Salamun
RSAU dr. M. SALAMUN Nomor Kep / 612-1 / XII /2017
Tanggal 21 Desember 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Pelayanan Instalasi Bedah merupakan salah satu bagian dari Pelayanan Instalasi
Bedah yang memberikan pelayanan penatalaksanaan penyakit di Bidang Bedah meliputi
penatalaksanaan yang berfokus pada manajemen dan kondisi perawatan bedah yang
mempengaruhi hampir semua bagian tubuh.
Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup maka jumlah penderita di bidang
bedah untuk dewasa dan anak juga semakin bertambah pula. Untuk meningkatkan mutu
pelayanan di bidang bedah, maka perlu dibuat standar pelayanan yang merupakan
pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan
kepada pasien pada umumnya dan pasien bedah di RSAU dr. M. Salamun khususnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dalam melakukan pelayanan di bidang
bedah RSAU dr. M. Salamun harus berdasarkan Pedoman Pelayanan Bedah RSAU dr.
M. Salamun.
2. Tujuan Pedoman
a. Memberikan standar pelayanan bedah yang baku bagi seluruh staf di lingkungan
Instalasi Bedah dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan menjamin
keselamatan pasien,
b. Menjamin kontinuitas pelayanan pasien bedah dalam mendapatkan kesembuhan,
baik yang membutuhkan pelayanan rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, tindakan
bedah, maupun rujukan ke tempat lain.
4. Batasan Operasional
a. Instalasi Bedah
Adalah unit pelayanan di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan operatif / bedah
terhadap pasien operasi cito maupun elektif, dengan kasus-kasus sebagai berikut:
1) Bedah Umum
2) Bedah Orthopedi
3) Bedah Mata
4) Bedah Gigi dan Mulut
5) Bedah Obgyn
6) Bedah THT
7) Bedah Urologi
b. Landasan Hukum
1) Undang – undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2) Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI / 1993 tentang
Berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit
3) Undang – undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4) Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
5. Kualifikasi SDM
Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM Instalasi Bedah adalah :
a. Kepala Instalasi Bedah seorang Dokter Spesialis Bedah berpangkat minimal Letkol
atau PNS Gol IV b
b. Wakil Kepala Instalasi Bedah seorang Dokter Spesialis Bedah atau Spesialis
Anestesi berpangkat minimal Kapten Senior atau PNS Gol III/b
c. Anggota Instalasi Bedah berpangkat Gol III, II dengan latar belakang D-III atau SPK
d. Petugas Administrasi berpangkat Gol II dan atau TKK dengan latar belakang
pendidikan non medis
6. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan Instalasi Bedah, yaitu :
a. Dokter Spesialis
Jumlah Dokter Spesialis sebanyak 14 (empat belas) orang, diantaranya :
1) Bedah Umum 3 orang
2) Bedah Urologi 1 orang
3) Bedah Orthopedi 1 orang
4) Bedah Gigi dan Mulut 2 orang
5) Bedah Obgyn 3 orang
6) Bedah THT 2 orang
7) Bedah Mata 2 orang
8) Spesialis Anestesi 3 orang
b. Perawat Bedah :
Jumlah perawat bedah sebanyak 12 (dua belas) orang dengan latar belakang
Pendidikan S.I, D.III, dan SPK Keperawatan.
Kategori :
1) 1 orang Koordinator perawat bedah
2) 3 orang penanggung jawab ruangan
3) 8 orang pelaksana
c. Penata Anestesi :
Jumlah penata anestesi sebanyak 4 (empat) orang dengan latar belakang S.I dan
D.III anestesi
d. Petugas pendukung pelayanan 1 (satu) orang dengan latar belakang SMP, SMA, dan
SMEA sebagai tenaga administrasi
7. Pengaturan Jaga
a. Pengatur Jadwal Jaga di Instalasi Bedah
1) Bedah
Pengaturan jadwal dinas spesialis Instalasi Bedah dibuat dan
dipertanggungjawabkan oleh Ka Instalasi
a) Pengaturan jadwal jaga emergency diatur setiap akhir bulan, jaga
dilaksanakan setiap 1 (satu) minggu sekali secara bergiliran
b) Pengaturan jadwal poliklinik diatur sesuai jadwal poliklinik
c) Pengaturan jadwal Urikes diatur setiap akhir bulan dan dilaksanakan setiap
hari
2) Pengaturan jadwal jaga perawat Instalasi Bedah
Pengaturan jadwal dinas perawat Instalasi Bedah dibuat dan
dipertanggungjawabkan oleh Koordinator Perawat Bedah.
a) Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan
keperawat pelaksana Instalasi Bedah Umum setiap 1 (satu) bulan,
b) Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJ Shift)
dengan syarat pendidikan minimal D-III Keperawatan,
c) Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, piket, lepas piket, libur, cuti, dan jaga on
call untuk cito operasi. Sedangkan hari libur jaga dilaksanakan selama 24 jam,
dan
d) Apabila ada tenaga perawat kamar operasi jaga karena sesuatu hal sehingga
tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka
perawat yang bersangkutan harus memberitahu Koordinator.
BAB III
STANDAR FASILITAS
Keterangan :
- A : Ruang penerimaan pasien - K : Tempat instrumen
- B : Ruang istirahat - L : Spoelhook
- C : Ruang konsul anestesi - M : Gudang alat
- D : Kamar mandi - N : Kamar mandi
- E : OK 1 - O : Depo farmasi
- F : OK 2 - P : Ruang pemulihan
- G : OK 3 - Q : ESWL
- H : Ruang ganti baju - R : Tempat cuci tangan
- I : Ruang dokter - S : Ruang persiapan
- J : Ruang administrasi
b. Alur pasien
Untuk pelaksanaan tindakan operasi pasien di instalasi bedah, dimulai dari pasien
masuk di ruang persiapan satu jam sebelum dilaksanakan operasi, pasien masuk ke
kamar operasi sesuai jadwal dan yang telah ditetapkan, setelah dilakukan tindakan,
pasien didorong keruang pemulihan (RR) dan dilakukan observasi, dengan yang
sudah stabil pasien didorong ke ruang perawatan.
Keterangan :
- A : Ruang penerimaan pasien - K : Tempat instrumen
- B : Ruang istirahat - L : Spoelhook
- C : Ruang konsul anestesi - M : Gudang alat
- D : Kamar mandi - N : Kamar mandi
- E : OK 1 - O : Depo farmasi
- F : OK 2 - P : Ruang pemulihan
- G : OK 3 - Q : ESWL
- H : Ruang ganti baju - R : Tempat cuci tangan
- I : Ruang dokter - S : Ruang persiapan
- J : Ruang administrasi
b. Ruang penerimaan
1) Brankart : 1 buah
c. OK 1, 2, dan 3
Sarana di kamar operasi, masing-masing terdapat :
1) AC (Air Condisioner) 2 PK plasma cluster
2) Stetoscope : 2 buah
3) Senter : 1 buah
4) Kotak baca foto radiografi : 1 unit
5) Vital sign monitor : 1 buah
6) Tromol berisi kassa : 1 buah
7) Tabung O2 : 1 buah
8) Tabung N2O : 1 buah
9) Meja operasi : 1 buah
10) Meja instrument : 1 buah
11) Meja mayo : 1 buah
12) Lampu operasi : 1 buah
13) Mesin anestesi : 1 buah
14) Electro cautery : 1 buah
15) Meja linen : 1 buah
16) Meja anestesi : 1 buah
17) Suction pump : 1 buah
18) Standar infus : 1 buah
19) Tempat sampah : 2 buah
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
b. Informed Consent
Adalah suatu proses pemberian materi informasi yang berkaitan dengan
materi informasi yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien dan atau keluarga berkaitan dengan kondisi kesehatannya yang terdapat
dalam formulir persetujuan tindakan bedah. Formulir persetujuan tindakan bedah
yang berisi tentang jenis informasi, isi informasi, persetujuan, dan pernyataan
persetujuan yang telah ditanda tangani oleh dokter bedah, pasien atau keluarga,
serta saksi. Informasi yang diberikan oleh petugas berisi tentang :
1) Resiko dari tindakan operasi
2) Manfaat dari tindakan operasi
3) Kemungkinan komplikasi dan dampak dari operasi
4) Pilihan operasi atau opsi non operasi (alternative) yang tersedia untuk
menangani pasien
5) Penyediaan darah apabila dibutuhkan atas tindakan operasi
2. Tata Laksana :
a. Operator melaksanakan operasi sesuai jadwal yang telah ditentukan.
b. Apabila dating terlambat dan waktu yang tersedia telah habis maksimal 30 menit
dari jadwal yang ditentukan, maka operasi dilakukan setelah jadwal yang terakhir
selesai, dan bila tidak memungkinkan waktunya, operasi ditunda, sehingga tidak
mengganggu jadwal operasi selanjutnya.
c. Penjadwalan cito operasi tidak ada Batasan waktu dan bisa menggeser jadwal
yang ada, maka semua jadwal akan mundur sesuai urutan jadwal yang sudah
ada.
d. Jadwal operasi yang sudah ditetapkan tidak boleh dimajukan diluar jam dinas,
kecuali kasusnya berkembang menjadi kasus cito sesuai indikasi medis.
e. Penjadwalan operasi elektif didahulukan untuk dokter didahulukan untuk dokter
yang jadwal poli pada hari itu dan maksimal waktu pukul 09.30 WIB sudah
selesai.
f. Antar operator boleh bertukar jadwal waktu operasi, dengan catatan tidak
mengganggu jadwal operasi yang lain.
g. Petugas kamar operasi memberitahukan operator 1 jam sebelum jam yang sudah
ditentukan
h. Operator hadir di kamar operasi tepat pada jam yang telah ditentukan.
i. Tindakan Anestesi dilakukan atau dimulai bila operator sudah berada di kamar
operasi.
20. Intraoperatif
Adalah fase ketika pasien masuk ke ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan
ke ruang pemulihan. Pada fase yang perlu dikaji adalah melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan
pasien.
a. Time Out
Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seluruh tim pembedahan sebelum tindakan insisi
/ pembedahan operasi dilaksanakan, yang dipimpin oleh penanggung jawab operasi /
operator.
Tata cara :
1) Bacakan time out tepat sebelum tindakan pembedahan dimulai
2) Berikan isyarat (time out) dengan meletakkan kedua tangan membentuk huruf “T”
3) Bacakan time out dengan lantang dan jelas oleh perawat sirkuler yaitu :
a) Hari, tanggal dan jam operasi
b) Nama / identitas pasien yang akan di operasi
c) Tindakan operasi yang akan dilakukan sudah sesuai
d) Lokasi operasi sudah diberi tanda / marker
e) Penayangan hasil pemeriksaan penunjang dengan benar
f) Pemberian antibiotic profilaksis bila diperlukan
g) Perkiraan lamanya operasi
h) Perhatian khusus perlu diperhatikan selama pembedahan
i) Perkiraan kehilangan darah dan antisipasinya
4) Apabila klarifikasi sudah sesuai maka operator memimpin do’a dan dilanjutkan
dengan proses pembedahan.
5) Selesai membacakan acara time out petugas membubuhkan tandatangan pada
formulir checklist.
6) Contoh simulasi diucapkan dengan lantang dan jelas :
a) “Pada hari selasa, tanggal 8 Juli 2014, pukul 10.00 WIB akan dilaksanakan
operasi terhadap pasien atas nama : Tn. Agus, lahir 23 Februari 1989
(perawat sambil melihat gelang identifikasi nama dan tanggal lahir pasien)
b) Tim operasi adalah :
(1) Dokter bedah/operator : dr”A” SpOT (dokter menjawab ya/siap)
(2) Dokter anestesi : “dr. “B” Sp.An (menjawab ya/siap)
(3) Penata anestesi : Br. “C” (menjawab Ya/Siap)
(4) Perawat utama : Saya sendiri
(5) Perawat Instrumen: Zr. “E” (menjawab ya/Siap)
7) Diagnosa pasien fraktur femur sinistra 1/3 distal (perawat sambal melihat tanda
pada lokasi operasi) dan mencocokkan dengan hasil foto rontgen yang akan
dilaksanakan prosedur pemasangan plat dan screw (dokter menjawab : Benar)
8) Apakah alat-alat sudah siap pakai? (perawat instrument menjawab : sudah)
9) Time out selesai, semua sesuai prosedur
10) Dokter bedah/operator memimpin doa’a
11) Tindakan insisi/pembedahan dimulai
b. Sign Out
Suatu proses memastikan jenis tindakan, pengecekan kelengkapan alat, jumlah
kasa, pelabelan specimen. Dalam fase ini disampaikan permasalahan mengenai alat
yang digunakan, catatan khusus untuk proses pemulihan dan penanganan
perawatan pasien.
b. Tujuan
1) Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan operasi atau
tindakan lain yang menyebbkan pasien memerlukan anestesia umum
2) Membantu menciptakan kondisi yang optimal untuk prosedur yang akan dijalani
c. Penatalaksanaan
1) Premedikasi
Jenis Obat Keterangan
Premedikasi
Ringan Diazepam 5 – 10 mg PO, 1 hari pre operasi
Midazolam 5 mg
2) Induksi
a) Preinduksi
(1) Berikan O2 100% melalui sungkup muka selama 1-3 menit
(2) Dapat diberikan obat-obatan tambahan untuk sedasi/analgesia jika
diperlukan seperti : fentanyl 1-2 mg/kgBB IV atau bias ditambah
midazolam 0,03 – 0,1 mg/kgBB
b) Induksi
Pemberian obat induksi, diantaranya :
(1) Thiopental / pentota 3-5 mg/kgBB IV
(2) Propofol 1-2,5 mg/kgBB IVa
(3) Etomidate 0,2 - 0,3 mg/kgBB IVb
c) Pemberian obat peluruh otot untuk intubasi
Obat Dosis Awitan Lama kerja
Suksinil kolin 1–1,5 mg/kgBB IV 30-60 detik 4-6 menit
Pankuronium 0,08-0,12 mg/kgBB IV 3-4 menit 40-65 menit
Vecuronium 0,1 mg/kgBB IV 2-3 menit 25-30 menit
d) Pemeliharaan anestesi
Jenis Anestesi Pemeliharaan
Anestesia inhalasi 30-100% O2 + 0-70% N2O + halotan (MAC =
0,75%) titrasi atau Enfluran (MAC = 1,76%) titrasi
atau Isofluran (MAC – 1,1%) titrasi atau Sevofluran
(MAC = 2,0%) titrasi atau Desfluran (MAC = 6,0%)
titrasi
Anestesia balans 30-100% O2 + 0-70% N2O + Petidin 0,5-1,5
mg/kgBB/3-4 jam (bolus intermiten) atau Fentanil
1-10 mg/kgBB sesuai kebutuhan + Halotan atau
anestetik inhalasi lainnya (titrasi) atau Propofol 50-
200 mg/kgBB/menit
Anestesia intravena - O2 30-100%
total - Pethidine atau fentanyl bolus awal: 1-2 mg/kgBB
dilanjutkan pemeliharaan: 0,5-1,5 mg/kgBB/3-4
jam (bolus intermiten)
- Ditambah propofol induksi: 1-2,5 mg/kgBB,
pemeliharaan: 50-200 mg/kgBB/menit. (infus
dihentikan 5 menit sebelum operasi selesai)
- Selain propofol bisa menggunakan ketamin,
induksi: 1-2 mg/kgBB, pemeliharaan: 1-2
mg/kgBB/bolus intermiten tiap 15-20 menit atau
sesuai kebutuhan
Miller 1 – 1,5
BAB V
LOGISTIK
Di Instalasi Bedah terdapat Depo obat-obatan dan material kesehatan. Setiap satu bulan
sekali membuat nota permintaan untuk satu bulan kedepan. Setiap penggunaan obat-obatan
dan material kesehatan dicatat nama dan jumlah yang terpakai serta nama pasien dan
petugas pencatatnya. Pemakaian obat-obatan dan bahan material kesehatan direkap setiap
hari.
Pengajuan alat-alat kesehatan lainnya melalui Kepala Penunjang Medis dengan mengisi
format yang telah disiapkan.
Perbaikan alat-alat kesehatan diajukan kepada Unit Pemeliharaan alat dengan mengisi
formulir yang telah disiapkan.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
44. Pengertian
a. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana Rumah Sakit
membuat asuhan pada pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi:
1) Asesment resiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
b. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh:
1) Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
2) Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
45. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
52. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 40 Thun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di negara – negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan di
masyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menmbus kulit: tato, tindik, dan lain-
lain).
Penyakit Hepatitis B dan C yang keduanya potensial untuk menulai melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI
angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada taun 1998
dan angka kesakitan hepatitis C di masyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%.
Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan
gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan
untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak
dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui
“Kewaspadaan Umum” atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi
nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai
resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
keselamatan dirinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
53. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi
diri sendiri, pasien, dan masyarakat dari penyebaran infeksi
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya. Untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Indikator mutu yang digunakan di Instalasi Bedah RSAU dr. M. Salamun dalam
memberikan pelayanan adalah angka kesembuhan penderita di bidang bedah baik yang
menjalani rawat jalan, rawat inap, maupun operasi.
Dalam pelaksanaan indikator mutu dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan pada Tim
Mutu RS dan Kepala Instalasi Bedah.
Indikator mutu yang ditetapkan untuk kamar operasi, adalah sebagai berikut:
a. Angka ketidaklengkapan pengisian laporan operasi
b. Angka ketidaklengkapan laporan anestesi
c. Angka ketidaklengkapan asessment pra anestesi
d. Angka keterlambatan dimulainya operasi > 15 menit
e. Pelaksanaan asessment pra bedah
f. Penandaan lokasi operasi
g. Pelaksanaan Surgical Safety Checklist
h. Kesesuaian diagnosa pre dan post operasi
i. Angka kesalahan pemasangan ETT
BAB IX
PENUTUP
56. Kesimpulan
a. Demikian buku Pedoman ini disusun sebagai pedoman dalam operasional kegiatan
di Instalasi Bedah RSAU dr. M. Salamun Bandung
b. Seluruh Anggota Instalasi Bedah RSAU dr. M. Salamun harus bekerja sesuai visi,
misi, falsafah nilai dan tujuan serta SPO di RSAU dr. M. Salamun
c. Pola ketenagaan dan kualifikasi personil merupakan modal utama organisasi di
Instalasi Bedah untuk bekerja secara optimal dan memberikan pelayanan yang
profesional dan memuaskan
d. Pentingnya diadakan rapat kordinasi secara berkala sebagai sarana memecahkan
masalah di Instalasi Bedah
e. Pelaporan yang rutin secara berkala merupakan sarana evaluasi pelayanan
kesehatan yang telah diberikan kepada pasien
57. Saran
a. Adanya pengembangan jumlah Anggota yang bersertifikat sesuai kebutuhan serta
pengembangan sarana dan prasarana di Instalasi Bedah
b. Apabila dikemudian hari terdapat perubahan kebijakan atau keadaan Instalasi Bedah
maka akan dilakukan revisi
dr. Aplin