Anda di halaman 1dari 11

A

ASOSIASI POUTEKNIK INDONESIA Jurnal P Et PT Vol. IV, NO.1 (2006) 153-163


ep,
JURNAL

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN BALOK LAMINASI


BAMBU WULUNG TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR

SUMIATI
Politeknik Negeri Sriwiiaya

ABSTRAK
Bambu mempunyai kuat tarik dan kuat lentur yang tinggi jika dibandingkan dengan kayu, tapi
mempunyai kelemahan dalam perangkaiannya. Sedangkan balok laminasi memiliki dimensi dan
geometri yang beraturan serta efisien dalam penggunaan bahan, tapi untuk ben tang yang pan-
jang perlu ada penyambungan. Setelah penelitian ini dilakukan diperoleh data mengenai jenis
sambungan yang efektif pada balok laminasi bambu wulung terhadap keruntuhan lentur. Data
dianalisis dari pengujian kuat lentur balok laminasi yang terlebih dulu dibuat berdasarkan data
benda uji pendahuluan. Pada pengujian kuat lentur terdapat data yang dianalisis, yaitu kuat
lentur, kekakuan, kekuatan untuk mendapatkan jenis sambungan yang efektif, serta keruntu-
han balok. Hasil penelitian menunjukkan balok laminasi bambu dengan sambungan jari vertikal
lebih efektif dibandingkan dengan sambungan miring. Proses laminasi merupakan salah satu
cara mengoptimalkan kekuatan bahan dari bambu dan penyambungan dengan menggunakan
perekat merupakan cara untuk mendapatkan balok laminasi dengan bentang yang panjang
serta untuk mengatasi kelemahan pada bainbu dalam perangkaiannya, sehingga bambu dapat
digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan pengganti kayu.

Kata Kunci: Balok laminasi, keruntuhan lentur, sambungan.

ABSTRACT
As compare to wood, bamboo has higher tensile and flexural strength, but it has weakness in
assembling laminated beam, has regular dimension geometry, and uses material efficiently,
however for longer span it needs connections. This research is. aimed to observe type of effec-
tive joint using laminated Wulung bamboo to over come bending failure.
Laboratory testing was carried out to gather data or flexural strength, flexibility, load carrying ca-
pacity as an input to design effective joint and its failure state. The result shows that laminated
bamboo beam with vertical joint is more effective compared to angled joints.
Lamination process was a method to produce beam laminated beam with long span and to over-
come the difficulties during construction. This shows that bamboo can be used as a structured
material to replace wood.

Keyword: Assembling lamination, bending failure, joints .

• 153 •

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Sumiati-Pengaruh Jenis Sambungan Balok Laminasi Bambu Wulung

PENDAHULUAN "butt joint" (Gamba 1.a.) oleh Vick (1999)


bahwa kekakuannya hanya sekitar 25%
Bambu merupakan salah satu material yang daTi kekuatan kayu tanpa sambungan. Jika
berpotensi untuk dikembangkan pemakai- perekatan dilakukan dengan pengempaan
annya sebagai konstruksi bangunan. Hal panas, maka vertikal finger joint (Gambar l.c.),
tersebut dikarenakan bambu mempunyai hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan
beberapa keunggulan diantaranya (1) dapat horizontal finger joint (Gambar l.d.). Pada scarf
tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis, (2) joint (Gambar l.b.) dengan kemiringan 1:12 dan
memiliki karakteristik kekuatan yang tinggi dan finger joint dengan kemiringan 1:8, dengan kete-
ringan, (3)mudah dikerjakan dengan peralatan balan ujung sebesar 0,8 mm akan memberikan
yang sederhana, (4) pertumbuhannya cepat, kekuatan yang sarna. Jika perekatan sambungan
dan (5) mudah ditanam. Produk bambu telah dilakukan dengan baik pada lap joint, scarf
banyak dikembangkan tapi hanya terbatas pada joint, dan finger joint akan diperoleh kekuatan
struktur yang tidak menahan beban, seperti sekitar 90%, dibandingkan kayu tanpa
perabotan rumah tangga dan beberapa kera- sambungan. Moody (1993:9),dengan persyaratan
jinan tangan. Beberapa hasil produk laminasi pada sambungan tidak terdapat cacat,
telah dikembangkan oleh beberapa negara, perekatan, dan pengempaan yang baik akan
berupa plyboo, flooring, dan balok laminasi diperoleh kekuatan sekitar 75% dibanding-
bambu. kan dengan kekuatan kayu solid untuk finger
joint dan sambungan miring (scarf joint)
Balok laminasi bambu dibuat dari perekatan mempunyai kekuatan lebih besar dari sambung-
sejumlah lamina bambu yang dapat berbentuk an tegak (butt joint). Sukodarminto (2005),
galar atau bilah yang disusun searah serat menggunakan perekat Urea Formaldehida
sehingga membentuk balok. Beberapa keun- dimana pada jari vertikal didapatkan keku-
tungan yang diperoleh dengan pembentukan atan sebesar 89,93%;jari horisontaI86,13%; miring
balok tersebut diantaranya (1) ukuran yang vertikal 15,46%, dan miring horisontal 15,21%
dapat dibuat lebih tinggi, (2) bentang dapat dengan slope 1:1, dibandingkan dengan balok
dibuat lebih panjang, (3) bentuk penampang laminasi utuh. Bila perekatan finger joint dengan
dapat dibuat melengkung, dan (4) konfigurasi menggunakan perekat resorsinol phenol pada
bentuk lonjong dapat direalisasikan dengan produk struktural, kekuatan dan kerusakan kecil
mudah. Dengan demikian dapat dikurangi dapat diakibatkan oleh rongga udara yang
perubahan bentuk dan reduksi kekuatan oleh terdapat pada garis perekatan (Serrano dkk.,
adanya cacat/ruas bambu atau hal tersebut 2004).
dapat dibuat lebih acak. Kekakuan yang
meningkat dan berkurangnya deformasi lateral Penelitiannya dilakukan untuk mengkaji
pada balok juga merupakan keunggulan yang pengaruh kekuatan terhadap ketebalan garis
diperoleh dari balok laminasi (Breyer, 1988). perekatan, dimana rnakin tebal garis perekat
maka kekuatannya makin berkurang. Intang
Sambungan dengan menggunakan perekat (2003), menyatakan bahwa sudut kemiringan
mempunyai kekakuan yang jauh lebih besar, akan mempengaruhi kekuatan sambungan,
tidak melemahkan balok yang disambung, makin kecil sudut kemiringan garis perekatan,
dan mempunyai daya dukung lebih tinggi maka kekuatannya makin tinggi.
dibanding sambungan jenis lainnya. Jika
diaplikasikan pada balok laminasi sangat Berdasarkan pola keruntuhan balok akibat
Jllcng unl ulIgku n. Jcnb-jcnis su lub Ullgdll beban lentur luaka dapat dirumuskan bahwa
dengan menggunakan perekat pada Gambar keruntuhan geser akan terjadi apabila
1., cukup praktis dan memenuhi syarat serta tegangan geser yang terjadi akibatpembeba na n
kuat jika dibuat menurut perekatan yang lentur melampaui kuat gesernya walaupun
benar. Dapat disimpulkan dari kajian pada tegangan lentur yang terjadi masih berada

154 • Jurnal PEtPT

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Vol. IV, NO.1, Juni 2006

di bawah kuat lentur bthan struktur. Kerun~ pengaruh jenis sambungan terhadap kerun-
tuhan lentur akan terjadi apabila tegangan tuhan lentur laminasi bambu wulung dapat
geser yang bekerja akibat pembebanan Ientur diketahui, sehingga dapat ditentukan kuat
masih berada di bawah ~at geser sedangkan lenturnya dalam aplikasi balok laminasi
tegangan lentur yang teijadi melampaui kuat tersebut dan (2) sebagai masukan tentang sifat
lentur bahan struktur. mekanik Ientur balok laminasi dan karak-
teristik balok Iaminasi bambu wulung guna
menunjang perluasan aplikasi bambu se-
bagai bahan konstruksi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dimulai dengan mempersiapkan


bahan baku kemudian melakukan uji penda-
huluan, yang hasilnya dapat digunakan
sebagai pedoman pembuatan benda uji balok
Iaminasi untuk uji kuat Ientur. Data uji penda-
Gambar 1. Jenis-jenis sambuAgan: A, butt; B, plain huluan dan uji kuat lentur balok laminasi
scarf; C, vertikal structura; jingerjoint; D, horizontal
structural jingerjoint; E, nonstructural jingerjoints
dikumpulkan untuk kemudian dianalisis
Sumber: (Vick, 1999) dan disimpulkan. Secara garis besar diagram
Berdasarkan pad'a permasalahan di atas, pene- alir penelitian ini mengikuti tahapan-tahapan
litian ini bertujuan untuk (1)menganalisis sifat seperti skema yang diperlihatkan pada Gambar
fisik dan mekatl.ik bambu wulung, yang akan 2.
digunakan sebagai pedoman dasar pembuatan
Bambu wulung yang digunakan pada
balok laminasi bambu, (2) mempelajari jenis
penelitian ini berasal dari desa Kranggan,
sambungan yang efektif terhadap keruntuhan
keeamatan GaIur, kabupaten. Kulonprogo,
lentur balok laminasi bambu wulung, dan (3)
Yogyakarta, Bambu dipilih yang eukup tua.
mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada
Kemudian ditebang, dipotong, dah diambil
balok laminasi bambu wulung. akibat jenis
bagian yang mempunyai diameter dan kete-
sambungan yang digunakan. Dengan harapan
balan yang sarna, dengan panjang kira-kira
akan diperoleh manfaat sebagai berikut (1)
240 em, Bambu tersebut kemudian digalar

Gambar 2. Skema pelaksanaan penelitian

Jurnal PEtPT. 155


http://www.univpancasila.ac.id 7/29

•t ..
"(?
Sum;at;-Pengaruh Jen;s Sambungan Balok Lam;nas; Bambu Wulung

dan dikeringkan se-perti ditampilkan pada Sampel benda uji diambil seeara aeak untuk
Gambar 3., dengan data fisik di antaranya: menentukan sifat fisika dan mekanika balok
panjang meneapai 8-12 m, panjang ruas 35- laminasi bambu wulung. Pengujian sifat fisika
60 em, dengan diameter pangkal dan tengah dan mekanika dilakukan di laboratorium
8-10 em serta ujung 6-8 em, tebal pada Pengujian Bahan Teknik Sipil (UGM). Dari
pangkal 0,8-1,4 em, tengah 0,6-1,0 em dan pengujian tersebut diperoleh data: kerapatan,
ujung 0,4-0,6 em. kadar air, kuat lentur, modulus elastisitas
(MOE), kuat geser, kuat tarik, kuat tekan sejar
serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat geser
blok geser laminasi bambu dengan bentuk dan
ukura standar diperlihatkan pada Gambar 4.

Hasil pengujian kadar air bambu yang telah


dikeringkan adalah sekitar 15%. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa proses pengeleman
menjadi balok laminasi dapat dilakukan
karena telah memenuhi spesifikasi perekat
Urea Formandehyde (UA-104). Persyaratan
yang ditetapkan adalah kadar ari pengeleman
12-16 % dengan perekat terlabur optimum
a. Bambu Wulung 50 /MDGL. Balok laminasi yang akan dibuat
ditentukan berdasarkan kuat lentur, berukur-
an 50x100x2100 mm. Skema pelaksanaan
pembuatan balok laminasi diperlihatkan
pada Gambar 5., yaitu bambu telah digalar
dikeringkan, dibelah dan diketam agar
diperoleh lamina yang rata dan berukuran
70x5x2400 mm. Lamina tersebut kemudian
dibersihkan dan disusun sebanyak 20 lamina
untuk membentuk satu balok. Susunan
lamina tersebut kemudian dilaburkan dengan
perekat yang telah ditakar sesuai dengan yang
direneanakan. Selesai pelaburan dua sisi,
kemudian lamina disusun dan dijepit dengan
b. Galar Bambu Wulung klem, dikempa pada tekanan 2 MPa untuk
Gambar 3. Bambu Wulung dan Galar mendapatkan balok yang solid.

Ql If)
Kadar air

t~1-2
Kuat geser

{I
w-'"
Kuat tekan /1 serat

~~ __/ o_m_,_n ~_ft


~'-I--~ . 30cm
Kuat tarik /1 seral
Kuat lentur

Gambar 4. Pengujian Sifat jisik dan mekanika bambu


(sumber: Ghavami, 1990) Gombar 5. Skema pelaksanaan pembuatan balok laminasi

156 • Jurnal paPT

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Vol. IV, NO.1, Juni 2006

Setelah didiamkan selama :!: 24jam dalam suhu tumpuan dan satu pengekang lateral di antara
ruang, kelam dibuka dan kemudian proses titik beban dan rol. Balok uji diletakkan di
diulang hingga diperoleh 15 buah balok. atas tumpuan, beserta balok profil yang diper-
gunakan sebagai titik pembebanan, serta load
Oengan cara pengetaman dan pemotongan cell diatasnya. Load cell dihubungkan dengan
maka akan diperoleh balok yang rapi berukur- hydraulic jack dan transducer indicator digital
an 50xl00x2400 mm. Balok laminasi dipotong untuk mengetahui besarnya beban yang
menjadi dua bagian untuk dibuat sambungan bekerja. Dipasang sebuah dial gauge di tengah
dengan masing-masing 3 balok seperti diper- bentang dan dua buah di kiri dan kanannya
lihatkan pada Gambar 6. dengan jarum penunjuk telah diset ke angka
nol.

(:. ..!II .. 0 ••
Jari vertikal4 em
t--5iilf¥-=-o--4J
Miring vertikal ••
~e..
slope 1:8; n jari ~ 4 slope 1:3 2

r ,1J r~:c-~J
Miring horisontal
3
Jari horisontal slope 1:3 5 6
slope 1:8; n jari ~ 9 7

Gambar 6. Seniuk, ukuran. danjenis samhungan pada


balok laminasi

Sambungan direkatkan kembali dengan


perekat dan diklem serta didiamkan selama 24
8~
jam untuk proses pengerasan. Jenis sambungan
yang digunakan adalah sambungan jari
dan sambungan miring yang dipotong arah 15 210
vertikal dan horisontal, sehingga diperoleh •• III

Keterangan :
empat variasi sambungan. Kajian sambungan
1. Crane Baja
tersebut ditujukan untuk membandingkan
2. Load Cell
kekuatan, kekakuan, dan kuat lenturnya 3. Hidraulic Jack
antara sambungan yang dipotong arah 4. Perata Beban
vertikal dan horisontal serta antara keempat 5. Tranducer
variasi sambungan terhadap balok laminasi 6. Penyalur beban
tanpa sambungan. Setelah proses penyam- 7. Specimen Balok laminasi
bungan kembali dengan cara pengeleman dan 8. Perletakan rol
9. Perletakan Sendi
pengempaan, balok dirapikan dan ditandai
10. Dial Gauge
sebagai tempat untuk meletakkan beban dan
tumpuan dalam pengujian kuat lentur dengan Gambar 7. Sel up pengujian dan perlengkapan

menggunakan (empat titik pembebanan). Pengujian balok dimulai dengan memberikan


Balok laminasi diletakkan pada tumpuan beban awal dari nol sampai 5% dari perkiraan
sederhana (sendi rol) sesuai standar ASTM (0 beban maksimum yang dapat dicapai masing-
198-84)dengan pemberian beban terpusat pada masing balok. Besarnya beban pada pengujian
dua titik pada panjang bentang. Pengekangan kemudian diturunkan kembali secara perlahan
samping dilakukan untuk mencegah adanya ke posisi nol, dengan maksud untuk memeriksa
pengaruh tekuk torsi lateral. Setting up apakah pembacaan dial gauge dan tumpuan
pengujian balok laminasi dan perlengka- hNfllngsi cicng;ln h;lik. Pcngllji;ln kf'mtlcli;m
pannya seperti pada Gambar 7. Loading frame dilakukan dengan peningkatan pembebanan
terlebih dahulu dipersiapkan dengan dua sebesar 25 kg untuk balok laminasi tanpa

Jurnal P&PT. 157

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Sumiati-Pengaruh Jenis Sambungan Balok Laminasi Bambu Wulung

sambungan dan sambung-an jari, sedangkan pengurangan maksimum pad a balok laminasi
pada sambungan miring peningkatan pembe- sambungan miring horisontal sebesar 41,94%
banan sebesar 10 kg. Setiap pertambahan dan minimum pada jari vertikal sebesar 3,1%,
beban, dilakukan pencatatan pada besaran jari horisontal dan miring vertikal yaitu sebesar
berikut yaitu Beban dan lendutannya, pembe- 11,87%dan 31,59%.Hai ini menyatakan bahwa
banan batas retak dan batas runtuh serta sambungan jari mempunyai kekakuan yang
lendutannya. Pola kerusakan harus diamati lebih besar daripada sambungan n\~ting.
dan diberi tanda sampai benda uji mengalami
Tabel1. Hasil pengujian sf[at meMnik balhbu wu/ung
keruntuhan total.
No Jenis Pengujian Kekuatan (MPa)
Berdasarkan data hasil pengujian benda uji r,
pendahuluan dan kuat lentur balok laminasi 1 Tekan II serat 45,832

bambu, dapat dianalisis dan disimpulkan


2 Tekan serat 18,23
beberapa hubungan diantaranya (1)pengaruh
proses laminasi terhadap kekuatan bambu, 3 Tarik II serat 191,585

(2) pengaruh kekuatan dan kuat lentur balok 4 Geser II Serat 7,85
laminasi bambu dengan sambungan terhadap
balok laminasi bambu tanpa sambungan, dan 5 Lentur (MaR) 114,92

(3) keruntuhan dan kerusakan yang terjadi 6 Modulus elastisitas (MOE) 14711,951
pada balok laminasi dengan sambungan dan
balok laminasi tanpa sambungan.
Pada Gambar 9., teramati hasil proses laminasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN justru menyebabkan penurunan kuat lentur
(MaR) sebesar 33,53%. Penurunan MaR
Hasil pengujian sifat mekanik bambu wulung terjadi akibat pemberian sambungan
yang datanya diperoleh sebagai nilai rata-rata bervariasi menurut jenis sambungan. Penu-
dari tiga benda uji diperlihatkan pada Tabel runan maksimum terjadi pada balok laminasi
1. Data kuat lentur dan Geser II Serat bambu dengan sambungan miring vertikal sebesar
wulung dapat digunakan untuk meren- 77,30%dan minimum pad a jari vertikal sebesar
canakan ukuran balok laminasi. Perbandingan 37,76%, jari horisontal dan miring vertikal
kuat lentur bambu utuh pada Tabel 1. dan sebesar 43,45% dan 71,36%. Hal ini menun-
balok laminasi diperlihatkan pada Gambar 8. jukkan bahwa kelemahan bambu mempunyai
Pada gambar tersebut teramati bahwa proses kuat lentur yang tinggi jika dibandingkan
laminasi memberikan efek peningkatan dengan kayu dapat diatasi dengan diaplikasi-
kekuatan (MOE) sebesar 20,24%, sehingga kannya menjadi balok laminasi.
lendutan yang terjadi relatif lebih kecil
dibandingkan lendutan pada bambu utuh. 20000 [-----;]6.-89,66 ;~14~82.. -------;
18000 -., I
Hal tersebut mendukung pernyataan Breyer 16000 14711,95 '<:1., 15590,05 ;

(1988) yang menyatakan bahwa keunggulan '"


~
14000 I
I'
-:i . 1210084 ,
:
2: 12000 i 10270.491
yang diperoleh dari balok laminasi adalah ~ 10000
•••
o 8000
kekakuannya akan meningkat dan deformasi 2: 6000
lateralnya akan berkurang. Selain itu bentuk 4000
2000
penampang yang tidak sepenuhnya bundar o
dan prismatik akan mempunyai kekuatan yang BW BLWTS BLWJV BLWJH BLWMV BLWIIIH
Kolle Benda uji
Jebih baik apabila diaplikasikan menjadi halok Ket:
laminasi yang memiliki bent uk yang beraturan BLWTS = Tanpa sambungan BLWJH = jari horisontal
BLWJV = jari vertikal BLWMH = miring horisontal
dan padat. Sebaliknya pada balok dengan BLWMV = miring vertikal BW = Bambu wulung
sambungan, justru menimbulkan penurunan Gambar 8. Perbandingan MOE bambu wu/ung. balok
kekakuan balok laminasi dengan intensitas laminasi dan balok laminasi dengan
penerapan sambungan

158 • Jurna{ PEtPT

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Vol. IV, NO.1, Jun; 2006

Penurunan kuat lentur maksimum terjadi 89,93%;jari horisontal 86,13%;miring vertikal


pada sambungan miring, hal ini disebabkan 15,46% dan miring horisontal 15,21% (kemi
karena sambungan miring tidak begitu kuat ringan 1:1),(2)pernyataan dari Vick (1999),pada
menahan beban dibandingkan sambungan sambungan jari akan didapat kekuatan 90%dan
jari yang dapat menerima beban yang lebih jari vertikal mempunyai kekuatan lebih tinggi
besar. dari jari horizontal jika pada saat pengeleman
menggunakan pengempaan panas, dan (3)
pernyataan Moody (1993:9),pada sambungan
140 r
114,92
jari didapat kekuatan sebesar 75%.
120

~ 100
Pada sambungan miring vertikal dan mmng
~'" 80
76,36
~ horisontal didapatkan kekuatan 24,14% dan
~ 60
o','.>'
47,52 43,18 19,26%(kemiringan 1:3)jika dibandingkan hasH
0 0',

m.
40
>
",S

~~: .. ~ 21,87 17,33 penelitian Sukodarminto (2005) mempunyai


20
IfJ_JE fE..
~"""

i ..,;,..''''
~." kekuatan sebesar miring vertikal 15,46% dan
o l •...•..•. "'t ... _._

BW BLWTS BLWJV BLWJH BLWMV BLWMH miring horisontal 15,21%(kemiringan 1:1).Hal


Kodc bcnda uji ini mendukung penelitian (1) Intang (2003)
Ket:
bahwa sudut kemiringan akan mempengaruhi
jari horisontal
BLWTS =Tanpa sambungan BLWJH =
= miring horisontal
kekuatan sambungan, makin kecil sudut kemir-
BLWJV = jari vertikal BLWMH
BLWMV = miring vertikal BW = Bambu wulung ingan garis perekatan, maka keku-atannya
makin tinggi, (2) Vick (1999) bahwa pada
Gambar 9. Perbandingan MOR bambu It'ulung. balak sambungan jari dan sambungan miring akan
laminasi dan balak laminasi dengan didapatkan kekuatan yang sama jika meng-
penerapan sambungan
gunakan kemiringan 1:8 pada sambungan
jari dan 1:12pada sambungan miring. Hal ini
kekua1un Balok Laminasi tidak efektif dan sulit pelaksanaannya karena
14000
akan membutuhkan jumlah balok yang lebih
panjang dibandingkan sambungan jari yang
o Scricsl
~
i';
co
::::~~~
6000
400n
~
~
o Series::!
o SeriesJ
hanya membutuhkan panjang yang relatif
pendek untuk penyambungan.
2()()~ •. lillOTI . Berdasarkan analisis varians dalam taraf a =
5%,menyatakan bahwa antara sambungan jari
Jenis Samhulll;lll Haluk Laminasi
vertikal dan jari horisontal serta antara miring
Ket:
vertikal dan miring horisontal tidak terdapat
BLWJH jari horisontal
BLWTS = Tanpa sambungan
BLWMH miring horisontal
perbedaan yang signifikan dalam kekuatan
BLWJV = jari vertikal
BLWMV = miring vertikal Series 1, 2, 3 = balok laminasi 1, 2, 3 sambungan, kekakuan dan kuat lentur, hal ini
Gambar 10. Perbandingan kekuatan balak laminasi dikarenakan:
tanpa sambungan dan balak laminasi 1. Tidak terdapat perbedaan luas bidang
dengan penerapan sambungan perekatan dan kemiringan yang signifikan
serta menggunakan teknik pengempaan
Pada Gambar 100, diperlihatkan terjadinya
dingin sehingga banyak lem yang mengalir
penurunan kekuatan pada sambungan jari
vertikal, jari horisontal, miring vertikal dan keluar saat proses dilakukan.
2. Pembuatan balok laminasi menggunakan
miring horisontal berturut-turut sebesar:
galar bambu yang mengakibatkan masih
61,77%; 52,47%; 24,14%, dan 19,26% yang
banyaknya rongga, sehingga mengaki-
dibandingkan dengan balok laminasi tanpa
sambungan. Hal ini tidak mendllkllng hasH batkan kurang rapatnya sambungan. Hal ini
mendukung hasH penelitian Serrano dkk.,
penelitian dari (1) Sukodarminto (2005), pada
(2004) yaitu makin tebal garis perekatan .
jari vertikal didapatkan kekuatan sebesar

Jurnal PEtPT • 159

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Sumiati-Pengaruh Jenis Sambungan Balok Laminasi Bambu Wulung

maka kekuatannya makin berkurang. dua tahap pembebanan selanjutnya dari


3. Jenis lem yang berbeda dari peneliti- saat retak pertama (Gambar 12.c.). Setelah
peneliti terdahulu. fase tersebut tercapai, balok tidak dapat lagi
4. Peneliti terdahulu yang menggunakan kayu menerima beban dan terjadi keruntuhan total.
yang mempunyai serat longitudinal dan Retak awal balok laminasi sambungan jari
radial yang saling bersilangan, sedangkan vertikal (BLWJV-2)terjadi pada beban 8.330 N,
bambuhanya mempunyai serat longitudinal sedangkan keruntuhan total pada beban 8.550
yang searah. Hal tersebut mengakibatkan N. Retak awal balok laminasi sambungan jari
pada saatpembuatan sambungan terjadinya horisontal (BLWJH-2)terjadi pada beban 6.860
gompal, yang berakibat berkurangnya luas N, sedangkan keruntuhan total pada beban
bidang perekatan. 7.350N. Hal ini jika dibandingkan dengan balok
tanpa sambungan yang dapat bertahan lebih
Berdasarkan pada data dan hasil pengamatan lama, setelah terjadi keruntuhan diakibatkan
pada pengujian kuat lentur balok laminasi oleh adanya perlemahan pada sambungan.
teramati tahapankeruntuhan yang terjadi pada
balok laminasi yaitu: tahap pertama dimulai
14000
dengan retaknya lamina pada bagian paling
12000
bawah (daerah tarik) di tengah bentang, tahap
selanjutnya diikut lapis an lamina berikutnya 10000

dan menyebar mengakibatkan terjadinya retak :g 8000


geser. Kecenderungan hubungan beban dan ; 6000 - ...•- - BLWTS-I
lendutan yang terjadi selalu menunjukkan ~ 4000

adanya fase di mana defleksi berjalan relatif = 2000


------ BLWTS-2
- . -.• - - BLWTS-3
cepat, sementara beban yang ditahan justru o
mengalami penurunan. Keruntuhan terjadi o 20 40 60 80 100
Lendutan (mm)
setelah tiga sampai empat tahap pembe-
banan selanjutnya dari saat retak pertama.
Pada saat terjadi keruntuhan, balok masih a. Kurva beban lendutan
dapat menerima beban satu sampai dua tahap
pembebanan sampai akhirnya terjadi kerun-
tuhan total, yang mengakibatkan terjadinya Retak lentur
retak lentur di tengah bentang. Pada balok
laminasi tanpa sambungan (BLWTS-2), retak
awal terjadi saat beban sebesar 12.250 dan
saat balok runtuh beban maksimum mencapai
13.230 N (Gambar ll.a.), merupakan hasil
pengujian 3 buah balok laminasi tanpa
sambungan.

Kerusakan yang terjadi pada balok laminasi


tanpa sambungan, adalah: retak geser dan
retak lentur terletak pada tengah bentang b. Kerusakan yang terjadi
balok, yang dapat dilihat pada Gambar ll.b.
Gambar 11. Kurva beban-lendutan
Pada balok laminasi dengan sambungan jari dan kerusakan yanK terjadi pada balok
verti}<alkeruntuhan terjadi setelah tiga sampai laminasi tanpa sambungan
empat tahap pembebanan selanjutnya dari
saat retak pertama (Gambar 12.a.), sedangkan
pada sambungan jari horisontal satu sampai

160 • Jurnal paPT

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Vol. IV, No.1, Juni 2006

14000 antar jari-jari yang saling mengunci mengaki-


12000 batkan pada saat beban maksimum, terjadi
10000 tegangan pada bagian jari-jari yang lebih besar
;g 8000
dari tegangan garis perekatan antar lamina
=
~ 6000 yang berusaha mendesak garis perekatan
"'
I:Q 4000 - ...•- - BLWJV-I
lamina. Pada sambungan jari horizontal,
- -•. - - BLWJV-2
2000 - - -.• - -.BLWJV-3
gaya geser yang bekerja akan mengakibatkan
o
pula tegangan tekan normal terhadap balok
o 20 40 60 80 100
Lendutan (mm) yang mengakibatkan terjadinya tegangan
a. Kurva beban lendutan sambungan jari vertikal
tarik pada sambungan, retak sambungan dan
sedikit retak geser. Gaya-gaya yang terjadi
saat pembebanan pada sambungan jari diper-
lihatkan pada Gambar 13.

Pada balok laminasi dengan sambungan


miring keruntuhan terjadi bersamaan dengan
retak awal. Keruntuhan balok laminasi ini
bersifat mendadak dan getas serta secara tiba-
b. Kerusakan yang terjadi pada sambungan jari tiba. Pada balok laminasi sambungan miring
vertikal vertikal (BLWMV-2),retak awal dan kerun-
tuhan terjadi pada beban 3.330 N (Gambar
14000
12000
14.a.), sedangkan pada balok laminasi
rz 10000 sambungan miring horisontal (BLWMH-2)
';" 8000 retak awal dan keruntuhan terjadi pada beban
~" 6000 ---.--.BLWJH-I 2.740N (Gambar 14.c.).Kerusakan yang terjadi
I:Q 4000 - -•. - - BLWJH-2 pada balok dengan sambungan miring berupa
2000 - ....•.
- - BLWJH-3 membukanya sambungan secara cepat, hal
o ini dikarenakan kekuatan sambungan hanya
o W 40 @ W 10
Lendutan (mm) tergantung pada perekatan permukaan miring
serat (Gambar 14.b. dan 14.d.)
C. KUfva beban lendutan sambunganjari horisontal

p
Gaya yang saling
mengunci

d. Kerusakan yang terjadi pada sambungan jari sambungan jari vcrtikal


horisontal
Gambar 12. Kurva beban-lendutan dan kerusakan
yang terjadi pada balok laminasi sambungan jari

Keruntuhan yang terjadi pada sambungan jari


vertikallebih lama tahapannya dibandingkan
dengan sambungan jari horisontal dikare-
nakan adanya gaya saling mengunci antara sambungan jari horisontal
jari-jari sa at menerima beban, yang mcngaki-
batkan terjadinya relak geser di sekitar
Gambar 13. Gaya-gaya yang hekeija
sambungan. Dengan adanya tegangan geser pada sal11bllnganjari saat pel11hebanan

Jurnal paPT. 161

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
Sumiati-Pengaruh Jenis Sambungan Balok Laminasi Bambu Wulung

14000 Pada dasarnya jika suatu balok mengalami


12000
pembebanan maka tegangan dan regangan
akan terjadi diseluruh balok. Tegangan yang
~OOOO
bekerja pada penampang balok disebabkan
~ 8000
c oleh adanya gaya geser dan momen lentur.
E 6000
OJ - ....•-- BLWMH-1 Momen lentur mengakibatkan sisi bawah
CQ 4000
---- BLWMH-2 balok mengalami tarik dan sisi atasnya
2000
---.0-- BLWMH-3 mengalami tekan. Oleh karena kuat tarik
o bambu relatif lebih tinggi dibandingkan
o 20 40 60 80 100 dengan kuat tekannya maka posisi garis netral
Lendutan (mm)
berada sekitar 1/3 tinggi balok dari sisi bawah.
a. Kurva beban /endutan sambllngan miring vertika/ Keadaan tersebut terjadi pada balok laminasi
tanpa sambungan, sehingga terjadi retak pada
daerah tersebut.

Umumnya keruntuhan yang terjadi pad a


balok laminasi dengan sambungan bersifat
mendadak dan getas. Hal ini didukung oleh
pernyataan Blass, dkk. (1995) bahwa analisis
sambungan dapat dianalogikan sebagai
adanya takikan yang akan mengurangi kapa-
sitas balok secara signifikan. Kondisi tersebut
b. Kerusakan yang te/jadi pada samhllngan miring berpengaruh terhadap keruntuhan balok
vertika/
laminasi yang umumnya bersifat mendadak
14000 dan getas serta kerusakan yang terjadi
12000 pada balok dengan sambungan akan diikuti
,-.10000 penyeberan retak longitudinal (retak geser)
~ 8000 yang intensitasnya tergantung pada dimensi
c
E 6000 sambungan dan konsentrasi tegangan yang
OJ - ....•
--BLWMH-1 terjadi
CQ 4000
---- BL WMH-2
2000
---.0-- BLWMH-3 KESIMPULAN
o
o 20 40 60 80 100 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Lendutan (mm)
dapat disimpulkanbahwa untuk mengoptimalkan
C. Klirva beban /endlltan samhllngan miring liarisanta/ pemanfaatan kekuatan bambu, sebaiknya
diaplikasikan pada balok laminasi yang
meningkatkan kekakuan dan menurunkan
kuat lentur bambu yang tinggi dan kelemahan
pada perangkaian bambu utuh dapat teratasi.

Penyambungan pada balok laminasi bentang


panjang sesuai konstruksi penerapannya dapat
diatasi dengan menggunakan sambungan jari
vertikal. Hal tersebut karena lebih efektif dan
efisiensi di:1lnm penggunaan bnhan serla lebih
d. Kerzisakan yang te/jadi pada samhllngan miring bersifat mengunci dibandingkan dengan
liarisontal sambungan miring yang memerlukan bahan
Gambar 14. Klirva heban-Iendlltan dan kerllsakan yang yang lebih panjang untuk penyambungan,
teljadi pada halok laminasi sa111buI1ganmiring

162 • Jurnal paPT

http://www.univpancasila.ac.id 7/29
_____________________________ Vol. IV, NO.1, Jun; 2006

walaupun belum mencapai hasil yang telah G. Steek, (Eds). (1995). Timber Engineering
diteliti oleh peneliti terdahulu. Step 1, First Edition, Centrum Hout, The
Nedherlands.
Kerusakan yang terjadi pada balok laminasi Breyer, D.E. (1988). Design of Wood Structures,
tanpa sambungan berupa retak geser dan Second Edition, New York: Mc Graw-Hill.
retak lentur, sedangkan pada balok laminasi Ghavami, K. (1990), Aplication of Bamboo as
dengan sambungan berupa retak geser dan Low-cost Construction Material, in Rao, I.V.R,
retak sambungan, di mana pada semua balok Gnanaharan, R & Shanstry, C.B., Bamboos
yang diuji terjadi keruntuhan lentur yaitu Current Research, pp 270-279, The Kerala
terletak ditengah bentang balok laminasi. Forest Research Institute India and IDRC
Canada.
SARAN Intang (2003). Kekuatan Sambungan Mi- ring
(scarf joint) Kayu Sengon pada Struktur Balok
Ber4asarkan penelit~an yang telah dilakukan Laminasi, Yogyakarta: Tesis 5-2, Program
m~~a disaranktm untuk perbaikan yaitu (1) Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
melakukan penelitian dengan jenis bambu (tidak diterbitkan).
yang lain dan ljiengan ,menggunakan lamina Moody, R.C., R. Hernandez., J. F. Davalos., dan
yang dibilah, (2) menggunakan jenis lem yang Sonti. S. (1993).Yellow Poplar Glulam Timber
lain; dan (3) melakukan pengujian kuat lentur Beam Performance, FPL-RP-520 Madison,
dengan lamina yang di.~usun secara vertikal. WI: U.S. Departement of Agriculture Forest
Service, Forest Product Laboratory.
UCAPAN TERIMA KAf:)IH
Morisco (1999). Rekayasa Bambu, Yogyakarta:
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Nafiri Offset.
Bapak Ir. H. Morisco, Ph.D., Bapak Prof. Dr. Ir. Serrano, E., dan H.J. Larsen (2004).Influence of
T.A. Prayitno, M.For., d.an Bapak Dr Ir. Fitri defect on The Strength of Finger-Joint, Journal
Mardjono, M.Sc., yang telah memberikan of Structural Mechanics, Report TVSM-
bimbingan dan saran-saran perbaikan serta 3021.
semua pihak yang telah membantu terlaksana Sukodarminto (2005).Pengaruh Jenis SambungGll
Balok Laminasi Bambu Petung Suslman Vertikal
hingga selesainya penelitian ini.
tehadap Kenmtuhan Geser, Yogyakarta: Tesis
DAFTAR PUSTAKA 5-2, Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada (tidak diterbitkan).
Anonim (2003).Annual Book of ASTM Standards Vick (1999). Adhesive Bonding of Wood Material,
Section 4, Philaldelphia. Forest Product Laboratory, 463 p: 9-19.
Blass, H.J., P. Aune, B.s. Choo, R. Gorlacher,
D.R. Griffiths, B.a. Hilso, P. Raacher dan

Jurnal PfrPT • 163

http://www.univpancasila.ac.id 7/29

Anda mungkin juga menyukai