaji secara rutin kulit dan membran mukosa
Rasional :
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengidentifikasi beratnya hipoksia.
2) Palpasi fremitus
Rasional :
Penurunan getaran fibrasi diduga adanya pengumpulan
cairan/udara
3) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional :
Takikardi, disrimia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksia.
4) Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi dan
toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki dan mencegah memburuknya hipoksia.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya imunitas
1) Awasi suhu
Rasional :
Demam dapt terjadi karena infeksi atau dehidrasi
2) Diskusikan kebutuhan nutrisi yang adekuat
Rasional :
Mal nutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi.
3) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan
untuk pewarna gram, kultur/sensifitas.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai mikrobal.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/
salah mengerti
Intervensi :
1) Jelaskan tentang penyakit Klien
Rasional :
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan
2) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang
tidak diinginkan
Rasional :
Penting bagi pasien memahami perbedaan antara
mengganggu dan merugikan.
3) Tunjukan teknik penggunaan inhaler
Rasional :
Pemberian pengobatan yang tepat meningkatkan
keefektifannya.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan dan ditujukan untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. (Lyer et al dalam Nursalam, 2001)

Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan


perencanaan yang dibuat sebelumnya dengan mengupayakan rasa
aman, nyaman dan mempertimbangkan keselamatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
"kealpaan" yang terjadi selama tahapan pengkajian, analisis,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan. (Ignatavicius dan Bayne
dalarn Nursalarn, 2001)

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn. E .2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta
ECG
Lynda Jual Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
Mutaqin, Arif. 2007. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Pernafasan : aplikasi Pada Praktek Klinik Keperawatan. Banjarmasin.
Unpublished
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 : Definisi
dan Klasifikasi. Prima Medika
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan
Praktek. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2006. Keperawatan Medikal
Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC
Sumantri, Heru. 2008. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : salemba
Medika
Sundaru, Heru . 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi 3. Jakarta
FKUI
Suriadi dan Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi. 2. Jakarta :
Sagung Seto
Syarifudin. 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta ECG
(Suzane. http://onadefretesblog.wordpress.com/2013/07/12/asma/ diakses
pada 9 juni 2014)

Anda mungkin juga menyukai