Anda di halaman 1dari 37

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM ALMANSYUR MEDIKA


TENTANG
PEMBERLAKUKAN PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI
PADA RUMAH SAKIT UMUM ALMANSYUR MEDIKA
NOMOR : 002/PAB 1/RSUAMM/XII/2019

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ALMANSYUR MEDIKA

Menimbang : a. bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang


maksimal dan dengan mengutamakan keselamatan pasien,
rumah sakit umum dituntut untuk meningkatkan mutu
pelayanan di Unit Kamar Operasi dengan menjalankan kaidah-
kaidah keselamatan pasien;
b. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
Unit Kamar Operasu pada Rumah Sakit Umum Almansyur
Medika.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 116);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/MENKES/
SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/MENKES/
PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/ SK/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tanggal 6
Februari 2008;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/ Per/I/2010
tentang Perizinan Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/
PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/
PER/VI/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/PER/VIII/2012 Tentang Keselamatan Pasien.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ALMANSYUR


MEDIKA TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN
ANESTESI PADA RUMAH SAKIT UMUM ALMANSYUR MEDIKA
KESATU : Memberlakukan Buku Pedoman Pelayanan Anestesi pada Rumah
Sakit Umum Almansyur Medika merupakan bagian tidak
terpisahkan dengan keputusan ini.
KEDUA : Pedoman ini akan dievaluasi setiap 2 (dua) tahun sekali.
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila ada kekeliruan maka akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Banjarbaru
Pada tanggal : …/…… 2019
Direktur RSU Almansyur Medika,

dr. Hj. Nurlenny Saleh, MM


NIK. 032014-3-0050
PEDOMAN________________________________________________________________
PELAYANAN ANESTESI
RSU ALMANSYUR MEDIKA

Penulis Dokumen : Unit Kamar operasi

Tanggal : …/….. 2019

Jumlah Halaman : 30 Halaman


KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang tak terhingga kami panjatkan kepada Allah Yang
Maha Kuasa dan Maha Bijaksana yang telah membukakan pintu rahmat-
Nya dan berkat bantuan dari berbagai pihak, pembuatan Pedoman
Pelayanan Anestesi ini dapat di selesaikan. Untuk itu penyusun sampaikan
terimakasih kepada yang terhormat dr. Hj. Nurlenny Saleh selaku Direktur
RSU Almansyur Medika.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia,


khususnya pada Unit Kamar Operasi di RSU Almansyur Medika agar
terciptanya masyarakat yang sehat serta terwujudnya pelaksanaan
pelayanan pembedahan di RSU Almansyur Medika yang profesional dan
beretika di Kalimantan Selatan.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan Pedoman Pelayanan


Anestesi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna perbaikan
penulisan laporan selanjutnya. Semoga Pedoman Pelayanan Anestesi ini
bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan positif terhadap semua
pembaca.

Banjarbaru, …/….. 2019


RSU Almansyur Medika.

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL viii


KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI x
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Ruang Lingkup Pelayanan 1
D. Batasan Operasional 1
E. Landasan Hukum 2
BAB II STANDAR KETENAGAAN 3
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia 3
B. Distribusi Ketenagaan 4
C. Pengaturan Jaga 4
BAB III STANDAR FASILITAS 5
A. Denah Ruang 5
B. Standar Fasilitas 5
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN 6
A. Penjadwalan Operasi 6
B. Penerimaan dan penyerahan pasien 6
C. Persiapan operasi 6
D. Kerjasama Antar Disiplin 8
E. Pelayanan Anestesi 8
BAB V LOGISTIK 21
A. Prosedur Penyediaan Alat Kesehatan dan Obat 21
B. Prosedur Permintaan Obat Dan Alat Kesehatan Ke Logistik
Farmasi 23
BAB VI KESELAMATAN PASIEN 24
A. Pengertian 24
B. Tujuan 24
C. Tata Laksana Keselamatan Pasien 24
BAB VII KESELAMATAN KERJA 26
A. Pendahuluan 26
B. Tujuan 26
C. Tindakan yang beresiko terpajan 27
D. Prinsip Keselamatan Kerja 27
E. Hal-hal Yang Perlu Diketahui Petugas Yang Terpapar 27
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU 28
BAB IX PENUTUP 29
Lampiran Keputusan Direktur RSU Almansyur
Medika
NOMOR : 002/PAB1/RSUAMM/XII/2019
Tanggal …/….2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan :
1. Evaluasi pasien preoperatif
2. Rencana tindakan anestesi
3. Perawatan intra dan pasca operatif
4. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
5. Konsultasi perioperatif
6. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak
diinginkan
7. Tatalaksana nyeri akut dan kronis
8. Perawatan pasien dengan sakit beratIkritis

Kesemua pelayanan ini diberikan atau diintruksikan oleh


anestesiologist American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung
konsep pelayanan rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi.
Anestesiologis diharapkan memegang peranan penting sebagai dokter
perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan, dan
berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana
untuk menstandarisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan.
B. Tujuan
1. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
2. Menerapkan budaya keselamatan pasien
3. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai
dengan akreditasi
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan anestesi meliputi pemberian Sedasi, Pelayanan
Pre, Intra, dan post anestesi termasuk diantaranya adalah manajemen
nyeri.
D. Batasan Operasional
1. Pelayanan Pre Anestesi adalah Pelayanan yang diberikan oleh petugas
anestesi baik itu dokter spesialis anestesi, dokter umum, maupun

1
perawat anestesi yang dimulai sejak pasien ditetapkan akan
dilakukan tindakan anestesi sampai pasien tiba di ruang
persiapan.
2. Pelayanan Intra Anestesi adalah Pelayanan yang diberikan oleh
petugas anestesi mulai dari ruang persiapan sampai dengan
pengakhiran anestesi.
3. Pelayanan Post Anestesi adalah Pelayanan yang diberikan setelah
pengakhiran anestesi sampai pasien terbebas dari pengaruh anestesi
dan manajemen nyeri untuk pasien post operasi.
4. Pelayanan Sedasi adalah pemberian obat sedasi mulai dari sedasi
ringan dimana kondisi pasien masih mampu merespon secara normal
terhadap stimulus verbal sampai dengan sedasi berat/dalam dimana
pasien hanya mampu memberikan respon terhadap stimulus
berulang/nyeri.
E. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 519 tahun
2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan
Terapi lntensif di Rumah Sakit.
2. Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi Indonesia,
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi
Indonesia, 2008.

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kepala Pelayanan Anestesi
Spesifikasi
Pendidikan Spesialis Anestesi
Pengalaman Kerja 3 tahun mengelola pelayanan
Sertifikasi
Jumlah 1

2. Tim Anestesi
Spesifikasi
Pendidikan Minimum DIII Keperawatan + Pelatihan
Anestesi

PengalamanKerja 1 bulan orientasi ruangan


(minimum)
Kompetensi Anestesi
BHD
PMKK
Patient Safety
INOS
PPI
APAR
Jumlah 1

F. Distribusi Ketenagaan
RSU Almansyur Medika memiliki kapasitas dua kamar operasi. Jumlah
tenaga penata anestesi sebanyak satu orang dan satu orang dokter
spesialis anestesi. Untuk penata anestesi didistribusikan satu orang di
dua kamar operasi.
Sedangkan untuk pendistribusian dokter spesialis anestesi adalah satu
orang sebagai Kepala Pelayanan Anestesi.
G. PengaturanJaga
Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan
bagi perawat untuk melaksanakan tugas pelayanan di unit kamar
operasi sehingga semua kegiatan pelayanan bedah dapat terkoordinir
dengan baik. Pengaturan dinas dibuat 1 shift dalam 24 jam yaitu:
1. DinasPagi:08.00-14.00
2. Jadwal On Call : sewaktu-waktu bila diperlukan

3
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Denah ruang terdapat dalam lampiran

H. Standar Fasilitas
1. Ruang persiapan / penerimaan pasien
a. Obat-obat emergensi (SA, Adrenalin, Aminopilin, dll)
b. Oksigen
2. Ruang operasi
a. Satu unit mesin anestesi
b. Bed side monitor
c. Gas anestesi (siap pakai)
d. Intubasi set
e. Obat-obat emergensi
f. Obat-obat premedikasi, induksi, maintenance anestesi (sesuai
kasus)
g. Cairan infuse
h. Ambubag
i. Defibrilator
3. Ruang pemulihan / Recovery Room
a. Bed sidemonitor
b. Suction unit
c. Oksigen
d. Bengkok
e. Urinal
f. Pispot
g. Tissue

4
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan operasi disesuaikan dengan admition.

I. Penerimaan dan Penyerahan Pasien


Petugas anestesi atau petugas Kamar Operasi menerima pasien dari
ruang rawat inap, mengisi ceklist serah terima pasien dan
menandatanganinya serta dibubuhkan nama terang. demikian pula
saat penyerahan pasien ke ruang rawat inap apabila Score Discharge
telah tercapai yaitu minimal 9 untuk Aldrette Score dan 2 untuk
Bromage Score.

J. Persiapan Operasi
Persiapan operasi meliputi persiapan fisik dan mental pasien sejak
ditetapkan akan dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan.
Persiapan dilakukan beberapa hari sebelum operasi dan pada
hari/sesaat sebelum operasi. Untuk mencapai terwujudnya keselamatan
pasien yang optimal, anestesiologis bertanggung jawab terhadap hal-hal
sebagai berikut :

1. Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan dokter
dan petugas nondokter yang kompeten dan berkualitas dalam
memberikan pelayanan/prosedur anestesi kepada setiap pasien.

2. Evaluasi Pre-Anestesi Pasien


a. Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya
perencanaan anestesi yang baik, dimana perencanaan tersebut
juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi.
b. Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam
pengumpulan dan pencatatan data pre-operatif pasien,
anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadap
evaluasi keseluruhan pasien.
3. Perencanaan Tindakan Anestesi
a. Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana
tindakan anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas
pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya keselamatan pasien
yang optimal.

5
b. Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika
kondisi pasien memungkinkan) mengenai resiko tindakan anestesi,
keuntungan dan alternatif yang ada, dan memperoleh izin
persetujuan tindakan (informed consent).
c. Ketika terdapat situasi dimana suatu bagian dari layanan anestesi
akan dilakukan oleh petugas anestesi komponen lainnya, spesialis
anestesi harus memberitahukan kepada pasien bahwa
pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh
tim anestesi.
4. Manajemen Tindakan Anestesi
a. Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor,
termasuk kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan
dilakukan.
b. Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang
dapat didelegasikan.
c. Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas
non-dokter yang tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat
kualitas pelayanan pasien dan keselamatan pasien tetap terjaga
dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagianbagian penting
tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi
emergensi dengan cepat.
5. Perawatan Pasca-Anestesi
a. Perawatan pasca-anestesi di ruang RR didelegasikan kepada
perawat pasca-anestesi.
b. Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca anestesi merupakan
tanggungjawab anestesiologis.
c. Perawatan pasca anestesi di ruangan dalam 24 jam post op
dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
6. Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan
kepada petugas non dokter.

7. Pedoman puasa sebelum menjalani prosedur menurut American


Society of Anesthesiologist (ASA)

Jenis makanan Periode Puasa minimal


Cairan bening/jemih 2 jam
Air Susu Ibu 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

6
Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan menjalani
prosedur elektif. Tidak ditujukan untuk wanita hamil. Perlu diingat bahwa
dengan mengikuti pedoman ini tidak menjamin pengosongan lambung yang
sempurna. Periode puasa minimal diaplikasikan untuk semua usia.

Contoh cairan bening I jemih adalah : air putih, jus buah tanpa
bulir/ampas, minuman berkarbonasi, teh, dan kopi.

Konsistensi susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu


pengosongan lambung, jumlah susu yang diminum harus dipertimbangkan
saat menentukan periode waktu puasa yang tepat.

Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening. Makanan yang
digoreng, berlemak, atau daging dapat memperlama waktu pengosongan
lambung. Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi harus
dipertimbangkan saat menentukan periode waktu puasa yang tepat.

K. Kerjasama Antar Disiplin


Kerjasama antar disiplin ilmu pada periode pre, durante, dan post
anestesi dapat berupa konsultasi, rawat bersama, alih rawat, dan
pendampingan dengan dokter lain.

L. Pelayanan Anestesi
1. Beberapa prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
pelayanan anestesi adalah:
a. Standar, Pedoman, dan Kebijakan ASA harus diimplementasikan
pada semua kondisi dan situasi, kecuali pada situasi dimana
hal tersebut tidak sesuai/tidak dapat diaplikasikan pada
layanan rawat jalan.
b. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam: baik pada
kasus-kasus pelayanan rawat inap, siap sedia menerima
telepon/konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas sepanjang
waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien, hingga
pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
c. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan diorganisir
sejalan dengan regulasi dan kebijakan pemerintah setempat dan
nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya harus memiliki
sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, dan obat-
obatan emergensi yang dapat diandalkan.
d. Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan
mampu melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan pada suatu
7
rumah sakit, yang terdiri atas :
1) Petugas profesional
a) Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat
lzin Praktik (SlP)/sertifikat yang memenuhi syarat.
b) Perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat
2) Petugas administratif
3) Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
e. Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan
peninjauan ulang, penyesuaian kewenangan, jaminan mutu, dan
evaluasi rekan sejawat.
f. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat
diperlukan untuk menangani situasi emergensi. Harus dibuat
suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi emergensi
dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan
akut.
g. Layanan pasien minimal meliputi :
1) Intruksi dan persiapan pre operatif.
2) Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh
anestesiologis, sebelum dilakukan tindakan anestesi dan
pembedahan. Pada kondisi dimana tidak terdapat petugas
medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang
didapat dan mengulangi serta mencatat elemen-elemen
penting dalam evaluasi.
3) Studi dan konsultasi pre operatif, sesuai indikasi medis.
4) Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan
dengan pasien, kemudian mendapat persetujuan pasien.
Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien.
5) Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain
yang kompeten, atau petugas anestesi non-dokter yang dipandu
atau dibimbing secara langsung oleh anestesiologis.
6) Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
7) Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus
didampingi oleh orang, dewasa saat pemulangan pasien.
8) Intruksi pasca operasi dan pemantauan selanjutnya harus
dicatat dalam rekam medis.
9) Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.
2. Kategori I Tingkat Anestesi dan Sedasi
a. Sedasi ringan/minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih
dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal.
Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu, ventilasi
dan fungsi kardiovaskuler tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
8
1) Blok saraf perifer
2) Anestesi lokal atau topikal
3) Pemberian jenis obat sedatif/analgetik oral dengan dosis yang
sesuai untuk penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri
b. Sedasi sedang (pasien sadar): Suatu kondisi depresi tingkat
kesadaran dimana pasien masih mampu memberikan respon
terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk
mempertahankan patensi jalan nafas, dan ventilasi spontan masih
adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya terjaga dengan baik.
c. Sedasi berat/dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran
dimana pasien hanya mampu memberikan respon terhadap
stimulus berulang/nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu
atau tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan
untuk mempertahankan patensi jalan nafas. Fungsi kardiovaskuler
biasanya terjaga dengan baik.
d. Anestesi umum: hilangnya kesadaran dimana pasien tidak
memberikan respon bahkan dengan stimulus nyeri. Pasien
seringkali membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi
jalan nafas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif
karena tidak adekuatnya ventilasi spontan/fungsi kardiovaskuler
dapat terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan/kontinyu sehingga
tidak selalu mungkin memprediksi bagaimana respon setiap pasien
yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas anestesi yang
memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera
terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam/berat daripada efek
yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang
memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan
terhadap pasien yang jatuh kedalam kondisi sedasi berat).

Sedasi
Sedasi Sedasi
sedang Anestesi
ringan/ berat/
(Pasien umum
minimal dalam
sadar)
Respon Merespons Merespons Tidak
normal terhadap setelah sadar,
terhadap stimulus diberikan meskipun
stimulus stimulus dengan
stimulus
nyeri
Respons Verbal Sentuhan Berulang/
9
stimulus
nyeri
Jalan Tidak Tidak perlu Mungkin Sering
nafas terpenggaru intervensi perlu memerluka
h intervensi n intervensi
Ventilas Tidak Adekuat Dapat Sering tidak
i terpenggaru tidak adekuat
spontan h adekuat
Fungsi Tidak Biasanya Biasanya Dapat
Kardio terpenggaru dapat dapat terganggu
vaskuler h dipertahanka dipertahan
n dengan -kan
baik dengan
baik

3. Anggota Inti Tim Anestesi


a. Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter
b. Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi
mereka sendiri dan anggota tim lainnya secara akurat terhadap
pasien dan keluarganya.
c. Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak
terjadi salah penafsiran /anggapan terhadap petugas non-dokter
sebagai dokter umum.
d. Tindakan/layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk
pemantauan dan pelaksanaan tindakan anestesi.
e. Intruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan
kebijakan dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit.
f. Tanggungjawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan
keselamatan pasien terletak pada anestesiologis.
g. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang
optimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi .
h. Berikut adalah anggota tim anestesi :
1) Dokter
Anestesiologis (spesialis anestesi) - Pimpinan Tim Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah
menyelesaikan program studi spesialisasi di bidang anestesi
yang terakreditasi.
2) Non-dokter
a) Perawat anestesi

10
Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan
program pendidikan perawat anestesi terakreditasi, dan
perawat yang telah mendapatkan pelatihan Anestesi.

b) Perawat mahir
Perawat yang berturut-turut selama dua tahun atau lebih
melaksanakan tugas dibidang pelayanan anestesi.

4. Manajemen Keselamatan Pasien Oleh Tim Anestesi


Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal,
anestesiologis bertanggungjawab terhadap hal-hal sebagai berikut :

a. Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan dokter
dan petugas non dokter yang kompeten dan berkualitas dalam
memberikan pelayanan sesuai prosedur anestesi kepada setiap
pasien.
b. Evaluasi Pre-Anestesi Pasien
1) Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya
perencanaan anestesi yang baik, dimana perencanaan tersebut
juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang
dapat mempengaruhi tindakan anestesi.
2) Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam
pengumpulan dan pencatatan data pre-operatif pasien,
anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadap
evaluasi keseluruhan pasien.
c. Perencanaan Tindakan Anestesi
1) Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana
tindakan anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas
pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya keselamatan
pasien yang optimal.
2) Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien
(jika kondisi pasien memungkinkan) rnengenai resiko tindakan
anestesi, keuntungan dan alternatif yang ada, dan memperoleh
izin persetujuan tindakan (informed consent).
3) Ketika terdapat situasi dirnana suatu bagian dari layanan
anestesi akan dilakukan oleh petugas anestesi komponen
lainnya, spsialis anestesi hams memberitahukan kepada
pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam
pelayanan anestesi oleh tim anestesi.
d. Manajemen Tindakan Anestesi

11
1) Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor,
termasuk kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan
dilakukan.
2) Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang
dapat didelegasikan.
3) Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada
petugas non-dokter yang tergabung dalam Tim Anestesi,
dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan keselamatan
pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi dalam
bagianbagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia
untuk menangani situasi emergensi dengan cepat.
e. Perawatan Pasca-Anestesi
1) Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat
pasca anestesi.
2) Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca anestesi mempakan
tanggungjawab anestesiologis.
f. Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan
kepada petugas nondokter.
5. Manajemen Keselamatan Pasien Dalam penggunaan Sedasi Ringan
dan Sedasi Sedang Oleh Perawat Dan Asisten Anestesi.
a. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua
aspek yang terlibat selama perawatan pasien (pre, intra, dan
pasca-prosedur).
b. Saat pasien diberi sedasi, dokter yang bertanggung jawab harus
hadir/mendampingi di ruang tindakan.
c. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam
mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali
kapan terdapat peningkatan resiko anestesi.
d. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan
praktisi untuk menolak berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu
jika mereka merasa tidak kompeten dalam melakukan tindakan
anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan
pasien/menurunkan kualitas pelayanan pasien.
e. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya
dalam situasi emergensi dimana diperlukan tindakan resusitasi,
termasuk manajemen jalan nafas.
f. Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang
harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi/anestesi dan
dokter non-anestesi yang mengawasinya.
6. Pelayanan Anestesi selama Prosedur Intervensi dengan Rasa Nyeri
untuk Dewasa.
12
a. Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak
memerlukan pelayanan anestesi selain anestesi lokal.
b. Contoh prosedur ini adalah :
1) Injeksi steroid epidural
2) Epidural blood patch
3) Trigger point injection
4) lnjeksi sendi sakro iliaka
5) Bursa/injection
6) Blok saraf oksipital (occipital nerve block)
7) Facet injection
c. Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan
nyeri minor hanya dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus,
dimana diperlukan perawatan/layanan anestesi yang terampil dan
terlatih.
d. Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan
anestesi khusus :
1) Komorbiditas mayor
2) Gangguan mental/psikologis yang membuat pasien tidak
kooperatif
e. Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang
dengan potensi resiko/bahaya yang diakibatkan dari pelaksanaan
prosedur dengan nyeri minor terhadap pasien dengan anestesi
umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur tulang
belakangservikal.
f. Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering
memerlukan sedasi intravena dan penggunaan monitor anestesi
(Monitored Anesthesia Care-MAC). Prosedur ini meliputi:
1) Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka,
paravertebral lumbal).
2) Ablasi radio frequency(RIF)
3) Diskografi (discography)
4) Disektomiperkutan
5) Trial spinal cord simulator leadplacement
g. Blok fleksus/saraf utama lebih jarang dilakukan di k!inik
penanganan nyeri kronis, tetapi diyakini bahwa prosedur blok ini
mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena dan MAC
(misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik
kateterisassi kontinu tertentu).
7. Pedoman Pemberian Sedasi dan Anestesi oleh Non Anestesiologis.
a. Definisi
Anestesiologis mempunyai keahlian spesifik dalam hal
farrnakologis, fisiologi, dan manajemen klinis terhadap pasien-
13
pasien yang mendapat sedasi dan analgesik. Oleh karena itu,
anestesiologis sering diminta untuk berpartisipasi dalam
mengembangkan kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk
sedasi dan analgesik yang digunakan pada saat melakukan
prosedur diagnostik atau terapeutik. Pedoman ini diaplikasikan
secara spesifik untuk sedasi sedang (sering disebut sebagai
anestesi dimana pasiennya sadar dan sedasi berat/dalam.
Pedoman ini juga tidak ditujukan untuk pasien yang menjalani
anestesi umum/anestesi induksi (misalnya blok
spinal/epidural/kaudal dimana harus diawasi dan dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi, dokter bedah, atau dokter lainnya yang
telah mengikuti pelatihan khusus mengenai teknik sedasi,
anestesi, dan resusitasi.

b. Tujuan
1) Membantu dokter dan pasien dalam membuat keputusan
mengenai pelayanan kesehatan.
2) Membantu dokter memberikan keuntungan dilakukannya
sedasi/analgesik sementara meminimalisasi risiko yang dapat
terjadi.
c. Prinsip
1) Pedoman ini dapat dimodifikasi dan diadaptasi sesuai degan
kebutuhan klinis dan keterbatasan yang ada.
2) Pedoman ini tidak dimaksudkan sebagai persyaratan yang
mutlak atau standar.
3) Pemilikan teknik dan obat-obatan sedasi/analgesik yang
digunakan bergantung pada:
a) Preferensi dan pengalaman masing-masing dokter.
b) Kebutuhan dan keterbatasan yang terdapat pada pasien atau
prosedur.
c) Kecendrungan terjadinya efek sedasi yang lebih dalam
daripada yang diinginkan/diantisipasi.
4) Penerapan pedoman ini tidak dapat menjamin hasil akhir
yang spesifik.
5) Pedoman ini harus direvisi karena pengetahuan, teknologi, dan
praktik kedokteran selalu berkembang sepanjang waktu.
6) Pedoman ini menyediakan rekomendasi dasar yang didukung
dengan analisis literatur terkini dan pengolahan opini para
ahli/pakar kedokteran, forum terbuka, dan data klinis.
7) Didesain agar dapat diaplikasikan oleh dokter non-
anestesiologis diberbagai fasilitas, yaitu rumah sakit, klinik
swasta, praktik dokter, dokter gigi, dan fasilitas lainnya.

14
d. Keuntungan
1) Keuntungan yang didapat dari pemberian sedasi analgetik:
a) Pasien dapat mentoleransi prosedur yang tidak
menyenangkandengan mengurangi kecemasan,
ketidaknyamanan, atau nyeri yang mereka rasakan
b) Pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif:
sedasi/analgesic dapat mempercepat dan memperlancar
pelaksanaan prosedur yang memerlukan pasien untuk
diam/tidak bergerak

2) Resiko pemberian sedasi : berpotensi menimbulkan depresi


kardiorespirasi, sehingga petugas/personel yang memberikan
sedasi harus dapat segera mengenali dan menanganinya untuk
mencegah kejadian : kerusakan otak akibat hipoksia, henti
jantung, atau kematian.
3) Pemberian sedasi/analgesic yang tidak adekuat:
a) Menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.
b) Meningkatkan resiko cidera karena pasien menjadi
kurang/tidak kooperatif.
c) Timbulnya efek fisiologis atau psikologi akibat respon
terhadap stres yang dialami pasien.
e. Scdasi Sedang dan Berat/Dalam
1) Evaluasi pre-prosedur
a) Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi
dan analgesik yang berjalan lancar)
b) Menurukan resiko kejadian efek samping.
c) Evaluasi ini meliputi:
(1) Riwayat penyakit pasien yangrelevan
(a) Abnormalitas sistem organ utama
(b) Riwayat anastesi/sedasi sebelumnya dan efek samping
yang pernah terjadi/dialami
(c) Obat-obatan yang dikomsumsi saat ini, alergi obat dan
interaksi obat yang mungkin terjadi.
(d) Asupan makan terakhir
(e) Riwayat merokok, alkohol atau penyalahgunaan obat-
obatan
(2) Pemeriksaan fisik terfokus
(a) Tanda vital
(b) Evaluasi jalan napas (lihat lampiran 3)
(c) Auskultasi jantung dan paru
(3) Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi
yang mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam
15
penanganan pasien)
(4) Temuan klinis dikompirmasi segera sebelum melakukan
anastesi/sedasi
(5) Konsultasi
2) Konseling pasien
Mengenai resiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif
yang ada

3) Puasa pre-prosedur (lihat lampiran 4)


a) Prosedur elektif : mempunyai waktu yang cukup untuk
pengosongan lambung
b) Situasi emergency : berpotensi terjadi pneumonia aspirasi,
pertimbangan dalam menentukan tingkat/ katagori sedasi,
apakah perlu penundaan prosedur dan apakah perlu
proteksi trakea dengan intubasi.
4) Pemantauan
a) Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur
sebelum, selama, dan setelah prosedur dilakukan:
(1) Tingkat kesadaran pasien (dilihat dari nilai
respon pasien terhadap stimulus)
(a) Respon menjawab (verbal) : menunjukkan bahwa
pasien bernapas
(b) Hanya memberikan respon berupa retleks menarik diri
(withdrawal) : dalam sedasi berat/dalam, mendekati
anastesi umum dan harus segera ditangani.
(2) Oksigenasi
(a) Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama
proses anastesi.
(b) Gunakan oksimetri denyut (pulseoxymetri)
(3) Respon terhadap perintah verbal jika memungkinkan)
(4) Ventilasi paru (observasi,auskultasi)
(a) Semua pasien yang menjalani anastesi umum harus
memiliki ventilasi yang adekuat dan dipantau
secara terus menerus
(b) Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada,
pergerakan kantong pernapasan, auskultasi dada.
(c) Pemantauan karbondioksida yang dieksperasi untuk
pasien yang terpisah dari pengasuh/ keluarganya.
(d) Jika terpasang ETT/LMA pastikan posisi terpasang
dengan benar
(e) Kapnografi

16
(5) Sirkulasi
(a) Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan
penyakit kardiovaskular yang signifikan
(b) Pemeriksaan analisis gas darah(AGD)
(c) Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5
menit (kecuali dikontraindikasikan)
(d) Pasien dengan anastesi umum : semua hal di atas
ditambah evaluasi kontinu fungsi sirkulasi dengan :
palpasi nadi, auskultasi bunyi jantung, takanan intra-
arteri,oksimetri.
(6) Temperatur tubuh
b) Pencatatan data untuk sedasi berat/dalam:
(1) Respon terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih
intens (kecuali dikontra indikasikan)
(2) Pemantauan karbondioksida yang diekspresikan untuk
semua pasien
(3) EKG untuk semua pasien
5) Personel/petugas
a) Sebaiknya ada petugas anastesi non-dokter yang hadir
dalam proses anastesi, bertugas untuk memantau pasien
sepanjang prosedur berlangsung.
b) Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, melakukan ventilasi tekanan positif dan resusitasi
(bantuan hidup lanjut) selama prosedur berlangsung.
c) Petugas ini boleh membantu dengan melakukan tugas-tugas
ringan lainnya saat pasien sudah stabil.
d) Untuk sedasi berat/dalam petugas yang melakukan
pemantauan tidak boleh diberikan tugas/pekerjaan lain.
6) Pelatihan
a) Farmakologi obat-obat anestesi dan analgesic
b) Farmakologi obat-obat antagonis yang tersedia
c) Ketrampilan bantuan hidup dasar
d) Ketrampilan bantuan hidup lanjut
7) Peralatan emergensi (lihat lampiran 5)
a) Suction, peralatan patensi jalan nafas dengan berbagai
ukuran, ventilasi tekanan positif
b) Peralatan intravena, obat-obatan antagonis, dan obat-obatan
resusitasi dasar
c) Peralatan intubasi
d) Defibrilator yang tersedia setiap saat dan dapat segera
dipakai (untuk pasienpasien dengan penyakit
kardiovaskuler)
17
e) Untuk sedasi berat/dalam: defibrilator tersedia setiap saat
dan dapat segera dipakai (untuk semuapasien)
8) Oksigen tambahan
a) Tersedianya peralatan oksigenisasi
b) Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia
c) Untuk sedasi berat/dalam: pem berian oksigen kepada
semua pasien (kecuali dikontraindikasikan)
9) Pilihan obat-obatanestesi
a) Sedatif: untuk mengurangi ansietas/kecemasan,
menyebabkan kondisi somnolen
b) Analgesik: untuk mengurangi nyeri
c) Kombinasi sedatif dan analgetik: efektif untuk sedasi sedang
dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat
10) Titrasidosis
a) Pengobatan intravena d iberikan secara bertahap dengan
interval yang cukup antar pemberian untuk memperolaeh
efek yang optimal
b) Penggunaan dosis yang sesuai jika menggunakan sedative
dan analgetik
c) Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk
menambah efek obat sedasi/analgesik tidak
direkomendasikan.
11) Penggunaan obat anestesi induksi (methohexital,
propofol ,ketamin)
a) Biasanya digunakan untuk anestesi umum
b) Propofol dan ketamin efektif digunakan untuk anestesi
sedang
c) Methohexital efektif untuk anestesidalam/berat
d) Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang
diinginkan, pasien dengan sedasi berat harus dipantau
secara konsisten termasuk jika pasien jatuh ke dalam
anestesi umum.
12) Akses intravena
a) Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan
akses intravena dengan baik selama prosedur hingga pasien
terbebas dari resiko depresi kardiorespirasi.
b) Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil
berdasarkan kasus perkasus.
c) Tersedia personel/petugas yang memiliki
ketrampilan/keahlian mengakses jalur intravena
13) Obat antagonis: tersedia nalokson dan flumazenil jika
pasien diberikan obat opioid/benzodiazepine
18
14) Pemulihan
a) Observasi sampai pasien terbebas dari resiko depresi
kardiorespirasi
b) Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai
pasien terbebas dari resikohipoksemia
c) Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan
teratur sampai pasien diperbolehkan pulang.
d) Gunakan kreteria pemulangan yang sesuai untuk
meminimal isir resiko depresi kardiorespirasi setelah pasien
dipulangkan (lihat lampiran 6).
15) Situasi khusus
a) Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut,
penyakit jantung / paru / ginjal / hepar yang berat):
konsultasikan dengan spesialis yang sesuai
b) Resiko gangguan kardiovaskuler/pemafasan yang berat atau
diperlukannya ketidaksadaran total pada pasien untuk
menciptakan kondisi operasi yang memadai: konsultasikan
dengan anesthesiologis.
8. Laporan anestesi terlampir

19
BAB V
LOGISTIK

A. Prosedur Penyediaan Alat Kesehatan dan Obat


Spesifikasi
N NAMA SATUAN JUMLA
O OBAT H
1 Adona AC Ampul 3
10 ml
2 Akrinor 2 Ampul 9
ml
3 Alinamin F Ampul 2
4 Aminophilin Ampul 2
5 Atrofin Ampul 22
Sulfat
6 Avil Ampul 2
7 Calcium Ampul 1
Sandoz
8 Calcium Ampul 1
Gluconas
9 Catapres Ampul 14
10 Cedantron Ampul 10
4 mg
11 Cedantron Ampul 3
8 mg
12 Cedinalid Ampul 1
13 Cytotec Ampul 5
14 Dicynone Ampul 2
15 Dormicum Ampul 17
5 mg/5 cc
16 Ephedrin Ampul 9
HCL
17 Ephineprin Ampul 10
e
18 Esmeron Ampul 10
19 Fentanyl 10 Ampul 4
cc
20 Garamycin Flacon 1
80 mg

20
Spesifikasi
N NAMA SATUAN JUMLA
O OBAT H
21 Gracef 1 gr Flacon 3
22 Inviclot 1 gr Flacon 1
23 Kanamycin Flacon 2
24 Kenacort A Flacon 2
25 Ketalar 100 Flacon 1
mg
26 Lasix Ampul 7
27 Lidocain 2% Ampul 18
2 ml
28 Markain Ampul 9
Spinal 0.5%
Heavy
29 Methergin Ampul 13
30 Morphin Ampul 5
31 Nokoba Ins Ampul 1
32 Notrixum Ampul 5
25 ml
33 Notrixum Ampul 5
50 ml
34 Oradexon 1 Ampul 5
ml
35 Pehacain Ampul 7
36 Pethidine Ampul 10
37 Primperan Ampul 4
38 Profopol Ampul 10
39 Prostigmin Ampul 13
40 Ranitidin Ampul 6
41 Remopain 3 Ampul 6
%
42 Syntocinon Ampul 20
43 Toradol Ampul 8
44 Tramal 100 Ampul 4
mg
45 Transamin Ampul 4
46 Vitamin K Ampul 7
47 Nitrocine Ampul 1
48 Bunascan Ampul 5
Spinal 5 mg
49 Asering Kolf 2
21
Spesifikasi
N NAMA SATUAN JUMLA
O OBAT H

50 Haes 6% Kolf 6
51 Hemohes Kolf 6
6%
52 NaCl 500 cc Kolf 10
53 naCMOOO Kolf 4
cc
54 Otsuran Kolf 3
55 Ringer Kolf 20
Dextrose
500 cc
56 Ringer Kolf 15
Lactat 500
cc
57 Dextrose Kolf 5
5%
58 Bthrane Botol 1
250 ml
59 Isoflurance Botol 1
250 ml
60 Sevofluranc Botol 1
e 250 ml
61 Profenid Suppositori 3
a
62 Pronalges Suppositori 6
a
63 Tramal Suppositori 5
a
64 Xylocain Tube 10
Jelly
65 Nebacetine Flacon 3
Powder
66 Garamycin Tube 1
Salep Mata

M. Prosedur Permintaan Obat Dan Alat Kesehatan Ke Logistik


Farmasi

22
1. Pengertian :
Prosedur permintaan obat dan alat kesehatan ke logistik farmasi
adalah suatu permintaan obat dan alat kesehatan yang sudah
digunakan oleh pasien dan dibuat oleh perawat kamar bedah yang
sedang bertugas, serta diserahkan kebagian logistik farmasi untuk
didapatkan penggantinya.
2. Tujuan:
Agar stok obat dan alkes yang ada di kamar bedah tetap terpenuhi.
3. Prosedur:
a. Perawat mencatat obat dan alat kesehatan yang sudah
digunakan oleh pas1en pada formulir pemakaian obat dan alat
kesehatan rangkap 3 (putih, merah dan biru)
b. Slip berwarna puti h diserahkan ke petugas administrasi IRNA
untuk dilakukan penginputan data, slip berwarna merah
diserahkan ke logistik farmasi untuk pengambilan barang yang
sudah digunakan dan slip berwarna biru disimpan sebagai
arsip di ruang bedah

23
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien Iebih aman .
Sistem tersebutmeliputi:
1. Asesment resiko
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5. lmplementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh:
1. Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
2. Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
N. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
O. Tata Laksana Keselamatan Pasien
1. Praoperasi
a. Serah terima perawat ruangan yang mengirim pasien antara
lain; status medis, hasil pemeriksaan penunjang, obat-obatan
(bila perlu) dengan menggunakan formulir yang .tersedia.
b. Perawat kamar kamar bedah melakukan identifikasi dengan
memeriksa gelang identitas pasien yang dikenakan dan
menanyakan nama pasien serta tindakan operasi yang akan
dilakukan dengan mencocokkan status medis pasien
c. Data didalam status medis dan hasil pemeriksaan penunjang
dicatat dalam buku register operasi
d. Dokter anestesi melakukan komunikasi dengan pasien
sebelum dilakukan tindakan pembiusan
e. Perawat melakukan pengecekan alat elektromedik terutama pada
elektrocouter (tidak mengeluarkan arus listrik yang
membahayakan pasien)
2. Intra Operasi
a. Melakukan penghitungan kasa pre dan post operasi dengan
24
benar
b. Bila ada ketidakcocokkan hasil penghitungan kasa antara pre
dan post operasi maka dilakukan penghitungan ulang kembali.
c. Bila ada pengambilan jaringan/spesimen untuk pemeriksaan
PA, segera diidentifikasi dengan benar.
3. Pasca Operasi
a. Melakukan serah terima dengan perawat ruangan disertai
status medis pasien dan Cek list yang sudah terisi lengkap
b. Bila ada jaringan atau spesimen yang sudah diambil
informasikan untuk dilakukan pemeriksaan PA

25
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pendahuluan
HIV I AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV
menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala.
Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000
penduduk berusia 15-49 tahun terinfeksi HlV. Dari keseluruhan kasus
baru 25% terjadi dinegara-negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan
peningkatan Kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIVIAIDS
terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui
penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan
kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit:
tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk
menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi
dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di
Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka
kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,
10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena
tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa
melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan
penyebaran infeksi dikenal melalui "Kewaspadaan Umum" atau
"Universal Precaution" yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial
yang terus menjadi ancaman bagi "PetugasKesehatan".
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan
melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara
terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab
itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya
dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
P. Tujuan
Petugas kesehatan d idalam menjalankan tugas dan kewajibannya
dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran
infeksi.
Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya
mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dil ingkungan
26
tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap
petugas harus menerapkan prinsip "UniversalPrecaution".
Q. Tindakan yang beresiko terpajan
1. Cuci tangan yang kurang benar.
2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
R. Prinsip Keselamatan Kerja
Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan
kerja di kamar bedah adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene
sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dapat
dijabarkan dalam kegiatan yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diri yaitu pelindung kaki, apron/gaun
pelindung, topi, masker, kacamata (pelindung wajah) dan sarung
tangan
3. Pengelolaan instrumen bekas pakai dan alat kesehatan lainnya
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
6. Pengelolaan alat tenun bekas pakai
7. Pemeriksaan kesehatan berkala dan pemberian immunisasiI
profilaksis (immunisasi hepatitisB)
S. Hal-hal Yang Perlu Diketahui Petugas Yang Terpapar
1. Tindakan sesuai dengan jenispaparan
2. Status kesehatan petugas terpapar
3. Status kesehatan sumber paparan
4. Kebijakan yang ada
5. Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh
6. Tindakan pasca tertusuk jarum bekas pakai.

27
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

lndikator mutu yang digunakan di instalasi anestesi Rumah Sakit


Umum Almansyur Medika dalam memberikan pelayanan di kamar
Operasi adalah :
a. Kejadian desaturasi oksigen periode durante anestesi pada pasien
dengan anestesi umum.
b. Assesment pra anestesi pada pasien elektif dengan anestesi umurn.
Indikator tersebut dilaporkan setiap bulan dalam laporan kerja
bulanan.

29
BAB IX
PENUTUP

Buku Pedoman Pelayanan Anestesi Rumah Sakit Umum Almansyur


Medika ini mempunyai peranan penting sebagai pedoman bagi
pelaksanaan ,
kegiatan sehari-hari tenaga keperawatan dan medis yang
bertugas di lnstalasi Anestesi sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan khususnya pelayanan dalam bidang anestesi dan reanimasi.
Penyusunan Buku Pedoman Pelayanan Anestesi ini adalah langkah
awal kesuatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan
kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai
tujuan.

29
29

Anda mungkin juga menyukai