Anda di halaman 1dari 54

PEDOMAN PELAYANAN

BEDAH

Rumah Sakit Budi Asih


Jl. Mayjend Sungkono No. 80 Telp (0355) 794690
Fax. 794680 T R E N G G A L E K – 66312

1
KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya, pedoman pelayanan anestesi Rumah Sakit Budi Asih ini dapat
diselesaikan. Rumah sakit merupakan salah satu sarana penyedia pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang sekaligus bertanggung jawab
memberikan perlindungan terhadap pasien.
Buku ini berguna bagi semua petugas dalam kegiatan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Budi Asih agar selaras dengan visi Rumah Sakit
Budi Asih, Maka dalam menjalankan kegiatannya seluruh pelayanan
berusaha memberikan pelayanan profesional, bermutu dan aman.
Harapan kami buku ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya sebagai
pedoman operasional bagi setiap pelayanan dan unit yang terkait dalam
melakukan pelayanan anestesi.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberi bantuan moril dan materiil sehingga buku ini dapat
diselesaikan. Kami sadar bahwa dalam penyusunan pedoman ini banyak hal
yang masih perlu ditambahkan, diperbaiki, dan disempurnakan. Untuk itu
terbuka bagi siapapun pihak terkait untuk sumbang saran dan kritik demi
sempurnanya pedoman ini.

Trenggalek, 02 Januari 2023


Tim Penyusun
Kepala Unit Kamar Operasi

Sutrisno, A.Md.Kep
NRP 02.02.09.246
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i


Daftar Isi ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 5
A. Latar Belakang ........................................................................... 5
B. Tujuan Pedoman ......................................................................... 6
C. Ruang Lingkup Pelayanan .......................................................... 6
D. Batasan Operasional ................................................................... 6
E. Landasan Hukum ....................................................................... 8
BAB II TATA LAKSANA PELAYANAN ............................................... 14
BAB III LOGISTIK ................................................................................... 39
BAB IV KESELAMATAN PASIEN ........................................................ 43
BAB V KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ........................ 47
BAB VI PENGENDALIAN MUTU .......................................................... 52
BAB VII PENUTUP ................................................................................... 53
RUMAH SAKIT BUDI ASIH
Jl. Mayjend Sungkono No. 80 Telp (0355) 794690 Fax. 794680

T R E N G G A L E K – 66312

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI ASIH


NOMOR 068/ PEDN/PAB/RSBA/VII/2022

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN BEDAH

DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI ASIH,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Direktur Rumah Sakit Budi Asih Nomor 02/ SK-
PAND/ IKO/ RSBA/ V/ 2019 tentang Panduan Pelayanan Bedah
masih belum memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat sehingga
perlu dilakukan perubahan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, perlu menetapkan Peraturan Direktur tentang Pedoman Pelayanan
Bedah;
Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Keputusan Direktur Utama Perseroan Terbatas Zam Zam Shyfa Usaha
Nomor 001/ SK/ RSBA/ V/ 2019 tentang Struktur Organisasi dan Tata
kerja Rumah Sakit Budi Asih;
5. Keputusan Direktur Utama Perseroan Terbatas Zam Zam Shyfa
UsahaNomor 01/ ZSU/ SK/ IV/ 2019 tentang
Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Budi Asih;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDI ASIH
TENTANG PEDOMAN PELAYANAN BEDAH

Pasal 1
(1) Asuhan setap pasien bedah direncanakan berdasar atas hasil
asesmen dan dicatat dalam rekam medis pasien.
(2) Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status
fisik, data diagnostik, serta manfaat dan risiko tndakan yang dipilih.
(3) Pemilihan tindakan mempertimbangkan asesmen waktu pasien
masuk dirawat inap, pemeriksaan diagnostik, dan sumber lainnya
(4) Proses asesmen dikerjakan segera pada pasien darurat.

Pasal 2
(1) Asesmen prabedah menggunakan asesmen awal
rawat inap, pada pasien yang diputuskan dilakukan
pembedahan dalam proses perawatan.
(2) Pasien yang dikonsultasikan di tengah perawatan
oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
lain dan diputuskan operasi maka asesmen prabedah
juga dicatat di rekam medis (dengan isi berbasis
IAR) sesuai dengan regulasi rumah sakit.
(3) Hasil asesmen yang digunakan untuk menentukan
rencana operasi dicatat oleh dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) di rekam medis pasien
sebelum operasi dimulai.

Pasal 3
(1) Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan
diberikan edukasi tentang risiko, manfaat,
komplikasi serta dampak dan alternatif
prosedur/teknik terkait dengan rencana operasi.
(2) Edukasi memuat kebutuhan, risiko, manfaat, dan
alternatif penggunaan darah dan produk darah.
(3) Edukasi dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) dan dicatat pada bagian
pemberian informasi dalam form persetujuan
tindakan kedokteran.

Pasal 4
(1) Informasi yang terkait dengan operasi dicatat dalam
laporan operasi dan untuk menyusun rencana asuhan
lanjutan.
(2) Laporan operasi dicatat segera setelah operasi, sebelum
dipindah dari area pemulihan pasca-anestesi.
(3) Waktu selesai membuat laporan didefnisikan setelah
selesai operasi, sebelum pasien dipindah ke tempat
asuhan biasa.
(4) Laporan operasi dapat dicatat di area asuhan intensif
lanjutan apabila dokter bedah mendampingi pasien dari
ruang operasi ke ruangan intensif lanjutan (ICU).

Pasal 5
(1) Rencana asuhan pascaoperasi dibuat oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP), perawat, dan
profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya untuk
memenuhi kebutuhan segera pasien pascaoperasi.
(2) Rencana asuhan pascaoperasi dicatat di rekam
medis pasien dalam waktu 24 jam oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) atau
diverifikasi oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) bila ditulis oleh dokter bedah
yang didelegasikan.
(3) Pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi termasuk
rencana asuhan medis, keperawatan, dan PPA
lainnya berdasar atas kebutuhan pasien.
(4) Pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi diubah
berdasar atas asesmen ulang pasien.

Pasal 6
(1) Asuhan pasien operasi yang menggunakan implan
memperhatikan pertimbangan khusus tentang tindakan
yang dimodifikasi.
(2) Penggunaan implant harus sesuai dengan daftar alat
implan yang tetapkan di rumah sakit.
(3) Penempelan barcode alat di rekam medis
memudahkan penelusuran (traceability) alat jika
terjadi penarikan kembali (recall) alat implant

Pasal 8
Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Ditetapkan di Trenggalek
Pada tanggal 02 Januari 2023
Direktur Rumah Sakit Budi Asih

dr. Dadang Wirawan


NRP 01.03.22.0105
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
BUDI ASIH
NOMOR: 068/ PEDN/ PAB/ RSBA/ VII/ 2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses


yang umum dan kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini
membutuhkan asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif,
perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang
berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan,
rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan (discharge).

Pelayanan bedah di Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Budi Asih


harus terencana dan terdokumentasikan berdasarkan hasil asesmen. Karena
tindakan pembedahan membawa risiko dengan tingkatan tinggi, maka
penggunaannya haruslah direncanakan secara seksama. Asesmen pasien
adalah dasar untuk memilih prosedur yang tepat. Assesmen memberikan
informasi penting terhadap pemilihan prosedur yang tepat dan waktu yang
optimal, terlaksananya prosedur secara yang aman, menginterpretasikan
temuan dalam monitoring pasien. Pemilihan prosedur tergantung pada
riwayat pasien, status fisik, dan data diagnostik termasuk risiko dan
manfaat prosedur bagi pasien. Pemilihan prosedur mempertimbangkan
informasi dari asesmen saat masuk rawat inap, tes diagnostik, dan sumber
lain yang tersedia.

Proses asesmen dapat dijalankan dalam kerangka waktu yang lebih


singkat bilamana pasien secara darurat membutuhkan pembedahan. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah edukasi dan diskusi dengan pasien dan
keluarganya atau orang yang berwenang membuat keputusan bagi pasien.
Pasien dan keluarga atau para pembuat keputusan menerima informasi
yang adekuat untuk berpartisipasi dalam keputusan pemberian pelayanan
dan memberikan persetujuan (informed consent) yang berisi risiko dari
prosedur yang direncanakan, manfaat prosedur yang direncanakan,
komplikasi yang potensial terjadi, alternatif tindakan pembedahan dan
nonbedah yang tersedia untuk merawat.

B. Maksud dan Tujuan


1. Tujuan dan Fungsi Pedoman Pelayanan Bedah
a. Meningkatkan keamanan tindakan bedah dengan menciptakan
standardisasi prosedur yang aman.
b. Mengurangi tingkat mortalitas, morbiditas, dan
disabilitas/kecacatan akibat komplikasi prosedur bedah.
c. Me-recall memory, terutama pada hal-hal kecil yang gampang
terabaikan pada keadaan pasien yang kompleks.

2. Manfaat
a. Terselenggaranya pelayanan bedah yang optimal baik dalam
keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan
keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
b. Terselenggaranya kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur bedah dan etik profesi.
c. Melindungi pasien dari risiko salah pasien, salah posisi dan salah
prosedur operasi dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang Lingkup Pelayanan Kamar Operasi adalah Pelayanan Operasi yang
di laksanakan di Instalasi Kamar Bedah Rumah Sakit Budi Asih seperti
Sectio Caesaria, Laparotomy, Herniotomy, Apendictomy.

D. Batasan Operasional
Bedah
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan
terhadap kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau
melalui operasi dengan tangan. Hal ini memiliki sinonim yang sama dengan
kata “Chirurgia” (dibaca: KI-RUR-JIA). Dalam bahasa Yunani “Cheir”
artinya tangan; dan “ergon” artinya kerja.
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk
mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya
dengan obat-obatan sederhana (Potter, 2006). Perkembangan baru juga
terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan prosedur operasi. Bedah
sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan tanpa rawat
inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery).

1. Jenis Pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif
dilakukan secara sederhana, tidak memiliki risiko terhadap nyawa
pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten untuk melakukannya,
seperti: membuka abses superficial, pembersihan luka.
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih
sulit untuk dilakukan daripada pembedahan minor, membutuhkan
waktu, melibatkan risiko terhadap nyawa pasien, dan memerlukan
bantuan asisten, seperti: bedah caesar
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan
terhadap penggunaan agen antiseptik untuk mengontrol
kontaminasi bakterial.
d. Bedah konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan
berbagai cara untuk melakukan perbaikan terhadap bagian tubuh
yang diasumsikan tidak dapat mengalami perbaikan, daripada
melakukan amputasi, seperti: koreksi dan imobilisasi dari fraktur
pada kaki daripada melakukan amputasi terhadap kaki.
e. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau
sumber dari penyakit tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal
untuk neoplasma, pembedahan radikal untuk hernia.
f. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan
untuk melakukan koreksi terhadap pembedahan yang telah
dilakukan pada deformitas atau malformasi, seperti: pembedahan
terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang mengalami
kontraksi.
g. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk
memperbaiki defek atau deformitas, baik dengan jaringan
setempat atau dengan transfer jaringan dari bagian tubuh lainnya.

2. Sifat Operasi:
a. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan
penundaan tanpa membahayakan nyawa pasien.
b. Bedah Emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam
keadaan sangat mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari
proses penyakit atau untuk menyelamatkan jiwa pasien.

E. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit “BUDI
ASIH” sesuai dengan:
1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Standar, Pedoman dan Pernyataan, Perhimpunan Dokter Spesialis
Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) Jaya tahun 2003.
4. Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 1993.
BAB II

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Tata laksana Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ,


meliputi :
1. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat
dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan
dapat dilihat di SPO IBS.
2. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar
petugas, baik rawat inap, IGD, poliklinik maupun ODC. Agar tidak terjadi
kesalahan pasien dan kesalahan diagnose / tindakan, maka perawat pre
operasi memeriksa kelengkapan pasien :
a. Nama pasien ( bila pasien di bawah umur bisa ditanyakan kepada
keluarga pasien ).
b. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai
c. Riwayat penyakit ( ashma, alergi obat, dan riwayat penggunaan obat
steroid dalam tiga bulan terakhir).
d. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya, petugas anesthesi membantu
untuk melepaskannya
e. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke
keluarga pasien.
f. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna ( cutek dan
lipstick ) bila masih ada, petugas anesthesi membantu
membersihkannya.
g. Dokumen pasien : ( Informed consend, hasil pemeriksaan
Laboratorium, hasil pemeriksaan Radiologi, hasil pemeriksaan fisik
terakhir ).
3. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat
berhubungan dengan pemberian informasi yang sejelas – jelasnya
mencakup manfaat dan resiko pembedahan. Beberapa hal yang perlu
perbaikan sebagai berikut :
a. informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi
standart dikuatkan risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam
pemberian karena faktor beban pelayanan yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama)
atau operasi oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada
pertemuan khusus antara tim dengan pasien dan keluarganya sebelum
operasi dilaksanakan.
Rencana asuhan berdasarkan asesmen
Asesmen prabedah (berbasis IAR) menjadi acuan untuk
menentukan jenis tindakan bedah yang tepat dan mencatat temuan
penting. Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi maka
pelaksanaannya harus direncanakan dengan saksama. Hasil asesmen
memberikan informasi tentang
1. tindakan bedah yang sesuai dan
waktu pelaksanaannya;
2. melakukan tindakan dengan
aman; dan
3. menyimpulkan temuan selama
monitoring.

Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status fisik,


data diagnostik, serta manfaat dan risiko tindakan yang dipilih.
Pemilihan tindakan juga mempertimbangkan asesmen waktu pasien
masuk dirawat inap, pemeriksaan diagnostik, dan sumber lainnya.
Proses asesmen dikerjakan segera pada pasien darurat.
Asuhan untuk pasien bedah dicatat di rekam medis. Untuk pasien yang
langsung dilayani oleh dokter bedah, asesmen prabedah menggunakan
asesmen awal rawat inap, pada pasien yang diputuskan dilakukan
pembedahan dalam proses perawatan. Asesmen dicatat dalam rekam
medis, sedangkan pasien yang dikonsultasikan di tengah perawatan oleh
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) lain dan diputuskan operasi
maka asesmen prabedah juga dicatat di rekam medis (dengan isi berbasis
IAR) dengan menggunakan asesmen awal rawat inap. Hal ini termasuk
diagnosis praoperasi dan pascaoperasi serta nama tindakan operasi.
Proses asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan
mengenai kebutuhan penanganan pasien segera mungkin dan
berkesinambungan. Kebutuhan ini mencakup keadaan gawat darurat,
elektif atau untuk perawatan terencana, bahkan ketika kondisi pasien
berubah.
Assesmen pasien terdiri atas tiga proses utama:
1. Pengumpulan informasi dan data mengenai status fisik, psikologis,
dan sosial serta riwayat kesehatan pasien.
2. Analisa data dan informasi, termasuk hasil tes laboratorium dan
pencitraan diagnostik (imaging diagnostic) untuk mengidentifikasi
kebutuhan kesehatan pasien.
3. Pengembangan rencana untuk memenuhi kebutuhan pasien yang
telah diidentifikasi.
Beberapa poin penting dalam mengkaji faktor risiko pasien:
1. Alergi
2. Riwayat kesehatan sebelumnya (misalnya tekanan darah tinggi,
asma, masalah jantung atau pernapasan)
3. Penggunaan tembakau (karena rokok meningkatkan risiko
infeksi)
4. Penggunaan alkohol dan narkotika
5. Pengalaman pribadi pasien dengan sedasi dan anestesi
sebelumnya
6. Berat badan
7. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
8. Ada tidaknya risiko untuk anestesi dan sedasi
9. Permintaan khusus dari pasien untuk jenis anestesi dan sedasi
10. Kecemasan pasien
11. Delirium
12. Status nutrisi
13. Risiko potensial untuk deep vein thrombosis

Obat-obatan yang diberikan pada pasien harus dilabel dengan mencakup


informasi seperti di bawah ini:
1. Nama
2. Kekuatan
3. Jumlah/konsentrasi
4. Tanggal kadaluwarsa
5. Pelarut dan volumenya
6. Tanggal diberikan
4. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang
terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk
menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi
SMF lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi
yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien, diagnosis
penyakit (indikasi operasi/tindakan), Alasan mengapa harus
dilakukan operasi/tindakan, hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan
operasi atau tindakan, apa yang dilakukan saat operasi atau tindakan,
rencana tindakan, alternatif tindakan, tingkat keberhasilan,
komplikasi operasi atau tindakan yang mungkin terjadi, alternatif
terapi atau tindakan lain (bila ada), prognosis/kemungkinan-
kemungkinan gambaran ke depan yang terjadi dan rencana
pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak
termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan
disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani oleh pasien
atau keluarga,dokter bedah yang bersangkutan/DPJP, saksi pihak
pasien atau keluarga, dan saksi pihak RS Persahabatan. Informasi
yang diberikan dicatat dalam lembar khusus informed consent yang
disertakan dalam rekam medis pasien.
Asuhan pasien pascaoperasi bergantung pada temuan dalam operasi.
Hal yang terpenting adalah semua tindakan dan hasilnya dicatat di
rekam medis pasien. Laporan ini dapat dibuat oleh dokter operator
dalam bentuk format template atau dalam bentuk laporan operasi
tertulis sesuai dengan regulasi rumah sakit. Untuk mendukung
kesinambungan asuhan pasien pascaoperasi maka laporan operasi
dicatat segera setelah operasi selesai, sebelum pasien dipindah dari
daerah operasi atau dari area pemulihan pasca-anestesi. Laporan
yang tercatat tentang operasi memuat paling sedikit
1. diagnosis pascaoperasi;
2. nama dokter bedah dan asistennya;
3. prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
4. ada dan tidak ada komplikasi;
5. spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
6. jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat
transfusi;
7. nomor pendaftaran alat yang dipasang (implan);
8. tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung
jawab.

Beberapa catatan mungkin ditempatkan di lembar lain dalam rekam


medik. Contoh, jumlah darah yang hilang dan transfusi darah dicatat
di catatan anestesi atau catatan tentang implan dapat ditunjukkan
dengan “sticker” yang ditempelkan pada bagian penempelan
kebutuhan operasi. Waktu selesai membuat laporan didefinisikan
sebagai “setelah selesai operasi, sebelum pasien dipindah ke tempat
asuhan biasa”. Definisi ini penting untuk memastikan bahwa
informasi yang tepat tersedia bagi pemberi asuhan berikutnya. Jika
dokter bimpedah mendampingi pasien dari ruang operasi ke ruangan
asuhan intensif lanjutan (misalnya HCU.) maka laporan operasi
dapat dibuat di daerah asuhan lanjutan.Perlu diperhatikan laporan
operasi yang terlalu singkat dapat mengakhibatkan ketidakjelasan
urutan prosedur, hal ini dapat menimbulkan permasalahan serius
terutama bila terjadi pengajuan kasus pengadilan.

Management Pre Operatif


1. Manajemen Kamar Operasi / Tempat Tindakan.
a. Tujuan
Manajemen kamar operasi atau tempat tindakan ini bertujuan
untukmeningkatkan layanan penanganan pasien, meningkatkan kepuasan
pasien,meningkatkan kepuasan tim bedah yang mencakup di dalamnya
dokter bedah,dokter anestesi, dan perawat.
Mengatur Block Time secara efektif. Pengaturan ini dibuat dalam bentuk
penyusunan jadwal setiap harinya bahwa pada periode waktu tertentu
telah disiapkan kamar operasi atau ruang tindakan. Dalam periode waktu
itu seorang dokter bedah dapat melakukan operasi elektif atau emergensi,
operasi singkat maupun prosedur tindakan yang memakan waktu lama.
Bila tim bedah tidak memenuhi jadwal tersebut, maka mereka akan
kehilangan kesempatan penggunaannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menyusun block time:
1. tetapkan peraturan yang jelas dan adil
2. block time direview secara berkala setiap bulannya
3. menambah sebuah kamar operasi yang diperuntukkan untuk kejadian
urgent
4. buat aturan yang jelas mengenai pembatalan sebelum waktu operasi
yang sudah dijadwalkan (hal ini dapat berbeda disesuaikan dengan
jenis operasi)
b. Durasi operasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. emergensi : prosedur yang mengancam nyawa atau tungkai dan
harus selesai dikerjakan dalam 30 menit.
2. prioritas : prosedur yang harus dikerjakan dalam 30 menit
sampai 4 jam
3. urgent : prosedur yang harus dikerjakan dalam 4 jam sampai 24
jam
4. non-urgent : prosedur yang bisa dikerjakan setelah 24 jam.
Dalam kaitannya dengan kamar operasi yang diperuntukkan untuk
kejadian urgent, hanya kasus emergensi, prioritas, dan urgent yang
diperkenankan menggunakan kamar tersebut. Untuk itu, petugas
penjadwalan kamar operasi perlu dibekali pengetahuan khusus / pelatihan
mengenai hal ini.

c. Mengatur Penjadwalan secara Efektif.


1. Jadwal sedapat mungkin diatur agar tidak penuh di awal minggu dan
kosong di hari-hari berikutnya. Pemulangan pasien-pasien post
operative dikoordinasikan dengan dokternya agar tidak selalu
menunggu waktu visite dokter. Hal ini dimaksudkan untuk
mengefisienkan waktu perawatan pasien dan ranjang pasien tersebut
dapat segera dialokasikan untuk pasien lain yang membutuhkan.
2. Dalam hal terjadi banyak kasus urgent dalam waktu yang bersamaan,
pasien diprioritaskan berdasarkan kegawatdaruratannya dan
dipertimbangkan berdasarkan masing-masing keilmuan. Ada empat
prinsip dalam menyusun prioritas pasien untuk kamar operasi, yaitu:
keselamatan pasien, akses dokter bedah dan pasien ke tempat tindakan,
memaksimalkan efisiensi kamar bedah, dan meminimalkan waktu
tunggu pasien. Ada beberapa cara untuk memaksimalkan jadwal kamar
operasi, antaralain:
a. Menggunakan proses paralel, misalnya induksi anestesi dapat
mulai dilakukan di kamar lain sementara menunggu proses
pemindahan pasien sebelumnya ke ruang pemulihan.
b. Menggunakan klinik preoperatif untuk memastikan
pasien siap menjalanioperasi.
c. Kerjasama yang baik dalam tim bedah.
d. Memanfaatkan teknologi untuk menangani proses, misalnya
trackinginfrared, telepon seluler, whiteboard elektronik, dan lain-
lain.
e. On-time dalam memulai operasi.

d. Memonitor performa kamar operasi/ ruang tindakan.


Sebelum prosedur dimulai, harus dilakukan persiapan ruangan. Hal ini
meliputi menciptakan lapangan steril, menyiapkan alat-alat, dan
memeriksa kelengkapannya.
a. Penciptaan lapangan steril:
1. Menempatkan duk steril di sekeliling situs operasi dan pada
tempat alat alat.
2. Semua personel harus mengenakan pakaian steril.
3. Hanya alat steril dan orang-orang yang telah steril yang
diperbolehkan memasuki lapangan steril.
4. Jangan menempatkan alat-alat steril di dekat pintu yang terbuka.
5. Letakkan alat steril hanya pada lapangan steril.
6. Pastikan tangan telah discrub sebelum menyentuh alat steril.
7. Orang yang telah steril tidak diperkenankan menyentuh alat-alat
tidak steril atau pergi ke tempat yang tidak steril.
8. Perlu diingat bahwa ujung kemasan dari alat-alat steril adalah
tidak steril.
9. Perlu diingat bahwa sekali batas steril telah dilewati, hal ini telah
dianggap terkontaminasi.
10. Jika ada keraguan tentang status sterilitas sesuatu alat atau area,
harus dianggap telah terkontaminasi.
b. Persiapan alat:
Ada empat tahap proses persiapan alat, yaitu: pencucian dan
dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi, dan penyimpanan atau
pemindahan ke lapangan steril. Ada beberapa jenis sterilisasi, yaitu
menggunakan steam, ethyleneoxide, ozone, dan gas plasma.
c. Persiapan perlengkapan anestesi.
d. Memastikan kualitas udara dan ventilasi:
a. Ventilasi kamar operasi harus positive-pressure.
b. Udara harus masuk ke ruangan melalui ventilasi langit-langit
yang tinggi dan keluar dari ruangan melalui exhaust air outlet
dekat lantai yang berseberangan dengan ventilasi masuk.
c. Mengatur agar sedikitnya terjadi 15 kali pertukaran udara
perjamnya, di mana 3 di antaranya harus udara segar.
d. Penyaringan udara yang diresirkulasi dan udara segar
melaluifilter yang baik dengan efisiensi minimum 90%.
e. Ruangan hanya diijinkan dibuka untuk perpindahan alat,
personeltim bedah, dan pasien; selebihnya pintu dijaga agar
selalu tertutup.
e. Mengatur lalu-lintas:
Zona dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Unrestricted zone: hanya orang-orang yang berkepentingan yang
boleh berada di zona ini, tetapi baju luar biasa diperbolehkan.
b. Semirestricted zone: zona ini adalah area yang terhubung dengan
kamar operasi (contohnya: lorong, kantor, kamar alat), orang-
orang yang berada di sini harus mengenakan pakaian scrub
dengan lengan panjang, penutup rambut, dan sepatu bersih atau
penutup sepatu.
c. Restricted zone: zona ini terdiri dari kamar operasi dan area cuci
tangan, orang-orang yang memasuki zona ini harus mengenakan
kostum bedah lengkap termasuk masker. Mereka yang tidak
discrub harus mengenakan jaket berlengan panjang lengkap
dengan kancing tertutup.Masker khususnya harus dikenakan di
ruangan dengan peralatan steril yang terbuka.
“ Pastikan bahwa semua alat-alat yang diperlukan telah siap tersedia di
dalam kamar operasi sebelum prosedur dimulai untuk meminimalkan
lalulintas yang tidak perlu dari dan ke dalam ruangan.
2. Manajemen pasien
Beberapa poin penting dalam mengkaji faktor risiko pasien:
a. Alergi
b. Riwayat kesehatan sebelumnya (misalnya tekanan darah tinggi, asma,
masalah jantung atau pernapasan)
c. Penggunaan tembakau (karena rokok meningkatkan risiko infeksi)
d. Penggunaan alkohol dan narkotika
e. Pengalaman pribadi pasien dengan sedasi dan anestesi sebelumnya
f. Berat badan
g. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
h. Ada tidaknya risiko untuk anestesi dan sedasi
i. Permintaan khusus dari pasien untuk jenis anestesi dan sedasi
j. Kecemasan pasien
k. Delirium
l. Status nutrisi
m. Risiko potensial untuk deep vein thrombosis, obat-obatan yang
diberikan pada pasien harus dilabel dengan mencakupinformasi seperti
di bawah ini:
a. Nama
b. Kekuatan
c. Jumlah/konsentrasi
d. Tanggal kadaluwarsa
e. Pelarut dan volumenya
f. Tanggal diberikan
3. Manajemen Tim Bedah
a. Rekomendasi standar:
1. Kostum bedah harus terbuat dari bahan yang ringan dan karena kapas
mudah terbakar dan memiliki banyak pori yang bisa dilewati mikro
organisme.
2. Sepatu proteksi harus tertutup bagian depannya, bertumit
rendah,bersol anti selip, dan dibersihkan secara berkala.
3. Sebelum memegang kostum bedah atau memasuki tempat kostum
bedah, semua personel harus mencuci tangan dengan sabun dan air,
antiseptik dan air, atau antiseptic hand rub.
4. Kostum bedah harus diganti setiap harinya atau setiap kali
terkontaminasi atau basah. Bila kostum terdiri dari 2 bagian, atasan
harus selalu dimasukkan ke dalam bawahan dan ukuran harus pas.
5. Semua personel harus menutupi kepala dan rambut muka.
6. Dalam kasus-kasus tertentu yang berisiko terciprat (misalnya kasus
trauma), tim bedah harus mengenakan alat-alat proteksi tambahan.
7. Masker harus menutupi seluruh bagian mulut dan hidung.
8. Kostum bedah harus dilaundry di fasilitas laundry yang terakreditasi.
9. Seluruh personel harus menerima edukasi dan pengarahan
perihalkostum bedah ini.

b. Beberapa prinsip penggunaan sarung tangan:


1. Sarung tangan harus menjadi barrier yang efektif terhadap
materialinfeksius, termasuk darah dan cairan tubuh.
2. Sarung tangan harus diganti setiap habis kontak dengan pasien
atausetiap sarung tangan tersebut rusak.
3. Sarung tangan tidak boleh dicuci atau direuse.
4. Untuk prosedur invasif, tenaga kesehatan harus memakai dua lapis
sarung tangan, satu di atas yang lain.

c. Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong PersonSurgery.

1. Beberapa hal yang berpotensi untuk menimbulkan kekeliruan untuk


wrongsurgery:
a. Lebih dari satu dokter bedah terlibat
b. Dilakukan lebih dari satu prosedur.
c. Pasien memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti
deformitas fisik atau obesitas massif.
d. Ada beberapa pasien yang memiliki nama yang sama atau
prosedur yang sama atau di waktu yang bersamaan.
2. Tiga komponen penting protokol, yaitu:
a. Proses verifikasi
b. Menandai lokasi yang akan dilakukan operasi
c. Time out
3. Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan:
a. Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar)
b. Kasus intervensi seperti kateter jantung
c. Kasus yang melibatkan gigi
d. Prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan
akan menyebabkan tato permanen.

Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan


harus dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan. Sedapat
mungkin penandaan melibatkan pasien untuk menghindarkan
kekeliruan. Meskipun jarang, pasien boleh menolak penandaan
setelah dijelaskan maksud dan tujuannya. Penandaan harus dibuat
menggunakan surgical marking pen yang tidak hilang bila dicuci
saat preparasi lapangan operasi. Untuk pasien dengan warna kulit
gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (birutua)
agar penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah. Pada kasus
kasus seperti operasi spinal, dapat dilakukan proses dua tahap yang
meliputi penandaan preoperatif per level spinal (yang akan
dioperasi) dan interspace spesifik intraoperatif menggunakan
radiographic marking. Jika terdapat beberapa prosedur dalam satu
operasi, maka time-out harus dilakukan sebelum setiap prosedur.
Apabila terjadi diskrepansi, prosedur tidak boleh dimulai sebelum
tercapai kata sepakat oleh semua anggota tim(dalam time-out) atau
sebelum semua pertanyaan atau masalah terjawab. Time-out ini
harus terdokumentasikan, minimal berbentuk suatu pernyataan
bahwa time-out telah dilakukan dan tercapai kata sepakat.
2. Penandaan lokasi operasi
Penandaan Lokasi operasi oleh operator dilakukan di ruang
perawatan atau di ruang persiapan operasi dengan tanda garis
menggunakan spidol permanen. Penandaan dilakukan pada semua
kasus-kasus yang memungkinkan untuk dilakukan penandaan,
sebagai contoh pengecualian pada kasus pembedahan mata, syaraf,
THT, gigi dan mulut, persalinan, hemoroid.
3. Edukasi Pasien dan Keluarga
Dokter operator melakukan edukasi kepada pasien dan keluarganya
mengenai:
a. Prosedur yang akan dijalani baik prosedur bedah atau alternatif
tindakan lain.
b. Resiko, komplikasi dan manfaat tindakan yang akan dilakukan.
c. Kemungkinan kebutuhan transfusi darah maupun komponennya
beserta resiko dan manfaatnya.
d. Kemungkinan perawatan di ruang rawat intensif ICU/HCU.
4. Surgical Safety Checklist
Pelaksanaan Surgical Safety Checklist dipimpin oleh perawat
sircular. Ada 3 periode terpenting dalam pelaksanaan Surgical safety
checklist :
a. Sebelum induksi (sign in)
Langkah pertama yang dilakukan segera setelah pasien tiba di
ruang serah terima sebelum dilakukan induksi anestesi. Tindakan
yang dilakukan adalah memastikan identitas, lokasi/ area
operasi, kesiapan mesin anestesi dan obat-obatan, pulse
oxymetri, alergi pada pasien, risiko aspirasi, dan risiko
kehilangan darah > 500cc atau 7ml/kg BB pada anak-anak,
prosedur operasi serta persetujuan operasi. Pasien atau keluarga
diminta secara lisan untuk menyebutkan nama lengkap, tanggal
lahir dan tindakan yang akan dilakukan. Penandaan lokasi
operasi harus sudah dilakukan oleh ahli bedah yang akan
melakukan operasi. Pemeriksaan keamanan anestesi oleh ahli
anestesi dan harus memastikan kondisi pernapasan, risiko
perdarahan, antisipasi adanya komplikasi, dan riwayat alergi
pasien. Memastikan peralatan anestesi berfungsi dengan baik,
ketersediaan alat, dan obat-obatan. Proses ini paling tidak harus
dihadiri oleh perawat sirkuler dan dokter spesialis anestesi.

b. Sebelum insisi (time out)


Merupakan langkah kedua yang dilakukan pada saat pasien
sudah berada di ruang operasi, sesudah induksi anestesi
dilakukan dan sebelum ahli bedah melakukan sayatan kulit.
Untuk kasus pada satu pasien terdapat beberapa tindakan dengan
beberapa ahli bedah time out dilakukan tiap kali pergantian
operator. Tujuan dilakukan time out adalah untuk mencegah
terjadinya kesalahan pasien, lokasi dan prosedur pembedahan
dan meningkatkan kerjasama antara anggota tim bedah,
komunikasi diantara tim bedah dan meningkatkan keselamatan
pasien selama pembedahan. Seluruh tim bedah memperkenalkan
diri dengan menyebut nama dan peran masing-masing.
Menegaskan lokasi dan prosedur pembedahan, dan
mengantisipasi risiko. Dokter spesialis bedah mejelaskan
kemungkinan kesulitan yang akan dihadapi. Dokter spesialis
anestesi menjelaskan hal khusus yang perlu diperhatikan. Tim
perawat menjelaskan ketersediaan dan kesterilan alat.
Memastikan profilaksis antibiotik dan obat-obatan premedikasi
sudah diberikan. Memastikan apakah hasil radiologi yang ada
dan diperlukan sudah ditampilkan dan diverifikasi oleh 2 orang.
Proses ini paling tidak harus dihadiri oleh perawat sirkuler,
dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis bedah.

c. Sebelum keluar kamar operasi (sign out)


Merupakan tahap akhir yang dilakukan saat penutupan luka
operasi atau sesegera mungkin setelah penutupan luka sebelum
pasien dikeluarkan dari kamar operasi. Pemimpin pelaksanaan
Surgical safety checklist memastikan prosedur sesuai rencana,
kesesuaian jumlah alat, kasa, jarum, dan memastikan pemberian
etiket dengan benar pada bahan-bahan yang akan dilakukan
pemeriksaan patologi. Mengkonfirmasi apakah ada masalah pada
peralatan yang digunakan, dan apa saja yang harus diperhatikan
untuk pemulihan dan manajemen pasien selama dalam masa
pemulihan.

5. Laporan Operasi
Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan
kejadian-kejadian yang terjadi selama pembedahan. Dokter bedah
mencatat laporan operasi yang harus memuat minimal :
a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai.
b. Diagnosa pre dan pasca bedah.
c. Dokter operator dan asisten.
d. Nama prosedur bedah.
e. Spesimen bedah untuk pemeriksaan.
f. Catatan spesifik yang terjadi selama pembedahan, termasuk ada
tidaknya komplikasi yang terjadi, dan jumlah perdarahan.
g. Instruksi Pasca Bedah
h. Tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.

6. Pemantauan keadaan pasien selama tindakan bedah.


a. Pada tindakan bedah dengan anestesi lokal tanda vital pasien
dimonitor secara kontinu dengan interval sesuai dengan keadaan
pasien menurut penilaian dokter penanggung jawab pasien dan
dicatat dalam rekam medis pasien. Pencatatan selama anestesi lokal
atau sedasi ringan dilakukan oleh Perawat Sirkuler. Formulir
Pemantauan keadaan pasien selama anestesi lokal atau sedasi
ringan ditandatangani oleh DPJP. Pemilihan jenis obat anestesi
lokal dan sedasi ringan ditentukan oleh DPJP atau dokter bedah.
b. Pada tindakan bedah dengan anestesi baik umum atau regional
kebijakan pencatatan keadaan tanda vital diserahkan kepada tenaga
anestesi yang bertugas.
Manajemen Intraoperatif
a. Monitoring Pasien Anestesi dan Sedasi
1. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh tim bedah:
a. Mengkomunikasikan risiko sebelum memulai prosedur
b. Memastikan kompetensi yang meliputi: memasukkan obat
sesuai level anestesi yang diminta, memonitor pasien untuk
mempertahankan levelanestesinya, memberhentikan
anestesi dan menyelamatkan pasien jikamereka masuk
„terlalu dalam‟
c. Menyiapkan obat-obatan emergensi dan antidotum
d. Mempersiapkan efek-efek samping obat (medication error)
e. Memantau tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi
denyut jantungdan ritme, frekuensi pernapasan,
saturasi oksigen, akses intravena
yangadekuat, nyeri)
f. Mempertimbangkan pemanfaatan teknologi untuk teknik
anestesi
g. menggunakan mnemonic:
1) C irculation, capnograph, color (saturasi)
2) O ksigen
3) V entilasi dan vaporisasi
4) E ndotracheal tube
5) R eview monitor dan peralatan
6) A irway
7) B reathing
8) C irculation
9) D rugs
10) A wareness
11) S wift check (pasien, dokter bedah, proses, dan respons)
2. Awareness anestesi: kasus-kasus di mana pasien bangun di
tengah tengah anestesi (intraoperatif)
a. Mengidentifikasi pasien-pasien berisiko
b. Perawatan peralatan
c. Monitoringpasien

b. Memasukkan Obat
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko:
a. Mengidentifikasi pasien dan mengkonfirmasi alergi obat
yang dimiliki
b. Memverifikasi obat sebelum pemberian obat
c. Menggunakan perintah verbal terstruktur
d. Mengidentifikasi penggunaan obat-obatan high-alert,
menstandardisasi preparasi obat-obat yang dilarutkan agar
siap digunakan
e. Menghindari pelarutan obat di lapangan operasi, pelarutan
obat obat sebisa mungkin digunakan oleh apoteker terdaftar
f. Menggunakan hanya larutan premixed
g. Klinisi di ruang operasi harus mengkomunikasikan semua
dosis
h. Obat yang akan dimasukkan dan mengklarifikasi dosis
maksimal dengan dokter anestesi dan dokter bedah
i. Mengedukasi perawat dan anggota lain yang bekerja di
ruang operasi tentang penanganan dan pemberian obat-obat
high alert
j. Mengkaji dan memvalidasi kompetensi klinis tentang
penggunaan dan pemberian obat-obat high alert

2. Hal-hal lain yang perlu dimonitor secara ketat selama operasi:


a. Kadar glukosa
b. Suhu tubuh
c. Penggunaan darah

c. Menghindari Masalah dalam Ruang Operasi


1. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah
dalam ruangoperasi:
a. Meminimalkan distraction dan interupsi
b. Mencegah trauma benda tajam :
1) keselamatan alat (skalpel yang terlindung, jarum
berujung tumpul, dll)
2) keselamatan teknik :
a) Menggunakan zona netral di mana benda-benda
tajamditempatkan tanpa kontak tangan
b) Menggunakan teknik tanpa sentuh
c) Menggunakan sarung tangan dua rangkap
d) Mempertimbangkan penggunaan sarung tangan
anti-robek
e) Mengganti sarung tangan bedah secara rutin
f) Menggunakan teknik jahit yang mencegah trauma
g) Sebisa mungkin menghindari lapangan bedah
ketika dokterbedah memotong dan
menjahitmemakai alas kaki yang terlindung
h) Program kontrol pajanan
i) Program edukasi
3) Mencegah tertinggalnya benda-benda di dalam luka
operasi dengan metode penghitungan alat-alat.
4) Menangani spesimen secara benar (meliputi kontainer
dan alat pengambilan spesimen, identifikasi spesimen,
labeling, tranportasispesimen, komunikasi,
pembuangan spesimen).
5) Mencegah kebakaran :
(1) Persiapan pasien
(2) Penggunaan alat-alat secara aman
(3) Persiapan alat-alat
(4) Membatasi bahan-bahan yang mudah
terbakar
(5) Mengkontrol oksigen
(6) Membagi tugas di antara anggota tim
bedah mengenai pencegahan kebakaran
(7) Komunikasi efektif dan kerja tim
6) Merespons bila terjadi kebakaran:
(1) Bagaimana memadamkan api secepatnya
(2) Bagaimana menangani pasien bagaimana
memindahkan pasien secara aman
(3) Bagaimana evakuasi ruang operasi secara aman
(4) Bagaimana mengaktivasi sistem keamanan
kebakaran
(5) Bagaimana mencegah penyebaran asap
(6) Bagaimana menemukan dan menggunakan alat
pemadam kebakaran
Bagaimana peran tim pemadam kebakaran dari luar
7. Tata laksana pasca bedah.
a. Asuhan pasien pasca bedah harus segera direncanakan dan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien, termasuk asuhan medis,
keperawatan dan yang lain sesuai kebutuhan pasien.
b. Dokter operator memberikan instruksi tata laksana pasca bedah sesuai
dengan kebutuhan pasien
8. Jenis Operasi berdasarkan waktunya
a. Operasi terjadwal (elektif) dilakukan dengan perencanaan dan
penjadwalan yang sudah disetujui dokter bedah.
b. Operasi ODC (one day care) dilakukan dengan perencanaan dan
penjadwalan yang sudah disetujui dokter bedah.
c. Operasi emergensi dilakukan pada semua pasien yang harus segera
diambil tindakan pembedahan.
Management Pasca Operasi
1. Membersihkan Lingkungan Operasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pembersihkan lingkungan
operasi:
a. Pembuangan sisa-sisa bekas operasi
1) Sisa patologi manusia yang meliputi jaringan, organ, bagian
tubuh, dan cairan
2) Darah manusia dan komponen darah yang meliputi serum,
plasma, dan komponen darah
3) Benda tajam
4) Sisa-sisa alat atau benda yang terkontaminasi pasien
5) Benda-benda tajam yang tidak terpakai.

b. Ketika menangani sisa-sisa bekas operasi, petugas yang bertugas


mengumpulkan termasuk petugas kebersihan harus memakai alat
pelindung diri untuk mencegah pajanan. Setelah sisa-sisa tersebut
terkumpul, harus ditranspor ke area penyimpanan yang sesuai.
Selama transpor harus diperhatikan bahwa benda terkontaminasi
tidak kontak dengan alat steril. Untuk mencegah penyebaran
infeksi, kereta pembawanya harus dibersihkan dan didesinfeksi
sesuai jadwal.

c. Transportasi laundry terkontaminasi. Sebelum membersihkan


ruangan, linen kotor harus diangkat terlebih dahulu. Tekstil, linen,
dan kain terkontaminasi harus dipindahkan dengan kontak
seminimal mungkin dengan udara, permukaan, dan personel
dalam ruangan. Sebelum memindahkan laundry dari permukaan,
harus dipastikan benda tajam dan barang nonlaundry lainnya
telah dipisahkan untuk memastikan keamanan transportasi dan
trauma benda tajam. Dalam melipat linen, pastikan bagian
terkontaminasi berada di tengah sehingga bagian yang bersih
berperan sebagai barrier terhadap bagian yang kotor. Laundry
terkontaminasi ditempatkan di kontainer berwarna merah atau
yang bertanda biohazard.Laundry yang basah harus ditempatkan
di kantongkantong yang antibocor. Dalam transportasi, personel
laundry tidak boleh memegang kantong berisi laundry
terkontaminasi dengan dengan tubuhnya atau meremas
kantongnya untuk mencegah tertusuk jarum atau benda tajam lain
yang tanpa sengaja tertinggal.

d. Membersihkan area operasi


1) Kamar operasi minimal harus dibersihkan setiap 24 jam bila
tidak ada kegiatan atau ruangan tidak dipakai.
2) Bila area terkontaminasi, maka kontaminasi harus
dibersihkan/ diangkat terlebih dahulu baru area dibersihkan
dengan desinfektan karena banyak kontaminan
menginaktivasi desinfektan
3) Bila kontaminasi basah, luas, dan infeksius, maka harus
diletakkan kain yang bisa menyerap cairan dan desinfektan
dituang ke atas kain tersebut sampai semuanya basah
terendam. Dapat juga digunakan bubuk penyerap yang
memadatkan cairan.
4) Bahan desinfektan terhadap darah dan cairan tubuh
yangdirekomendasikan adalah yang efektif terhadap virus
hepatitis Bdan HIV, tuberkulosis, dan yang cocok untuk
segala jenispermukaan, misalnya berpori maupun non-pori.
5) Debu harus ditangani dengan menggunakan kain khusus
debuatau alat pel yang mencegah terbangnya debu. Untuk
area yanglebih tinggi dari bahu, petugas kebersihan harus
menggunakanalat yang khusus didesain untuk permukaan
tinggi. Alat pembersihdebu tidak boleh digoyang-goyangkan
karena spora jamur bisabeterbangan di udara.
6) Untuk menghindari terpeleset atau tersandung, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan :
a) Area yang licin harus ditutup untuk sementara untuk
semua karyawan, kecuali petugas kebersihan
b) Tutup pintu dan tempatkan tanda dilarang masuk
c) Mulai dari area yang paling bersih ke daerah yang
paling kotor.
d) Gunakan wax atau alas bergerigi untuk
menciptakanpermukaan anti slip
e) Pindahkan penghalang atau tanda-tanda dilarang
masukhanya setelah lantai kering sempurna
f) Tim bedah harus menggunakan alas kaki anti slip
g) Keset harus tahan slip dan bila keset tersaturasi
olehcairan, harus segera diganti
h) Pastikan kabel-kabel tidak melintang di tengah jalan.
Kabel harus dibundel sebaiknya di langit-langit jika
memungkinkan
i) Alat-alat dan monitor harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga akses jalan tidak terhalang dan lantai
dapat terlihat
j) Pencahayaan harus diatur dengan baik agar dapat
melihat dengan jelas di dalam ruang operasi
2. Postoperative Care
a. Mengkaji status mental pasien, dapat dilakukan dengan
menanyakan kepada pasien:
1. Tanggal hari ini
2. Hari apa hari ini
3. Nama tempat ia berada saat ini
4. Nomor teleponnya
5. Nama jalan tempat tinggalnya
6. Berapa umurnya
7. Kapan ia dilahirkan
8. Siapa nama gadis ibu kandungnya
9. Berapa hasil 20 dikurang 3, lalu hasilnya dikurang 3 lagi,
dst sampai beberapa kali
b. Mengkaji status fisik pasien, dapat dilakukan dengan
memeriksa tanda vital, derajat nyeri, adanya pembengkakan,
fungsi respirasi, drainageluka, efek samping anestesi, atau
deep vein thrombosis
c. Mengkaji obat-obatan yang dibutuhkan, hal ini meliputi
obat-obatan apa yang harus diteruskan dari operasi, atau mana
yang harus distop atau obat-obat baru, termasuk darah dan
komponen-komponen darah yang diperlukan. Peresepan dan
pemberian obat-obatan tersebut harus dicatat dengan baik
sesuai urutannya, semua perintah verbal diulang kembali, dan
dilabel secara benar. Dapat dipikirkan pemanfaatan teknologi
komputer untuk pendokumentasian maupun pengingat
d. Mencegah infeksi (khususnya dari surgical site, kateter urin,
dan akses intravena)
1. Monitor ketat suhu tubuh dan kadar glukosa darah
untukmengurangi risiko infeksi postoperatif dari surgical
site
2. Gunakan kateter urin hanya bila diperlukan
3. Kurangi waktu penggunaan kateter urin, kateter harus
sering diganti secara berkala
4. Gunakan teknik yang benar untuk insersi dan perawatan
5. Catat semua penggunaan kateter urin.

3. Proses Pemulangan Pasien.


Beberapa poin kunci dalam pemulangan pasien:
1. Komunikasi sedini mungkin dan sesering mungkin dengan
pasien
2. Koordinasi proses pemulangan (bukan hanya di hari terakhir,
tetapi selama perawatan di rumah sakit)
3. Mengatur proses secara sistematik
4. Melibatkan pasien dalam proses perencanaan pemulangan
5. Edukasi pasien dan keluarganya
6. Berbagi sumber dengan pasien, misalnya tentang layanan
rumah pemesanan makanan dan transportasi di komunitas
7. Membuat perjanjian dengan pasien dan keluarganya, bila
memungkinkan, untuk follow up. Berikan catatan berisi nama,
alamat, dan telepon yang bisa dihubungi
8. Rekonsiliasi pengobatan, lakukan double-check untuk obat-
obatan terakhir yang diberikan untuk di rumah. Berikan
kepada pasien daftar obat-obat yang akan ia konsumsi di
rumah, daftar tersebut harus mencakup deskripsi obat,
indikasi, dosis, jadwal pemberian, dan efek samping yang
mungkin ditimbulkan. Hal ini bersama dengan pengertian
pasien harus selalu direkonfirmasi oleh tenaga kesehatan.
Pasien dianjurkan untuk selalu membawa daftar obatnya,
termasuk ketika kontrol berobat
9. Kolaborasi dengan layanan komunitas
10. Summary pemulangan:
a. Diagnosis utama dan tambahan
b. Riwayat pengobatan yang temuan fisik yang menunjang
c. Tanggal operasi atau tindakan invasif dan perawatan
d. Prosedur yang dilakukan
e. Hasil prosedur dan hasil laboratorium yang dilakukan
f. Rekomendasi konsultan subspesialis
g. Informasi yang diberikan kepada pasien dan keluarganya
h. Kondisi pasien dan status fungsional saat pemulangan
i. Obat-obat yang diberikan setelah pulang
j. Alasan penggantian obat
k. Janji untuk follow up
l. Hasil tes yang masih menunggu saat pemulangan
m. Detail mengenai rencana follow up
n. Nama dan kontak dokter bedah yang bertanggung jawab

Kebutuhan asuhan medis, keperawatan, dan profesional


pemberi asuhan (PPA) lainnya sesuai dengan kebutuhan setiap
pasien pascaoperasi berbeda bergantung pada tindakan operasi
dan riwayat kesehatan pasien. Beberapa pasien mungkin
membutuhkan pelayanan dari profesional pemberi asuhan (PPA)
lain atau unit lain seperti rehabilitasi medik atau terapi fisik.
Penting membuat rencana asuhan tersebut termasuk tingkat
asuhan, metode asuhan, tindak lanjut monitor atau tindak lanjut
tindakan, kebutuhan obat, dan asuhan lain atau tindakan serta
layanan lain. Rencana asuhan pascaoperasi dapat dimulai sebelum
tindakan operasi berdasarkan asesmen kebutuhan dan kondisi
pasien serta jenis operasi yg dilakukan. Rencana asuhan pasca
operasi juga memuat kebutuhan pasien yang segera. Rencana
asuhan dicacat di rekam medik pasien dalam waktu 24 jam dan
diverifikasi oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
sebagai pimpinan tim klinis untuk memastikan kontuinitas asuhan
selama waktu pemulihan dan masa rehabilitasi. Kebutuhan
pascaoperasi dapat berubah sebagai hasil perbaikan klinis atau
informasi baru dari asesmen ulang rutin, atau dari perubahan
kondisi pasien yang mendadak. Rencana asuhan pascaoperasi
direvisi berdasar atas perubahan ini dan dicatat di rekam medis
pasien sebagai rencana asuhan baru.
BAB III

LOGISTIK

Program pengendalian logistik disusun untuk mengatur kegiatan


pengadaan dan pemelihraan barang, alat, obat dan alkes IBS yang disusun setiap
tahun mengacu pada kebutuhan tahunan dan dilaporkan dalam laporan tahunan.
Kelompok barang logistic adalah alat medic dan keperawatan, alat elektromedik,
alat kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang
terencana dan terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan
biaya serta kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Program pengendalian logistic meliputi alat elektromedik, alat medik dan
keperawatan, alat tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
Kamar bedah dalam memberikan pelayanan membutuhkan
alat/instrument bedah, obat-obatan dan alat tulis kantor, yang berguna dalam
memberikan pelayanan kepada pasien dan mendukung pekerjaan yang bersifat
administrasi di dalam kamar bedah. Kebutuhan tersebut dipenuhi oleh bagian
logistik, yang meliputi

A. Logistik farmasi.
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan alkes disposible dan obat-obatan
pada setiap semester pertama dan kedua, yang kemudian dirangkum
dalam kebutuhan setahun, yaitu :
a. Barang habis pakai farmasi ditentukan jumlah stocknya. Jumlah stock
yang terpakai dilakukan penggantian dua hari sekali.
b. Barang depo farmasi pengadaannya dilakukan dengan pengajuan
permintaan seminggu sekali.
c. Apabila IBS membutuhkan barang farmasi di luar perencanaan dapat
mengajukan permintaan cito ke Direktur Medik dan Keperawatan
dengan tembusan ke Instalasi Farmasi.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang dan obat-
obatan logistik farmasi yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Kamar bedah melakukan penyimpanan barang-barang atau obat-obatan
berdasarkan pada :
1) Obat-obatan narkotik disimpan dalam lemari yang khusus double lock
dengan kunci dipegang oleh dua petugas
2) Obat-obatan larutan pekat dikunci dilemari yang telah diberi tanda.
3) Obat-obatan yang digunakan untuk emergency disimpan dalam trolley
emergency.
4) Alkes disposable dan alat-alat penunjang disposable dipisahkan dan
disimpan di lemari kaca.
5) Obat-obatan yang perlu disimpan pada suhu tertentu, maka disimpan
dalam lemari kulkas.
4. Pendistribusian
Setiap petugas kamar bedah bertanggung jawab dalam hal pencatatan
pemakaian yang telah dipakai operasi di setiap kamar operasi kemudian
diberikan ke petugas depo farmasi IBS yang bertugas.
5. Penghapusan
Penghapusan barang dan alat -alat di kamar bedah dilakukan apabila
terjadi :
1) Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2) Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk
diatur ulang
3) Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expire date)
4) Bahan/ barang hilang karena pencurian atau sebab lain
B. Logistik umum
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor,
dan dilakukan setiap semester pertama dan kedua, selanjutnya
perencanaaan kebutuhan disesuaikan dengan jadwal logistic umum
dimana permintaan barang kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor dan
biomedic dilakukan seminggu dua kali.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik
umum yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Barang-barang logistik disimpan dalam lemari sesuai dengan jenis barang,
mudah terjangkau.
4. Pendistribusian
Semua barang yang ada dilakukan inventaris dan pencatatan barang yang
terpakai.
C. Logistik Linen
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan linen hal ini dilakukan setahun
sekali, selanjutnya perencanaaan disesuaikan kebutuhan dan permintaan
sesuaikan dengan jadwal dari logistik linen.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik
linen yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Linen baju operasi (pakaian dasar kamar bedah) disimpan di lemari linen
dan linen baju ganti pasien di ruang pre operasi
Dalam fungsi penyimpanan logistik ada beberapa hal yang menjadi alasan
dan perlu perhatian adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaaan yang fluktuatif, karena sering terjadi
kesulitan memperkirakan kebutuhan secara tepat dan akurant.
2. Untuk menghindari kekosongan barang (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta menggantisipasi fluktuasi kenaikan harga
bahan.
4. Untuk menjaga agar kualiitas bahan dalam keadaan siap pakai.
Untuk mempercepat pendistribusian
BAB IV

KESELAMATAN PASIEN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RS Budi
Asih melalui program sasaran keselamatan pasien rumah
sakit,makakeselamatan pasien diupayakan terlaksana secara optimal dan
berkesinambungan.
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong
peningkatan keselamatan pasien dengan harapan pelayanan kesehatan di RS
Budi Asihdapat berjalan dengan lebih baik dan aman dan mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat luas.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
Pada Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini, keselamatan
pasien terdiri dari keselamatan pasien yang dilakukan operasi. Maka setiap
tindakan dan pelayanan yang diberikan harus mempertimbangkan terhadap
kesejahteraan pasien tersebut.
B. Tujuan
a. Tercapainya kesejahteraan dan keamanan pada pasien selama dalam
proses pemberian pelayanan di Instalasi Bedah Sentral dengan program
keselamatan pasien yang terdapat di pelayanan Instalasi Bedah Sentral
b. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
Tatalaksana Keselamatan Pasien
Untuk mengimplementasikan kegiatan keselamatan pasien maka RS
mengadopsi pada International Patient Safety Goals (IPSG) / Sasaran
Keselamatan Pasien , yaitu :
a. Mengidentifikasi pasien dengan benar
b. Meningkatkan komunikasI yang efektif
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
d. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
e. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
f. Mengurangi risiko cedera akibat terjatuh

D. Pelaksanaan Keselamatan Pasien di IBS


Program Keselamatan Rumah Sakit dan Keselamatan Pasien (KRS-
KP) mulai diterapkan pada pelayanan IBS mulai tahun 2007. Sesuai dengan
Sasaran Keselamatan pasien (SKP), Instalasi Bedah Sentral (IBS) berperan
aktif dalam kegiatan keselamatan pasien, yakni Kepastian tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien operasi. Dalam pelaksanaannya IBS telah
menggunakan Ceklist Keselamatan Operasi dengan mengikuti panduan
surgical safety checklist WHO dan penandaan area operasi (Marking site).
Serangkan persiapan dilakukan untuk mencegah terjadinya cidera dan
kesalahan dalam prosedur pembedahan. Kegiatan ini dimulai sejak pasien
diputuskan untuk dilakukan pembedahan oleh Ahli Bedah, baik di poliklinik,
Instalasi Gawat Darurat, maupun ruang rawat.
Perawat kamar bedah berperan sangat penting untuk memastikan keamanan
dan keselamatan pasien di kamar bedah. Dimulai sejak pasien datang ke kamar
operasi (pre operatif), intra operatif, dan Post Operatif. Perawat Kamar Bedah
memastikan berbagai persiapan di atas sudah dilakukan dengan lengkap sesuai
yang dibutuhkan. Formulir serah terima diisi dan ditandatangani. Jika terdapat
ketidaksesuaian (misalnya hasil laboratorium) dapat dikonsultasikan kembali ke
Ahli Bedah untuk dikonfirmasi ulang. Disusul dengan pengisian formulir catatan
perioperatif dan Time Out. Selama Pembedahan berlangsung status fisiologis
pasien dipantau dan dimonitoring. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi
tingkat mortalitas, morbiditas, dan disabilitas/kecacatan akibat komplikasi
prosedur bedah.
1. Ceklist Keselamatan Operasi (Surgical Safety Ceklist)

Dalam rangka Pelaksanaan sasaran SKP IV, yakni Kepastian Tepat


Lokasi, Tepat Prosedur, dan tepat Pasien Operasi, Instalasi Bedah Sental
telah menggunakan Ceklist Keselamatan Operasi dengan mengikuti
panduan Surgical Safety Checlist .

2. Panduan Penandaan area operasi (Marking)

a. Dilakukan untuk prosedur yang harus dibedakan :


1) Sisinya (Kiri/Kanan)
2) Struktur yang berbeda (ibu jari kaki dan jari lainnya)
3) Level yang berbeda (level tulang belakang)
b. Sisi yang benar tanda (Marking) dan tanda tersebut harus tetap terlihat
setelah pasien dilakukan preparasi dan draping
c. Beri tanda pada derah yang akan dioperasi dengan menggunakan tinta

tahan air dengan memberi tanda “O” pada daerah yang tidak
memungkinkan memberi tanda garis insisi. Libatkan pasien dan
keluarga. Yang memberi tanda adalah dokter bedah yang akan
melakukan operasi di Ruang Rawat, IGD, di Ruang Pre-op jika pasien
ODC di formulir penandaan lokasi operasi
d. Pemberian Tanda tidak dilakukan pada operasi yang hanya :
1) Mencakup satu organ, Contoh : Sectio Caesarea, Bedah Jantung,
Appendictomy, Hysterektomi, Laparatomy, laparascopy
2) Prosedur Invasif : Kateterisasi Jantung, Venaseksi, NGT, Venocath,
Gigi (penendaan dilakukan pada foto gigi/diagram gigi)
3) Lain-lain : Tonsilectomy, Hemmorhoidectomy, Operasi pada
genitalia.
Nama Pasien : ................... No. RM :
Tgl. ...................................
JenisKelamin : ...................... :
Lahir .............
Rumah Sakit
Tgl. Masuk : .................... Umur : ................. Thn/ Bln/ Hr
BUDI ASIH
FORMULIR PENANDAAN AREA OPERASI
Tanggal Operasi: Prosedur Operasi : Operator:

Kiri Kanan Kanan Kiri Kiri Kanan


Kanan Kiri

Laki-Laki Perempuan

Kiri Kanan Kiri Kanan Kanan Kiri Kanan Kiri

Palmar ( anterior ) Dorsal ( posterior ) Palmar ( anterior ) Dorsal ( posterior )

Kanan Kiri Kiri Kanan Kiri


Kanan

Trenggalek,
............................................................
Pasien / KeluargaPasien DokterBedah
( .......................................................... ) ( …............................................. )
BAB V

KESELAMATAN KERJA

A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh
perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin tingginya bahaya penularan
penyakit yang dapat ditimbulkannya. Mendorong rumah sakit untuk menggunakan
peralatan kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai tingkatan di segenap
sektor kegiatan, khususnya di kamar bedah yang merupakan jantungnya sebuah rumah
sakit.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut disatu pihak akan memberikan kemudahan
dalam operasional tetapi dilain pihak cenderung menimbulkan resiko kecelakaan akibat
kerja yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi tersebut, terutama bila
petugas yang bekerja di kamar bedah kurang mendapatkan pendidikan dan pelatihan
keterampilan, khususnya pelatihan yang berhubungan dengan penggunaan alat-alat serta
penanganan bahaya infeksi nosokomial yang dapat ditimbulkannya dikamar bedah.
Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak terduga
tersebut, yaitu dengan jalan menurunkan dan mengendalikan sumber bahaya tersebut,
melalui penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan pihak
rumah sakit, namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor pemakainya.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu di tingkatkan upaya dan program
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) antara lain, peningkatan kesadaran, kedisiplinan K3
terutama lingkungan kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya pencegahan
terjadinya kecelakaan dengan menutupi sumber bahaya bila memungkinkan, akan tetapi
sering keadaan bahaya tersebut belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Untuk itu perlu
dilakukan usaha pencegahan dengan cara menggunakan alat pelindung diri (Personal
Protective Devices) yang umum sering disingkat dengan APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari
petugas ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan
petugas terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh
pada mutu pelayanan karena para petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani
pasien, dengan demikian penggunaan alat pelindung diri sangat tepat agar dapat membatasi
penyebaran infeksi nosokomial tersebut. Salah satu langkah dari pengendalian infeksi
nosokomial adalah dengan menerapkan Kewaspadaan Universal atau sering di sebut
Universal Precautions.
Personil di kamar operasi terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan kegiatan operasi
terdiri dari berbagai spesialisasi. Melihat dari jenis operasi yang ada, dengan penggunaan
alat berteknologi tinggi dan dapat menimbulkan tingkat bahaya penularan yang cukup
tinggi baik melalui udara (air borne) maupun melalui darah (blood borne) ataupun cairan
tubuh lainnya. Petugas kamar bedah mempunyai resiko penularan penyakit yang cukup
tinggi.

B. Risiko Kerja di Kamar Bedah


Bekerja di kamar tidak semudah yang dibayangkan karena memerlukan keahlian khusus,
disamping itu juga mempunyai resiko yang besar.Adapun faktor resiko bekerja di kamar
bedah yaitu,
1. Bahaya/insiden kecelakaan
a. Cedera kaki dan jari kaki yang disebabkan oleh benda yang jatuh, misalnya,
peralatan medis.
b. Slip, perjalanan, dan jatuh di lantai basah, khususnya selama situasi darurat.
c. Tertusuk atau terpotong oleh benda tajam, terutama tusukan jarum dan luka oleh
pisau operasi.
d. Luka bakar dari peralatan sterilisasi panas.
e. Listrik kejut dari peralatan yang rusak atau grounding yang tidak ada, atau peralatan
dengan isolasi yang rusak.
f. Nyeri punggung akut akibat posisi tubuh canggung yang lama atau kelelahan saat
menangani pasien berat.
2. Physical hazards /Bahaya fisik
Paparan radiasi dari x-ray dan sumber radioisotop.
3. Chemical hazards/BahayaKimia
a. Paparan berbagai obat bius (misalnya N2O, halotan, etil bromida, etil klorida, eter,
methoxyfluorane, dll).
b. Iritasi kulit dan penyakit kulit karena sering menggunakan sabun, deterjen,
desinfektan, dll
c. Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan karena paparan udara aerosol atau kontak
dengan tetesan/percikan desinfektan saat mencuci dan membersihkan alat.
d. Keracunan kronis karena paparan jangka panjang terhadap obat, cairan sterilisasi
(misalnya, glutaraldehid), anestesi gas, dll
e. Alergi lateks yang disebabkan oleh paparan pada sarung tangan lateks alam dan
lateks lainnya.
4. Biological hazards/Bahaya biologi
a. Karena paparan terhadap darah, cairan tubuh atau spesimen jaringan mungkin
mengarah ke penyakit melalui darah seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.
b. Risiko tertular penyakit nosokomial akibat tusukan dari jarum suntik (misalnya
hepatitis infeksius, sifilis, malaria, TBC).
c. Kemungkinan tertular herpes sawit dan jari (Herpes whitlow).
d. Peningkatan bahaya keguguran spontan.
5. Ergonomic, psychosocial and organizational/FactorsErgonomis, psikososial dan
faktor organisasi
a. Kelelahan dan nyeri punggung bawah akibat penanganan pasien berat dan untuk
periode merindukan pekerjaan dalam posisi berdiri.
b. Stres psikologis yang disebabkan oleh perasaan tanggung jawab yang berat
terhadap pasien.
c. Stres, hubungan keluarga yang tegang, dan kelelahan akibat perubahan dan bekerja
malam, lembur kerja, dan kontak dengan pasien yang sakit, terutama bila pasien
tidak pulih dari operasi.
d. Masalah hubungan interpersonal dengan ahli bedah dan anggota lain dari tim
operasi.
e. Paparan pasien mengalami trauma, beberapa korban bencana atau peristiwa
bencana atau pasien parah dapat menyebabkan kekerasan pasca-trauma sindrom
stres.
C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan keamanan kerja (sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undangKesehatan
Tahun 1992 Pasal 23 ayat (1), (2), (3) dan (4) ditujukan kepada pasien, petugas, dan alat meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1. Keselamatan dan keamanan pasien, semua anggota tim bedah harus memperhatikan kembali
:
a. Identitaspasien
b. Rencanatindakan
c. Jenis pemberian anestesi yang akan dipakai
d. Faktor-faktoralergi
e. Responpasienselamaperioperatif.
f. Menghindaripasiendaribahayafisikakibatpenggunaanalat/ Kurangteliti.
2. Keselamatan dan keamananpetugas
a. Melakukan pemeriksaan secara periodik sesuai ketentuan
b. Beban kerja harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan petugas diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. No. PER.03/MEN/1982 Tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja Pasal 1 bagian (a).
c. Perlu adanya keseimbangan antara kesejahteraan, penghargaan dan pendidikan
berkelanjutan (Undang-undang Kesehatan Tahun 1992 Pasal 51 ayat (1).
d. Melakukan pembinaan secara terus menerus dalam rangka mempertahankan hasilkerja.
e. Membina hubungan kerja sama yang intern dan antar profesi, dalam mencapai tujuan
tindakan pembedahan.
3. Keselamatan dan keamananalat-alat
a. Menyediakan pedoman / manual bahasa Indonesia tentang cara penggunaan alat-alat dan
mengantungkannya pada alat tersebut.
b. Memeriksa secara rutin kondisi alat dan memberi label khusus untuk alat rusak.
c. Semua petugas harus memahami penggunaan alat dengan tepat
d. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan alat secara rutin dan
berkelanjutan.
e. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan dilakukan oleh petugas
IPSRS.
f. Memeriksa alat ventilasi udara agar berfugsi dengan baik
g. Memasang simbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau mempunyai resiko mudah
terbakar.
h. Menggunakan diatermi tidak boleh bersama dengan pemakaian obat bius ether.
i. Memeriksa alat pemadam kebakaran agar dalam keadaan siap pakai.
j. Pemakaian secara rutin alat elektro medis yang dilakukan oleh petugas IPSRS.

4. Program jaminan mutu


a. Melaksanakan evaluasi pelayanan di kamar operasi melalui macam-macam, audit.
b. Melakukan survailans infeksi nosokomial secara periodik dan berkesinambungan.
BAB VI

PENGENDALIAN MUTU

Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan
haruslah mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna jasa dapat
membedakan pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga
kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau
konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Instalasi Bedah Sentral disusun berdasarkan
Kepmenkes No.126 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, meliputi :
a. Waktu tunggu Operasi elektif ≤ 2 hari
b. Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %
c. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Salah insisi 100%
d. Tidak adanya kejadian operasi salah orang 100%
e. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi 100%
f. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing/lain pada tubuh pasien setelahoperasi
100%
g. Komplikasi anastesi karena overdosis, reaksi anastesi, dan salah penempatan endotracheal
tube ≤ 6 %
Pelaksanaan Pengendalian Mutu di Instalasi Bedah Sentral setiap bulan dilaporkan ke
Bidang PelayananRS Budi Asih
BAB VII

PENUTUP

Era globalisasi menuntut perkembangan pengetahuan dan tehnologi disegala bidang,


termasuk bidang kesehatan. Pelayanan Kamar bedah di Budi Asihsebagai bagian dari
pelayanan kesehatan rumah sakit tentunya senantiasa perlu penyesuaian mengikuti
perkembangan tersebut.
Upaya peningkatan mutu pelayanan Kamar Operasi berarti peningkatan mutu pelayanan
rumah sakit. Upaya peningkatan mutu pelayanan memerlukan landasan hukum dan batasan
operasional, standar ketenagaan, standar fasilitas, tata laksana, dan logistik. Hal tersebut
dilengkapi dengan program keselamatan pasien, keselamatan kerja dan proteksi radiasi agar
diperoleh mutu yang optimal. Untuk mengukur mutu pelayanan diperlukan indikator mutu
pelayanan. Buku Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini disusun memberikan
informasi tentang hal-hal tersebut.
Buku pedoman Pelayanan Instalasi Bedah Sentral ini diharapkan menjadi acuan bagi
pelaksana kegiatan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan, sehingga indikator mutu output
dapat dicapai. Bagi manajemen buku ini berharap dapat bermanfaat untuk pemenuhan
kebutuhan sumberdaya sehingga indikator mutu dapat tercapai.
Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak dengan harapan mutu pelayanan dapat
dijaga. Tidak lupa, sesuai perkembangan hendaknya buku ini secara berkala dievaluasi dan
direvisi.

Ditetapkan di Trenggalek
Pada tanggal 02 Januari 2023

Penyusun, Menetapkan,
Kepala Unit Kamar Operasi Direktur Rumah Sakit Budi Asih

Sutrisno, A.Md.Kep dr. Dadang Wirawan


NRP 02.02.09.246 NRP 01.03.22.0105

Anda mungkin juga menyukai