PEDOMAN
PELAYANAN INSTALASI KAMAR OPERASI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TOBELO
TAHUN 2018
DAFTAR ISI i
B. Distribusi ketenagaan 9
C. Pengaturan jaga 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan rumah sakit sebagaimana dalam Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bahwa penyelenggaraan rumah sakit bertujuan memberikan perlindungan
terhadap keselamatan pasien (patient safety), masyarakat, lingkungan
rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit. Oleh sebab itu,
rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting
dalam pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu
tindakan medis yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah
kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang dilakukan
juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.
Kesalahan-kesalahan selama operasi, antara lain kesalahan insisi
pada posisi yang akan dilakukan operasi, kesalahan dalam pemberian label
pada spesimen patologi, kesalahan tranfusi dan obat-obatan, sehingga
pasien sangat rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan tersebut saat menjalani operasi. Standarisasi Prosedur
pembedahan yang aman dapat mencegah terjadinya cidera dan kesalahan
dalam prosedur pembedahan.
Rumah sakit Umum Daerah Tobelo merupakan Rumah sakit kelas C
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melaksanakan
Good Clinical Governance yang berbasis quality dan patient safety terus
berupaya menyempurnakan pelaksanaan program keselamatan pasien.
-2-
B. Tujuan Pedoman
Pedoman pelayanan Instalasi Kamar Operasi RSUD Tobelo ini
disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai Panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan
pembedahan di kamar Operasi, menurunkan angka kematian dan
kecacatan pada pasien yang menjalani pembedahan.
2. Memberikan pelayanan kamar Operasi yang aman, memuaskan, dan
menghilangkan kecemasan dan stress psikis lain.
3. Mengurangi dan menurunkan angka kematian, kecacatan, dan infeksi
seminimal mungkin.
4. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang
diberikan secara terus menerus dan berkesinambungan.
5. Mendeskripsikan pelayanan medik di Ruangan Kamar Operasi
Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.
6. Mendeskripsikan standar ketenagaan medik Rumah Sakit Umum
Daerah Tobelo.
7. Mendeskripsikan standar fasilitas Ruangan Kamar Operasi Rumah
Sakit Umum Daerah Tobelo.
8. Mendeskripsikan tata laksana pelayanan medik di Ruangan Kamar
Operasi Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.
9. Mendeskripsikan kebutuhan logistik pada Ruangan Kamar Operasi
Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.
10. Mendeskripsikan keselamatan pasien pada Ruangan Kamar Operasi
Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.
11. Mendeskripsikan keselamatan kerja pada Ruangan Kamar Operasi
Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.
12. Mendeskripsikan pengendalian mutu pada Ruangan Kamar Operasi
Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.
D. Batasan Operasional
1. Ruangan kamar operasi :
Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan
pembedahan dan atau anestesi pada pasien yang memerlukan
tindakan pembedahan dan atau anestesi baik yang bersifat true
emergency, false emergency maupun pembedahan elektif dengan
melibatkan berbagai multidisiplin.
2. Prioritas
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan tindakan operasi yang akan dilakukan mengacu
tingkat ancaman jiwa yang timbul.
3. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (
akan menjadi cacat ) bila tidak mendapat tindakan operasi
secepatnya.
4. Pasien Gawat tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat misalnya Perporasi lambung/ usus
5. Pasien Darurat tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat
dangkal.
-5-
kamar Operasi dan atau perawat dalam ruang lingkup medis dalam
melaksanakan instruksi.
11. Prosedur sedasi
Prosedur yang memuat penyusunan rencana anestesi terhadap
pasien (Surgical Pasien Safety) yang memuat tentang identitas
pasien, inform concern, nama operator, nama operasi, lokasi operasi,
kelengkapan persiapan anestesi baik obat-obat maupun peralatan
spesifik anestesi lainnya yang menunjang dalam pelayanan anestesi.
12. Pelayanan pra-anestesia/pra bedah
Penilaian untuk menentukan status medis pra anestesia dan
pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh
tindakan anestesi dan tindakan medik.
13. Pelayanan intra anestesi/durante operasi
Pelayanan anestesia yang dilakukan selama tindakan anestesia
meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu dan
dilakukan secara berkolaborasi.
14. Pelayanan pasca-anestesia/pasca bedah
Pelayanan pada pasien pasca anestesia sampai pasien pulih dari
tindakan anestesia.
15. Pelayanan anestesia rawat jalan
Subspesialisasi dari anestesiologi yang dikhususkan kepada
perawatan pra operatif, intraoperatif, dan pasca operatif pada pasien
yang menjalani prosedur pembedahan rawat jalan.
16. Pelayanan tindakan resusitasi
Pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko mengalami henti
jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.
17. Pelayanan anestesia regional
Adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok saraf regional
sehingga tercapai anestesia di lokasi operasi sesuai dengan yang
diharapkan.
18. Pelayanan anestesia/analgesia di luar kamar operasi
Tindakan pemberian anestetik/analgesik di unit pelayanan lain
selain kamar operasi misalnya di unit endoscopy, ICU, VK, radiologi
dan atau seluruh ruangan yang membutuhkan di lingkungan rumah
sakit.
-7-
E. Landasan hukum
1. Undang – undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Undang – undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
3. Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI /
1993 tentang berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit.
6. Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor:519/Menkes/SK/III/2011 tentang Standar Pelayanan
Anestesiologi dan Reanimasi Di Rumah Sakit.
7. SK MenKes nomor 128/MenKes/SK/II/2008 tentang standar
pelayanan minimal di rumah sakit.
-8-
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
B. Dinas Sore :
Jumlah yang bertugas 5 ( tujuh ) orang dengan standar minimal
bersertifikat D.III, dengan Kategori :
a. 1 orang Penanggung Jawab Shift
-10-
BAB III
STANDAR FASILITAS
2. Recovery Room
Recovery room merupakan ruangan yang dipergunakan pasca
operasi bertujuan sebagai tempat pemulihan pasien sebelum
dipindahkan ke unit pelayanan ICU, rawat inap ataupun rawat jalan.
3. Ruang transit untuk pindakna pasien ke ruang perawatan
4. Washing Room
Washing room merupakan ruangan untuk membersihkan pakaian
atau alat-alat yang digunakan pasca operasi.
5. Ruang depo alat steril
Merupakan tempat penyimpanan peralatan operasi yang telah
disterilkan dan siap untuk digunakan kembali.
6. Administrasi.
Ruang pemeriksaan kelengkapan persetujuan operasi.
7. Ruang istirahat dokter, perawat dan tenaga yang membantu dalam
proses operasi
8. Ruang Kepala kamar operasi
9. Kamar ganti pria dan wanita
10. Toilet
11. Ruang serbaguna ( meeting, makan / rapat)
24. Ventilator.
Ventilator umumnya digunakan di ruang operasi dan di ruang ICU
untuk mengalirkan ventilasi mekanis ke paru-paru.
Ventilator berfungsi sebagai alat bantu pernapasan pada pasien
yang dalam kondisi fisik cukup lemah. Penggunaannya di kamar
bedah bersama sama dengan mesin anestesi, Ventilator
dioperasikan dengan pemipaan sentral gas (oksigen atau udara
tekan) atau silinder oksigen, atau dengan kompresor udara listrik
yang diletakkan di mana saja, jika tersedia tekanan sebesar 3,5
bar sampai 4 bar. Sistem ini cukup aman di mana sirkuit aliran
gas dan sirkit gas ke pasien sepenuhnya terpisah, dan tidak ada
aliran gas bertekanan tinggi dialirkan ke pasien.
Aspirator bedah
29. Suction Unit.
Suction Unit adalah alat yang digunakan untuk memperoleh
daya hisap dengan melalui pompa suction/vakum, yang menyatu
dengan unit aspiratornya. Penggunaannya terutama di kamar
bedah, atau dilokasi lain, seperti ICU/ICCU dan ruang perawatan
Suction Unit
-23-
a. Pasien.
(a) Pasien, umumnya dibawa dari ruang rawat inap menuju ruang operasi
menggunakan transfer bed.
(b) Perawat ruang rawat inap atau perawat ruang operasi, sesuai jadwal
operasi, membawa pasien ke ruang pendaftaran untuk dicocokkan
identitasnya, apakah sudah sesuai dengan data yang sebelumnya dikirim ke
ruang administrasi ruang operasi dan sudah dipelajari oleh dokter bedah
bersangkutan. Pengantar pasien dipersilahkan untuk menunggu di ruang
tunggu pengantar.
(c) Dari ruang pendaftaran, pasien dibawa ke ruang transfer, di ruang ini,
pasien dipindahkan dari transfer bed ke transfer bed ruang bedah menuju
ruang persiapan.
-24-
(b) Dokter.
1) Di ruang Dokter, Dokter beserta stafnya, termasuk dokter anestesi,
melakukan koordinasi tindakan bedah yang akan dilakukan terhadap
pasien, termasuk kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
2) Selesai melakukan koordinasi, Dokter bedah menuju ruang persiapan
peralatan bedah, memeriksa dan menguji apakah seluruh peralatan sudah
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pembedahan.
3) Dokter selanjutnya ke ruang induksi, memeriksa kondisi pasien apakah
sudah cukup siap untuk operasi.
4) Dokter anestesi, memeriksa peralatan mesin anestesi apakah sudah
berfungsi dengan baik, termasuk zat anestesi yang akan digunakan.
5) Dokter bedah dan staf yang membantu operasi, sebelum melakukan
pembedahan, mencuci tangan terlebih dahulu di tempat cuci tangan yang
disebut dengan “Scrub Up”. Tempat cuci tangan ini terdiri dari air biasa,
sabun dan zat anti septik (biasa digunakan betadine). Selanjutnya dokter
dan staf yang terlibat pengoperasian menggunakan sarung tangan yang
telah disterilkan.
6) Dokter, staf yang membantu operasi selanjutnya masuk ke ruang operasi
untuk melakukan pembedahan. Sebelum melakukan operasi, Dokter
biasanya melakukan penyesuaian posisi meja operasi dan lampu operasi
yang lebih nyaman, demikian pula dengan posisi troli peralatan operasi.
7) Selesai melakukan operasi, Dokter beserta stafnya kembali mencuci
tangan di scrub up, dan Dokter kembali ke ruang Dokter untuk membuat
laporan.
c. Alur Material/bahan.
(a) Material/bahan bersih/steril.
Material/bahan bersih untuk kebutuhan kamar bedah diambil dari :
-26-
Keterangan :
1 = Zona Tingkat Resiko Rendah (Normal)
2 = Zona Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter)
3 = Zona Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter)
4 = Zona Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan prefilter, medium filter dan
hepa filter, Tekanan Positif)
5 = Area Nuklei Steril (Meja Operasi)
Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium
Filter, Hepa Filter)
-28-
Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif. Zone ini
mempunyai jumlah maksimal partikel debu per m3 adalah 35.200 partikel
dengan dia. 0,5 μm (ISO 7 - ISO 14644-1 cleanroom standards Tahun 1999).
(1) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit harus bebas dari lalu
lintas dalam lokasi rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian
Ruang Operasi Rumah Sakit tidak diperbolehkan.
(2) Bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit secara fisik disekat
rapat oleh sarana “air-lock” di lokasi rumah sakit.
(3) Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada
bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit.
(4) Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar
jalur yang dilewatinya dari satu area “steril” ke lainnya dengan tidak
melewati area “infeksius”.
E. KEBUTUHAN RUANG
1. Zona Resiko Sangat Tinggi (Ruang operasi = Zone 4)
a. Ruang operasi Minor.
2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama
dan lampu satelit.
3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan
anestesi dan pendan bedah.
4) 1 (satu) mesin anestesi,
5) Film Viewer.
6) Jam dinding.
7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
8) Tempat sampah klinis.
9) Tempat linen kotor.
10) dan lain-lain.
3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik.
4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan
bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu
tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan
harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras
untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pem-vakuman
basah.
6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus
menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk
memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint).
8) Tinggi plint, maksimum 15 cm.
Contoh denah (layout) ruang induksi atau sering juga disebut sebagai
ruang anastesi
Ruangan ini juga berfungsi sebagai area penyimpanan alternatif trolley obat.
Ruangan menyediakan tempat penyimpanan obat-obat berbahaya, sesuai
ketentuan yang berlaku.
Hanya petugas yang berkepentingan boleh masuk ke dalam ruaangan ini.
Luas area ruangan ini sebaiknya ± 14 m2.
(d) Pintu.
1) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen dan
ruang operasi.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
operasi.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun
diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan “alat
penutup pintu (door closer).
c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat
anti bakteri/ jamur dengan warna terang.
d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass : double
glass fixed windows).
2) Pintu yang menghubungkan ruang persiapan peralatan/instrumen
dengan koridor komplek bedah.
a) sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang
persiapan peralatan/instrumen.
b) Pintu tidak boleh dibiarkan sering terbuka, untuk itu pintu dilengkapi
dengan “alat penutup pintu (door closer).
c. “Airlock”.
Jika dibuat menggunakan “airlock” yang menyediakan akses ke ruang
operasi, area yang digunakan sekurang-kurangnya 20 m2.
d. Ruang Pemulihan
Ruang pemulihan minimal mempunyai kapasitas tempat tidur 1,5 kali
jumlah ruang operasi. Area yang digunakan per tempat tidur sekurang-
kurangnya 15 m2. Jarak antara tempat tidur pemulihan sekurang-
kurangnya 1,50 m.
e. Ruang Scrub Up
Ruang/area scrub station minimal membutuhkan luas + 6 m2.
d. Ruang Dokter
Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.
e. Ruang Perawat
Ruang ini mempunyai luas minimal 16 m2.
f. Ruang Plester
Ruang ini mempunyai luas minimal 9 m2.
g. Ruang Diskusi
Luas ruang ini tergantung pada jumlah kapasitas tempat duduk yang
dibutuhkan dan jumlah mahasiswa yang belajar. Satu petugas
-44-
IV.2 Prasarana.
IV.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah
sakit, meliputi :
(1) Instalasi Mekanikal;
(2) Instalasi Elektrikal;
(3) Instalasi proteksi kebakaran.
IV.3 Instalasi Mekanikal.
Instalasi mekanikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit meliputi :
(1) Instalasi air bersih dan sanitasi.
(2) Instalasi gas medik, vakum medik.
(3) Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara (VAC).
(4) Kebisingan dan getaran.
IV.3.1 Instalasi Air bersih, Sanitasi dan pembuangan kotoran dan
sampah.
Setiap bangunan ruang operasi rumah sakit harus dilengkapi dengan :
(1) Instalasi air bersih,
(2) Instalasi sanitasi; dan
(3) pembuangan kotoran dan sampah.
IV.3.1.1 Instalasi air bersih.
(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.
(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan
dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Air bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up (scrub
station), harus di filter, dengan menggunakan 3 jenis filter :
(a) prefilter;
-47-
(b) medium filter yang menyaring air bersih sampai dengan 5 micron; dan
(c) micro filter (fine) filter yang menyaring air bersih sampai dengan 2
micron.
(4) Perencanaan sistem distribusi air bersih pada bangunan ruang operasi
harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
IV.3.1.2 Instalasi Sanitasi.
(1) Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan
dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
(2) Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam
bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan
peralatan yang dibutuhkan.
(3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan
dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau
air limbah yang berasal dari buangan kamar bedah dan dibuang melalui
slope sink atau service sink, diproses terlebih dahulu sebelum dialirkan ke
instalasi pengolahan air limbah.
(4) Air kotor berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi
pengolahan air limbah.
IV.3.1.3 Pembuangan kotoran dan sampah.
(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk
penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan
ruang operasi.
(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk
penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu
kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
(4) Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk wadah kontainer,
ditutup rapat, dan di bakar di tempat pembakaran (incinerator).
IV.3.1.4. Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, instalasi air bersih dan instalasi sanitasi pada ruang operasi
mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000,
atau standar teknis lain yang berlaku.
IV.3.2 Instalasi Gas Madik, Vakum Medik,
(1) Instalasi gas medik dan vakum medik, meliputi :
(a) Gas Oksigen;
-48-
(8) Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada
di koridor-koridor, ruang sub steril dan ruang pembersih (daerah scrub)
(tekanan positip).
(9) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang
terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui
return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai.
(10) Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam
ruangan, kecuali tekanan positip dalam ruangan dipertahankan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001,
Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada
bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
IV.3.4 Sistem pengkondisian udara.
IV.3.4.1 Ketentuan Kamar Operasi.
(1) Studi sistem distribusi udara ruang operasi menunjukkan bahwa
penyaluran udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet
pembuangan yang terletak di dinding yang berlawanan, merupakan aliran
udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan konsentrasi
kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.
Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang
dan diffuser yang dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.
Kamar bedah
(2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8
sampai 12 jam per hari (kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan
untuk penghematan energi, sistem pengkondisian udara harus
memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau ke semua
ruang operasi.
-50-
(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume
berkurang untuk memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan
staf bedah rumah sakit akan menentukan kelayakan penyediaan fasilitas
ini.
(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus
dipasang untuk menghilangkan buangan gas anestesi.
Scavenging
Ruang anak. 25 90
Unit Perawatan Intensif.
2 Ruang Perawatan Pasien.
Ruang Tindakan.
Diagnostik dan area terkait.
1 Laboratorium. 80
Penyimpanan Sterile.
Area Persiapan Makanan. Laundri
Area Administrasi.
1 Penyimpanan besar 25
Area Kotor.
a Didasarkan pada ASHRAE Standard 52.1-1992.
b Didasarkan pada tes DOP.
c HEPA filter pada outlet.
Tabel – Hubungan Tekanan dan Ventilasi secara umum dari area tertentu di rumah sakit.
(2) Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45 dBA dengan
waktu pemaparan 8 jam.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat
kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi bedah mengikuti
pedoman dan standar teknis yang berlaku.
IV.3.5b Getaran.
(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi
Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan
peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada pada
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat
kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
IV.4.2.5 Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik
membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan
bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan
arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas. Bahaya ini dapat
dicegah dengan :
(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi.
Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus
mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.
(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan
sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.
(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan
listrik yang tidak benar.
IV.4.2.6 Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan
fasilitas kesehatan.
(2) SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik
darurat dan siaga.
(3) SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik
darurat menggunakan energi tersimpan.
(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku
(3) Ketentuan kompartemen api dengan periode tingkat ketahanan api (TKA),
untuk memastikan bahwa kebakaran tidak akan menjalar ke kompartemen
lain di dalam periode tertentu, artinya membolehkan penghuni untuk
meninggalkan bangunan yang terbakar.
-63-
Pada sisi lain tingkat ketahanan api terhadap struktur bangunan akan
memastikan bahwa struktur stabil jika terpapar ke api, dan penghuni serta
regu pemadam kebakaran tidak terpapar ke risiko akibat keruntuhan
struktur bangunan.
(4) Sistem pengendalian asap pada suatu kompartemen akan memaksa asap
mengalir ke luar bangunan baik secara alamiah atau mekanis.
(5) Sistem presurisasi udara diterapkan pada tangga eksit untuk menahan
asap tidak masuk ke jalur utama penyelamatan, dan juga memberikan
waktu lebih banyak untuk penghuni meninggalkan bangunan.
-64-
Presurisasi tangga
(3) Apabila kompleks ruang operasi berada menyatu dengan ruang lain di
dalam bangunan, maka kompleks ruang operasi harus dianggap sebagai
satu kompartemen, sehingga segala ketentuan yang menyangkut tingkat
ketahanan api strukturnya harus dipenuhi.
IV.5.1.3 Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem proteksi pasif pada bangunan Ruang Operasi Rumah
Sakit mengikuti:
(1) SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,
IV.5.2 Sistem Proteksi Aktif.
IV.5.2.1 Proteksi kebakaran aktif di kompleks ruang operasi.
(1) Di seluruh komplek ruang operasi yang merupakan satu kompartemen,
harus dilengkapi dengan detektor asap pada seluruh ruangannya.
-65-
2. Peralatan
Peralatan yang tersedia dikamar operasi mengacu kepada Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI / 1993 tentang berlakunya Standar
Pelayanan di Rumah Sakit dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Alat yang tersedia adalah bersifat lengkap untuk pelayanan operasi –
operasi kecil sampai dengan khusus dan bersifat terpilih untuk pelayanan operasi
canggih, tersedia mesin anestesi yang optimal untuk pelayanan anestesi serta alat
yang bersifat life saving untuk kasus kegawatan jantung seperti monitor dan
defribrilator.
21 Defibrilator 1 set
22 Ventilator 1 set
23 Alat pompa infus 1 bh
24 Sirkuit bisa untuk dewasa, anak dan bayi 1 set
25 Troley Alkes, benang dan cairan 1 set
26 Lampu operasi 1 set
27 Mesin cauterisasi 1 set
28 Meja Operasi 1 set
29 Bak sampah 4 bh
4 Sepatu boot 1 bh
2 Meja keramik 2 bh
12. Standart fasilitas ruang ganti pakaian dan koridor masuk petugas
1. Minor set
NO. JENIS ALAT Jumlah
b. Mayor Set
NO. JENIS ALAT Jumlah
c. Kebidanan Set
d. Laparatomi set
buah
22) Gunting benang besar 1
buah
23) Nidle holder biasa 2
buah
24) Nidle holder kecil 1
buah
25) Kocher klem panjang 2
buah
26) Kocher klem sedang 3
buah
27) Pean klem sedang 6
buah
28) Ring tang 4
buah
29) Hak bulat
1 buah
30) Hak blash besar
1 buah
31) Myoma bor 1
buah
32) Doek klem besar 6
buah
33) Selang suction
1 buah
34) Kom betadine
1 buah
-76-
Hak kulit 2
buah
Metal suction no.10 1 buah
Metal suction no.6 1
buah
Spatel sendok 1
buah
Spatel datar 1
buah
Reseptor 1
buah
Raspac 2
buah
Gigli + penegang 2 buah
Ring tang 1
buah
Nierbekken 1
buah
Slang suction 1
buah
Doek klem 2
buah
Pincet bayonet chirurgis 1
buah
j. Thoracotomy Set
1 Hak fenocito 2
2 Klem halus 5
3 Kocher kecil 4
5 Nedle Holder 2
6 Scapel no 3 1
-80-
13 Double klem 5
14 Kom betadhine 1
15 Klem disinfectan 1
l. Polip Set
No Nama Instrument Jml
1) Pisau 1 buah
2) Pncet bayonet 1 buah
3) Gunting bayonet 3 buah
4) Double curret 1 buah
5) Curret bengkok halus 2 buah
6) Pean bengkok panjang 1 buah 2 Set
7) Ring tang kecil 1 buah
-81-
m.Varicocele Set
No Nama Instrument Jumlah
n. Herniotomy Set
1 Tangkai pisau no 4 1
4 Pinset bayonet 2
5 Gunting duramater 1
11 Pean lurus 4
12 Receptor 1
13 Hak blade 2
14 Ringtang lurus 1
16 Kom bhetadin 1
o. Urologi Set
\ 18 Slang suction 1 bh
19 Gunting jaringan panjang 1 bh
20 Gunting benang 2 bh
-83-
p. Laparoscopy Set
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
2. Perangkat Kerja
Status medis pasien
b. Perangkat Kerja
a. Status medis pasien
b. Instrumen operasi
c. Peralatan Anestesi
c. Pelaksanaan Persiapan operasi
a. Penyusunan Rencana
Tujuan dari tindakan ini adalah : mengusahakan kondisi optimal
pasien agar dapat menjalani operasi dan pembiusan dengan hasil
sebaik-baiknya.
Dokter anestesiologi dalam hal ini bekerja sama dengan dokter yang
bertanggung jawab, minimum 24 jam sebelum tindakan membuat
suatu penilaian fisiologis terhadap pasien dengan bukti-bukti
pemeriksaan yang akurat dan kompeten untuk menghindari
terjadinya kesalahan diagnosa sehingga penyusunan rencana
tindakan medis tidak tercapai.
Dalam menyusun rencana operasi terhadap pasien hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1) Identifikasi pasien
2) Riwayat medis, pemeriksaan klinis rutin dari pasien dan
pemeriksaan khusus untuk mendiagnosa penyakit pasien untuk
menentukan jenis tindakan medis yang akan diberikan, serta
konsultasi dengan dokter spesialis lain jika diperlukan.
3) Lokasi operasi/Lokasi Insisis untuk menentukan jenis anestesi,
apakah general anestesi atau regional anestesi
4) Berat badan pasien untuk menentukan dosis obat yang akan
diberikan
5) Alergi yang diderita pasien (jika ada) untuk menentukan jenis obat
yang boleh/tidak boleh diberikan
6) Penentuan jam puasa untuk mengosongkan saluran pencernaan ;
pada orang dewasa lebih kurang 6 jam dan untuk bayi dan anak <
10 tahun lebih kurang 4 jam
7) Pengaturan terapi dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk
mencapai kondisi pasien yang optimal misalnya; terapi cairan,
tranfusi, terapi nafas dll.
b. Persiapan Dokumen
1. Formulir pemberian informasi
Formulir ini berisi tentang pemberian edukasi dari dokter bedah
dan dokter anestesi kepada pasien dan keluarga tentang;
-89-
2. Perangkat Kerja
a. Status medis pasien
Status fisik 1 Pasien yang tidak mempunyai Seorang pasien dewasa sehat
penyakit sistemik atau menjalani herniotomi
kelainan yang perlu.
Pembedahannya terlokalisir
-92-
Susu/makanan
Umur Air putih
padat
2. Masa Anestesi
a. Induksi Anestesi
1) Pasien diberi preoksigenisasi dengan O2 100% ( 8-10 Lpm) selama 3-5
menit
2) Periksa jalan intravena ( infus) terpasang dan berjalan lancar
3) Obat-obat darurat sudah tersedia dalam spuit suntik
4) Pasien monitor terpasang (Tensimeter, saturasi O2, EKG) dan
stetoscope precordial kalau perlu
5) Tindakan anestesia harus dimulai dengan cepat dan nyaman bagi
pasien dan fungsi vital pasien harus tetap terjaga
6) Stadium eksitasi harus dilewati secepat mungkin agar pasien segera
berada pada stadium maintanance yang lebih aman
7) Jalan nafas buatan harus dipasang dan pernafasan buatan harus
diberikan bila diperlukan.
8) Dokter dan perawat anestesi harus mampu mengenali dan mengatasi
sumbatan jalan nafas atas dengan tehnik ” Chin lift, head tilt dan Jaw
Thrust”, Memasang nasopharynk tube, intubasi tracea dan
cricothyrotomy.
9) Jaga stabilitas sirkulasi dengan bantuan infus, obat-obat inotropik
dan obat anti aritmia jantung.
b. Rumatan Anestesi
1) Pantau kedalaman anestesi dengan memperhatikan respon otonomik
2) Kedalaman anestesi yang cukup agar pasien tidak mengalami rasa
nyeri, tidak mengalami stres otonomik dan pembedahan dapat
berjalan baik, serta untuk mencegah pasien ingat dan merasakan
proses pembedahan (Awarness)
3) Jaga fungsi vital (pernafasan, sirkulasi dan perfusi organ) tetap
berada dalam batas normal
4) Tahapan anestesi dipertahankan dengan mengatur vaporizer ( untuk
anestesi inhalas)i atau infus untuk anestesi intra vena
5) Pertahankan saturasi oksigen >95 %
6) Tekanan darah dipertahankan agar tidak berfluktuasi lebih dari 25%
atau 15-20 MmHg dari nilai waktu sadar
7) Pertahankan perfusi hangat, kering dan merah, tidak teraba keringat
dan tidak keluar mata bila kelopak mata terbuka
8) Irama jantung dipertahankan pada irama sinus yang teratur, fluktuasi
tidak lebih dari 25% nilai waktu sadar
-95-
c. Pengakhiran Anestesi
1) Anestesi harus dihentikan tepat waktu agar pasien segera sadar
kembali sehingga refleks perlindungan dan fungsi vitalnya kembali
normal
2) Efek analgesi harus tetap terkendali
3) Oksigen dan bantuan nafas harus tetap diberikan dan pasien tetap
dipantau penuh sampai sisa obat habis.
2. Intra operasi
Melanjutkan checklist patient safety (mengisi dan mendokumentasikan
kegiatan intra operasi dengan mengisi kolom pada checklist pasient
(check out, sign in, time out, intra operasi, sign out dan post operasi)
-98-
BAB V
LOGISTIK
1 ETT 2-8
2 ABOCATH 14-24
3 SPINOCAIN 24-26
4 NASAL CANUL
6 SPUIT 1-50
8. GUDEL 3-5
9. LMA 3-5
11 SENSI GLOVES
15. UROGARD
17. PLESTER
18. HEPAFIX
19. CURAPORT
20. LAMATULLE
22. SUPRASORB C
23. SURGICELL
26. GUARDIX
27. PERIFIX
29. ENDOLUP
30. LIGACLIP
31. HEMOLOG
33. UNDERPAD
39. OP SITE
42. T BRUSH
43. APRON
46. JELLY KY
47. MITELA
BENANG :
63. CONECTA
69. KASA
70. ALKOHOL
71. H2O2
72. GERMISEP
73. SAFLON
74. HIBISCRUB
75. STABIMED
76. GYGAZIME
-105-
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) Adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
Asesmen resiko
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien
Pelaporan dan analisis insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
B. TUJUAN
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
-106-
D. JENIS-JENIS KASUS
1. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ( KTD )ADVERSE EVENT :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan
cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena
penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat
dicegah
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
I. PENDAHULUAN
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran
HIV menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan
gejala. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan
14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang
yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang
memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan
peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS
terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui
penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan
menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk
menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi
dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di
Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka
kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas
memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan
prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi.
Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui
“ Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak
dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi
“Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan
melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara
terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab
itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan
darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
-109-
II. TUJUAN
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari
penyebaran infeksi.
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan
tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap
petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Frekuensi 1 Bulan
Pengumpulan
Data
Standar 100 %
-111-
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data
Standar 100 %
Frekuensi 1 Bulan
Pengumpulan
Data
Standar 100 %
4. Diskrepansi
Judul Diskrepansi
Standar ≤ 0,5 %
Standar 100 %
Standar 100 %
Standar 100 %
Standar ≤ 0,5 %
BAB IX
PENUTUP
IRWANTO TANDAAN