Anda di halaman 1dari 32

1.

Anestesi Regional Epidural


1) Pengertian
Anestesi epidural adalah tindakan anestesi dengan menyuntikkan obat ke ruang
epidural yang akan menghasilkan hambatan hantaran rangsang saraf medula spinalis,
menyebabkan hilangnya fungsi otonom, sensoris, dan motoris untuk sementara waktu.
2) Tujuan
Tujuan anestesi epidural adalah menghilangkan sensasi pada daerah yang
teranestesi (terblok sensoris, motorik, dan otonomnya) sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan di daerah tersebut.
3) Indikasi
a) Operasi di ekstremitas bawah
i. Orthopedi / bedah tulang
ii. Bedah plastik
iii. Bedah tumor
b) Operasi kandungan / kebidanan
i. Dilatasi / kuretase
ii. Sectio sesaria
iii. Histerektomi vaginal
iv. Kista ovarium
c) Operasi bedah umum / digestif
i. Hemoroidektomi
ii. Fistel perianal
iii. Abses perianal
iv. Herniotomy
v. apendiktomi
d) operasi bedah urologi
i. TUR
ii. Seksio alta
iii. BW plasti
iv. Vasektomi
v. vesikulolitotomi
e) kombinasi dengan anestesi umum pada anestesi balans
f) penanggulangan nyeri pasca bedah (APS)
4) Kontraindikasi
a) Absolut
i. Pasien menolak
ii. Terdapat lesi di tempat penyuntikan
iii. Koagulopati
iv. Peningkatan tekanan intra kranial
b) Relatif
i. Infeksi disekitar tempat penyuntikan
ii. Hipovolemia
iii. Penyakit susunan saraf pusat
iv. Nyeri punggung kronik
v. Sepsis

2. Anestesi Regional Spinal


Anestesi spinal adalah tindakan anestesi dengan cara penyuntikan obat anestesi
lokal dan ajuvan ke dalam ruang subarachnoid yang akan menghasilkan hambatan
hantaran rangsang saraf medula spinalis, menyebabkan hilangnya fungsi otonom,
sensoris, dan motoris untuk sementara waktu, tujuan dari anestesi ini adalah :
1) Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan operasi atau
tindakan lain yang menyebabkan pasien memerlukan anestesi spinal
2) Membantu menciptakan kondisi yang optimal untuk prosedur yang akan dijalani
3) Mengurangi angka kesakitan selama layanan anestesi lokal di luar kamar operasi
4) Meningkatkan kualitas layanan anestesi spinal
3. Prosedur Intubasi dan Ekstubasi
Suatu alat bantu nafas (pipa endotrakheal) yang dipasang melalui oral atau nasal
menuju trakheal. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, prosedural operasi tertentu
dan resusitasi jantung paru.
1) Intubasi
a) Indikasi untuk intubasi, diantaranya :
i. Operasi daerah leher dan wajah
ii. Prosedur operasi thoracotomi
iii. Prosedur operasi craniotomi
iv. Prosedur operasi laparatomi
v. Teknik operasi laparaskopi
vi. Pembedahan dengan sikap tidur miring atau sikap telungkup (prone)
vii. Operasi pada neonatus
viii. Prosedur operasi yang lama (lebih dari 1 jam)
ix. Teknik anestesi khusus : hipotensi, hipotermi
x. Pembedahan dimana dibutuhkan banyak relaksasi atau dimana pernafasan
akan terganggu karena relaksasi
xi. Semua pembedahan akut dimana penderita diduga atau diragukan lambungnya
belum kosong
xii. Pada penderita dimana pemasangan masker sulit dan tidak mungkin misalkan
pada pasien yang habus giginya dan sampai kempot atau penderita dengan
banyak jenggotnya
xiii. Pada penderita gemuk yang sulit dikuasai jalan nafas dengan sungkup wajah
(face mask)
xiv. Seksio sesarea yang gagal setelah dilakukannya regional anestesi
xv. Pada pasien trauma dengan kondisi obstruksi jalan nafas, hipoventilasi,
hipoksia berat, GCS ≤ 8, cardiac arrest, fraktur daerah wajah dengan
perdarahan yang tidak berhenti
xvi. Intubasi emergensi pada trauma inhalasi dengan keadaan luka bakar ≥ 40%,
GCS ≤ 8, luka bakar daerah muka dengan derajat sedang sampai berat, luka
bakar oropharingeal derajat sedang sampai berat, cedera jalan nafas yang
terlihat saat endoskopi derajat sedang dan berat
b) Ekstubasi
Ekstubasi bangun penuh, diantaranya :
i. Posisi pasien head up
ii. Matikan seluruh gas anestesi, hanya oksigen yang tetap mengalir sekitar 10 l/m
iii. Pastikan pasien sudah dilakukan reserve dari pelumpuh obat
iv. Pola nafas sudah regular
v. Bila vital kapasitas > 15 ml/kg, adekuatnya otot pernafasan, tidak ada retraksi
dinding dada, spo2 > 95 % dengan udara luar
vi. Pola nafas sudah reguler
vii. Bila vital kapasitas > 15 ml/kg, adekuatnya otot pernafasan, tidak ada retraksi
dinding dada, SPO2 > 95 % dengan udara luar
viii. Pasien dapat dibangunkan dan dapat mengikuti perintah sederhana (buka
mata, buka mulut, atau angkat tangan)
ix. Lakukan penghisapan untuk membersihkan dari air liur atau darah di rongga
mulut
x. Berikan tekanan berkisar 5 – 15 cm H2O untuk rangsang batuk
xi. Bila ada, saat batuk tarik pipa endothrakheal setelah balon dikempiskan
xii. Berikan oksigen kanul 3 L/menit
4. Pengawasan Monitoring Selama Pasca Operasi
Pengawasan atau monitoring pasca anestesi adalah suatu tindakan segera setelah
pasien mendapat tindakan anestesi umum atau anestesi regional, pasien dibawa ke ruang
pemulihan dan dipantau jalan nafas, pernafasan dan kardiovaskuler sampai pasien sadar
dan stabil. Kecuali pada pasien yang sejak awal direncanakan masuk ke ruang ICU pada
pasca bedah, tujuan monitoring adalah:
1) Memastikan pasien telah pulih dari anestesi sehingga dapat dikembalikan keruang
perawatan
2) Menentukan pasien yang membutuhkan perawatan dan pemantauan intensif di ICU
Menghindari terjadiny komplikasi akibat gangguan jalan nafas, pernafasan, dan kardiovaskuler
pasca bedah

15. Pelayanan Anestesi


a. Pelayanan Pra Operatif
1) Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus dilakukan
sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kondisi
yang layak untuk prosedur anestesi.
2) Dokter spesialis anestesiologi dan tim dokter yang kompeten bertanggung jawab
untuk menilai dan menentukan status medis pasien pra-anestesia berdasarkan
prosedur sebagai berikut :
a) Anamnesis dan pemeriksaan pasien
b) Meminta dan / atau mempelajari hasil - hasil pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesi
c) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesia yang akan dilakukan dan
memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan
tindakan. (Informed consent)
d) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-obat yang
akan dipergunakan
e) Pemeriksaan penunjang pra-anestesia dilakukan sesuai Standar Profesi dan
Standar Prosedur Operasional
f) Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
3) Pelayanan pra-anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesi
4) Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang ekstrim, langkah-
langkah pelayanan pra anestesia sebagaimana diuraikan di pedoman ini, dapat
diabaikan dan alasannya harus di dokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
5) Tata cara kunjungan pra operasi :
a) Mempelajari status rekam medis penderita
b) Memperkenalkan diri pada penderita dan keluarga penderita
c) Melakukan anamnesa penderita (riwayat penyakit dahulu, penyakit sekarang,
operasi sebelumnya, terapi medikamentosa saat ini)
d) Pada pasien newborn infant, neonatus (<1 bulan) dan infant ( 1 bulan – 1 tahun)
yang akan diberikan anestesi lakukan anamnesa tentang informasi klinis
mengenai riwayat usia kehamilan dan berat badan, proses persalinan (apgar
score), riwayat perawatan di rumah sakit, adanya kelainan kongenital ataupun
metabolik
e) Melakukan pemeriksaan fisik secara teliti mencakup keadaan umum, tanda vital,
berat badan, tinggi badan. Gigi geligi dan keadaan yang mempengaruhi intubasi
keadaan jalan nafas dan fungsi sistem kardiovaskuler dan respirasi dan bila perlu
ditambah pemeriksaan penunjang yang mendukung yang mungkin merubah
keputusan dalam hal risiko dan pengelolaan anestesi.
f) Melakukan assesment penentuan Status ASA penderita
American Society of Anestesiologist (ASA) membuat klasifikasi status fisik pra-
anestesi menjadi 5 kelas yaitu :
ASA I : Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit
sistemik
ASA II : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik
ringan sampai sedang
ASA III : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik
ringan berat yang disebabkan karena berbagai
penyebab tetapi tidak mengacam nyawa
ASA IV : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik berat
yang secara langsung mengancam kehidupannya
ASA V : Pasien penyakit bedah diserta penyakit sistemik berat
yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi
ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal

ASA VI : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang


mana organnya akan diangkat untuk kemudian
diberikan sebagai donor bagi yang membutuhkan
Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat dicantumkan tanda E
(Emergency) dibelakang angka misalnya ASA 1 E.
g) Meminta dan mempelajari hasil - hasil pemeriksaan yang sudah ada dan
konsultasi yang diperlukan untuk tindakan anestesi
h) Berikan Penjelasan yang adekuat dan tentang keadaan pasien kepada keluarga
atau pasien (dewasa) sendiri, meliputi diagnosis kerja, rencana tindakan, risiko
dan faktor penyulit anestesi serta kemungkinan komplikasi intra maupun pasca
anestesia yang tertuang dalam formulir persetujuaan / penolakan tindakan
anestesi (Informed consent)
i) Tulis kunjungan pra anestesia dalam formulir kunjungan pra anestesi di status
rekam medis
j) Mengoperkan pesanan pre op pada perawat yang bertugas
k) Dokter Anestesiologi yang bertanggung jawab membuat rencana kerja
6) Konsultasi anestesi
a) Ahli Anestesi melakukan asesmen pra anestesi terhadap pasien di
dokumentasikan di format rekam medis, dan lembar jawaban konsul
b) Proses asesmen dijalankan dalam kerangka waktu dipersingkat bilamana pasien
secara darurat membutuhkan pembedahan
c) Asesmen pra anestesi berbasis IAR (Informasi, Analisis, Rencana) dijadikan dasar
dalam pemilihan prosedur yang tepat, waktu yang optimal, aman dan
menginterpretasi temuan dalam monitoring pasien
d) Ahli Anestesi memberi edukasi tentang resiko, manfaat, dan alternative anestesi
terkait dengan penyakit yang dialami pasien serta mendiskusikanya dengan
pasien, keluarga atau orang yang berwenang membuat keputusan bagi pasien.
e) Setelah mendapat edukasi, pasien dan keluarga disarankan untuk
menandatangani surat persetujuan atau surat penolakan tindakan anestesi
f) Ahli anestesi mencatat rencana anestesinya di dalam jawaban konsul sesuai form
rekam medis
g) Rencana anestesi juga ditulis di buku register segera setelah menjawab konsul
7) Informed consent diberikan oleh Dokter Anestesiologi dan tim dokter yang akan
melakukan tindakan medis dan disaksikan oleh satu orang tenaga medis yang lain
sebagai saksi
8) Tata cara urutan melakukan Informed consent
a) Dijelaskan mengenai tindakan yang akan dilakukan kepada pasien oleh dokter
yang akan mengoperasi atau yang akan mengerjakan kepada pasien dan
keluarganya
b) Pada saat memberikan penjelasan harus ada saksi dari keluarga/pasien dan dari
petugas atau pihak Rumah Sakit
c) Mengisi formulir Informed consent persetujuan tindakan anastesi
d) Setiap pasien harus selalu memiliki lembar Informed consent yang sudah terisi
lengkap diserta dengan tandatangan dokter serta tanda tangan pasien dan
keluarganya sebagai tanda tangan persetujuan
e) Petugas harus memberikan penjelasan dengan sopan, senyum serta manusiawi
terhadap penderita
f) Bahasa yang digunakan harus dimengerti oleh pasien dan keluarga
g) Kelengkapan formulir informed concent harus sudah dibuat sebelum pasien
dikirim ke kamar operasi, bisa di ruangan rawat inap
9) Persiapan pasien pre operasi di ruang perawatan meliputi :
a) Puasa
(1) Operasi Elektif
Puasa minum susu atau makanan padat 8 jam sebelum operasi, puasa air
putih 6 jam sebelum operasi kecuali pasien yang mendapat terapi oral, obat
dapat diminumkan sesuai jadwal dengan bantuan maksimal 2 atau 3 sendok
makan air putih.
Pada pasien anak (newborn infant, infant dan neonatus) pasien dipuasakan,
sesuai tabel berikut :
Usia Susu/Padat Cairan Jernih
≤ 6 bulan 3 jam 1 jam
1- 15 bulan 4 jam 2 jam
> 36 bulan 5 jam 3 jam

Bila memungkinkan selama waktu puasa sudah terpasang jalur intravena


dengan infus (N2/N4/RD) atau bila jadwal tertunda dan belum terpasang
jalur intravena, dapat diberi cairan jernih atau dipasang jalur intravena.
(2) Operasi Cito puasa bisa kurang dari 6 jam.
b) Pengosongan kandung kemih
c) Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi)
d) Pemeriksaan fisik ulang
e) Pembersihan daerah yang akan dioperasi, bila dimungkinkan dicukur atau mandi
dan keramas
f) Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya
10) Persiapan kamar operasi
a) Obat-obat anestesi termasuk obat resusitasi
b) Alat monitor berupa EKG , tekanan darah, pulse oksimetri
c) Perangkat mesin anestesi beserta kelengkapan pasokan gas
d) Alat penghisap (suction)
e) Alat untuk pemberian cairan intravena termasuk untuk kanulasi vena
f) Stetoskop, Stetoskop prekordial untuk memantau bunyi nafas dan jantung anak
g) Peralatan jalan nafas sungkup muka, ETT, guedel, laringoskop dengan bila
laringoskop anak, stylet dan laringeal mask
h) Untuk pelaksanaan anastesi anak sirkuit anestesi: sirkuit terbuka Mapleson D
(Jackson Rees), dengan FGF 2,5 - 3x ventilasi semenit untuk mencegah
rebreathing
i) Volume kantung sesuai besar kapasitas vital
j) Anak dengan BB 10 – 20 kg dapat menggunakan sirkuit setengah tertutup dengan
sirkuit anestesi berdiameter kecil
k) Bilah Laringoskop : Dianjurkan bilah lurus (miller) untuk usia dibawah 2 tahun
Standar ukuran bilah laringoskop:
Umur Bilah
Prematur dan neonatus Miller 0
Bayi samapai 6 – 8 bulan Miller 0 -1
9 bulan samapi 2 tahun Miller 1
2 sampai 5 tahun Macintosh 1
Miller 1- 1,5

l) Pengaturan suhu kamar operasi optimal antara 26 – 32 ºC


m) Peralatan pemberian cairan intravena pada pasien anestasi anak
(1) BB  10 kg menggunakan buret untuk mencegah pemberian cairan
berlebihan
(2) BB  10 kg digunakan set infus anak dengan 1cc sama dengan 60 tetes
(3) Hindari adanya udara yang masuk intravena
(4) Dapat digunakan three way untuk dapat memberikan obat cairan jarak jauh
11) Persiapan pasien pre operasi di ruang premedikasi meliputi :
a) Tegur, sapa, sentuh, dan salami pasien
b) Pada saat tegur sapa dan menyentuh pasien, sekaligus menilai A.B.C.D (lihat
panduan menilai jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan kesadaran)
c) Cek ulang data pasien dengan melihat rekam medik; Informed consent, label,
form persiapan darah, dan DMK V anestesi
d) Pasien di ganti pakaiannya menggunakan pakaian bedah
e) Baringkan pasien pada posisi yang dirasa nyaman oleh pasien
f) Pasang monitoring yang ada, tensi, suhu, dan EKG
g) Siapkan obat premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesi dengan memberikan obat - obatan
pendahuluan yang terdiri dari obat - obatan golongan antikolinergik, sedatif /
trankuilizer dan analgetik.
Tujuan premedikasi :
(1) Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliput i: bebas dari rasa
takut, tegang, dan khawatir, bebas nyeri dan mencegah mual muntah
(2) Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks fagus
(3) Memudahkan / memperlancar induksi
(4) Mengurangi dosis obat anestesi
(5) Mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah
Obat-obatan premedikasi :
Golongan Tujuan pemberian Contoh
Antikolinergik  Mengurangi sekresi kelenjar Alkaloid belladon
 Mencegah spasme laring (sulfas atropin,
dan bronkus skopolamin)
 Mencegah bradikardi
 Mengurangi motilitas usus
 Melawan efek depresi
narkotika terhadap saraf
pusat
Sedatif/ Memberikan suasana nyaman Fenotiazin
Trankuilizer bagi pasien pra bedah, bebas (Prometazin),
dari rasa cemas dan takut, Benzodiazepin
sehingga pasien menjadi tidak
(diazepam,
peduli dengan lingkungannya
midazolam,
klordiazepoksid,
ntrazepam,
oksazepam),
Butirofenon
(dehidrobenzperidol),
Barbiturat
(pentobarbital,
sekobarbital),
Antihistamin
(defenhidramin)
Analgetik Menimbulkan analgesia, rasa Pethidin, Morfin,
narkotik / segar, euforia dan depresi Fentanyl

opioid respirasi

h) Pantau ketat fungsi vital


i) Semua dicatat di rekam medis pasien
b. Pelayanan Intra Anestesi
Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar operasi
selama tindakan anestesi umum dan regional serta prosedur yang memerlukan tindakan
sedasi. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi secara
kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta di
dokumentasikan pada catatan anestesi. Pengakhiran anestesi harus memperhatikan
oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
Jenis – jenis anestesi, yaitu :
1) Anastesi umum
Penatalaksanaan anestesi umum tehniknya bermacam - macam tapi secara garis
besar adalah :
a) Preinduksi
(1) Berikan O2 100 % melalui sungkup muka selama 1 - 3 menit
(2) Dapat diberikan obat - obatan tambahan untuk sedasi / analgesi jika diperlukan
seperti : Fentanil 1-2 μg/kgBB iv atau bisa ditambah midazolam 0,03 – 0,1
mg/kgBB

b) Induksi
(1) Pemberian obat induksi sedasi antara lain :
Nama Obat Dosis
Tiopental / Pentotal 3 – 5 mg/KgBB (IV)
Propofol 1 - 2,5 mg/KgBB (IV)

(2) Pemberian analgetik antara lain :


Nama Obat Dosis
Fentanyl 1- 2 μg/kgBB (IV)

(3) Pemberian bbat pelumpuh otot untuk intubasi


Nama Obat Dosis Awitan Lama kerja
Vekuronium 0,1 mg/kgBB iv 2-3 menit 25-30 menit
0,2 mg/kgBB iv < 2 menit 45-90 menit
Atrakurium 0,5 mg/kgBB iv 1-2 menit 10-20 menit
Rokuronium 0,6-1,2 mg/kgBB iv 60-90 detik 30 menit

c) Pemeliharaan Anestesi
Jenis
Pemeliharaan
Anestesi
Anestesi 30-100% O2 + 0-70% N2O+ Halotan (MAC = 0,75%) titrasi
Inhalasi atau Isofluran (MAC = 1,1%) titrasi
Anestesi 30-100% O2 + 0-70% N2O+ Petidin 0,5-1,5 mg/kgBB/3-4
Balance jam (bolus intermiten) atau Fentanil 1-10 μg/kgBB sesuai
kebutuhan + Halotan atau anestetik inhalasi lainnya
(titrasi) atau Propofol 50-200 μg/kgBB/menit
Anestesi - O2 30 -100%
Intravena - Pethidine atau fentanyl bolus awal: 1-2 mg/kgBB
Total dilanjutkan pemeliharaan: 0,5-1,5 mg/kgBB/3-4 jam
(bolus intermiten)
- Ditambah propofol Induksi: 1-2,5
mg/kgBB ,pemeliharaan: 50-200 μg/kgBB/menit. (infus
dihentikan 5 menit sebelum operasi selesai)
- Selain propofol bisa menggunakan ketamin, Induksi: 1-
2 mg/kgBB pemeliharaan: 1-2 mg/kgBB/bolus
intermiten tiap 15 - 20 menit atau sesuai kebutuhan

Jika diperlukan pemeliharaan lebih lama dapat digunakan pelumpuh otot


Nama Obat Dosis
Vekuronium Bolus 0,01-0,025 mg/kgBB/30 menit
atau infus 1-2 μg/kgBB/ menit
Rokuronium Bolus 0,15-0,6 mg/kgBB/30 menit
atau infus 5-12 μg/kgBB/ menit
Atrakurium Bolus 0,1 mg/kgBB/10-20 menit
atau infus 5-10 μg/kgBB/ menit

d) Pengakhiran Anestesi
Pengakhiran
Tindakan
anestesi
Pemulihan dari Jika diperlukan dapat diberikan obat reversal sebagai
pelumpuh otot berikut:
Neostigmin 0,05-0,07 (dosis maksimum) mg/kgBB +
Sulfas atropin 0,015 mg/kgBB iv
Analgetik pasca Jika diperlukan analgetik pasca operasi diberikan
operasi sebelum pasien dibangunkan
Profilaksis mual Dapat diberikan metoklopramid (10 mg iv), atau
- muntah ondansetron (8 mg iv). Dapat dipertimbangkan
pemasangan pipa lambung dan irigasi cairan lambung.
Oksigen Pemberian N2O dan anestetik dihentikan dan diberikan
100% oksigen
Penghisapan Rongga orofaring dibersihkan dengan penghisap lendir
lender
Ekstubasi Ekstubasi dilakukan jika refleks proteksi jalan nafas
sudah berfungsi kembali, pasien bernafas spontan dan
mampu mengikuti perintah.

Berbagai macam jenis pelayanan anestesi umum diantaranya :


a) Anestesi umum dengan total intravena
Indikasi :
(1) Prosedur pembedahan yang singkat.
(2) Prosedur pembedahan yang tidak membutuhkan relaksasi.
(3) Pembedahan dengan kontra indikasi anestesi regional.
Kontra indikasi :
(1) Pembedahan di daerah kepala dan leher
(2) Pembedahan yang membutuhkan relaksasi
(3) Prosedur pembedahan panjang
Persiapan :
(1) Pasien :
(a) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan anestesi umum dengan
total intravena
(b) Izin persetujuan tindakan anestesi umum
(c) Puasa
(d) Medikasi sesuai resiko anestesi
(e) Premedikasi pra anestesi
(f) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
(2) Alat, Bahan dan Obat :
(a) Sulfast Atropin 0,25 mg (2 ampul)
(b) Lidocaine 2 % (3 ampul)
(c) Efedrin 50 mg (1 ampul)
(d) Midazolam 5 mg (2 ampul)
(e) Fentanyl 100µg (2 ampul)
(f) Propofol 200 mg (1 ampul)
(g) Ketamin 100 mg
(h) Kanula oksigen
(i) Laringoskop 1 set
(j) Set Suction 1 buah
(k) Oksigen
(l) Mesin anestesi
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Penentuan klasifikasi ASA PS
(c) Checklist kesiapan anestesi
Tatalaksana :
(1) Premedikasi menggunakan midazolam 2 mg
(2) Induksi menggunakan propofol 1,5 mg/kg atau ketamin 1 mg/kg
(3) Maintanance anestesi menggunakan oksigen via nasal kanul 2 liter / menit,
obat induksi propofol 1 mg/kg/15 menit atau ketamine 0,2-0,5 mg/kg diberikan
secara intermitten, analgetik berupa fentanyl 1mg/kg
Pasca prosedur tindakan :
(1) Observasi tanda vital di kamar pemulihan
(2) Terapi oksigen 2 lt/mnt dengan menggunakan nasal kanula
(3) Atasi komplikasi yang terjadi
b) Anestesi umum dengan inhalasi via Face Mask
Indikasi :
(1) Prosedur pembedahan yang singkat
(2) Pembedahan dengan kontra indikasi anestesi regional
Kontra indikasi :
(1) Pembedahan di daerah kepala dan leher
(2) Prosedur pembedahan panjang
(3) Pembedahan pada pasien dengan lambung penuh
Persiapan :
(1) Pasien :
(a) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan anestesi umum
(b) Premedikasi pra anestesi.
(c) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
(d) Izin persetujuan tindakan anestesi umum puasa
(e) Medikasi sesuai resiko anestesi
(2) Alat, Bahan dan Obat :
(a) Sulfast Atropin 0,25 mg (2 ampul)
(b) Lidokain 2 % (3 ampul)
(c) Efedrin 50 mg (1 ampul)
(d) Midazolam 5 mg (1 ampul)
(e) Pethidin 100 mg/fentanyl 100 mg (1 ampul)
(f) Propofol 200 mg (1 ampul)
(g) Sungkup muka
(h) Laringoskop 1 buah
(i) Set suction 1 buah
(j) Oksigen
(k) Mesin anestesi
(l) Isofluran
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Penentuan klasifikasi ASA PS
(c) Checklist kesiapan anestesi
Tatalaksana :
(1) Premedikasi menggunakan midazolam sesuaai berat badan
(2) Induksi menggunakan propofol / sodium tiopental
(3) Maintanance anestesi menggunakan anestesi inhalasi isofluran via Face Mask,
analgetik berupa fentanyl 1mg/kg jika perlu
Pasca prosedur tindakan :
(1) Observasi tanda vital di kamar pemulihan
(2) Terapi oksigen dengan menggunakan masker Non Rebrithing Mask
c) Anestesi umum dengan intubasi Endotrakheal
Indikasi :
(1) Pembedahan daerah kepala dan leher
(2) Pembedahan yang membutuhkan relaksasi
(3) Pembedahan dengan kontra indikasi anestesi regional
Kontra indikasi : tidak ada
Persiapan :
(1) Pasien :
(a) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan anestesi umum
(b) Izin persetujuan tindakan anestesi umum
(c) Puasa
(d) Medikasi sesuai resiko anestesi
(e) Premedikasi pra anestesi
(f) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
(2) Alat, Bahan dan Obat :
(a) Sulfast Atropin 0,25 mg (2 ampul)
(b) Lidocaine 2 % (3 ampul)
(c) Efedrin 50 mg (1 ampul)
(d) Midazolam 5 mg (2 ampul)
(e) Fentanyl 100µg atau Pethidin 100mg (2 ampul)
(f) Propofol 200 mg (1 ampul)
(g) Atracurium 50 mg (1 ampul)
(h) Laringoskop 1 set
(i) Sungkup muka
(j) Set suction 1 buah
(k) Pipa Endotrakheal 3 ukuran
(l) Micropore 1 buah
(m) Oksigen
(n) Mesin anestesi
(o) Isofluran
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Penentuan klasifikasi ASA PS
(c) Check list kesiapan anestesi
Tatalaksana :
(1) Premedikasi menggunakan midazolam 2 mg
(2) Induksi menggunakan propofol 1,5 mg/kg
(3) Preoksigenasi dengan oksigen 4 - 6 lt/mnt
(4) Lumpuhkan pasien dengan pelumpuh otot atracurium 0,5 mg/kg
(5) Laringoskopi dan insersi pipa Endotrakheal
(6) Check ketepatan insersi pipa Endotrakheal, kesamaan bunyi nafas kemudian
lakukan fiksasi
(7) Maintanance anestesi menggunakan oksigen 4 lt/mnt, anestesi inhalasi
isofluran / sevofluran / halotan. Analgetik berupa fentanyl 1µg/Kg/jam dan
pelumpuh otot Atracurium 0,1 mg/kg
(8) Ekstubasi jika nafas spontan adekuat
Pasca prosedur tindakan :
(1) Observasi tanda vital di kamar pemulihan
(2) Terapi oksigen 6 lt/mnt dengan menggunakan masker NRM
(3) Atasi komplikasi yang terjadi
d) Kombinasi anestesi umum dengan intubasi dan regional anestesi dengan
epidural
Indikasi :
(1) Pembedahan di daerah abdomen
(2) Pembedahan di daerah thoraks
(3) Pembedahan di daerah urogenital
(4) Pembedahan yang membutuhkan relaksasi
(5) Pembedahan yang membutuhkan post op pain epidural analgesi
Kontra indikasi :
(1) Gangguan faal koagulasi
(2) Kelainan tulang belakang
(3) Terdapat infeksi ditempat insersi kateter epidural
(4) Pasien menolak
(5) Syok
Persiapan :
(1) Pasien :
(a) Mendapat penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan resiko
yang dapat terjadi
(b) Puasa
(c) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan Kombinasi baik
General anestesia dan Epidural anestesi
(d) Izin persetujuan tindakan CEGA anestesi
(e) Medikasi sesuai resiko anestesi
(f) Premedikasi pra anestesi
(g) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
(2) Alat, Bahan dan Obat :
(a) Sulfast Atropin 0,25 mg (2 ampul)
(b) Lidokain 2 % (4 ampul)
(c) Efedrin 50 mg (1 ampul)
(d) Midazolam 5 mg (1 ampul)
(e) Fentanyl 100 µg atau Pethidin 100mg
(f) Propofol 200 mg (1 ampul)
(g) Atracurium 50 mg (1 ampul)
(h) Laringoskop 1 set
(i) Sungkup muka
(j) Set Suction
(k) Pipa Endotrakheal
(l) Micropore 1 buah
(m) Oksigen
(n) Mesin anestesi
(o) Isofluran / Sevofluran / Halotan
(p) Epidural set (1 buah)
(q) Hipafix sebagai fiksassi kateter epidural
(r) Epinefrin 1:1000 (1 ampul)
(s) Bupivacain 0,5% 20cc isobarik (1 vial)
(t) Xylocaine 2% 20cc isobaric (1 vial)
(u) Naropin 7,5% hypobaric (1 vial)
(v) Spuit 1 cc (1 buah)
(w) Spuit 5 cc (1 buah)
(x) Spuit 3 cc (1 buah)
(y) Spuit 10 cc (1 buah)
(z) Kassa steril (10 lembar)
(aa) Doeck steril (1 buah)
(bb) Betadine (10cc)
(cc) Oksigen
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Perencanaan kesiapan anestesi dan pasca bedah
Tatalaksana :
(1) Pasang monitor standar berupa, Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen.
(2) Dilakukan prosedur premedikasi
(3) Loading menggunakan cairan kristaloid sebanyak 500 cc
(4) Posisikan pasien duduk atau tidur miring
(5) Indentifikasi tempat insersi jarum touhy epidural dan berikan penanda
(6) Desinfeksi daerah insersi jarum touhy dan lakukan penyuntikan anestesi
lokal lidokain 2% di tempat insersi
(7) Insersi jarum epidural ditempat yang telah ditandai dengan teknik ‘Loss Of
Resistance’ atau ‘Hanging Drop’
(8) Tarik penuntun pada jarum touhy dan pastikan LCS tidak keluar
(9) Insersikan kateter epidural menuju ruang epidural melalui jarum touhy
(10) Diberikan anestesi lokal berupa lidokain 2% 60 mg+epinefrin 1:200.000
sebagi dosis test untuk mengetahui kemungkinan masuknya obat anestesi
lokal ke intravena maupun ruang sub arachnoid
(11) Fiksasi kateter epidural
(12) Premedikasi menggunakan midazolam sesuai BB
(13) Induksi menggunakan propofol 1,5 mg/kg
(14) Preoksigenasi dengan oksigen 4-6 lt/mnt
(15) Lumpuhkan pasien dengan pelumpuh otot atracurium 0,5 mg/kg
(16) Laringoskopi dan insersi pipa Endotrakheal
(17) Check ketepatan insersi pipa Endotrakheal, kesamaan bunyi nafas
kemudian fiksasi pipa Endotrakheal
(18) Maintanance anestesi menggunakan oksigen 4 lt/mnt, anestesi inhalasi
isofluran / sevofluran / halotan, analgetik berupa fentanyl / morfin / petidine
dan pelumpuh otot Atracurium
(19) Ekstubasi jika nafas spontan adekuat
2) Anestesi Regional
Obat yang di pakai di RSAU dr. M. Salamun adalah :
Nama Obat Dosis Keterangan
Lidocain 5% Heavy 100 mg/2ml Spinal
Bupivacaine 0,5% Heavy 15 – 20 mg Spinal
Bupivacaine 0,5% isobarik 100 mg/Vial Epidural

Lidocaine :
Merupakan senyawa aminoetilamida, dosis 0,5 % dapat menimbulkan kantuk. Dosis
untuk memblok plexus brachialis 225 sampai 300 mg (15 sampai 20 ml) dalam
larutan 1,5%, dosis 50mg (5 ml) untuk blok cervical dan 20 mg sampai 100 mg (5
sampai 10 ml) untuk blok lumbal. Larutan hiperbarik 1,5 % atau 5 % lidokain HCL
dalam glukosa 7,5 % tersedia untuk anestesi spinal.
Bupivakain :
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain.
Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0.25 – 0.075 %. Dosisi maksimal
200 mg. Duration 3 – 8 jam, kosentrasi efekti minimal 0.125 %. Mulai kerja lebih
lambat dibanding lidokain. Setelah suntik kaudal, epidural, atau infiltrasi, kadar
plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan – lahan dalam
3 – 8 jam. Untuk anastesi Spinal 0.5 % volume antara 2 – 4 ml iso atau hiperbarik.
Untuk blok sensorik epidural 0.375 % dan pembedahan 0.075 %.
a) Anestesi Regional Spinal
Indikasi :
(1) Pembedahan daerah lower abdomen
(2) Pembedahan daerah ekstremitas bawah
(3) Pembedahan daerah urogenitalia
Kontra indikasi :
(1) Gangguan faal koagulasi
(2) Kelainan Tulang belakang
(3) Pasien menolak
(4) Syok
Persiapan :
(1) Pasien :
(a) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan spinal anestesi
(b) Izin persetujuan tindakan spinal anestesi
(c) Puasa
(d) Medikasi sesuai resiko anestesiPremedikasi pra anestesi
(e) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
(2) Alat, Bahan dan Obat :
(a) Kelengkapan jarum Spinal 25/26/27 G (1 buah)
(b) Lidokain 2 % (1 ampul)
(c) Bupivacain 0,5 % (1 ampul)
(d) Lidodex 5 % (1ampul)
(e) Spuit 5 cc (1 buah)
(f) Spuit 3 cc (1 buah)
(g) Kassa steril (5 lembar)
(h) Doeck steril (1 buah)
(i) Betadine (10cc)
(j) Efedrine (1 ampul)
(k) Midazolam (1 ampul)
(l) Sulfast atropin 0,25 mg (2 ampul)
(m) Oksigen
(n) Kanula oksigen
(o) Mesin anestesi
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Penentuan klasifikasi ASA PS
(c) Check list kesiapan anestesi
(d) Pengelolaan nyeri pasca bedah
Tatalaksana :
(1) Pasang monitor standar berupa, tekanan darah, EKG, daturasi oksigen
(2) Loading menggunakan cairan kristaloid sebanyak 500 cc
(3) Posisikan Pasien duduk atau tidur miring
(4) Indentifikasi tempat insersi jarum Spinal dan diberikan penanda
(5) Desinfeksi daerah insersi jarum Spinal, injeksi anestesi lokal lidokain 2% 40
mg
(6) Insersi jarum spinal ditempat yang telah ditandai
(7) Pastikan LCS keluar
(8) Barbotage cairan LCS yang keluar
(9) Injeksikan Bupivacain 0,5% 5-20 mg atau lidodex 5% 50-100 mg
dikombinasikan dengan fentanyl 25 µg dan atau morfin 0,1-0,2 mg
intratekal atau adrenalin 0,1 mg
(10) Check level ketinggian block
(11) Maintanance dengan oksigen 2 lt/mnt, sedasi dengan midazolam 2 mg.
Jika terjadi hipotensi, lakukan prosedur terapi hipotensi
Pasca prosedur tindakan :
(1) Observasi tanda vital di kamar pemulihan
(2) Observasi tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
(3) Oksigenasi menggunakan oksigen via simple mask
(4) Atasi komplikasi yang terjadi
b) Anestesi Regional Epidural
Indikasi :
(1) Pembedahan di daerah abdomen
(2) Pembedahan di daerah thoraks
(3) Pembedahan di daerah ekstremitas bawah
(4) Pembedahan di daerah urogenital
(5) Penatalaksanaan nyeri peri dan post operatif
Kontra indikasi :
(1) Gangguan faal koagulasi
(2) Kelainan Tulang belakang
(3) Terdapat inefeksi ditempat insersi kateter epidural
(4) Pasien menolak
(5) Syok
Persiapan :
(1) Pasien :
(a) Mendapat penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
resiko yang dapat terjadi
(b) Puasa
(c) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan anestesi Spinal /
epidural
(d) Izin persetujuan tindakan anestesi spinal / epidural
(e) Medikasi sesuai resiko anestesi
(f) Premedikasi pra anestesi
(g) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
(2) Alat, Bahan dan Obat :
(a) Epidural set (1 buah)
(b) Hipafix sebagai fiksassi kateter epidural
(c) Lidokain 2 % (4 ampul)
(d) Epinefrin 1:1000 (1 ampul)
(e) Bupivacain 0,5% 20 cc isobarik (1 vial)
(f) Xylocaine 2% 20 cc isobaric (1 vial)
(g) Naropin 7,5% 200cc hypobaric (1 vial)
(h) Spuit 1 cc (1 buah)
(i) Spuit 5 cc (1 buah)
(j) Spuit 3 cc (1 buah)
(k) Spuit 10 cc (1 buah)
(l) Kassa steril (10 lembar)
(m) Doeck steril (1 buah)
(n) Betadine (10 cc)
(o) Efedrine (1 ampul)
(p) Midazolam (1 ampul)
(q) Sulfast atropin 0,25 mg (2 ampul)
(r) Oksigen
(s) Kanula oksigen
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Perencanaan kesiapan anestesi dan pasca bedah
Tatalaksana :
(1) Lakukan prosedur premedikasi
(2) Loading menggunakan cairan kristaloid sebanyak 500 cc
(3) Posisikan pasien duduk atau tidur miring
(4) Identifikasi tempat insersi jarum touhy epidural dan berikan penanda
(5) Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah insersi jarum touhy
(6) Lakukan penyuntikan anestesia local lidocain 2% di tempat insersi
(7) Insersi jarum epidural ditemoat yang telah ditandai dengan teknik ‘Loss Of
Resistance’ atau ‘Hanging Drop’
(8) Tarik penuntun pada jarum touhy dan pastikan LCS tidak keluar
(9) Insersikan kateter epidural menuju ruang epidural melalui jarum touhy
(10) Diberikan anestesi lokal berupa lidocain 2% 60 mg+epineprin 1:200.000
sebagai dosis test untuk mengetahui kemungkinan masuknya obat
anestesia lokal ke intravena maupun ruang sub arachnoid
(11) Fiksasi kateter epidural
(12) Maintance anestesi menggunakan obat anestesi lokal yang disuntikan ke
ruang epidural sesuai dermatom tubuh yang akan di blok dan dapat
dikombinasikan dengan prosedur anestesi spinal atau prosedur anestesi
umum dengan intubasi endotrakheal
(13) Setelah anestesia dinyatakan berjalan, maka operasi bisa dimulai
Pasca tindakan :
(1) Observasi tanda vital di kamar pemulihan
(2) Prosedur terapi oksigen di kamar pemulihan
(3) Atasi komplikasi yang terjadi
c) Anestesi Local
Anastesi lokal yang digunakan di RSAU dr. M. Salamun adalah : senyawa ester
(tetracain Hcl tetes mata), senyawa amida (lidokain, pehacain, bupivacaine),
Lainnya (ethylchloride)
Indikasi :
(1) Bedah minor
(2) Luka kecil
(3) Diagnostik
Jenis Anestesi
Indikasi Tindakan Obat
lokal
Analgesia Endoskopi, kateterisasi saluran Lidokain, Xilokain
topikal kemih, analgesia lokal pada luka spray, pasta/ jelly,
memar, cabut gigi, tindakan tetes mata
diagnostik pada mata tetrakain

Analgesia lokal Luka terbuka, ekstirpasi tumor Prokain,


infiltrasi kecil,cabut gigi, rekonstruksi kulit Bupivacain
Blok Lapangan Luka terbuka besar, ekstirpasi Prokain, Lidokain,
tumor, cabut gigi, amputasi jari, Bupivacain
sirkumsisi, rekonstruksi kulit,
suplemen analgesia lokal pada
laparotomi mini
Persiapan
(1) Pasien :
(a) Mendapat penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
resiko yang dapat terjadi
(b) Puasa
(c) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan anestesi lokal
(d) Izin persetujuan tindakan anestesi lokal
(2) Persiapan obat dan alat
(a) Obat anestesi lokal (lidocain dan pehacaine)
(b) Spuit 1 / 3 / 5 cc
(c) Kassa steril
(d) Sarung tangan
(e) Vovidon iodin 10%
(3) Dokter :
(a) Visite perioperatif
(b) Perencanaan kesiapan anestesi local dan pasca tindakan
Tatalaksana
(1) Pasien mengisi dan menandatangani lembar inform consent
(2) Petugas menyiapkan alat dan obat - obatan
(3) Siapkan pasien
(4) Beritahu Pasien akan di lakukan penyuntikan untuk mengurangi rasa sakit
saat tindakan pembedahan minor dan penjahitan
(5) Dokter / petugas menggunakan sarung tangan
(6) Bersihkan area yang akan dilakukan tindakan dengan kain kassa yg sudah
diberi cairan vovidon iodin 10 %
(7) Pasang doek atau kain untuk memperkecil ruang tindakan
(8) Aspirasi obat anestesi local (lidocain) ke dalam spuit 3/5 cc
(9) Masukan jarum pada ujung laserasi atau luka dan dorong masuk ke arah
bawah atau mukosa dan kulit sepanjang luka mengikuti garis dimana jarum
jahitannya akan masuk atau keluar
(10) Aspirasi dan kemudian injeksikan obat anestesia sambil menarik jarum ke
titik dimana jarum masuk atau jika tidak dilakukan aspirasi maka setelah
spuit di masukkan sampai dalam kemudian di tarik sambil disemprotkan /
dimasukan perlahan - lahan
(11) Hentikan pengijeksian anastesi atau jarum jangan dicabut tapi dibelokkan
kembali jarum sepanjang garis lain dimana di rencanakan akan dilakukan
tindakan atau penjahitan
(12) Ulangi proses penusukan jarum pada ujung luka disebelahnya sehingga
seluruh daerah yang akan dilakukan tindakan atau penjahitan
(13) Tunggu beberapa lama sambil melakukan penekanan pada area yang
akan di lakukan tindakan atau penjahitan
(14) Tanyakan apakah pasien merasa nyeri atau tidak, jika merasa nyeri jangan
dulu melakukan pembedahan / penjahitan luka, tunggu beberapa saat
(15) Jika sudah tidak merasa nyeri lakukan pembedahan / penjahitan luka
Penggunaan Anestesi lokal
(1) IGD menggunakan : Lidocain 20 mg/ml atau pehacaine
(2) Untuk kedokteran gigi yang dilakukan di poliklinik gigi menggunakan :
(a) Topikal Anastesi Gel : Precaine yaitu lidocain 8% dan dibucain 0.8%
(b) Topikal Anastesi Spray Xylonas yaitu lidocain 15.00g dan Cetrimide 88g,
Ethylchloride 88g
(c) Topikal anestesi injeksi : Lidocaine atau pehacaine
(3) Untuk Kedokteran mata menggunakan :
(a) Topikal anestesi drop : Pantocain 0.5 % (tetracain Hcl) drop eye
(b) Pada anestesi retrobulbar dan peribulbar digunakan obat Buvicaine
dengan perbandingan 1:1
(4) Untuk cathlab, menggunakan : Lidocain atau pehacaine
(5) Untuk poliklinik kebidanan, menggunakan : Lidocaine injeksi atau pehacaine
injeksi
16. Monitoring Selama Operasi
Yang perlu dimonitor selama operasi adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas
kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan serta perubahan respirasi secara praktis perlu
diperhatikan tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, warna kulit, keringat, cairan serta
kesadaran pasien.
a. Tingkat kedalaman pasien
Tingkat kedalaman pasien sesuai dengan tingkat depresi terhadap susunan saraf
pusat yang antara lain dapat dilihat pada perubahan tekanan darah, nadi, respirasi,
pupil, pergerakan bola mata, reflek - reflek dan kesadaran. Depresi terhadap sistem
saraf pusat dapat dilihat dengan perubahan - perubahan sebagai berikut : 
1) Menurunnya respon kulit / mukosa terhadap alat / obat anestesi yang berbau tajam
2) Menurunnya rangsangan susunan saraf simpatis, seperti tidak keluarnya air mata,
tidak terjadi vasokonstriksi dan kulit menjadi hangat
3) Berkurangnya rangsangan terhadap pernafasan, seperti tidak terjadinya takipneu dan
nafas menjadi teratur
4) Berkurangnya rangsangan terhadap kardiovaskuler, misalnya tidak terjadi takikardi
dan hipertensi
Bila anestesi kurang dalam, nafas akan bertambah dalam dan cepat, atau sebagian
anggota badan bergerak. Pada keadaan tersebut konsentrasi obat anestesi intravena
ditambah. Cara lain yang dapat membantu menentukan kedalaman anestesi adalah nilai
MAC (Minimal Alveolar Concentration) dan pemeriksaan elektroensefalografi.
b. Kardiovaskuler
Fungsi jantung dapat diperkirakan dari observasi nadi, bunyi jantung, pemeriksaan
EKG, pemeriksaan tekanan darah dan produksi urine.
1) Nadi
Monitoring frekuensi dan ritme nadi dapat dilakukan dengan meraba arteri
temporalis, arteri radialis, arteri femoralis, arteri karotis. Anestesi yang terlalu dalam
dapat bermanifestasi dengan nadi yang bertambah lambat dan melemahkan denyut
jantung. Pemeriksan juga dapat dilakukan dengan monitor nadi yang bermanfaat
pada kasus - kasus anak dan bayi dimana palpasi nadi lemah, observasi ritme
ektopik selama anestesi, indeks penurunan tekanan darah selama anestesi halotan,
dan selama pernafasan kontrol dimana monitoring nafas tidak dapat dikerjakan.
Monitoring nadi akan berfungsi baik bila pembuluh darah dalam keadaan
vasodilatasi dan tidak efektif pada keadaan vasokonstriksi.
2) Elektrokardiogram
EKG selama anestesi dilakukan untuk memonitor perubahan frekuensi ritme jantung
serta sistem koduksi jantung. Indikasi monitoring EKG selama anestesi :
a) Mendiagnosa adanya cardiac arrest
b) Mencari adanya aritmia
c) Diagnosis iskemik miokard
d) Memberi gambaran perubahan elektrolit
e) Observasi fungsi pacemaker
3) Tekanan darah dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung
a) Cara tak langsung bisa dengan : palpasi, auskultasi, oscilotonometri, Doppler
Ultrasound
b) Cara langsung atau invasif : pada cara ini kanul dimasukkan kedalam arteri,
misalnya arteri radialis atau brachialis kemudian dihubungkan dengan
manometer melalui transduser. Dengan cara ini kita dapat mengukur tekanan
darah secara langsung dan terus menerus pengukuran tekanan darah
merupakan suatu hal yang mutlak dilaksanakan pada setiap pasien selama
anestesi. Selama operasi, peningkatan tekanan darah bisa disebabkan karena
overload cairan atau anestesi yang kurang dalam, sebaliknya tekanan darah
dapat turun bila terjadi perdarahan atau anestesi yang kurang dalam
4) Produksi urine dalam anestesi, urine dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan darah,
volume darah, dan faal ginjal. Jumlah urine normal kira - kira 0,5 - 1 ml/KgBB/jam.
Bila urine ditampung dengan kateter perlu dijaga sterilitas agar tidak terinfeksi
5) Perdarahan selama pembedahan jumlah perdarahan harus dihitung dari botol
penghisap. Perdarahan akut dapat diatasi dengan kristaloid, koloid, plasma
ekspander, atau darah. Selain jumlah perdarahan, perlu diawasi juga warna
perdarahan merah tua atau merah muda
c. Respirasi
Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara - cara sederhana sampai
monitor yang menggunakan alat - alat. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah
thorakal atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau
supraclavicula.
Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea
tertekuk, sekresi berlebihan, pneumothorak, bronkospasme, dan obat - obat relaksan
habis.
Pemantauan terhadap “Oxygen Delivery” dan end tidal CO2, adalah sebagai berikut :
1) Oxygen Delivery, pada mesin anetesi sebaiknya dilengkapi dengan suatu alat
pemantau (oxygen analyzer) sehingga oksigen yang diberikan ke pasien dapat
dipantau dengan baik. Bila ada kebocoran pada sirkuit maka alarm akan berbunyi,
sedangkan untuk oksigen jaringan dapat dipantau dengan alat transkutaneus PO2,
pemantauan non invasif dan kontinyu. Pada bayi korelasi antara PO 2 dan PCO2
cukup baik
2) End tidal CO2, korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan
paru normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk
memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula, operasi
arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, murah, non invasif,
dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau suara nafas dan
bunyi jantung.
d. Suhu
Obat anestesi dapat memprediksi pusat pengatur suhu (SSP) sehingga mudah
dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tehnik anestesi. Monitoring suhu jarang
dilakukan, kecuali pada bayi / anak - anak, pasien demam, dan teknik anestesi dengan
hipothermi buatan. Pemantauan suhu tubuh terutama suhu pusat, dan usaha untuk
mengurangi penurunan suhu dengan cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan
bantal pemanas, menghangatkan cairan yang akan diberikan, menghangatkan dan
melembabkan gas - gas anestetika.
e. Cairan
Pemantauan terhadap status cairan dan elektrolit selama operasi dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah cairan atau darah yang hilang dan jumlah cairan atau darah
yang diberikan. Pengukuran ini harus benar - benar cermat terutama pada pasien bayi.
Kebutuhan cairan selama operasi meliputi kebutuhan standar ditambah dengan
kebutuhan sesuai dengan trauma dan stress akibat operasi.
Kebutuhan standar :
1) Untuk anak
0-10 Kg : 1000 ml/KgBB/24 jam
10-20 Kg : 1000 ml + 50 ml/KgBB/24 jam tiap Kg diatas 10 Kg
>20 Kg : 1500 ml + 20 ml/KgBB/24 jam tiap Kg diatas 20 Kg
b) Untuk dewasa 40 - 50 ml/KgBB/24 jam
Kebutuhan karena trauma / stress operasi :
Jenis Operasi Pediatri / Anak Dewasa
1) Ringan 2 ml/KgBB/jam
2) Sedang 4 ml/KgBB/jam – 6 ml/KgBB/jam
3) Berat 6 ml/KgBB/jam - 8 ml/KgBB/jam
Bila terjadi perdarahan dapat diganti dengan cairan kristaloid (3 X jumlah
perdarahan), koloid (1 X jumlah perdarahan), dan darah (1 X jumlah perdarahan).
f. Analisa Gas Darah
Pemantauan oxygen delivery ke jaringan dan eliminasi CO 2 dapat dipantau dengan
memeriksa analisa gas darah. Indikasi pemeriksaan analisa gas darah antara lain:
Operasi besar vaskular, operasi lung anestesi, anestesi dengan hipotensi kendali,
operasi otak, dan sebagainya.
g. Pelayanan Pasca Anestesi
1) Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan keruang pulih sadar (RR) atau
ekuivalennya kecuali atas perintah khusus dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga dapat dipindahkan langsung ke
unit perawatan kritis (ICU)
2) Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi beberapa di antaranya
memerlukan perawatan di unit perawatan kritis (ICU)
3) Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis anestesiologi
atau anggota tim pengelola anestesi. Selama pemindahan, pasien harus dipantau / dinilai
secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien
4) Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang pulih dan
disertai laporan kondisi pasien
5) Perawat Ruang Pulih Sadar menempatkan pasien di daerah perawatan yang tersedia
6) Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual dan bila perlu melakukan
tindakan tertentu yang dibutuhkan oleh pasien contohnya antara lain :
a) Hipoksia
Disebabkan tersumbatnya jalan nafas, therapy dengan O2 3 - 4 L/menit, bebaskan
jalan nafas, bila perlu pernafasan buatan
b) Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi
Sering disebabkan karena kesakitan, permulaan hipoksia atau memang penyakit
dasarnya. Therapy dengan O2, analgetik, posisi fowler
c) Hipotensi
Biasanya karena perdarahan, kurang cairan, spesial anestesi. Therapy dengan
posisi datar, infus RL dipercepat sampai tensi normal
d) Gaduh gelisah
Biasanya karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamin, pasien telah
sadar tapi masih terpasang ganjal lidah / airway. Therapy dengan O2, analgetik,
ganjal dilepas, atau kadang perlu bantal.
e) Muntah
Bahaya berupa aspirasi paru. Therapy miringkan kepala dan badan sampai setengah
tengkurap, posisi trendelenberg, hisap muntah sampai bersih.
f) Menggigil
Karena kedinginan, kesakitan atau alergi. Therapy berikan O 2, selimuti, bila perlu
beri analgetika.
g) Alergi sampai syok
Oleh karena kesalahan tranfusi atau obat - obatan. Therapy stop tranfusi, ganti NaCl.
7) Tanda vital harus segera dinilai setiba di ruang pemulihan dan dibuat laporan tertulis yang
akurat selama di ruang pemulihan
8) Adanya perawat ruang pulih yang mampu mengenali tanda - tanda kegawatan pada anak
pasca anestesi
9) Pasien berada di Ruang Pulih Sadar dilakukan perawatan pasca anestesi dan
pembedahan sampai memenuhi kriteria tertentu untuk dapat dipindahkan ke ruangan
10) Kriteria pemindahan pasien pasca operasi dari ruang pemulihan :

Aldrete Score (Dewasa) Skor Steward Score (Anak-anak) Skor


 

Warna (kulit, kuku, bibir)     Pergerakan  


Merah muda 2   Gerakan bertujuan 2
Pucat 1   Gerakan tidak bertujuan 1
Sianosis 0   Tidak Bergerak 0

Pernafasan     Pernafasan  
Dapat bernafas dalam dan Batuk 2   Batuk, menangis 2
Dangkal namun pertukaran Udara
1 Pertahankan jalan nafas 1
adekuat  
Apnoe atau Obstruksi 0   Perlu bantuan 0

Sirkulasi     Kesadaran  
Tekanan darah < 20% dari normal 2   Menangis 2
Tekanan darah 20 - 50% dari
1 Bereaksi terhadap rangsang 1
normal  
Tekanan darah > 50% dari normal 0   Tidak bereaksi 0

Kesadaran     Jika jumlah > 5, Pasien dapat di

Sadar, siaga dan orientasi 2   pindah keruangan

Bangun namun kembali cepat


1 BROMAGE SCORE
tertidur   Skor
(Anestesi Spinal)
Tidak Berespon 0  

    Kriteria Nilai  

Aktivitas     Gerakan penuh dari tungkai 0


Seluruh ekstremitas dapat di
2 Tak mampu ekstensi tungkai 1
gerakan  
Dua ekstremitas dapat di gerakan 1   Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi
Tidak bergerak 0 3
  pergelangan kaki

Jika jumlahnya > 8, Pasien dapat di Jika Bromage Score 2 dapat pindah
pindah ke ruangan   ruangan

Bila dari kriterita di atas tidak dapat terpenuhi dalam 6 jam di ruang pemulihan maka
pasien dipindahkan ke ruang intensif (HCU atau ICU).
11) Pasien dapat dipindahkan ke ruang rawat bila sudah sadar penuh dan dapat
berkomunikasi serta sesuai kriteria pemulihan di atas
12) Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih

17. Pelayanan Anestesi di Luar Kamar Operasi


a. Pelayanan anestesi pada pemeriksaan diagnostik
1) Pasien terlebih dahulu dikonsulkan ke dokter anestesi
2) Pelayanan anestesi / analgesik di ruang radiologi meliputi tindakan pada pasien
yang mengalami skala nyeri hebat pada saat akan dilakukan pemeriksaan Radiologi
3) Pemantauan fungsi vital selama tindakan anestesi atau analgesik di radiologi sesuai
standar pemantauan anestesi dan sedasi
4) Pemantauan di luar tindakan pembedahan atau di luar kamar bedah dapat
dilakukan oleh dokter atau perawat anestesi yang mendapat supervisi dokter
spesialis anestesiologi
b. Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi
1) Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi dapat berupa pasien
kondisi kritis yang diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang terjadi
akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi yang
diberikan
2) Pelayanan anestesi pada tindakan di luar kamar operasi dilakukan oleh dokter
spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
3) Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul akibat
tindakan pembiusan maupun akibat penyakit yang diderita atau pasien dengan
komorbiditi perlu koordinasi yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi
koordinator yang bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua aspek
penanganan pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain
4) Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain
yang memiliki kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain
yang terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi dengan
mempertimbangkan manfaat bagi pasien, faktor emosional keluarga pasien dan
menjelaskannya kepada keluarga pasien tentang sikap dan pilihan yang diambil
5) Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam rekam medis
6) Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan
dalam masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarganya
dalam pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak
pasien untuk menentukan nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan
c. Pelayanan Sedasi di Unit Pelayanan Rumah Sakit
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemberian sedasi moderat dan
dalam termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor keadaan
umum dan tanda - tanda vital pasien serta pemberian instruksi tatalaksana pasca
pemberian sedasi. Untuk anestesi lokal dengan sedasi ringan tanggung jawab ada pada
masing - masing dokter penanggung jawab pasien. Pada pemberian anestesi lokal
dengan jumlah besar, keadaan pasien harus dimonitor seperti pada pemberian sedasi
moderat dan dalam.
1) Pelayanan sedasi meliputi sedasi sedang dan dalam
a) Sedasi sedang / Moderat adalah suatu keadaan depresi / penurunan
kesadaran setelah terinduksi obat dimana pasien dapat berespon terhadap
perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil
cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan nafas paten dan
ventilasi spontan masih adekuat dan fungsi kardiovaskular biasanya tidak
terganggu.
Persiapan Pasien
(1) Catat identitas pasien: Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan,
riwayat alergi, riwayat penyakit, makan minum obat terakhir, register
(2) Lakukan pemeriksaan fisik pasien
(3) Kalau perlu lakukan pemeriksaan penunjang
(4) Catat diagnosa pasien
Persiapan alat dan obat
(1) Spuit
(2) Cairan steril untuk membilas / menyepul
(3) Obat penenang /obat tidur
(4) V Line / abocath berbagai ukuran
(5) Plester, kapas alkohol, kassa, torniquet
(6) Oksigen
(7) Selang oksigen
(8) Alat resusitasi
Tatalaksana
(1) Cari pembuluh darah vena yang paling besar / jelas
(2) Bendung pembuluh darah / vena tersebut dengan menggunakan
torniquet supaya pembuluh darah melebar
(3) Lakukan penusukan pada pembuluh darah / vena tersebut dengan IV
line / abocath yang sesuai dengan ukuran
(4) Pastikan IV / abocath masuk pada vena dengan cara keluar darah dari
saluran IV line / abocath
(5) Pastikan tidak ada pembengkakan atau plebitis, pada area penusukan
(6) Ambil obat penenang injeksi sesuai dengan dosis yang dibutuhkan
(7) Sebelum pemberian kepada obat pasien pastikan: benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar waktu pemberian, dan benar cara pemberian
obat
(8) Monitor keadaan pasien (kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan,
dan saluran oksigen) dan catat di RM monitoring
(9) Pasien boleh pulang setelah selesai pemeriksaan dan tanda vital sudah
kembali normal (pasien sudah sadar dan bisa berkomunikasi atau jalan
dan tidak ada keluhan)
(10) Laporkan ke dokter anestesi yang berjaga di kamar operasi
(11) Catat / dokumentasikan semua data pasien dan tindakan dalam rekam
medis yang telah disediakan dan beri tanda tangan nama jelas
b) Sedasi dalam adalah suatu keadaan dimana terjadi depresi kesadaran
setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap
rangsangan berulang atau rangsangan nyeri. Kemampuan untuk
mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat
memerlukan bantuan untuk menjaga jalan nafas paten, dan fungsi
kardiovaskuler harus dijaga
Persiapan Pasien
(1) Catat identitas pasien : Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan,
riwayat alergi, riwayat penyakit, makan minum obat terakhir, dan register
(2) Lakukan pemeriksaan fisik pasien
(3) Kalau perlu lakukan pemeriksaan penunjang
(4) Catat diagnosa pasien
(5) Pasien sudah dilakukan pemasangan jarum infus (Iv Line)
Persiapan alat dan obat injeksi / intra vena
(1) Siapkan obat penenang untuk injeksi
(2) Siapkan alat / spuit
Persiapan obat dan alat emergency / resusitasi
(1) Obat resusitasi : aminophilin, andrenalin dan obat resusitasi lain
(2) Alat monitor pasien
Tata laksana :
(1) Komunikasikan kepada pasien atau keluarga, untuk bayi atau anak yang
akan dilakukan sedasi
(2) Berikan obat sesuai dosis yang telah ditentukan
(3) Awasi atau monitor tanda vital pasien
(4) Laporkan ke dokter anestesi yang berjaga di kamar operasi
(5) Catat semua tindakan yang dilakukan mulai dari pemberian obat dan hasil
menitoring pasien
(6) Bila tindakan sudah sesuai pastikan efek obat sudah habis dengan
memperhatikan tanda vital
(7) Pasien dipulangkan bila pasien sudah sadar penuh tidak ada keluhan dan
bisa berjalan sendiri
(8) Untuk pasien bayi dan anak boleh pulang bila sudah bisa menangis dan
bisa minum
(9) CATATAN : tindakan ini harus dilakukan oleh dokter anestesi karena
kadang memerlukan tambahan obat analgetik golongan O karena dapat
menyebabkan depresi nafas
2) Pemantauan fungsi vital selama tindakan sedasi sedang dan dalam dilakukan
sesuai standar pemantauan sedasi sedang dan sedasi dalam
3) Sedasi sedang dan dalam dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
4) Sedasi sedang dan dalam hendaknya dimulai dan dilakukan hanya ditempat -
tempat dengan perlengkapan resusitasi serta obat - obatan yang dan dapat segera
tersedia untuk menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur
5) Seluruh pelayanan anestesi sedasi moderat dan dalam dilakuakan secara seragam
diseluruh unit rumah sakit dan berada dibawah tanggung jawab dokter anestesi
sesuai dengan peraturan perundang undangan. Penanggung jawab pelayanan
anestesi sedasi moderat dan dalam melakukan supervisi dan evaluasi pelaksanaan
anestesi sedasi moderat dan dalam di seluruh unit rumah sakit secara berkala dan
Rumah Sakit menerapkan pelaksanaan pelayanan anestesi sedasi moderat dan
dalam sesuai dengan tanggung jawab pelayanan anestesi sedasi moderat dan
dalam yang meliputi :
a) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
b) Melakukan pengawasan administratif
c) Menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
d) Memonitor dan evaluasi pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam

Anda mungkin juga menyukai